Hubungan diabetes melitus tipe 2 terhadap prevalensi demensia pada lansia di Kabupaten Tangerang, Ba nten Damianus Journal of Medicine; Vol.10 No.3 Oktober 2011: hlm. 125–132.
ARTIKEL PENELITIAN
HUBUNGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP PREVALENSI DEMENSIA PADA LANSIA DI KABUPATEN TANGERANG, BANTEN Linawati Hananta*, Deon Kristian**, Chriscelia Valery So**
ABSTRACT *
Departemen Farmakologi Farmasi, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440. **
Peserta Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440.
Introduction: In the world, especially in Indonesia dementia is a degenerative disease which is commonly found especially in elderly community. Dementia has many risk factors, which one of them is type 2 diabetes mellitus (DM 2). There are a lot of literature that suggested a link between DM 2 and dementia. The aim of this study is to look related between DM 2 with dementia patients in elderly people. Methods: The study design used is unpaired categorical analytic with cross sectional study. Target population was all the elderly in the district of Tangerang, Banten. Samples taken by random sampling. Inclusion criteria were everyone over 60 years and willing to be interviewed. Exclusion criteria were refusal to participate, can not communicate, severe pain, mild alcohol consumed (23shots). Collecting data using 2 questionnaires. Questionnaire I is containing about history by asking the typical symptoms of DM 2. Questionnaire II conducted interviewed after the patient was diagnosed DM 2 with blood glucose test. Results: Total of 95 respondents, there were 54 (56.84%) who suffer from dementia with 15 of them also suffer from DM 2 and 39 did not suffer from dementia but DM 2. In addition 41 (43.16%) of respondents were not dementia, including 6 respondents suffer from DM 2 and 35 respondents did not suffer from DM 2.Result obtained by Pearson Chi Square p value = 0,143 (>0.05). Conclusions: This study no significant relation between DM 2 with prevalence of dementia in the elderly. Key words: type 2 diabetes mellitus, dementia, elderly
ABSTRAK Latar belakang: Di dunia khususnya di Indonesia, demensia adalah penyakit degeneratif yang banyak ditemukan terutama pada masyarakat lanjut usia. Demensia memiliki banyak faktor risiko, salah satunya adalah diabetes mellitus tipe 2 (DM 2). Ada banyak literatur yang menyatakan adanya hubungan antara DM 2 dan demensia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat keterkaitan antara DM 2 dengan pasien demensia pada orang lanjut usia. Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah analitik kategorik berpasangan dengan studi cross sectional. Target populasi adalah semua orang lanjut usia di Kabupaten Tangerang, Banten. Sampel diambil secara random sampling. Kriteria inklusi adalah semua orang lebih dari 60 tahun dan bersedia untuk diwawancarai. Kriteria eksklusi adalah menolak untuk berpartisipasi, tidak bisa berkomunikasi, sakit parah, mengkonsumsi alkohol ringan (2-3sloki). Pengumpulan data menggunakan 2 kuesioner. Kuesioner I berisi tentang riwayat penyakit dengan menanyakan gejala khas DM 2. Kuesioner II dilakukan diwawancarai setelah pasien didiagnosis DM 2 dengan menggunakan tes strip glukosa darah. Hasil: Total 95 responden, terdapat 54 (56.84%) yang menderita demensia dengan 15 dari mereka juga menderita DM 2 dan 39 tidak menderita demensia, tetapi 2 menderita DM 2. Selain itu 41 (43,16%) dari responden tidak demensia, termasuk 6 responden menderita DM 2 dan 35 responden tidak menderita DM 2. Hasil statistik diperoleh bahwa nilai Pearson Chi Square dengan p = 0,143 (> 0,05). Kesimpulan: Pada penelitian ini tidak ada hubungan yang bermakna antara DM 2 dengan prevalensi demensia padaorang lanjut usia. Kata kunci: diabetes melitus tipe 2, demensia, lanjut usia
