1
Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kecurangan Akademik Pada Siswa SMA Negeri 1 Teras Boyolali PENGANTAR Pendidikan merupakan usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing
dan
mengembangkan
kepribadian,
setara
kemampuan dasar anak didik dalam bentuk lembaga formal maupun informal (Sukaini, 2013). Pemerintah merumuskan dalam UU RI No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. UU ini
menjelaskan
bahwa
pendidikan
dilakukan
agar
dapat
tercapainya cita-cita pendidikan nasional yang diharapkan bersama yaitu, tujuan Pendidikan Nasional berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa, terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai sarana berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, pasal 3 UU RI NO 20/2003 (dalam Zuriah, 2007). Dalam pengembangan kemampuan dasar anak didik lembaga formal dan informal, memiliki ketentuan agar peserta didik mendapatkan hasil yang memuaskan dalam proses pendidikan. Menurut Sukaini (2013) diantaranya peserta didik diberikan pelatihan seperti tugas-tugas, yang harus dikerjakan sebagai penambah nilai yang nantinya akan digabungkan dengan aspekaspek yang lain, peserta didik diwajibkan mengikuti tatap muka
2
dengan guru, dan mengikuti tes akhir sebagai ketentuan untuk mendapatkan kelulusan. Dalam proses belajar untuk mencapai hasil yang diinginkan, peserta didik mengunakan berbagai macam cara agar memperoleh hasil yang memuaskan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu dengan kejujuran atau ketidak jujuran (kecurangan), Untuk mendapatkan hasil atau nilai yang baik dapat memicu munculnya kecurangan akademik, selain itu cara ini dianggap paling mudah dan tidak memerlukan usaha yang sulit (Dirottsaha, 2009). Fenomena yang terjadi di kalangan peserta didik, mereka menginginkan hasil yang baik tanpa harus bersusah payah atau berusaha. Hal ini yang dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya kecurangan akademik yang tidak sejalan dengan harapan pendidikan nasional berdasar pada pancasila sebagai dasar kepribadian bangsa Indonesia, berkaitan dengan moral, ilmu dan amal (Wahyudin, 2006). Rendahnya
moral
di
kalangan
pendidikan
berdampak
munculnya beberapa kasus tentang kecurangan akademik, yang sangat memprihatinkan. Survei yang dilakukan terhadap 298 mahasiswa kependidikan di salah satu LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) menggambarkan kecurangan akademik yang terjadi di indonesia (Rangkuti & Deasyanti, 2010). Hasil survei menunjukkan kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa saat ujian dan tergolong sering (lebih dari dua kali) selama setahun terakhir antara lain: menyalin hasil jawaban dari mahasiswa yang posisinya berdekatan selama ujian tanpa disadari
3
mahasiswa lain tersebut (16,8%); membawa dan menggunakan bahan yang tidak diijinkan/contekan ke dalam ruang ujian (14,1%); dan kolusi yang terencana antara dua atau lebih mahasiswa untuk mengkomunikasikan
jawabannya
selama
ujian
berlangsung
(24,5%). Sementara itu, kecurangan akademik yang dilakukan saat mengerjakan tugas antara lain: menyajikan data palsu (2,7%); mengijinkan karyanya dijiplak orang lain (10,1%);
menyalin
bahan untuk karya tulis dari buku atau terbitan lain tanpa mencantumkan sumbernya (10,4%); dan mengubah/ memanipulasi datapenelitian(4%).(http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/30/ke curanganakademikpadamahasiswa kependidikan/467121.html). Kecurangan akademik dapat diartikan sebagai perilaku yang dilakukan siswa dengan sengaja meliputi: pelanggaran peraturanperaturan dalam menyelesaikan ujian atau tugas, memberikan keuntungan pada siswa lain dalam ujian atau tugas dengan cara yang tidak jujur, pengurangan keakuratan yang diharapkan pada peformasi siswa (Siti, 2009). Sementara menurut Hendricks (dalam Siti, 2009) kecurangan akademik didefinisikan sebagai bagian bentuk perilaku yang mendatangkan keuntungan, secara tidak jujur termasuk didalamnya mencontek, plagiarisme, mencuri dan memalsukan sesuatu yang berhubungan dengan akademik. Callahan
dan
Taylor
(dalam
Money,
2008)
memandang
kecurangan akademik sebagai perilaku yang tidak etis yang dilakukan secara sengaja. Sama seperti lembaga pendidikan yang lain pada umumnya SMA 1 Teras Boyolali berusaha menanamkan nilai-nilai kejujuran
4
dalam proses belajar,
tetapi pada kenyataannya bentuk-bentuk
kecurangan akademik juga dapat ditemukan dalam proses belajar. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 23 Juli 2013 pada Bapak Porwadi selaku guru di SMA 1 Teras Boyolali kecenderungan anak-anak yang melakukan kecurangan akademik adalah anak laki-laki. Bentuk-bentuk kecurangan itu seperti mencontek saat ujian, membuat catatan kecil yang di simpan rapi di tempat kotak pensil, bertanya kepada teman pada saat ujian berlangsung, bertukar jawaban dengan teman yang duduk di sebelahnya, dan dengan berbagai macam alasan seperti belum belajar atau soal ujian yang terlalu sulit. Menurut hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap salah satu guru di SMA 1 Teras Boyolali, kecurangan yang terjadi kebanyakan dilakukan oleh siswa laki-laki, yang tidak pernah mengikuti acara kerohanian seperti ibadah sholat bersama, sholat jumat bersama, dan tadarusan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan siswi putri juga dapat melakukan sebuah kecurangan, dalam proses belajar. Dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti mengkrucutkan penelitian ini pada siswa yang beragama Islam. Mulyawati, dkk (2010) berpendapat kecurangan akademik sendiri, mempunyai dampak negatif terhadap individu yang melakukannya, baik disadari maupun tidak. Individu yang curang, akan menjadi tidak paham terhadap inti pendidikannya, tidak paham terhadap materi-materi yang dipelajarinya, akibatnya bila perilaku ini diteruskan,individu pada akirnya menjadi tidak kompeten dan tidak dapat bertanggung jawab terhadap ilmu yang
5
