HASlL PEMBAWASAN
Kegiatan usaha budidaya ikan KJA di Waduk Saguling, urnurnnya dilakukan secara intensif dimana dalam proses produksinya digunakan pakan buatan dan input
- input produksi lainnya secara terus menerus. Kegiatan
budidaya ikan KJA ini ibaratnya mesin produksi ikan yang dioperasikan tanpa henti sepanjang waktu tanpa adanya pengendalian dalam proses produksinya. Untuk memacu pertumbuhan ikan, dari dulu hingga pada saat penelitian ini dilakukan budaya pernberian pakan umurnnya tanpa aturan yang tepat, dirnana pemberian pakan terhadap ikan, yang dilakukan oleh para petani ikan urnumnya tidak lagi berdasarkan aturan yang disarankan para peneliti atau dinas terkait, misalnyajumlah pakan yang diberikan berkisar antara 2-5% dari bobot ikan yang dibudidayakan, melainkan didasarkan pada pertirnbangan kekenyangan rnakan dari ikan. Sebelum ikan diperkirakan kenyang dengan dicirikan oleh kemunculannya dipermukaan air ketika pakan diberikan, pemberian pakan umumnya t e ~ s dilakukan hingga ketika pakan ditabur pada permukaan air kolam, ikan tidak tagi bereaksi terhadap pakan. Disadari atau tidak peritaku pernberian pakan seperti itu akan menimbulkan dampak negati terhadap kondisi kualitas air yang pada akhimya juga akan memberikan dampak balik terhadap para petani itu sendiri dan pengguna perairan lainnya. Darnpak negatif yang dirnaksud adalah semakin menurunnya kualitas air karena dari pakan yang terbuang yang tidak dirnakan oleh ikan budidaya akan mencemari lingkungan perairan. Pakan sisa tersebut dalarn perairan akan terurai menjadi senyawa -senyawa penyusunnya seperti
senyawa karbon, lemak (Ca2 dan CH20), protein (Urea, Asam amino, Nitrat, Nitrit dan Amonia) dan Fosfat (Ortofosfat). Dalam kondisi perairan anoksik, senyawa karbon berperan dalam proses pembentukan
gas
metan
dengan
bantuan
mikroba
(metanobacillus,
metanococcus). Senyawa fosfat dan nitrogen berperan dalam penambahan konsentrasi zat padat dan senyawa toksik, penurunan konsentrasi oksigen terfarut maupun perubahan struktur komunitas perairan. Senyawa fosfor dan nitrogen juga merupakan senyawa yang berperan dalam proses eutrifikasi (Jorgenson, 1980; Henderson-Seller dan Markland, 1986 dan Ryding dan Rast, 1989). Konsentrasi zat padat dan senyawa toksik yang disertai dengan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dapat mengakibatkankematian ikan pada saat teQadipembalikan massa air. Bagi para petani ikan KJA, kematian ikan secara massal menrpakan musibah yang sangat besar yang dapat rnelumpuhkan kegiatan usaha menurunkan kesejahteraan keluarga rnereka, karena dengan rnatinya ikan yang dibudidayakan berarti hilangnya pendapatan keluarga dan asset usaha. Untuk mengetahui, sejauhmana kegiatan usaha budidaya ikan KJA di Waduk Saguling ini masih layak dilakukan, maka berikut ini akan dijelaskan mengenai analisis kelayakan finansial usaha tani ikan KJA dan biaya ekstemalitas limbah KJA. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tani lkan KJA
Analisis kelayakan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha tani ikan dalam kolam jaring apung yang dilakukan para petani di Waduk Saguling ini secara finansial masih layak dilakukan atau tidak. Disamping itu juga, analisis ini dapat digunakan untuk melakukan eNilai efisiensi dan efektivitas
dari penggunaan sumberdaya yang digunakan sebagai input dalam proses produksi. Kriteria investasi yang akan digunakan untuk menilai kelayakan usaha budiaya ikan dalam KJA antara lain : BIC rasio, Pay Back Periods, BEP dan profitability indeks. Dalam menilai kelayakan usaha budidaya ini ada beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungannya : 1. Analisis dilakukan pada kondisi perairan normal dimana tidak terdapat
kematian ikan massal ketika terjadi arus balik
2. Analisis kelayakan dilakukan pada unit usaha budidaya ikan KJA yang terdiri dari 4 kolam, 8 kolam dan 12 kolam jaring apung
3. Satuan waktu analisis adalah satu tahun. Periode usaha dalam satu tahun adalah 3 musim tanam (MT). Sqtu musim tanam berlangsung selama 4 bulan atau sekitar 120 hari
4. Perhitungan biaya didasarkan atas biaya rata-rata masing-masing komponen
5. Komoditi yang dijadikan sampel analisis adalah komoditi dominan, yaitu ikan mas dan nila 6. Analisis dilakukan pada KJA dua lapis (double layer), dimana pada lapis
pertama, ditanam ikan mas sebagai ikan utama dan lapis kedua, ikan nila sebagai ikan pembersih
7. Konstruksi rakit yang dijasikan sampel adalah rakit bambu dan kayu 8. Sumberdaya
keluarga
yang
diperhitungkan dalam penilaian
digunakan
dalam
input
produksi
Komponen biaya usaha budidaya ikan dalam KJA di Waduk Saguling pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi dua komponen, yaitu biaya investasi dan biaya produksi. Biaya investasi umumnya digunakan untuk pembelian atau pembuatan alat, bahan atau fisik bangunan yang sifatnya permanen den jangka waktu penggunaannya relatif lama, seperti jamng-rakit, gudang dan perahu. Biaya produksi umumnya digunakan untuk pembeiian sarana produksi perikanan seperti benih ikan, pakan, tenaga kerja, alat perikanan dan pembuatan ijin usaha perikanan. Besar kecilnya biaya yang harus dikeluarkan pada usaha budidaya ikan dalam KJA ini sangat tergantung kepada skala kolam untuk tiap unit KJA. Semakin besar skaia kolam umumya biaya yang harus dikeluarkan semakin besar dan sebaliknya. Skala kolam yang ada pada KJA di Waduk Saguling bervariasi mulai dan 4 kolam, 8 kolam hingga 12 kolam untuk tiap unit KJA (Tabel 9).
