HUBUNGAN ANTARA RASIO ADENOID – NASOFARING BERDASARKAN RADIOGRAFI KEPALA TRUE LATERAL DENGAN TEKANAN TELINGA TENGAH BERDASARKAN TIMPANOGRAM PADA PENDERITA HIPERTROFI ADENOID
RELATIONSHIP BETWEEN THE ADENOID-NASOPHARYNGEAL RASIO BASED TRUE LATERAL RADIOGRAPHS HEAD WITH MIDDLE EAR PRESSURE BASED TYMPANOGRAM IN PATIENTS WITH ADENOID HYPERTROPHY
1
Riskiana Djamin, 1Abdul Qadar Punagi, 1Nova AL Pieter, 2 Ilham Patellongi, 3Bachtiar Murtala
Muh.Arman Amar.
1
1
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Kepala-Leher Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2
Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
3
Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi Muh. Arman Amar Makassar,90214 HP. 08125591814 E-Mail:
[email protected]
1
ABSTRAK Hipertrofi adenoid telah banyak dilaporkan sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya disfungsi tuba. Penelitian ini bertujuan Untuk menilai hubungan antara rasio adenoid – nasofaring berdasarkan radiografi kepala true lateral dengan tekanan telinga tengah berdasarkan timpanogram pada penderita hipertrofi adenoid. Desain penelitian adalah analitik observasional dengan rancangan studi cross sectional. Jumlah sampel 40 sampel dan masing-masing sampel diukur rasio adenoid-nasofaring setelah dilakukan radiografi kepala true lateral kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan timpanometri. Data dideskripsikan dalam table dan dilakukan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan umur dan rasio adenoid-nasofaring yang bermakna(p>0,05) antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil timpanogram telinga kanan dan kiri dibuat distribusi sampel berdasarkan grading gangguan telinga tengah yang berkaitan dengan hipertrofi adenoid; grading 1 (37,5%) tidak ditemukan kelainan timpanogram pada kedua telinga (tipe A / tipe A), grading 2 (10,0%) salah satu bertipe C (tipe A / tipe C), grading 3 (22,2%) keduanya tipe C (tipe C / tipe C), grading 4 (5,0%) salah satu bertipe B (tipe B / tipe C) dan grading 5 (25,0%) keduanya tipe B (tipe B / tipe B). Semakin besar rasio adenoid-nasofaring, semakin tinggi derajat gangguan telinga tengah dengan nilai kebermaknaan (p<0,05) pada kedua kelompok umur 5,0-10,0 tahun dan 11,0-14,0 tahun dan nilai koefisien korelasi parsial masing-masing kelompok umur yaitu; 56,8% dan 64,1%. Rasio adenoid-nasofaring >0,71 terdapat 75,0% mengalami gangguan telinga tengah dengan tipe B & C. Disimpulkan bahwa rasio adenoidnasofaring >0,71 dapat dijadikan sebagai prediktor dalam menentukan gangguan telinga tengah. Kata kunci: Rasio adenoid-nasofaring, Hipertrofi adenoid, radiografi kepala true lateral, Timpanogram.
ABSTRACT Adenoid hypertrophy has been reported as one of the factors contributing to the dysfunction of the tube. This study aimed to assess the relationship between adenoid ratio - nasopharynx by true lateral radiographic head with middle ear pressure by tympanogram in patients with adenoid hypertrophy. This study is an observational analytic cross sectional study design. Number of samples 40 and each sample was measured adenoid-nasopharynx ratio after true lateral radiographic head followed by tympanometry examination. The data described in the table and performed Spearman correlation test. The results showed that there was no difference in age and adenoid-nasopharynx ratio significance (p> 0.05) between men and women. Based on the results of the right and left ear tympanogram is the distribution of the sample based grading middle ear disorders associated with adenoid hypertrophy: grading 1 (37.5%) found no abnormalities in either ear tympanogram (Type A / Type A), grading 2 (10.0%), one type C (type A / type C), grading 3 (22.2%) both Type C (Type C / Type C), grading 4 (5.0%), one of type B (Type B / Type C) and grading 5 (25.0%) both type B (Type B / type B). The larger the adenoid-nasopharynx ratio, the higher the degree of disorder of the middle ear with the meaningfulness values (p <0.05) in both age groups from 5.0 to 10.0 years and from 11.0 to 14.0 years and the value of each partial correlation coefficient in each age group: 56.8% and 64.1%. Adenoid-nasopharynx ratio> 0.71 are 75.0% of middle ear disorder with type B & C. . We conclude that adenoid-nasopharynx ratio can be used as a predictor in determining middle ear disorders Keywords: Adenoid-nasopharynx rasio, adenoid hypertrophy, true lateral radiographic head, tympanogram.
