45
HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL GENOTIPE PADI DI TIGA LEVEL KETINGGIAN TEMPAT (Correlation of Growth and Yield Components on Yield of Rice Genotypes under Three Different Altitudes ) Sherly Rahayu1,2, Desta Wirnas3 dan Hajrial Aswidinnoor3,*
ABSTRACT The primary environmental factor which causes weather damage is basically low temperatures. It causes yield lost through decreasing of the yield components. This study was aimed to evaluate the phenotypic correlation and broad sense heritability related to low temperature stress condition. Experimental design was randomized complete block design with three replications. The experiment was conducted in rainy season (2011/2012) at three different altitudes areas (Banjaran with 700 m above sea level, Ciburuy with 900 m above sea level and Boyongbong with 1200 m above sea level) used 25 rice genotypes. The result indicated that there were a similar positive correlation of agronomic trait which highly significant for all locations i.e tiller numbers with grain yield, panicle length with flag leaf length, flowering date with grain weight and grain filled percentage with grain filled number and also grain yield. Most of the yield components had broad sense heritability with high category ranged from 0,51 for filled grain numbers to 0,86 for flowering date. Key words: rice, correlation, agronomic trait, low temperature
PENDAHULUAN Berbagai kendala ditemukan dalam rangka melestarikan dan meningkatkan produksi padi di Indonesia. Salah satunya, keterbatasan lahan pertanian yang turut menjadi faktor penghambat budidaya tanaman padi. Berbagai kawasan dengan kondisi yang beragam terus dikembangkan untuk menjadi lahan yang potensial bagi penanaman padi di antaranya daerah dataran tinggi yang merupakan sebagian besar kawasan di Indonesia. Suatu pendekatan yang telah dikaji untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah adalah melalui pendekatan varietas unggul (Balitpa 2003) namun hasil yang didapatkan belum optimal.
1 Mahasiswa S2 Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian , IPB 2 Staf Peneliti, Bidang Pertanian, PATIR, BATAN, Jakarta 3 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB * Penulis untuk Korespondensi (Coresponding Author), email:
[email protected]
46
Di Indonesia lahan dataran tinggi dengan kemiringan > 15% diperkirakan 25,5 juta (Las et al. 1993). Kurang kondusifnya kondisi lingkungan yang meliputi suhu rendah, keterbatasan air, lama penyinaran yang cenderung lebih singkat serta curah hujan yang sedikit memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan padi di kawasan dataran tinggi. Ekosistem dataran tinggi mempunyai rata-rata suhu selama musim pertumbuhan bervariasi dari 15-38°C. Temperatur kritis untuk tanaman padi biasanya di bawah 20°C dan bervariasi menurut fase pertumbuhan. Pada stadia vegetatif tanaman padi, temperatur yang lebih rendah dari 15°C dapat mengurangi tinggi tanaman, pertumbuhan akar dan bobot kering tanaman (Lee 2001). Pengaruh nyata juga terjadi pada karakter panjang malai dan jumlah gabah yang mengalami penurunan (Long et al. 2006). Suhu rendah selama fase reproduksi menyebabkan struktur dan fungsi organ reproduksi menjadi abnormal dan berdampak terhadap proses penyerbukan (Mahajan & Tuteja 2010). Cekaman suhu rendah merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi padi di beberapa negara. Pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas padi yang toleran suhu rendah merupakan pendekatan yang efektif dan bernilai ekonomi untuk menyelesaikan permasalah ini (Jun et al.
2008). Beberapa
karakter yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan produksi padi yaitu jumlah malai, kapasitas sink, jumlah gabah total, panjang malai, efisiensi pengisian gabah yang stabil, dan potensi hasil yang tinggi (Chen 2008). Korelasi antar karakter agronomi dengan hasil perlu dipelajari lebih mendalam karena akan menentukan arah pemuliaan untuk menghasilkan varietas dengan potensial hasil yang tinggi pada lingkungan optimal maupun marginal. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memperoleh informasi mengenai korelasi antar komponen pertumbuhan, komponen hasil dengan hasil genotipe padi dataran tinggi serta mengetahui nilai heritabilitas setiap karakter agronomi pada pengujian tigal level ketinggian tempat.
47
METODE PENELITIAN Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada musim hujan 2011/2012 mulai bulan Oktober 2011 sampai dengan bulan April 2012 di tiga lokasi yaitu Banjaran (700 m dpl), Ciburuy (900 m dpl) dan Boyongbong (1200 m dpl). Waktu penanaman di setiap lokasi berselang 1 minggu. Materi genetik yang digunakan terdiri dari dua puluh lima genotipe yang telah di seleksi berdasarkan keragaan karakter agronomi dan hasil pada MK 2011 (Tabel 7). Penelitian di setiap lokasi dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan 3 ulangan dan genotipe menjadi perlakuan. Satuan percobaan berupa plot yang berukuran 2 m x 5 m. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm, setelah benih semaian berumur 21 hari. Bibit ditanam sebanyak satu bibit per lubang. Tanaman dipupuk dengan dosis 110 kg.ha -1 Urea, 100 kg.ha-1 SP36 dan KCl 100 kg.ha -1. Pemeliharaan tanaman disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pertanaman di lapangan. Panen dilakukan pada saat tanaman telah matang fisiologis, sesuai dengan galur yang diuji, yang ditandai dengan menguningnya bulir gabah.