Biaya investasi fisik komponen biaya gudang dan perahu urnurnnya relatif sama, sedangkan untuk komponen biaya jaring dan rakit untuk tiap skala kolam bekeda. Semakin besar skala kolam, semakin besar pula biaya untuk jaring dan rakit yang harus dikeluarkan, karena semakin banyak kolam maka semakin banyak pula jaring yang hams disediakan. Kecenderungan besamya biaya yang dikeluarkan berlaku untuk komponen biaya produksi. Biaya produksi terbesar dikeluarkan untuk pakan dan benih ikan. Pakan ikan yang digunakan rata-rata untuk tiap kolam sekitar 2.500 kg per musim tanarn sedangkan benih ikan rata-rata untuk tiap kolam sekitar 150 kg per musim tanam yang terdiri atas ikan mas dan ikan nila masing-masing
sekitar 100 kg dan 50 kg.
Hasil produksi berupa bobot ikan mas dan nila dalam satu musim tanam untuk tiap unit kolam KJA rata-rata sekiir 1,66 ton. Jika dibandingkan dengan pakan yang diberikan untuk tiap unit kolam, maka konversi pakan sekiiar 0,7 artinya untuk setiap satu kilogram pakan yang diberikan diperoleh ikan seberat
0,7 kilogram; sedangkan konversi pakan untuk ikan mas saja rata-rata per unit kolam sekitar 0,56. Secara rinci keragaan komponen biaya dan penerimaan usaha budidaya ikan bedasarkan skala kolarn disajikan pada lampiran. Tabel 9. Ringkasan Komponen Biaya dan Penerimaan per Tahun
-
Usaha Budidaya lkan dalam KJA di Waduk Saguling Unit KJA :
Komponen finansiat 4 kolam A. Biaya investasi : (000)
8 kolam
12 kolam
9.000
I5.000
I. Jaring dan rakit (unit)
4
8
2. Gudang (unit)
1
1
3. Per'ahu (unit)
1
1
B. Biaya produksi : (000)
95.200
190.480
1. Benih : ikan mas (kg)
400
800
lkan nila (kg)
100
400
10.000
20.000
3. Tenaga Kerja (org)
2
2
4. Pemdiharaanalat (%)
5
5
120
180
30
60
106.293,90
212.355,64
108.937
235.873,40
1. lkan Mas (kg)
5.663,20
11.326,30
2. lkan Nila (kg)
1.OOO
2.000
13.737
45.393.40
33,35
66,63
F. Biaya bunga (000)
2.060,55
6.809,Ol
G.KeuntunganBersih (000)
2.643,lO
23.517,76
2. Pakan (kg)
5. Alat perikanan (000) 6. ljin usaha (000) Total Biaya : (000) +
C. Hasil Produksi : (000)
D. Keuntungan (OOW
Kotor
E. Retribusi (000)
Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2000
3
Berdasarkan hasil analisis usaha budidaya ikan KJA maka keuntungan rata-rata usaha tani budidaya ikan bedasadcan skala KJA disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Keragaan Manfaat, Biaya dan Keuntungan Usaha Budidaya lkan KJA di Waduk Saguling Bedasarkan Skala KJA Skala KJA
Manfaat
Biaya
(Kolam)
(RPm
Usahatani
Keuntungan (RPm
(RPKh) 4
108.937.000
106.293.900
2.643.100
8
235.873.400
212.355.641)
23.517.760
12
353.811.000
314.968.1 50
38.842.850
29.109.225
26.400.737
2.708.488
Rata-rata
Sumber : Hasil analisis data primer, 2000 Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa keuntungan usaha tani ikan KJA berdasarkan skala KJA menunjukkan kecenderungan semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah unit kolam. Peningkatan keuntungan ini tejadi karena adanya efisiensi dalam penggunaan sumberdaya terutama biaya tenaga kerja dan biaya rakii budidaya. Biaya tenaga kerja untuk satu tahun periode usaha diperkirakan sekitar Rp 4.800.000. Penggunaan tenaga kerja untuk kolam dengan 4 unit kolam, 8 unit dan 12 unit kolam adalah sama, yaitu sebanyak 2 orang. Hal ini terjadi karena pekejaan buruh tani KJA relatif tidak terfalu sibuk, yaitu hanya mengangkut benih dan pakan, rnemberikan pakan harian dan pemanenan. Rutinitas harian buruh tani adalah memberikan pakan dan mengawasi ikan, sedangkan kegiatan pengangkutan benih dan pakan serta pemanenan sifatnya kontemporer, yakni pada saat awal dan akhir produksi. Bahan rakit budidaya dalam unit yang besar akan dapat dihemat daripada unit KJA yang kecil. Ini dikarenakan pada unit KJA yang besar terdapat sisi rakit
