Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol. 01, No. 02 (2011) 118 – 126 © Jurusan Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran
HOLE- DAN ELECTRON-DOPED HIGH-TC SUPERCONDUCTING CUPRATES: PERBANDINGAN SIFAT-SIFAT FISIS BERDASARKAN STRIPE-PINNING EFFECT RISDIANA‡ Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Padjadjaran Jl. RayaBandung-Sumedang Km.21 Jatinangor 45363, Sumedang, Jawa Barat, Telp. 022-7796014
Abstrak. Superconduktifitas adalah sebuah penomena yang dapat ditemui pada beberapa material dimana bahan tersebut memiliki resistivitas nol ketika didinginkan sampai temperatur tertentu. Bahan yang memperlihatkan sifat tersebut dinamakan bahan superkonduktor, dan suhu dimana resistivitasnya pertama kali menunjukkan nilai nol disebut suhu kritis (Tc). Superkonduktor suhu tinggi yang dikenal selama ini adalah superkonduktor berbahan dasar utama cuprate. Salah satu karakteristiknya adalah adanya lapisan CuO2 sebagai lapisan konduksi pada struktur kristalnya. Ketika lapisan CuO2 kehilangan satu elektron karena doping, satu hole yang bebas bergerak pada lapisan CuO2 dan membentuk sistem superkonduktor yang disebut hole-doped superconducting cuprate. Sedangkan ketika lapisan CuO2 mendapatkan satu elektron, superkonduktor terbentuk dengan sistem yang disebut electron-doped superconducting cuprate. Struktur kristal, berbagai sifat fisis dan perbandingan antara hole- dan electron-doped superkonduktor khususnya yang berhubungan dengan stripe-pinning model akan dibahas dalam tulisan ini. Kata kunci : superconductifitas, hole- dan electron-doped superconducting cuprate, stripe-pinning model Abstract. Superconductivity is a phenomenon observed in many kinds of metal and ceramic material that have zero electrical resistivity when they are cooled down to sufficiently low temperatures. The specimen showing this phenomenon is called a superconductor and the temperature at which the electrical resistivity starts to be zero is called the critical temperature (Tc). Most of high-Tc superconductors are cuprate compounds. One of their characteristics is that CuO2 planes responsible for their electronic properties are included in their crystal structures. When the CuO2 plane loses one electron because of doping, one mobile hole remains in the CuO2 planes, leading to the formation of a hole-doped superconducting cuprate. On the other hand, when the CuO2 plane gets an excess electron, superconductivity realizes and forms an electrondoped superconducting cuprates. The crystal structure and properties of both hole- and electron-doped cuprates including comparison between them based on stripe-pinning model will be described. Keywords : superconductivity, hole- and electron-doped superconducting cuprate, stripe-pinning model
1. Pendahuluan Superconduktifitas adalah sebuah penomena yang dapat ditemui pada beberapa material dimana bahan tersebut memiliki resistivitas nol ketika didinginkan sampai temperatur tertentu. Bahan yang memperlihatkan sifat tersebut dinamakan bahan superkonduktor, dan suhu dimana resistivitasnya pertama kali menunjukkan nilai nol disebut suhu kritis (Tc). Superkonduktifitas pertama kali ditemukan oleh H. K. Onnes tahun 1911 [1] pada saat Onnes mendinginkan Mercury (Hg) dibawah suhu 4.2 K. Setelah penemuan tersebut, beberapa elemen dan campuran beberapa bahan ditemukan memiliki sifat superkonduktif seperti pada bahan Lead (Pb) dengan Tc = 7.2 K , Niobium (Nb) dengan Tc = 9.2 K dan Nb3Ge dengan Tc = 23 K [2]. Pada tahun 1986, Bednorz dan Muller melaporkan bahwa bahan campuran La-Ba-Cu-O dengan Cu (cuprate) sebagai komponen penting yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat elektroniknya menunjukkan gejala superkonduktifitas dengan Tc sebesar 30 K [3]. Penemuan ini membuka ‡
email :
[email protected] 118
Hole- dan Electron-doped High-TC Superconducting Cuprates.......