2
PENDAHULUAN Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular yang terletak pada dinding posterior nasofaring yang pertama kali diketahui keberadaanya oleh Meyer (1868) sebagai salah satu jaringan yang membentuk cincin Waldeyer. Secara fisiologi ukuran adenoid dapat berubah sesuai dengan perkembangan usia. Menurut Haves 2002 pembesaran adenoid meningkat secara cepat setelah lahir dan mencapai ukuran maksimum pada saat usia 3 - 7 tahun kemudian menetap sampai usia 8 – 9 tahun dan setelah usia 14 tahun bertahap mengalami involusi / regresi. Bila terjadi hipertropi adenoid maka nasofaring sebagai penghubung udara inspirasi dan sekresi sinonasal yang mengalir dari cavum nasi ke orofaring akan mengalami penyempitan (ruang mengecil).Juga akan mengalami resonansi saat berbicara serta gangguan
drainasi karena nasofaring merupakan ruang resonansi saat berbicara dan
disekitarnya terdapat tuba Eustachius. Hipertropi adenoid terutama umur anak-anak muncul sebagai respon multi antigen seperti virus, bakteri, allergen, makanan, dan iritasi lingkungan (Haves T., 2002; Soepardi A., 2007) Diagnosis hipertofi adenoid dapat ditegakan berdasarkan tanda dan gejala klinik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Secara klinik dapat ditemukan tanda-tanda seperti bernapas melalui mulut, Sleep apnea, fasies adenoid, snoring dan gangguan telinga tengah sedangkan pada pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahanya gerakan velum palatum mole pada waktu fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit), tetapi tidak dapat menentukan ukuran adenoid apalagi ukuran adenoid secara relatif maka diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos true lateral. Pemeriksaan ini dianggap paling baik untuk mengetahui ukuran adenoid dan pengukuran hubungan besar adenoid dan sumbatan jalan napas. (Ballenger et al.,1996) Salah satu efek hipertofi adenoid adalah pembatasan gerakan dari torus tubarius kearah posterior sehingga pembukaan muara tuba auditiva tidak adekuat. (Austi,D.F.,1989). Menurut Tuohimaa dan Palva (1987), Perubahan patensi tuba auditiva oleh hipertofi adenoid disebabkan karena terjadi obstruksi mekanis pada lumen tuba dan penekanan pada pembuluh limfe sekitar lumen tuba dengan akibat terjadinya udem mukosa tuba auditiva. (Tuohimaa dan Palva,1987). Obstruksi tuba auditiva dianggap salah satu penyebab penting untuk terjadinya efusi di dalam 3
telinga tengah. Tekanan negatif yang terjadi akibat absorpsi O2 dari udara yang terjebak dalam telinga tengah, telah dibuktikan secara klinis maupun pada percobaan binatang. (Sedjawidada R.,1985). Untuk mengetahui kelainan telinga tengah akibat hipertropi adenoid dapat dilakukan pemeriksaan timpanometri. Timpanometri merupakan alat yang paling tepat untuk melihat kelainan pada telinga tengah. Akan tetapi jenis pemeriksaan ini belum digunakan secara rutin, terutama pada pusat-pusat pelayan di daerah karena harga alat ini relatif mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian menyangkut hubungan antara hipertropi adenoid dengan timpanogram. Dalam hal ini ukuran hipertropi adenoid ditentukan melalui pemeriksaan radiografi kepala true lateral dengan mengukur besarnya adenoid dan nasofaring kemudian menghitung rasionya menurut teknik Fujioka (Fujioka 1979), sementara kelainan telinga tengah ditentukan melalui pemeriksaan timpanometri yang hasil pengukuranya dicatat dalam bentuk grafik yang disebut timpanogram, menurut teknik Jerger et al 1970. Dikenal 3 tipe timpanogram, yaitu; tipe A untuk kondisi telinga tengah yang normal, serta tipe B dan tipe C untuk kondisi telinga tengah yang abnormal. (Riedel CL at al., 1987). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Egile at al 2003, pada 64 anak, usia 6 – 9 tahun. Rasio AN dihitung dengan menggunakan radiografi kepala true lateral dan dibandingkan dengan timpanometri. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa efusi telinga tengah dan timpanometri tipe C tejadi akibat hipertrofi adenoid yang menyebabkan disfungsi tuba Eustachius dengan rasio AN lebih tinggi dari 0,71. Tekanan telinga tengah ditemukan lebih rendah dari anak dengan rasio AN lebih besar 0,71, dibandingkan anak dengan rasio AN kurang 0,71 dan perbedaannya sangat signifikan (P<0,001). Egile at al.,2004). Rambu M, tahun 1992 melakukan penelitian selama 4 bulan di Laboratorium THT, untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh hipertrofi adenoid terhadap tekanan telinga tengah pada penderita berumur 2 – 12 tahun. Dan didapatkan tipe timpanogram dari kasus hipertrofi adenoid yang ditemukan adalah tipe A sebanyak 76,68% dan tipe C sebanyak 11,66%. Dari beberapa penelitian yang telah dipaparkan diatas kami belum menemukan publiksai hasil penelitian mengenai
seberapa besar hubungan antara rasio adenoid -
nasofaring
berdasarkan radiografi kepala true lateral dengan tekanan telinga tengah dan bagaimana umur mempengaruhi hubungan antara rasio adenoid – nasofaring dengan timpanogram dan dapatkah rasio adenoid – nasofaring dijadikan sebagai prediktor untuk menentukan kelainan telingah tengah. Pertanyaan – pertanyaan ini yang kami akan jawab dalam penelitian ini.
BAHAN DAN METODE 4
Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik observasional dengan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di RS dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS) dan RS Mitra Husada Makassar mulai bulan Juli 2012 sampai bulan November 2012. Populasi penelitian adalah umur 5 – 14 tahun yang memenuhi syarat inklusi. Sampel penelitian adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria penelitian dengan cara consecutive sampling. Besarnya sampel yang ditetapkan sebanyak 40 sampel. Kriteria inklusinya adalah umur 5-14 tahun dengan tanda-tanda hipertropi
adenoid :snoring, sleepapnea, mouthbreating,
obstruksinasi, rinore, tinnitus, gangguan pendengaran, riwayat demam, odinofagi. Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Biomedis pada manusia, Fakultas keokteran Universitas Hasanuddin. Bagi setiap penderita yang masuk sampel penelitian dilakukan anamnesis dan informed concent dari penderita (orang tua), ditanyakan mengenai keluhan subyektif penderita meliputi hidung tersumbat, suara sengau, bernafas melalui mulut, tidur ngorok, sering pilek, demam dan nyeri tenggorok yang berulang-ulang, nafsu makan kurang, pendengaran berkurang, konsentrasi belajar kurang dan rasa lesu pada siang hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisis THT berupa; otoskopi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior dan faringoskopi. Pemeriksaan otoskopi untuk mengetahui keutuhan, warna dan posisi membrane timpani serta untuk menaksir ukuran probe telinga yang akan digunakan dalam pemeriksaan timpanometri. Rinoskopi anterior untuk melihat fenomena palatum mole, ada tidaknya sekret, ada tidaknya deviasi septi dan konka hipertofi. Rinoskopi posterior dilakukan pada anak-anak yang kooperatif untuk melihat adanya pembesaran adenoid. Pemeriksaan Radiografi kepala True Lateral paramater pemeriksaan adalah; Posisi pasien Erect (kepala ekstensi dengan garis dari craniomeatal membentuk sudut 15o terhadap garis horisontal).Jarak tube cassette sejauh 180 cm dan sentrasi sinar ± 1 inch (2,5 cm) dibawah meatus akustikus ekstenus untuk memperlihatkan daerah nasofaring. Exposure menggunakan 10 mAs dan 70 KV. Pada pemeriksaan Timpanometri petunjuk yang perlu disampaikan kepada penderita adalah mencegah gerakan kepala dan mulut, misalnya berbicara pada saat pemeriksaan, mengintruksikan untuk tidak menelan, mengunyah dan menguap sebelum pemeriksaan dimulai serta memberitahukan tentang pemasangan probe ke dalam liang telinga yang mungkin menimbulkan rasa sedikit tidak nyaman. Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan jenis data kemudian diuji dengan menggunakan Uji korelasi Spearman . Pengolahan data dengan menggunakan system komputerisasi dengan menggunakan software tertentu. Penilaian hasil uji hipotesis dinyatakan bermakna bila P<0,05.
