UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN ANTARA EKSPRESI PROTEIN p16 DAN KI67 PADA BEBERAPA FAKTOR PROGNOSTIK HISTOPATOLOGIK MELANOMA MALIGNUM KULIT JENIS NODULAR
TESIS
RIESYE ARISANTY 0706312166
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PATOLOGI ANATOMIK JAKARTA OKTOBER 2012
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN ANTARA EKSPRESI PROTEIN p16 DAN KI67 PADA BEBERAPA FAKTOR PROGNOSTIK HISTOPATOLOGIK MELANOMA MALIGNUM KULIT JENIS NODULAR
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis
RIESYE ARISANTY 0706312166
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PATOLOGI ANATOMIK JAKARTA OKTOBER 2012
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat ridho dan hidayah – Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan thesis ini. Tujuan penulisan thesis ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Dokter Spesialis Patologi Anatomik pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya sangat menyadari bahwa tanpa bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak, sejak awal perkuliahan sampai pada massa penyusunan thesis ini, begitu berliku dan sangat sulit bagi saya. Olehkarena itu, saya sangat berterima kasih kepada : 1. dr. Budiana Tanurahardja, SpPA(K), Prof.dr. Mpu Kanoko,PhD.,SpPA(K) selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan thesis ini. 2. Seluruh staf dan karyawan Departemen Patologi Medik Patologi Anatomik RSCM – FKUI yang telah banyak membantu mulai dari usaha pengumpulan data sampai prosesing penelitian ini. 3. Orang tua, suami dan anak-anak serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan bantuan besar baik material, moral dan spiritual selama proses pembelajaran ini., serta 4. Rekan – rekan PPDS, yang saling mengingatkan serta memberi support dalam menyelesaikan penulisan ini. Semoga Allah SWT berkenan membalas semua kebaikan seluruh pihak yang telah membantu. Semoga thesis ini membawa berkah dan manfaat bagi perkembangan ilmu. Amin Yaa Robbal Alamiin Jakarta, 25 Oktober 2012
Riesye Arisanty
iv Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
: Riesye Arisanty : 07063121166 : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Patologi Anatomik : Patologi Anatomik : Kedokteran : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya saya yang berjudul : HUBUNGAN ANTARA EKSPRESI PROTEIN p16 DAN KI67 PADA BEBERAPA FAKTOR PROGNOSTIK HISTOPATOLOGIK MELANOMA MALIGNUM KULIT JENIS NODULAR Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan / formatkan, mengolah dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada Tanggal : 25 Oktober 2012 Yang menyatakan,
Riesye Arisanty
v Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
ABSTRAK
Nama
: Riesye Arisanty
Program Studi
: Program Pendidikan Dokter Spesialis I Patologi Anatomik
Judul : HUBUNGAN ANTARA EKSPRESI PROTEIN p16 DAN KI67 PADA BEBERAPA FAKTOR PROGNOSTIK HISTOPATOLOGIK MELANOMA MALIGNUM KULIT JENIS NODULAR
Latar Belakang : Pemahaman mengenai karakteristik biologik dan faktor prognostik melanoma malignum yang merupakan tumor ganas melanositik merupakan hal yang penting karena berhubungan dengan pemilihan terapi serta kesintasan penderita. Agresivitas tumor dapat dinilai dari beberapa faktor histopatologik, antara lain: ada tidaknya ulserasi, aktivitas mitosis, dan keterlibatan kelenjar getah bening. Ekspresi protein p16 dan ki67 merupakan beberapa marker yang memiliki peran dalam prediktif prognostik melanoma malignum. Tujuan : Mengetahui hubungan antara ekspresi protein p16 dan Ki67 pada beberapa faktor prognostik histopatologik yang dapat digunakan sebagai penanda agresivitas tumor yaitu ulserasi, aktivitas mitosis dan metastasis pada tumor primer melanoma malignum jenis nodular. Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan metode imunohistokimia menggunakan p16 dan Ki67 pada 25 kasus melanoma malignum jenis nodular. Hasil : Ekspresi protein p16 negatif pada 40% kasus melanoma ulseratif dan 52% kasus dengan aktivitas mitosis tinggi, dan 16% kasus pada metastasis kgb . Ekspresi Ki67 positif pada 44% kasus melanoma dengan aktivitas mitosis tinggi, dan 20 % kasus melanoma metastasis serta 32% kasus dengan ulserasi. Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi p16 dengan gambaran ulserasi, aktivitas mitosis tinggi, dan metastasis kgb pada melanoma malignum kulit jenis nodular. Tidak terdapat hubungan antara ekspresi Ki67 dengan gambaran ulserasi, aktivitas mitosis tinggi serta metastasis kgb pada melanoma malignum kulit jenis nodular. Kata Kunci
:Melanoma malignum , Faktor prognostik histopatologik, p16 dan ki67
vi Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
ABSTRACT
Name
: Riesye Arisanty
Study Program
: Program Pendidikan Dokter Spesialis I Patologi Anatomik
Title P16 AND KI67 PROTEIN EXPRESSION AND ITS RELATIONSHIP WITH SEVERAL HISTOPATHOLOGICAL PROGNOSTIC FACTORS IN CUTANEOUS MALIGNANT MELANOMA NODULAR TYPE
Background : To understanding about biological behaviour and prognostic factor of melanoma malignum as a malignant tumor from melanocyte is important, because its relationship with choise of therapy and survival of the patiens. The aggresivity of the tumour, can be predicted from several prognostic factors: ulceration of the tumour, mitotic activity, and lymph nodes metastasis. P16 and Ki67 protein expressions can be used as a prognostic markers in cutaneous nodular melanoma malignum. Aim : Assesing p16 and Ki67 protein expression and its relatinoship with several histopatological prognostic factors as a marker of aggressiveness of the tumors: ulceratin, mitotic activity, and lymph nodes metastasis in cutaneous nodular melanoma malignum. Metode : This was a cross-sectional study on 25 cases of nodular melanoma, stained with p16 and ki67 antibody with immunohistochemical methods. Result : P16 negative expression can be found in 40% of ulcerated melanoma cases, and 52% cases with high mitotic activity and 16% of cutaneous nodular melanoma with lymph nodes metastasis. Ki67 positive expression was found in 44% of cases with high mitotic activity, 20% cases of metastasis melanoma and 32% cases in ulcerated melanoma. Conclusion : There was no statistically significant association between p16 expression with ulcerated melanoma, high mitotic activity,and metastatic melanoma in lymph nodes. Also no statistically significant between Ki67 expression with ulcerated melanoma, high mitotic activity and lymph nodes metastatic melanoma. Key words
:Malignant melanoma , Histopathologic prognostic factors, p16 dan ki67
vii Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
iv
ABSTRAK
vi
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1
1.2.. Identifikasi Masalah
3
1.3...Tujuan Penelitian
3
1.4...Rumusan Hipotesis
4
1.5...Manfaat Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1...Embriologi dan Anatomi
5
2.2...Sintesis Melanin
7
2.3...Etiologi
8
2.4...Paparan Sinar Ultra Violet
8
2.5...Faktor Genetik
9
2.6...Peranan Siklus Sel dan Proliferasi Sel
10
2.7...p16
10
2.8 Ki67
11
2.9 Tumorigenesis Melanoma
12
2.10 Gambaran Histopatologik Melanoma Maligna
13
2.10.1. Superfisial Spreading Melanoma
13
2.10.2 Nodular Melanoma
14
2.10.3...Lentigo Maligna Melanoma
14
2.10.4...Acral Lentigenous Melanoma
14
2.11. Faktor Prognostik
15 viii
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
2.12. Kerangka Teori
19
2.12. Kerangka Konsep
20
METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian
21
3.2...Waktu dan Tempat Penelitian
22
3.3...Populasi dan sampel penelitian
22
3.4. Kriteria Penerimaan dan Penolakan
23
3.5 Alur Kerja
23
3.6 Prosedur Penelitian
23
3.7 Pengolahan Data
25
3.8 Definisi Operasional
26
3.8.1 Ekspresi p16
26
3.8.2 Ekspresi Ki67
26
3.8.3 Aktivitas Mitosis
26
3.8.4 Ulserasi tumor
26
3.8.5 Keterlibatan kelenjar getah bening (metastasis)
26
3.9 Kaji Etik
27
HASIL PENELITIAN 4.1
Demografi dan karakteristik dasar
28
4.2
Ekspresi p16
29
4.3
Ekspresi Ki67
32
4.4
Ekspresi p16 dan Ki67 di tumor primer dan sekunder
33
PEMBAHASAN
37
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan
42
6.2
Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
43
ix Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Berbagai Faktor Prognostik Pada Melanoma Maligna
17
Tabel 2.2
Staging Melanoma Berdasarkan AJCC 2010
17
Tabel 4.1
Karakteristik Umum Pasien
27
Tabel 4.2
Ekspresi p16 dan ki67 pada berbagai faktor prognostik
28
melanoma malignum jenis nodular Tabel 4.2.1. Ekspresi p16 pada tumor primer melanoma malignum
30
nodular Tabel 4.2.2
Hubungan ekspresi p16 inti dengan ada tidaknya ulserasi
30
padatumor primer melanoma malignum jenis nodular Tabel 4.2.3
Hubungan ekspresi p16 inti dengan aktivitas mitosis pada
31
tumor primer melanoma malignum jenis nodular Tabel.4.2.4
Hubungan ekspresi p16 inti dengan metastasis kgb pada
31
tumor primer melanoma malignum jenis nodular Tabel 4.3.1
Hubungan ekspresi Ki67 dengan ulserasi pada tumor primer
32
melanoma malignum jenis nodular Tabel 4.3.2
Hubungan ekspresi Ki67 dengan metastasis kgb pada tumor
33
primer melanoma malignum jenis nodular Tabel 4.3.3
Hubungan ekspresi Ki67 dengan aktivitas mitosis pada
33
tumor primer melanoma malignum jenis nodular Tabel 4.4.1
Hubungan ekspresi p16 pada tumor primer dan sekunder
34
melanoma malignum jenis nodular Tabel 4.4.2
Hubungan ekspresi Ki67 pada tumor primer dan sekunder melanoma malignum jenis nodular
x Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
34
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Embriologi
6
Gambar 2.2
Histologik kulit
7
Gambar 2.3
Sintesa Melanin
8
Gambar 2.4
Jalur pRb dan pengaturan siklus sel
11
Gambar 2.5
Tumorigenesis Melanoma
12
Gambar 2.6
Tipe Histologik Melanoma Maligna
15
Gambar 4.1
Hasil Pewarnaan p16 dan Ki67
35
xi Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Tabel hasil uji kemaknaan Fisher’s antara ekspresi p16
47
dan ulserasi Lampiran 2
Tabel hasil uji kemaknaan Fisher’s antara ekspresi p16
48
dan aktivitas mitosis Lampiran 3
Tabel hasil uji kemaknaan Fisher’s antara ekspresi p16
49
dan metastasis kgb Lampiran 4
Tabel hasil uji kemaknaan Fisher’s antara ekspresi
50
Ki67 dan metastasis kgb Lampiran 5
Tabel hasil uji kemaknaan Fisher’s antara ekspresi
51
Ki67 dan ulserasi Lampiran 6
Tabel hasil uji kemaknaan Fisher’s antara ekspresi
52
Ki67 dan aktivitas mitosis Lampiran 7
Tabel hasil uji kemaknaan Mc Nemar antara ekspresi
53
p16 tumor primer dan sekunder Lampiran 8
Tabel hasil uji kemaknaan Mc Nemar antara ekspresi
54
ki67 tumor primer dan sekunder Lampiran 17
Ringkasan Kasus
55
xii Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Melanoma malignum (MM) merupakan tumor ganas kulit yang termasuk dalam kelompokan tumor melanositik. Berdasarkan data berbasis histopatologi yang diambil dari Badan Registrasi Kanker (BRK) yang berasal dari 13 senter patologi di Indonesia tahun 2008, tumor primer kulit terdapat 6.22% atau sebanyak 1255 kasus ,dan menempati urutan ke-3 tumor primer tersering pada pria dan wanita. Khusus di Jakarta, tumor primer kulit menempati urutan ke-5 tersering. Berdasarkan jenis kanker kulit, melanoma malignum berada pada urutan ke-3 setelah karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa.1 Data dari American Academy of Dermathology (AAD), MM berada pada peringkat ke-6 tersering dan sebanyak 4% penyebab kematian dari seluruh keganasan, dengan jumlah kasus baru sebanyak 68.000 kasus. Publikasi data dari International Agency for Research on Cancer (IARC), angka kejadian MM invasif di daerah Queensland – Australia menduduki peringkat tertinggi di dunia pada periode 1998 – 2002.2 Berbagai kepustakaan menyebutkan bahwa melanoma malignum jenis “superficial spreading” merupakan jenis tersering. Berbeda dengan di Indonesia, melanoma malignum jenis nodular merupakan jenis yang sering ditemukan terutama di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.3-4 Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa patogenesis melanoma adalah multifaktorial, diantaranya adalah faktor genetik dan lingkungan. Berbagai faktor risiko juga dikaitkan sebagai penyebab terjadinya melanoma, antara lain sinar ultraviolet (UV), riwayat melanoma pada keluarga, ukuran dan jenis nevus pigmentosus. Sebanyak 65 % MM disebabkan oleh pengaruh pajanan sinar matahari / ultraviolet, sedangkan antara 8 – 12% dari jumlah MM bersifat familial yang sangat berhubungan dengan faktor genetik. 5-7 Secara
histopatologik,
berdasarkan
pola
pertumbuhannya,
MM
dikelompokkan menjadi pola pertumbuhan vertikal (tumorigenic melanoma) terdiri atas jenis nodular melanoma (NM) dan radial/horizontal (Non-tumorigenic
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
2
melanoma) yang meliputi superfisial spreading melanoma (SSM), lentigo malignant melanoma (LMM) dan acral lentigenous melanoma (ALM). 8 Peningkatan pemahaman terhadap karakteristik biologik dan faktor prognostik melanoma malignum, memiliki peran penting. Hal ini berhubungan dengan pemilihan terapi yang dilakukan serta prognostik pasien tersebut. Sampai saat ini pengangkatan tumor secara eksisi merupakan terapi yang paling tepat untuk melanoma non metastatik. Terapi adjuvan dengan menggunakan IFN alfa – 2b pada melanoma dengan risiko tinggi, hingga kini masih dalam tahap pengembangan.