disandangnya. Alhadza (2004) mengemukakan alasan yang mendasar mengenai mengapa kecurangan akademik terjadi, yaitu kecurangan akademik karena dilanggarnya nilai-nilai dasar (fundamental) pendidikan. Ada beberapa hal yang dapat memicu terjadinya kecurangan akademik, menurut Handricks (2004) kecurangan akademik dipengaruhi oleh beberapa hal yang dapat diprediksi diantarannya; Faktor individual yaitu usia, jenis kelamin, prestasi akademik, pendidikan orang tua, dan aktifitas ekstrakurikuler. Nilai-nilai kejujuran, kebenaran dan keadilan merupakan salah satu hal yang ada dalam suatu ajaran agama (Sukaini, 2013). Didalam agama yang diyakini ada ajaran yang membahas tentang kejujuran bertingkahlaku, sehingga ini berpengaruh terhadap beberapa tindakan yang dilakukan seseorang (Dister, 1988). Religiusitas menurut Thouless (dalam Dister, 2000) merupakan sikap terhadap dunianya, sikap yang menunjuk pada suatu lingkungan yang luas dari lingkungan yang bersifat ruang dan waktu, yaitu lingkungan rohani. Religiusitas merupakan sesuatu hal yang ada dalam diri kita dan kita yakini sebagai implementasi kepercayaan kita terhadap Tuhan yang Maha Esa (Mangunwijaya, 1986). Religiusitas merupakan implementasi ajaran agama yang di yakini kedalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses akademik, dapat terjadi perilaku kecurangan akademik. Hal ini bertentangan dengan ajaran agama tentang moral dan kejujuran, pelangaran
6
terhadap norma agama akan mendapatkan sanksi yang merugikan bagi pemeluk agama yang mempercayainya. Contohnya dalam Agama Islam dijelaskan di Al Quran ketika seseorang dekat dan ingat kepada-NYA maka akan selalu takut melakukan dosa, seperti dalam surat AL-Muthaffifin ayat 7-17 menjelaskan bahwa seseorang yang berbuat curang akan dicatat oleh Allah dan mendapatkan balasan yang setimpal. Dengan mendirikan shalat diharapkan mampu mencegah perbuatan yang dilarang oleh agama, atau perilaku yang menyimpang dalam agama (Sukaini, 2013). Jika religiusitas seseorang pemeluk agama tinggi akan menekan terjadinya kecurangan akademik, sehingga religiusitas dapat menjadi salah satu faktor yang menekan kecurangan akademik (Dirottsaha, 2009). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukaini (2013) tentang hubungan antara religiusitas dengan kejujuran akademik siswa kelas XI SMA Negeri 2 Ngaglik Sleman Yogyakarta, membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikansi antara religiusitas dengan kejujuran akademik siswa kelas XI SMA Negeri 2 Ngaglik Sleman. Jadi ada hubungan negatif yang signifikansi antara religiusitas dengan kejujuran akademik, artinya semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah kejujuran akademik yang berdasarkan bentuk-bentuk perilaku mencontek siswa ketika ujian. Tetapi survei yang dilakukan oleh Halida (Litbang Media Group) tahun 2007 menghasilkan kesimpulan bahwa mayoritas anak didik, baik di bangku sekolah dasar maupun perguruan tinggi melakukan kecurangan akademik dalam bentuk
7
mencontek. Survei tersebut menemukan, bahwa kecurangan akademik terjadi atau muncul disebabkan lingkungan sekolah atau pendidikan. Dari penelitian sebelumnya religiusitas di hubungkan dengan salah satu bentuk kecurangan akademik yaitu mencontek dan mengetahui tingkat kejujuran akademik, namun dalam penelitian ini lebih membahas kecurangan akademik seperti: Penggunaan catatan pada saat ujian, menyalin jawaban orang lain ketika ujian, mengunakan metode-metode yang tidak jujur untuk mengetahui apa yang akan diujikan, menyalin jawaban ujian dari orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan,
membantu orang lain
berperilaku curang, dan ada beberapa bentuk lainnya (Sukaini, 2013). Akan tetapi kecurangan akademik terjadi bukan hanya karena pengaruh religiusitas yang
rendah
adannya orientasi
prestasi yang kuat serta peer group sehingga kecurangan akademik masih sering dilakukan (Dirottsaha, 2009). Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan signifikan antara tingkat religiusitas dengan kecurangan akademik siswa siswi SMA Negeri 1 Teras Boyolali.
8
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kecurangan Akademik Barbara (2006) menyatakan bahwa kecurangan akademik adalah perilaku-perilaku curang dalam pendidikan yang dapat merugikan individu, baik perilaku curang tersebut
maupun
individu lain yang dikenakan perilaku curang tersebut. Kecurangan akademik adalah bentuk ketidak jujuran akademik yang dilakukan oleh siswa dalam proses belajar (Sukaini, 2013). McCabe, Trevino dkk (2001) menjelaskan bahwa kecurangan akademik merupakan suatu tindakan seorang siswa, memanipulasi atau melakukan pelangaran peraturan yang ditentukan dalam melaksanakan ujian
atau tugas, yang diberikan secara segaja
ataupu tidak sengaja. Tindakan tersebut bertujuan menguntungkan dirinya agar mendapatkan keberhasilan dalam melakukan tugas dan ujian yang diberikan pengajar terhadap siswa. Dalam perilaku seperti plagiarism, ataupun pelanggaran hak-hak orang lain kaitannya dalam dunia pendidikan (Dirottsaha, 2009). Sementara perilaku curang menurut Anthanasou & Olasehinde (2002) adalah berbuat curang dengan memperoleh, memberikan, atau menerima informasi dari orang lain; berbuat curang dengan melanggar norma-norma agama dan
menggunakan material-
material atau informasi yang dilarang; dan berbuat curang dengan cara mencari kelonggaran dalam proses evaluasi. Taylor (dalam Money, 2008) memandang kecurangan akademis sebagai perilaku yang tidak etis yang dilakukan secara sengaja.
9
Dari beberapa bentuk perilaku curang dalam pendidikan yang telah dijabarkan sebelumnya, dengan mengacu pada bentuk-bentuk yang dikemukakan oleh Anthanasou & Olasehinde (2002) yaitu berbuat curang dengan memperoleh, memberikan, atau menerima informasi dari orang lain; berbuat curang dengan melanggar norma-norma agama dan menggunakan material-material atau informasi yang dilarang; dan berbuat curang dengan cara mencari kelonggaran dalam proses evaluasi. Bentuk-Bentuk Kecurangan Akademik Bentuk-bentuk perilaku curang dalam pendidikan menurut Athanasou & Olasehinde (2002) adalah berbuat curang dengan memperoleh, memberikan, atau menerima informasi dari orang lain, berbuat curang dengan melanggar norma-norma agama dan menggunakan material-material atau informasi dari orang lain, dan berbuat curang dengan mencari kelonggaran dalam proses evaluasi. Anthanasou & Olasehinde (2002) mengelompokkan beberapa kategori perilaku curang dalam pendidikan dengan mengacu pada penelitian Newstead, dkk (1996). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut: a. Berbuat curang dengan memperoleh, memberikan, atau menerima informasi dari orang lain: 1) Mengijinkan pekerjaan atau tugas milik pribadi untuk di-copy atau disalin oleh orang lain. 2) Menyalin pekerjaan atau tugas milik orang lain dengan seijin dari pihak yang bersangkutan.