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
125
DAMIANUS Journal of Medicine
PENDAHULUAN Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998, penduduk lanjut usia (lansia) adalah mereka yang berumur 60 tahun ke atas.1 Pada lansia terdapat perubahan pada fisik maupun mental serta terjadi kemunduran-kemunduran terhadap fungsi tubuh mereka. Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2005 adalah 17,6 juta jiwa dan pada 2009 adalah sekitar 16,5 juta jiwa dari seluruh jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 220 juta jiwa. Pada tahun 2010, diperkirakan jumlah lansia mencapai 23 juta jiwa, dan tahun 2020 menjadi 28 juta orang lebih.2 Semakin tua umur seseorang, maka orang tersebut akan menjadi lebih rentan terkena penyakit degeneratif, diantaranya ialah demensia. Demensia merupakan penyakit degeneratif yang banyak ditemukan dalam masyarakat sekarang ini khususnya pada lansia. Gangguan ingatan merupakan gejala demensia yang paling sering terjadi tanpa disertai penurunan kesadaran. Demensia terbagi atas beberapa tipe diantaranya yang paling banyak dijumpai ialah Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskular.3 Lebih dari 50% kasus demensia merupakan demensia tipe Alzheimer. Berdasarkan studi epidemiologi, diperkirakan terdapat 24,3 juta orang yang terkena demensia pada tahun 2005, dengan 4,6 juta kasus demensia yang baru setiap tahunnya (1 kasus baru demensia setiap 7 detik) dengan 48% penderita demensia terdapat pada wilayah benua Asia. Angka peningkatan tersebut tidak sama pada setiap negara. Pada negara berkembang diperkirakan terdapat peningkatan sebesar 100%, dan pada Asia Selatan diperkirakan terdapat peningkatan sebesar 300% setiap tahunnya. Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun dan pada tahun 2005 terdapat 606.100 penduduk Indonesia. Melalui sebuah penelitian didapatkan prevalensi demensia di Jakarta sebesar 62,5%.4,5,6,7 Penyakit demensia merupakan salah satu penyakit yang memiliki berbagai faktor risiko. Faktor risiko yang paling berpengaruh ialah umur yang tua. Selain itu menurut penelitian, Diabetes Melitus (DM) juga merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya demensia.3,6,8 Pada penelitian kohort yang dilaksanakan pada orang Amerika-Jepang, didapatkan DM2 dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit Alzheimer sebanyak 1,8 kali dan demensia vaskular sebanyak 2,3 kali. Hal ini terjadi akibat adanya resistensi insulin serta insulinemia pada penderita DM 2.9,10
126
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit metabolik yang dapat terjadi pada semua usia dengan kelainan pada homeostatis glukosa. DM secara garis besar dibagi menjadi 2 tipe yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2 (DM 2). DM tipe 1 ditandai dengan kurangnya hormon insulin dalam tubuh yang biasa didapat sejak lahir. Sedangkan DM 2 ditandai dengan resistensi sel terhadap hormon insulin akibat berbagi faktor seperti obesitas. Secara umum, hampir 80 % prevalensi adalah DM 2.3,12 Prevalensi penderita DM di seluruh dunia meningkat secara dramatis selama dua dekade, dari 30 juta kasus pada tahun 1985 menjadi 171 juta ditahun 2000. Prevalensi penderita DM didunia pada tahun 2000 mencapai angka 2,8% dan diperkirakan akan mencapai 4,4% dari jumlah penduduk dunia pada tahun 2030. Indonesia sendiri menduduki peringkat ke-4 di dunia dengan penderita DM tertinggi di tahun 2000 sebanyak 8,4 juta orang.13 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%. Namun hanya 1,5% (kira-kira 26% dari total DM) yang telah mengetahui dirinya menderita DM sebelum diperiksa Riskesdas. 