9
Terdapat 3 kelompok faktor prognostik pada melanoma, yaitu
secara klinik, antara lain : usia, jenis kelamin, lokasi, serta metastasis. Beberapa penilaian mikroskopik histopatologik yang merupakan faktor prognostik antara lain : ketebalan lesi, ulserasi, dalamnya invasi, vaskularitas tumor (pembentukan pembuluh darah baru / microvessels), invasi limfovaskular, tumor mikrosatelit,dan jumlah mitosis per mm2,9 genetik.
5
Kelompok faktor prognostik lainnya yaitu faktor
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa indeks prognostik
merupakan faktor prognostik histopatologik yang lebih baik dibandingkan dengan penilaian berdasarkan ketebalan tumor saja.10-12 The American Joint Committee on Cancer (AJCC) tahun 2010 mengklasifikasi melanoma berdasarkan gambaran klinik dan histopatologik untuk menentukan ketahanan hidup (survival). AJCC tahun 2010 membagi stadium klinik menjadi 4 tingkatan berdasarkan jumlah mitosis per mm2, ada atau tidaknya ulserasi, status kelenjar limfe, dan lokasi metastasis.12 Pada penelitian ini, kami melakukan penilaian hanya pada 3 variabel faktor prognostik, yaitu ada tidaknya keterlibatan kelenjar getah bening,ada tidaknya ulserasi serta aktivitas mitosis per mm2.Alasan pemilihan variabel faktor prognostik tersebut berhubungan dengan prediksi perkembangan serta timbulnya penyebaran sel tumor dan faktor respons terapi yang masih dalam tahap pengembangan. Dihubungkan dengan penatalaksanaan pasien, variabel ulserasi dapat dipakai sebagai prediktor respons pasca terapi adjuvan dengan interferon yang sedang dalam perkembangan.9 .Secara molekular perubahan sel melanosit menjadi sel melanosit ganas pada organ kulit melalui 2 jalur utama yaitu jalur familial dan sporadik yang
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
3
melibatkan berbagai jenis gen yang mengalami mutasi
13
Perubahan gen P16ink4a
/Cyclin – dependent kinase 2A (CDKN2A), memiliki peranan penting pada melanoma terutama yang berasal dari jalur familial. Gen tersebut berlokasi pada kromosom 9p21, yang berhubungan erat dengan regulasi siklus sel dalam jalur Retinoblastoma (Rb). Gen p16 yang mengalami inaktivasi karena adanya proses delesi, mutasi titik ataupun metilasi, memiliki peran pada proliferasi serta proses penuaan sel.14 Akibat gangguan pada proses genetik tersebut menyebabkan terjadinya penurunan ekspresi p16 yang terlihat pada sebagian besar melanoma kelompok familial.15-17 Aktivitas proliferasi pada berbagai neoplasma ganas berhubungan dengan perkembangan metastasis dan berhubungan dengan ketahanan hidup (survival) pasien. Berbagai cara dapat dilakukan untuk menilai progresivitas tersebut, salah satunya adalah dengan penilaian ekspresi Ki-67 dengan metode pulasan imunohistokimia. Antigen Ki-67 merupakan protein non-histone, yang terdeteksi pada akhir fase G1 / S / G2 dan M dalam siklus sel. Pada berbagai literatur menyebutkan Ki-67 merupakan marker prognostik yang berguna pada melanoma, karena berhubungan dengan risiko terjadinya metastasis serta penurunan ketahanan hidup.18-19 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH 1. Bagaimanakan ekspresi p16 dan Ki67 pada beberapa faktor prognostik histopatologik pada melanoma malignum jenis noduler ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1
Tujuan umum Mengetahui
hubungan antara ekspresi p16 dan ekspresi Ki67 pada
beberapa faktor prognostik histopatologik melanoma malignum jenis nodular. 1.3.2 Tujuan khusus Mengetahui hubungan antara ekspresi p16 dengan beberapa faktor prognostik histopatologik yaitu: ulserasi, aktivitas mitosis, dan keterlibatan kelenjar getah bening pada melanoma malignum kulit jenis nodular.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
4
Mengetahui hubungan antara ekspresi Ki67 dengan beberapa faktor prognostik histopatologik yaitu: ulserasi, aktivitas mitosis, dan keterlibatan kelenjar getah bening pada melanoma malignum kulit jenis nodular.
1.4 RUMUSAN HIPOTESIS 1. Terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi p16 dengan beberapa faktor prognostik histopatologik yaitu: ulserasi, aktivitas mitosis, dan keterlibatan kelenjar getah bening pada melanoma malignum jenis nodular. 2. Terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi Ki67 dengan beberapa faktor prognostik histopatologik yaitu: ulserasi, aktivitas mitosis, dan keterlibatan kelenjar getah bening pada melanoma malignum jenis nodular. 1.5 MANFAAT PENELITIAN
Mengetahui perubahan molekular pada tahapan protein, yang mendasari tumorigenesis melanoma malignum.
Penilaian ekspresi p16 dan Ki67 sebagai marker prediktif prognostik pada kasus melanoma malignum jenis nodular berdasarkan beberapa faktor prognostik histopatologik.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Embriologi dan anatomi Melanosit
adalah
sel
penghasil
pigmen
melanin,
merupakan
perkembangan bagian dorsal neural tube, yang seluruhnya berasal dari sel neural crest pluripoten. Perkembangan melanosit melalui beberapa tahapan berdasarkan populasi dan lokasi yaitu pada sistim integumen, telinga bagian dalam serta mata. Tahapan awal dimulai dari perubahan sel neural crest yang mengalami proses perpindahan dari neuroepitelium atau disebut sebagai progenitor sel melanosit atau melanoblas (gambar 2.1A)20 Sel progenitor tersebut akan berkembang dan melakukan migrasi sepanjang dorsal lateral di bawah ektoderm, dan mengalami diferensiasi, proliferasi serta migrasi ke seluruh bagian tubuh sampai pada lokasinya yaitu pada folikel rambut, kulit serta cochlea di telinga bagian dalam, koroid, badan siliar dan iris. 19-21 Perkembangan organ kulit merupakan kompleks jaringan berasal dari perkembangan lapisan ektoderm dan mesoderm, yang dimulai pada minggu ke – 6 massa gestasional. Dimulai dengan pembentukan lapisan ektodermal termasuk lapisan basal dan lapisan yang lebih superfisial lagi yaitu periderm. Periderm merupakan lapisan embrional yang bersifat sementara pada sekitar akhir trimester 2.
Sekitar minggu ke–8 sampai akhir trimester ke-2, dimulailah
perkembangan epidermis yang diawali oleh proses stratifikasi lapisan epidermis sampai tahap maturasi sehingga terbentuk lapisan yang tebal.20 Organ kulit secara anatomi, tersusun atas 3 lapisan utama yaitu lapisan epidermis, dermis, serta subkutis. Lapisan epidermis terdiri atas starum korneum yang merupakan lapisan paling luar kulit tersusun oleh beberapa lapis sel gepeng yang telah mati dan berubah menjadi zat tanduk (keratin), stratum lusidum terdiri atas sel – sel gepeng tanpa inti, stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 – 3 lapis sel – sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar serta terdapat inti diantaranya, stratum spinosum (stratum malpighi) merupakan lapisan
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
6
terbanyak pada epidermis, yang disusun oleh sel yang berbentuk poligonal dengan jembatan antar sel diantara sel – sel tersebut, serta tempat ditemukannya ukannya sel Langerhans yang memiliki fungsi imunologi diantaranya Lapisan terakhir pada epidermis adalah stratum basale tersusun atas sel – sel kolumnar yang merupakan perbatasan antara epidermis dan dermis. Pada stratum basale ini ditemukan pula sel – sel melanosit penghasil pigmen melanin. Pigmen yang terbentuk akan ditrasfer kepada sel keratinosit disekitarnya. Hubungan antara satu sel melanosit penghasil pigmen melanin dengan sekitar lebih kurang 36 sel keratinosit di sekitarnya disebut sebagai epidermal epidermal melanin unit. Lapisan dermis terbagi menjadi 2 bagian yaitu pars papilare dan pars retikula retikularee yang berisi serabut – serabut saraf, serta jaringan ikat kolagen, elastin dan retikulin serta merupakan tempat berbagai adneksa kulit seperti folikel rambut, dan kelenjar ekrin. Lapisan terakhir adalah subkutis, merupakan kelanjutan dari dermis yang terd terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel – sel lemak 23
B
A
Gambar 2.1 Embriologi (A) Formasi dan migrasi neural crest (B) Pembentukan epidermis, (a) Potongan kulit pada embrio umur 4 minggu. Periderm sudah terbentuk (p), dan lapisan basal (b) atau lapisan germinative terlihat pada beberapa tempat (b). Potongan kulit usia 11 minggu, terdiri atas sel basal yang berbentuk kuboidal serta pembentukan stratum intermedium mulai terlihat, sel – sel mesenkimal mulai teragregasi.
2.2. Sintesis melanin Melanin merupakan produk akhir tahapan transformasi kompleks tirosinase.Kandungan serta jenis melanin menentukan warna kulit seseorang. Pada keadaan fisiologik sintesa melanin pada sel melanosit melibatkan melanosom dan reaksi enzimatik. Secara umum strukt struktur ur melanosom berhubungan dengan tipe /
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
7
jenis melanin yang diproduksi. Terdapat 4 jenis melanin yang diproduksi yaitu: eumelanin merupakan melanin penghasil warna hitam – kecoklatan, pheomelanin penghasil warna kuning – kemerahan; neuromelanin, penghasil warna hitam dan hanya ada pada persarafan, serta melanin tipe campuran terdiri atas eumelanin dan pheomelanin.24-26 Pembentukan melanosom meliputi 4 tahapan yang diawali oleh tahap pengorganisasian matriks. Tahap kedua pembentukan melanosom, matriks telah terorganisasi tetapi tanpa formasi melanin (pada eumelanosom), tetapi khusus untuk pheomelanosom, pada tahapan ini telah ditemukan formasi melanin. Tahap ketiga terjadi deposisi melanin, dan tahap terakhir melanosom telah dipenuhi oleh melanin. Secara kimia, ia, beberapa tahapan yang terjadi dimulai dengan hidroksilasi phenilalanin menjadi tirosin, sampai dengan oksidasi DOPA menjadi dopaquinon serta tahap lanjutan terbentuknya melanin.(gambar 2.3) Produk melanin berhubungan dengan proses pembentukan melanosom dan struktur retikulum endoplasmik. Interaksi antara retikulum endoplasmik kasar dengan vesikel saluran dari badan golgi, membentuk premelanosom, yang merupakan tahapan awal maturasi melanosom yang terbentuk dari penonjolan membran retikulum endoplasmik halus, alus, berlanjut pada jalur pembentukan eumelanin. 24-26
A
B
Gambar 2.2 Histologik Kulit (a) skematik epidermis serta lapisan penyusunnya (b) lapisan basal disertai sel keratinosit dengan pigmen melanin, serta sel melanosit bervakuol.
