Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengasuhan Orangtua dengan Perfeksionisme pada Remaja Berbakat (Gifted) di Kelas Akselerasi Vika Rukmijayanti Iwan Wahyu Widayat Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract. This study aims to determine whether there is a relationship between perception of parenting with perfectionism of gifted adolescent in acceleration class. The parenting is variable X (independent variable) and consists of three variables: support (X1), behavioral control (X2), and psychological control (X3). Perfectionism is variable y (dependent variable), so there are three relationships that will be investigated in this study: 1) the correlation between perceptions of support with perfectionism; 2) the correlation between perceptions of behavioral control with perfectionism; and 3) the correlation between perceptions of psychological control with perfectionism. The research was conducted of gifted adolescents in accelerated program of high school with the number of research subjects 103 students aged 14-17 years and consisted of 29 students of SMAN 3 Sidoarjo, 39 students of SMAN 1 Gresik and 35 students of SMAN 1 Puri Mojokerto. The total of 103 subjects consisted of 34 male and 69 female include class X and XI. Instrument of data collection such as questionnaires perceptions of parenting consisiting of 72 items and measure perfectionism refers to Perfectionism Inventory by Hill et al (2004) which consist of 59 items. Analysis of the data use the correlation technique of Spearman Rho with program SPSS version 16. Based on the result of data analysis, correlation coefficient between perceptions of parental support with perfectionism is -0,103 and coefficient p is 0,301; correlation coefficient between perceptions of parental behavioral control with perfectionism is 0,151 and coefficient p is 0,127; and correlation coefficient between perceptions of parental psychological control with perfectionism is 0,361 and coefficient p is 0,000. Keywords: Parenting; Perfectionism; Gifted Adolescent Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap pengasuhan orangtua dengan perfeksionisme pada remaja berbakat di kelas akselerasi. Pengasuhan orangtua merupakan variabel X (variabel bebas) yang terdiri atas 3 variabel yaitu dukunKorespondensi: Vika Rukmijayanti, e-mail :
[email protected] Iwan Wahyu Hidayat, e-mail:
[email protected] Fakultas Psikologi Univeritas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286
70
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 3 No. 2 Agustus 2014
Vika Rukmijayanti, Iwan Wahyu Widayat
gan (X1), kontrol perilaku (X2) dan kontrol psikologis (X3). Perfeksionisme merupakan variabel Y (variabel tergantung), sehingga terdapat 3 hubungan yang akan diselidiki dalam penelitian ini, yaitu: 1) korelasi antara persepsi terhadap dukungan orangtua dengan perfeksionisme; 2) korelasi antara persepsi terhadap kontrol perilaku orangtua dengan perfeksionisme; dan 3) korelasi antara persepsi terhadap kontrol psikologis orangtua dengan perfeksionisme. Penelitian ini dilakukan pada remaja berbakat di sekolah menengah atas yang mengikuti program akselerasi dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 103 siswa yang berusia 14-17 tahun yang terdiri atas 29 siswa SMAN 3 Sidoarjo, 39 siswa SMAN 1 Gresik dan 35 siswa SMAN 1 Puri Mojokerto. Dari jumlah subjek sebanyak 103 siswa tersebut terdiri atas 34 siswa laki-laki dan 69 siswa perempuan meliputi kelas X dan XI. Alat pengambilan data berupa kuesioner persepsi terhadap pengasuhan orangtua yang terdiri atas 72 aitem dan alat ukur perfeksionisme yang mengacu pada alat ukur Perfectionism Inventory yang disusun oleh Hill dkk (2004) yang terdiri atas 59 