13 Menurut hasil pengukuran disabilitas dan prediksi kualitas hidup pada masyarakat lanjut usia di DKI Jakarta yang dilaksanakan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, didapatkan prevalensi penderita DM pada penduduk lansia di DKI Jakarta adalah sebesar 10,7%.14 Dengan adanya hubungan DM 2 dengan demensia serta semakin banyaknya jumlah penderita DM dan demensia serta lansia di Indonesia, khususnya di Jakarta, maka kami tertarik untuk melihat seberapa besar pengaruh DM 2 dengan demensia khususnya pada penduduk lansia. METODE Desain penelitian yang dipakai adalah penelitian analitik kategorik tidak berpasangan dengan jenis penelitian cross sectional. Populasi target adalah semua lansia di Kabupaten Tangerang, Banten. Dan sampel diambil secara random sampling. Kriteria inklusi yaitu semua orang berumur di atas 60 tahun dan bersedia untuk diwawancara. Sedangkan kriteria eksklusi adalah menolak untuk berpartisipasi, tidak dapat berkomunikasi, sakit berat seperti stroke, koma, dan lain-lain, dan mengkonsumsi alkohol ringan (2-3 sloki). Variabel bebas pada penelitian ini adalah DM 2 sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah demensia.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Hubungan diabetes melitus tipe 2 terhadap prevalensi demensia pada lansia di Kabupaten Tangerang, Ba nten
Pengumpulan data dengan menggunakan dua kuesioner. Kuesioner 1 merupakan kuesioner yang berisi perta-nyaan mengenai riwayat DM 2 yang diderita responden serta gejala-gejala khas DM 2 yang mungkin diderita oleh responden. Kuesioner 1 digunakan dengan me-wawancarai responden untuk mengetahui apakah res-ponden memiliki riwayat DM 2 atau memperkirakan apakah responden yang tidak memiliki riwayat DM 2 menderita DM 2 dengan menanyakan gejala-gejala khas DM2 pada responden. Dan kuesioner 2 juga akan dilakukan dengan mewawancarai responden yang digunakan setelah pasien didiagnosis menderita DM 2 dari tes glukosa darah sewaktu. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah responden melakukan pengobatan DM 2 secara teratur atau tidak serta mengetahui apakah responden mempunyai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyakit demensia. Tes glukosa darah sewaktu dilakukan setelah kuesioner 1 dan jika responden tidak memiliki riwayat DM 2 tetapi memiliki gejala-gejala khas DM 2. Tes ini dilakukan oleh peneliti dengan menusukan jarum pada jari responden untuk mendapatkan darah dari responden sebanyak 3-5 ml untuk selanjutnya dilakukan pengecekan kadar glukosa darah sewaktu. Pemeriksaan ini dapat dilakukan kapan saja tanpa persiapan khusus. Hasilnya akan didapatkan apakah responden menderita DM 2 atau tidak. Responden dikatakan menderita DM 2 apabila memiliki beberapa gejala khas DM2 dan memiliki kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL seperti acuan diagnosis menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM 2 Di Indonesia tahun 2006. Mini Mental State Examination (MMSE) adalah suatu tes yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit demensia. Pada penelitian ini, MMSE akan dilakukan saat responden sudah didiagnosis menderita DM 2 pada pengecekan kadar gula darah sewaktu. MMSE dilakukan saat peneliti mengajukan pertanyaanpertanyaan serta beberapa arahan untuk dapat dilakukan oleh responden dengan setiap pertanyaan dan arahan memiliki nilai tersendiri. Responden akan didiagnosis menderita demensia apabila nilai dari MMSE orang tersebut lebih kecil dari 24. Pengumpulan data dimulai dengan mencari lansia (penduduk dengan umur di atas 60 tahun) di Kabupaten Tangerang, Banten. Setelah mendapatkan lansia yang bersedia dijadikan responden, maka kami akan menggunakan MMSE untuk mengukur apakah responden menderita demensia atau tidak. Responden akan didiagnosis demensia jika reponden memiliki hasil MMSE di bawah 24. Responden selanjutnya akan diwawancarai