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
8
2.3. Etiologi dan tumorigenesis melanoma Peningkatan angka kejadian dan kematian karena melanoma di dunia masih menjadi perdebatan para ahli. Mereka memikirkan faktor lingkungan dan familial (genetik) seseorang berhubungan dengan etiologi melanoma. Faktor lingkungan kungan utama yang diduga sebagai penyebab terjadinya melanoma adalah paparan sinar matahari. Lebih dari 65% kejadian melanoma berhubungan dengan sinar matahari. Faktor genetik sebagai etiologi berhubungan dengan adanya nevus jinak, atipical nevus, hingga rriwayat keganasan pada keluarga.5,27
Gambar 2.3. Sintesa Melanin 24
2.4. Paparan sinar ultraviolet. Salah satu etiologi melanoma malignum malign pada organ kulit adalah solar radiasi terutama radiasi ultraviolet (UV). (UV) Sinar UV yang berasal dari sumber cahaya artifisial seperti berbagai lampu yang digunakan untuk keperluan medis ataupun kosmetik (tanning tanning) juga menjadi salah satu etiologi. Pajanan sinar UV dengan frekuensi yang terus menerus merupakan faktor risiko utama pada melanoma, terutama yang berhubungan dengan faktor endogen lainnya seperti jenis kulit, status imunologi sampai predisposisi genetik. 18,25,28-9
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
9
Sinar ultraviolet sendiri merupakan bagian dari sinar elekromagnetik dengan panjang gelombang yang paling pendek yaitu 100-400nM, serta memiliki quantum energi yang tertinggi. Sinar UV dapat menimbulkan efek biologik pada manusia antara lain menyebabkan terjadinya kerusakan sel, kerusakan DNA, sintesa vitamin D, melanogenesis, serta reaksi fotokimia pada retina. Berdasarkan efek biologi yang ditimbulkan, sinar UV dibagi menjadi UVA dengan panjang gelombang antara 400 – 320nM, UVB antara 320 – 280 nM, dan UVC antara 280 – 100 nM. 25,30,31 Sinar matahari yang sampai di permukaan bumi mengandung 6.3% UVA dan 1.5% UVB. Pada saat sinar UV menyentuh kulit, sebagian besar sinar UVA akan direfleksikan dan hanya sebagian kecil yang akan dipenetrasikan ke lapisan kulit yang lebih dalam, sampai ke lapisan subkutaneus. Peningkatan penetrasi sinar UV yang masuk ke dalam lapisan kulit sejalan dengan peningkatan panjang gelombang UV. Kedalaman penetrasi sinar UV sangat tergantung dari jumlah pigmen kulit, sedangkan peningkatan absorbsi sinar UV tergantung dari asam urokanik yang berasal dari proses keratinisasi pada sel keratinosit di daerah kulit superfisial atau stratum korneum. Pada saat sinar UV bersentuhan dengan kulit, kulit akan mengaktifkan jalur proteksi terhadap sinar UV tersebut, melalui mekanisme penebalan stratum korneum serta sintesis melanin oleh melanosit.25,28 2.5. Faktor Genetik Adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit melanoma, merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya keganasan. Memiliki satu orang anggota keluarga dengan riwayat melanoma, dapat meningkatkan risiko terjadinya melanoma sampai dua kali lipat. Dua sampai 3 orang anggota keluarga dengan riwayat melanoma kemungkinan meningkatnya kejadian melanoma hingga 35 – 70 kali. Salah satu parameter yang menunjukkan kemungkinan terjadinya suatu melanoma akibat faktor genetik adalah onset di usia muda serta tumor primer yang lebih dari 1 lokasi (multiple) 18, 32 Faktor mutasi gen merupakan etiologi pada kasus – kasus melanoma dengan risiko tinggi serta riwayat keluarga dengan melanoma. Gen CDKN2A
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
10
merupakan gen yang banyak berperan pada melanoma dengan riwayat keluarga. Gen CDKN2A dan cyclin – dependent kinase 4 (CDK4) merupakan gen yang mengontrol siklus sel dan pembelahan sel. CDKN2A merupakan tumor supresor gen sedangkan CDK4 adalah onkogen. CDKN2A mengkode 2 protein yaitu p16 (yang dikenal sebagai INK4a kinase inhibitor) dan p14ARF.
13,18,32
2.6. Peranan siklus sel dan proliferasi sel Siklus sel merupakan suatu proses kompleks berhubungan dengan pertumbuhan dan proliferasi sel, pembentukan organisme, pengaturan perbaikan kerusakan DNA, hiperplasia jaringan sebagai respons suatu jejas serta penyakit termasuk keganasan. Pada siklus sel, peran berbagai protein dalam pengaturan proses siklus tersebut sangat tinggi. Hasil akhir suatu siklus sel adalah proses mitosis serta dua turunan sel (daughter cells). Protein yang sangat berperan dalam menjalankan siklus ini adalah cyclin-dependent kinase (cdk). 33 Pengaturan protein tersebut secara morfologi dibagi menjadi 2 fase yaitu Interfase meliputi fase G1 – S – G2, serta fase mitosis, terdiri atas fase profase, metafase, anafase, dan telofase. Fase G1 dan G2, merupakan ‘Gap’ pada siklus sel yang ada antara proses DNA sintesis dan mitosis. Pada fase G1, sel mempersiapkan diri untuk proses sintesa DNA. Fase S merupakan fase sintesis DNA. Pada saat fase S berlangsung DNA mengandung 2N dan 4N yang disebut aneuploidi. Fase G2 merupakan ‘gap’ kedua, yaitu saat sel menyiapkan diri untuk proses selanjutnya yaitu mitosis. Fase G0, tidak secara aktif ikut dalam siklus sel. 18,33,34
2.7. P16INK4A Berlokasi pada kromosom 9p21, gen ini mengkode 156 protein asam amino, dan merupakan keluarga INK4 yang berfungsi sebagai penghambat CDK4. Memiliki fungsi untuk melakukan pengontrolan fase G1 / S pada siklus sel dengan berikatan pada CDK4/6, melakukan penghambatan formasi cdk4/6 dengan kompleks enzim cyclin D, yang dibutuhkan untuk proses fosforilasi pRb dengan faktor transkripsi E2F. Pada keadaan hipofosforilasi, ikatan pRb dengan E2F
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
11
menyebabkan fungsi sebagai faktor transkripsi E2F tertekan menyebabkan G1 keluar dari siklus sel serta ekspresi p16 terlihat pada siklus sel yang terhenti.( terhenti. Gambar 2.4) 18,19,35
Gambar 2.6.: Jalur alur pRb dan pengaturan siklus sel
18
Seringkali pada melanoma target mutasi yang mengenai lokus CDKN2A adalah p16INK4A, yang memiliki peranan penting pada pemeliharaan siklus sel melanosit. Gen ini dapat mengalami penurunan sampai hilangnya ekspresi pada lebih kurang 50% kasus melanoma yang berhubungan dengan metilasi promotor, mengalami hipermetilasi pada lebih kurang 20 – 75% melanoma, dan mengalami inaktivasi oleh karena adanya mutasi titik pada lebih kurang 9% tumor. Penemuan – penemuan tersebut progresifitas penyakit.
dihubungkan dengan dengan prognosis yang buruk serta
355-37
2.8. Ki-67
Tahun 1983,, Johannes Gerdes pertama kalinya mengemukakan teori mengenai monoklonal antibodi Ki Ki-67 sebagai marker untuk proliferasi sel melalui percobaan dengan sel Reed - Sternberg.
Protein Ki-67 tergolong pada high
molecular weight, dan memiliki dua berat molekul yaitu 320 dan 350 kDa. Antigen Ki-67 67 termasuk protein non-histone non berhubungan erhubungan dengan siklus sel sel. Protein ini terekspresi pada inti sel selama fase akhir G1, S, G2 dan M M. Pada berbagai jenis tumor,, termasuk melanoma, peran Ki-67 Ki 67 sangat berguna untuk menentukan proliferasi sel serta berhubungan dengan risiko risiko terjadinya metastasis dan penurunan ketahanan hidup (survival). (survival) 15-6, 33, 38-9
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
12
2.9. Tumorigenesis melanoma Proses tumorigenesis pada melanoma dimulai dengan perubahan sel melanosit menjadi sel melanoma, akibat perubahan yang terjadi pada siklus sel. Progresifitas sel melanosit menjadi sel ganas melanoma dipicu oleh berbagai faktor predisposisi. Secara histopato histopatologik, sel melanosit ganas yang berproliferasi dan masih berada di dalam epidermis ( melanoma in – situ), ataupun sampai dermis dan papilary dermis superfisial tanpa pembentukan nodul ekspansif ( mikroinvasif roinvasif melanoma) melanoma). Proliferasi lebih lanjut akan membentuk pola pertumbuhan radial, dan pola pertumbuhan vertikal. vertikal (gambar 2.5). 40 Perubahan melanosit dipicu oleh rangkaian akumulasi perubahan genetik dan molekular serta faktor lingkungan. lingkungan Proses ini merupakan perubahan sekunder dari aktivasi onkogenik enik baik perubahan genetik ( mutasi, delesi, amplifikasi amplifikasi, translokasi) ataupun epigenetik.Perubahan epigenetik.Perubahan siklus sel yang melibatkan protein seperti p16, memiliki peranan pernting dalam proses tumorigenesis melanoma. 19,35,37
Gambar 2.5. Tumorigenesis Melanoma
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
13
2.10. Gambaran histopatologik melanoma malignum Sejarah pengklasifikasian melanoma maligna dimulai oleh Wallace Clark dan rekannya yang membagi melanoma menjadi 3 tipe, yaitu : “superficial spreading melanoma”, “lentigo maligna melanoma” serta “nodular melanoma”. Richard Reed, MD, menambahkan pengklasifikasian sebelumnya lentigenous
melanoma”.5,27
Sampai
saat
ini
dengan tipe “acral
klasifikasi
tersebut
masih
dipergunakan. Secara klinis dan histomorfologi perkembangan tumor yang terlihat dibagi menjadi: 8
Melanoma malignum yang terbatas pada epidermis (melanoma in-situ), dikelompokkan ke dalam pola pertumbuhan radial.
Melanoma dengan pola pertumbuhan radial yang sudah mengalami mikroinvasi, terlihat dengan adanya beberapa sel ganas di papila dermis superfisial.
Melanoma dengan pola pertumbuhan vertikal yaitu melanoma yang sudah memasuki fase tumorigenik atau mitogenik.
Berdasarkan pola pertumbuhan tersebut maka yang termasuk pola pertumbuhan radial termasuk di dalamnya adalah tipe” superficial spreading melanoma”, “acral lentigenous melanoma”, serta “lentigo maligna melanoma”. “Nodular melanoma” digolongkan pada pola pertumbuhan vertikal. 2.10.1 “Superficial spreading melanoma” Berdasarkan beberapa kepustakaan, jenis ini adalah yang tersering ditemukan lebih kurang 75% dari seluruh melanoma dan bersifat de novo. Gambaran histopatologik dari jenis ini adanya perubahan arsitektur dengan batas yang tidak jelas. Proliferasi melanosit berbentuk epiteloid pada lapisan epidermis dengan pola pertumbuhan pagetoid. Penyebaran sel – sel melanoma didominasi oleh penyebaran individual dibandingkan dalam kelompok – kelompok (sarang – sarang) yang tersebar di bagian atas membran basalis dan hanya menyebar sampai lapisan stratum granulosum, jarang yang mencapai lapisan stratum korneum. Sel – sel melanoma berukuran besar dengan inti yang lebih besar dibandingkan inti melanosit ataupun sel nevus. Membran inti ireguler, sitoplasma banyak dan mengandung granula melanin halus yang tersebar merata. Rasio inti : sitoplasma
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
14
