Hubungan antara Persepsi Terhadap Kontrol Orangtua dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuensi pada Remaja yang pernah Terlibat Tawuran Andi Maulida Rahmania Dewi Retno Suminar Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Abstract. Tawuran among students in Indonesia are persistent and cause many victims. The aimed of this study is to determine whether there is a negative relationship between perceptions of parental control with tendency of delinquency behavior in adolescent who were involved in Tawuran. The parental controls are referred to in this study is the control of behavior by Barber (1994), while tendencies of delinquency behavior in question is referred to overt delinquency by Loeber. The study was conducted on 32 teenagers who were involved in Tawuran. The sampling technique used was purposive sampling. Data collection devices are questionnaire, in the form of scale perception of parental control and tendency of delinquency behavior scale developed by the authors. Each scale consists of 23 valid items. The reliability of the perceptions of parental control scale is 0.871 and the realibility of the tendency of delinquency behavior is 0.895. Data analysis was performed with the Pearson Product Moment correlation technique using SPSS 16.0 for windows. Result of the data analysis show that the correlation (r) between perceptions of parental behavioral control and tendency of delinquency behavior is - 0.729 with significance (p) is 0.000. It showed that there is a negative relationship between perceptions of parental control with tendency of delinquency behavior in adolescent who were involved in Tawuran. Keywords: Perception of parental control, tendency of delinquency behavior, tawuran
Abstrak. Tawuran pelajar di Indonesia terjadi terus-menerus dan menimbulkan banyak korban jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan negatif antara persepsi terhadap kontrol orangtua dengan kecenderungan perilaku delinkuensi pada remaja yang pernah terlibat tawuran. Kontrol orangtua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kontrol perilaku yang diungkapkan oleh Barber (1994), sedangkan kecenderungan perilaku delinkuensi yang dimaksud adalah kecenderungan perilaku delinkuensi yang tampak (overt delinquency) oleh Loeber (2006). Penelitian ini dilakukan pada 32 remaja yang pernah terlibat tawuran. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Alat pengumpul data dalam penelitian ini yaitu kuisioner yang berisi skala persepsi terhadap kontrol orangtua dan skala kecenderungan perilaku delinkuensi. Dari hasil analisis data diperoleh nilai korelasi (r) antara persepsi terhadap kontrol perilaku orangtua dan kecenderungan perilaku delinkuensi remaja adalah - 0,729 dengan signifikansi (p) yaitu 0,000. Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara persepsi terhadap kontrol orangtua dengan kecenderungan perilaku delinkuensi pada remaja yang pernah terlibat tawuran. Kata kunci : Persepsi terhadap Kontrol Orangtua, Kecenderungan Perilaku Delinkuensi Remaja, Tawuran Korespondensi: Andi Maulida Rahmania, Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan l Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail:
[email protected] 1
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
Andi Maulida Rahmania, Dewi Retno Suminar
