Karangan Asli
Hubungan antara kombinasi hemodialisis (hd)/ hemoperfusi (hp) dengan status nutrisi (7 point subjective global assessment (sga) dan Albumin serum) pasien hemodialisis regular Dwi Bayu Wikarta. Alwi Thamrin Nasution. Abdurrahim Rasyid Lubis Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Meda
Abstrak Latar belakang : Malnutrisi pada pasien hemodialisis reguler sering terjadi dan merupakan faktor independen yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Hal ini berkaitan dengan tingkat bersihan toksin uremik yang kurang optimal. Aplikasi klinis kombinasi hemodialisis dengan hemoperfusi (HD/HP) menunjukkan tingkat efektifitas pembersihan molekul racun uremik yang optimal. Kidney Disease Outcomes Quality Initiative(KDOQI) merekomendasikan penilaian status nutrisi pasien hemodialisis reguler dengan kombinasi alat penilaian yang valid salah satunya yaitu 7-point SGA (Subjective Global Assesment) dan albumin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kombinasi HD/HP dengan status nutrisi pasien hemodialisis reguler. Metode : Penelitian kohort prospektif dari bulan Desember 2013 hingga Maret 2014 terhadap 20 pasien hemodialisis reguler dan dilakukan anamnesis. pengukuran tinggi badan. berat badan. indeks massa tubuh. penilaian status nutrisi dengan 7-point SGA dan pemeriksaan albumin serum. Hasil : Dari 20 subjek yang diamati 1 subjek keluar dari penelitian. Terdapat perbedaan bermakna antara rerata skor 7-point SGA sebelum dengan sesudah kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi (p<0.05). Terdapat perbedaan bermakna antara rerata albumin sebelum dan Albumin setelah kombinasi HD/HP pertama (p<0.05). Terdapat hubungan yang kuat antara 7-point SGA setelah kombinasi dengan BMI setelah kombinasi (r=0.636;p<0.01). Kesimpulan : Kombinasi HD/HP merupakan aplikasi klinis yang cukup baik untuk penanganan malnutrisi pada pasien hemodialisis reguler. Penilaian rutin status nutrisi pasien hemodialisis dengan kombinasi alat penilaian yang valid (7-point SGA.albumin) diharapkan dapat membantu menurunkan morbiditas dan mortalitas. Kata kunci : Hemodialisis; hemoperfusi; 7-point SGA; albumin
Abstract Background : Malnutrition in hemodialysis patients is common and it’s a regular independent factors affecting morbidity and mortality. This relates to the level of uremic toxins clearance during the process of hemodialysis is less than optimal. Clinical Application of hemoperfusion combination with hemodialysis (HD/HP) demonstrated the optimal clearance in molecular uremic toxins clearance. Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) recommends assessment nutritional status of regular hemodialysis patients with a combination of valid assessment tools. such as 7-point SGA (Subjective Global Assessment) and albumin. This aim of the study to determine correlation between the combination of HD/HP with the nutritional status of regular hemodialysis patients. Method : This prospective cohort study from December 2013 to March 2014 on 20 regular hemodialysis patient and do history. measurements of height. weight. body mass index. nutritional status assessment by 7-point SGA and examination of serum albumin. Results : At the end of observation. 20 subjects were observed one subject out of the study. There is a significant difference between the mean of 7-point SGA score before and after combination hemodialysis/hemoperfusion (p<0.05). There is a significant difference between the mean albumin before and after first combination Albumin HD/HP (p<0.05). There is a strong relationship between the 7-point SGA with BMI after combination (r=0.636.p<0.01). Conclusion : The combination of HD / HP is good clinical application for the treatment of malnutrition in regular hemodialysis patients. Regular assessment of nutritional status of regular hemodialysis patients is necessary. with a combination of a valid assessment tool (7-point SGA. albumin) is expected to help decrease morbidity and mortality. Key word : Hemodialysis; haemoperfusion; 7-point SGA; albumin