10
3) Menggunakan pekerjaan atau tugas atas nama pribadi ketika sebenarnya tugas tersebut dikerjakan bersama orang lain. 4) Mengerjakan tugas untuk orang lain. 5) Menyalin pekerjaan orang lain pada saat ujian tanpa diketahui oleh pihak yang bersangkutan. 6) Kerja sama antara dua orang individu atau lebih selama ujian berlangsung untuk saling mengkomunikasikan jawaban. b. Berbuat curang dengan melanggar norma-norma keagamaan dan menggunakan material-material yang dilarang: 1) Menggunakan kutipan atau kata-kata dari orang lain dengan bahasa sendiri tanpa menyebutkan sumber atau acuan aslinya. 2) Mencuri data. 3) Memalsukan acuan daftar pustaka (referensi). 4) Meng-copy untuk tugas dari buku atau sumber lain tanpa menyebutkan sumbernya. 5) Mengubah data (memanipulasi data untuk mendapatkan hasil yang sesuai). 6) Membawa material-material (contoh: catatan atau buku) yang dilarang pada saat ujian. c. Berbuat curang dengan cara mencari kelonggaran dalam proses evaluasi: 1) Terlibat dalam proses penjokian ( orang lain mengerjakan tugas milik sendiri ataupun mengerjakan ujian untuk orang lain). 2) Memaksa untuk mendapatkan perlakuan khusus dengan menawarkan atau memberi bantuan dengan menyuap atau membujuk.
11
3) Berbohong mengenai kesehatan atau keadaan lain untuk mendapatkan perlakuan khusus dari penguji (dengan tujuan untuk mendapatkan kemudahan; tambahan waktu pengajaran ujian;
penambahan
waktu
penyelesaian
tugas;
atau
pembebasan ujian). 4) Dengan sengaja menyembunyikan buku, jurnal, atau artikel di perpustakaan agar orang lain tidak dapat menggunakan; atau dengan menghilangkan (dengan cara disobek atau digunting) bagian tertentu dalam buku. 5) Mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk menandai hasil pekerjaan masing-masing. 6) Memberikan informasi yang salah pada kertas jawaban ujian. 7) Menyembunyikan kesalahan yang dibuat oleh pengajar. 8) Melakukan tindakan pengancaman atau pemerasan.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecurangan Akademik Secara garis besar faktor yang memengaruhi perilaku curang dalam pendidikan ada 2 hal (Mc Cabe, 2001): a. Faktor-faktor kontekstual 1) Peraturan yang ada di sekolah atau lembaga pendidikan tersebut. Perilaku curang dalam pendidikan dapat timbul apabila peraturan dan sanksi yang dikenakan berkaitan dengan masalah ini longgar atau tidak mengikat secara tegas. 2) Penerimaan individu terhadap kebijakan atau peraturan sekolah. Individu yang dengan sadar menghormati kebijakankebijakan yang dikeluarkan oleh sekolah akan menjaga
12
integritasnya dalam hal tersebut akan menekan munculnya perilaku-perilaku curang dalam pendidikan. 3) Sanksi dan hukuman terhadap perilaku curang dalam pendidikan. Perlakuan yang tidak setimpal dalam pemberian sanksi pada individual yang diketahui berbuat curang tidak tegas. Sanksi yang dikenakan sebagai hukuman tidak tegas sehingga pelaku tidak jera. 4) Adanya konformitas perilaku dengan teman sebaya yang sekelompok (peer group). Teman yang berbuat curang secara simbolik juga memberikan sugesti pada individu untuk memunculkan perilaku curang dalam pendidikan. b. Faktor-faktor individual 1) Usia Kecenderungan munculnya perilaku curang dalam pendidikan lebih banyak dilakukan pada individu-individu junior dari pada individu-individu senior. Kematangan pola fikir juga menjadi penyebabnya. 2) Jenis kelamin Perilaku curang dalam pendidikan lebih banyak ditemukan pada individu laki-laki dari pada perempuan. Hal ini disebabkan
individu
perempuan
lebih
banyak
mempertimbangkan citra diri yang akan rusak apabila perbuatanya diketahui orang lain. 3) Indeks prestasi Individu dengan indeks prestasi rendah diasosiasikan dengan individu dengan prestasi akademik rendah. Perilaku curang
13
dalam pendidikan cenderung muncul untuk meningkatkan nilai-nilai akademik. 4) Religiusitas (nilai-nilai religius yang di anut ) Individu yang memiliki religiusitas yang lemah cenderung menggangap kecurangan dalam pendidikan itu merupakan sesuatu yang wajar dan sering dilakukan, mereka mengangap beberapa
perilaku
curang
dalam
pendidikan
tidak
mendapatkan sanksi yang memberatkan. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
munculnya
perilaku
kecurangan akademik dalam pendidikan (Sujanah & wulan,1994) yaitu: a. Ketegangan atau kecemasan, seperti : 1) Menganggap bahwa ujian atau tes adalah alat mengevaluasi kegagalan dan keberhasilan. 2) Adanya tekanan untuk berhasil dalam ujian atau tes. 3) Adanya tekanan untuk mencapai nilai yang tinggi dalam ujian atau tes. b. Situasi yang tidak menguntungkan, seperti : 1) Penyelenggaran ujian atau tes yang mendadak. 2) Materi ujian atau tes yang diselenggarakan terlalu banyak 3) Adanya beberapa ujian atau tes yang diujikan pada hari yang sama. c. Pengaruh
atau
persetujuan
sekelompok (peer group). d.
dari
teman
sebaya
yang
14
Religiusitas Pengertian Religiusitas Menurut Ancok (2008) religiusitas adalah bagaimana cara individu menunjukkan aspek-aspek religi yang dihayati dalam hatinya. Pada umumnya, religi atau agama memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dan semua itu berfungsi, untuk mengikat serta menguntungkan diri seseorang atau kelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya (Jalaluddin, 2005). Menurut Nur dan Rini, 2010
religiusitasadalah tingkatan
ketertarikan seorang individu terhadap agamanya. Menurut Dister (dalam
Sukaini,
2013)
mengartikan
religiusitas
sebagai
keberagaman, yang berarti adanya internalisasi agama ke dalam diri
seseorang.