menggunakan kuesioner 1 untuk mengetahui riwayat DM 2. Responden yang mempunyai riwayat DM 2 akan dilakukan pengecekan GDS serta diwawancarai menggunakan kuesioner 2 untuk mengecek apakah DM 2 pada responden terkontrol atau tidak. Responden yang mengalami demensia namun tidak mempunyai riwayat DM 2 akan diwawancarai dengan kuesioner 2. Pasien yang tidak menderita demensia dan tidak mempunyai riwayat DM 2 tidak akan diberi tindakan lanjutan. Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan program SPSS 15.0, Pengolahan data direncanakan menggunakan metode nonparametrik yaitu Chi Kuadrat Indepedensi Test. Gambar 1. Alur pengumpulan data. Lansia (umur di atas 60 tahun)
Demensia
DM2
Tidak DM2
Tidak demensia
DM2
Tidak DM2
Kuesioner 2
DM2 Terkontrol
DM2 Tidak terkontrol
HASIL Dari total 138 lansia yang didapat dari Panti Werdha Bina Bhakti, Panti Werdha Melania, dan Panti Werdha Kasih Ayah Bunda yang terdapat di wilayah Tangerang, Banten telah dilakukan pengambilan data pada 95 lansia yang terdapat pada panti-panti tersebut dengan 43 sisanya termasuk dalam kriteria eksklusi. Setelah melakukan pengambilan data yang dibutuhkan bagi penelitian ini, maka berikut ini dijabarkan hasil data yang telah diperoleh. Dari hasil penelitian terdapat 95 sampel lansia yang didapat dari Panti Werdha Bina Bhakti, Panti Werdha Melania, dan Panti Werdha Kasih Ayah Bunda yang di wilayah Tangerang, Banten dengan jumlah responden pria sebanyak 26 orang dan responden wanita sebanyak 69 orang. Tetapi hanya 86 responden yang memiliki data berupa umur dengan responden terbanyak pada rentang umur 66-70 tahun dengan total 21 orang (24,4%) (tabel 1).
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
127
DAMIANUS Journal of Medicine
Dari 15 responden yang menderita DM 2 dan demensia, 10 diantara 15 responden (66.6%) menderita DM 2 dengan GDS yang terkontrol dan terdapat 5 responden (33,3%) dengan DM 2 dan GDS yang tidak terkontrol seperti yang terlihat pada tabel 2. Dari hasil yang kami dapat dari 95 responden, terdapat 54 responden yang menderita demensia dengan 15 diantaranya juga menderita DM 2 dan 39 responden demensia namun tidak menderita DM 2. Selain itu 41(43,16%) responden adalah yang tidak demensia, 6 responden diantaranya menderita DM 2 dan 35 responden tidak menderita DM 2 seperti yang terlihat pada tabel 3. Pada tabel 4 dapat dilihat kejadian demensia banyak terdapat pada responden yang tidak memiliki faktor risiko seperti rokok, alkohol, dan vitamin B dengan total 21 orang (38,8%). Dari tabel juga terlihat 14 pasien (25,9%) yang mengkonsumsi vitamin B secara teratur tetap terkena demensia. Selain itu faktor lain seperti rokok dan alkohol tidak terlalu banyak dimiliki oleh responden. DISKUSI Kami memilih 3 panti di atas dengan asumsi ketiga panti tersebut memiliki karakteristik yang mirip yaitu dihuni oleh lansia kalangan menengah ke bawah dengan tingkat aktivitas dan makanan utama sehari-hari yang dikonsumsi tidak jauh berbeda. Makanan utama pada ketiga panti tersebut ialah tahu dan tempe, dengan konsumsi protein hewani yang cukup jarang. Ketiga panti tersebut juga diharapkan dapat menggambarkan dan mewakili seluruh lansia yang terdapat di Tangerang, Banten karena letak ketiga panti tersebut tidak berdekatan dan memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan para lansia yang terdapat di wilayah Tangerang, Banten. Dalam proses pengambilan data untuk penyakit demensia, kami melakukan tes MMSE pada sejumlah responden pada ketiga panti tersebut. Setelah didapatkan hasil demensia maka dilanjutkan dengan pertanyaan menggunakan kuesioner untuk mengetahui beberapa berpengaruh lain yang dapat menyebabkan demensia seperti rokok, alkohol, dan vitamin B. Meskipun penyakit demensia mempunyai beragam faktor risiko, tetapi pada penelitian ini faktor-faktor risiko tersebut akan kami abaikan dan pencarian data faktor yang berpengaruh seperti di atas hanya untuk digunakan sebagai data tambahan sekaligus pelengkap yang dapat digunakan untuk membandingkan faktor berpengaruh yang paling banyak didapat pada responden. 128