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |
92
Dwi Bayu Wikarta, dkk
PENDAHULUAN Angka morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik (PGK) tahap akhir yang menjalani hemodialisis masih tinggi. kira-kira 15-20 persen per tahun.1 Beberapa faktor telah dikenal sebagai prediktor fakta ini. diantaranya yang terpenting adalah malnutrisi dan penurunan massa otot. Malnutrisi pada pasien hemodialisis reguler berhubungan dengan bersihan toksin uremik yang kurang optimal.2 Aplikasi klinis dari berbagai model teknologi hemodialisis extracorporeal menunjukkan tingkat efektifitas pembersihan molekul racun uremik menengah dan besar. sebagai berikut: Hemodialisis (HD)/ hemoperfusion (HP) > HP > bio-artificial kidney > hemodiafiltration (HDF) > hemofiltration (HF) > HD.3 Kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi (HD/HP) sudah banyak dilakukan di pusat-pusat hemodialisis di negara Cina dan sudah dimasukkan dalam program asuransi kesehatan. Rumah Sakit Xinhua merupakan rumah sakit yang pertama melakukan kombinasi HD/HP dan banyak melakukan penelitianpenelitian tentang efikasi dan keamanan HD/HP pada pasienpasien hemodialisis reguler.3 Salah satu penelitian menunjukkan manfaat kombinasi HD/HP terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi status nutrisi pasien hemodialisis regular.2 Belum pernah ada peneliti yang melakukan penelitian sebelumnya mengenai kombinasi HD/HP dan hubungannya dengan status nutrisi. Berdasarkan hal tersebut kami melakukan penelitian ini untuk melihat manfaat kombinasi HD/HP terhadap bersihan toksin uremik pada pasien-pasien hemodialisis reguler dan melihat hubungannya dengan status nutrisi (7-point SGA dan Albumin serum) pasien-pasien hemodialisis reguler di Medan. METODE Penelitian kohort prospektif dilakukan terhadap penderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dengan hemodialisis (HD) reguler yang memenuhi kriteria inklusi diantaranya. Penderita PGK dengan Hemodialisis reguler (• 3 bulan). Pria atau wanita usia •17 tahun. Pasien yang tidak bersedia dilakukan pemeriksaan. HD tidak teratur. Menderita tumor. trombosito-penia. leukopenia. dan pasien yang mendapat terapi albumin dikeluarkan dari penelitian. Subjek penelitian dilakukan pengukuran BMI sebelum dan sesudah tiga bulan kombinasi HD/HP. Pemeriksaan status nutrisi dilakukan dengan 7-point SGA yang dinilai dengan formulir CANUSA sebelum dan sesudah tiga bulan kombinasi HD/HP. Pemeriksaan albumin serum dilakukan oleh laboratorium PRODIA. dengan metode Bromcresol Green (BCG) dan alat yang digunakan dengan merek Arcytec pada saat sebelum. setelah kombinasi pertama dan setelah tiga bulan kombinasi HD/HP. Data karakteristik dasar populasi ditampilkan dalam tabulasi dengan deskripsi masing-masing parameter. Uji t-berpasangan dilakukan untuk menilai pengaruh kombinasi Hemodialisis (HD)/Hemoperfusi (HP) terhadap status nutrisi selama tiga bulan. Pengaruh Kombinasi Hemodialisis (HD)/Hemoperfusi (HP) terhadap Klasifikasi status nutrisi berdasarkan BMI dan 7-point SGA dilihat dengan menggunakan uji wilcoxon. Untuk melihat perbedaan status nutrisi setelah kombinasi Hemodialisis/ Hemoperfusi berdasarkan jenis kelamin dan etiologi penyakit