Tawuran pelajar dapat didefinisikan sebagai perkelahian massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa lainnya (Ridwan,2006 dalam Oesman, 2010). Tawuran pelajar di Indonesia terus terjadi dan menimbulkan korban jiwa. Data jumlah tawuran pelajar di Indonesia menunjukkan angka yang cukup tinggi. Data dari Polda Metro Jaya mengenai jumlah kasus tawuran yang terjadi di wilayah Jakarta menyebutkan bahwa pada tahun 2010 kasus tawuran terjadi 128 kasus tawuran namun korban jiwa tidak diketahui, pada tahun 2011 kasus tawuran terjadi sebanyak 339 kali dan jumlah korban jiwa sebanyak 82 orang, sedangkan pada tahun 2012 tawuran terjadi sebanyak 141 kali dengan jumlah korban jiwa sebanyak 16 orang (Sumber: “Data Tawuran Pelajar”, 2012). Perilaku-perilaku yang muncul saat tawuran diantaranya adalah berkata kotor, memprovokasi lawan, memukul, merusak bendabenda di sekitar, melempar batu, mengeroyok lawan hingga menggunakan senjata tajam (Oesman, 2010). Dampak yang ditimbulkan dari perilaku-perilaku tersebut diantaranya, rusaknya benda-benda di sekitar lokasi terjadinya tawuran, aktivitas di sekitar lokasi tawuran yang terganggu, banyaknya korban luka hingga tidak sedikit pula korban jiwa. Dampak-dampak tersebut melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Para pelaku yang terlibat tawuran dapat dikenakan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Perilaku yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum yang dilakukan oleh remaja disebut sebagai kenakalan remaja (Sarwono, 2010). Kenakalan remaja biasa disebut juga juvenile delinquency atau yang dalam bahasa Indonesia disebut perilaku delinkuensi remaja. Loeber, Slot dan Stouthamer-Loeber (2006) memetakan tiga jalur perkembangan perilaku anti sosial menjadi perilaku delinkuen serius. Jalur pertama yaitu jalur konflik dengan pihak otoritas yang muncul sebelum usia 12 tahun, dengan perilaku seperti keras kepala, sulit diatur, kemudian meningkat menjadi perilaku menyimpang dan menghindari pihak otoritas seperti membolos sekolah. Jalur kedua disebut jalur covert jalur tersebut dimulai sebelum usia 15 tahun dengan bentuk perilaku seperti sering Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
membohongi orangtua, mencuri barang dari toko, perusakan barang-barang hingga perampokan. Jalur ketiga yaitu jalur overt dimana bentukbentuk perilaku yang muncul diantaranya bullying, terlibat dalam perkelahian antar kelompok dan penyerangan dengan senjata tajam. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengasuhan memiliki hubungan dengan perilaku delinkuensi remaja. Dalam pengasuhan orangtua, terdapat dua dimensi yaitu dukungan dan kontrol. Barber dkk (1994) dalam Kakihara (2009) membedakan kontrol perilaku dan kontrol psikologis. Kontrol perilaku berfokus pada mengatur perilaku remaja dengan menciptakan struktur regulasi melalui beberapa tindakan seperti mengawasi, menentukan batas, dan menetapkan aturan. Kontrol psikologis mengacu pada usaha orangtua untuk mengontrol perilaku dengan memanipulasi emosi, pikiran, perasaan dan ide-ide dengan menerapkan beberapa teknik berupa ekspresi kekecewaan, campur tangan orangtua, penumbuhan rasa bersalah, penarikan rasa sayang serta teknik-teknik lainnya untuk menumbuhkan rasa bangga, bersalah dan malu (Miller-Day dan Lee, 2001 dalam Segrin dan Flora, 2005). De kemp, Scholte, Overbeek dan Engels (2006) dalam hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa pengasuhan secara langsung berkaitan dengan perilaku delinkuensi. Penelitian ini juga menemukan bahwa dukungan dan pengawasan orangtua berhubungan dengan menurunnya level perilaku delinkuensi remaja pada interval 6 bulan berikutnya. Penelitian lainnya oleh Ingram, Patchin, Huebner, Mc Cluskey dan Bynum (2007) menyatakan bahwa variabel-variabel yang berasal dari orangtua secara tidak langsung berhubungan dengan perilaku delinkuensi serius. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peran pengawasan orangtua adalah komponen penting untuk memahami perilaku anti sosial yang dilakukan remaja, dan secara keseluruhan hubungan keluarga yang kuat dan pengawasan orangtua dapat mengurangi kesempatan memiliki hubungan negatif dengan teman sebaya yang kemudian menyebabkan remaja melakukan perilaku delinkuensi. Sebuah meta analisis yang dilakukan oleh