Pengamatan 1. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang sampai ujung malai 2. Jumlah anakan produktif, dihitung setelah fase pembungaan penuh. 3. Umur berbunga, dihitung jumlah hari dari waktu semai sampai lebih dari 50 % tanaman telah mengeluarkan malai dalam setiap petak. 4. Umur panen, jumlah hari dari waktu semai hingga matang. 5. Panjang malai, diukur dari pangkal hingga ujung malai. 6. Panjang daun bendera, diukur dari pangkal hingga ujung daun bendera. 7. Persentase gabah bernas per malai, dihitung dengan membandingkan jumlah gabah isi dengan jumlah gabah total per malai dikali 100%. 8. Bobot 1000 biji (g). 9. Hasil (ton/ha), dihitung per plot.
48
Tabel 7 Genotipe padi dataran tinggi yang digunakan dalam penelitian pada MH 2011/2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Genotipe C4-30-21 C8-10-25 RB-30-82 RB-10-95 RB-10-98 KN-10-111 KN-20-124 KN-20-127 PK-30-131 PK-20-133 C3-10-171 KN-30-186 OS-30-199 KK-10-249 CM-20-251 IPB97-F-13 IPB117-F-20 IPB117-80-2 IPB117-7-7 IPB117-F-15-4 Kuning Kutu Randah Batu Hampa Kuriek Kusuik Sarinah
Dosis Radiasi (kGy) 0.3 0.1 0.3 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.3 0.2 0.1 0.3 0.3 0.1 0.2
Generasi M6 M6 M6 M6 M6 M6 M6 M6 M6 M6 M6 M6 M6 M6 M6 Galur murni F8 F8 F8 F8
Induk/Tetua Ciburuy 4 Ciburuy 8 Randah Batu Hampa Randah Batu Hampa Randah Batu Hampa Kuning Kuning Kuning Kutu Kutu Ciburuy 3 Kuning Osog Kuriek Kusuik Ceredek Merah IPB6-d-10s-1-1 x Fatmawati Pulu Mandoti x Fatmawati Pulu Mandoti x Fatmawati Pulu Mandoti x Fatmawati Pulu Mandoti x Fatmawati Padi Lokal Dataran Tinggi Padi Lokal Dataran Tinggi Padi Lokal Dataran Tinggi Padi Lokal Dataran Tinggi Varietas Pembanding
Pengolahan Data Data yang telah direkapitulasi dianalisis melalui perangkat lunak SAS dengan tahapan berikut :
1.
Analisis ragam pada masing-masing lokasi Sidik ragam digunakan untuk melihat keragaman yang terdapat diantara
genotipe. Analisis ragam setiap karakter genotipe padi pada masing-masing lokasi dilakukan mengikuti metode yang dikemukakan oleh Singh dan Chaudhary (1979) dan Falconer (1989).
2.
Analisis ragam gabungan Analisis ragam gabungan dilakukan untuk mengetahui pengaruh lingkungan.
49
3.
Studi keragaman dengan melibatkan G x E Menurut Hallauer dan Miranda (1995), ragam fenotipik ( p2 ), ragam
genotipik ( g2 ), ragam interaksi ( g2l ) dihitung sebagai berikut:
p2
2 = g + ( gl2 / l) + ( e2 / rl)
g2
= (M3 – M2) / rl
gl2
= (M2 – M1) / r
e2
= M1/rl
Menurut Sing dan Chaudhary (1979) nilai duga heritabilitas dan kriterianya dihitung dengan menggunakan rumus : 2 hbs
g2 p2
Kriteria nilai heritabilitas (Stanfield 1983): h2> 0.5 (heritabilitas tinggi), 0.2 > h2 > 0.5 (heritabilitas sedang), h2 < 0.2 (heritabilitas rendah). Koefisien keragaman genetik diduga berdasarkan ragam genotipik ( g2 ). Standar deviasi ragam genetik dapat menentukan luas atau sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter menggunakan rumus berikut:
2 g
2
=
(rl ) 2
M 32 M 22 (Hallauer dan Miranda 1995). db 2 db 2 gl g
g2 > 2 : keragaman genetik luas; g2 < 2 : keragaman genetik sempit. 2 g
2 g
Keterangan : M3= kuadrat tengah genotipe; M2= kuadrat tengah genotipe x lokasi; R= banyaknya ulangan; L= banyaknya lokasi; dbg= derajat bebas genotipe; dbgl = derajat bebas genotipe x lokasi
4.
Korelasi Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui karakter yang berkaitan
dengan karakter utama, yaitu untuk memperbaiki respon ikutan dalam penerapan seleksi tak langsung. Analisis korelasi dihitung berdasarkan (Gaspersz 1992):
50
rxy
n xiyi ( xi )( yi ) [n x ( xi ) 2 ][(n yi2 ( yi ) 2 ] 2 i
Keterangan: rxy = korelasi variabel X dan Y; n= jumlah objek pengamatan; x= nilai
variabel X; dan y=nilai variabel Y
5.