5
HASIL Distribusi sampel berdasarkan kategori rasio A/N hasil pengukuran pada radiografi kepala true lateral berdasarkan kriteria Fujioka, Tabel 1 menujukkan bahwa berdasarkan kriteria Fujioka ditemukan 5 orang (12,5%) tidak mengalami pembesaran adenoid, 27 orang (67,5%) mengalami pembesaran sedang tanpa obstruksi dan 8 orang (20,0%) mengalami pembesaran dengan obstruksi. Hasil pemeriksaan dengan timpanometri pada 40 telinga kiri dan 40 telinga kanan menujukkan bahwa timpanogram telinga kiri dan kanan, ada yang sama dan ada yang berbeda. Tabel 2 menujukkan tabulasi silang antara hasil timpanogram telinga kiri dan kanan yang diklasifikasi menurut Liden dan Jerger, ditemukan 15 telinga tipe A pada telinga kiri maupun kanan, 10 telinga tipe B pada telinga kiri maupun kanan, 9 telinga tipe C pada telinga kiri maupun kanan. Hanya 6 telinga yang mempunyai timpanogram berbeda antara telinga kiri dan kanan; 2 telinga diantaranya tipe A telinga kanan dan tipe B telinga kiri dan 4 telinga lainnya tipe A kanan dan tipe C telinga kiri. Berdasarkan hasil timpanogram telinga kiri dan kanan dibuat grading gangguan telinga tengah yang berkaitan dengan pembesaran (hipertropi) adenoid. Bila tidak ditemukan kelainan timpanogram pada kedua telinga (tipeA/TipeA) dinyatakan derajat 1, bila salah satu bertipe C (tipeA/tipeC) dinyatakan derajat 2, bila keduanya tipe C (tipeC/tipeC) dinyatakan derjat 3, bila salah satu tipe B (TipeB/TipeC) dinyatakan derajat 4 dan bila keduanya tipe B (tipeB/tipeB) dinyatakan derajat 5. Tabel 3. menujukkan bahwa ditemukan 15 orang (37,5%) penderita dengan derajat 1 (tipeA/tipeA), 4 orang (10,0%) derajat 2 (tipeA/tipeC), 9 orang (22,5%) derjat 3 (tipeC/tipeC), 2 orang (5,0%) derajat 4 (tipeB/tipeC) dan 10 orang (25,0%) derajat 5 (tpeB/tipeB). Ternyata, umur dapat mempengaruhi rasio adenoid-nasofaring maupun gangguan telinga tengah. Hasil uji korelasi Spearman antara umur dan rasio adenoid-nasofaring maupun derajat gangguan telinga tengah pada kedua kelompok umur. Tabel 4 menujukkan bahwa umur dapat merancu hubungan antara rasio adenoid-nasofaring dengan derajat gangguan telinga tengah. pada kelompok umur
5,0 – 10,0 tahun tidak ditemukan korelasi yang bermakna
(p>0,05) antara umur dan rasio adenoid-nasofaring, tetapi pada kelompok umur 11,0 – 14,0 tahun ditemukan kecenderungan korelasi linier positif dengan r=0,257 walaupun secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Sedangkan hubungan umur dengan gangguan telinga tengah korelasi linier negatif dan bermakna (p<0,05) pada kelompok umur 5,0 – 10,0 tahun dan berkorelasi linier positif pada kelompok umur 11,0 – 14,0 tahun walaupun tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Berarti, derajat gangguan telinga tengah pada kelompok umur 5,0 – 10,0 tahun dapat
6
berkurang, seiring dengan bertambahnya umur penderita, sedangkan pada kelompok umur 11,0 – 14,0 tahun justru cenderung semakin bertambah seiring bertambahnya umur penderita. Analisis hubungan antara rasio adenoid-nasofaring dilakukan pada kedua kelompok umur. Selain dilakukan uji korelasi bivariat, juga dilakukan uji korelasi partial dengan pengendalian umur, mengingat bahwa umur dapat merancu hubungan tersebut. Tabel 5 menunjukkan bahwa rasio adenoid-nasofaring berkorelasi linier positif secara bermakna (p<0,05) dengan derajat gangguan telinga tengah pada kedua kelompok umur, baik pada kelompok umur 5,0 – 10,0 tahun maupun kelompok umur 11,0 – 14,0 tahun. Koefisien korelasi (r) parsial pada kedua kelompok umur masing-masing r=0,568 dan r=0,641. Berarti, semakin besar rasio adenoid-nasofaring, semakin tinggi derajat gangguan telinga tengah. Untuk menilai apakah rasio adenoid-nasofaring dapat digunakan sebagai prediktor adanya kelainan telinga tengah, dilakukan tabulasi silang antara klasifikasi rasio adenoidnasofaring menurut Fujioka dengan derajat gangguan telinga tengah.Jika Rasio adenoidnasofaring ≤0,52, maka dari 5 orang yang ditemukan, tidak ada satupun (0,0%) yang mengalami gangguan telinga tengah. Dari 27 orang yang mempunyai rasio adenoid-nasofaring antara 0,53 – 0,71, ditemukan 19 orang (70,4%) mengalami gangguan telinga tengah (5 orang tipe B/B, 2 orang tipe C/B, 8 orang tipe C/C dan 4 orang tipe A/B); dan ada 8 orang (29,6%) yang tidak mengalami gangguan telinga tengah (tipe A/A). Dari 8 orang yang mempunyai rasio adenoidnasofaring >0,71; 6 orang (75,0%) diantaranya mengalami gangguan telinga tengah (5 orang tipe B/B dan 1 orang tipe C/C); hanya 2 orang (25,0%) yang tidak mengalami gangguan (tipeA/A).