rendah. Sel – sel melanoma menunjukkan atipia inti yang relatif sama. Mitosis ditemukan pada epidermis. Pada saat lesi masih bersifat in-situ tanpa mikroinvasif, maka membran basalis masih terlihat utuh. Apabila telah mengalami invasif tetapi non tumorigenik, terlihat sel – sel yang sama dengan epidermis dalam susunan sarang – sarang kecil, tanpa struktur sarang yang besar dan tidak ditemukan mitosis intradermal.5,8,27,41-42 2.10.2. “Nodular Melanoma” Jenis ini termasuk dalam pola pertumbuhan vertikal. Jenis ini memiliki pertumbuhan tumor yang nodular, polipoid ataupun pedunculated. Jenis ini sering mengenai usia dewasa pertengahan dengan tempat predileksi tersering di daerah punggung. Memiliki gambaran histopatologi dengan pola pertumbuhan vertikal tanpa gambaran in- situ ataupun mikroinvasif pada daerah – daerah yang berdekatan dengan sel tumor. Sel – sel melanoma tampak berkelompok pada lapisan dermis , berbatas tegas, dan melakukan penekanan pada jaringan sekitar, dengan atipia inti nyata.5,8,27,41-42 2.10.3. “Lentigo maligna melanoma” Lokasi tersering jenis ini adalah pada daerah kepala dan leher. Gambaran histopatologiknya sering disertai dengan epidermis yang atrofi. Sel atipik berproliferasi sepanjang dermo-epidermal junction, sampai menyebar ke folikel rambut ataupun kelenjar sebasea. Inti sel besar, banyak mengandung pigmen melanin disertai anak inti nyata. 5,8,27,41-42 2.10.4. “Acral Lentigenous Melanoma” Jenis ini menunjukan penyebaran lentigenous di sepanjang membran basalis dan meluas hingga ke dalam kelenjar keringat. Beberapa sel dapat meluas sampai bagian atas epidermis yang hiperkeratotik dan menyebabkan ulserasi pada stratum korneum. Tidak ditemukan gangguan pada daerah rete ridges. Invasi dermis sering disertai dengan infiltrasi sel radang, fibrosis, dan proliferasi vaskuler yang merupakan tanda respon imunologi. 5,8,27,41-42
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
15
A
B
D
C
Gambar 2.6. Tipe histologik Melanoma maligna (A). Superfisial Spreading Melanoma. (B). 27 Nodular Melanoma (C).Lentigo Maligna Melanoma (D). Acral Lentigenous Melanoma
2.11. FAKTOR PROGNOSTIK Ketahanan hidup pasien setelah terapi sangat bergantung kepada stadium penyakit dan faktor patologik lainnya. Berbagai faktor baik yang berhubunga dengan pasien dan penyakitnya dihubungkan sebagai faktor prognostik. Faktor prognostik ini secara garis besarnya dibagi menjadi 2, yaitu secara klinik yang berhubungan dengan pasien antara lain, usia, jenis kelamin, lokasi, keterlibatan kelenjar getah bening, metastasis ke organ lain, serta kadar laktat dehidrogenase. Sedangkan faktor histologik yang berperan sebagai penentu prognostik adalah ketebalan tumor, ada tidaknya ulserasi, kedalaman invasi, vaskularisasi tumor, mikrosatelit, indeks mitosis, regresi, serta limfosit yang menginfiltrasi tumor.10 Hubungan dengan prognostik di jelaskan pada tabel 2.1. Beberapa faktor prognostik
histopatologik disebutkan sebagai faktor
prognostik bebas atau independen dan memiliki kekuatan dalam memprediksi prognosis penderita melanoma. Faktor ketebalan tumor (Breslow’s) dan ulserasi tumor merupakan 2 faktor yang dianggap memiliki kekuatan tertinggi dan
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
16
independen dalam menentukan prognosis pasien. Faktor ulserasi dimasukan ke dalam AJCC – 2010, untuk menentukan stadium klinis melanoma kutis primer. Secara biologik terjadinya ulserasi masih belum jelas, kemungkinan merupakan progresifitas penyakit yang menyebabkan timbulnya ulserasi. Pada lesi primer dengan gambaran ulserasi memiliki aktivitas mitosis yang tinggi yang merupakan penanda prognosis buruk.10,13 Keterlibatan kelenjar getah bening juga memiliki hubungan dengan kesintasan pasien -5 tahun. Keterlibatan kelenjar getah bening dibedakan menjadi mikrometastasis yaitu ditemukannya tumor sekunder di daerah lain secara mikroskopik tanpa teraba secara klinis, dan makrometastasis, yang dapat ditemukan dengan pemeriksaan klinis, dan memiliki angka kesintasan yang berbeda antara keduanya. Melanoma dapat mengalami metastasis pada semua organ. Perilaku biologis melanoma juga berbeda tergantung lokasi metastasis. Metastasis jauh merupakan penanda progrosis paling buruk pada kesintasan penderita melanoma kutis. Penderita dengan metastasis di daerah kutis subkutis ataupun kelenjar getah bening jauh memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan metastasis di daerah viseral.10,13 Aktivitas mitosis per mm2 merupakan salah satu faktor prediktor prognostik
secara
histopatologik,
karena
aktivitas
mitosis
yang
tinggi
menunjukkan waktu pembelahan sel meningkat, dan tumbuh serta invasi ke jaringan sekitar sampai jaringan limfatik dan pembuluh darah. Aktivitas mitosis pada penderita melanoma di usia muda merupakan prediktor positivitas keterlibatan kelenjar getah bening, sehingga peranan aktivitas mitosis sebagai faktor prognostik independen menjadi hal yang penting.10,13
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
17
Tabel 2.1 Berbagai faktor prognostik pada Melanoma Malignum Faktor
10
Prognostik Lebih baik
Faktor Klinik : Usia
< 65 tahun
Jenis kelaminn
Perempuan
Lokasi
Ekstremitas Tidak ada keterlibatan KGB
Jumlah KGB yang terlibat
Tidak ada Metastasis jauh
Metastasis jauh
Normal
Kadar Laktat dehidrogenase Histologik :
< 1 mm
Ketebalan tumor
Tidak ada
Ulserasi
Level I
Clark Level Tumor vaskularisasi
Tidak ada
Invasi vaskular
Tidak ada
Mikrosatelit
Tidak ada Rendah
Indeks mitosis
Tidak ada
Regresi
Ada
.....Limfosit infiltratif
Perkiraan ketahanan hidup pasien di klasifikasikan berdasarkan staging system The American Joint Committee on Cancer (AJCC) tahun 2010 17, yaitu : Tabel 2.2. Sistim staging untuk melanoma berdasarkan AJCC (2010)17 Staging IA IB
IIA
IIB
Kriteria T1a : Tidak ada keterlibatan KGB atau metastasis jauh < 1 mm ketebalan tumor dan tidak ada ulserasi, Jumlah mitosis < 1 mm2 T1b : Tidak ada keterlibatan KGB atau metastasis jauh.< 1 mm ketebalan tumor disertai ulserasi Jumlah mitosis > 1 mm2 T2a : Tidak ada keterlibatan KGB dan Metastasis jauh.Ketebalan tumor 1 – 2 mm dan tidak ada ulserasi T2b : Tidak ada keterlibatan KGB dan Metastasis jauh.Ketebalan tumor 1 – 2 mm disertai ulserasi
Angka Ketahanan hidup 5 tahun 10 tahun 97%
93%
94%
87%
91%
83%
82%
67%
T3a : Tidak ada keterlibatan KGB dan Metastasis jauh.Ketebalan tumor 2-4 mm tanpa ulserasi
79%
66%
T3b : Tidak ada keterlibatan KGB dan Metastasis
68%
55%
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
18
Staging
Kriteria
Angka Ketahanan hidup 5 tahun 10 tahun
jauh.Ketebalan tumor 2-4 mm disertai ulserasi. 71%
57%
55%
39%
78%
68%
N1b : Mikrometastis, tidak ada KGB regional yng terlibat, tanpa metastasis jauh.
54%
38%
N2b : Mikrometastis, 2 – 3 KGB regional yang terlibat, tanpa metastasis jauh.
59%
43%
40%
24%
T4a : Tidak ada keterlibatan KGB dan Metastasis jauh.Ketebalan tumor >4 mm tanpa ulserasi IIC
T4b : Tidak ada keterlibatan KGB dan Metastasis jauh.Ketebalan tumor >4 mm disertai ulserasi
IIIA
N1a : Mikrometastasis sampai keterlibatan 1 KGB regionalTanpa metastasis jauh N2a : Mikrometastis, 2 – 3 KGB regional yang terlibatTanpa metastasis jauh
IIIB
N2c : Satelitosis / pada fase transit metastasis tanpa metastasis KGB regional IIIC
N3 : 4 atau lebih metastasis KGB regional. Matted metastasis kgb regional atau satelitosis / in transit metastasis disertai metastasis kgb regional
Ketahanan Hidup Median IV
18 bulan
M1a : metastasis ke organ kulit, subkutaneus jaringan atau KGB jauh
12 bulan
M1b : Metasstasis ke paru
6 bulan
M1c : Metastasis ke visera dan lokasi lain.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
19
2.12. KERANGKA TEORI INK4a/ARF
P16INK4a
CDK4/6
P14ARF
CDK4/6 pRb
P pRb
Cyclin
E2F
P E2F
pRb
G0
M
G1 – S phase
G1 PROLIFERASI Ki-67
S
G2
Normal Melanosit
Nevus melanositik & displastik
Melanoma (RGP)
Melanoma (VGP)
NM
SSM ALM LMM
AKTIVITAS MITOSIS
ULSERASI
METASTASIS KGB
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
20
2.13. KERANGKA KONSEP
P16 dan Ki67
MELANOMA MALIGNUM NODULAR
ULSERASI (+) / (-)
AKTIVITAS MITOSIS
EKSPRESI p16
METASTASIS KGB (+) / (-)
TINGGI ATAU RENDAH
DAN EKSPRESI Ki-67
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
21
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian ini merupakan studi analitik potong lintang yang diawali dengan pengumpulan slide Hematoksilin-Eosin (HE) dan blok parafin seluruh kasus melanoma malignum jenis nodular di bagian arsip Departemen Patologi Anatomik FKUI-RSCM. Apabila slide dengan pewarnaan HE tersebut sudah tidak layak baca, maka akan dilakukan pemotongan ulang blok dengan pewarnaan HE. Dilakukan pengumpulan data klinik antara lain usia, jenis kelamin, lokasi tumor, dan ada tidaknya metastasis ke kelenjar getah bening / organ lain sebagai bagian dari data prediktif prognostik. Kemudian akan dilakukan pembacaan pada seluruh slide, dan melakukan penilaian faktor prognostik histopatologik (mikro staging) yaitu penghitungan jumlah mitosis per 5 LPB, ada tidaknya ulserasi serta menilai ada tidaknya keterlibatan kelenjar getah bening. Seluruh sampel akan dinilai ekspresi protein p16 dan Ki-67 dengan menggunakan metode pulasan imunohistokimia. Positifitas ekspresi sel tumor akan terlihat pada inti sel serta pada sitoplasma untuk pulasan p16, serta positif pada inti untuk pulasan Ki-67 yang ditandai dengan adanya perubahan warna inti sel dan sitoplasma menjadi merah. Penilaian derajat positifitas akan dilakukan berdasarkan intensitas pewarnaan serta persentase inti dan sitoplasma yang positif mengekspresikan p16. Khusus untuk Ki-67 hanya dilakukan penilaian positivitas saja. Penilaian dilakukan oleh 2 observer menggunakan mikroskop yang sama dan dinilai pada 500 sel tumor.Apabila terdapat ketidaksesuaian akan dilakukan konsesus bersama. Seluruh data penelitian ini akan dianalisa secara statistik dan hasilnya akan ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan grafik.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
22
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian : Penelitian dilaksanakan di Departemen Patologi Anatomik FKUI-RSCM mulai bulan Februari sampai Agustus 2012 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian : Populasi penelitian adalah seluruh sediaan blok parafin kasus kulit yang didiagnosis sebagai melanoma malignum tipe nodular di Departemen Patologi Anatomik FKUI-RSCM mulai Januari 2000 sampai februari 2012 yang memenuhi kriteria penerimaan. Penghitungan besar sampel : N1 = N2 = ( Zα √2PQ + Zβ √P1Q1 + P2Q2)2 --------------------------------------(P1-P2)2 N1=N2 :Besar sampel penelitian masing – masing kelompok α
:Tingkat kemaknaan satu arah (α) sebesar 5% (1.645)
β
: 0.842
P1
:Besarnya
proporsi
penderita
mengekspresi p16 berdasarkan literatur 77% P2
:Besarnya
melanoma 17
maligna
yang
(0.77)
proporsi penderita melanoma maligna yang tidak
mengekspresikan p16 berdasarkan literatur 45% (0.45) P
: ½ (P1 + P2 )
Q
: 1-P
Berdasarkan penghitungan tersebut, didapatkan N1 = N2 = 27,6725 (28) kasus. Total sampel yang diperlukan minimal : 2x28 = 56 kasus. Setelah dilakukan pencarian blok parafin, ternyata hanya ditemukan 25 kasus yang sesuai dengan kriteria penerimaan dengan kualitas blok yang masih baik dan dapat digunakan untuk penelitian ini, oleh karena itu diputuskan digunakan total sampling.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
23
3.4.Kriteria penerimaan dan penolakan : 3.4.1. Kriteria penerimaan :
Penderita melanoma malignum dengan cara pengambilan biopsi eksisi atau operasi.
Kasus MM dengan pola pertumbuhan vertikal pada organ kulit.
Blok parafin tersedia dan dalam kondisi baik
3.4.2. Kriteria penolakan : Kasus review slide / blok yang dikirimkan ke Departemen PAFKUI/RSCM Blok parafin yang telah habis massa tumornya.