Analisis Lintasan (path analysis) Analisis lintasan digunakan untuk mengetahui kontribusi suatu variabel
bebas terhadap variabel respon apakah berpengaruh langsung atau tidak langsung. Analisis lintasan berdasarkan persamaan simultan (Gasperz 1992) seperti berikut: r 11r 12 r 1 p C 1 r 1 y r 21r 22 r 20 C 2 r 2 y rp1rp 2 rpp C 3 rpy Rx C Ry
Keterangan: Rx = matriks korelasi antar variabel bebas dalam model regresi berganda yang memiliki p buah variabel bebas sehingga merupakan matriks dengan elemnen-elemen Rxixj (i,j=1,2,...,p)
C = vektor koefisien lintasan yang menunjukan pengaruh langsung dari setiap variabel bebas yang telah dibakukan Ry = vektor koefisien korelasi antar variabel bebas Xi (i=1,2,...p) dan variabel tak bebas Y
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian genotipe padi pada tiga ketinggian tempat menghasilkan perbedaan keragaan karakter agronomi. Semua karakter agronomi yang diamati memiliki pengaruh genotipe yang berbeda nyata (P <0.0001) di ketinggian 700 m dpl. Koefisien keragaman tergolong rendah berkisar antara 0.44% pada karakter umur panen hingga 17.78% pada karakter jumlah gabah bernas (Tabel 8). Nilai koefisien keragaman dengan kategori sedang terdapat pada karakter jumlah anakan produktif sebesar 23,19% dan karakter gabah bernas per malai sebesar 27,54% di ketinggian 900 m dpl. Karakter agronomi yang memiliki
51
keragaman diantara genotipe yang tidak berbeda nyata di ketinggian 1200 m dpl yaitu jumlah anakan produktif dan panjang malai. Karakter jumlah gabah bernas memiliki koefisien keragaman yang tergolong sedang (33.77%) sedangkan karakter agronomi lainnya memiliki koefisien keragaman yang tergolong rendah. Ketinggian tempat berkait erat dengan suhu dan berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Karakter
tinggi tanaman berkorelasi positif
dengan penurunan suhu. Semakin tinggi suatu tempat, memiliki suhu yang semakin rendah dan menyebabkan berkurangnya tinggi tanaman. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 8, tinggi tanaman rata-rata yaitu 121,39 cm (di ketinggian 700 m dpl), 109,9 cm (di ketinggian 900 m dpl) dan 100,33 cm (di ketinggian 1200 m dpl). Jumlah gabah bernas terbanyak terdapat di ketinggian 700 m dpl (155 butir per malai), sedangkan di ketinggian 900 m dpl dan 1200 m dpl memiliki rata-rata jumlah gabah bernas yang sama, masing-masing 91 butir per malai. Berbeda dengan jumlah anakan produktif, pada ketinggian 1200 m dpl memiliki jumlah anakan paling banyak (23 anakan per rumpun) diikuti oleh ketinggian 900 m dpl dan 700 m dpl. Karakter panjang daun bendera di ketinggian 900 m dpl lebih panjang (33,39 cm) dibandingkan dengan ketinggian 700 m dpl (31,16 cm) dan ketinggian 1200 m dpl (27,19 cm). Persentase gabah bernas juga menunjukkan korelasi positif dengan suhu rendah. Semakin rendah suhu maka persentase gabah bernas semakin berkurang, seperti dapat dilihat pada Tabel 8, untuk ketinggian 700, 900 dan 1200 m dpl masing-masing memiliki persentase gabah bernas sebesar 77,17%; 65,37% dan 63,03%. Hal serupa terjadi pada karakter panjang malai dan bobot 1000 butir. Nilai rata-rata panjang malai yang tinggi terdapat di ketinggian 700 m dpl (26,25 cm) diikuti ketinggian 900 m dpl (25,15 cm) dan ketinggian 1200 m dpl (22,67 cm). Terdapat perbedaan pengaruh ketinggian tempat terhadap umur berbunga dan umur panen. Umur berbunga dan umur panen yang paling dalam terdapat di ketinggian 900 m dpl yaitu 116 (HSS) dan 146 HSS sedangkan di ketinggian 700 m dpl memiliki rata-rata umur berbunga dan umur panen masing-masing 111 HSS dan 139 HSS, namun di ketinggian 1200 m dpl memiliki umur berbunga dan umur panen yang lebih genjah dibandingkan dengan ketinggian 900 m dpl, yaitu 114 HSS dan 140 HSS.