yang dapat dimanfaatkan untuk unit kolam lainnya. Bahan rakit 12 unit kolam dalam satu unit kolam akan lebih hemat daripada 12 unit kolam yang dibuat terpisah satu sama lainnya. Penghematan bahan ini pada akhirnya akan dapat menekan biaya yang dikeluarkan. Dalam satu satuan unit kolam, manfaat rata-rata usaha budidaya ikan
KJA sekitar Rp 29.1 09.225 dan biaya rata-rata usaha tani adalah Rp 26.400.737 sehingga diperoleh keuntungan rata-rata sebesar Rp 2.708.488 per tahun atau sekitar Rp 902.829 per musirn tanam. Untuk mengetahui seberapa besar proporsi keuntungan terhadap total biaya yang dikeluarkan untuk usaha budidaya ikan KJA (Indeks profitabilitas) dapat diketahui dengan cara membandingkan nilai keuntungan itu sendiri dengan besamya biaya usaha tani (Tabel 11). Tabel 11. Indeb Profitabilibs Usaha Budidaya lkan KJA di Waduk Saguling Bedasarkan Skala Kolam No
Skala KJA
(Koiarn)
Keuntungan
Bia'ya TotaC
lndeks Profitabilitas
( R P ~
(RPnh) 106.293.900
249
(%I
I
4
2.643.100
2
8
23.517.760
212.355.640
11-07
3
12
38.842.-
314.968.150
f 2.33
26.400.737
10.26
hta-rata
2.708.488
Sumber : Hasil analisis data primer, 2000
Dari Tabel 11dapat diketahui bahwa indeks profitabilitas usaha budidaya ikan KJA per unit jaring sebesar 10.26% , artinya dari setiap seratus rupiah dana yang diinvestasikan pada kegiatan usaha ini akan diperoleh profl sebesar Rp 10.26
lndeks profitabilitas tertinggi terjadi pada KJA dengan jumlah kolam
sebanyak 12 unit. Hal ini tejadi karena pada KJA dengan unit kolarn yang banyak akan terjadi efisiensi penggunaan sumberdaya yang digunakan dalam
proses produksi, sehingga biaya yang dikeluarkan akan semakin rendah dan semakin memperbesar tingkat keuntungan. Keuntungan adalah tujuan akhir yang dikehendaki para petani ikah KJA dalam mengelola kegiatan yang mereka lakukan. Semakin besar keuntungan yang mereka peroleh maka akan semakin puas mereka dalam mengelola kegiatan usahanya sekaligus akan memotivasi mereka lebih bersemangat lagi. Dengan keuntungan yang besar berarti ada peluang bagi mereka untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Keuntungan merupakan indikator pendapatan bagi para petani ikan KJA. Besar kecilnya pendapatan akan sangat dipengaruhi oleh skala usaha yang mereka lakukan . Untuk mengetahui secara detail pendapatan petani ikan KJA menurut skala usahanya disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Pendapatan Petanl Usaha Budldaya lkan KJA di Waduk Saguling Berdasarkan Skala KJA
No
Skala KJA
(Kolam)
Keuntungan
Pendapatan
( R P ~ Per Musim Tanam
Per Bulan
(RPMT)
(RPIBI)
1
4
2.643.100
881.033
220.258
2
8
23.51 7.760
7.839.253
I.959.813
3
12
38.842850
12.947.617
3.236.904
Rata-rata
2.708.488
902.829
225.707
Sumber : Hasil analisis data primer, 2000 Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa pendapatan yang diperoleh petani ikan menurut skala KJA berbeda-beda. Semakin besar skala KJA maka semakin besar pendapatan yang mereka peroleh. Apabila dihitung rata-rata pendapatan petani ikan per unit kolam dari usaha KJA per musim tanam selama kurang lebik 4 bulan diperoleh sekitar Rp 902.829 atau sekitar Rp 225.707 per bulan. Dalam