119
harapan baru untuk menemukan bahan superkonduktor berbahan dasar cuprate dengan Tc tinggi (high-Tc superconducting cuprates) . Selanjutnya K. Wu dan P. Chu dari Universitas Alabama dan Houston menemukan bahan campuran baru yaitu YBa2Cu3O7 dengan Tc = 93 K [4]. Tahun 1988, superkonduktor cuprates Bi2Sr2Ca2Cu3O10 dan Tl2Ba2Ca2Cu3O10 berhasil ditemukan dengan Tc masing masing 110 K [5] dan 125 K [6]. Tc tertinggi dari bahan superkonduktor ditemukan tahun1993 pada bahan HgBa2Ca2Cu3O8 dengan Tc sebesar 135 K [7]. Seluruh superkonduktor suhu tinggi yang telah disebutkan adalah hole-doped superconduktor dimana doping hole berperan dalam pembentukan superkonduktor. Sistem lainnya yang masih merupakan keluarga superconducting cuprates adalah electron-doped superconduktor yang merupakan campuran bahan (Nd, Pr, Sm)-Ce-Cu-O dengan Tc sebesar 24 K [8]. 2. High-Tc Superconducting Cuprates Pada umumnya, superkonduktor suhu tinggi yang dikenal selama ini adalah superkonduktor berbahan dasar utama cuprate yang disebut high-Tc superconducting cuprates (HTSC). Salah satu karakteristiknya adalah adanya lapisan CuO2 sebagai lapisan konduksi pada struktur kristalnya. Pada strktur kristal HTSC ini, selain terdapat lapisan konduksi (CuO2), terdapat pula lapisan charge reservoir. Yang membedakan satu jenis HTSC dan lainnya adalah jumlah lapisan CuO2 pada setiap unit sel dan jenis bahan lapisan charge reservoirnya. HTSC yang memiliki dua atau tiga lapisan CuO2 selalu memiliki Tc yang lebih tinggi dari pada HTSC dengan satu lapisan CuO2. Contoh sederhana struktur kristal dengan dua lapisan CuO2 pada bahan Bi2Sr2CaCu2O8 (Bi-2212) diperlihatkan pada Gambar 1. Dua Lapisan CuO2 dipisahkan oleh lapisan Ca, dan lapisan Bi2O2 bertindak sebagai lapisan charge reservoir yang diperlukan untuk mentransfer pembawa muatan kedalam lapisan CuO2.
Gambar 1. Skema struktur kristal Bi2Sr2CaCu2O8
2.1. Hole-doped HTSC HTSC dengan satu lapisan CuO2 adalah HTSC pertama yang ditemukan dengan komposisi utama (parent compound) adalah La2CuO4 yang dikenal dengan istilah 214 cuprates. Superkonduktifitas muncul pada saat mensubstitusi sebagian La dengan Sr yang membentuk senyawa La2-xSrxCuO4. Ketika ion La3+ sebagian tempatnya diduduki Sr2+, lapisan CuO2 kehilangan satu elektron atau dengan kata lain terdapat satu hole yang bebas bergerak pada lapisan CuO2. HTSC in disebut holedoped HTSC. Gambar 2 memperlihatkan skema diagram fasa untuk bahan hole-doped HTSC La2xSrxCuO4 . Sistem yang tidak diberi dopan adalah insulator antiferromagnetik. Dengan memberikan doping x, suhu Neel menurun dan sifat antiferromagnetik insulator menghilang pada p (konsentrasi hole tiap Cu) = x ~ 0.02. Fase Superkonduktor terlihat pada x antara 0.05 dan 0.27.
120
Risdiana
Gambar 2. Skema diagram fasa hole-doped HTSC La2-xSrxCuO4
2.2. Electron-doped HTSC Sistem lain pada HTSC dengan satu buah lapisan CuO2 adalah electron-doped 214 HTSC. Parent compound untuk sistem ini adalah (Nd, Pr, Sm)2CuO4. Ketika sebagian dari Nd3+ atau Pr3+ atau Sm3+ diganti dengan Ce4+, lapisan CuO2 mendapatkan kelebihan elektron. Oleh sebab itu sistem ini disebut electron-doped HTSC. Pada electron-doped sistem, antiferromagnetik insulator dapat bertahan pada daerah doping yang lebar, sedangkan superkonduktor hanya terdapat pada daerah doping yang sempit. Sebagai contoh, untuk Nd2-xCexCuO4, superkonduktifitas hanya teramati pada x = 0.14 – 0.17 [8] dan untuk Pr2-xCexCuO4 pada x = 0.13 – 0.20 [9]. 3. Perbandingan antara Hole- dan Electron-Doped 214 HTSC Gambar 3 memperlihatkan struktur kristal hole-doped La2-xSrxCuO4 (a) dan electron-doped Nd2xCexCuO4 (b). Struktur kristal untuk hole-doped La2-xSrxCuO4 adalah body-centered tetragonal dan dikenal dengan nama struktur T. Atom Oksigen terletak di atas dan di bawah atom Cu membentuk konfigurasi oktahedral. Untuk electron-doped Nd2-xCexCuO4, struktur kristalnya adalah bodycentered tetragonal dengan posisis atom Oksigen tidak berada diatas atau dibawah atom Cu, sehingga lapisan CuO2 membentuk konfigurasi datar (planar). Struktur ini disebut juga struktur T’.