52
52
Tabel 8 Analisis ragam karakter agronomi genotipe padi dataran tinggi di tiga lokasi dengan perbedaan ketinggian tempat Sumber Keragaman
TT
GI
JAP
PDB
PGI
PM
SB
UB
UP
62.27 tn
321.79 tn
56.52**
7.99 tn
269.61*
4.37 tn
2.58 tn
11.16tn
2.41tn
585.02**
4398.87**
44.98**
46.35**
485.56**
12.93**
13.89**
50.14**
17.2**
82.21
759.33
9.77
9.24
82.79
1.56
2.76
0.67
0.39
7.47
17.78
16.44
9.76
11.79
4.71
6.68
0.73
0.44
Rata-rata
121.39
155.01
19.01
31.16
77.17
26.25
24.91
111.6
139.57
Sumber Keragaman
TT
Lokasi Banjaran (700 m dpl) Kelompok Genotipe Galat KK
GI
JAP
PDB
PGI
PM
SB
UB
UP
Lokasi Ciburuy (900 m dpl) Kelompok
543.72**
729.91tn
34.12 tn
26.86 tn
41.05 tn
0.67 tn
0.84 tn
14.25**
3.16*
Genotipe
390.5**
4290.79**
27.99 tn
53.89**
1501.93**
6.26**
25.32**
175.69 tn
56.76**
73.92
633.09
19.52
13.91
44.94
1.19
1.89
6.21
0.67
7.82
27.54
23.19
11.17
10.26
4.34
5.88
2.13
0.56
109.9
91.35
19.05
33.39
65.37
25.15
23.39
116.81
146.04
Galat KK Rata-rata Sumber Keragaman
TT
GI
JAP
PDB
PGI
PM
SB
UB
UP
Lokasi Boyongbong (1200 m dpl) 57.23 tn
2530.12 tn
69.97*
27.12 tn
308.41 tn
0.95 tn
2.02 tn
220.17**
0.16 tn
217.16**
3573.05**
20.04 tn
39.11**
1283.39**
4.93 tn
6.48*
32.43 tn
46.8**
Galat
62.6
951.39
18.99
14.53
135.83
4.28
3.46
18.89
0.24
KK
7.89
33.77
18.56
14.02
18.49
9.12
8.08
3.8
0.35
100.33
91.33
23.48
27.19
63.03
22.67
23.03
114.29
140.64
Kelompok Genotipe
Rata-rata
Keterangan: TT=tinggi tanaman (cm), GI = gabah bernas, JAP=jumlah anakan produktif, PDB=panjang daun bendera (cm), PGI=persentase gabah bernas, PM=panjang malai (cm), SB=bobot 1000 butir (g), UB= umur berbunga, UP=umur panen, KK=koefisien keragaman, tn=tidak berbeda nyata, *)=berbeda nyata, P<0.05, **)=berbeda nyata, P<0.01
53
Korelasi antara karakter agronomi sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan genotipe. Karakter tinggi tanaman memiliki korelasi negatif dan sangat nyata dengan karakter persentase gabah bernas (-0,32) dan jumlah gabah bernas (-0,61) serta berkorelasi positif dan nyata dengan karakter umur berbunga (0,27) di ketinggian 700 m dpl. Karakter jumlah anakan produktif berkorelasi positif dan nyata dengan produksi GKG (0,81) dan berkorelasi negatif dan nyata dengan karakter panjang malai (-0,42) dan bobot 1000 butir (-0,58) dapat dikatakan bahwa di ketinggian 700 m dpl, semakin banyak jumlah anakan maka produksi semakin meningkat tetapi terjadi penurunan bobot 1000 butir dan panjang malai. Korelasi positif dan nyata terdapat pada karakter panjang malai dengan beberapa karakter yaitu; panjang daun bendera (0,64), umur berbunga (0,33) dan bobot 100 butir (0,56), namun berkorelasi negatif dengan persentase gabah bernas (-0,63) dan produksi GKG (-0,55) (Tabel 9). Karakter umur berbunga memiliki nilai korelasi yang sama namun berbanding terbalik dengan karakter persentase gabah bernas (-0,37) dan bobot 1000 butir (0,37). Dapat diartikan bahwa, penundaan umur berbunga menyebabkan persentase gabah bernas semakin rendah tetapi bobot 1000 butir semakin meningkat. Tidak terdapat korelasi yang nyata pada karakter umur panen dengan karakter agronomi lainnya. Karakter persentase gabah bernas menentukan produksi GKG, hal ini ditunjukan dengan korelasi yang positif dan sangat nyata di antara dua karakter (0,69) dan gabah bernas (0,32) tetapi berkorelasi negatif dan nyata dengan bobot 1000 butir (-0,36). Nilai korelasi antar dua karakter yang semakin mendekati +1 atau -1 mengindikasikan semakin dekatnya hubungan diantara kedua karakter tersebut (Mattjik dan Sumertajaya 2008). Karakter tinggi tanaman berkorelasi positif dan sangat nyata dengan karakter umur panen (0,30), persentase gabah bernas (0,47) dan produksi GKG (0,50), tetapi berkorelasi negatif dan nyata dengan bobot 1000 butir (-0,32) di ketinggian 900 m dpl (Tabel 10). Panjang malai berkorelasi negatif dan nyata dengan persentase gabah bernas (-0,47) dan produksi GKG (-0,33). Dapat diartikan bahwa semakin panjang malai maka semakin tinggi jumlah gabah hampa dan terjadi penurunan angka produksi. Serupa dengan di ketinggian 700 m dpl, dimana umur panen tidak memiliki korelasi yang nyata dengan karakter agronomi
54
lainnya. Persentase gabah bernas memiliki korelasi negatif dan sangat nyata dengan bobot 1000 butir (-0,75) tetapi berkorelasi positif dan sangat nyata dengan jumlah gabah bernas dan produksi GKG masing-masing 0,65 dan 0,74. Sebagian besar karakter agronomi memiliki hubungan korelasi yang tidak nyata di ketinggian 1200 m dpl (Tabel 11). Korelasi positif dan nyata hanya terdapat pada karakter tinggi tanaman dengan jumlah gabah bernas (0,40), jumlah anakan produktif terhadap produksi GKG (0,32), karakter panjang malai dengan panjang daun bendera (0,38), umur berbunga dengan bobot 1000 butir (0,31), persentase gabah bernas dengan jumlah gabah bernas (0,58) dan produksi GKG (0,83). Korelasi negatif dan nyata hanya terdapat pada karakter tinggi tanaman terhadap jumlah anakan produktif (-0,25). Karakter jumlah anakan produktif, jumlah gabah bernas dan persentase gabah bernas memiliki kontribusi yang besar terhadap produksi di lingkungan dengan cekaman suhu rendah di ketinggian 1200 m dpl pada MK 2011. Fageria (2007) melaporkan bahwa kultivar dengan jumlah anakan yang banyak akan lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki anakan sedikit pada lingkungan bercekaman, karena dapat mengimbangi produksi, namun pada lingkungan optimal tidak memiliki pengaruh nyata. Kemampuan tanaman menghasilkan anakan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan malai yang berkorelasi kuat dengan hasil (Miller et al. 1991). Jumlah anakan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti cahaya, suhu, densitas tanaman dan nutrisi (Wu et al. 1998). Karakter persentase gabah bernas merupakan karakter utama pada lingkungan dengan cekaman suhu rendah, yang memiliki kontribusi di lingkungan optimal sebesar 4%, sedangkan di lingkungan marginal jauh lebih besar yaitu sebesar 69%, sehingga (Khush 1999). Keeratan hubungan diantara dua karakter lebih banyak terdapat di ketinggian 700 m dpl. Beberapa karakter agronomi memiliki korelasi positif sangat nyata yang sama di ketiga lokasi yaitu diantara karakter jumlah anakan produktif dengan produksi GKG, panjang malai dengan panjang daun bendera, karakter umur berbunga dengan bobot 1000 butir, karakter persentase gabah bernas dengan jumlah gabah bernas dan produksi GKG.