skala waduk, pendapatan yang dihasilkan diperkirakan sebanyak Rp 3.995.018.325 per musim tanam atau sekitar Rp 998.754.950 per bulan, dengan catatan tidak teqadi kematian ikan. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan Pmpinsi Jawa Barat (1999), prosentase kematian ikan tahun 1998 di Waduk Saguling sekitar 17,7016 dari total produksi. Dengan menggunakan asumsi prosentase kematian ikan tersebut, maka pendapatan bersih yang dihasilkan Waduk Saguling diperkirakan sekitar Rp 3.287.900.082 per musim tanam atau sekitar Rp 821.975.020 per bulan. Berdasarkan hasil perhitungan kelayakan finansial usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung rnenurut skala kolam dengan menggunakan kriteria kelayakan BIC rasio, payback periods, break event point dan profitability index, kegiatan usaha budidaya ikan dalam dapat diketahui bahwa secara keselu~han kolamjaring apung di Waduk Saguling masih layak dilakukan. Berdasarkan skala kolam, ada kecenderungan bahwa semakin meningkat jumlah kolam yang dioperasikan dalam satu unit KJA, semakin meningkat kelayakan usahanya ditinjau dari aspek finansial (Scale effect). Rekapitulasi perhitungan kelayakan finansial usaha budidaya ikan dalam keramba jarring apung di waduk Saguling disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Rekapitulasi Kelayakan Usaha Budidaya lkan KJA di Waduk Saguling Menurut Skala KJA Skala KJA
BIC rasio
(Kolam)
PBP
BEP (kg)
lkan mas
lkan nila
(Bulan)
PI
4
12
18.000
2.951
25
0,96
8
12
24.000
3.529
18
1,14
12
1,3
31-111
4.516
17
12
Sumber : Hasil analisis data primer, 2000
KJA dengan jumlah kolam sebanyak 12 unit memberikan nilai kelayakan yang lebih besar daripada KJA dengan 4 dan 8 unit kolam. KJA dengan jumlah kolam sebanyak 4 unit
walaupun masih layak diusahakan, tetapi tingkat
keuntungannya rendah, diantaranya diindikasikan oleh rendahnya nilai indeks profitabilitas kurang dari satu, yaitu hanya sebesar 0,96. Jika dibandingkan dengan salah satu nilai kriteria kelayakan usaha budidaya ikan KJA di Waduk Saguling dengan unit analisis yang sama, hasil penelitian Sukadi M.F. (1989), dimana nilai BlC
asionya sebesar
1,49,
menunjukkan bahwa ada
kecenderungan penurunan kelayakan pada usaha budidaya ikan KJA pada kolam dengan jumlah kolam sebanyak 4 unit. Kesimpulan sementara yang dapat diambil dari pehitungan di atas adalah bahwa keuntungan yang lebih besar akan dicapai ketika jumlah unit kolam dalam satu KJA diiingkatkan hingga 12 unit atau mungkin lebih besar dari itu; akan tetapi perrnasalahannya adalah apakah daya dukung lingkungan perairan masih menyokong untuk kegiatan usaha tersebut. Menurut hasil penelitian Dulmiad, dkk. (1994) menunjukkan bahwa jumlah KJA yang ada di Waduk Saguling sudah melebihi daya dukung lingkungan sekiar 410 unit; sehingga dalam implementasinya untuk meningkatkan keuntungan usaha petani ikan KJA melalui penambahan unit kolam KJA baru sudah tidak mungkin dilakukan karena akan semakin menambah padat KJA dan semakin melebihi daya dukung lingkungan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui penggabungan beberapa unit KJA yang ada yang memiliki jumlah kolam yang sedikit. Dalam kenyataannya di lapangan, terdapat satu petani yang memiliki lebih dari satu unit KJA, maka dengan demikian, penggabungan teisebut relatif mudah untuk dilakukan. Penggabungan relatif menjadi kompleks ketika yang hendak digabungkan adalah KJA milik satu petani
dengan pstani lainnya. Untuk kondisi demikian, perlu kiranya ada kesamaan persepsi dan kemauan bersama untuk melakukannya. Penentuan jumlah minimal unit kolam KJA yang hendak digabungkan ini dapat direkomendasikan oleh dinas terkait melalui ketetapan bersama dan disosialisasikan kepada pemilik KJA melalui berbagai upaya pendekatan misalnya penyuluhan.