Gambar 3. Struktur kristal hole-doped La2-xSrxCuO4 (a) dan electron-doped Nd2-xCexCuO4 (b)
Ditinjau dari diagram fasenya, kedua sistem HTSC ini sangat mirip satu dan lainnya. Keduanya memperlihatkan fase antiferromagnetik dengan penurunan temperature Neel pada saat doping sebelum berubah menjadi fase superconduktif pada rentang doping tertentu. Dari data penelitian ARPES (Angle-resolved photoemission spectroscopy), kedua sistem memperlihatkan dx2-y2 pasangan simetri [10,11]. Ditinjau dari posisi doping pada lapisan CuO2 dan efektifitas doping
Hole- dan Electron-doped High-TC Superconducting Cuprates.......
121
tersebut dalam menghilangkan sifat antiferrromagnetiknya, doping hole akan menempati keadaan O2p yang memberikan efek magnetic frustation pada spin Cu [12]. Sedangkan pada electrondoped, elektron akan menempati keadaan Cu3d yang akan memberikan efek Cu spin dilution dengan tidak meningkatkan efek magnetic frustation [13]. Hal ini yang menyebabkan daerah antiferromagnetik lebih cepat hilang dengan doping hole dari pada dengan doping elektron. Gambar 4 memperlihatkan posisi doping hole dan elektron pada lapisan CuO2 serta density of state pada setiap keadaan doping [14].
Gambar 4. Doping hole dan elektron pada lapisan CuO2 dan skema density of state. (a) Susunan spin dan density of state pada sistem yang tidak di doping, (b) susunan spin dan density of state pada sistem hole-doped, (c) susunan spin dan density of state pada sistem electron-doped [14]
Dari pengukuran Neutron scattering, incommensurate spin correlation ditemukan pada hole-doped HTSC [15-19], sedangkan commensurate spin correlation ditemui pada electron-doped HTSC Nd1.85Ce0.15CuO4 [20].
Gambar 5. Kebergantungan Tc terhadap besarnya impurity y untuk hole-doped La1.85Sr0.15Cu1-yMyO4 [21] dan electrondoped Nd1.85Ce0.15Cu1-yMyO4 [22]
122
Risdiana
Perbedaan respon dari substitusi sebagian Cu dengan impurity Zn dan Ni juga ditemui pada kedua jenis sistem HTSC ini. Gambar 5 memperlihatkan kebergantungan Tc terhadap besarnya impurity y untuk hole-doped La1.85Sr0.15Cu1-yMyO4 [21] dan electron-doped Nd1.85Ce0.15Cu1-yMyO4 [22] . Tc pada hole-doped La1.85Sr0.15Cu1-yMyO4 dengan M = Zn menurun lebih cepat dibandingkan dengan substitusi Cu dengan Ni. Sedangkan pada electron-doped Nd1.85Ce0.15Cu1-yMyO4 penurunan Tc lebih cepat dengan substitusi Ni dari pada dengan Zn. 4. Stripe-Pinning Model pada HTSC Salah satu penomena penting pada HTSC khususnya hole-doped sistem adalah doping hole pada lapisan CuO2 tidak terdistribusi homogen tetapi membentuk charge stripe dimana hole dan spin terpisah menjadi dua bagian utama yang disebut dengan hole domain (bagian yang didominasi hole) dan spin domain (bagian yang didominasi spin). Stripe model dari spin dan hole ini pertama kali disampaikan oleh Tanquada dengan penelitian menggunakan neutron scattering untuk memahami mekanisme pada daerah yang dinamakan anomali 1/8, yaitu daerah dimana terjadi penurunan secara tajam nilai Tc pada konsentrasi hole p = 1/8 [23]. Gambar 6 memperlihatkan hasil pengukuran neutron scattering pada La1.6Nd0.4Sr0.12CuO4 dan skema stripe model pada lapisan CuO2 sebagai interpretasi dari hasil pengukuran neutron scattering. Puncak magnetik incommensurate yang menunjukkan adanya modulasi dari keteraturan spin (spin order) diperlihatkan pada gambar 6 (b), sedangkan puncak lattice incommensurate yang menunjukkan adanya modulasi charge (hole) order diperlihatkan dalam gambar 6 (c). Hasil ini dapat dengan baik diterangkan dengan model stripe. Charge stripe mengacu kepada istilah charge density wave (CDW) dan spin stripe untuk spin density wave (SDW). Hasil yang sama juga diperoleh pada bahan La2-xSrxCuO4 dengan x = 0.115 [16].