aitem. Analisis data dilakukan dengan teknik statistik korelasi Spearman Rho dengan bantuan program statistik SPSS versi 16. Dari hasil analisis data penelitian diperoleh nilai korelasi antara persepsi terhadap dukungan orangtua dengan perfeksionisme sebesar -0,103 dengan nilai p sebesar 0,301; korelasi antara persepsi terhadap kontrol perilaku orangtua dengan perfeksionisme sebesar 0,151 dengan nilai p sebesar 0,127 dan korelasi antara persepsi terhadap kontrol psikologis orangtua dengan perfeksionisme sebesar 0,361 dengan nilai p sebesar 0,000. Kata Kunci: Pengasuhan; Perfeksionisme; Remaja Berbakat
PENDAHULUAN Setiap anak pada dasarnya adalah unik yang dilahirkan dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing. Keunikan ini dikarenakan keragaman yang dimiliki masing-masing anak dengan berbagai potensi, bakat dan kemampuan. Beberapa diantaranya memiliki potensi dan kemampuan rata-rata, tetapi ada juga yang memiliki potensi dan kemampuan diatas rata-rata. Anak yang memiliki kemampuan dan potensi diatas rata-rata disebut sebagai anak berbakat (gifted children). Dalam mengidentifikasi definisi serta konsep keberbakatan yang digunakan di Indonesia mengacu pada definisi dari United States Office at Education (USOE) dan konsep keberbakatan yang dikemukakan oleh Renzulli yaitu Three-Rings (Akbar - Hawadi, 2004). Konsep keberbakatan kemudian berkembang yang memandang anak
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 3. No. 2 Agustus 2014
secara keseluruhan, bukan hanya mempertimbangkan kemampuan dan bakat anak. Dengan konsep ini, siswa dengan kecerdasan diatas ratarata memiliki karakteristik intrapersonal tertentu dan kondisi lingkungan yang optimal guna mengekspresikan atau menunjukkan bakat mereka dalam suatu kinerja atau performa (Hoogeveen dkk, 2011). Karakteristik tertentu pada diri anak berbakat terkadang menimbulkan suatu permasalahan. Salah satu permasalahan yang muncul dari anak berbakat adalah harapan yang kurang realistis dari orang-orang yang berada disekitarnya seperti orangtua, guru, teman sebaya dan pihak lainnya (Munandar, 2002). Harapan yang kurang realistis dan berlebihan dari orang-orang sekitarnya ini membuat remaja berbakat sering sekali merasakan tekanan yang besar untuk selalu mencapai nilai yang terbaik dalam segala bidang. Kondisi ini sering disebut dengan sindrom per-
71
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengasuhan Orangtua dengan Perfeksionisme pada Remaja Berbakat (Gifted) di Kelas Akselerasi
feksionisme (Hardman dkk, 2002). Perfeksionisme atau dorongan untuk sempurna ini bersifat selektif dimana hanya terdapat pada orang-orang yang memiliki potensi untuk mencapai kesuksesan atau menjadi unggul (Silverman, 1999). Salah satunya yaitu penelitian pada anak berbakat di sekolah menengah ditemukan bahwa siswa yang perfeksionis sebanyak 87,2% sedangkan yang tidak perfeksionis sebanyak 12,5%, sedangkan penelitian lain juga menunjukkan bahwa prosentase angka tertinggi perfeksionisme terdapat pada anak berbakat di sekolah menengah atas (Schuler, 2000; Orange, 1997 dalam Neumeister, 2007).
nis dikarenakan pembelajaran yang didapat dari orangtua pada anak melalui peniruan perilaku orangtua atau modelling (Ratna & Widayat, 2012). Greenspon (2006 dalam Pfeiffer, 2008) menyebutkan bahwa anak-anak berbakat lebih rentan menjadi perfeksionis daripada anak-anak lainnya dikarenakan aspek lingkungan mereka, seperti harapan yang tinggi dari orangtua. Lingkungan keluarga yang mementingkan pada performa dan prestasi cenderung menghasilkan individu yang perfeksionis. Peran orangtua sangat dibutuhkan bagi individu perfeksionis sehingga mereka dapat belajar bagaimana mengelola emosi yang terhubung pada keberhasilan dan kegagalan.