PEMBAHASAN Pada penelitian ini , diperoleh 40 orang penderita hipertrofi adenoid dengan umur antara 5,0 – 14,0 tahun dengan rerata dan simpan baku umur 8,96±2,82 tahun. Rasio adenoid – nasofaring (rasio A/N) berkisar antara 0,47 – 0,77 dengan rerata dan simpan baku 0,65±0,08. Terdiri dari 22 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Nilai kemaknaan antara umur laki-laki dan perempuan p=0,748 dan nilai kemaknaa antara (rasio A/N) laki-laki dan perempuan p=0,248. Ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan umur dan rasio adenoid-nasofaring yang bermakna (p>0,05) antara laki-laki dan perempuan. Hasil ini sesuai teori yang menyatakan bahwa rasio adenoid-nasofaring antara anak laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan bermakna. Rasio adenoid-nasofaring berdasarkan kriteria Fujioka (1979), ditemukan 5 orang (12,5%) tidak mengalami hipertrofi adenoid, 27 orang (67,5%) mengalami hipertrofi sedang 7
tanpa obstruksi dan 8 orang (20,0%) mengalami hipertrofi dengan obstruksi . Studi Grimer menyatakan bahwa adenoid yang relatif
besar tidak perlu sampai menutup ostium tuba
Eustachius untuk menimbulkan problem obstruksi tuba. Saat menelan, gerakan kontriksi faring dan elevasi palatal dapat mendorong adenoid yang besar sampai mengenai permukaan posteriormedial torus tubarius dari ostium tuba Eustachius, sampai menekan torus ke arah anterior, sehingga dilatasi ostium tuba dihambat oleh obstruksi temporer torus.(Grimer JF.2005). Pengukuran (rasio A/N) memberikan informasi tentang ukuran adenoid atau derajat sumbatanya terhadap nasofaring. Namun, pada pemeriksaan (rasio A/N) tidak dapat tergambar adanya disfungsi tuba akibat pembesaran adenoid. (Mlynarek A, at al.,2004) Pada penelitian ini berdasarkan hasil timpanogram telinga kiri dan kanan dibuat grading gangguan telinga tengah yang berkaitan dengan hipertrofi adenoid. Bila tidak ditemukan kelainan timpanogram pada kedua telinga (tipe A/ tipe A) dinyatakan derajat 1, bila salah satu bertipe C (tipe A / tipe C) dinyatakan derajat 2, bila keduanya tipe C (tipe C / tipe C) dinyatakan derjat 3, bila salah satu tipe B (Tipe B / Tipe C) dinyatakan derajat 4 dan bila keduanya tipe B (tipe B / tipe B) dinyatakan derajat 5. Secara statistik terdapat 15 orang (37,5%) tipe A / derajat 1 / normal, 4 orang (10,0%) derajat 2 (tipe A/ tipe C), 9 orang (22,5%) derajat 3 (tipe C), 2 orang (5,0%) derajat 4 (tipe B / tipe C) dan 10 orang (25,0%) derajat 5 (tipe B). Hasil penelitian ini hampir sama yang diteliti oleh Rambu M (1992) dimana pada 30 kasus hipertofi adenoid ditemukan timpanogram tipe A (76,68 %), tipe C (13,32 %) sedangkan tipe B tidak ada. Berbeda dengan penelitian Alhady et al (1984) terhadap 40 kasus hipertofi adenoid mendapatkan tipe A sebanyak 8,8 %, tipe B sebanyak 6,3 %, dan tipe C 84,9 %. Hal ini disebabkan karena kriteria pemilihan kasus hipertofi adenoid pada penelitian Alhady adalah pembesaran adenoid yang telah menyebabkan obstruksi nasi, sedangkan kriteria pemilihan kasus pada penelitian ini tidak hanya keluhan obstruksi nasi tetapi berdasarkan gejala dan tanda hipertrofi adenoid terutama yang menyebabkan kelainan telinga tengah. Hasil uji korelasi spearman antara umur dan rasio adenoid – nasofaring maupun derajat gangguan telinga tengah pada kelompok umur menunjukkan bahwa pada kelompok umur 5,0 – 10,0 tahun tidak ditemukan korelasi yang bermakna (p>0,05) antara umur dan rasio adenoidnasofaring, tetapi pada kelompok umur 11,0 – 14,0 tahun ditemukan kecenderungan korelasi linier positif dengan r=0,257 walaupun secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Sedangkan hubungan umur dengan gangguan telinga tengah korelasi linier negatif dan bermakna (p<0,05) pada kelompok umur 5,0 – 10,0 tahun, hal ini sesuai dengan beberapa kepustakaan bahwa