Limbah Pakan KJA dan Biaya Ekstemaiiis Salah satu komponen penting dan merupakan faktor utarna keberhasilan dalam kegiatan usaha budidaya ikan adalah pakan. Pakan dibutuhkan sebagai sumber energi yang akan digunakan untuk mempertahankan aktivitas gerak, pertumbuhan dan reproduksi. Pada budidaya ikan dalam kolamjaring apung, pemanfaatan pakan alami tidak sepenuhnya dapat diandalkan dalam memberikan hasil pertumbuhan yang diharapkan mengingat ketersediaan pakan alami di perairan sangat terbatas. Oleh karena itu, penggunaan pakan buatan sangat menentukan keberhasilan kegiatan usaha tersebut. Kebiasaan umum yang sudah mendarah daging, yang dilakukan para petani ikan KJA di Waduk Saguling dalam pemberian pakan untuk ikan budidaya adalah pemberian yang didasarkan atas pertirnbangan kekenyangan dari penampakan respon ikan ketika diberi pakan sehingga ada kesan pemberian pakan tersebut tidak terkendali atau tidak teratur. Dengan demikian, diduga kebiasaan pemberian pakan seperti itu akan menyebabkan banyak pakan yang terbuang secara bebas ke perairan waduk dan dimungkinkan akan menimbulkan pencemaran pada lingkungan.
Jumlah pakan yang dipakai untuk setiap skala kolam akan berbeda satu sama lain. Pada KJA dengan jumlah kolam 4 unit diperkimkan sekitar 1 ton per tahun, sedangkan KJA dengan jumlah kolam 8 dan 12 unit rnasing
- masing
sekitar 2 ton dan 3 ton. Untuk mengetahui perkiraan jumlah pemberian pakan rata-rata per musim tanam dan harian disajikan pada Tabel 14.. Tabel 14. Perkiraan Jumlah Rata-rata Pemberian Pakan Berdasarkan Skala KJA Usaha Budidaya lkan KJA di Waduk Saguling No
Jumtah Rata-fata Pemberian Pakan
Skala KJA (Kolam)
Tahunan
Musirn Tanam
Harian
(Kg)
(Kg)
(Kg)
1
4
10.000
3.333
28
2
8
20.000
6.667
56
3
12
30.000
10.000
83
Sumber : Hasil analisis data primer, 2000 Berdasarkan hasil penelitian Hasan (1993), jumlah rata-rata buangan limbah budidaya ikan KJA di Waduk Saguling diperoleh sekiir 11,22% atau sekiiar 1.225 gram dari rata-rata pemberian pakan 10.9 kg per hari yang dijatuhkan oleh satu unit KJA sebagai limbah perairan. Mengacu pada hasil penelitian tersebut, jumlah pakan sisa rata-rata yang terbuang secara bebas ke perairan Waduk Saguling per hari per unit kolam diperkirakan sekitar 0,78 kg atau sekitar 280,8 kg per tahun (Tabei 15).
Tabei IS. Perkiraan Jumlah Pakan Sisa Rata-rata yang Tertruang ke Perairan Berdasarkan Skala KJA di Waduk Saguling No
Skaia KJA
Jumlah Pakan Sisa Rata-rata yg Terbuang
(Kolam) HaFian
Musim Tanam
Tahunan
(Kglhari)
(KSIMt)
I
4
3,15
378
O
2
8
6,29
755
2.26!5
3
12
9,33
1.120
3.360
Rata-rata
0,78
93,6
280,8
Sumber : Hasil analisis data primer, 2000 Pada tahun 1999 jumlah unit jaring apung yang beroperasi sekitar 4.425 unit. Berdasarkan data tersebut, diperkirakan jumlah pakan sisa yang terbuang secara bebas ke perairan Waduk Saguling (pollution load) sekitar 1.242.720 kg per tahun atau sekitar 3.452 kg per hari. Dari Tabei 15juga dapat diketahui bahwa skala KJA akan mernpengaruhi banyaknya limbah pakan yang terbuang ke perairan waduk. Semakin banyak jumlah unit kolam dalam satu KJA maka semakin banyak jumlah limbah yang terbuang. Satu KJA dengan jumlah kolam 4 unit diperkirakan menghasilkan limbah pakan sebanyak 3,15 kg per hari atau sekitar 1.134 kg per tahun; untuk KJA dengan jumlah kolam 12 unit menghasilkan lirnbah sebanyak 9,33kg per hari atau sekiar 3.360 kg setahun atau sekiar 3 kali lebih banyak dari KJA dengan 4 unit kolam. Untuk melakukan valuasi terhadap lirnbah pakan, maka akan digunakan
actual market price dari pakan itu sendiri, dalarn ha1 ini adalah harga pakan yang berlaku di lokasi studi. Pakan yang banyak digunakan petani ikan KJA di Waduk Saguling adalah pakan dengan merek dagang Cornfeed. Harga pakan rata-rata
per kilogram adalah Rp 2.200. Dengan demikian, nilai rupiah limbah pakan dapat diperkirakan. Nilai limbah pakan menurut skala KJA disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Niiai Pakan S i i Rafa-rata yang Terbuang ke Perairan Berdasarkan Skala KJA di Waduk Saguling
No
Skala KJA
(Kotarn)
Pakan Sisa yg terbuang tahunan
Harga Pakan
Rata-rats
Nilai ( R P ~
(Rplkg)
(KNh) 1
4
1.134
2.200
2.494.800
2
8
2.265
2.200
4983.000
3
12
3.360
2.200
7.392.000
Ftata-tata
619.575
Sumber : Hasil analisis data primer, 2000
Dan Tabel 16 juga dapat diketahui bahwa sejalan dengan meningkatnya jumlah kolam maka nilai lirnbah juga semakin meningkat. Nilai lirnbah pakan per unit kolarn diperkirakan sekitar Rp 617.760 per tahun atau sekitar Rp 1.721 per hari. Dalam skala waduk, secara aggregat jurnlah limbah pakan yang terbuang ke perairan waduk Saguling dalam setahun diperkirakan sebanyak 1.242,72 ton, dengan nilai limbah sekiiar Rp 2.733.984.000 per tahun.