Penelitian yang dilakukan oleh Brown (1999 dalam Neumeister, 2004) menemukan bahwa individu yang menetapkan standar yang tinggi pada dirinya dan dapat memenuhi standar tersebut dengan kemampuan yang mereka miliki menyebabkan individu tersebut termotivasi untuk terus memenuhi standar yang tinggi di masa depan. Namun sebaliknya, jika individu sangat memperhatikan kesalahan yang dibuat maka akan menyebabkan hal-hal negatif seperti kecenderungan untuk meyalahkan diri atas kesalahan yang mereka buat dan memungkinkan mengalami suatu kecemasan, mood yang negatif dan takut akan reaksi orang lain. Kecenderungan perfeksionisme yang merupakan salah satu karakteristik anak didasari oleh proses keluarga. Individu perfeksionis percaya bahwa menjadi sempurna adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan penerimaan dan hubungan emosional terutama pada anggota keluarga (Pfeiffer, 2008). Hal tersebut juga diperkuat oleh suatu penelitian yang dilakukan disalah satu Sekolah Menengah Atas Negeri di Surabaya dengan melibatkan 22 remaja gifted yang berada di kelas akselerasi, faktor penyebab perfeksionisme pada anak berbakat adalah salah satunya berasal dari orangtua. Anak menjadi individu perfeksio-
Peran orangtua tersebut akan membantu individu perfeksionis mencapai prestasi melalui pendekatan psikologis dengan baik (Neumeister, 2004). Namun justru kebanyakan orangtua anakanak berbakat sering mengalami dan merasakan suatu tantangan baru dalam peran sebagai orangtua, apalagi ketika anak-anak berbakat tersebut cenderung mengalami masalah pada perkembangan emosi dan perilaku. Penelitian yang dilakukan oleh Karnes dkk (1984 dalam Morawska & Sanders, 2009), kebanyakan orangtua anak berbakat (67% ayah dan 80% ibu) merasakan kesulitan dalam mengasuh anak-anak. Salah satu yang menjadi perhatian dari orangtua anak berbakat adalah permasalahan dalam perkembangan emosi pada diri anak-anak tersebut. Ablard dan Parker (1997 dalam Morawska & Sanders, 2009) menyatakan bahwa ibu yang memperhatikan suatu kesalahan yang dibuat oleh anak dan ayah yang meragukan tindakan anak dapat mempengaruhi hasil kinerja anak. Anak dengan orangtua yang seperti ini lebih banyak diidentifikasi memiliki level disfungsional dari perfeksionisme. Anak dapat belajar mengenai suatu kesempurnaan dari orangtua dan interaksi yang terjadi diantara orangtua dan anak. Anak-anak tersebut mengukur penerimaan orangtua terha-
72
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 3. No. 2 Agustus 2014
Vika Rukmijayanti, Iwan Wahyu Widayat
dap dirinya dengan perbuatan atau perilaku yang sempurna dan menghindari kesalahan-kesalahan yang dapat dibuat.
bidang-bidang seperti intelektual, kreatif dan / atau artistik, kapasitas kepemimpinan dan unggul dalam bidang akademik tertentu atau spesifik.
Konsep Keberbakatan Konsep kontemporer menganggap bahwa keberbakatan merupakan sebuah proses (effort) yang dimanifestasikan dalam sebuah performa. Konsep yang membahas mengenai keberbakatan yang banyak digunakan oleh para guru untuk mengidentifikasikan siswa berbakat di Indonesia adalah Three Ring Conceptions dari Renzulli dkk (Munandar, 2002). Dalam konsep tersebut terdapat tiga domain yaitu kemampuan diatas
Kelas Akselerasi Menurut Colangelo (1991 dalam Akbar-Hawadi, 2004) istilah akselerasi merujuk pada pelayanan yang diberikan (service delivery) yang meliputi taman kanak-kanak atau perguruan tinggi pada usia muda, meloncat kelas dan mengikuti pelajaran tertentu pada kelas diatasnya dan kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery) yaitu dengan mempercepat bahan ajar dari yang seharusnya dikuasai oleh siswa tersebut. Sehingga
rata-rata, kreativitas yang tinggi dan memiliki komitmen atau tanggungjawab terhadap tugas (Akbar-Hawadi, 2002; Renzulli, 2005 dalam Sternberg & Davidson, 2005; Munandar, 2002). Konsep lain mengenai keberbakatan diutarakan oleh Mönks dan Katzo (2005, dalam Sternberg & Davidson, 2005) yang berlatar belakang dari psikologi perkembangan dan mengembangkan konsep keberbakatan milik Renzulli yaitu dengan menambahkan aspek keluarga, sekolah dan teman sebaya. Konsep multidimensional dari keberbakatan lainnya adalah Model Munich Giftedness (MMG). Keberbakatan dikonseptualisasikan sebagai kemampuan multifaktor yang terbentuk dari aspek non-kognitif (misal motivasi, minat, konsep diri, kontrol harapan) dan sosial (Heller, 2004).