8
insiden tertinggi dari hipertofi adenoid terutama ditemukan berumur 5 – 10 tahun. Tos (1990) mengemukakan bahwa hipertofi adenoid adalah salah satu faktor penyebab terjadinya otitis media serosa dan Luntz (1990) dalam penelitianya menemukan bahwa insiden efusi telinga tengah secara bermakna ditemukan lebih tinggi pada anak-anak umur 5 – 10 tahun dibanding penderita lebih dewasa. Korelasi linier positif pada kelompok umur 11,0 – 14,0 tahun walaupun tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Berarti, derajat gangguan telinga tengah pada kelompok umur 5,0 – 10,0 tahun dapat berkurang, seiring dengan bertambahnya umur penderita, sedangkan pada kelompok umur 11,0 – 14,0 tahun justru cenderung semakin bertambah seiring bertambahnya umur penderita. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Egile at al 2003 bahwa pada umur 6 – 9 tahun lebih banyak terjadi efusi telinga tengah dan timpanometrinya tipe C. Sama halnya penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo A, 2009 dari 50 Sampel penelitian berumur antara 5 – 10 tahun didapatkan hasil timpanogram tipe B dan C.Ini menujukkan bahwa penelitian ini pada umur >10 tahun kelainan telingah tengah lebih berat dibandingkan dengan umur < 10 tahun. Jadi, dengan demikian umur dapat merancu hubungan antara rasio adenoid – nasofaring dengan derajat gangguan telinga tengah. Hipertrofi adenoid meningkat secara cepat setelah lahir dan mencapai ukuran maksimum pada usia 3 – 7 tahun kemudian menetap sampai usia 8 – 9 tahun dan setelah usia 14 tahun bertahap mengalami regresi (Haves T., 2002; Soepardi A.,2007). Hipertrofi adenoid yang terjadi pada umur 11 – 14 tahun cenderung terjadi akibat infeksi yang berulang pada saluran nafas atas sehingga mempengaruhi struktur disekitar nasoring termasuk tuba Eustachius. Analisis hubungan antara rasio adenoid-nasofaring dengan derajat kelainan tekanan telinga tengah dilakukan pada kedua kelompok umur. Selain dilakukan uji korelasi bivariat, juga dilakukan uji korelasi partial dengan pengendalian umur, mengingat bahwa umur dapat merancu hubungan tersebut. Selain umur, faktor perancu lain adalah arah pembesaran adenoid jika pembesaran kearah lateral maka dapat menyebabkan kelainan pada tuba Eustachius sedangkan jika pembesaran adenoid kearah anterior/koana maka dapat menyebabkan obstruksi nasi. Rasio adenoid-nasofaring berkorelasi linier positif secara bermakna (p<0,05) dengan derajat gangguan telinga tengah pada kedua kelompok umur, baik pada kelompok umur 5,0 – 10,0 tahun maupun kelompok umur 11,0 – 14,0 tahun. Koefisien korelasi (r) parsial pada kedua kelompok umur masing-masing r=0,568(p=0,001) dan r=0,641(p=0,017). Berarti, semakin besar rasio adenoid-nasofaring, semakin tinggi derajat gangguan telinga tengah. Rasio adenoid – nasofaring>0,71 terdapat 75% mengalami gangguan telinga tengah dengan tipe B & C. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rasio adenoid – nasofaring >0,71 dapat 9