ketertarikan
Sedangkan
seseorang
religiusitas terhadap,
merupakan agamanya
ukuran individu
menginternalisasikan ketertarikan dalam agama yang di yakininya kedalam kehidupannya sehari-hari. Menurut Thouless (dalam Dister, 1988) mendefinisikan religiusitas sebagai sikap terhadap dunianya, sikap yang menunjuk pada pada suatu lingkungan yang luas dari pada lingkungan yang bersifat ruang dan waktu, merupakan pengambaran lingkungan lebih luas yaitu lingkungan rohani. Sedangkan menurut Hurlock (1973) bahwa religiusitas tersusun dalam dua unsur yaitu keyakinan terhadap ajaran agama dan unsur pelaksanaan ajaranajaran yang dilakukan oleh individu dalam kehidupannya. (Nur dan Rini , 2010). Religiusitas adalah tingkatan ketertarikan seorang
15
individu terhadap suatu agama yang di tunjukan dalam kehidupan sehari-harinya. Dari beberapa pengertian tentang religiusitas yang telah dijabarkan dan mengacu pada pengertian yang dikemukakan oleh Nur dan Rini (dalam Glock& Stark, 2010) religiusitas adalah sikap keberagamaan yang berarti adannya unsur internalisasi agama ke dalam diri seseorang. Dapat dikatakan religiusitas lebih mengarah pada keyakinan dan kepercayaan seseorang individu kepada Tuhan yang bersifat internal. Aspek – Aspek Religiusitas Religiusitas dapat diketahui dengan menggunakan skala religiusitas yang disusun berdasarkan aspek-aspek religiusitas dari Glock dan Strak (dalam Nur dan Rini, 2010) yang meliputi dimensi keyakinan, peribadatan, penghayatan, pengetahuan agama dan pengalaman diantaranya : a. Dimensi keyakinan (the ideological dimension) Dimensi keyakinan adalah sejauh mana seseorang menerima dan mengakui hal-hal yang dogmatik dalam agamanya. Misalnya keyakinan adanya sifat-sifat Tuhan, adanya malaikat, surga, para nabi dan sebagainya. b. Dimensi peribadatan dan praktik agama ( the ritualistik dimension) Dimensi ini adalah sejauh mana seseorang menunaikan kewajiban-kewajiban
ritual
dalam
agamanya.
menunaikan shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya
Misalnya
16
c. Dimensi feeling atau penghayatan (the experiencal dimension) Dimensi penghayatan adalah perasaan keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan seperti merasa dekat dengan Tuhan, tentram saat berdoa, tersentuh mendengar ayat kitab suci, merasa takut berbuat doas, merasa senang doanya terkabulkan, dan sebagainya. d. Dimensi pengetahuan agama (the intellectual dimension) Dimensi ini adalah seberapa jauh seseorang mengetahui dan memahami ajaran-ajaran agamanya terutama yang ada dalam kitab suci atau hadis, pengetahuan tentang fikih, dan sebagainya. e. Dimensi effect atau pengamalan (the consequential dimension) Dimensi pengalaman adalah sejauh mana implikasi ajaran agama mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sosial. Misalnya mendermakan sebagian harta untuk keagamaan dan sosial, menjenguk orang sakit, mempererat silahturahmi dan sebagainya. Efek dari religiusitas. Menurut Jalalludin (2005) ada efek seseorang memiliki religiusitas yaitu: a). Individu yang memiliki tingkat religiusitas yang cukup baik akan memiliki kepribadian yang baik, karena dalam sebuah agama mengajarkan apa yang dilarang dan apa yang baik dilakukan dan tidak bertentangan dengan norma yang ada.
17
b). Individu yang mempunyai religiusitas yang baik, akan mengontrol semua perbuatan yang dilakukan individu. Individu percaya dalam setiap perbuatan yang dia lakukan akanada balasannya nanti setelah dia mati. c). Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas, karena individu yang memiliki keyakinan yang sama secara psikologis merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan. Rasa iman dan kepercayaan akan membina rasa solidaritas terhadap sesama orang yang memeluk agama yang dipercaya Hubungan Religiusitas dengan Kecurangan Akademik pada siswa SMA 1 Teras Boyolali Religiusitas adalah realisasi dari ajaran agama yang di terapkan ke dalam hidup kita, sebagai bentuk percaya terhadap agama yang kita yakini. Dister (1988) mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan yang berarti adanya internalisasi agama ke dalam diri seseorang, religiusitas menunjuk pada kadar keterikatan individu
terhadap
agamanya,
artinya
individu
telah
menginternalisasikan dan menghayati ajaran agamanya, sehingga berpengaruh dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya. Hal ini diselaraskan dengan pendapat (Dister, 1988) yang mengartikan religiusitas sebagai keberagaman yang berarti adanya unsur internalisasi agama itu dalam individual. Menurut Ahyadi (1991) kehidupan beragama dengan perilaku bermoral sukar dipisahkan. Kehidupan bermoral adalah sikap dan tingkah laku yang baik, sedangkan tujuan agama yang penting adalah membentuk manusia bermoral dalam masyarakat. Hampir
18
semua kehidupan bermoral dalam masyarakat berasal dari moralitas agama, kepercayaan kepada agama yang dianutnya dengan penghayatan dan pengalaman didalam mengembangkan hubungannya dengan Tuhan dengan perasaan ikhlas, hormat, sukarela dan takjub kemudian di praktekkan dalam tindakan sehari-hari. Dister (1988) mengatakan bahwa penurunan moral yang terjadi dalam masyarakat modern adalah karena lengah dan kurang mengindahkan agama. Jika kemajuan dalam masyarakat disertai dengan keimanan dan ketentuan dalam beragama, niscaya akan tercipta kedamaian dalam hidup, karena memberikan ketenangan batin, sehingga dapat mengatur dan mengendalikan tingkah laku, sikap dan peraturan-peraturan yang telah di tetapkan oleh agama yang diyakininya. Saat seseorang melakukan perbuatan curang ada norma-norma yang dilanggarnya, seperti norma kesusilaan dan aturan agama, dalam agama kecurangan merupakan suatu tindakan yang dapat dikatakan sebagai dosa, karena ada beberapa aspek yang membahas tentang penghayatan dalam menjalankan larangan dan perintah agama. Kecurangan dianggap ketidak taatan seseorang terhadap perintah atau larangan yang sudah ditetapkan agama yang dianutnya. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa religiusitas seseorang akan memberikan pengaruh terhadap pikiran dan perasaan orang. Dengan agama, manusia akan mendapatkan kepercayaan diri, rasa optimis serta perasaan tenang. Manusia akan lebih tahan dalam menghadapi cobaan jika dia menginternalisasikan ajaran-ajaran agama dalam kehidupannya. Dengan religiusitas manusia merasa
19
lebih dekat dengan Tuhan, sehingga perilakunya akan lebih sesuai kepada norma agama yang di anutnya, dan akan lebih bertanggung jawab serta jujur dengan apa yang dia lakukan (Ahyadi, 1991). Religiusitas dapat berpengaruh terhadap tindakan yang tidak sesuai dengan moralitas dalam masyarakat seperti kecurangan akademik