siswa tersebut dapat menyelesaikan waktu belajarnya selama dua tahun.
Remaja Berbakat Menurut United State Office Of Education (1993 dalam Karnes & Bean, 2009) definisi berbakat adalah anak-anak atau remaja yang memiliki potensi untuk menunjukkan kemampuan berprestasinya yang tinggi jika dibandingkan dengan usia, pengalaman atau lingkungan sebayanya. Anak-anak dan remaja berbakat ini memiliki kemampuan berprestasi yang sangat tinggi dalam Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 3. No. 2 Agustus 2014
Perfeksionisme Hewitt dan Flett (1991 dalam Pfeiffer, 2008) menyatakan bahwa perfeksionis adalah individu yang menetapkan standar yang tinggi pada dirinya sendiri dan kepada oranglain, dan merasakan bahwa oranglain memiliki harapan pada dirinya. Hewitt dan Flett (1991 dalam Silverman, 1999) mengidentifikasi tiga komponen pada perfeksionisme yang dikembangkan dengan mencakup sumber dan arah perfeksionisme yaitu orientasi diri (self oriented), orientasi orang lain (otheroriented) dan Socially-prescribed. Kemudian Hill dkk (2004) mengembangkan dimensi dari Hewitt dan Flett yaitu Concientious Perfectionism (Organization, Striving for Excellence, Planfulness, High Standards for Others) dan Self-Evaluative Perfectionism (Concern Over Mistakes, Need for Approval, Rumination, Perceived Parental Pressure) Persepsi Terhadap Pengasuhan Orangtua Persepsi adalah interpretasi dengan melibatkan proses kognitif terhadap informasi yang diproses sesuai pengetahuan yang dimiliki individu sebelumnya mengenai objek persepsi yang
73
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengasuhan Orangtua dengan Perfeksionisme pada Remaja Berbakat (Gifted) di Kelas Akselerasi
diinterpretasikannya tersebut. Persepsi sendiri dipengaruhi oleh stimulus, struktur sistem penginderaan dan pengalaman dari individu tersebut (Solso, 2008). Barber dkk (2005) menyatakan bahwa pengasuhan merupakan hubungan orangtua dan anak yang ditunjukkan melalui perilaku dan pola yang digunakan oleh orangtua dalam interaksi dengan anak-anaknya. Perilaku orangtua ini menjadi faktor dalam kualitas hubungan antara orangtua dan anak. Dalam pengasuhan terdapat 3 aspek, antara lain (Barber dkk, 2005; McNeely & Barber, 2010; Barber, 1996) : Support (Affection dan encouragement, Talk with / listen to, Physical affection, Do things, Praise dan Worry), Behavioral Control (monitoring dan limit setting) dan Psychological Control (Constraining verbal expression, Invalidating feelings, Personal attack on child, Guilt Induction, Love withdrawal dan Erratic emotional behavior)
METODE PENELITIAN Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif penjelasan atau explanatory research Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah 103 remaja berbakat di kelas akselerasi di Kabupaten Sidoarjo (SMA Negeri 3 Sidoarjo, 29 siswa), dan Kabupaten Gresik (SMA Negeri 1 Gresik, 39 siswa), dan Kabupaten Mojokerto (SMAN 1 Puri Mojokerto, 35 siswa). Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket atau kuesioner persepsi terhadap pengasuhan orangtua yang dibuat oleh penulis berdasarkan variabel pengasuhan orangtua yang dikemukakan oleh Barber dkk
74