menyebabkan terjadinya gangguan telinga tengah. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Egile at al 2003, pada 64 anak, usia 6 – 9 tahun dengan obstruksi hidung, mendengkur, pernapasan mulut, hyponasal speech dan rasio AN dihitung dengan menggunakan radiografi kepala true lateral dan dibandingkan dengan timpanometri. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa efusi telinga tengah dan timpanometri tipe C tejadi akibat hipertrofi adenoid yang menyebabkan disfungsi tuba Eustachius dengan rasio AN lebih tinggi dari 0,71. Tekanan telinga tengah ditemukan lebih rendah dari anak dengan rasio AN lebih besar 0,71, dibandingkan anak dengan rasio AN kurang 0,71 dan perbedaannya sangat signifikan (P<0,001). Egile at al.,2004). Hal yang sama ditemukan oleh Prasetyo A (2009), dari 20 orang anak dengan hipertofi adenoid ada 14 (70 %) memiliki timpanogram tipe B atau tipe C, sedangkan 6 dari 20 (30 %) adalah tipe A. Pendapat yang berbeda dikemukakan pada study Liu et al. (2004) Disebutkan bahwa hubungan antara fungsi tuba Eustachius dengan rasio adenoid – nasofaring tidak bermakna secara statistik. Namun pada penelitian ini terdapat 2 orang (25%) dengan rasio adenoid – nasofaring>0,71 namun tidak mengalami gangguan telinga tengah (tipe A) hal ini disebabkan karena ke dua sampel ini keluhan yang paling menonjol adalah obstruksi nasi dan rinorea yang merupakan gejala utama pada pembesaran adenoid kearah anterior atau koana. Pada penelitian ini hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi Spearman antara umur dan rasio adenoid – nasofaring maupun derajat gangguan telinga tengah pada kedua kelompok umur didapatkan bahwa umur dapat merancu hubungan antara rasio adenoid – nasofaring dengan derajat gangguan telinga tengah. Karena Umur dapat merancu hubungan tersebut sehingga dilakukan uji korelasi bivariat dan uji korelasi partial dan didapatkan hasil; bahwa semakin besar rasio adenoid – nasofaring, semakin tinggi derajat gangguan telinga tengah.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi rasio adenoid – nasofaring semakin tinggi derajat gangguan telinga tengah .Rasio adenoid – nasofaring dapat dijadikan sebagai salah satu prediktor dalam menentukan gangguan telinga tengah. Oleh karena itu perlu perhatian pada anak yang menderita hipertrofi adenoid , sebaiknya dilakukan pengukuran rasio adenoid-nasofaring berdasarkan radiografik kepala true lateral untuk mendeteksi dini adanya
10
ganguan telinga tengah, terutama pada pusat pelayanan kesehatan yang belum memilki timpanometngri. Oleh karena itu perlu penelitin lebih lanjut tentang adanya gangguan telinga tengah yang juga dipengaruhi oleh arah pembesaran adenoid dengan pemeriksaan nasoendoskopi.
DAFTAR PUSTAKA
Alhady RA, Sharnoubi ME. (1984). Tympanometric findings in patients with adenoid hyperplasia, chronic sinusitis and tonsillitis. J Laryngol Otol,98:671-76. Austin, D.F. (1989) : Adenoidectomy for secretory otitis media. Arch Otolaringol Head and Neck Surg , 115 : 936-939 11
Ballenger, JJ. (1994). Penyakit-Penyakit Tonsil dan Adenoid. Penyakit, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid 1. Edisi 13. Binarupa Aksara : 347 – 349. Egile E, Oghan F, Ozturk O, Harputluoghu U, Yasici B. (2005). Measuring the correlation between adenoidal – nasopharyngeal rasio (AN rasio ) and timpanogram in children. Int J Pediatr Otorhinolaryngol, 69: 229-233. Fujioka, Mutsushisa. Young Lionel, Girdany Bertram. (1979). Radiographic evaluation of adenoidal size in children : adenoidal-nasopharyngeal rasio. American jour Radiolgy Septembaer, 133:401-404. Grimer JF, and the Poe DS. (2005). Update on Eustachius tube dysfungction and the patulous Eustachius tube. Curr Opin Otolarygol Head Neck Surg,13:277-82. Haves, T. 2002, Lowinger D. Obstructive adenod tissue: an indication for powered-shaver adenoidectomy. Arch Otolaringology Head Neck Surg. 2002:128. Hibbert, John. Cowan, David. Tonsils and adenoids. Scott Brown Otolaryngology,6th edition, Pediatric otolaryngology, 6/18/1-15. Jerger, J. Clinical experience with impedance audiometry. Arch. Otolaryngol. Head Necck Surgery. 