Gambar 6. Hasil pengukuran neutron scattering pada La1.6Nd0.4Sr0.12CuO4 dan skema stripe model pada lapisan CuO2 [23]
Seperti disebutkan diatas, ketika stripe tersematkan (pinned) dan stabil pada konsentrasi hole p = 1/8, superkonduktifitas yang ditandai dengan nilai Tc, menurun secara drastis yang menunjukkan
Hole- dan Electron-doped High-TC Superconducting Cuprates.......
123
bahwa stripe order bersaing dengan superkonduktifitas. Model ini dinamakan stripe-pinning model. Untuk mempelajari stripe-pinning model pada rentang konsentrasi doping yang lebih lebar, substitusi sebagian Cu dengan Zn atau Ni menjadi kandidat yang paling baik. Hal ini dikarenakan dengan substitusi sebagian Cu dengan Zn atau Ni, superkonduktifitas (Tc) juga menurun dengan tajam [24], yang menunjukkan bahwa impurity Zn atau Ni juga dapat menjadi pinning center seperti halnya yang digambarkan dalam stripe-pinning model. 4.1. Stripe-pinning model pada HTSC Salah satu percobaan yang dapat dengan jelas mendeteksi keberadaan stripe-pinning effect adalah dengan percobaan muon-spin relaxation (µSR). Dengan mengamati signal yang dihasilkan yang disebut asymmetry, keberadaan keteraturan spin Cu dapat langsung diketahui dan langsung dapat dihubungkan dengan keberadaan stripe-pinning effect. Percobaan µSR dilakukan untuk bahan La2-xSrxCu1-yZnyO4 dengan konsentrasi hole disekitar p = 1/8 (x = 0.10. 0.115, 0.13, 0.15) [25,26] dengan data ditunjukkan pada Gambar 7. Untuk sample dengan x = 0.115 (p = 1/8), muon spin precession yang ditandai dengan osilasi pada asymmetry terhadap waktu (t) dapat teramati pada sample tanpa substitusi Zn (y = 0). Keberadaan muon spin precession ini menandakan keberadaan keadaan long-range order untuk spin Cu. Dengan hanya memsubstitusikan sedikit sekali Zn (dibawah y = 0.01), spin Cu dengan keadaan long-range magnetic order dapat teramati untuk seluruh sample (x = 0.10. 0.115, 0.13). Hal ini menunjukkan bahwa Zn dapat berfungsi sebagai pin untuk keadaan stripe. Muon spin precession menghilang ketika y lebih besar dari 0.03 dan hampir tidak ada depolarisasi muon spin pada y = 0.10 yang berarti bahwa hilangnya static magnetic order. Untuk x = 0.15, walaupun muon spin precession tidak teramati pada suhu 2 K, namun kebergantungan derajat depolarisasi terhadap konsentrasi Zn tetap dapat teramati.
Gambar 7. µSR data untuk bahan La2-xSrxCu1-yZnyO4 dengan konsentrasi hole disekitar p = 1/8 (x = 0.10. 0.115, 0.13, 0.15) [25,26]
124
Risdiana
Untuk membuktikan keberlakuan stripe-pinning model pada seluruh area superkonduktor holedoped HTSC, percobaan µSR dengan konsentrasi hole yang lebih besar (x = 0.15 – 0.30) juga dilakukan dengan y = 0.03 [27]. Gambar 8 memperlihatkan µSR data untuk bahan La2-xSrxCu1yZnyO4 dengan x = 0.15 – 0.30 dan y = 0.03 pada suhu 0.3 K [27]. Salah satu hasil yang menarik dari data ini adalah adanya ketergantungan yang sangat jelas antara derajat depolarisasi dengan konsentrasi hole (x). Spektra berubah secara sistematis dengan berubahnya x. Depolarisasi spin muon menjadi semakin lemah dengan bertambahnya x tetapi masih memperlihatkan depolarisasi eksponensial pada x = 0.27 dan menghilang pada x = 0.30 seiring dengan menghilangnya superkonduktifitas. Hal ini menunjukkan bahwa stripe-pinning model berlaku pada seluruh range konsentrasi doping pada hole-doped HTSC.