(1996; 2005) dan perfeksionisme yang mengacu pada Perfectionism Inventory (PI) yang dikembangkan oleh Hill dkk (2004). Analisis Data Data hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji hubungan atau uji korelasi Spearman Rho dengan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Probabilitas atau taraf signifikansi sebagai berikut (Silalahi, 2010): a. Jika nilai P (probabilitas) > 0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak yaitu tidak terdapat hubungan diantara kedua variabel b. Jika nilai P (probabilitas) < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima yaitu terdapat hubungan diantara kedua variabel
HASIL DAN BAHASAN Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa hanya satu variabel pengasuhan orangtua yang memiliki korelasi dengan perfeksionisme. Berdasarkan nilai signifikansi (p) yang dimiliki diketahui bahwa tidak terdapat korelasi antara persepsi terhadap pengasuhan orangtua (variabel support) dengan perfeksionisme. Pada variabel kedua juga diketahui bahwa tidak terdapat korelasi antara persepsi terhadap pengasuhan orangtua (variabel behavioral control) dengan perfeksionisme. Sedangkan pada variabel ketiga diketahui bahwa terdapat korelasi antara persepsi terhadap pengasuhan orangtua (variabel psychological control) dengan perfeksionisme. Kekuatan korelasi ini jika berdasarkan nilai korelasi yang dikemukakan oleh Burns (2001 dalam Silalahi, 2010) adalah moderate (sedang). Korelasi ini juga menghasilkan nilai positif yang menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai pada satu variabel maka cenderung memperoleh skor yang tinggi pada variabel lainnya. Berdasarkan hasil analisis data, hipotesis Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 3. No. 2 Agustus 2014
Vika Rukmijayanti, Iwan Wahyu Widayat
penelitian yang terbukti adalah hipotesis ketiga yaitu terdapat hubungan antara persepsi terhadap pengasuhan orangtua (psychological control) dengan perfeksionisme pada remaja berbakat (gifted)
di kelas akselerasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menguji variabel psychological control orangtua dengan perfeksionisme (Soenens & Elliot, 2005; Abd-El-Fattah
Tabel Hasil Uji Korelasi Spearman Rho antara Persepsi Terhadap Pengasuhan Orangtua dengan Perfeksionisme Korelasi Spearman’s Rho
Sig. (2-tailed)
Korelasi Antara Persepsi Terhadap Pengasuhan Orangtua (Support) dengan Perfeksionisme
-0,103
0,301
Korelasi Antara Persepsi Terhadap Pengasuhan Orangtua (Psychological Control) dengan Perfeksionisme
0,151
0,127
0,361
0,000
Korelasi Antara Persepsi Terhadap Pengasuhan Orangtua (Behavioral Control) dengan Perfeksionisme
& Fakhroo, 2012; Vieth & Trull, 1999; Soenens dkk, 2003). Pada penelitian sebelumnya, subjek yang digunakan adalah remaja yang memiliki kecenderungan perfeksionisme. Meskipun terdapat sedikit perbedaan dalam kelompok subjek, namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hal tersebut tidak mempengaruhi hubungan antara persepsi terhadap psychological control orangtua dengan perfeksionisme. Penelitian sebelumnya yang menguji variabel psychological control orangtua dengan perfeksionisme (Soenens & Elliot, 2005; Fattah & Fakhroo, 2012; Vieth & Trull, 1999; Soenens dkk, 2003) berfokus pada salah satu bentuk perfeksionisme yaitu perfeksionisme maladaptif. Seperti diketahui bahwa perfeksionisme terbagi menjadi dua yaitu adaptif dan maladaptif. Namun, pada penelitian ini tidak berfokus pada salah satu bentuk perfeksionisme. Meskipun terdapat perbedaan, namun hasil penelitian tetap menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi terhadap Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 3. No. 2 Agustus 2014
