4
koloid pada tabung tersebut dengan jarak 10 cm dari permukaan larutan. Fraksi ini ditampung dan dikoagulasikan dengan penambahan NaCl. Setelah fraksi terkoagulasi, larutan bagian atas dibuang dan endapan dikumpulkan. Endapan kemudian dimasukkan ke dalam membran dialisis. Membran direndam dengan akuades sampai endapan bebas NaCl. Untuk penentuan endapan bebas NaCl, digunakan AgNO3. Setelah fraksi bebas NaCl, disentrifugasi untuk mengambil endapan. Endapan kemudian dikeringudarakan. Alofan yang diperoleh dianalisis dengan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR). Penentuan Kapasitas Adsorpsi Alofan Sebanyak 50 mg sampel alofan ditambahkan dengan larutan biru metilena sebanyak 15 ml. Variasi konsentrasi biru metilena yang digunakan adalah 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 300 ppm. Setelah itu, larutan digojog selama 2 jam dan kemudian disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Campuran kemudian diukur absorbansnya dengan spektrofotometer UV-tampak pada panjang gelombang 664 nm. Kapasitas adsorpsi dihitung dengan menggunakan rumus
Keterangan : Q : kapasitas adsorpsi (mg/g) V : volume larutan (ml) Co : konsentrasi awal (ppm) Ca : konsentrasi akhir (ppm) m : massa adsorben (g) Penentuan kapasitas adsorpsi juga dilakukan pada TiO2 dan nanokomposit alofan/TiO2 dengan perlakuan yang sama seperti sampel alofan. Sintesis Nanokomposit Alofan/TiO2 Sintesis nanokomposit dilakukan dengan membuat sistem koloid pada alofan dan TiO2. Alofan dan titanium oksida dengan komposisi 9:1 dicampurkan dengan penambahan air suling. Setelah itu, ditambahkan natrium hidroksida sampai pH 8 agar sistem koloid tetap stabil. Campuran kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah itu, dipanaskan pada suhu 100 °C. Nanokomposit yang diperoleh dianalisis dengan X-ray Difractometer (XRD).
Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena Sebanyak 100 mg nanokomposit alofan/TiO2 ditambahkan dengan 15 ml larutan metilen biru dengan konsentrasi 12.5 ppm. Larutan kemudian disinari dengan sinar UV pada panjang gelombang 365 nm selama 6 jam. Setelah itu, dilakukan scanning dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200–700 nm. Uji fotodegradasi juga dilakukan pada sampel alofan, TiO2, dan biru metilena. Selain disinari dengan sinar UV, dilakukan pula pada keadaan gelap tanpa cahaya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Alofan dari Tanah Vulkan Preparasi alofan disiapkan sesuai dengan metode Henmi & Wada 1976. Alofan diekstraksi dari tanah vulkanik dengan menambahkan air suling dan dikondisikan pHnya untuk mendapatkan larutan terdispersi, dengan kisaran pH antara 4 dan 10. Sampel tanah vulkanik terdispersi pada pH 10. Berdasarkan Abidin et al. (2008), pada pH tinggi (6–10), nano-ball alofan mempunyai muatan negatif yang berasal dari deprotonasi gugus silanol sehingga kation dan logam berat mudah terikat, sedangkan pada pH rendah (4– 6), nano-ball alofan mempunyai muatan positif dari protonasi pada aluminol sehingga anion dan ligan mudah terikat. Adanya muatan yang bervariasi berdasarkan kondisi pH dari alofan ini disebabkan struktur alofan mempunyai gugus silanol dan aluminol (Elsheikh et al 2008). Sampel tanah vulkanik yang telah ditambahkan dengan air suling dan NaOH, kemudian dienaptuangkan selama 10– 20 jam untuk melihat kestabilan koloidnya. Fraksi lempung bagian atas yang diambil kemudian ditambahkan dengan NaCl untuk mengkoagulasikannya. Setelah terkoagulasi, fraksi yang mengendap dimasukkan ke dalam membran dialisis dan direndam pada air suling untuk menghilangkan kelebihan NaCl. Kelebihan NaCl dapat dideteksi dengan mengambil air suling rendaman dan diteteskan beberapa tetes larutan AgNO3. Apabila masih mengandung NaCl akan terbentuk endapan berwarna putih. Hal ini dikarenakan terbentuknya endapan AgCl. Berikut adalah reaksi pembentukan endapan AgCl: NaCl + AgNO3
