1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penderita penyakit ginjal kronik (PGK) atau disebut juga dengan gagal ginjal kronik (GGK), diindonesia dari tahun ke tahun kasusnya semakin meningkat, menurut surveiyang dilakukan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) didapatkan bahwa seiring dengan meningkatnya angka kejadian penyakit metabolik dan degenerasi, meningkat pula jumlah penderita penyakit ginjal kronik (PGK) dan diperkirakan setiap tahun terjadi peningkatan 5-10% pasien PGK stadium 5, dan terapi pengganti ginjal (TPG) merupakan suatu tindakan perawatan yang diperlukan untuk penderita penyakit ginjal kronik (PGK) stadium 5. Pasien PGK stadium 5 yaitu bila laju filtrasi glomerulus (LFG) berkurang dibawah 15 ml/menit/1,73 m2. Sedangkan data mengenai pasien dengan Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) lebih banyak didapatkan dari rumah sakit dan unit pelayanan dialisis (Roesli, 2013). Penyakit ginjal kronik (PGK) atau gagal ginjal kronik (GGK) sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat diseluruh dunia. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah setiap kerusakan ginjal(kidney damage)atau penurunan laju
filtrasi
glomerulus
(LFG)/
estimated
Glomerular
Filtration
Rate(eGFR)<60 ml/menit/1,73 m2 untuk jangka waktu >3 bulan (PERNEFRI, 2011).Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah), serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal (Nursalam, 2006).Kebutuhan akan terapi pengganti ginjal (TPG) semakin meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi penderita penyakit ginjal kronik (PGK). Terapi hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal (TPG) selain terapi pengganti ginjal lainnya seperti transplantasi ginjal dan peritoneal dialisis.
1
2
Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal
yang
menggunakan alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksin uremik dan mengatur cairan akibat penurunan laju filtrasi glomerulus dengan mengambil alih fungsi ginjal yang menurun menggunakan membran dialiser dengan teknik dialisis atau filtrasi, dapat dilakukan pada kondisi akut ataupun kronik (renal support & renal replacement) (PERNEFRI, 2013).Menurut Lubis (2006), dialisis adalah terapi pengganti ginjal (TPG), terapi ini dapat membantu atau mengambil alih fungsi ginjal yang telah rusak.Pasien yang menjalani terapi hemodialisis dalam jangka waktu yang lama atau dalam arti menjalani seumur hidupnya, sehingga pasien harus menyesuaikan diri terhadap kondisi sakitnya yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien. Keadaan tersebut jika terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka akan muncul adanya stres. Perubahan tersebut dapat menjadi penyebab yang diidentifikasikan sebagai stressor. Pasien biasanya mengalami masalah keuangan, seksual, pekerjaan, hubungan sosial, maupun sampai dengan masalah kematian. Stres merupakan respons tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Suatu kondisi dinamik dimana seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diharapkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting (Suliswati, 2005).Stres diartikan sebagai suatu kejadian yang tidak menyenangkan atau mungkin penyakit. Dalam masyarakat umum diartikan bingung, takut, susah. Sedangkan stresor adalah suatu kejadian, keadaan ataupun sebuah pikiran yang mengganggu keseimbangan kita.Stresor merupakan agen yang menimbulkan stres, yang bisa terjadi tanda dan gejala seperti merasa gelisah dan tidak dapat bersantai, menjadi lekas marah dan seperti akan meledak bila ada sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan kemauan, terdapat waktu-waktu dengan perasaan sangat lelah, sukar berkonsentrasi, kehilangan minat, menjadi khawatir terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak dapat diselesaikan hanya dengan perasaan khawatir saja, dan berulangkali merasa kehilangan perspektif atau merasa masa depan suram (Maramis, 2006).