2
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kontrol Orangtua dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuensi pada Remaja yang pernah Terlibat Tawuran
Hoeve, Dubas, Eichelsheim, van der Laan, Smeenk dan Gerris (2009) mendukung hasil penelitian sebelumnya bahwa pengasuhan berhubungan dengan perilaku delinkuensi. Dari metaanalisis ini juga ditemukan bahwa pengawasan orangtua, baik pengawasan aktif oleh orangtua, pengetahuan orangtua tentang anaknya dan keterbukaan anak memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku delinkuensi, utamanya perilaku delinkuensi yang tampak (overt delinquency). Penelitian lainnya tentang perilaku delinkuensi anak dan remaja dilakukan oleh Astuti (2004). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peran orangtua cukup memberikan pengaruh terhadap munculnya gejala perilaku delinkuensi remaja. Orangtua yang menjalankan pola asuh permisif memberikan pengaruh yang paling besar dalam munculnya perilaku delinkuensi anak dan remaja. Dalam pola asuh permisif, orangtua membiarkan anak tanpa bimbingan dan pengarahan. Tujuan Penelitian Peneliti menemukan kenyataan bahwa remaja yang terlibat tawuran memiliki intensitas bertemu dengan orangtuanya setiap hari, dan topik yang dibicarakan diantaranya tentang masalah pribadi dan tentang pergaulan di sekolah (Oesman, 2010). Kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa orangtua para remaja yang pernah melakukan perilaku delinkuensi memiliki kesempatan yang cukup untuk dapat melakukan kontrol terhadap perilaku anaknya. Sedangkan, teori tentang perilaku delinkuensi remaja yang diungkapkan oleh Loeber, Slot, dan Loeber-Stouthamer (2006) menyebutkan bahwa pengawasan orangtua yang rendah merupakan salah satu faktor resiko terjadinya bentuk perilaku delinkuensi. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kenyataan dengan teori. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menguji secara empirik ada atau tidaknya hubungan negatif antara persepsi terhadap kontrol orangtua dengan kecenderungan perilaku delinkuensi pada remaja yang pernah terlibat tawuran Kontrol orangtua yang digunakan dalam penelitian ini adalah kontrol perilaku. Kontrol 3
perilaku orangtua mengacu pada perilakuperilaku orangtua yang bertujuan agar perilaku anaknya sesuai dengan norma keluarga dan norma sosial yang berlaku (Barber, 1996 dalam Barber 2005). Perilaku-perilaku kontrol orang tua diantaranya memberikan batasan terhadap perilaku anak dan mengawasi aktivitas anak. Penelitian ini membatasi pada perilaku delinkuensi jalur overt atau perilaku delinkuensi yang tampak dengan alasan perilaku delinkuensi jalur overt atau jalur tampak merupakan jalur yang paling tinggi tingkatannya. Jalur perilaku delinkuensi tersebut bersifat hierarki, sehingga apabila jalur paling tinggi sudah dilalui maka jalur sebelumnya sudah dialami. Remaja yang perilaku delinkuensi overt tinggi biasanya perilaku delinkuensi covert dan perilaku delinkuensi konflik dengan pihak otoritasnya juga tinggi (Loeber, Wung dkk.; 1993 dalam Loeber, dkk., 2006). Penelitian ini juga membatasi pada remaja yang pernah terlibat tawuran yaitu remaja berusia 15 – 19 tahun yang pernah terlibat dalam perkelahian massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa lainnya (Ridwan, 2006). Penelitian ini membatasi pada remaja yang duduk di bangku Sekolah menengah tingkat lanjut atau tergabung dalam suatu komunitas tertentu yang pernah terlibat dalam tawuran, minimal sebanyak satu kali.