ginjal tahap akhir menggunakan uji t-independen. Untuk melihat hubungan 7-point SGA dan albumin setelah tiga bulan kombinasi HD/HP menggunakan uji korelasi pearson. Data diolah dengan statistik komputer. Semua uji statistik dianggap bermakna jika nilai p <0.05. Ethical clearence (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. HASIL Selama periode penelitian di ruang Instalasi Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan dan jejaringnya diperoleh dua puluh subjek penelitian dengan diagnosis penyakit ginjal tahap akhir dengan hemodialisis reguler yang memenuhi kriteria. Subjek berjenis kelamin pria sebanyak enam belas pasien (80%). berjenis kelamin wanita sebanyak empat pasien (20%) dengan rerata usia 47.40 (11.58) tahun Rerata tinggi badan adalah 164.35 (6.41) cm dan rerata berat badan adalah 63.64 (10.53) kg dengan rerata BMI 23.54 (4.02) kg/m2 disertai subjek dengan status BMI underweight dua orang (10%). normoweight 7 orang (35%). overweight 11 orang (55%). Rerata lamanya hemodialisis 2.78 (2.24) tahun dengan klasifikasi lama hemodialisis kurang dari sama dengan 5 tahun sebanyak 17 pasien dan lama hemodialisis lebih dari 5 tahun sebanyak 3 pasien. dengan etiologi penyakit kronik terdiri dari DM 3 pasien (15%) dan non DM 17 pasien (85%). Pada parameter laboratorium dengan rerata albumin sebelum dimulai kombinasi 3.46 (0.34) g/dL. dan rerata albumin setelah kombinasi pertama 3.18 (0.34) g/dL (Tabel 1). Untuk parameter skor nutrisi dengan 7 point SGA didapat rerata 5.15 (1.42) dengan klasifikasi malnutrisi berat sebanyak 2 orang (10%). malnutrisi sedang sebanyak 9 orang (45%). dan nutrisi baik sebanyak 9 orang (45%) (Tabel 1). Pada tabel 1 dapat kita lihat gambaran status nutrisi pada subjek penelitian sebelum kombinasi dan setelah kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi. Dari 20 subjek yang diamati 1 subjek keluar dari penelitian. Dilakukan Analisis uji T berpasangan jika data dua kelompok berdistribusi normal. sebaliknya jika tidak normal digunakan uji Wilcoxon. Tabel 1. Karakteristik dasar subjek penelitian
93 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 47 • No. 2 • Agustus 2014
Variabel Jenis Kelamin (n) − Pria − Wanita Umur (tahun) Tinggi badan (cm) Berat Badan (kg) Body Mass Index (kg/m2) Lama hemodialisis (tahun) Etiologi − DM − Non DM Laboratorium − Albumin (g/dL) − Albumin Post HD/HP 1 7-Point SGA total − Malnutrisi berat − Malnutrisi sedang − Nutrisi Baik
Jumlah 16 (80%) 4 (20%) 47.40 ± 11.59 164.35 ± 6.41 63.64 ± 10.53 23.54 ± 4.02 2.78 ± 2.24 3 (15%) 17 (85%) 3.46 ± 0.34 3.18 ± 0.34 2 9 9
(10%) (45%) (45%)
Hubungan antara kombinasi hemodialisis (hd)/ hemoperfusi (hp) dengan status nutrisi (7 point subjective global assessment (sga) dan Albumin serum) pasien hemodialisis regular
Dari 19 subjek yang diamati terlihat bahwa rerata skor 7point SGA sebelum dimulai kombinasi adalah 5.16 (1.46) dan rerata skor 7-point SGA setelah kombinasi 6.26 (0.73). Secara statistik didapatkan p<0.05 berarti ada perbedaan bermakna antara rerata skor 7-point SGA sebelum dengan sesudah kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi. Parameter Albumin diamati setelah kombinasi Hemodialisis/ Hemoperfusi pertama dan setelah 3 bulan kombinasi. pada pengamatan pertama dari 20 subjek didapat rerata sebelum kombinasi 3.46 (0.34) dan rerata setelah kombinasi HD/HP pertama 3.18 (0.34). Secara statistik didapatkan p<0.05 yang berarti ada perbedaan bermakna antara albumin sebelum dan Albumin setelah kombinasi Hemodialisis /Hemoperfusi pertama. Pada pengamatan kedua hanya diamati 19 subjek karena 1 subjek keluar dari penelitian. didapat rerata sebelum kombinasi 3.49 (0.31) dan rerata setelah 3 bulan kombinasi 3.56 (0.25). Secara statistik didapatkan p>0.05 yang berarti tidak ada perbedaan bermakna antara albumin sebelum dan Albumin 3 bulan setelah kombinasi Hemodialisis /Hemoperfusi (Tabel 2). Tabel 2. Pengaruh kombinasi hemodialisis (HD) / hemoperfusi (HP) terhadap status nutrisi. Variabel