3.5.Alur kerja Kasus nodular melanoma
Pengumpulan slide
Blok Parafin
Pewarnaan IHK
Pembacaan hasil (p16 dan Ki67)
Jumlah mitosis / 5 LPB Tumor Primer
Ulserasi Analisa Metastasis
Pembacaan ulang
Statistik
Tumor Sekunder
3.6.Prosedur penelitian Pemeriksaan histopatologik berdasarkan pewarnaan hematoksilin dan eosin dilakukan pada seluruh slide. Dilakukan penilaian ada tidaknya ulserasi, serta melakukan penilaian jumlah mitosis per 1 5LPB dan keterlibatan kelenjar getah bening dengan ditemukan gambaran mikro metastasis di kelenjar getah bening. Prosedur pulasan secara imunohistokimia dengan antibodi p16 dan Ki-67 dengan prosedur yang bertahap. Tahapan awal yang dilakukan adalah jaringan yang telah
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
24
dijadikan blok paraffin akan dipotong setebal 5 mikron dilanjutkan dengan dilakukan preparasi sediaan dengan metode pemanasan diatas slide warmer dengan suhu antara 56,5oC – 60oC. Tahapan berikutnya adalah deparafinisasi dengan menggunakan xylol sebanyak 3x masing –masing selama 5 menit, kemudian dilanjutkan dengan penggunaan alkohol yang konsentrasinya menurun bertahap dimulai dari alkohol absolut, konsentrasi 95%, 90%,sampai 70%, masing – masing selama lebih kurang 5 menit. Setelah tahapan deparafinisasi selesai, dilakukan pencucian slide dengan air yang mengalir selama 5 menit, dan dilanjutkan dengan pencelupan dalam larutan endogen peroksidase 0,5 % selama 30 menit, setelah itu dilakukan pembilasan ulang dengan air mengalir selama lebih kurang 5 menit. Seluruh sediaan dilakukan blocking dengan hidrogen peroksidase 0,5% selama 45 menit. Sediaan kemudian akan direndam dalam target retrieval solution Tris-EDTA (pH 9) dalam microwave sebagai tahapan antigen retrieval. Dilakukan 2 tahapan pemanasan yaitu tahap I selama 5 menit dengan power level tinggi, dilanjutkan dengan tahap kedua dengan power level yang lebih rendah selama 5 menit, kemudian dilakukan pendinginan selama lebih kurang 30 menit. Setelah slide dingin dilakukan pencucian dengan Tris buffer saline (TBS) selama 3 menit, kemudian dilingkari dengan menggunakan pap pen. Blocking background dari aktivitas non spesifik dengan menggunakan serum normal (normal horse serum / NHS) selama 30 menit. Dilanjutkan dengan tahapan inkubasi antibodi primer p16 menggunakan mouse monoclonal antibody p16 (Biogenex) pengenceran 1 : 1000 dan Rat anti mouse monoclonal antibody Ki-67 (Novocastra) pengenceran 1:100 dengan prosedur over night. Setelah proses inkubasi selesai, dicuci dengan TBS selama 3 menit. Tahapan berikutnya adalah inkubasi dengan antibodi sekunder dalam serum normal menggunakan universal link selama 15 menit, dicuci kembali dengan TBS selama 3 menit.. Dilakukan inkubasi dengan Trekavidin dalam serum normal selama 15 menit, setelah itu lakukan tahapan pencucian ulang dengan TBS 3 menit. Teteskan kromogen 3 Amino-9-ethyl carbazole (AEC) selama 25 menit, cuci dengan air mengalir, terakhir lakukan pencelupan ke dalam larutan Hematoksilin Lilie Mayer sebagai
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
25
counterstain, selama 0,5 – 1 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir selama 5 menit, dan dilanjutkan dengan perendaman dalam lithium carbonat selama 2 menit ditutup dengan menggunakan cairan penutup (aqueous mounting media) dan gelas penutup. Interpretasi hasil pulasan imunohistokimia p16 dan Ki-67 dilakukan oleh 2 pengamat, dan apabila terdapat perbedaan, penilaian dilakukan berdasarkan konsensus bersama, berdasarkan Straume dkk dan Talve dkk serta Gimotty dkk 17,39,43
yang dimodifikasi. Dilakukan penilaian ekspresi p16 berdasarkan intensitas
pewarnaan dan proporsi positif pada pada 500 sel tumor. Positifitas akan terlihat pada inti dan sitoplasma untuk p16 dan, sehingga pada penelitian ini dibedakan antara penilaian positifitas pada keduanya. Nilai negatif apabila inti dan sitoplasma tidak terwarnai atau sesuai dengan kontrol negatif pada tiap sediaan. Penilaian intensitas pewarnaan yaitu (a) nilai 0 bila tidak ada pulasan. (b) nilai 1,bila pulasan lemah, (c) nilai 2,bila intensitas pulasan sedang, dan (d) nilai 3,bila intensitas pulasan kuat, yang dibandingkan dengan kontrol positif sediaan. Proporsi sel tumor yang terpulas positif yaitu, (a) nilai 0 bila tidak ada sel yang positif terpulas. (b) nilai 1, < 10 % sel tumor terpulas positif, (c) 2, 10 – 50% sel tumor terpulas positif, (d) 3, > 50% sel tumor terpulas positif. Selanjutnya dilakukan penghitungan index pewarnaan yang merupakan hasil perkalian intensitas pewarnaan dan proporsi positif sel tumor.17 Penilaian hasil pulasan Ki-67 untuk menilai indeks proliferasi pada 500 sel tumor. Dikatakan positif apabila inti terpulas merah dan negatif apabila inti berwarna biru sesuai dengan kontrol negatif. Nilai positif dicantumkan dalam persentase berdasarkan jumlah inti sel yang terwarnai positif per 500 sel tumor yang dinilai dengan menggunkanakan pembesaran 400x. Dengan menggunakan cut off sebesar 20% maka (a) 1 apabila positifitas sel tumor < 20% dan (b) 2 apabila sel tumor terwarnai > 20% berdasarkan Pearl,dkk.. Pengolahan data Data dikumpulkan dalam satu tabel induk untuk kemudian . dianalisis menggunakan aplikasi statistik. Analisis data diawali dengan uji normalitas
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
26
Shapiro-Wilk dikarenakan besaran sampel yang kecil.
Data berbagai
faktor prognostik histopatologik merupakan data kategorik dihubungkan dengan ekspresi p16 dan ki67 yang merupakan skala ordinal / kategorikal dan dilakukan analisa statistik dengan menggunakan Uji Chi-square jika memenuhi syarat, atau uji Fisher’s exact Untuk skala kategorikal pada 2 kelompok yang berpasangan digunakan uji Mc. Nemar. Penyajian hasil analisis data dalam bentuk tekstular dan tabular. 3.8. Definisi Operasional : 3.8.1 Ekspresi p16
:
Indeks
pewarnaan
imunohistokimia
dengan
menggunakan mouse monoclonal antibody p16 (Biogenex). Penghitungan skor indeks pewarnaan berdasarkan intensitas dan positivitas sel tumor per 500 sel. Intensitas pewarnaan menggunakan skor berdasarkan Straume, dkk : (0) untuk tidak ada pewarnaan (negatif), (1) untuk intensitas lemah,(2) intensitas sedang, dan (3) untuk intensitas kuat. Sedangkan positivitas sel tumor diberi skor : (0) bila tidak ada sel yang positif, (1) bila < 10% sel tumor positif, (2) bila 10-50% sel tumor positif, dan (3) bila > 50 % sel tumor positif Indeks pewarnaan . 3.8.2. Ekspresi Ki-67 : Indeks pewarnaan imunohistokimia dengan menggunakan Rat anti mouse monoclonal antibody Ki-67 ( Novocastra).
Hasil pulasan
dilakukan penilaian positivitas sel tumor yang terpulas positif pada 500 sel dengan cutoff sebesar 20% berdasarkan Pearl, dkk :Positif bila > 20% dan negatif bila < 20%. 3.8.3. Aktivitas Mitosis
:
Melakukan
penghitungan
banyaknya
mitosis menggunakan mikroskop Olympus CX-21 sebanyak 5 LPB. 3.8.4.Ulserasi : Tidak ditemukannya epidermis yang utuh di bagian atas massa tumor primer secara mikroskopik. 3.8.5. Metastasis
: Keterlibatan kelenjar getah bening dengan ditemukannya
massa tumor secara mikroskopik (mikro metastasis) ataupun teraba/ terdeteksi secara klinis (makrometastasis)
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
27
3.9.Kaji Etik Penelitian ini telah mendapat surat keterangan lolos kaji etik Nomor: 06/PT 02.FK/ETIK/2012 Tanggal 09 Januari 2012.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
28
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Demografi dan Karakteristik dasar Berdasarkan hasil penelusuran arsip melanoma malignum selama kurun waktu 2000 – 2011 didapatkan 82 kasus. Tetapi hanya 25 kasus dengan blok parafin yang dapat dipergunakan dan memenuhi kriteria penerimaan. Terdapat 13 pasien (52%) berjenis kelamin laki-laki dan 12 pasien lainnya (48%) berjenis kelamin perempuan. Rentang usia pasien antara usia 24 sampai 89 tahun, dengan rerata usia 55 tahun. Sebanyak 56% atau 14 kasus berlokasi di daerah ekstremitas atas, 5 kasus di ekstremitas bawah, sedangkan sisanya sebanyak 6 kasus di lokasi lain di daerah kulit. Tabel 4.1. Karakteristik Umum Pasien Jenis Kelamin Usia
Lokasi
VARIABEL Laki – laki Perempuan
FREKUENSI 13
PERSENTASE 52
12
48
20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun 71-80 tahun ≥ 80 tahun
2 1 7 9 2 2
8 4 28 36 8 8
2
8
Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Lainnya
14 5 6
56 20 24
Beberapa faktor prognostik histopatologik yang dianalisis secara statistik adalah ada tidaknya ulserasi pada tumor. Di dapatkan 16 kasus (64%) mengalami ulserasi, dan 9 kasus (36%) tidak didapatkan gambaran ulserasi. Penilaian aktivitas mitosis dilakukan berdasarkan perhitungan jumlah mitosis per mm2. Jumlah mitosis per mm2 dikelompokkan menjadi 3 kategorik, Aktivitas mitosis rendah apabila mitosis < 5 per 5 LPB ditemukan pada 6 kasus (24%) dan aktivitas tinggi bila mitosis > 5 per 5 LPB ditemukan pada 19 kasus (76 %). Keterlibatan kelenjar getah bening atau metastasis kelenjar getah bening
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
29
ditemukan pada 8 kasus (32%) dan 17 kasus (68 %) tidak mengalami metastasis kelenjar
getah bening. Data karakteristik yang lengkap serta ringkasan data
pulasan p16 dan ki67 dapat dilihat pada Tabel 4.1. dan tabel 4.2. Tabel 4.2. Ekspresi p16 dan Ki67 pada berbagai faktor prognostik histopatologik Variabel Ulserasi
Aktivitas mitosis
Metastasis KGB
Ekspresi p16
Ekspresi ki67
positif
Negatif
Positif
Negatif
Positif
6(24%)
10(40%)
8(32%)
8(32%)
Negatif
2(8%)
7(28%)
4(16%)
5(20%)
Tinggi
6(24%)
13(52%)
11(44%)
8(32%)
Rendah
2(8%)
4(16%)
2(4%)
4(16%)
Positif
4(16%)
4(16%)
5(20%)
3(12%)
Negatif
4(16%)
13(32%)
8(32%)
9(36%)
4.2. Ekspresi p16 Setelah dilakukan pewarnaan imunohistokimia pada seluruh kasus penelitian ini, didapatkan 2 jenis imunoreaktifitas yaitu terpulas positif pada daerah inti dan sitoplasma dengan berbagai variasi intensitas pewarnaan. Pewarnaan protein p16 pada umumnya homogen pada daerah tumor, tetapi pada beberapa kasus menunjukkan hasil pulasan yang heterogen dengan kelompokan sel tumor yang positif dan negatif berdekatan. Ekspresi positif di sitoplasma umumnya ditemukan pada kasus – kasus yang tidak mengekspresikan p16 pada inti, oleh karena itu penghitungan positivitas p16 dibedakan menjadi positif inti dan sitoplasma, seperti pada Tabel 4.2.1. Hanya pulasan pada inti yang dianggap sebagai hasil pulasan yang spesifik. Hasil penelitian ini sebanyak 17 kasus dari total 25 kasus atau sebesar 68%, menunjukkan ekspresi protein p16 inti negatif yang berasal dari penggabungan index pewarnaan 0 – 1. Ekspresi p16 inti positif merupakan penggabungan index pewarnaan 2 – 9 didapatkan pada 8 kasus (32%). Sebanyak 11 kasus (44%) menunjukkan penurunan ekspresi p16 di sitoplasma, dan peningkatan ekspresi p16 sitoplasma terdapat pada 14 kasus (56%)
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
30
Tabel. 4.2.1. Ekspresi p16 pada tumor primer melanoma malignum nodular Indeks Pewarnaana
a
Ekspresi p16
0
inti 17 (68%)
sitoplasma 10(40%)
1
-
1(4%)
2
4(16%)
3(12%)
3
1(4%)
4(16%)
4
-
1(4%)
6
3(12%)
4(4%)
9
-
2(8%)
Total
25(100%)
25(100%)
Indeks Pewarnaan = Intensitas X positivitas
Dilakukan pengujian statistik untuk membandingkan ekspresi p16 di inti pada beberapa faktor prognostik. Untuk kepentingan statistik, ekspresi p16 berdasarkan indeks pewarnaan dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok penurunan ekspresi / ekspresi rendah ( indeks pewarnaan 0-1) sebagai kelompok ekspresi p16 negatif, dan ekspresi p16 positif adalah penggabungan kelompok sedang (indeks 2-4) dan kelompok ekspresi tinggi ( 5-9). Hasil yang didapatkan sesuai tabel 4.2.2 Tabel 4.2.2. Perbedaan ekspresi p16 inti dengan ada tidaknya ulserasi di tumor primer melanoma malignum jenis nodular
Ulserasi (+)
Ekspresi p16 inti Negatif Positif N(%) N(%) 10 (40%) 6(24%)
Ulserasi (-)
7 (28%)
2(8%)
Total
17(68%)
8(32%)
Variabel
p 0.374
Uji fisher’s
Dilakukan uji asosiasi pada variabel kategorik ulserasi dan ekspresi p16 di inti. Karena tidak memenuhi syarat untuk uji Chi-Square, maka digunakan uji alternatifnya yaitu uji Fisher’s dengan hasil menunjukkan p= 0.374. Karena p >
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
31
0.05, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat hubungan antara ulserasi dengan dengan ekspresi p16 di inti. Untuk alasan statistik maka aktivitas mitosis dilakukan penggabungan kategorik, menjadi kelompok rendah / sedang, dan kelompok tinggi. Hasil yang didapatkan antara ekspresi p16 inti dihubungkan dengan aktivitas mitosis pada tumor primer, terlihat pada tabel 4.2.3. Tabel 4.2.3 Perbedaan ekspresi p16 inti dengan aktivitas mitosis tumor primer melanoma malignum jenis nodular
mitosis rendah
Ekspresi p16 inti Negatif Positif N(%) N(%) 4 (16%) 2(8%)
mitosis tinggi
13 (52%)
6(24%)
Total
17(68%)
8(32%)
Variabel
p 0.651
Uji Fisher
Hasil uji hubungan antara ekspresi p16 inti dengan aktivitas mitosis dengan uji Fisher’s menujukkan nilai kemaknaan p = 0.651, sehingga dapat diartikan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut. Hubungan antara ada tidaknya metastasi di kelenjar getah bening pada tumor primer melanoma malignum jenis nodular juga dilakukan pengujian. Hasil yang didapatkan adalah p = 0.193 dengan uji Fisher’s. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2.4. Tabel 4.2.4 Perbedaan ekspresi p16 inti dengan metastasis kgb di tumor primer melanoma malignum jenis nodular
Metastasis (+)
Ekspresi p16 inti Negatif Positif N(%) N(%) 4 (16%) 4(16%)
Metastasis (-)
13 (52%)
4(16%)
Total
17(68%)
8(32%)
Variabel
p 0.193
Uji Fisher
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
32
4.3. Ekspresi Ki67 Penghitungan ki67 dilakukan pada 500 sel tumor dan dihitung positivitas ekspresi ki67. Hasil positivitas ekspresi ki67 pada umumnya terdistribusi heterogen, dengan kisaran antara 0 – 80% dan median 23 %. Untuk penghitungan statistik dilakukan pengelompokan kasus dengan menggunakan titik potong pada 20%. Pengambilan sebelumnya.