AgCl + NaNO3
5
Sintesis Nanokomposit Alofan/TiO2 Pembuatan nanokomposit alofan/TiO2 dilakukan dengan pencampuran secara fisik dalam bentuk koloid dilakukan agar alofan dengan TiO2 terdispersi dan terdistribusi dengan baik sehingga kedua komponen ini menyatu dengan baik. Campuran koloid yang terbentuk dapat dikatakan stabil karena tidak terpisah satu dengan yang lain walaupun didiamkan dalam waktu yang lama. Setelah terbentuk koloid yang stabil, nanokomposit kemudian dipanaskan pada suhu 100 °C. Pada suhu ini, diketahui bahwa nanokomposit membentuk agregat yang diharapkan, yaitu agregat yang berselang-seling antara alofan dan TiO2. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai kapasitas adsorpsi nanokomposit lebih besar dari pada alofan. Nanokomposit yang dihasilkan dari proses agregasi dua campuran material ini diharapkan memiliki ruang kosong tempat bahan organik dapat masuk terperangkap dan terikat di antaranya. Nanokomposit yang digunakan berasal dari daerah Gunung Lawu, Tawangmangu. Penentuan Kapasitas Adsorpsi Dalam penentuan kapasitas adsorpsi alofan, sebanyak 50 mg alofan ditambahkan dengan larutan biru metilena sebanyak 15 ml dengan variasi konsentrasi 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 300 ppm. Konsentrasi optimum diperoleh sebesar 200 ppm untuk keseluruhan sampel dari daerah Gunung Galunggung, Tawangmangu, dan Semplak, Bogor. Konsentrasi ini dianggap optimum karena pada konsentrasi biru metilena sebesar 300 ppm, kurva cenderung datar ( Gambar 5). Hal ini berarti pada saat konsentrasi biru metilena kurang dari 200 ppm, permukaan tapak aktif alofan belum semua terisi oleh adsorbat yaitu biru metilena. Hal ini ditandai dengan semakin besarnya nilai kapasitas adsorpsi (Q). Kapasitas adsorpsi alofan cenderung naik sampai dengan konsentrasi biru metilena 200
Kapasitas Adsorpsi (mg/g)
Gambar 4 Alofan yang dikeringudarakan.
ppm dan kemudian akan stabil pada 300 ppm. Untuk alofan Gunung Galunggung, diperoleh konsentrasi optimum biru metilena yang bisa diadsorpsi dengan baik sebesar 200 ppm dengan nilai kapasitas adsorpsi sebesar 34.59 mg/g. Alofan Tawangmangu juga mengadsorpsi biru metilena sebesar 200 ppm dengan nilai kapasitas adsorpsi sebesar 32.93 mg/g. Alofan Semplak, Bogor, sama seperti daerah Gunung Galunggung dan Tawangmangu, juga memiliki konsentrasi optimum biru metilena yang dapat diadsorpsi sebesar 200 ppm dengan nilai kapasitas adsorpsi sebesar 27.82 mg/g. Data penentuan kapasitas adsorpsi terdapat dalam Lampiran 2.
40 30 20 10 0 0
100
200
300
Konsentrasi kesetimbangan (mg/L)
Gambar 5
Kurva Penentuan kapasitas adsorpsi alofan Gunung Galunggung ( ), Gunung Lawu ( ), Gunung Salak ( ).
Selain alofan, dilakukan penentuan kapasitas adsorpsi TiO2. Berdasarkan Gambar 6 diduga adsorpsi yang terjadi pada biru metilena oleh TiO2 adalah adsorpsi cepat. Hal ini dapat dilihat dalam kurva penentuan kapasitas adsorpsi, yaitu kapasitasnya tinggi tetapi kemudian semakin turun. Adsorpsi cepat terjadi karena ukuran TiO2 yang sangat kecil sehingga sangat cepat terjadi proses adsorpsi. Kapasitas adsorpsi (mg/g)
Setelah fraksi bebas–NaCl, fraksi kemudian dikeringudarakan (Gambar 4).
40 35 30 25 20 15 10 5 0
0
Konsentrasi 100 200 kesetimbangan 300 400 (mg/L)
Gambar 6
Kurva penentuan kapasitas adsorpsi TiO2
Nanokomposit alofan/TiO2 memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih besar dibandingkan dengan alofan maupun TiO2 saja (Gambar 7). Hal ini dikarenakan TiO2 mampu membuka rongga yang terdapat dalam alofan sehingga ruang kosong alofan akan
6
Berdasarkan nilai kelinieritasannya (Tabel 1) adsorpsi biru metilena oleh alofan maupun nanokomposit mengikuti tipe isotherm Langmuir. Hal ini berarti permukaan alofan maupun nanokomposit bersifat homogen dan biru metilena teradsorpsi secara kimisorpsi dengan membentuk lapisan tunggal (monolayer).