METODE PENELITIAN Variabel bebas (Independent variable) atau variabel X dalam penelitian ini adalah persepsi terhadap kontrol perilaku orangtua. Sedangkan variabel terikat (Dependent variable) atau variable Y dalam penelitian ini adalah kecenderungan perilaku delinkuensi. Definisi operasional kecenderungan perilaku delinkuensi adalah evaluasi positif dari individu, penilaian positif dari orang-orang sekitar individu serta keyakinan dan perasaan mampu untuk melakukan perilaku delinkuensi. Kecenderungan (Ajzen, 1991) dapat dioperasionalkan menjadi 1. Sikap. Penilaian positif atas perilaku delinkuensi dan evaluasi positif terhadap dampak dari perilaku delinkuensi 2. Norma Subjektif. Penilaian positif Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
Andi Maulida Rahmania, Dewi Retno Suminar
terhadap perilaku delinkuensi dari orang-orang signifikan yang ada di sekitar individu 3. Perceived Behavioral Control (PBC). Perasaan mampu untuk melakukan perilaku delinkuensi. Pe r i l a k u y a n g d i m a k s u d d a l a m indikator-indikator di atas adalah perilaku delinkuensi tampak. Perilaku delinkuensi tampak (Loeber, Slot dan Stouthamer-Loeber, 2006) dapat diperasionalkan menjadi 1.Perilaku bullying (mengejek atau mengintimidasi orang lain) 2.Mengganggu orang lain 3.Terlibat dalam perkelahian fisik dengan orang lain 4.Terlibat dalam tawuran Kontrol perilaku dioperasionalkan menjadi pengawasan orangtua atas perilaku anaknya di luar rumah dan pengetahuan orangtua tentang kehidupan anaknya (Barber, 1996; Brown, Mounts, Lamborn dan Steinberg, 1993 dalam Grolnick dan Pomerantz, 2007). Barber dkk (1994) dalam Kakihara (2009) mengatakan kontrol perilaku berfokus pada mengatur perilaku remaja dengan menciptakan struktur regulasi melalui beberapa tindakan seperti mengawasi, menentukan batas perilaku. Kedua indikator di atas dapat dijabarkan melaui beberapa indikator, diantaranya 1. Menentukan batas perilaku : a.Orangtua menetapkan peraturan tentang kegiatan yang diikuti anaknya b.Orangtua menetapkan peraturan tentang jam pulang sekolah c.Orangtua menetakan batasan mengenai jam keluar pada malam hari d.Orangtua menetapkan batasan dengan siapa remaja bergaul dan berhubungan 2. Mengawasi aktivitas anak: a.Orangtua mengetahui keberadaan anak sepulang sekolah b.Orangtua mengetahui kemana anak pergi saat malam hari Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
c.Orangtua mengetahui untuk apa saja uang saku digunakan d.Orangtua mengerti siapa teman anak e.Orangtua mengawasi kegiatan akademik anak di sekolah S a m p e l p e n e l i t i a n ya n g berhasil dikumpulkan oleh peneliti adalah sebanyak 32 remaja yang pernah terlibat tawuran. 27 remaja berasal dari SMK Islam I Blitar dan 5 remaja berasal dari SMK Negeri 1 Blitar. Keterangan bahwa remaja pernah terlibat tawuran didapatkan peneliti melalui informasi dari guru maupun dari teman siswa. Remaja yang menjadi subjek penelitian berusia 15 – 19 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan skala. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua skala untuk mengukur dua macam variabel yang terdiri dari skala persepsi terhadap kontrol perilaku orangtua (r = 0,871) dan skala kecenderungan perilaku delinkuensi pada remaja (r= 0,895). Kedua skala tersebut disusun sendiri oleh peneliti. Peneliti tidak melakukan uji coba alat ukur, melainkan menggunakan metode uji coba terpakai. Uji coba terpakai diterapkan dalam penelitian ini dikarenakan terbatasnya subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan model skala Likert dengan empat pilihan jawaban dari setiap aitem yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju. Te k n i k a n a l i s i s y a n g digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik korelasi Product Moment dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for windows.