Jika dibandingkan
dengan biaya pakan yang dikeiuarkan tiap hari per unit kolam, maka prosentase nilai limbah adalah sekiir 11%. Biaya pakan sendiri per hari per unit jaring adalah sekitar
Rp 15.400.
Besamya nilai perbandingan antara biaya limbah pakan dan total biaya usaha tani menurut skala KJA disajikan pada Tabei 17.
Tabel 17. Perbandingan Antam Waya Limbah Bakan Dan Total Biaya Usaha Tani Usaha Budidaya lkan KJA di Waduk Saguling Berdasarkan Skala MIA No
Skala KJA (Kolam)
Biaya limbah pakan
Totat Biaya Usaha Tani
lndeks Biaya timbah
(R~nh) 1
4
2.494.800
106.293.900
235
2
8
4.983.000
212.355.640
2,s
3
12
7.392.000
314.968.1 50
235
619.575
26.400.737
2,35
Rata-rata
Sumber : Hasil analisis data primer, 2000 Dan Tabel 17 dapat diketahui bahwa indeks biaya limbah rata-rata untuk satu unit kolam besarnya sekiar 2,35%.Artinya dari setiap seratus rupiah biaya usaha tani yang dikeluarkan terdapat sekitar 2-3rupiah biaya limbah. Angka ini sesungguhnya me~pakan nilai biaya yang seharusnya dapat dicegah agar tidak terbuang percuma. Dengan kata lain, petani dapat lebih meningkatkan keuntungan usahanya dengan cara melakukan efisiensi penggunaan pakan sebesar angka tersebut. Limbah pakan yang terbuang secara bebas ke perairan tersebut diduga akan mencemari lingkungan dan membetikan kontribusi terhadap terjadinya kematian ikan secara massal terutama ketika terjadi atus balik yang membawa berbagai polutan berbahaya dari dasar perairan ke permukaan. Sejak pertama kali dioperasikan tahun 1986 hingga tahun 1997 terdapat kecendungan kematian ikan secara massal yang semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah KJA (Tabel 18).
74
Tabel 18. Jumlah KJA, Produksi dan Kematian lkan KJA di Waduk Saguling
Sumber :Data Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 2000
Dari Tabel 18 tersebut dapat diketahui bahwa selama 12 tahun sejak pertama kali dioperasikan, kematian ikan massal tertinggi terjadi sebanyak tiga kali, yaitu pada tahun 1991, 1993 dan 1997, dengan puncak kematian ikan secara massal terjadi pada tahun 1997 dengan jumlah ikan yang mati tercatat sebanyak 1.042,6 ton atau sekitar 17,95% dari total produksi, denganjumlah KJA yang beroperasi tercatat sekitar 4.250 unit. Dengan asumsi harga ikan konsumsi pada tahun 1997 sebesar Rp 1.700 per kilogram ( Soedawo, 2000), maka diperkirakan nilai kematian ikan di waduk Saguling pada tahun tersebut sekitar Rp 1.772.420.000 atau rata-rata sekitar Rp 417.040
untuk tiap unit KJA.
Produksi total ikan pada tahun 1997 tercatat sekitar 4.507 ton atau sekitar 4.507.000 kg dengan nilai produksi sekitar Rp 7.661.900.000 atau rata-rata sekitar Rp 1.802.800 per unit KJA.