N
BMI (kg/m2) 7-Point SGA total Albumin (g/dL) HD/HP pertama Albumin (g/dL) setelah 3bln
19 19 20 19
Sebelum
Sesudah
P
23.51±4.13 23.54±4.29 0.921 5.16±1.46 6.26±0.73 0.001* 3.46±0.34 3.18±0.34 0.0001* 3.49±0.31 3.56±0.25 0.330
*Significant (p<0.05) Untuk melihat gambaran ada atau tidak perbedaan status nutrisi setelah kombinasi berdasarkan jenis kelamin dilakukan uji-T data independen. dari hasil uji statistik dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna p<0.05 pada parameter BMI kecuali Skor SGA dan Albumin yang tidak terdapat perbedaan yang bermakna p>0.05 antara pria dan wanita (Tabel 3). Tabel 3. Perbedaan status nutrisi setelah kombinasi hemodialisis/hemoperfusi berdasarkan jenis kelamin. Variabel (kg/m2)
BMI 7-Point SGA total Albumin (g/dL)
Pria (n=15)
Wanita (n=4)
24.53 (3.60) 6.40 (0.74) 3.53 (0.27)
19.83 (5.18) 5.75 (0.50) 3.68 (0.10)
P 0.048* 0.118 0.288
*Significant (p<0.05) Dari hasil uji statistik dapat kita simpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada parameter BMI. Skor SGA dan Albumin p>0.05 berdasarkan etiologi penyakit ginjal tahap akhir antara DM dan non DM. Dari 19 subjek dinilai hubungan antara skor SGA dengan rerata albumin setelah kombinasi menggunakan korelasi Pearson didapat nilai r= -0.031 (p>0.01) yang menggambarkan
bahwa tidak ada hubungan. Dari 19 subjek penelitian didapat rerata skor SGA 6.26 (0.733) dengan rerata BMI 23.54 (4.29) dan dengan menggunakan korelasi Pearson didapat nilai r = 0.636 (p<0.01) yang menggambarkan bahwa ada hubungan/korelasi antara 7Point SGA dengan BMI setelah kombinasi Hemodialisis/ Hemoperfusi (Tabel 4). Dan hubungan tersebut bersifat positif. Tabel 4. Hubungan antara 7-point SGA setelah kombinasi hemodialisis/hemoperfusi dengan BMI setelah kombinasi hemodialisis/hemoperfusi. Variabel yang dihubungkan Skor 7-PointSGA sesudah dengan BMI sesudah
n
r
P
19 0.636 0.003*
*Significant (p<0.01)
Dari 19 subjek dengan menggunakan korelasi Pearson didapat nilai r = -0.028 (p>0.01) yang menggambarkan bahwa tidak ada hubungan/korelasi antara albumin dengan BMI setelah kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi. PEMBAHASAN Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan terjadinya komplikasi jangka menengah dan jangka panjang racun uremik berkaitan dengan tingkat bersihan molekul kecil,. sedang dan molekul besar racun uremik saat proses hemodialisis. Akan tetapi hemodialisis tersendiri kurang maksimal dalam bersihan toksin uremik molekul menengah dan besar. Oleh karena itu, di Cina, mereka mengkombinasikan hemodialisis dengan hemoperfusi untuk mendapat bersihan toksin uremik yang maksimal.3 Penelitian ini menilai status nutrisi pasien hemodialisis reguler setelah menjalani kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi (HD/HP) selama 3 bulan. Parameter yang dinilai diantaranya. nilai 7-point SGA. BMI. dan Albumin. Penelitian ini juga menilai hubungan dari masing-masing parameter tersebut. Pada penelitian ini. dari 20 subjek yang awalnya ikut dalam penelitian ini. 1 subjek penelitian keluar dari penelitian. Dari 19 subjek yang diamati terlihat bahwa rerata skor SGA sebelum dimulai kombinasi adalah 5.16 (1.46) dan rerata skor SGA setelah kombinasi 6.26 (0.73). Secara statistik didapatkan p<0.05 berarti ada perbedaan bermakna antara rerata skor SGA sebelum dengan sesudah kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi. Untuk