HASIL DAN BAHASAN Hasil perhitungan korelasi product moment dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for windows menyebutkan bahwa koefisien korelasi antara persepsi terhadap kontrol perilaku orang tua dengan kecenderungan perilaku delinkuensi sebesar 0,729 dan signifikansi kedua variabel yaitu 0,000 (two tailed). Penelitian ini menggunakan hipotesis
4
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kontrol Orangtua dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuensi pada Remaja yang pernah Terlibat Tawuran
berarah sehingga dalam analisis data peneliti akan menggunakan signifikansi one-tailed (1tailed). Dari tabel di atas diketahui pula bahwa nilai p (sig.) two tailed pada kedua variabel adalah p = 0,000. Maka nilai p (sig.) one tailed adalah 0,000 / 2 = 0,000. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai p (signifikan) adalah 0,000 dan < 0.005 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Koefisien korelasi penelitian ini sebesar 0,729 hal ini menunjukkan bahwa koefisien korelasi penelitian ini tergolong besar dan kedua variabel dalam penelitian ini memiliki korelasi yang tinggi. Selain itu nilai r bertanda negatif (-) hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kedua variabel. Jadi berdasarkan uji korelasi product moment Pearson dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 for Windows dapat disimpulkan bahwa H0 diolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Terdapat hubungan negatif antara persepsi terhadap kontrol orangtua dengan kecenderungan perilaku delinkuensi pada remaja yang pernah terlibat tawuran. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yaitu sebuah meta analisis yang dilakukan oleh Hoeve, Dubas, Eichelsheim, van der Laan, Smeenk dan Gerris (2009) yang menemukan bahwa pengawasan orangtua, baik pengawasan aktif oleh orangtua, pengetahuan orangtua tentang anaknya dan keterbukaan anak memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku delinkuensi remaja, utamanya perilaku delinkuensi remaja yang tampak (overt delinquency). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ingram dkk, 2007 yang menunjukkan bahwa peran pengawasan orangtua adalah komponen penting untuk memahami perilaku anti sosial yang dilakukan remaja, dan secara keseluruhan hubungan keluarga yang kuat dan pengawasan orangtua dapat mengurangi kesempatan memiliki hubungan negatif dengan teman sebaya yang kemudian menyebabkan remaja melakukan perilaku delinkuensi. De kemp, Scholte, Overbeek dan Engels (2006) dalam penelitiannya ini juga menemukan bahwa dukungan dan pengawasan
5
orangtua berhubungan dengan menurunnya level perilaku delinkuensi remaja pada interval 6 bulan berikutnya hal ini membuktikan bahwa adanya kontrol perilaku orangtua atau tingginya kontrol perilaku dapat menurunkan perilaku delinkuensi remaja, hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini. Penelitian ini menggunakan hipotesis berarah, hal ini dipilih karena penelitian ini ingin mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Barber, dkk (1994) dalam Kakihara (2009) yang menyatakan bahwa rendahnya kontrol perilaku meningkatkan perilaku bermasalah eksternal yang dilakukan remaja, dimana salah satu perilaku bermasalah eksternal adalah perilaku delinkuensi remaja. Hal tersebut terjadi karena kontrol perilaku orangtua yang rendah akan mengurangi kapasitas anak untuk meregulasi perilakunya sendiri. Penelitian ini mengambil data dari anak yang diminta untuk mengisi kuisioner tentang kontrol orangtua, hal tersebut mungkin menjadi salah satu faktor mengapa penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Barber, karena pada penelitian-penelitiannya Barber melakukan pengambilan data dari anak, dari orangtua dan melakukan obervasi interaksi antara orangtua dan anak. Loeber, Slot, dan Loeber-Stouthamer (2006) menyebutkan bahwa pengawasan orangtua yang rendah merupakan salah satu faktor resiko atau kondisi yang berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan terjadinya bentuk perilaku delinkuensi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara persepsi terhadap kontrol perilaku orangtua dan kecenderungan perilaku delinkuensi remaja. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2004), yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa orangtua yang menjalankan pola asuh permisif memberikan pengaruh yang paling besar dalam munculnya perilaku delinkuensi pada anak dan remaja. Dalam pola asuh permisif, orangtua membiarkan anak tanpa bimbingan dan pengarahan. Pola asuh permisif yang dimaksud disini adalah pola asuh permisif-tidak peduli. Pada pola asuh permisif tidak peduli, orangtua sangat tidak ikut campur dalam kehidupan Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