Pada Panti Werdha Bina Bhakti pemeriksaan GDS dilakukan oleh pihak panti secara teratur setiap hari rabu. Pada laporan pengukuran yang terakhir didapat hasil bahwa GDS seluruh penderita DM 2 pada panti tersebut berada dalam batas normal dan masingmasing penderita DM 2 mendapat obat untuk DM 2 yang mereka derita seperti insulin dan metformin. Sedangkan pada Panti Werdha Melania dan Panti Werdha Kasih Ayah Bunda pengecekan GDS tidak dilakukan secara teratur setiap minggu sehingga mahasiswa peneliti perlu mengadakan pengecekan GDS pada responden panti tersebut. Pengobatan yang dilakukan pada Panti Werdha Kasih Ayah Bunda hanya menggunakan satu macam obat yaitu metformin sedangkan pada Panti Werdha Melania pengobatan dilakukan dengan memberikan obat seperti metformin, sulfonylrea, dan suntik insulin. Pada penelitian ini didapatkan distribusi yang tidak normal sehingga akan digunakan metode statistik nonparametrik yaitu Pearson Chi Square. Pada pengukuran menggukan SPSS dengan metode Pearson Chi Square. Pada pembacaan tabel, nilai statistik Pearson Chi Square dengan Asymp. Sig. (2-sided) = 0,126 (>0,05) yang mengindikasikan penerimaan terhadap H0. Hipotesis nol pada penelitian ini adalah tidak adanya hubungan/korelasi antara DM 2 dengan demensia. Secara teori seharusnya DM 2 mempengaruhi kejadian demensia (terutama demensia vaskular) dengan jumlah penderita demensia yang menderita DM 2 tidak terkontrol lebih banyak dari pada penderita demensia dengan DM 2 yang terkontrol seperti yang terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Weili Xu dan juga Chris MacKnight. Tetapi secara statistik kami mendapatkan bahwa DM 2 tidak mempunyai hubungan dalam meningkatkan penyakit demensia pada lansia. Hasil yang berbeda pada penelitian ini mungkin karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti cukup teraturnya dalam melakukan pemeriksaan GDS, pengobatan secara teratur serta penelitian yang dilakukan pada panti sosial yang memiliki tingkat kesadaran akan penyakit DM 2 yang cukup tinggi, maka hasil yang kami dapat dalam penelitian yang dilaksanakan pada ketiga panti tersebut tidak sesuai dengan teori. Hal ini juga berkebalikan seperti hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Weili Xu. et al yang mendapatkan OR 1,63, yang artinya penderita DM 2 berisiko 1,63 kali lebih besar mengalami demensia. Penelitian yang dilaksanakan Weili Xu dilakukan dengan metode case control dengan 13.693 responden. Hasil yang didapatkan ialah DM 2 meningkatkan risiko demensia terutama demensia vaskular. 35 Pada
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Hubungan diabetes melitus tipe 2 terhadap prevalensi demensia pada lansia di Kabupaten Tangerang, Ba nten
Tabel 1. Demografi responden (N=86)
Range umur
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
Jumlah
Persentase
61-65
0 orang
8 orang
8 orang
9,3%
66-70
8 orang
13 orang
21 orang
24,4%
71-75
9 orang
9 orang
18 orang
20,9%
76-80
4 orang
14 orang
18 orang
20,9%
81-85
3 orang
10 orang
13 orang
15,4%
86-90
1 orang
3 orang
4 orang
4,6%
91-95
1 orang
3 orang
4 orang
4,6%
26 orang
60 orang
86 orang
100%
Total
Total
Tabel 2. Persentase diabetes melitus tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol terhadap jenis kelamin
Diabetes Melitus Tipe
Laki-laki n %
Perempuan n %
Total n
%
Terkontrol Tidak terkontrol
3 orang 2 orang
7 orang 3 orang
10 orang 5 orang
47,6% 23,8%
Total
5 orang 83,3%
15 orang
71,4%
50% 33,3%
46,6% 20%
10 orang 66,6%
Tabel 3. Hubungan penyakit demensia terhadap penyakit diabetes melitus tipe 2
DM
Tidak DM
Total
Demensia Tidak demensia
15 orang 6 orang
39 orang 35 orang
54 orang 41 orang
Total
21 orang
74 orang
95 orang