parameter BMI mempunyai rerata sebelum kombinasi 23.51 (4.13) dan rerata setelah kombinasi 23.54 (4.29). Secara statistik didapatkan p>0.05 berarti tidak ada perbedaan bermakna antara BMI sebelum dengan sesudah kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi. Parameter Albumin diamati dua kali yaitu setelah kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi pertama dan setelah 3 bulan kombinasi. pada pengamatan pertama dari 20 subjek didapat rerata sebelum kombinasi 3.46 (0.34) dan rerata setelah kombinasi 3.18 (0.34). Secara statistik didapatkan p<0.05 yang berarti ada
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |
94
Dwi Bayu Wikarta, dkk
perbedaan bermakna antara albumin sebelum dan Albumin setelah kombinasi Hemodialisis /Hemoperfusi pertama. Pada pengamatan kedua hanya diamati 19 subjek karena 1 subjek keluar dari penelitian. didapat rerata sebelum kombinasi 3.49 (0.31) dan rerata setelah 3 bulan kombinasi 3.56 (0.25). Secara statistik didapatkan p>0.05 yang berarti tidak ada perbedaan bermakna antara albumin sebelum dan Albumin 3 bulan setelah kombinasi Hemodialisis /Hemoperfusi. Dengan mengamati hasil diatas. setelah pengamatan selama 3 bulan terhadap subjek penelitian. terdapat peningkatan nilai 7-point SGA dan signifikan secara statistik. Peningkatan nilai ini menggambarkan terjadi perbaikan status nutrisi terhadap subjek penelitian ini. Parameter BMI juga menunjukkan peningkatan nilai BMI setelah 3 bulan pengamatan. akan tetapi tidak signifikan secara statistik. Selain kedua parameter diatas pada penelitian ini juga menambahkan parameter albumin. Pada penelitian ini dilakukan dua kali pengamatan kadar albumin serum. pengamatan pertama untuk melihat perbandingan atau perbedaan rerata albumin sebelum kombinasi dengan setelah kombinasi HD/HP pertama. ini dilakukan untuk menilai apakah penggunaan kombinasi ini berpengaruh terhadap bersihan albumin serum. Pada pengamatan ini 20 subjek didapat rerata sebelum kombinasi 3.46 (0.34) dan rerata setelah kombinasi HD/HP pertama 3.18 (0.34). Secara statistik didapatkan p<0.05 yang berarti ada perbedaan bermakna antara albumin sebelum dan Albumin setelah kombinasi Hemodialisis /Hemoperfusi pertama. Akan tetapi jika pengamatan dilanjutkan hingga akhir penelitian. dari pengamatan 19 subjek karena 1 subjek keluar dari penelitian. didapat rerata sebelum kombinasi 3.49 (0.31) dan rerata setelah 3 bulan kombinasi 3.56 (0.25). Terjadi peningkatan rerata kadar albumin serum akan tetapi secara statistik didapatkan p>0.05 yang berarti tidak ada perbedaan bermakna antara albumin sebelum dan Albumin 3 bulan setelah kombinasi Hemodialisis /Hemoperfusi.Terdapat satu penelitian yang meneliti kombinasi HD/HP pasien hemodialisis reguler. Pada penelitian yang dilakukan oleh chen dan kawankawan. dilakukan penelitian pada 100 pasien dengan maintenance hemodialisis. dibagi ke dalam 2 subgrup dimana subgrup pertama pasien hanya dengan hemodialisis dan subgrup kedua pasien dengan hemodialisis dikombinasikan dengan hemoperfusi. Salah satu parameter penelitian tersebut salah satunya adalah BMI dan Albumin. Pada penelitian tersebut didapat rerata BMI sebelum kombinasi 23.1 (1.4) dan BMI setelah kombinasi HD/HP selama 2 tahun 25.6 (6.9) dengan p>0.05. yang berarti walaupun terjadi peningkatan nilai rerata setelah kombinasi akan tetapi tidak signifikan secara statistik. Rerata albumin sebelum 3.5 (0.5) dan rerata albumin setelah kombinasi HD/HP selama 2 tahun 3.6 (0.7) dengan p>0.05. yang berarti walaupun terjadi peningkatan nilai rerata setelah kombinasi akan tetapi tidak signifikan secara statistik. Hal ini serupa dengan penilitian ini.