titik
39,52
potong
tersebut
berdasarkan
berbagai
kepustakaan
Pada kasus – kasus dengan gambaran ulserasi, ekspresi ki67
positif terlihat pada8 kasus (32%),dan 5 kasus (20%) dengan ulserasi negatif. Hasil uji asosiasi antara kedua kelompok tersebut menunjukkan tidak ditemukan hubungan yang bermakna dengan nilai signifikansi (p= 1.000). Selengkapnya hasil ekspresi ki67 terlihat pada tabel 4.3.1. Tabel 4.3.1. Perbedaan ekspresi ki67 dengan ulserasi tumor primer pada melanoma malignum jenis nodular
Ulserasi (+)
Ekspresi Ki67 Negatif Positif N(%) N(%) 8 (32%) 8(32%)
Ulserasi (-)
4 (16%)
5(20%)
Total
12(48%)
13(52%)
Variabel
p 1.000
Uji Fisher
Sebanyak 8 kasus pada kelompok tumor primer melanoma malignum jenis nodular dengan metastasis kelenjar getah bening, menunjukkan positivitas ekspresi ki67 antara 5 sampai 80 %, dengan nilai median 60,6%. Positivitas ki78 pada kelompok tanpa metastasis kelenjar getah bening terdapat pada 8 kasus (32%) dan 5 kasus (20%) pada kelompok dengan keterlibatan kelenjar getah bening. Hasil uji asosiasi antara kelompok ekspresi ki67 dengan ada tidaknya metastasis di kelenjar getah bening menunjukkan signifikansi yang tidak bermakna (p=0.67). Hasil selengkapnya sesuai dengan tabel 4.3.2.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
33
Tabel 4.3.2. Perbedaan ekspresi ki67 dengan metastasis kgb tumor primer pada melanoma malignum jenis nodular
Metastasis (+)
Ekspresi Ki67 Negatif Positif N(%) N(%) 3 (12%) 5(20%)
Metastasis (-)
9 (36%)
8(32%)
Total
12(48%)
13(52%)
Variabel
P 0.673
Uji Fisher’s
Positivitas ki67 terekspresi pada kelompok kasus dengan mitosis per 5 LPB rendah dengan kisaran antara 0 – 75.8%. Nilai median didapatkan pada 6.8%. Sedangkan kelompok dengan aktivitas mitosis tinggi menunjukkan positivitas ekspresi ki67 antara 0 – 80%, dengan median 16,2%. Ki67 positif dengan titik potong 20% terdapat pada 13 kasus (52%) yang mayoritas berasal dari kelompok mitosis tinggi ( 11 kasus). Sedangkan kelompok mitosis tinggi tetapi ki67 terekspresi negatif terdapat pada 8 kasus ( 32%).Hasil uji kemaknaan melihat perbedaan ekspresi antara kedua kelompok tersebut menggunakan asosiasi kategorik Fisher’s test dengan nilai signifikansi p = 0.378. Hasil uji statistik tersebut dapat disimpulkan sebagai tidak adanya perbedaan ekspresi antara kedua variabel yang diujikan. Hasil lengkap terdapat pada tabel 4.3.3. Tabel 4.3.3. Perbedaan ekspresi ki67 dengan aktivitas mitosis tumor primer pada melanoma malignum jenis nodular Ekspresi ki67 Variabel
Negatif
Positif
N(%)
N(%)
Mitosis tinggi
8 (32%)
11(44%)
Mitosis rendah
4 (16%)
2(4%)
Total
12(48%)
13(52%)
p
0.378
Uji Fisher’s
4.4. Ekspresi p16 inti dan Ki67 pada tumor primer dan sekunder Pada penelitian ini ditemukan 8 kasus dari 25 kasus tumor primer melanoma malignum jenis nodular yang mengalami metastasis kelenjar getah bening. Sehingga dilakukan uji statistik untuk melihat perbedaan ekspresi p16 dan ki67
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
34
antara tumor primer dengan tumor sekunder. Ekspresi p16 negatif pada tumor primer dan sekunder terdapat pada 3 kasus, sedangkan ekpresi p16 positif pada tumor primer dan negatif pada tumor sekunder terdapat pada 1 kasus, dan ekspresi p16 positif pada tumor primer positif pada tumor sekunder terdapat pada 4 kasus. Hasil uji asosiasi menggunakan uji Mc. Nemar antara ekspresi p16 pada tumor primer dan sekunder menunjukkan signifikansi p= 1.000, yang berarti tidak terdapat perbedaan ekspresi p16 pada tumor primer dan tumor sekunder. Hasil selengkapnya pada Tabel 4.4.1 Tabel 4.4.1. Perbedaan ekspresi p16 inti antara tumor primer dan sekunder pada melanoma malignum jenis nodular Ekspresi p16 tumor Negatif sekunder Positif
Total
Ekspresi p16 tumor primer Negatif Positif 3 1 0
4
3
5
p 1.000
Uji Mc.Nemar
Penelitian ini juga melihat perbedaan ekspersi ki67 antara tumor primer dan tumor sekunder. Didapatkan nilai signifikansi berdasarkan uji asosiasi Mc. Nemar p = 1.000, yang berarti tidak terdapat perbedaan ekspresi ki67 antara tumor primer dan sekunder. Didapatkan hasil ekspresi ki67 negatif pada tumor primer dan negatif pada tumor sekunder sebanyak 2 kasus, ekspresi ki67 positif pada tumor primer dan negatif pada tumor sekunder terdapat pada 1 kasus, sedangkan ekspresi ki67 positif di tumor primer dan negatif di tumor sekunder terdapat pada 4 kasus. Hasil selengkapnya terlihat pada tabel (Tabel 4.4.2). Tabel 4.4.2. Perbedaan ekspresi ki67 antara tumor primer dan sekunder pada melanoma malignum jenis nodular Ekspresi ki67 tumor primer p Ekspresi ki67 tumor Negatif sekunder Positif
Negatif
Positif
2
1
0
5
1.000
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
35
Total
2
6
Uji Mc. Nemar.
a
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
36
b
c
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
37
d Gambar 1. Pewarnaan P16 dan Ki67 pada Nodular melanoma. (a).Pulasan p16 dengan Overekspresi p16 pada inti dan sitoplasma (index pewarnaan 2-9). (b). Penurunan ekspresi p16 pada inti dan sitoplasma melanoma malignum kutis jenis nodular.(index pewarnaan 0-1) (c) Ekspresi positif Ki67. (d). Ekspresi negatif Ki67. (pembesaran 40x)
BAB V PEMBAHASAN Melanoma malignum terutama pada organ kulit, merupakan tumor yang memiliki sifat potensial ganas yang tinggi, serta memiliki angka kematian yang juga tinggi. Pada beberapa jenis neoplasma ganas, aktivitas proliferasi berhubungan dengan kecenderungan terjadinya metastasis serta kesintasan (survival) dari pasien.Berbagai faktor mulai dari klinik dan histopatologik sampai imunoprofil dapat berguna sebagai prediktor prognostik pada melanoma malignum. Pada penelitian ini dilakukan penilaian ekspresi p16 dan ki67 pada melanoma malignum nodular, dan melihat adakah hubungan ekspresi protein tersebut dengan berbagai faktor prognostik histopatologik . Secara umum usia dan jenis kelamin serta lokasi dapat membantu dalam penentuan prognosis pada penderita melanoma malignum. Berbagai literatur menyebutkan bahwa prognostik lebih baik ditemukan pada jenis kelamin perempuan dengan kelompok usia kurang dari 65 tahun9, 17, 44. Keadaan yang sama juga didapatkan pada hasil penelitian ini. Kisaran usia pasien pada penelitian ini
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
38
antara 24 – 89 tahun dengan rerata usia < 65 tahun yaitu 55 tahun. Hanya saja pada penelitian ini jenis kelamin laki – laki memiliki frekuensi lebih tinggi dibandingkan perempuan, walaupun perbedaan yang ada antara kedua jenis kelamin tersebut tidak terlalu signifikan. Sebagian besar lokasi tumor pada penelitian ini berasal dari daerah ekstremitas atas (56%). Lokasi tersebut merupakan salah satu daerah yang lebih sering terpapar sinar ultraviolet dibandingkan dengan lokasi lainnya. Hal tersebut memiliki keterkaitan dengan patogenesis dari melanoma yang berhubungan dengan pajanan sinar ultraviolet sebagai faktor risiko.45 Ekspresi p16 Pada penelitian ini dilakukan penilaian ekspresi p16 pada kasus – kasus melanoma malignum jenis nodular. Pada penelitian ini didapatkan ekspresi p16 pada inti dan sitoplasma. Tetapi pada penelitian ini hanya ekspresi p16 pada inti yang dianggap ekspresi yang sebenarnya. Ekspresi pada sitoplasma masih menjadi kontroversi. Talve dkk,46 menyebutkan bahwa ekspresi di sitoplasma menunjukan suatu artefak dan dinyatakan sebagai pulasan yang negatif. Sebanyak 17 kasus (68%) melanoma malignum nodular pada penelitian ini mengalami penurunan ekspresi (ekspresi negatif) p16. Hal ini sejalan dengan penelitian Kostov dkk bahwa penurunan ekspresi p16 lebih sering didapatkan pada kasus melanoma malignum jenis nodular yang berhubungan dengan kehilangan fungsi gen p16, stadium lanjut, dan progresifitas perkembangan tumor.17,47 Apabila dikaitkan dengan berbagai parameter histopatologik yang dapat dijadikan faktor prediktif prognostik diantaranya adalah ulserasi, mitosis per 5 LPB dan ada tidaknya metastasis kelenjar getah bening. Ketiganya memiliki gambaran ekspresi p16 yang berbeda. Pada kasus – kasus melanoma malignum nodular dengan ulserasi secara statistik tidak didapatkan perbedaan ekspresi antara ada tidaknya ulserasi (Fisher’s, p= 0,374). Walaupun secara statistik tidak menunjukan adanya kemaknaan, namun
terdapat kecenderungan terjadi
peningkatan progresivitas tumor yang ditandai dengan penurunan ekspresi p16
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
39
pada inti pada 40% kasus melanoma malignum nodular dengan gambaran ulserasi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Staume dkk yang menggunakan 202 kasus melanoma dengan pola pertumbuhan vertikal sebagai sampel penelitian, menunjukkan adanya ekspresi p16yang negatif atau minimal pada 42% kasus yang mengalami ulserasi.18 Sebanyak 19 kasus dari total sampel penelitian ini (76%), menunjukkan aktivitas mitosis yang tinggi. Terlihat dari jumlah mitosis > 5 per 5 LPB.. Penurunan ekspresi p16 pada kelompok aktivitas mitosis tinggi terdapat pada 13 kasus (52%) dan 4 kasus (16%) dengan aktivitas mitosis rendah. Apabila dilakukan penghitungan secara statistik dengan uji Fisher’s untuk melihat adakah perbedaan ekspresi p16 dengan aktivitas mitosis, didapatkan hasil yang tidak menunjukan kemaknaan (p=1.000).Walaupun secara statistik tidak menunjukkan kemaknaan, tetapi terdapat kecederungan adanya penurunan ekspresi pada aktivitas mitosis yang tinggi. Penjelasan yang mungkin terjadi adalah penurunan ekspresi p16 mengindikasikan adanya penghambatan fungsi p16 sebagai tumor supresor dan pengaturan pada fase G1-S pada siklus sel dan menyebabkan terjadinya peningkatan proliferasi sel tumor yang ditandai oleh terjadi peningkatan aktivitas mitosis. Hal tersebut sesuai dengan Talve dkk yang juga menyebutkan bahwa terdapat peningkatan progresifitas melanoma pada hasil penelitiannya.30,40,48-49 Dihubungkan dengan ada tidaknya metastasis pada kelenjar getah bening dan ekspresi p16, didapatkan hasil uji statistik p= 0.193, dengan uji statistik Fisher’s.