Hipotesis H0 = rxy<0 Tidak ada hubungan signifikan antara tingkat religiusitas dengan kecurangan akademik siswa siswi SMA Negeri 1 Teras Boyolali. HI = rxy≥0 Ada hubungan signifikan antara tingkat religiusitas dengan kecurangan akademik siswa siswi SMANegeri 1 Teras Boyolali
METODE PENELITIAN Teknik pengambilan sampel dalm penelitian ini memakai cluster sampling. Menurut
Sugiyono (2008)
cluster sampling
digunakan untuk group yang berbeda-beda dalam individu yang diacak dalam populasi kelompok, diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Cluster sampling digunakan oleh peneliti apabila populasi diasumsikan homogen (mengandung satu ciri) sehingga sampel dapat diambil secara acak. dengan jumlah subjek sebanyak 88 siswa yang terdiri dari beberapa grup kelas IPA dan IPS . Uji Beda Item Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item-total, biasanya digunakan batasan rix≥ 0,30 (Azwar, 2012). Apabila item
20
yang mencapai koefisien korelasi item-total
≥ 0,30 jumlahnya
melebihi jumlah item yang dispesifikasikan dalam rencana untuk dijadikan skala, maka dapat dipilih item-item yang memiliki indeks daya diskriminasi tertinggi. Sebaliknya apabila jumlah item yang lolos ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria misalnya menjadi 0,25 sehingga jumlah item yang diinginkan dapat tercapai (Azwar, 2012) dengan rumus :
rix =
i
iX - (i) (X )/n 2
(i) 2 / n X 2 (X ) 2 / n
Keterangan : i = skor item X = Skor skala n = Banyaknya subjek Dalam penelitian ini perhitungan uji validitas dilakukan secara komputasi
dengan
menggunakan
software
SPSS
sehingga
pengujian validitas menggunakan teknik corrected item-total correlation. Reliabilitas instrumen dapat diketahui dengan menghitung Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut : 2 k b 1 t2 (k 1)
Keterangan:
: Alpha Cronbach
k
: banyaknya butir pertanyaan setiap variabel
21
t2
2 b
: jumlah varians butir pertanyaan tiap variabel : varians total butir pertanyaan tiap variabel
Dalam penelitian ini perhitungan uji reliabilitas dilakukan secara komputasi dengan menggunakan software SPSS sehingga pengujian reliabilitas butir dilakukan dengan menggunakan teknik Cronbach's Alpha. Dasar pengambilan keputusan didasarkan pada ketentuan bahwa, apabila nilai alpha > 0,6 maka variabel tersebut dikatakan reliabel (Ghozali, 2005). Tehnik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis product moment dengan alasan bahwa metode ini tepat untuk mengetahui hubungan antara variabel X dan variabel Y. Untuk mempermudah analisis korelasi dipergunakan bantuan komputer dengan software statistik (SPSS) versi 16 for windows dengan menggunakan formula korelasi product moment Apabila nantinya menggunakan korelasi pearson, maka rumusnya adalah sebagai berikut
rxy
n( XY ) ( X )( Y ) {n( X 2 ) ( X ) 2 }{n Y ( Y ) } 2
2
Keterangan : rxy
: Koefisien korelasi antara dua variabel (X dan Y)
∑X
: Jumlah nilai X
∑Y
: Jumlah nilai Y
∑ X²
: Jumlah Kuadrat X
∑ Y²
: Jumlah Kuadrat Y
∑ XY : Jumlah Perkalian X dan Y n
: Jumlah Subjek Penelitian
22
Menurut Idrus (2009), metode angket merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain dengan maksud agar orang yang diberi angket tersebut bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan. Angket yang diguanakan dalam penelitian ini adalah angket yang menggunakan skala ordinal dan memeiliki item-item yang berbentuk pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negative (unfavorable) dan berjumlah 56 item dengan teknik penskalaan semantic differential. Setiap item terdapat tujuh alternative jawaban yaitu 1 = Sangat tidak setuju, 2 = Tidak setuju, 3 = Kurang setuju , 4 = Ragu-ragu, dan 5 = Agak setuju, 6 = Setuju, 7 = Sangat setuju Nilai setiap jawaban berjenjang 1-7 pernyataan positif (favorable) berjenjang 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1. Dan pernyataan yang bersifat negatif (unfavorable) berjenjang 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Tabel 4.1 Sebaran Item Skala Religiusitas No
Aspek religiusitas
Favorable
1.
Keyakinan
2.
Peribadatan
3.
Penghayatan
4.
Pengetahuan Agama Pegamalan
1, 2, 3, 7, 8, 9, 13, 14, 15, 19, 20 21, 25, 26, 27, 31, 32, 33 37, 38, 39, 43, 44, 45 49, 50, 51, 55, 56
5.
Total Item Baku
Unfavorable
4, 5, 6, 10, 11, 12 16, 17, 18, 22, 23 24, 28, 29, 30, 34, 35, 36 40, 41, 42, 46, 47 48, 52, 53, 54, 57
Total Item Baku 12 10 14 10 10 56
23
Semakin tinggi skor religiusitas yang diperoleh menunjukkan semakin baik religiusitas seseorang, dan sebaliknya semakin rendah skor religusitas yang diperoleh menunjukkan semakin buruk religiusitasnya. Dalam penelitian ini adalah angket kecurangan akademik. Angket ini terdiri dari 3 aspek yang meliputi (berbuat curang dengan memperoleh, memberikan, atau menerima, informasi dari orang lain), (berbuat curang dengan melanggar norma-norma keagamaan), (Berbuat curang dengan cara mencari kelonggaran dalam proses evaluasi). Jumlah keseluruhan item kecurangan akademik adalah 30 item dan penyusunan item tersebut dilakukan berdasarkan bentuk favourable dan unfavourable. Berbentuk pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable)
setiap item memiliki lima alternative
jawaban yaitu 1 = tidak pernah, 2 jarang, 3 = kadang-kadang, 4 = sering, dan 5 = sangat sering. Adapun nilai dari setiap jawaban berjenjang 1-5, pernyataan positif(favorable) berjenjang 1, 2, 3, 4, 5. Dan pernyataan yang bersifat negative (unfavorable) berjenjang 5, 4, 3, 2, 1.
24
No 1.
2.
3.
Tabel 4.2 Sebaran Item Skala Kecurangan Akademik Aspek kecurangan Favorable Unfavorable Total akademik Berbuat curang dengan 1, 2, 3, 7, 8 4, 5, 6, 10, 10 memperoleh,memberikan, 11 atau menerima informasi dari orang lain. Berbuat curang dengan 9, 13, 14, 12, 16, 17, 10 melanggar norma-norma 15, 19 18, 22 keagamaan Berbuat curang dengan 20, 21, 25, 23, 24, 28, 10 cara mencari kelonggaran 26, 27, 29, 30 dalam proses evaluasi Total 30 Semakin tinggi skor kecurangan akademik yang diperoleh
menunjukkan adanya kecurangan akademik seseorang, dan sebaliknya semakin rendah skor kecurangan akademik yang diperoleh menunjukkan semakin rendah kecurangan akademilk seseorang
HASIL PENELITIAN Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi tidak terpenuhi yang meliputi uji normalitas dengan mengunakan product moment pada SPSS, sedangkan
uji linieritas pada
hubungan antara religiusitas dengan kecurangan akademik linier. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSS versi 16.0 sebagai berikut.