Gambar 8. µSR data untuk bahan La2-xSrxCu1-yZnyO4 dengan x = 0.15 – 0.30 dan y = 0.03 [27]
4.2. Stripe-pinning model pada electron-doped HTSC Pertanyaan apakah stripe-pinning model berlaku juga pada electron-doped HTSC seperti halnya pada hole-doped sistem, menjadi suatu pertanyaan yang menarik untuk dipecahkan [28,29]. Namun demikian, kesulitan dalam pembuatan sample ini menjadi salah satu kendala yang menyebebkan penelitian pada sistem electron-doped ini tidak secepat yang diharapkan. Pada electron-doped cuprates dengan struktur kristal yang disebut T’, faktor yang harus diperhatikan untuk mendapatkan superkonduktor dengan kualitas bahan yang baik, selain harus memperhatikan doping elektron, juga harus memperhatikan kandungan Oksigennya [30]. Hal ini disebabkan pada setiap bahan yang dibuat dengan doping elektron yang sudah ditentukan, selalu terdapat kelebihan elektron yang jumlahnya sangat sulit untuk dikontrol. Kelebihan Oksigen ini kemudian harus direduksi dengan cara pemanasan (annealing) pada aliran gas Ar. Percobaan µSR untuk mengetahui apakah stripe-pinning model berlaku juga pada electron-doped HTSC telah dilakukan pada bahan Pr1-xLaCexCu1-yZnyO4+α−δ dengan x = 0.14, y = 0 – 0.05 [31]. α adalah kelebihan Oksigen pada saat sebelum annealing dan δ adalah jumlah Oksigen yang direduksi setelah proses annealing. Nilai δ yang diperoleh setelah annealing bervariasi dari 0.01 sampai dengan 0.09. Gambar 9 memperlihatkan spektra µSR pada bahan Pr0.86LaCe0.14Cu1yZnyO4+α−δ dengan y = 0 – 0.05 dan nilai δ antara 0.04 dan 0.09. Dari Gambar 9 tersebut, ditemukan bahwa µSR spektra tidak berubah walaupun konsentrasi Zn berubah. Hasil ini sangat berbeda dengan µSR spektra pada hole-doped HTSC dimana konsentrasi Zn berpengaruh pada tingkat keteraturan dari spin Cu [25,26,27,32,33]. Ketidakadaan pengaruh Zn pada spin Cu pada
Hole- dan Electron-doped High-TC Superconducting Cuprates.......
125
data µSR ini dapat dipahami dengan dua kemungkinan: pertama, tidak terdapatnya fluktuasi stripe dari spin dan elektron pada electron-doped HTSC yang berarti tidak berlakunnya strpe-pinning model pada sistem ini [20,34], dan kemungkinan kedua adalah terlalu kuatnya efek momen Pr3+ dibandingkan dengan jumlah Zn pada bahan tersebut. Kemungkinan kedua ini membuka peluang untuk meneliti bahan electron-doped lain tanpa bahan Pr3+.
Gambar 9. Spektra µSR untuk bahan Pr0.86LaCe0.14Cu1-yZnyO4+α−δ dengan y = 0–0.05 dan nilai δ antara 0.04 dan 0.09 [31]
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih Y. Koike, T. Adachi dan anggota grup Koike Laboratory serta grup dari RIKEN dibawah bimbingan I. Watanabe. Sebagian tulisan ini adalah hasil riset selama penulis menyelesaikan studi S-3 di Graduate School of Engineering, Tohoku University, Japan. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
H. K. Onnes, Liden Comm. (1911) 120b, 122b, 124c. J. R Gavaler, M. A. Janocko, C. K. Jones, J. Appl. Phys 45 (1974) 3009. J. G. Bednorz and K. A. Muller, Phys. B 64 (1986) 189. M. K. Wu, J. R. Ashburn, C. J. Torng, P. H. Hor, R. L. Meng, L. Gao, Z. J. Huang, Y. Q. Wang, W. C. Chu, Phys. Rev. Lett 58 (1987) 908. H. Maeda, Y. Takano, M. Fukutomi, T. Asano, Jpn. J. Appl. Phys. 27 (1987) L209. S. S. Parkin, V. Y. Lee, E. M. Engler, A. I. Nazzal, T. C. Huang, G. Gorman, R. Savoy, R. Beyers, Phys. Rev. Lett 60 (1988) 2539. A. Schilling, M. Cntowi, J. D. Guo, H. R. Ott, Nature 363 (1993) 56. Y. Tokura, H. Takagi, S. Uchida, Nature 337 (1989) 345.