Ekspresi p16 yang rendah terdapat pada 13 kasus tumor primer
melanoma malignum nodular yang tidak mengalami metastasis kgb. Hasil yang didapatkan ini sejalan dengan hasil penelitian Mihic-Probst dkk, yang juga tidak menunjukan hubungan antara ekspresi p16 dengan keterlibatan kelenjar getah bening 50. Ekspresi Ki67 Pada berbagai penelitian yang berhubungan dengan melanoma malignum, banyak digunakan ki67 sebagai marker prognostik. Penggunaan tersebut memiliki
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
40
alasan karena ki67 tidak terekspresi pada fase istirahat dalam siklus sel (fase G0), tetapi terekspresi mulai pertengahan fase G1 sampai S, G2 dan fase M. Sehingga ki67 dianggap sebagai marker proliferasi.51-2 Ekspresi ki67 yang heterogen terdapat pada 25 kasus penelitian ini, dengan kisaran antara 0 sampai 80 % dan median 23 %.positif. Kasus dengan gambaran ulserasi secara mikroskopik didapatkan pada 16 kasus dengan kisaran positivitas ekspresi ki67 antara 0 – 80%, memiliki median positivitas 19,6%. Pada hasil penelitian ini frekuensi tumor dengan gambaran ulserasi menunjukan distribusi yang seimbang antara ekspresi positif dan negatif dari ki67. Namun apabila dilakukan penghitungan statistik untuk melihat adakan hubungan antara variabel ulserasi tumor dengan ekspresi ki67, hasilnya tidak mencapai nilai signifikansi (p>0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk variabel ulserasi dan positivitas ki67 tidak didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara keduanya (p= 1.000). Hasil pada penelitian ini didukung pula oleh penelitian lainnya yaitu Hazan dkk,53 yang menunjukan kecenderungan ekspresi ki67 positif pada tumor yang ulserasi, walaupun secara statistik tidak menunjukan signifikansi. Penelitian ini juga menilai adakah perbedaan ekspresi protein ki67 sebagai marker proliferasi antara aktivitas mitosis per 1 mm2 yang tinggi dengan aktivitas mitosis rendah. Didapatkan hasil uji Fisher yang tidak menunjukan adanya kemaknaan antara kedua variabel yang diuji. Walaupun kecenderungan yang terjadi menunjukan peningkatan aktivitas mitosis pada ekspresi ki67 yang positif. Berbagai kemungkinan penyebab tidak adanya hubungan antara kedua variabel tersebut antara lain, karena sensitivitas ki67 lebih tinggi dibandingkan dengan penghitungan gambaran mitosis per mm2 . Gambaran mitosis hanya akan terlihat apabila sel sudah berada pada fase M di siklus sel, sehingga ki67 menjadi kurang sensitif pada sel yang sedang mengalami mitosis.51 Perbedaan ekspresi antara ada tidaknya keterlibatan kelenjar getah bening dengan ekspresi ki67 dengan metode analisa statistik Fisher’s test dengan hasil tidak mencapai nilai signifikansi
(p=0.673). Jumlah kasus yang dengan
keterlibatan kelenjar getah bening sangat kecil, hanya 8 kasus dari 25 kasus, sehingga untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih tepat akan sulit. Sungguhpun
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
41
jumlah kasus sedikit, tetapi kecenderungan yang terjadi pada kasus yang mengalami keterlibatan kelenjar getah bening terlihat mengalami ekspresi ki67 yang positif (62.5%) . Tumor Primer dan Sekunder Pada penelitian ini sejumlah 8 kasus memiliki keterlibatan kelenjar getah bening. Untuk itu dilakukan penilaian ekspresi p16 dan ki67 pada tumor primer dan sekundernya. Tujuannya untuk menilai adakah perbedaan ekspresi kedua marker tersebut pada tumor primer dan sekunder. Hasil yang didapatkan terdapat 6 kasus dengan ekspresi ki67 yang positif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pearl dkk, disebutkan bahwa adanya ekspresi ki67 yang positif pada satu kelenjar getah bening yang mengalami metastasis, dapat meningkatkana risiko terjadinya penyebaran di kelenjar getah bening lainnya (multipel metastasis di kgb).52-3 Pernyataan ini harus dibuktikan lebih dahulu dengan jumlah sampel yang ebih banyak. Secara teori perubahan protein siklus sel seperti p16 memiliki peran pada transformasi dan progesifitas sel tumor melanositik. Penurunan progresif ekspresi p16 dapat terlihat pada melanoma yang telah metastasis. Namun pada penelitian ini dengan jumlah sampel metastasis 8 kasus, didapatkan 5 diantaranya dengan ekspresi p16 yang tinggi dan 3 kasus dengan ekspresi p16 yang rendah. Penelitian Straume dkk, mendapatkan hasil penurunan ekspresi p16 di tumor primer sebanyak 77% dan 23 % lainnya menunjukkan ekspresi yang tinggi.
17
Uji
asosiasi komparatif berpasangan Mc. Nemar dilakukan untuk melihat adanya perbedaan antara ekspresi p16 dan ki67 di tumor primer dan sekunder. Hasilnya tidak mencapai nilai signifikansi (p=1.000). Hal tersebut masih dimungkinkan karena keterbatasan jumlah sampel. Diharapkan pada penelitian dengan jumlah sampel yang cukup dapat menunjukan nilai signifikansi. Faktor jumlah sampel yang sedikit sangat berpengaruh dan merupakan salah satu kekurangan pada penelitian ini.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
42
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi protein p16 dengan beberapa faktor prognostik histopatologik melanoma malignum kulit jenis nodular yaitu gambaran ulserasi, dan aktivitas mitosis tinggi, dan metastasis kelenjar getah bening.
Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi protein Ki-67 dengan beberapa faktor prognostik histopatologik melanoma malignum kulit jenis nodular yaitu gambaran ulserasi, dan aktivitas mitosis tinggi, dan metastasis kelenjar getah bening.
6.2. SARAN
Perlu dilakukan penelitian dengan sampel yang lebih besar pada faktor prognostik histopatologik melanoma malignum jenis nodular dan penanda (marker)yang lain.
Perlu dilakukan penelitian yang menghubungkan dengan angka kesintasan pasien – pasien melanoma malignum nodular.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
43
DAFTAR PUSTAKA.
1. Kanker di Indonesia tahun 2006. Data Histopatologik. Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan Registrasi Kanker. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Anatomik. Yayasan Kanker Indonesia. 2. Riker AI, Zea N, Trinh T. The epidemiology, prevention, and detection of melanoma. The Ochner Journal. 2010; 10: 56-65. 3. Tjarta A, Kanoko M, Ueda M, Hamzah M, Cipto H, Ichihashi M, et al. Rare case of melanoma studied for its histopathological features in Indonesia. Med J Indones. 2000;9:93-9. 4. Arisanty R, Tanurahardja B, Kanoko M. Tiga keganasan primer kulit tersering di Departemen Patologi Anatomik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2005-2009. [Telaah Retrospektif]. FKUI.;2010. 5. Bandarchi B, Ma L, Navab R, Seth A, Rasty G. From melanocyte to metastatic malignant melanoma.In : Manga P, Hoek KS, Davids LM, Leachman SA, editors. Dermatology Research and practice. From melanocyte to malignant metastatic melanoma. Hindawi publishing corporation; 2010. 6. Meyskens FLJ, Farmer PJ, Culver HA. Etilogic pathogenesis of melanoma : a unifying hypothesis for the missing atributable risk. Clin Cancer Res. 2004; 10: 2581-3. 7. Carlson JA, Slominski A, Linette GP, Mysliborski J, Hill J, Mihm MC, et al. Malignant melanoma 2003 : predisposition, diagnosis, prognosis and staging. Am J Clin Pathol. 2003; 120 (suppl 1): 101-27. 8. Elder DE, Elenitas R, Murphy FG,Xu X. Bening pigmented lesions and malignant melanoma. In: Elder.DE, editor. Lever’s histopathology of the skin, 10th ed. Philadelphia: Wolter kluwer-lippincott williams&wilkins;2009.p. 738-75. 9. Mc Master KM, Edward MJ, Ross MI, Reintgen DS, Martin RC, Urist MM. Ulceration as a predictive marker for response to adjuvan interferon therapy in melanoma. Ann. Surg.2010; 252: 460-6. 10. Homsi J, Sabet MK, Messina JL, Daud A. Cutaneous melanoma : prognostic factors. Cancer control. 2005; 12 (4) : 223-9. 11. Balch CM, Murad TM, Soong SJ, Ingalls AL, Halpern NB, Maddox WA. A multifactorial analysis of melanoma : prognostic histopathological features comparing Clark’s and Breslow’s staging methods. Ann surg. 1978;188(6): 732-42. 12. Attis MG, Vollmer RT. Mitotic rate in melanoma: a reexamination. Am J Clin Pathol. 2007; 127: 380-4.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
44
13. Elias EG, Hasskamp JH, Sharma BK. Biology of human cutaneous melanoma.Cancer.2010; 2:165-89. 14. Gaudi S, Messina JL. Molecular bases of cutaneous and uveal melanomas. In : Manga P, Hoek KS, Davids LM, Leachman SA, editors. Dermatology Research and practice. From melanocyte to malignant metastatic melanoma. Hindawi publishing corporation; 2010. 15. Kuilman T, Michaloglou C, Mooi WJ, Peeper DS. The essence of senescence. Genes dev. 2010; 24: 2463-79. 16. Li N, Mangini J, Bhawan J. New prognostic factors of cutaneous melanoma : a review of literature. J Cutan Pathol. 2002; 29: 324-40. 17. Ladstein RG, Bachmann IM, Staraume O Akslen LA. Ki-67 expression is superior to mitotic count and novel proliferation markers PHH3, MCM4 and mitosis as a prognostic factor in thick cutaneous melanoma. BMC cancer. 2010; 10: 140. 18. Straume O, Sviland L, Akslen LA. Loss of nuclear p16 protein expression correlates with increased tumor cell proliferation (Ki-67) and poor prognosis in patients with vertical growth phase melanoma. Clin Can Res. 2000; 6 : 1845-53. 19. Li W, Sanki A, Karim RZ, Thompson JF, Lee CS,Zhuang L, et al. The role of cell cycle regularory protein in pathogenesis of melanoma. Pathology. 2006; 38 (4): 287-301. 20. Sekulic A, Haluska PJ, Miller AJ, DeLamo JG, Ejadi S, Pulido JS, et al. Malignant melanoma in the 21st century : the emerging molecular landscape.Mayo Clin Proc. 2008; 83(7):825-46. 21. Sadler TW, Langman J. Langman’s Medical Embryology. 9 ed.Lippincott williams & wilkins. Newyork; 2004.p. 427-35 22. Paek SC, Sober AJ, Tsao H, Mihm MCJr, Johnson TM. Cutaneous melanoma. In Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine, 7th ed. New york:Mc GrawHill Medical; 2008.p. 1134-58. 23. Silver DL, Pavan WJ. The origin and development of neural crest derived melanocyte. In : Hearing VJ, Leong SPL, editors.From melanocytes to melanoma the progression to malignancy. New Jersey : Humana pres inc; 2006.p 3-26. 24. Wasitaatmadja S. Anatomi kulit. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 3rd ed. Jakarta : FKUI; 1999.p 36. 25. Slominski A, Tobin DJ, Shibahara S, Wortsman J. Melanin pigmentation in mammalian skin and its hormonal regulation. Physiol rev. 2004; 84:1155-1228. 26. Stanojevic M, Stanojevic Z, Jovanovic D, Stojiljkovic M. Ultraviolet radiation and melanogenesis. Arch Oncol. 2004; 12(4): 203-5.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
45
27. Yamaguchi Y, Brenner M, Hearing VJ. The regulation of skin pigmentation. JBC. 2007; 282 (38): 27557-61. 28. de Vries E, Bray F, Coebergh JW, Cerroni L, Ruiter DJ, Elder DE, et al Melanocytic tumour. In : Leboit PE, Burg G, Weedon D, Sarasin A, editors. Pathology and genetics skin tumours. Lyon: IARC Press; 2006. P 49-75. 29. World health organization. International agency for research on cancer (IARC). Exposure to artificial UV radiation and skin cancer. Lyon.IARC.2005. 30. Wang SQ, Setlow R, Berwick M, Polsky D, Marghoob AA, Kopf AW, et al. Ultraviolet A and melanoma: A review. J Am Acad Dermatol.2001;44(5):837-46. 31. Riker AI, Zea N, Trinh T. The epidemiology, prevention, and detection of melanoma. The Ochsner Journal. 2010; 10(2):56-65. 32. Demirkan NC, Kesen Z, Akdag B, Larue L, Delmas V. The effect of the sun on expression of β-catenin, p16 and cyclin d1 proteins in melanocytic lesions. Clinical and Experimental Dermatology. 2007; 32: 733-9. 33. Stahl S, Bar-Meir E, Friedman E, Regev E, Orenstein A, Winkler E. Genetics in melanoma. IMAJ. 2004; 6: 774-7. 34. Schafer KA. The cell cycle : a review. Vet pathol. 1998; 35: 461-78. 35. Sherr CJ. The Pezcoller lecture: cancer cell cycles revisited.Cancer Res.2000;60:3689-95. 36. Palmieri G, Capone M, Ascierto MA, Gentilcore G, Stroncek DF, Casula M, et al. Main road to melanoma. Journal of Translational Medicine.2009; 7: 86. 37. Roussel MF. The INK4 family of cell cycle inhibitors in cancer. Omcogene. 1999; 18: 5311-7. 38. Carlson JA, Slominski A, Linette GP, Mysliborski J, Hill J, Mihm MC, et al. Malignant melanoma 2003. Predisposition, diagnosis, prognosis and staging. Am J Clin Pathol. 2003; 120 (suppl 1): S101-27. 39. Ross W, Hall PA. Ki67: from antibody to molecule to understanding ?. J Clin Pathol. 1995; 48: M113-7 40. Talve LAI, Collan YUI, Ekfors TO. Nuclear morphpmetry, immunohistochemical staining with Ki-67 antibody and mitotic index in the assessment of proliferative activity and prognosis of primary malignant melanmas of the skin. J Cutan Pathol. 1996; 23: 335-43. 41. Takata M, Saida T. Early cancers of the skin : clinical, histopathological, and molecular characteristics. J Clin Oncol. 2005; 10:391-7. 42. Smoller BR. Histologic criteria for diagnosing primary cutaneous malignant melanoma. Mod Pathol. 2006; 19: S34-40 43. Mackie RM. Malignant melanoma: clinical variants and prognostic indicators.Clinical and experimental dermatology. 2000; 25: 471-5.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
46
44. Ginnotty PA, Van Belle P, Elder DE, Murry T, Montone KT, Xu X, et al. Biologic and prognostic significance of dermal Ki67 expression, mitoses,and tumorigeicity in thin invasive cutaneous melanoma. J Clin Oncol. 2005; 23: 8048-56. 45. Lasithiotakis K, Leiter U, Meier F, Elgentler T, Metzler G, Moehrie M, et al. Age and gender are significant independent predictors of survival in primary cutaneous melanoma. Cancer. 2008; 112: 1795-804. 46. Talve L, Sauroja I, Collan Y, Punnonen K, Ekfors T. Loss of expression of p16ink4a / CDKN2 gene in cutaneous malignant melanoma correlates with tumor cell proliferation and invasive stage. Int J Cancer (Pred Oncol); 1997: 255-9. 47. Kostov M, Mijovic Z, Mihailovic D, Cerovic S, Stojanovic M, Jelic M. Correlation of cell cycle regularory protein (p53 and p16 ink4a) and bcl-2 oncoprotein with mitotic index and thickness of primary cutaneous malignant melanoma. Bosnian J bas med Scie. 2010; 10: 278-81. 48. Egger ME, Dunki-Jacobs EM, Callender GG, Quillo AR, Scoggins CR, Martin II RCG. Outcomes and prognostic factors in nodular melanoma. Surgery. 2012. 49. Barnhill RL, Katzen J, Spatz A, Fine J,Berwick M. The importance of mitotic rate as a prognostic factor for localized cutaneous melanoma. J.Cutan Pathol.2005; 32:268-73. 50. Mihic-Probst D, Mnich CD, Oberholzer PA, Seifert B, Sasse B, Moch H, et al. P16 expression in primary malignant melanoma is associated with prognosis and lymph node status. Int.J.Cancer.2005;118:2262-8. 51. Henrique R, Azevedo R, Bento MJ, Domingues JC, Silva C, Jeronimo C. Prognostic value of Ki67 expression in localized cutaneous malignant melanoma. J Am Acad Dermatol. 2000;43:6:991-1000. 52. Frahm SO, Schubert C, Parwaresch R, Rudolph P. High proliferative activity may predict early metastasis of thin melanomas. Hum Pathol. 2001; 32:1376-81. 53. Pearl RA, Pacifico , Richman PJ, Stoll DJ, Wilson GD, Grobbelaar AO. Ki67- expression in melanoma. A potential method of risk assessment for the patient with a positive sentinel node. J Exp Clin Cancer Res.2007;26:109-15.