25
Variabel Religiusitas Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata–rata, minimal, maksimal,
dan standar deviasi sebagai hasil pengukuran skala
religiusitas. (lihat tabel 4.5) Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran Skala Religiusitas Descriptive Statistics N Religiusitas Valid N (listwise)
Minimum
88 88
Maximum
201
269
Mean
240.18
Std. Deviation
18.569
Berdasarkan tabel 4.5, tampak skor empirik yang diperoleh skor pada skala religiusitas paling rendah adalah 201 dan skor paling tinggi adalah 269, rata-ratanya adalah 240,18dengan standar deviasi 18,569 Untuk menentukan tinggi rendahya hasil pengukuran variabel skala religius digunakan 5 (lima) kategori, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Jumlah pilihan pada masing-masing item adalah 7 (Tujuh). Maka
skor
maksimum
yang
diperoleh
dengan
cara
mengkalikan skor tertinggi dengan jumlah soal, yaitu: 7 x 39 aitem valid = 273 dan skor minimum yang diperoleh dengan cara mengkalikan skor terendah dengan jumlah soal 1 x 39 aitem valid = 39. Dengan adanya skor tertinggi, skor terendah dan banyaknya kategori, maka dapat dihitung lebar interval dengan rumus sebagai berikut :
26
i = 46,8 Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
No 1. 2. 3. 4. 5
Sangat Tinggi
: 227 ≤ x ≤ 273
Tinggi
: 180≤ x
227
Sedang
: 133 ≤ x
180
Rendah
: 86 ≤ x
133
Sangat Rendah
: 39 ≤ x
86
Tabel 4.6 Kategorisasi hasil pengukuran skala religiusitas Interval Kategori Mean F Presentase (%) 227 ≤ x ≤273 Sangat Tinggi 240,18 70 79,5 Tinggi 18 20,5 180 ≤ x 226 Sedang 0 133 ≤ x 179 Rendah 0 86 ≤x 132 Sangat Rendah 0 39 ≤ x 85 Jumlah 88 SD = 18,569 Min = 201 Max = 269
100%
27
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa 70 subjek memiliki skor religiusitas yang berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 79,5 subjek memiliki skor religiusitas pada kategori sedang 0%, sedangkan ada18 subjek memiliki skor religiusitas yang berada pada kategori tinggi dengan presentase 20,5%, dan tidak ada subjek yang memiliki skor religiusitas pada kategori rendah dengan 0% serta tidak ada juga subjek yang memiliki skor religiusitas yang sangat rendah dengan presentase 0%. Jadi dapat dikatakan bahwa religiusitas sebagian besar subjek berada pada kategori sangat tinggi (79,5%). Kecurangan Akademik Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-Rata, minimal, maksimal, dan standar deviasi sebagai hasil pengukuran skala Kecurangan akademik (lihat tabel 4.7).
Tabel 4.7 Statistik Diskriptif Hasil Pengukuran Skala Kecurangan Akademik Descriptive Statistics N Kecurangan Akademik Valid N (listwise)
Minimum
88
20
Maximum
56
Mean
36.17
Std. Deviation
8.089
88
Berdasarkan tabel 4.5, tampak skor empirik yang diperoleh skor pada skala kecurangan akademik paling rendah adalah 20 dan skor paling tinggi adalah 56, rata-ratanya adalah 36,17 dengan standar deviasi 8,089.
28
Untuk menentukan tinggi rendahya hasil pengukuran variabel skala kecurangan akademik digunakan 5 (lima) kategori, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Jumlah pilihan pada masing-masing item adalah 5 (lima). Maka skor maksimum yang diperoleh dengan cara mengkalikan skor tertinggi dengan jumlah soal, yaitu: 5 x 16 aitem valid = 80 dan skor minimum yang diperoleh dengan cara mengkalikan skor terendah dengan jumlah soal 1 x 16 aitem valid = 16. Dengan adanya skor tertinggi, skor terendah dan banyaknya kategori, maka dapat dihitung lebar interval dengan rumus sebagai berikut :
i = 12,8 Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: Sangat Tinggi
: 68 ≤ x ≤ 80
Tinggi
: 55 ≤ x
68
Sedang
: 42 ≤ x
55
Rendah
: 29 ≤ x
42
Sangat Rendah
: 16 ≤ x
29
29
Tabel 4.8 Kategorisasi hasil pengukuran skala kecurangan akademik No Interval Kategori Mean F Presentase (%) 1. 68 ≤ x ≤ 80 Sangat Tinggi 2. Tinggi 55 ≤ x 67 3. Sedang 36,17 23 26,1 42 ≤ x 54 4. Rendah 51 57,9 29 ≤ x 41 5 Sangat Rendah 14 16 16 ≤ x 28 Jumlah 88 100% SD = 8,089 Min = 20Max = 56 Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa 0 subjek memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 0% sedangkan 0 subjek memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori tinggi dengan presentase 0%, 23 subjek memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori sedang dengan presentase 26,1%, dan 14 subjek yang memiliki skor kecurangan akademik pada kategori rendah dengan 57,9 % ada 14 subjek yang memiliki skor religiusitas yang sangat rendah dengan presentase 16%. Jadi dapat dikatakan bahwa kecurangan akademik sebagian besar subjek berada pada kategori rendah (57,9%). Uji normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data penelitian pada masing-masing variabel penelitian. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan rumus One Sample–Kolmogorov–Smirnov Test yaitu untuk menguji kesesuaian distribusi data yang didapat dengan distribusi tertentu dalam hal ini adalah distribusi normal, dan untuk
30
perhitungannya dibantu dengan menggunakan komputer program SPSS versi 16. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Kecurangan Akademik
Religiusitas N
88
88
240.18
36.17
36.33
18.569
8.089
8.088
.122
.076
.075
.073
.051
.050
-.122
-.076
-.075
Kolmogorov-Smirnov Z
1.148
.713
Asymp. Sig. (2-tailed)
.143
.689
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada tabel 4.9 diatas, kedua variabel memiliki signifikansi p>0,05. Variabel religiusitas memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,148 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,143 (p>0,05). Oleh karena nilai signifikansi>0,05, maka distribusi data religiusitas adalah tidak normal. Pada variabel kecurangan akademik yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,713 dengan probabilitas (p) atau signifikasi sebesar 0,689. Dengan demikian hanya variabel kecurangan akademik yang memiliki distribusi normal Uji Linieritas Uji linieritas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dengan kata lain pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas dan varibel terikat saling berhubungan atau tidak. Untuk
31
perhitungannya, uji linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 16.0 dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.10 Hasil Uji Linearitas ANOVA Tabel Sum of Squares Religiuisitas* kecurangan akademik
Between Groups
Mean Square
df
F
Sig.
(Combined)
3018.375
43
70.195
1.152
.319
Linearity
276.696
1
276.696
4.540
.038
Deviation from Linearity
2741.679
42
65.278
1.071
.409
Within Groups
2803.625
46
60.948
Total
5822.000
89
Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai F Linearity sebesar 4,540 dengan sig.=0,038 (p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara religiusitasdengan kecurangan akademik adalah linear. Berdasarkan penyimpangan juga diketahui F Deviation from Linearity = 1,071 dengan sig. = 0,409 (p > 0,05), yang berarti penyimpangan dari linearitas tidak signifikan yang berarti linier.