3
Selama ribuan tahun, manusia selalu mencari kesembuhan atau penyembuh di segala penjuru dunia dengan menempuh berbagai cara dan upaya. Sebagian manusia berpendapat bahwa kesembuhan ada dalam persembahan kepada dewa-dewa, menyembah matahari, mengagungkan api, dan ritual-ritual menyimpang lainnya. Ketika Rasulullah SAW datang, beliau memberikan batasan yang benar dalam pengobatan, sebagaimana Allah SWT menurunkan Al Qur’an kepada Rasulullah SAW sebagai penyembuh bagi kaum mukmin.Selama empat belas abad, terapi Al Qur’an telah menjadi sesuatu yang tidak asing bagi kaum mukmin. Mereka mengobati penyakit apapun dengan dasar keimanan kepada Allah SWT, sesuai dengan firmanNya : “Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.” (Q.S Yunus [10]: 57). Alasan sebagian orang yang tidak bisa menerima terapi Al Qur’an adalah tidak adanya penjelasan ilmiah yang kasat mata atau bisa dinalar oleh ilmu pengetahuan yang ada saat ini. Mungkin muncul pertanyaan, “Ketika seseorang yang sedang sakit mendengarkan suara bacaan Al Qur’an, apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam tubuhnya, ketika sesuatu yang rumit berlaku dan menyebabkan kesembuhannya?”.Terapi Al Qur’an adalah membacakan dan atau didengarkan ayat Al Qur’an pada seseorang yang sedang sakit atau seseorang yang sakit membaca Al Qur’an secara langsung. Bacaan Al Qur’an mengandung dua muatan yaitu pertama, suara verbal ayat yang dibacakan oleh terapis atau dibaca pasien sendiri, dan kedua, makna-makna yang dikandung oleh ayat-ayat tersebut. Secara teori, suara adalah rangkaian gelombangatau getaran yang bergerak cepat di udara, kecepatannya kurang lebih 340 m/detik, getaran atau gelombang suara dihitung berdasarkan hertz, yaitu satuan ukuran atas jumlah getaran dalam satu detik, gelombang tersebut berbeda pada setiap manusia dan bergantung
pada
bentuk
verbal
yang
di
ucapkannya
(Abduddaim,
2010).Gelombang tersebut menyebar di udara dan diterima oleh telinga, gelombang tersebut berpindah dan berubah menjadi sinyal listrik yang
4
bergerak melalui saraf pendengaran menuju belahan pendengaran dalam otak, lalu sel-sel yang ada dalam otak meresponnya yang kemudian berpindah ke berbagai wilayah otak, khususnya wilayah bagian muka atau depan. Wilayahwilayah otak itu bekerja secara bersamaan dalam merespons sinyal-sinyal dan menerjemahkannya kedalam bahasa yang dimengerti oleh sel-sel atau alat tubuh lain dari manusia. Oleh karena itu, ketika tubuh manusia bertemu dengan sebuah suara, maka suara itu akan berefek pada sistem getaran tubuh, khususnya bagian tertentu yang akan merespons untuk kemudian kembali pada frekuensi getaran yang normal. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong merupakan rumah sakit swasta yang memiliki falsafah “Pelayanan yang Islami dalam Rangka Mengharap Ridho Allah SWT”, serta mempunyai motto “Melayani dengan Ramah, Santun, dan Islami”. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong dalam perjalanannya selama berpuluhan tahun sudah mempunyai banyak pelayanan yang sudah diberikan, salah satunya pelayanan unit hemodialisis yang sudah beroperasi lebih dari 4 tahun, serta sudah mempunyai banyak pasien yang rutin menjalani hemodialisis, meskipun terdapat pula pasien yang sudah meninggal dunia, serta pasien yang melakukan traveling atau pindah rumah sakit lain untuk melanjutkan program hemodialisisnya. Berdasarkan data yang didapatkan pada tanggal 1 Maret 2014, tercatat jumlah pasien tetap setiap bulannyayang menjalani hemodialisis rutin berjumlah ±70 orang, terkadang dalam 1 (satu) bulan terdapat pasien yang meninggal dunia sejumlah 1-3 orang. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap 35 pasien, yang terdiri dari pasien lama dan baru, didapatkan data bahwa hampir 50% pasien yang menjalani hemodialisis merasa stres, cemas, jenuh, dan perasaan lainnya. Kemudian didapatkan data bahwa hampir 70% pasien yang masih kurang dalam pemenuhan kebutuhan spiritualitasnya, seperti shalat khusyu’, berdo’a dengan khusyu’, siraman rohani maupun membaca dan mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an.