126
Risdiana
9. H. Takagi, S. Uchida, Y. Tokura, Phys. Rev. Lett 62 (1989) 1197. 10. T. Sato, T. Kamiyama, T. Takahashi, K. Kurahashi, K. Yamada, Science 291 (2001)1517. 11. Z. X. Shen, D. S. Dessau, B. O. Well, D. M. King, W. E. Spicer, A. J. Arko, D. Marshall, L. W. Lombardo, A. Kapitulnik, P. Dickinson, S. Doniach, J. DiCarlo, T. Loeser, C. H. Park, Phys. Rev. Lett 70 (1993) 1553. 12. J. A. Yarmoff, D. R. Clarke, W. Drude, U. O. Karlsson, A. T. Ibrahimi, F. J. Himpsel, Phys. Rev. B 36 (1987) 3967. 13. J. M. Tranquada, S. M. Heald, A. R. Moodenbaugh, F. Liang, M. Croft, Nature 337 (1989) 720. 14. Risdiana, Disertasi doctor Tohoku University (2006) 16. 15. M. Tranquada, J.D. Axe, N. Ichikawa, Y. Nakamura, Phys. Rev. B 54 (1996) 7489. 16. K. Yamada, C. H. Lee, K. Kurahashi, Phys. Rev. B 57 (1998) 6165. 17. K. Yamada, C. H. Lee, Y. Endoh, Physica C 282 – 287 (1997) 85. 18. M. Matsuda, M. Fujita, K. Yamada, Phys. Rev. B 65 (2002) 134515. 19. M. Fujita, K. Yamada, H. Hiraka, Phys. Rev. B 65 (2002) 184503. 20. K. Yamada, K. Kurahashi, T. Uefuji, M. Fujita, S. Park, S. H. Lee, Y. Endoh, Phys. Rev. Lett 90 (2003) 137004. 21. G. Xiao, M. Z. Cieplak, J. Q. Xiao, C. L. Chien, Phys. Rev. B 42 (1990) 8752. 22. J. M. Tarascon, E. Wang, S. Kievelson, B. G. Bagley, G. W. Hull, R. Ramesh, Phys. Rev. B 42 (1990) 218. 23. J. M. Tranquada, B. J. Sternlieb, J. D. Axe, Y. Nakamura, S. Uchida, Nature 375 (1995) 561. 24. Y. Koike, A. Kobayashi, T. Kawaguchi, M. Kato, T. Noji, Y. Ono, T. Hikita, Y. Saito, Solid State Commun. 82 (1996) 889. 25. T. Adachi, S. Yairi, Y. Koike, I. Watanabe, K. Nagamine, Phys. Rev. B 70 (2004) 060504(R). 26. T. Adachi, S. Yairi, K. Takahashi, Y. Koike, I. Watanabe, K. Nagamine, Phys. Rev. B 69 (2004) 184507. 27. Risdiana, T. Adachi, N. Oki, S. Yairi, Y. Tanabe, K. Omori, Y. Koike, T. Suzuki, I. Watanabe, A. Koda, and W. Higemoto, Phys. Rev. B 77 (2008) 054516. 28. Risdiana, T. Adachi, Y. Koike, I. Watanabe, and K. Nagamine, Physica C 426-431 (2005) 355. 29. Risdiana, T. Adachi, Y. Koike, and I. Watanabe, Physica B 374-375 (2006) 218. 30. Y. Koike, A. Kakimoto, M. Mochida, H. Sato, T. Noji, M. Kato and Y. Saito, Jpn., J. Appl. Phys. 31 (1992) 2721. 31. Risdiana, T. Adachi, N. Oki, Y. Koike, T. Suzuki, I. Watanabe, Physical Review B 82, 014506 (2010). 32. Watanabe, T. Adachi, K. Takahashi, S. Yairi, Y. Koike, and K. Nagamine, Phys. Rev. B 65 (2002) 180516(R). 33. T. Adachi, N. Oki, Risdiana, S. Yairi, Y. Koike, and I. Watanabe, Phys. Rev. B 78 (2008) 134515. 34. M. Fujita, J. Phys. Chem. Solids 68 (2007) 2035.