Dengan menggunakan asumsi prosentase kematian ikan massal rata-rata tahunan yang besarnya sekitar 5,25% dari total produksi per tahun, maka usaha budidaya ikan KJA masih layak dilakukan; tetapi apabila menggunakan asumsi prosentase kematian ikan massal maksimal sebesar 17,95016, kegiatan usaha budidaya ikan KJA di Waduk Saguling akan mengalami kebangkrutan atau tidak layak dilakukan karena prosentase biaya kematian ikan lebih besar dari prosentase rasio keuntungan terhadap total biaya usaha tani yang besamya ratarata sekitar 10.26 % per tahun (Tabel 11). Dilihat dari perkembangan kematian ikan secara massal di waduk Saguling sejak tahun 1986 - 1997, prosentase kematian ikan berfluktuasi naik dan turun dengan kecenderungan umum meningkat dengan prosentase rata-rata tahunan sekitar 5.25% (Gambar 2).
Gambar 2 Perkembangan Kematian lkan Massal di Waduk Saguling 1986-1997
1986 1997 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 Tahun
/
i
I
Sumber : Data Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 2000
Jika dikaitkan dengan kondisi kualitas air Waduk Saguling yang cenderung semakin menurun dari tahun awal beroperasi hingga sekarang seperti dikemukakan Costa-Pierce et a1.(1990), Pusat Penelitian Masalah Pencemaran
Lingkungan (1991) dan PPSDAL Unpad (1999), maka diduga kernatian ikan pada masa yang akan datang akan semakin meningkat seandainya upaya penanganan terhadap limbah internal dan ekstemal waduk tidak dilakukan segera; karena kematian ikan secara massal yang tejadi umumnya berkaitan erat dengan penurunan kualitas air, lebih spesifik adalah berkaitan dengan polutan toksik yang terangkat ke permukaan air ketika terjadi arus balik. Dalam ha1 produktivitas berdasarkan data Dinas Perikanan Prop.Jabar dan peneliti (2000) menunjukkan bahwa tejadi penurunan produktivitas KJA di Waduk Saguling dari tahun ke tahun (Tabel 19). Tabel 19. Perkembangan Produktivitas KJA di Waduk Saguling,
Produktivitas
Tahun
(WnlUnit KJR*'~Musim
1996
- 3.000 2.000 - 2.500 1.500 - 2.000
2000
1.100 - 1.300
1986 1992
2.500
Keterangan : *) = 4 kolam budidaya Sumber : Dinas Perikanan Propinsi (1999) dan Iwang,G (2000)
Berdasarkan data di atas, dimana produktivitas KJA yang semakin menurun dari sekitar 3.000 kg menjadi 1.100 kgper unit per musim; kondisi kualitas air yang sudah termasuk kategori tercemar berat untuk perikanan; dan laju kematian ikan yang semakin rneningkat, rata-rata 5,25% per tahun; maka ha1 ini rnerupakan peringatan bagi pihak pengelola waduk Saguling termasuk Dinas Perikanan di dalamnya untuk segera berupaya mengatasinya agar kondisinya tidak menjadi semakin parah.
Walaupun status kegiatan perikanan KJA di Waduk Saguling hanya sebagai aktivitas sekunder atau pelengkap dari aktivitas pembangkit listrik, namun seandainya dilakukan upaya penutupan aktivitas KJA atas dasar kondisi di atas, ha1 ini bukan merupakan solusi terbaik mengingat manfaat KJA sangat besar baik secara individual petani ikan maupun manfaat multiflier lainnya bagi pelaku ekonomi di hulu dan hilir usaha budidaya ikan KJA, disamping manfaat retribusi bagi Pemda. Solusi altematif yang dapat dilakukan adalah dengan cara mencegah atau mengurangi limbah internal dan ekstemal yang masuk ke perairan waduk dan secara bersamaan melakukan upaya refinery terhadap waduk. Berbicara mengenai limbah yang masuk ke perairan Waduk Saguling, diperkirakan kontribusi pencemaran dari limbah KJA terutama limbah pakan terhadap perairan Waduk Saguling sekitar 4,3%
- 6,2% ; sedangkan sisanya
sekitar 93,8O/$ - 957% berasal dari sumber lain seperti limbah domestik dan industri yang berada di hulu dan sekitar waduk Saguling. Upaya Pengelolaan Limbah Pakan
Budidaya ikan dalam KJA di perairan waduk haws ditujukan untuk mendapatkan hasil yang optimum dari teknologi budidaya yang diterapkan, tidak bertentangan dengan fungsi utama perairan dan mendukung pelestarian budidaya serta lingkungan perairan. Alternatif cara untuk mengurangi jumlah limbah pakan yang terbuang ke perairan dari KJA di Waduk Saguling antara lain pemberian pakan secara manual; pengaturan pola tanam dan penggunaan teknologi jaring berlapis. Cara pemberian pakan seiama ini yang banyak dilakukan di Waduk Saguling adalah dengan sistem pompa, yaitu memberikan pakan pada ikan