Tabel 4. Faktor yang berpengaruh berupa rokok, alkohol, dan vitamin B terhadap penyakit demensia
Faktor berpengaruh
Laki-laki
Demensia Perempuan Total
Persentase
Tanpa rokok, alkohol Vitamin B Merokok saja Alkohol saja Vitamin B saja Merokok + Alkohol Alkohol + Vitamin B Vitamin B + Merokok Merokok + Vitamin B + Alkohol
5 orang
16 orang
21 orang
38,8%
4 orang 0 orang 1 orang 3 orang 0 orang 3 orang 2 orang
1 orang 1 orang 13 orang 0 orang 4 orang 1 orang 0 orang
5 orang 1 orang 14 orang 3 orang 4 orang 3 orang 2 orang
9,2% 1,8% 25,9% 5,5% 7,5% 5,5% 3,7%
Total
18 orang
36 orang
54 orang
100%
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
129
DAMIANUS Journal of Medicine
penelitian Weili Xu didapatkan jumlah responden yang sangat banyak dengan sebagian besar responden yang terkena demensia memiliki riwayat stroke dan serangan jantung. Sedangkan pada penelitian ini kami mengambil 95 responden dengan sedikitnya jumlah responden yang memiliki riwayat penyakit serebro-vaskular. Pada sebuah jurnal meta analisis yang dibuat oleh F Pasquier. et al terdapat beberapa penelitian mengenai DM 2 dengan demensia. Hasilnya terdapat sebuah penelitian yang mengatakan DM 2 hanya memberikan sedikit pengaruh terhadap angka kejadian demensia pada lansia. Dalam jurnal meta analisis tersebut juga terdapat beberapa penelitian lain mengatakan DM 2 merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap demensia. Pada jurnal tersebut penelitian-penelitian yang dilakukan dilaksanakan di luar negeri dan mendapatkan kesimpulan berupa adanya pengaruh DM 2 terhadap peningkatan risiko penyakit demensia pada lansia terutama demensia vaskular. Pada sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh Chris MacKnight yang dilakukan dengan metode kohort prospektif selama 5 tahun, didapatkan hasil bahwa DM 2 meningkatkan angka kejadian penyakit demensia terutama demensia vaskular.36 Metode prospektif seperti ini memang tampaknya dapat memberikan gambaran yang lebih baik dari pada metode retrospektif yang hanya melihat riwayat responden sebelumnya seperti yang kami pakai pada penelitian ini. Dari hasil penelitian yang kami lakukan, didapatkan DM 2 bukan merupakan suatu faktor risiko bagi demensia yang cukup berpengaruh. Hal ini terlihat dari data yang menunjukan hanya 15 responden dari total 54 responden (hanya berkisar 27,7%) yang menderita demensia dan memiliki faktor risiko berupa DM 2. Hasil penelitian ini berbeda dari hasil beberapa penelitianpenelitian lain seperti yang di atas. Hal ini mungkin dikarenakan perbedaan cara pengambilan sampel melihat beberapa penelitian menggunakan metode prospektif dengan melakukan pengamatan selama beberapa tahun ke depan. Selain itu hampir seluruh penelitian lain mengambil populasi berskala besar dengan jumlah sampel yang jauh lebih besar dan merata sehingga memungkinkan angka DM 2 yang tidak terkontrol cukup banyak. Lalu mungkin terdapat perbedaan genetik dan gaya hidup pada responden penelitian lain yang dilaksanakan di negara lain. Hal ini mungkin berpengaruh terhadap hasil penelitian. Dalam penelitian ini, tidak banyak kejadian demensia yang disertai faktor risiko DM 2 dan mungkin terdapat faktor luar lainnya yang lebih berpengaruh terhadap kejadian demensia. Faktor risiko
130