Analisis korelasi. Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSS versi 16.0. Hasil korelasi antara hubungan religiusitas dengan kecurangan akademik dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini:
32
Tabel 4.11 Hasil Uji Korelasi antara Religiusitas dengan Kecurangan Akademik Correlations Religiusitas x
Pearson Correlation
1
Sig. (1-tailed) N y
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
Kecurangan Akademik
-.164 .063
88
88
-.164
1
.063 88
88
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara religiusitas dengan kecurangan akademik r = -0,164 dengan sig. = 0,063 (p < 0.05) yang berarti tidak ada hubungan yang negatif signifikan antara religiusitas dengan kecurangan akademik Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat religiusitas yang dimiliki siswa tidak mempengaruhi perilaku kecurangan akademik.
Pembahasan Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara religiusitas dengan kecurangan akademik siswa SMA Negeri Teras Boyolali, didapatkan hasil bahwa korelasi antara religiusitas dengan kecurangan akademik
r = -0,164 dengan sig. = 0,063(p <
0.00)dapat disimpulkan bahwa, tidak terdapat hubungan yang negatif signifikan antara religiusitas dengan kecurangan akademik siswa SMA N 1 Teras Boyolali.
33
Maka hasil hipotesisnya adalah H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukaini (2013) yang meneliti tentang, religiusitas dengan kejujuran akademik. Dan hasil penelitiannya disebutkan bahwa nilai koefisien korelasi adalah sebesar rxy: -0,311 dari r tabel sebesar 0,025 dengan signifikan sebesar 0,012 dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi yang signifikan antara religiusitas dengan kejujuran akademik yang dilihat dari perilaku menyontek siswa ketika ujian (Sukaini, 2013). Jika dalam penelitian sebelumnya dikatakan ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan kecurangan akademik, maka pada penelitian ini hasilnya tidak mendukung penelitian yang sebelumnya, yaitu
tidak ada hubungan yang signifikan antara
religiusitas dengan kecurangan akademik. Ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat lebih mempengaruhi kecurangan akademik itu sendiri. Seperti masa perkembangan remaja yang mempengaruhi sikap remaja menjadi tidak menentu dengan adanya konformitas dari teman sebaya (Santrock, 2007). Dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa siswa, peer group
dapat juga mempengaruhi
kecurangan akademik, misalnya rasa takut mendapat nilai jelek menjadi salah satu penyebabnya. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada beberapa subjek, mereka berpendapat bahwa subjek tidak mau indeks prestasinya menurun, sehingga berusaha menggunakan beraneka cara untuk mendapatkan nilai baik termasuk di dalamnya kecurangan akademik.
34
Selain itu adanya konformitas yang dilakukan subjek, dengan teman sebayanya yang membuat sebuah kecurangan dianggap sebagai suatu hal yang biasa, walaupun pada kenyataannya mereka tahu itu dilarang oleh agama, saat peneliti melakukan wawancara dengan beberapa subjek pada tanggal 3 maret 2014 yang memiliki nilai kecurangan akademik yang sedang, mereka berpendapat bahwa dosa atau hukuman itu belum akan terjadi sekarang. Seperti yang di kemukakan oleh (Skinner, 1953) bahwa hukuman biasanya diberikan untuk menahan seseorang bertindak dengan cara tertentu, akan tetapi sebuah hukuman hanya akan efektif jika diberikan pada jangka pendek setelah individu melakukan sesuatu. Namun berbeda dalam aturan agama, punishment dalam sebuah agama belum dapat dirasakan dalam waktu yang dekat, jadi dimungkinkan orang yang memiliki religiusitas yang tinggi dapat juga melakukan sebuah kecurangan karena hukuman yang diberikan oleh agama belum akan terjadi dalam jangka waktu yang dekat. Jadi walaupun tingkat religiusitas subjek berada pada kategori sangat tinggi, tidak menutup kemungkinan kecurangan akademik akan terjadi juga. Dari hasil data variabel religiusitas dapat dilihat 70 siswa berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 79,5% sedangkan ada 18 subjek memiliki skor religiusitas yang berada pada kategori tinggi dengan presentase 20,5%. Jadi dapat dikatakan bahwa religiusitas sebagian besar subjek berada pada kategori sangat tinggi (79,5%). Ditemukan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingginya tingkat religiusitas dikalangan siswa SMAN 1 Teras Boyolali, adalah karena keberhasilan program penanaman moral, dan nilai-nilai keagamaan yang
35
dilakukan oleh sekolah, dengan cara mengadakan doa bersama ataupun sholat jamaah bersama dan kegiatan rohani lainnya. Meskipun dengan tingginya religiusitas siswa, tidak semata-mata langsung menurunkan tingkat kecurangan akademik. Dapat dilihat juga bahwa 23 subjek memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori sedang, dengan presentase 26,1%, 14 subjek yang memiliki skor kecurangan akademik pada kategori rendah, dengan 57,9 % ada 14 subjek yang memiliki skor kecurangan akademik yang sangat rendah dengan presentase 16%. Pada saat melakukan wawancara dengan subjek, peneliti mendapatkan bahwa kurang siapnya siswa dalam menghadapi ujian dan dan tidak adanya komitmen belajar yang kuat dalam diri siswa, menjadi salah satu penyebab kecurangan akademik dikalangan siswa tinggi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Saha, 2009) orientasi prestasi yang dimiliki siswa, membuat mereka lebih mementingkan sebuah hasil yang baik ketimbang sebuah proses. Sehingga perilaku curang dikalangan siswa muncul, karena mereka mengharapkan nilai yang baik dengan melakukan kecurangan.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara religiusitas dengan kecurangan akademik pada siswa SMA Negeri 1 Teras, diperoleh kesimpulan: 1. Tidak terdapat hubungan yang negatif signifikan antara religiusitas dengan kecurangan akademik pada siswa SMA
36
Negeri 1 Teras yang berarti semakin tinggi religiusitasnya maka tidak akan ada korelasi terhadap rendahnya kecurangan akademik yang terjadi. 2. Dari hasil penghitungan yang dilakukan oleh peneliti, tentang hubungan antara religiusitas dengan kecurangan akademik, di dapatkan rata-rata tingkat religiusitas siswa SMA N 1 Teras Boyolali sebesar 240,18 pada kategori skala religiusitas dengan persentase 79,5%, yang berarti berada dalam kategori sangat tinggi, sedangkan pada skala kecurangan akademik didapatkan rata-rata sebesar 36,17 dengan persentase 26,1 % berada dalam kategori sedang. Saran- Saran Berdasarkan hasil dari penelitian dan kesimpulan di atas maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut. a. Bagi pihak sekolah Mengevaluasi kembali metode yang dilakukan untuk mengurangi kecurangan akademik, seperti membuat system belajar dan cara mengajar yang menyenangkan dan menekankan pentingnya sebuah proses belajar, bukan sebuah hasil.Sehingga siswa tidak tertarik untuk berbuat curang dantingkat kecurangan akademik dapat ditekan atau dikurangi. b. Bagi siswa Bagi siswa diharapkan lebih memahami bahwa kecurangan akademik dapat merugikan dirinya sendiri, percaya dengan kemampuan diri sendiri, dan lebih baik lagi mempersiapkan materi-materi yang akan diujikan, dengan cara membuat jadwal belajar, menyusun skala prioritas agar lebih siap lagi
37
menghadapi ujian dan mendapatkan hasil yang baik tanpa harus berbuat curang. c. Bagi peneliti selanjutnya. Bagi penelitian selanjutnya masih banyak faktor lain yang memengaruhi religiusitas terhadap kecurangan akademik. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut penelitian ini dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan, adapun faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya kecurangan akademik seperti faktor kontekstual dan individual seperti usia, jenis kelamin, indeks prestasi, ataupun peer group. Disarankan pada peneliti selanjutnya agar ketika melakukan penelitian dan sampai pada tahap pengambilan data diharapkan sebelum subjek mengisi skala, peneliti dapat terlebih dahulu menjelaskan mengenai tujuan penelitian agar nantinya subjek dapat benar-benar menjawab pernyataan dengan baik dan benar.