55
Tabel 9 Nilai koefisien korelasi karakter agronomi galur padi dataran tinggi di ketinggian 700 m dpl JAP PM PDB UB UP PGI SB GI PRO
TT
JAP
PM
PDB
UB
UP
PGI
SB
GI
0,25* -0,03tn -0,06tn 0,27* 0,21tn -0,32** -0,16* -0,61** 0,07tn
-0,42** -0,26tn -0,06tn 0,04tn 0,29* -0,58** -0,20tn 0,81**
0,64** 0,33** -0,10tn -0,63** 0,56** 0,21tn -0,55**
0,15tn -0,15tn -0,43** 0,41** 0,21tn -0,35**
0,58** -0,37** 0,37** -0,25* -0,04tn
0,09tn -0,02tn -0,13tn 0,18tn
-0,36** 0,32** 0,69**
0,17tn -0,37**
0,01tn
Keterangan: TT=Tinggi Tanaman; JAP=Jumlah Anakan Produktif; PM=Panjang Malai; PDB= Panjang Daun Bendera; UB=Umur Berbunga; UP=Umur Panen; PGI=Persentase Gabah Isi; SB=Bobot 1000 butir;GI=Gabah Isi.*)berkorelasi nyata pada taraf 5%; **)berkorelasi nyata pada taraf 1%.
Tabel 10 Nilai koefisien korelasi karakter agronomi galur padi dataran tinggi di ketinggian 900 m dpl TT JAP PM PDB UB UP PGI SB GI JAP PM PDB UB UP PGI SB GI PRO
0,04 tn -0,13 tn 0,12 tn 0,05 tn 0,30** 0,47** -0,32** 0,16 tn 0,50**
0,09 tn 0,11 tn 0,19 tn 0,07 tn -0,13tn 0,08 tn -0,05tn 0,48**
0,32** 0,04 tn -0,11 tn -0,47** 0,56** -0,19 tn -0,33**
-0,30** -0,30** 0,09 tn -0,02 tn 0,09 tn 0,10 tn
0,75** -0,26* 0,30** -0,11 tn 0,03 tn
-0,10 tn 0,15 tn 0,07 tn 0,14 tn
-0,75** 0,65** 0,74**
-0,48** -0,45**
0,50**
Keterangan: TT=Tinggi Tanaman; JAP=Jumlah Anakan Produktif; PM=Panjang Malai;PDB= Panjang Daun Bendera ; UB=Umur Berbunga; UP=Umur Panen; PGI=Persentase Gabah Isi; SB=Bobot 1000 butir;GI=Gabah Isi. *)berkorelasi nyata pada taraf 5%; **)berkorelasi nyata pada taraf 1%.
Tabel 11 Nilai koefisien korelasi karakter agronomi galur padi dataran tinggi di ketinggian 1200 m dpl TT JAP PM PDB UB UP PGI SB GI JAP PM PDB UB UP PGI SB GI PRO
-0,25* 0,08 tn 0,21 tn 0,19 tn -0,05 tn 0,23 tn 0,17 tn 0,40** 0,15 tn
-0,03 tn -0,20 tn -0,14 tn 0,16 tn -0,11 tn -0,19 tn -0,19 tn 0,32**
0,38** 0,13 tn 0,06 tn -0,20 tn -0,08 tn 0,22 tn -0,17 tn
0,14 tn 0,16 tn -0,03 tn 0,11 tn 0,25* -0,09 tn
0,09 tn -0,01 tn 0,31** -0,12 tn 0,03 tn
0,16 tn -0,07 tn -0,12 tn 0,29*
0,04 tn 0,58** 0,83**
0,02 tn 0,16 tn
0,38**
Keterangan: TT=Tinggi Tanaman; JAP=Jumlah Anakan Produktif; PM=Panjang Malai; PDB= Panjang Daun Bendera; UB=Umur Berbunga; UP=Umur Panen; PGI=Persentase Gabah Isi; SB=Bobot 1000 butir;GI=Gabah Isi.*) berkorelasi nyata pada taraf 5%; **) berkorelasi nyata taraf 1%.