psychological control orangtua dengan perfeksionisme. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa perfeksionisme berasal dari hubungan orangtua dan anak, namun masih sedikit yang menguji tentang aspek pengasuhan yang berkaitan dengan kesempurnaan. Penelitian yang menguji mengenai kaitan antara kontrol psikologis (psychological control) dengan perfeksionisme pada remaja juga masih sedikit. Penelitian tentang hubungan antara orangtua dan perfeksionisme lebih banyak difokuskan pada orangtua yang otoriter, lalai dan memiliki hubungan yang kurang baik dengan anak (Flett dkk, 1995; Kawamura dkk, 2002; Beras dkk, 1996; Rice & Mirzadeh, 2000 dalam Soenens dkk, 2005) Kaitan antara orangtua dengan perfeksionisme anak dimulai dari model perkembangan perfeksionisme itu sendiri. Perfeksionisme dikembangkan melalui beberapa model yaitu social expectations model, social learning model
75
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengasuhan Orangtua dengan Perfeksionisme pada Remaja Berbakat (Gifted) di Kelas Akselerasi
dan social reaction model. Model pengembangan ketiga yaitu social reaction model merupakan pikiran, perilaku maupun penerimaan individu terhadap orang lain (misal orangtua) dalam situasi sosial sebagai hasil dari respon individu tersebut pada lingkungan sosialnya. Model reaksi sosial perfeksionisme menegaskan bahwa anakanak yang dibesarkan dalam lingkungan yang keras dan terkena hal-hal yang berkaitan secara psikologis, seperti penarikan cinta, memaparkan rasa bersalah dan rasa malu anak, atau lingkungan keluarga yang kacau mengembangkan kecenderungan perfeksionis (Flett dkk, 2002). Seperti yang dijelaskan oleh Barber (1996) bahwa kontrol
Hal ini menyebabkan para remaja akan menerapkan standar orangtua pada performa mereka dan secara bertahap belajar untuk memaksakan standar tersebut pada diri mereka sendiri (Flett dkk, 2002). Orangtua mencoba untuk mendorong para remaja ini dalam menerapkan standar kinerja yang tinggi melalui tiga mekanisme komunikasi yang berbeda yaitu mengutarakan harapan secara langsung, mengendalikan harapan dan penerimaan usaha yang dilakukan oleh anak (Barber, 1996; Barber & Harmon, 2002). Hipotesis lain yang diuji dalam penelitian ini adalah hipotesis pertama dan kedua. Hipotesis pertama berbunyi bahwa terdapat hubungan
psikologis (psychological control) orangtua terdiri atas constraining verbal expression (menghambat ekspresi verbal anak), invalidating feelings (mengabaikan perasaan anak), personal attack on child (menyerang pribadi anak), guilt induction (membuat anak merasa bersalah), love withdrawal (menarik cinta), erratic emotional behavior (perilaku emosional tak menentu). Orangtua yang menerapkan kontrol psikologis (psychological control) memberikan tekanan pada anak untuk memenuhi standar orangtua dengan cara membuat anak merasa bersalah (guilt induction) dan menarik cinta (love withdrawal) (Barber, 1996). Penelitian lain menyebutkan bahwa rasa takut akan kegagalan yang dimiliki anak merupakan akibat dari orangtua yang menerapkan penarikan cinta (love withdrawal) pada anak. Rasa takut akan kegagalan ini membuat individu cenderung termotivasi untuk menghindari kegagalan pada capaian akademiknya (Elliot & Thrash, 2004). Perfeksionisme akan berkembang dalam keluarga dimana orangtuanya mengkondisikan perilaku remaja sesuai dengan standar orangtua. Ketika individu gagal memenuhi standar tersebut, maka orangtua akan mengkritik remaja tersebut, menarik cinta, dan menerapkan rasa bersalah.