Andi Maulida Rahmania, Dewi Retno Suminar
remaja (Maccoby dan Martin, 1983 dalam Santrock, 2003). Dalam hal kontrol perilaku orangtua, orangtua yang sangat tidak ikut campur dalam kehidupan anak terwujud dengan tidak melakukan pembatasan perilaku sama sekali dan tidak melakukan usaha-usaha agar mengetahui serta mengawasi aktivitas anak.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara persepsi terhadap kontrol orangtua dengan kecenderungan perilaku delinkuensi pada remaja yang pernah terlibat tawuran. Hubungan negatif antara persepsi terhadap kontrol orangtua dengan kecenderungan perilaku delinkuensi pada remaja yang pernah terlibat tawuran menunjukkan semakin tinggi persepsi terhadap kontrol orangtua maka semakin rendah kecenderungan perilaku delinkuensi. Penelitian-penelitian selanjutnya terkait dengan kecenderungan perilaku delinkuensi pada remaja yang pernah terlibat tawuran atau pada remaja beresiko lainnya sebaiknya tetap membedakan subjek laki-laki dan perempuan karena kemungkinan besar hasil antara subjek perempuan dan laki-laki berbeda. Untuk melengkapi kekurangan dalam penelitian ini, sebaiknya mencari tahu jumlah pasti remaja yang pernah terlibat tawuran, sehingga jumlah populasi lebih jelas dan dapat diterapkan random sampling sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi tersebut.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
6
Hubungan antara Persepsi Terhadap Kontrol Orangtua dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuensi pada Remaja yang Pernah Terlibat Tawuran
PUSTAKA ACUAN Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes 50, 179 – 211 Astuti, E. S. (2004). Pengaruh pola asuh orang tua terhadap gejala kenakalan anak/remaja dan penanggulangannya. Tesis: Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Dipenegoro, Semarang Barber, B. K., Maughan, S. L., & Olsen, J. A. (2005). Patterns of parenting across adolescence. New Directions for Child and Adolescent Development, 1008, 5 – 16 Data tawuran pelajar selama 2010 – 2012. (2012, 27 September). tvOne News [online]. Diakses pada 27 Oktober 2012. Dari http://video.tvonenews.tv/arsip/view/62132/2012/09/27/data_tawuran_pelajar_selama_20102 012.tvOne De Kemp, R. A. T., Scholte, R.H. J., Overbeek, G.., Engels, & Rutger C. M. E. (2006). Early Adolescent Delinquency : The Role of Parents and Best Friends. Criminal Justice and Behavior 33: 488 Grolnick, W. & Pomerantz, E. (2007). Issues and challange in studying parental control: toward a new conseptualizations. Child Development Perspective Volume 3 number 3, P 165 – 170 Hoeve, M., Dubas, J.S., Eichelsheim, V. I., van der laan, P.H., Smeenk, W., & Gerris, J. R. M. (2009). The relationship between parenting and delinquency: a meta analysis. Journal of Abnormal Child Psychology 37: 749-775 Ingram, J. R., Patchin, J. W., Huebner, B. M., Mc Clusky, J. D., & Bynum, T. S. (2007). Parents, friends and serious delinquency: an examination of direct and indirect effect among at risk early adolescent. Criminal Justice Review Volume 32 no. 4 Kakihara, F. & Tilton-W, L. (2009). Adolescents' interpretations of parental control: differential by domain and types of control. Child Development Volume 80 number 6 p. 1722-1738 Loeber, R., Slot, N. W., & Stouthamer-Loeber,M. (2006). A three dimensional, cimulative developmental model of serious delinquency. Dalam P-O. H.Wikstrom & R. Sampson (eds), The explanation of crime: contexts and mechanism pp(153-194) cambridge england: cambridge university press. Oesman, A. T. (2010). Fenomena tawuran sebagai bentuk agresivitas remaja (kasus dua sma negeri di jakarta selatan). Skripsi: Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor Ridwan, H. K. (2006). Agresi pada siswa-siswa slta yang melakukan dan tidak melakukan tawuran pelajar. Tesis: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Depok Santrock, J. W. (2003). Adolescence perkembangan remaja. Terjemahan: achmad chusairi dan juda damanik, edisi keenam. Jakarta: Erlangga Sarwono, S. W. (2010). Psikologi remaja edisi revisi. Jakarta : Rajawali Pers Segrin, C. & Flora, J. (2005). Family communication. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. 7
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012