utama seperti umur yang tua (responden penelitian ini yang berumur 60 tahun ke atas), kurangnya nutrisi pada asupan makanan sehari-hari (kurang protein hewani), kurangnya aktivitas fisik pada responden yang sebagian besar tidak melakukan olah raga, membaca, ataupun kegiatan-kegiatan yang mengasah otak, mempunyai riwayat stroke, banyak responden yang mengalami stres karena efek psikologis yang merasa terbebani untuk tinggal di panti, dan kurangnya pendidikan dengan rata-rata responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah mungkin lebih berpengaruh terhadap angka kejadian demensia pada ketiga panti tersebut. Pada beberapa penelitian dikatakan DM 2 banyak didapatkan dan lebih berpengaruh terhadap angka kejadian demensia vaskular. Pada penelitian ini tidak banyak responden yang sebelumnya pernah menderita penyakit vaskular seperti stroke dan penyakit jantung yang mungkin juga dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Selain itu sebagian besar responden yang memiliki riwayat stroke dan penyakit vaskular tidak dapat melakukan komunikasi sehingga termasuk dalam kriteria eksklusi. Pada tabel 5.4 dapat terlihat beberapa faktor yang berpengaruh seperti alkohol dan rokok yang dapat meningkatkan risiko terkena demensia serta vitamin B yang bersifat mengurangi risiko terkena demensia. Dari hasil penelitian, Vitamin B yang diberikan setiap hari kepada anggota panti dapat menurunkan angka kejadian demensia pada panti tersebut. Untuk faktor rokok dan alkohol, umumnya jarang didapatkan pada responden pada penelitian ini sehingga pengaruhnya terhadap demensia tidak terlihat. Penelitian ini mempunyai kelemahan, banyaknya faktor luar yang dapat menyebabkan demensia sehingga sebagian besar kejadian demensia bukan dipengaruhi oleh DM 2 melainkan akibat dari faktor-faktor luar tersebut. Selain itu penelitian ini juga hanya melihat sekelompok lansia yang tinggal pada panti-panti yang melakukan pengecekan untuk penyakit DM 2 dengan cukup rutin dan mempunyai tingkat kesadaran yang cukup tinggi dalam menjaga kesehatan para responden. Kelemahan yang lain ialah kami tidak melakukan pengecekan GDS pada seluruh responden karena kami menggunakan hasil pengecekan GDS yang dilaksanakan secara rutin oleh pihak panti. Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini juga tidak cukup besar dan tidak cukup variatif untuk mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh karena dilakukan pada panti menengah ke bawah yang memiliki kontrol penyakit DM 2 yang cukup baik.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Hubungan diabetes melitus tipe 2 terhadap prevalensi demensia pada lansia di Kabupaten Tangerang, Ba nten
KESIMPULAN
13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta: Depkes; 2008.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara DM 2 terhadap terjadinya prevalensi demensia pada lansia. DAFTAR PUSTAKA 1.
Undang-undang Republik Indonesia (1998). Available from: http://www.dpr.go.id/uu/uu1998/ UU_1998_13.pdf. [Cited: April 8, 2011].
2.
Jumlah Lansia Di Indonesia 165 juta Orang (2009). Available from: http://www.depkominfo.go.id/berita/ bipnewsroom/jumlah-lansia-di-indonesia-165-jutaorang/ . [Accessed: April 8, 2011].
3.
Powers AC. Diabetes mellitus. In: Fauci AC, Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies, 2008: 2275-304
4.
Ferri CP, Prince M, Brayne C. Global prevalence of dementia: a delphi consensus study. Lancet. 2005; 366: 2112-17.
5.
Alzheimer’s Disease International. Dementia in Asia Pasific region. Canbera: Access Economics; 2006.
6.
Johnson E, Zieger-graham K, Arrighi HM. Alzheimer's disease to quadruple worldwide by 2050. Available from: http://www.jhsph.edu/publichealthnews/ press_releases/20 07 /broo kmeyer_alzheimers _2050.html [Cited: April 1, 2011].
7.
8.
9.
Handajani YF. Indeks pengukuran disabilitas dan prediksi kualitas hidup pada masyarakat lanjut usia di DKI Jakarta [suatu upaya memperkirakan kemandirian lanjut usia], Jakarta: Universitas Indonesia, Depok; 2006. Umegaki H. Pathophysiology of cognitive dysfunction in older people with type 2 diabetes: vascular changes or neurodegeneration?". Age and Ageing. 2009; 39: 8-10. Peters R, Poulter R, Warner J, Beckett N, Burch L, Bulpitt C. Smoking, dementia and cognitive decline in the elderly, a systematic review. BMC Geriatrics. 2008; 8(36). doi:10.1186/1471-2318-8-36.