antara persepsi terhadap pengasuhan orangtua (support) dengan perfeksionisme pada remaja berbakat (gifted) di kelas akselerasi. Hipotesis kedua berbunyi bahwa terdapat hubungan antara persepsi terhadap pengasuhan orangtua (behavioral control) dengan perfeksionisme pada remaja berbakat (gifted) di kelas akselerasi. Hasil penelitian ini tidak membuktikan kedua hipotesis tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa persepsi terhadap pengasuhan orangtua dengan variabel support dan behavioral control tidak memiliki hubungan dengan perfeksionisme. Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa variabel kontrol psikologis (psychological control) lebih kuat berkaitan dengan masalah internalisasi individu daripada dua variabel lainnya yaitu dukungan orangtua (support) dan kontrol perilaku (behavioral control). Pada penelitian yang dilakukan oleh Soenens dkk (2005) menyebutkan bahwa kontrol psikologis orangtua berkaitan dengan perfeksionisme dan dua variabel pengasuhan lainnya (support dan behavioral control) yang dijadikan sebagai variabel kontrol tidak memiliki kaitan dengan perfeksionisme. Variabel support memiliki hubungan yang kuat dengan harga diri pada remaja tengah
76
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 3. No. 2 Agustus 2014
Vika Rukmijayanti, Iwan Wahyu Widayat
(middle adolescent). Variabel support dan behavioral control orangtua memiliki hubungan dengan variabel lain. Variabel support berkaitan dengan fungsi individu dan penyesuaian yang positif. Sedangkan variabel behavioral control berkaitan dengan masalah eksternal individu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrol perilaku (behavioral control) orangtua yang tinggi berhubungan dengan masalah eksternal individu yang rendah, misal perilaku antisosial dan kenakalan remaja (Barber & Olsen, 1997; Eccles dkk, 1997; Pettit dkk, 2001; Stice & Barrera, 1995 dalam Aunola & Nurmi, 2005). Sedangkan support memiliki hubungan yang negatif dengan masalah eksternal individu dan tidak berkaitan pada masalah perilaku remaja (Galambos dkk, 2003; Stice & Barrera, 1995 dalam Aunola & Nurmi, 2005) Ketiga variabel pengasuhan orangtua ketika diuji sebagai variabel yang terpisah menunjukkan bahwa dukungan (support) dan kontrol perilaku (behavioral control) secara konsisten menunjukkan bahwa kedua variabel ini berkaitan dengan capaian akademik dan sosial yang tinggi dan sedikit berkaitan dengan masalah-masalah
remaja. Aspek – aspek yang terdapat pada variabel dukungan orangtua (support) berfokus pada usaha yang telah dilakukan oleh anak bukan pada kesempurnaan yang harus dilakukan oleh anak (Bean dkk, 2006).
SIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara persepsi terhadap pengasuhan orangtua (variabel support) dengan perfeksionisme pada remaja berbakat (gifted) dan tidak terdapat hubungan antara persepsi terhadap pengasuhan orangtua (variabel behavioral control) dengan perfeksionisme pada remaja berbakat (gifted) di kelas akselerasi. Namun, terdapat hubungan antara persepsi terhadap pengasuhan orangtua (variabel psychological control) dengan perfeksionisme pada remaja berbakat (gifted) di kelas akselerasi
PUSTAKA ACUAN Abd-El-Fattah, S.M. & Fakhroo H.A. (2012). Relationship among Paternal Psychological Control and Perfectionism and Self-Esteem: A Partial Least Squares Path Analysis Psychology Vol. 3, No. 5, 428-439. Akbar-Hawadi R. (2002). Identifikasi Keberbakatan Intelektual Melalui Metode Non-Tes : Dengan Pendekatan Konsep Keberbakatan Renzulli. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia Akbar - Hawadi, R. (2004). Akselerasi. A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia Aunola, K., & Nurmi, J.E. (2005). The Role of Parenting Styles in Children’s Problem Behavior. Child Development Volume 76, Number 6, 1144-1159 Barber, B.K. (1996). Parenting Psychological Control: Neglected Construct. Society for Research in Child Development, Inc. Barber, B. K., & Harmon, E. L. (2002). Violating the self: Parental psychological control of children and Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 3. No. 2 Agustus 2014
77
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengasuhan Orangtua dengan Perfeksionisme pada Remaja Berbakat (Gifted) di Kelas Akselerasi