56
Perbandingan antara besaran ragam genotipe dengan besaran total ragam fenotipe suatu tipe dinyatakan oleh nilai heritabilitas. Nilai ini dapat menjelaskan seberapa besar peranan suatu genotipe terhadap fenotipe tanaman di lapangan dibandingkan dengan faktor lingkungan (Fehr 1987). Karakter jumlah anakan produktif, panjang malai, panjang daun bendera dan umur panen mempunyai nilai heritabilitas sedang yang berkisar antara 0,42–0,49. Karakter lainnya memiliki nilai heritabilitas tinggi yang berkisar 0,5 - 0,86 (Tabel 12). Tabel 12 Parameter genetik komponen pertumbuhan, komponen hasil dan hasil padi dataran tinggi di tiga ketinggian tempat Karakter Produksi TT JAP PM PDB UB UP PGI SB GI GTO LP
2G 0,37 50,92 4,61 0,48 2,88 14,75 1,40 118,83 2,48 182,32 785,35 7,54
2GL 0,38 27,48 15,33 2,26 9,95 10,43 8,47 175,93 1,58 471,11 1180,92 35,57
2P 0,48 60,71 9,41 1,13 5,86 17,20 3,12 163,19 2,92 360,13 1145,05 15,04
h2BS 0,77 t 0,84 t 0,49 s 0,42 s 0,49 s 0,86 t 0,45 s 0,73 t 0,85 t 0,51 t 0,69 t 0,50 t
KKG (%) 16,51 t 6,81 ar 9,44 ct 2,82 r 5,44 ar 3,43 r 0,84 r 16,59 t 6,64 ar 11,66 ct 16,47 t 9,43 ct
KKF (%) 18,80 7,43 13,48 4,32 7,75 3,71 1,26 19,44 7,20 16,39 19,88 13,32
Keterangan: σ2G=Ragam genotipe, σ2GL=Ragam GxE, σ2P=Ragam fenotipe, h2BS=Heritabilitas dalam arti luas (t tinggi, s sedang, r rendah), KKG=Koefisien keragaman genetik (%) (ct cukup tinggi, t tinggi, ar agak rendah, r rendah), KKF=Koefisien keragaman fenotipe (%), x=nilai rata-rata. TT=Tinggi Tanaman; JAP=Jumlah Anakan Produktif; PM=Panjang Malai; PDB= Panjang Daun Bendera; UB=Umur Berbunga; UP=Umur Panen; PGI=Persentase Gabah Isi; SB=Bobot 1000 butir; GI=Gabah Isi.
Nilai KKG dapat mengukur keragaman genetik suatu sifat dan dapat membandingkan keragaman genetik berbagai sifat tanaman. Karakter dengan KKG relatif rendah dan agak rendah digolongkan sebagai sifat variabilitas genetik sempit dan karakter dengan kriteria KKG relatif cukup tinggi dan tinggi digolongkan sebagai karakter variabilitas genetik luas (Murdaningsih et al. 1990). Nilai KKG yang tinggi terdapat pada karakter produksi, persentase gabah isi dan jumlah gabah total masing-masing 16,51%, 16,59% dan 16,47%. Karakter jumlah anakan produktif, gabah bernas dan lama pengisian memiliki nilai KKG dengan kategori cukup tinggi. Karakter tinggi tanaman, panjang daun bendera dan bobot 1000 butir tergolong agak rendah, sedangkan karakter lainnya seperti panjang malai, umur berbunga dan umur panen
57
mempunyai nilai KKG pada kategori rendah yang berkisar 0,84 - 3,43. Nilai KKF menggambarkan keragaman fenotipe, nilai KKF berkisar antara 3,71% (umur berbunga) sampai dengan 19,88% (jumlah gabah total per malai). Karakter yang memiliki korelasi nyata dilanjutkan dengan analisis lintasan (path way analysis) untuk mengetahui besarnya kontribusi karakter tersebut terhadap hasil. Analisis lintasan berisi informasi pengaruh langsung dan tidak langsung antara variabel bebas dan variabel respon (Singh dan Chaudary 1979). Hasil analisis lintasan untuk lokasi di ketinggian 700 m dpl menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang besar dan bernilai positif terhadap hasil pada karakter jumlah anakan produktif (0,79), persentase gabah bernas (0,61) dan bobot 1000 butir (0,30) (Tabel 13). Nilai pengaruh langsung karakter jumlah anakan produktif sebesar 0,79 dapat diartikan bahwa setiap kenaikan satu simpangan baku jumlah anakan produktif akan menaikkan hasil sebesar 0,79 simpangan baku. Nilai koefisien korelasi sangat nyata untuk karakter panjang malai terhadap hasil, tetapi memiliki pengaruh langsung dengan nilai yang rendah (-0,03) serta pengaruh total yang tinggi (-0,55). Hal ini dapat dijelaskan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung karakter panjang malai melalui karakter agronomi lainnya yaitu pada karakter jumlah anakan produktif (-0,33) dan persentase gabah bernas (-0,33). Karakter bobot 1000 butir memiliki pengaruh langsung yang besar dan bernilai positif terhadap hasil (0,30) dan pengaruh tidak langsung yang besar dan bernilai negatif melalui karakter jumlah anakan produktif (-0,46) mengindikasikan bahwa kontribusi karakter bobot 1000 butir bernilai besar terhadap hasil secara langsung, selain itu juga disalurkan melalui jumlah anakan produktif yang dihasilkan lebih sedikit (Tabel 13). Pengaruh langsung yang besar dan bernilai positif terhadap hasil di ketinggian 900 m dpl terdapat pada karakter jumlah anakan produktif (0,58), umur panen (0,14), persentase gabah bernas (0,98) dan bobot 1000 butir (0,26) (Tabel 14). Karakter tinggi tanaman memiliki nilai koefisien korelasi yang tinggi terhadap hasil (0,50) seperti yang disajikan pada Tabel 10, namun memiliki pengaruh langsung yang rendah (0,05) dan pengaruh tidak langsung yang besar yang disalurkan melalui karakter persentase gabah bernas (0,46). Nilai koefisien