Klasifikasi SGA (malnutrisi berat. malnutrisi ringan-sedang. nutrisi baik) dari 19 subjek penelitian pada akhir pengamatan didapat. subjek dengan status nutrisi malnutrisi berat berubah menjadi malnutrisi ringan-sedang dan nutrisi baik berjumlah 2 orang. subjek dengan status nutrisi malnutrisi ringansedangberubah menjadi nutrisi baikberjumlah 6 orang. dan dengan status nutrisi tetap 17 orang didapat p<0.05 berarti ada perbedaan klasifikasi SGA sebelum kombinasi Hemodialisis/ Hemoperfusi dengan setelah Kombinasi Hemodialisis/ Hemoperfusi. Penelitian ini juga mencoba menganalisis perbedaan status nutrisi setelah kombinasi HD/HP berdasarkan jenis kelamin dan etiologi penyakit ginjal tahap akhir. Pada pengamatan setelah 3 bulan kombinasi didapat rerata BMI pada pria 24.53 (3.60), dan wanita 19.83 (5.18). Rerata 7point SGA pada pria 6.40 (0.74). pada wanita 5.75 (0.50). Rerata albumin pada pria 3.53 (0.27). pada wanita 3.68 (0.10). Hasil uji statistik dapat kita simpulkan bahwaterdapat perbedaan yang bermakna p<0.05 pada parameter BMI kecuali Skor SGA dan Albumin yang tidak terdapat perbedaan yang bermakna p>0.05 antara pria dan wanita. Berdasarkan etiologi penyakit ginjal tahap akhir DM dan non DM. Pada pengamatan setelah 3 bulan kombinasi didapat rerata BMI pada DM 25.65 (2.05) dan non DM 23.29 (4.45). Rerata 7-point SGA pada DM 6.50 (0.71), pada non DM 6.24 (0.75). Rerata albumin pada DM 3.47 (0.99), pada non DM 3.57 (0.26). Hasil uji statistik dapat kita simpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada parameter BMI. Skor SGA dan Albumin p>0.05 antara DM dan non DM. Penelitian ini mencoba menilai hubungan 7-point SGA dengan dua parameter lainnya. Didapatkan bahwa BMI mempunyai hubungan yang signifikan. Kelemahan penelitian ini adalah jumlah sampel yang tidak terlalu besar dan tidak dilakukan penyesuaian terhadap karakteristik subjek penelitian. sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar untuk menilai efektifitas kombinasi HD/HP. Kelemahan lainnya penelitian ini juga perlu menambah parameter untuk menilai status nutrisi selain ketiga parameter yang di gunakan pada penelitian ini. sebagai contohnya dengan menambahkan pemeriksaan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) untuk menilai distribusi cairan antara intrasel dan ekstrasel yang tidak bisa dinilai oleh ketiga parameter ini. KESIMPULAN Kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi mempengaruhi status nutrisi pasien hemodialisis reguler, hal ini bisa dilihat dari nilai 7point SGA yang mengalami peningkatan pada akhir penelitian. Kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi mempengaruhi bersihan albumin serum, hal ini bisa dilihat dari penurunan nilai albumin setelah kombinasi HD/HP pertama. Akan tetapi jika diamati hingga akhir penelitian albumin pada akhir penelitian didapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai sebelum dimulainya kombinasi. Parameter nutrisi 7-point SGA tidak berhubungan dengan albumin serum.