38
DAFTAR PUSTAKA Ancok, D, & Fuad N. (2008). Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ahyadi. A. A. (1991). Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila. Bandung: Sinar baru Alhadza, A, (2004). Masalah menyontek (Cheating) di Dunia Pendidikan, http;//www.depdiknas.go.id/Jurnal. Arikunto, S. (2003). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. ________, (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Athanasou, J. A. & Olasehinde, O. (2002). Male and female differences in self-report cheating. Practical Assessment, Research&Evaluation,8(5) Diambil pada 21 juli 2013. http://pareonline.net/getyn.asp?v=8&n=5.13/02/09 Azwar, S. (2010). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________, (2012). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barbara, N. M. (2006) Article first published online: 21 FEB Journal of Clinical PsychologyVolume 28, Issue 1, pages 9–13, January diambil pada tanggal 12 oktober 2014
Cizek, K. (2003). Preventing, Detecting, And Addressing Academic Dishonesty. Handbook of the teaching of psychology Dister, N. S. (1988). Pengalaman dan Motivasi Beragama, Jakarta : Kanisius Dirottsaha, (2009). Hubungan anatara Orientasi Belajar (Learning Goal Orientation) dengan Kecurangan Akademik. Universitas islam Indonesia. Ghozali, I. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS , Cetak ke VI, Semarang: Badan Penerbit Undip
39
Hadi, S. (2004). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi. Halida, R. (2007). Mayoritas Mencontek Media Indonesia Sampoerna Foundation.http://sampoernafoundation.ord.19/12/08 Hurlock, E.B. (1973). Development Psychology, Mc Graw-Hill Inc, Inggris, 1980.Diterjemahlan Oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo, PsikologiPerkembangan (suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan).Jakarta: Erlangga. Hendricks, B (2004) Academic Dishonesty. A Study In The Magnitude Of And Justification For Academic Dishonesty Among College Undergraduate And Graduate StudentJournal of college student development.35(march), 212-26
_______,2008.AcademicDishonesty.http://en.wikipedia.org/wiki/Acade micDishonesty. 31/12/12 Jalaludin, (2005). Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Josephson, I. E (2009). What is Academic http://www.charactercounts.org.12/02/09
Dishonesty?
Jess, F, & Gregory, J (2010). Teori kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika Idrus, M. (2007). Metode penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta: UII Press Iskandar,P.edukasi.Kompasiana.(2012)http://edukasi.kompasia.com/20 12/05/30/kecuranganakademikpadamahasiswakependidikan/. htm24 juni 2013 Mangunwijaya, Y. B.(1986). Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak.Jakarta : Gramedia Mulyawati, H., Masturoh, I., Anwaruddin, I., Mulyati, L. Agustendi, S., & Tartila, T.S.S. (2010). Pembelajaran Studi Sosial. Bandung: Alfabeta.
40
McCabe, D. L, Trevino, L.K. & Butterfield, K.D. (2001). Cheating in Academic Institutions: A Decade of research. Journal of Ethics & Behavior, 11(3) 219-132
McCabe, D. L, & Drinan, P. (1999). Toward culture of Academic integrity.The Chronides of Higher Education.46 (8). B7. http://imprint.uwaterloo.ca/issues/110300.htm.20/07/09 Mc Cown, R, Drisdoll, M,& Roop, P. G. (1996). Educational Psychology : A learning-centered Approach to classroom Practice, second Edition Massachusets: Allyn & Bacon Money, B.S. (2008).Academic dishonesty in higher education: the impact of a student development approach. Diambil dari: www.proquest.com[On-line]. Diambil pada 21 Agustus 2013. Nur, G, & Rini. R .(2010). Teori – Teori Psikologi. Yogyakarta: ArRuzz media Newstead, S. E, Franklyn-Stokes, A, & Armstead, P. (1996). Individual Differences In Student Cheating. Journal of educational psychology, 88, 229-241 Rangkuti, A, A. & Deasyanti. (2010). Sikap anti intelektual, self efficacy akademik, dan perilaku cheating akademik pada mahasiswa kependidikan peper presented in temu ilmiah, Nasional dan kogres XI Himpsi solo, Jawa Tengah Rohmawati, D. Y. (2008). Hubungan Antara Religiusitas Dengan Perilaku Mencontek Pada Siswa. Skripsi Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
Siti, A. R. (2009). Hubungan Prokarastinasi Akademis Dan Kecurangan Akademis Pada Mahasiswa Psikologi.Universitas Sumatra utara, Sukaini, (2013). Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kejujuran Akademik Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Ngaglik Sleman Yogyakarta. Skripsi Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia
41
Santrock, J.W.(2007). Remaja ed 11 jilid 1I. Jakarta: Erlangga Sujana, Y. E. & Wulan, R. (1994). Hubungan Antara Kecenderungan Pusat Kendali dengan Intense Mencontek. Jurnal psikologi tahun XXI nomor 2. Universitas Gajah Mada Vol.54, No.4, 466-470. Soetjiningsih, C. H. (2012). Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai Dengan Kanak-Kanak Akhir. Jakarta: Prenada Media Group. Sugiyono, (2007). Statistika Penelitian. Bandung: Alfabeta. Taylor, S. E. (2006). Health Psychology. America, New York: McGraw-HillCompanies: Sixth Edition. Thouless, R. (2000). Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Wahyudin, H. D (2006). Materi Pokok Pengantar Pendidikan. Jakarta: UniversitasTerbuka Zuriah, N. (2007) Tujuan Pendidikan Nasional, Jurusan Bahasa Indonesia, FKIP: Universitas Muhammadiyah Malang