adolescents. In B. K. Barber (Ed.), Intrusive parenting: How psychological control affects children and adolescents (pp. 15-52). Washington, DC: APA. Barber, B., Stolz, H. & Olsen, J. (2005). Parental Support, Psychological Control and Behavioral Control : Assessing relevance accross time, culture and method. Monographs of the Society for Research in Child Development, Vol. 50, pp. 794-803 Bean, R.A., Barber, B.K. & Crane, D.R. (2006). Parental Support, Behavioral Control, and Psychological Control Among African American Youth : The Relationship to Academic Grades, Deliquency, and Depression. Journal of Family Issues, Vol 27, No 10, 1335-1355 Elliot, A. J., & Thrash, T. M. (in press). The intergenerational transmission of fear of failure. Personality and Social Psychology Bulletin. Flett, G. L., Hewitt, P. L., Oliver, J. M., & Macdonald, S. (2002). Perfectionism in children and their parents: A developmental analysis. In G. L. Flett & P. L. Hewitt (Eds.), Perfectionism: Theory, research, and treatment (pp. 89–132). Washington, DC: American Psychological Association. Hardman, M.L., Drew, C.J. & Egan, M.W. (2002). Human Exceptional Society, School, and Family (seventh edition). Boston: A person Education Company Heller K.A. (2004). Identification of Gifted and Talented Students. Psychology Science, Volume 46, p. 302-323 Hill, R. W., Huelsman, T.J., Furr, R.M. Kibler, J., Vicente, B.B., & Kennedy, C. (2004). A New Measure of Perfectionism: The Perfectionism Inventory. Journal of Personality Assessment, 82(1), 80-91. Hoogeveen, L., van Hell, J.G., & Verhoeven, L. (2011). Social-Emotional Characteristics of Gifted Accelerated and Non-Accelerated Students in The Netherlands. British Journal of Educational Psychology Karnes F.A. & Bean S.M. (2009). Methods and Materials for Teaching the Gifted. third edition. United States of America : Prufrock Press Inc. McNeely, C.A. & Barber, B.K. (2010). How Do Parents Make Adolescents Feel Loved? Perspectives on Supportive Parenting From Adolescents in 12 Cultures. Journal of Adolescents Research 25 (4) Morawska, A. & Sanders, M.R. (2009). Parenting Gifted And Talented Children : Conceptual And Empirical Foundations. Gifted Child Quarterly 53:163 Munandar, U. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Neumeister K.L.S. (2004). Factors Influencing the Development of Perfectionism in Gifted College Students. Gifted Child Quartely Vol 48 No 4 Neumeister, K.S. (2007). Perfectionism in Gifted Students: an overview of current research. Gifted Education International, vol 23. pp 254 – 263 Pfeiffer, Steven I. (2008). Handbook of Giftedness in Children : Psychoeducational Theory, Research, and Best Practices. New York: Springer Science + Business Media Ratna, P.T. & Widayat, I.W. (2012). Perfeksionisme pada Remaja Gifted (Studi Kasus pada Peserta Didik Kelas Akselerasi di SMAN 5 Surabaya). Insan Vol. 14, No. 3 Silalahi, U. (2010). Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT Refika Aditama Silverman, L.K. (1999). Perfectionism. Gifted Education International , vol 13. pp 216 – 225 Soenens, B., Vansteenkiste, M., Luyten, P., Duriez, B., & Goossens, L. (2003). Maladaptive perfectionistic
78
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 3. No. 2 Agustus 2014
Vika Rukmijayanti, Iwan Wahyu Widayat
self-representations: The mediational link between psychological control and adjustment. Manuscript submitted for publication. Soenens, B., Elliot, A. J., Goossens, L., Vansteenkiste, M., Luyten, P., & Duriez, B. (2005). The intergenerational transmission of perfectionism: Parents’ psychological control as intervening variable. Journal of Family Psychology, 19, 358-366. Solso R.L. (2008). Cognitive Psychology. Needham Height, MA : Allyn & Bacon Sternberg R.J. & Davidson J.E. (2005). Conceptions of Giftedness (Second Edition). New York : Cambridge University Press. Vieth, A.Z., & Trull, T.J. (1999). Family Patterns of perfectionism: An examination of college students and their parents. Journal of personality assessment, 12, 49-67.
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 3. No. 2 Agustus 2014
79