95 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 47 • No. 2 • Agustus 2014
Hubungan antara kombinasi hemodialisis (hd)/ hemoperfusi (hp) dengan status nutrisi (7 point subjective global assessment (sga) dan Albumin serum) pasien hemodialisis regular
DAFTAR PUSTAKA 1. The United Renal Data System. Overall hospitalization and mortality. AM J Kidney Dis2010;55(1) Suppl 1:A7. 2. Lowrie E, Lew N. Death risk in hemodialysis patients: the predictive value of commonly measured variables and an evaluation of death rate differences between facilities. Am J Kidney Dis 1990;15:458-482. 3. Chen SJ, Jiang GR, Shan JP, Lu W, Huang HD, Ji G, et al. Combination of maintenance hemodialysis with hemoperfusion: A safe and effective model of artificial kidney. International journal artificial organs 2011;34(4):339-347. 4. Anees M. Evaluation of nutritional status of patients on hemodialysis. Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan 2004;14(11); 665-9. 5. Herselman M, , , , , . Protein-energy malnutrition as a risk factor for increased morbidity in long-term hemodialysis patients. Journal of Renal Nutrition 2000;10(1): 7-15. 6. Oliveira CM, Kubrusly M, Silva CA, Oliveira VN. Malnutrition in chronic kidney failure: what is the best diagnostic method to assess?. J Bras Nefrol 2010;31(1): 55-68. 7. K/DOQI. National Kidney Foundation: Clinical practice guidelines for nutrition in chronic renal failure. Am J Kidney Dis 2000;35: Suppl 2: S1-140. 8. Makhija S, Baker J. The Subjective Global Assessment: a review of its use in clinical practice. Nutr Clin Pract 2008;23(4); 405-9. 9. Campbell, Katrina L, Ash S, Bauer J, Davies PSW. Critical review of nutrition assessment tools to measure malnutrition in chronic kidney disease. Nutrition and Dietetics 2007;64(1): 23-30. 10. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2009;1035-7. 11. Suharjono, Susalit E. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2009;1050-2.
12. Winchester JF. Hemoperfusion. Dalam: Maher JF (editor). Edisi ke-3. Holland: Kluwer Academic Publishers 1989;439- 459. 13. Detsky AS, McLaughlin JR, Baker JP, , , , , et al. What is Subjective Global assessment?. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition 1987;11: 8-13. 14. Canada-USA (CANUSA). Peritoneal Dialysis Study Group. Adequacy of dialysis and nutrition in continuous peritonela dialysis: association with clinical outcomes. Journal of The American Society of Nephrology 1996;7(2):198-206. 15. Visser R, , , , . Reliability of the 7 point subjective global assessment scale in assessing nutritional status of dialysis patients. Advance in Peritoneal Dialysis 1999;15:222-5. 16. Steiber AL, Leon JB, Secker D, , , , et al. Multicenter study of the validity and reliability of subjective global assessment in the hemodialysis population. J Ren Nutr 2007;17:336–42. 17. Steiber AL, Zadeh KK, Secker D, , , . Subjective Global Assessment in chronic kidney disease: A review. Journal of Renal Nutrition 2004;14(4): 191-200. 18. Friedman AN, Fadern SZ. Reassessment of Albumin as a Nutritional Marker in Kidney Disease. J Am Soc Nephrol 2010;21: 223–230. 19. Asfar B, , , , , . Reliability of mini nutritional assessment in hemodialysis compared with subjective global assessment. Journal of Renal Nutrition 2006;16(3):277-282. 20. Blondin J dan Ryan C. Nutrition status: A continuous quality improvemnet approach. American Journal of Kidney Disease 1999;33(1): 198-202 21. Bottella J, Ghezzi PM, Moreno. Adsorption in Hemodialysis. Kidney international, 2000;58: Suppl. 76:60-65. 22. Dwyer JT, , , , , . The Hemodialysis Pilot Study: Nutrition Program and Participant Characteristics at Baseline. Journal of Renal Nutrition 1998;8(1): 11-20. 23. Laville M dan Fuorque. Nutritional Aspect in hemodialysis. Kidney International 2000;58(76): 33-39.**
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |
96