1970:92:311-324. Liu Y, Sun Z, Li Z, Jiang W. Relationship between adenoids hypertrophy and secretory otitis media. [Article in Chinese]. Lin Chuang Er Bi Yan Hou ke Za Zhi. 2004;18(1):19-20. Luntz, M. , Sade, J. (1990). Daily fluktuations of middle ear pressure in atelectatic ear. Ann Otol Rhinol Laryngol. 99:201-204. Markus R. Pengaruh Adenoid Hypertropy Terhadap Tekanan Telinga Tengah. (1992). Tesis PPDS 1 IK THT FK Unhas Makassar.1992. Mlynarek A, Tewfik MA, Hagr A, et al. (2004). Lateral neck radiography versus direct video rhinoscopy in assessing adenoid size. J Laryngol Otol,33 (6):360-5. Palva, T. Ramsay, H. (2007). Aeration of Prussak's space is independent of the supradiaphragmatic epitympanic compartments. Otol Neurotol,28(2):264-268. Prasetyo A. (2009). Hubungan antara rasio adenoid-nasofaring dengan timpanogram pada anak dengan adenotonilitis kronik. Tesis PPDS 1 IK THT-KL FK Undip Semarang, Undip. Riedel CL, Wiley TL, Block MG..(1987). Tympanometric measures of Eustachian tube function. Journal of speech and Hearing Research, 30:207-14. Sedjawidada, R. (1985). Historia naturalis of otitis media. ORL Indonesiana. 16: 135-144. Soepardi, EA. Iskandar, N. (2007) Hiperplasia Adenoid. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 224-225. Tuohimaa. P. (1990) : The effect of tonsillectomy and adenoidectomy on the intra tympanic pressure. J Laryngol Otol. 104: 17 – 19. Tos, M. (1990). Causes of secretory otitis media. In Danish approach to the treatment of secretory otitis media. Ann Oto Rhinol Laryngol. 99 (146):6-7.
12
Tabel 1. Perbandingan umur dan rasio Adenoid – Nasofaring berdasarkan jenis kelamin
Variabel
Laki-laki (n=22 ).
Perempuan (n=18 ).
Kemaknaan
8,48 ± 2,43
9,56 ± 3,20
p=0,748
0,65 ±0,09
0,66±0,07
p=0,248
Umur (tahun ).
Rasio A/N
Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan kategori rasio A/N hasil pengukuran pada radiografi kepala true lateral berdasarkan kriteria Fujioka Kriteria Distribusi N % A/N =0,00 – 0,52 (tidak Rasio Adenoidada pembesaran) 5 12,5% Nasofaring (A/N) A/N =0,53 – 0,71 (pembesaran sedang 27 67,5% tanpa obstruksi) A/N > 0,71 (pembesaran +obstruksi) 8 20,0%
Tabel 3. Distribusi sampel berdasarkan hasil timpanogram telinga kiri dan kanan Timpanogram Telinga kanan
Tipe A
Timpanogram Telinga kiri Tipe B Tipe C
Total
Tipe A
15
2
4
21
Tipe B
0
10
0
10
Tipe C
0
0
9
9
Total
15
12
13
40
13
Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan derajat gangguan pada telinga tengah Gangguan Telinga Tengah Telinga Kanan/Kiri
Kriteria
Distribusi N
%
15
37,5%
TipeA/TipeC (derajat 2)
4
10,0%
TipeC/TipeC (derajat 3)
9
22,5%
TipeB/TipeC (derajat 4)
2
5,0%
TipeB/TipeB (derajat 5)
10
25,0%
TipeA/TipeA (derajat 1)
Tabel 5. Korelasi rasio adenoid-nasofaring dengan derajat gangguan telinga tengah Hubungan rasio A/N dengan Derajat kelainan telinga tengah Umur= 5,0 – 10,0 tahun (n=28) Korelasi Bivariat Korelasi Partial (pengendalian umur)
Umur = 11,0 – 14,0 tahun (n=12) Korelasi Bivariat Korelasi Partial (pengendalian umur)
r=0,475
r=0,631 (p=0,014)
(p=0,005)
r=0,568 (p=0,001)
14
r=0,641 (p=0,017)