58
korelasi karakter bobot 1000 butir yang bernilai negatif terhadap hasil (-0,45) (Tabel 10) berbeda dengan nilai pengaruh langsung karakter tersebut terhadap hasil (0,26). Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya pengaruh tidak langsung yang besar dan bernilai negatif yaitu melalui karakter persentase gabah bernas (-0,74). Hal serupa dengan karakter jumlah gabah bernas yang memiliki pengaruh langsung yang sangat rendah (-0,01) tetapi memiliki pengaruh total yang besar (0,50) yang disalurkan melalui karakter persentase gabah bernas sebesar 0,63. Karakter persentase gabah bernas memiliki kontribusi besar secara tidak langsung yang bernilai positif maupun negatif terhadap hasil melalui karakter lainnya. Terdapat beberapa karakter yang memiliki pengaruh langsung yang besar dan bernilai positif di ketinggian 1200 m dpl, yaitu karakter jumlah anakan produktif (0,44) dan persentase gabah bernas (0,90). Hal ini konsisten dengan nilai korelasi antar karakter tersebut terhadap hasil yang memiliki hubungan yang erat seperti yang disajikan pada Tabel 11. Hanya terdapat satu karakter yang memiliki pengaruh tidak langsung yang besar terhadap hasil yaitu persentase gabah bernas melalui jumlah gabah bernas (0,52) (Tabel 15). Analisis lintasan pada tiga lokasi dengan ketinggian yang berbeda mengindikasikan bahwa di ketinggian 700 m dpl terdapat lebih banyak karakter yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap hasil. Terdapat tiga karakter yang memiliki pengaruh langsung yang besar dan bernilai positif serta sama di ketiga ketinggian tempat yaitu karakter jumlah anakan produktif, persentase gabah isi dan bobot 1000 butir.
Tabel 13 Pengaruh langsung dan tidak langsung antara komponen pertumbuhan, komponen hasil terhadap hasil di ketinggian 700 m dpl Variabel bebas dibakukan Pengaruh langsung
Pengaruh tidak langsung melalui variabel Zi
Z1
Z3 0.00
Z4 0.00
Z5 0.02
Z6 0.01
Z7 -0.19
Z8 -0.05
Z9 0.00
Pengaruh Total 0.07
Z1
0,08
-
Z2 0.20
Z2
0,79
0.02
-
0.01
0.00
0.00
0.00
0.18
-0.17
0.00
0.81
Z3
-0,03
0.00
-0.33
-
0.00
0.03
0.00
-0.38
0.17
0.00
-0.55
Z4
0,01
0.00
-0.20
-0.02
-
0.01
0.00
-0.26
0.12
0.00
-0.35
Z5
0,09
0.02
-0.04
-0.01
0.00
-
0.02
-0.22
0.11
0.00
-0.04
Z6
0,03
0.02
0.03
0.00
0.00
0.05
-
0.05
-0.01
0.00
0.18
Z7
0,61
-0.03
0.23
0.02
0.00
-0.03
0.00
-
-0.11
0.00
0.69
Z8
0,30
-0.01
-0.46
-0.02
0.00
0.03
0.00
-0.22
-
0.00
-0.37
Z9
0,01
-0.05
-0.15
-0.01
0.00
-0.02
0.00
0.19
0.05
-
0.01
Keterangan: Z1=tinggi tanaman, Z2=jumlah anakan produktif, Z3=panjang malai, Z4=panjang daun bendera, Z5=umur berbunga, Z6=umur panen, Z7=persentase gabah bernas, Z8=bobot 1000 butir dan Z9=gabah bernas. 59
60
60
Tabel 14 Pengaruh langsung dan tidak langsung antara komponen pertumbuhan, komponen hasil terhadap hasil di ketinggian 900 m dpl Pengaruh tidak langsung melalui variable Zi Z3 Z4 Z5 Z6 Z7
Variabel bebas Pengaruh dibakukan langsung
Z1
Z2
Z1
0.05
-
0.02
0.00
0.00
0.00
0.04
Z2
0.58
0.00
-
0.00
0.00
0.00
Z3
-0.04
-0.01
0.05
-
0.00
Z4
0.00
0.01
0.06
-0.01
Z5
-0.01
0.00
0.11
Z6
0.14
0.02
Z7
0.98
Z8 Z9
Z8
Z9
Pengaruh Total
0.46
-0.08
0.00
0.50
0.01
-0.13
0.02
0.00
0.48
0.00
-0.02
-0.46
0.14
0.00
-0.33
-
0.00
-0.04
0.09
-0.01
0.00
0.10
0.00
0.00
-
0.10
-0.25
0.08
0.00
0.03
0.04
0.00
0.00
-0.01
-
-0.09
0.04
0.00
0.14
0.02
-0.08
0.02
0.00
0.00
-0.01
-
-0.19
0.00
0.74
0.26
-0.02
0.05
-0.02
0.00
0.00
0.02
-0.74
-
0.00
-0.45
-0.01
0.01
-0.03
0.01
0.00
0.00
0.01
0.63
-0.12
-
0.50
Keterangan: Z1=tinggi tanaman, Z2=jumlah anakan produktif, Z3=panjang malai, Z4=panjang daun bendera, Z5=umur berbunga, Z6=umur panen, Z7=persentase gabah bernas, Z8=bobot 1000 butir dan Z9=gabah bernas.