Universitas Indonesia
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
47
Lampiran 1. Hasil uji Fisher’s antara ekspresi p16 dan ulserasi tumor ulserasi * index inti kat Crosstabulation index inti kat loss exp Count ada
6
16
10.9
5.1
16.0
40.0%
24.0%
64.0%
7
2
9
6.1
2.9
9.0
28.0%
8.0%
36.0%
17
8
25
17.0
8.0
25.0
68.0%
32.0%
100.0%
Count tidak
Expected Count % of Total Count
Total
Expected Count % of Total
high exp
10
Expected Count % of Total
tumor ulserasi
Total
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.432
Continuity Correction
.115
1
.734
Likelihood Ratio
.639
1
.424
Pearson Chi-Square
.618 b
Fisher's Exact Test
.661
Linear-by-Linear
.593
Association N of Valid Cases
1
.441
25
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.88. b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
.374
48
Lampiran 2. Hasil uji Fisher antara ekspresi p16 dan aktivitas mitosis per 1 mm2
mitosis 2 kategorik * index inti kat Crosstabulation index inti kat loss exp Count low rate
Expected Count % of Total
mitosis 2 kategorik
Expected Count % of Total
2
6
4.1
1.9
6.0
16.0%
8.0%
24.0%
13
6
19
12.9
6.1
19.0
52.0%
24.0%
76.0%
17
8
25
17.0
8.0
25.0
68.0%
32.0%
100.0%
Count Total
Expected Count % of Total
high exp
4
Count high rate
Total
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.936
Continuity Correction
.000
1
1.000
Likelihood Ratio
.006
1
.936
Pearson Chi-Square
.006 b
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear
.006
Association N of Valid Cases
1
.937
25
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.92. b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
.651
49
Lampira 3. Hasil uji Fisher’s antara ekspresi p16 dan metastasis kgb
metastasis kgb * index inti kat Crosstabulation index inti kat loss exp Count ada
4
8
5.4
2.6
8.0
16.0%
16.0%
32.0%
13
4
17
11.6
5.4
17.0
52.0%
16.0%
68.0%
17
8
25
17.0
8.0
25.0
68.0%
32.0%
100.0%
Count tidak
Expected Count % of Total Count
Total
Expected Count % of Total
high exp
4
Expected Count % of Total
metastasis kgb
Total
Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square
df
Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.186
.746
1
.388
1.703
1
.192
1.752 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.359
Linear-by-Linear
1.682
Association N of Valid Cases
1
.195
25
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.56. b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
.193
50
Lampiran 4. Hasil uji Fisher’s Ekspresi Ki67 dan metastasis kgb Crosstab ki67 cut off 20% <20 Count ada
5
8
3.8
4.2
8.0
12.0%
20.0%
32.0%
9
8
17
8.2
8.8
17.0
36.0%
32.0%
68.0%
12
13
25
12.0
13.0
25.0
48.0%
52.0%
100.0%
Count tidak
Expected Count % of Total Count
Total
Expected Count % of Total
>20 3
Expected Count % of Total
metastasis kgb
Total
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.471
Continuity Correction
.085
1
.770
Likelihood Ratio
.524
1
.469
Pearson Chi-Square
.520 b
Fisher's Exact Test
.673
Linear-by-Linear
.499
Association N of Valid Cases
1
.480
25
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.84. b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
.387
51
Lampiran 5. Hasil uji Fisher’s ekspresi ki67 dan tumor ulserasi Crosstab ki67 cut off 20% <20 Count ada
8
16
7.7
8.3
16.0
32.0%
32.0%
64.0%
4
5
9
4.3
4.7
9.0
16.0%
20.0%
36.0%
12
13
25
12.0
13.0
25.0
48.0%
52.0%
100.0%
Count tidak
Expected Count % of Total Count
Total
Expected Count % of Total
>20 8
Expected Count % of Total
tumor ulserasi
Total
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.790
Continuity Correction
.000
1
1.000
Likelihood Ratio
.071
1
.789
Pearson Chi-Square
.071 b
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear
.068
Association N of Valid Cases
1
.794
25
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.32. b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
.560
52
Lampiran 6. Hasil uji Fisher’s ekspresi ki67 dan aktivitas mitosis per 1 mm2 Crosstab ki67 cut off 20% <20
>20
Count low rate
Expected Count % of Total
mitosis 2 kategorik
4
2
6
2.9
3.1
6.0
16.0%
8.0%
24.0%
8
11
19
9.1
9.9
19.0
32.0%
44.0%
76.0%
12
13
25
12.0
13.0
25.0
48.0%
52.0%
100.0%
Count high rate
Expected Count % of Total Count
Total
Expected Count % of Total
Total
Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square
df
Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.294
.338
1
.561
1.115
1
.291
1.102 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.378
Linear-by-Linear
1.058
Association N of Valid Cases
1
.304
25
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.88. b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
.281
53
Lampiran 7. Hasil uji Mc. Nemar ekspresi p16 pada tumor primer dan sekunder p16 kateg prim * p16 kateg sekunder Crosstabulation Count p16 kateg sekunder 1.00 p16 kateg prim
Total
2.00
1.00
3
1
4
2.00
0
4
4
3
5
8
Total
Chi-Square Tests Value
Exact Sig. (2sided) a
McNemar Test
1.000
N of Valid Cases
8
a. Binomial distribution used.
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
54
Lampiran 8. Hasil uji Mc Nemar antara ekspresi ki67 dan tumor primer dan sekunder ki67 primer cutof 20% * ki67 sekunder cutof 20% Crosstabulation Count ki67 sekunder cutof 20% 1.00 ki67 primer cutof 20%
Total
2.00
1.00
2
1
3
2.00
0
5
5
2
6
8
Total
Chi-Square Tests Value
Exact Sig. (2sided) a
McNemar Test
1.000
N of Valid Cases
8
a. Binomial distribution used.
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
55
no pa
age
age_1 sex lokasi
Lokasi_2 ulserasi meta mito mito_1 intensitas
2178
57 < 60
1 Lengan bawah
ext
100847
60 > 60
1 Lengan bawah
ext
0305261 I
50 < 60
2 kulit nos
others
0605600 III
35 < 60
1 pedis
ext
703402
25 < 60
2 Lengan atas
802137
46 < 60
806505 0807814 B2
tidak
p16 inti p16inti_1 indp16inti p16sit indp16sit p16sit_1 ki67
tida k
3 <5
no staining .00
ada
tida k
3 <5
strong
high exp
6.00
7.50
3.00
high exp 2.40
ada
ada
0 <5
no staining .00
loss exp
.00
.00
.00
Loss exp 68.40 2.00
tidak
tida k
1 <5
weak
.00
loss exp
.00
56.20
3.00
high exp .00
1.00
ext
ada
tida k
2 <5
no staining .00
loss exp
.00
.00
.00
Loss exp .00
1.00
2 pedis
ext
ada
tida k
18 >5
weak
.00
loss exp
.00
4.20
1.00
Loss exp 10.00 1.00
47 < 60
1 pedis
ext
ada
tida k
23 >5
weak
.00
loss exp
.00
27.80
2.00
high exp 80.00 2.00
53 < 60
1 pedis
ext
tidak
tida k
13 >5
no staining .00
loss exp
.00
.00
.00
Loss exp .00
901627
43 < 60
2 hipogastrik
others
ada
tida k
14 >5
moderate
5.80
high exp
2.00
28.00
4.00
high exp 46.40 2.00
1001563
70 > 60
2 digiti manus
ext
tidak
tida k
7 >5
strong
5.00
high exp
3.00
70.00
9.00
high exp 30.00 2.00
1005037
83 > 60
1 mata kaki
ext
tidak
tida k
5 >5
weak
.00
loss exp
.00
90.00
3.00
high exp 24.40 2.00
1005814 IV
60 > 60
2 plantar pedis
ext
ada
ada
10 >5
moderate
.00
loss exp
.00
85.60
6.00
high exp 16.00 1.00
1006484 IA
54 < 60
2 kalkaneus
ext
ada
ada
12 >5
weak
10.20
high exp
2.00
54.60
3.00
high exp 69.00 2.00
1006747
74 > 60
2 digiti pedis
ext
ada
tida k
8 >5
weak
.00
loss exp
.00
14.80
2.00
high exp 16.20 1.00
1006839
89 > 60
2 labium oris inferior others
ada
tida k
6 >5
no staining .00
loss exp
.00
.00
.00
Loss exp 25.20 2.00
1100413
61 > 60
1 telapak kaki
ext
ada
tida k
5 >5
strong
high exp
6.00
90.00
9.00
high exp 23.00 2.00
1102582 I
48 < 60
1 pa rietal
others
tidak
ada
loss exp
.00
.00
.00
Loss exp 5.00
1104868 IIB
53 < 60
1 pedis
ext
ada
ada
3 <5
moderate
3.40
high exp
2.00
84.40
6.00
high exp 11.20 1.00
1105762 I
54 < 60
1 pedis
ext
tidak
ada
20 >5
weak
16.00
high exp
2.00
46.00
2.00
high exp 68.00 2.00
1106000 I
60 > 60
2 tumit kaki
ext
tidak
ada
30 >5
moderate
.00
loss exp
.00
80.00
6.00
high exp 53.20 2.00
1107609 I
48 < 60
2 kaki
ext
ada
ada
9 >5
strong
45.20
high exp
6.00
30.60
6.00
high exp 80.00 2.00
1108873
44 < 60
1 femur
ext
ada
tida k
6 >5
no staining .00
loss exp
.00
.00
.00
Loss exp 8.00
1110039
24 < 60
1 anorektal
others
ada
tida k
5 >5
no staining .00
loss exp
.00
.00
.00
Loss exp 36.00 2.00
1200526
80 > 60
1 kulit nos
others
ada
tida k
40 >5
no staining .00
loss exp
.00
.00
.00
Loss exp .00
1.00
1202671
59 < 60
2 Lengan kiri atas
ext
tidak
tida k
6 >5
no staining .00
loss exp
.00
.00
.00
Loss exp 7.00
1.00
10 >5
51.00
40.00
no staining .00
loss exp
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
.00
.00
.00
ki67_1
Loss exp 75.80 2.00 1.00
1.00
1.00
1.00
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012
Hubungan antara ..., Riesye Arisanty, FK UI, 2012