10. Pasquier F, Boulogne A, Leys D, Fontaine P. Diabetes mellitus and dementia. Diabetes Metab. 2006 Nov;32(5 Pt 1): 403-14. 11. Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Available from: http://www.depkes.go.id/ index.php/berita/press-release/414-tahun-2030p r evale n s i-d ia b et es -m e litu s -d i-in d o n e siamencapai-213-juta-orang.html [cited: April 1, 2011]. 12. Wild S, Roglic G, Green A. Global prevalence of diabetes. Estimates for the year 2000 and projections for 2030. WHO Diabetes Care. 2004; 27(5) 1047-53.
14. Bird TD, Miller BL. Dementia. In: Fauci AC. Harrison's principles of internal medicine, 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008: 2536-58. 15. Kahn CR, Jacobson AM, Moses AC. Joslin's diabetes mellitus, 14th ed. Philadelphia: J.B Lippincott Company; 2005. 16. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology, 11st ed. Oxford: Elsevier; 2006. 17. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and cotran pathologic basis of disease, 8th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010. 18. Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS. Williams textbook of endocrinology, 11st ed, Philadelphia: W.B. Saunders; 2008. 19. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta: PB. PERKENI; 2006. 20. Kumar P, Clark M. Diabetes mellitus and other disorders of metabolism. In: Kumar and Clark Clinical Medicine, 6th ed, London: Elsevier Saunders; 2005. 21. Misbach J, Lumempouw SF, Kumalawati. Demensia dan penyakit alzheimer. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. 22. Ropper AH, Samuels MA. Adams and Victor's principles of neurology, 9th ed, New York: McGraw-Hill Medical; 2009. 23. Saddock BJ, Saddock VA, Ruiz P. Kaplan and Sadock's comprehensive textbook of psychiatry, 9th ed, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009. 24. Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam, 4th ed, Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. 25. Looi JC, Sachdev PS. Differentiation of vascular dementia from AD on neuropsychological tests. Neurology. 1999;53(4): 670-8. 26. Lumbantobing SM. Neurogeriatri. Jakara: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. 27. Indiyarti R. Diagnosis dan pengobatan terkini demensia vaskular. 2004; 23(1): 28-33. 28. Alagiakrishnan K. Vascular Dementia. 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/ 292105-overview#showall [Cited: July 5, 2011]. 29. Querfurth HW, Laferla FM. Alzheimer's disease. The England Journal of Medicine. 2010; 362: 329-44. 30. Juan D, Zhou DH, Li J. A 2-year follow up study of cigarette smoking and risk of dementia. European Journal of Neurology.2004; 11(4): 277-82. doi: 10.1046/j.1468-1331.2003.00779.x.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
131
DAMIANUS Journal of Medicine
31. Ruitenberg A, Van Swieten JC, Witteman JC. Alcohol consumption and risk of dementia: the Rotterdam Study. The Lancet. 2002; 359(9303): 281-286.
35. Xu W, Qiu C, Gatz M. Mid and late-life diabetes in relation to the risk of dementia. Diabetes. 2009 Jan.; 58(1): 71-7.
32. Huang TL, Zandi PP, Tucker KL. Benefits of fatty fish on dementia risk are stronger for those without APOE epsilon 4. Neurology. 2005;65(9): 1409-14.
36. MacKnight C, Rockwood K, Awalt E, McDowell I. Diabetes mellitus and the risk of dementia,alzheimer's disease and vascular cognitive impairment in the Canadian study of health and aging. Dement Geriatr Disord. 2002;14(2):77-83.
33. Malouf R, Evans JG, Sastre AA. Folic acid with or without vitamin B12 for cognition and dementia. New Jersey: Wiley Online; 2008. 34. Pasquier F, Boulogne A, Leys D, Fontaine P. Diabetes mellitus and dementia. 2006 Nov.;32(5 Pt 1): 40314.
132
Vol. 10, No.3, Oktober 2011