5
Unit hemodialisis selain memberikan pelayanan berupa cuci darah pada pasien gagal ginjal kronik secara rutin, terdapat pula pelayanan bimbingan rohani islam yang dilakukan perawat seperti mengajarkan shalat dan do’a bagi orang sakit, selain itu juga bimbingan rohani khusus oleh petugas bina rohani islam rumah sakit yang memberikan ceramah keagamaan maupun motivasi yang dilakukan selama 3 kali dalam seminggu, dimana durasi setiap pertemuan yaitu 20-30 menit.Menganalisa dari kondisi pasien yang sebagian besar masih sangat memerlukan dukungan spiritual, maka kebutuhan pasien akan pelayanan yang berfokus pada sisi spiritualitas diatas, tentu sangat perlu untuk ditingkatkan pemenuhannya, sehingga masih perlu untuk dilakukan cara atau metode pendukung lainnya sehingga kebutuhan spiritualitas pasien dapat terpenuhi dengan maksimal, serta dapat membantu dalam proses penyembuhan pasien. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan “Adakah Efektivitas Terapi Bacaan Al Qur’an terhadap PerubahanTingkat Stres pada Pasien Hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Gombong?“. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Utama Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasitentang Efektivitas Terapi Bacaan Al Qur’an terhadap Perubahan Tingkat Stres pada Pasien Hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Gombong. 2. Tujuan Khusus a. MengidentifikasiTingkat Stres pada Pasien Hemodialisissebelum diberikan Terapi Bacaan Al Qur’an di RS PKU Muhammadiyah Gombong. b. MengidentifikasiTingkat Stres pada Pasien Hemodialisis sesudah diberikan Terapi Bacaan Al Qur’an di RS PKU Muhammadiyah Gombong.
6
c. MengidentifikasiPerubahanTingkat Stres pada Pasien Hemodialisis yang diberikan Terapi Bacaan Al Qur’an di RS PKU Muhammadiyah Gombong. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan terdapat manfaat yaitu : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan secara umum dan digunakan secara khusus dalam ilmu keperawatan terutama untuk pengembangan intervensi keperawatan. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini semoga dapat menjadi referensi bagi khazanah ilmu dalam bidang penelitian selanjutnya, khususnya ilmu keperawatan yang berorientasi pada keperawatan islami dengan pendekatan kebutuhan spiritualitas selain terapi suara: bacaan Al Qur’an hubungannya dengan tingkat stres pasien. b. Hasil penelitian ini semoga dapat menjadi referensi bagi bidang manajemen keperawatan RS PKU Muhammadiyah Gombong dalam pengembangan dan penatalaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP), serta dapat menjadi sarana kepada perawat dan petugas rohani islam dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien. c. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan umat islam khususnya tentang penyembuhan terhadap stres dengan menggunakan mukjizat Al Qur’an yang merupakan wahyu Allah SWT. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Irma Rahmawati (2008), yang berjudul “Perbedaan Tingkat Stres Sebelum dan Sesudah Terapi Musik pada Kelompok Remaja di Panti Asuhan Yayasan Bening Nurani Kabupaten Sumedang”. Dengan jenis penelitian yang digunakan adalah preeksperimental
dengan
rancanganone
group
pre
dan
post
7
design.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran tingkat stres remaja sebelum dan sesudah terapi musik. Dari skor tingkat stres yang didapat, menunjukkan bahwa sebelum diberikan terapi musik, sebagian besar responden yaitu sebanyak 19 orang (63,33%) mengalami tingkat stres yang sedang pada hari pertama dan hari kedua. Pada hari pertama tersebut terdapat 11 orang (36,67%) remaja yang mengalami tingkat stres yang berat, sedangkan pada hari keduanya hanya terdapat 4 orang (13,33%) remaja saja yang mengalami stres berat, dan terdapat 7 orang (23,33%) remaja yang mengalami stres ringan.Sedangkan sesudah diberikan terapi musik terjadi penurunan tingkat stres responden, yaitu pada hari pertama sesudah dilaksanakan terapi musik, sebagian besar remaja yaitu sebanyak 17 orang (56,67%) mengalami tingkat stres yang sedang. Namun, pada hari pertama tersebut sebagian remaja lainnya, yaitu sebanyak 10 orang (33,33%) sudah mengalami penurunan tingkat stres yaitu menjadi stres ringan, dan bahkan ada pula remaja yang dapat dikategorikan normal, yaitu sebanyak 2 orang (6,67%).Sementara itu pada hari keduanya, remaja yang dapat dikategorikan normal ada lebih banyak lagi, yaitu sebanyak 6 orang (20%) dan stres ringan 12 orang (40%), sedangkan banyaknya remaja yang mengalami stres berat dan stres sedang mengalami penurunan masingmasing menjadi 2 orang (6,67%) dan 10 orang (33,33%) saja.Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel tingkat stres. Perbedaan penelitian ini adalah pada populasi dan sample penelitiannya. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Tevesia Rodotun Nadiroh(2011), dengan judul “Hubungan Dampak Hemodialisa dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Gombong”. Merupakan penelitian menggunakan desain penelitian korelasi dengan pendekatan cross sectional, dari 52 responden pasien yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan responden sebanyak 15 orang (28,8%), dengan kecemasan ringan, responden sebanyak 36 orang (69,2%) dengan kecemasan sedang, dan responden sebanyak 1 orang (1,9%) dengan kecemasan berat.Hasil penelitian yang dilakukan dari 52 responden
8
terbanyak dengan hasil 69,2% dengan kecemasan sedang karena dari kuesioner yang dihasilkan pasien kebanyakan susah tidur, perasaan tidak nyaman, mulut kering dan gelisah. Kecemasan pada pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa bisa dipengaruhi oleh faktor pendidikan, budaya, lingkungan, situasi, keadaan fisik, tingkat pengetahuan, status ekonomi,
umur,
penanggung
biaya
hemodialisa,
dan
lamanya
hemodialisa.Persamaan penelitian ini adalah pada subjek yang akan diteliti. Perbedaan penelitian ini adalah pada variabelnya
yaitu dampak
hemodialisis terhadap tingkat kecemasan. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Hafizh Ilman Asvito (2012), dengan judul “Pengaruh Distraksi Audio: Murottal Al Qur’an dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Laparatomi di RS PKU Muhammadiyah Gombong”. Merupakan jenis penelitian quasy experimental dengan menggunakan rancangan pre-test danpost-test design, dari 40 responden yang terdiri dari 20 responden yang diberikan intervensi berupa pemberian Murottal Al Qur’an (kelompok intervensi), dan 20 responden yang tidak diberikan intervensi Murottal Al Qur’an (kelompok kontrol). Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 40 responden dengan tingkat kecemasan pre-test, terdapat 32 orang (80,0%) mengalami kecemasan dalam kategori kecemasan sedang, sedangkan 8 orang (20%) mengalami kecemasan dalam kategori berat. Tetapi setelah dilakukan test (post-test) pada 40 responden, terdapat 39 orang (97,5%) mengalami kecemasan dalam kategori sedang, sedangkan 1 orang (2,5%) mengalami kecemasan dalam kategori berat.Persamaan penelitian ini adalah pada variabel pengaruh murottal Al Qur’an. Perbedaan penelitian ini adalah pada subjek yang akan di teliti, 4. Penelitian dari Oky Sudrajat (2013), yang berjudul “Koping Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong”. Merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan survei. Responden yang diteliti berjumlah 55 orang. Koping pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa mayoritas responden
9
berkategori maladaptif (63,6%), dengan mekanisme koping ditinjau dari optimisme terhadap masa depan mayoritas maladaptif (81,8%), mekanisme koping ditinjau dari menggunakan dukungan sosial mayoritas berkategori maladaptif (98,2%), mekanisme koping ditinjau dari menggunakan sumber spiritualitas mayoritas berkategori maladaptif (58,2%), mekanisme koping ditinjau dari mencoba tetap mengontrol situasi dan perasaan mayoritas maladaptif (98,2%), dan mekanisme koping ditinjau dari mencoba menerima kenyataan yang ada mayoritas berkategori maladaptif (100,0%). Persamaan penelitian ini adalah pada subjek yang akan diteliti, dan perbedaan penelitian ini adalah pada variabel koping pasien gagal ginjal kronik.