secara terus menerus sampai diperkirakan ikan sudah kenyang. Dengan cara ini, diduga jumlah pakan yang terbuang ke perairan akan sangat banyak atau tidak termanfaatkan secara optimal oleh ikan budidaya. Berdasarkan hasil penelitian Hasan (1993) jumlah rata-rata buangan limbah budidaya ikan KJA di Waduk Saguling diperoleh sekitar 11,22% atau sekitar 1.225 gram dari rata-rata pemberian pakan 10,9 kg per hair yang dijatuhkan oleh satu unit KJA sebagai limbah perairan. Secara aggregat, limbah pakan tersebut merupakan potensi yang dapat mengurangi efisiensi penggunaan input produksi dalam ha1 ini pakan serta sekaligus menurunkan kualitas perairan. Cara pemberian pakan secara manual meskipun memerlukan waktu yang lama, tetapi dalam penerapannya untuk kegiatan budidaya akan lebih baik dibandingkan dengan pemberian pakan sistem pompa karena dengan cara ini jumlah pakan yang ditebar akan terkontrol sehingga dapat mengurangi jumlah pakan yang terbuang. Jumlah pakan sesuai anjuran adalah sekitar 1-3% dari bobot ikan yang dibudidayakan. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara menerapkan pola tanam ikan budidaya sesuai dengan kondisi cuaca tiap bulannya dalam setahun karena kondisi cuaca ini secara tidak langsung dapat mempengamhi fiuktuasi kualitas air waduk selain pasang surut elevasi air waduk. Pola tanam yang dapat diterapkan dalam budidaya ikan dalam KJA di Waduk Saguling (Sudarwo, 2000) diantaranya : 1. Pola Tanam Maksimal
Pola tanam maksimal dapat dilakukan pada Bulan Pebruari sampai dengan Mei, karena pada bulan-bulan tersebut diperkirakan cuaca dalam kondisi baik sehingga keadaan lingkungan perairan waduk lebih stabil dan dapat dimanfaatkan secara maksimal. Pada pola tanam ini, petani
dapat menggunakan jarring berlapis dengan menanam ikan seperti ikan mas dan ikan nila. lkan mas yang dapat ditanam adalah ukuran 10-25 gram dengan jumlah benih yang ditanam sekitar 100 kg per kolam; ikan nila yang dapat ditanam adalah benih ukuran 5-10 gram dengan jumlah benih yang dapat ditebar sekitar 50 kg per kolam. Jumlah pakan yang dapat diberikan sekitar 2.500 kg per unit kolam. Pola Tanam Menengah
Pola tanam menengah dilakukan pada bulan berikutnya, yaitu Bulan Juni sampai dengan September. Pada bulan -bulan ini kualitas air sudah mulai menurun sehingga pemanfaatannya pun kurang optimal. Oleh karena itu, jumlah ikan yang ditanam haws lebih sedikit dibandingkan dengan penanaman ikan pada pola maksimal. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kematian ikan yang terlalu banyak. Benih ikan yang dapat ditanam sekitar 75 kg per kolam untuk ikan mas dan 25 kg per kolam untuk ikan nila. Pola Tanam Minimal
Poia tanam minimal dilakukan pada bulan OMober sampai dengan Januari. Pada bulan tersebut umumnya merupakan awal musim hujan dimana adanya hujan ini dapat menyebabkan genangan air waduk baru, selain cuaca juga tidak menentu, sehingga ha1 ini dapat mempengaruhi perubahan kualitas air waduk secara mendadak. Adanya air hujan dapat menyebabkan terjadinya arus balik dalam waduk karena perbedaan berat jenis air di permukaan air waduk dan di dasar waduk. Arus balik tersebut dapat menyebabkan kematian ikan budidaya secara massal karena polutan-polutan beracun yang ada di dasar perairan naik ke atas. Untuk mengantisipasi keadaan ini para petani disarankan untuk menanam ikan
yang berlabirin dan lebih tahan terhadap perubahan kualitas air seperti ikan gurarne, pangasius dan ikan lele, sehingga kerugian yang besar dapat dihindari. Penggunaan teknologi jaring berlapis dalam usaha budidaya ikan dalam
KJA di Waduk Saguling dapat merupakan alternatif cara untuk mengurangi pakan yang terbuang secara bebas ke perairan. Pada sistem jaring berlapis ini biasanya pada lapisan atas ditanam ikan utama seperti ikan mas dan pada lapis kedua ditanam ikan pembersih, seperti ikan nila dan mujair, yang berfungsi sebagai ikan yang memanfaatkan pakan sisa yang tidak dimakan oleh ikan pada lapisan atas. Dengan cara demikian maka pakan yang terbuang ke perairan akan menjadi berkurang. Konstruksi
jaring
secara
berlapis
merupakan
teknologi
yang
memanfaatkan kolom air untuk usaha budidaya. Ini berarti ada upaya pemanfaatan secara optimal kolom air dan memperkecil luasan permukaan air yang tertutup konstruksi janing. Cara ini akan menjamin proses denaturalisasi bahan sisa dan sekaligus proses refinery perairan menjadi efektif.