Tabel 15 Pengaruh langsung dan tidak langsung antara komponen pertumbuhan, komponen hasil terhadap hasil di ketinggian 1200 m dpl Pengaruh tidak langsung melalui variable Zi Variabel Pengaruh bebas langsung dibakukan 0.06 Z1
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Z8
Z9
Pengaruh total
-
-0.11
0.00
0.00
0.00
0.00
0.20
0.04
-0.03
0.15
Z2
0.44
-0.01
-
0.00
0.00
0.00
0.01
-0.10
-0.04
0.02
0.32
Z3
0.05
0.00
-0.01
-
-0.01
0.00
0.01
-0.17
-0.02
-0.02
-0.17
Z4
-0.02
0.01
-0.09
0.02
-
0.00
0.01
-0.02
0.02
-0.02
-0.09
Z5
0.00
0.01
-0.06
0.01
0.00
-
0.01
-0.01
0.06
0.01
0.03
Z6
0.09
0.00
0.07
0.00
0.00
0.00
-
0.14
-0.01
0.01
0.29
Z7
0.90
0.01
-0.05
-0.01
0.00
0.00
0.01
-
0.01
-0.05
0.83
Z8
0.21
0.01
-0.09
0.00
0.00
0.00
-0.01
0.04
-
0.00
0.16
Z9
-0.08
0.02
-0.08
0.01
-0.01
0.00
-0.01
0.52
0.00
-
0.38
61
Keterangan: Z1=tinggi tanaman, Z2=jumlah anakan produktif, Z3=panjang malai, Z4=panjang daun bendera, Z5=umur berbunga, Z6=umur panen, Z7=persentase gabah bernas, Z8=bobot 1000 butir dan Z9=gabah bernas.
62
Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang sama seperti yang dilaporkan oleh Limbongan (2008), bahwa analisis korelasi untuk jumlah anakan produktif bernilai positif dan nyata dengan produksi. Pada kondisi cekaman suhu rendah, pengaruh karakter agronomi terhadap produksi disalurkan melalui persentase gabah bernas. Pengaruh langsung yang bernilai besar ditunjukan oleh karakter jumlah anakan produktif. Kontribusi karakter persentase gabah bernas di lingkungan optimal 4% sedangkan di lingkungan marginal 69%, berarti karakter persentase gabah isi merupakan karakter utama di dataran tinggi dengan cekaman suhu rendah (Wu et al. 1998). Jiang et al. (2010) melaporkan bahwa korelasi diantara karakter agronomi pada cekaman suhu rendah terjadi pada karakter umur berbunga yang berkorelasi erat dan positif dengan panjang malai, jumlah gabah hampa, dan jumlah gabah total. Jumlah gabah hampa berkorelasi kuat positif dengan jumlah gabah total dan berkorelasi negatif nyata dengan jumlah gabah bernas dan bobot 1000 butir. Cekaman suhu rendah pada fase reproduksi dapat mengurangi jumlah gabah, eksersi malai yang tidak sempurna dan meningkatnya sterilitas gabah yang berakibat pada berkurangnya hasil (Thakur et al. 2010). Faktor lingkungan utama yang menyebabkan panjangnya umur tanaman dan persentase gabah hampa yang tinggi yaitu besarnya cekaman suhu rendah pada kawasan dataran tinggi yang berakibat pada sterilitas polen, fase vegetatif menjadi lebih panjang dan terhambatnya proses pengisian (Lee 2001). Terdapat korelasi yang positif diantara sterilitas malai dengan suhu udara minimum yang terjadi selama pertumbuhan mikrospora dan fase pembungaan. Sterilitas malai akan meningkat sebanyak 1.7% apabila terjadi penurunan suhu minimum di dataran tinggi sebesar 1°C selama fase pembungaan. Oleh karena itu untuk menekan sterilitas malai sebesar 10% diperlukan lebih dari 1000 butir polen (Cruz et al. 2006).
63
KESIMPULAN Keeratan hubungan diantara dua karakter lebih banyak di ketinggian 700 m dpl. Karakter agronomi yang memiliki korelasi positif sangat nyata yang sama di ketiga lokasi yaitu antara karakter jumlah anakan produktif dengan produksi GKG, panjang malai dengan panjang daun bendera, karakter umur berbunga dengan bobot 1000 butir, serta karakter persentase gabah bernas dengan jumlah gabah bernas dan produksi GKG. Karakter jumlah anakan produktif, panjang malai, panjang daun bendera dan umur panen mempunyai nilai heritabilitas arti luas pada kategori sedang yang berkisar antara 0,42 - 0,49. Karakter lainnya memiliki nilai heritabilitas tinggi yang berkisar 0,51 - 0,86. Terdapat lebih banyak karakter yang mempunyai pengaruh
langsung
maupun tidak langsung yang besar terhadap hasil di ketinggian 700 m dpl, sedangkan di ketinggian 900 m dpl dan 1200 m dpl, hanya beberapa karakter yang memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil. Karakter yang memiliki pengaruh langsung bernilai positif yang besar dan sama di ketiga ketinggian tempat yaitu karakter jumlah anakan produktif, persentase gabah bernas dan bobot 1000 butir.