Nilai Xm menggambarkan jumlah adsorbat yang dijerap oleh permukaan adsorben. Nilai Xm alofan Gunung Galunggung lebih besar dari pada Gunung lawu dan Gunung Salak. Hal ini menunjukkan jumlah biru metilena yang dijerap oleh alofan dari Gunung Galunggung lebih banyak dari pada Gunung Lawu dan Gunung Salak. Perbedaan ini kemungkinan dikarenakan kandungan alofan yang terdapat pada sampel Gunung Galunggung lebih besar dibandingkan Gunung Lawu dan Salak, sedangkan nilai Xm nanokomposit lebih besar dari alofan yang berasal dari Gunung Lawu. Nilai k merupakan konstanta yang bertambah dengan kenaikan ukuran molekuler yang menunjukkan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Molekul biru metilena lebih kuat terikat pada alofan dari Gunung Lawu dibandingkan dengan alofan dari daerah lain dan nanokomposit. Apabila dibandingkan dengan nanokomposit, perbedaan nilai k ini dapat disebabkan adanya TiO2 yang terikat pada alofan menyebabkan interaksi antara biru metilena dengan alofan berkurang.
Tabel 1 Nilai linearitas adsorpsi biru metilena oleh alofan dan nanokomposit
Uji Fotodegradasi Biru Metilena dengan Nanokomposit Alofan/TiO2
Kapasitas Adsorpsi (mg/g)
semakin lebar yang menyebabkan semakin banyak biru metilena yang mampu mengisi ruang kosong alofan. Setelah ditentukan nilai kapasitas adsorpsinya dilakukan pula penentuan tipe isoterm adsorpsi. 40 20 0 0
50
100
150
200
Konsentrasi kesetimbangan (mg/L)
Gambar 7
Kurva penentuan kapasitas adsorpsi nanokomposit alofan/TiO2
Sampel
linearitas
Alofan Gunung Galunggung
%
Gunung Lawu Gunung Salak Nanokomposit
Langmuir Freundlich
99.3 95.3
Langmuir
99.9
Freundlich
71.6
Langmuir
99.9
Freundlich
86.5
Langmuir
99.7
Freundlich
84.1
Berdasarkan tipe adsorpsi yang diperoleh yaitu langmuir, maka dapat ditentukan nilai Xm dan k dari persamaan regresi langmuir (Tabel 2). Tabel 2 Nilai konstanta Xm dan k dari persamaan regreasi Langmuir Nama sampel Alofan Gunung Galunggung
Xm
K
35.714
0.1319
Alofan Gunung Lawu
33.333
1.0710
Alofan Gunung Salak
28.572
0.3468
Nanokomposit
35.714
0.2728
Uji fotodegradasi dilakukan untuk melihat kemampuan nanokomposit alofan/TiO2 dalam mengurai senyawa organik biru metilena. Alofan diketahui memiliki kemampuan mengadsorpsi bahan organik, sedangkan TiO2 mampu mengurai bahan organik, tetapi kurang dapat mengadsorpsi bahan organik. Karena itu, ketika kedua bahan ini disatukan menjadi suatu nanokomposit, maka akan diperoleh suatu sinergi yang efektif dalam menghilangkan bahan organik. Uji fotodegradasi oleh nanokomposit alofan/TiO2 terdiri dari dua percobaan, yaitu tanpa dan di bawah radiasi sinar ultraviolet (pada panjang gelombang 365 nm dengan lama penyinaran 6 jam). Konsentrasi biru metilena yang digunakan sebesar 12.5 mg L-1. Percobaan tanpa radiasi sinar ultraviolet bertujuan melihat interaksi sampel dengan biru metilena. Tanpa radiasi sinar ultraviolet, diasumsikan tidak akan terjadi reaksi fotolisis pada biru metilena dan hanya berlangsung adsorpsi. Reaksi fotodegradasi biru metilena dapat dituliskan sebagai berikut (Nogueira & Jardim 1993): C16H18N3SCl (teradsorpsi+terlarut) + 51/2 O2 +H2SO4+3HNO3+16CO2+6H2O
HCl
7
Biru metilena
TiO2
Alofan Nanokomposit
Gambar 8 Hasil uji fotodegradasi dalam ruang gelap tanpa sinar UV. Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa nanokomposit alofan/TiO2 tanpa sinar ultraviolet hanya mengadsorpsi biru metilena. Hal ini ditunjukkan oleh panjang gelombang biru metilena yang tetap sama. Pada titanium oksida hampir tidak terjadi perubahan warna biru metilena setelah 6 jam reaksi. Dapat disimpulkan bahwa TiO2 hanya sedikit menyerap biru metilena. Tanpa sinar ultraviolet, tidak terjadi fotodegradasi, karena tanpa bantuan sinar ultraviolet titanium oksida tidak mampu mendegradasi senyawa organik. Nanokomposit alofan/TiO2 menghasilkan filtrat yang tidak berwarna, sedangkan alofan menghasilkan filtrat yang berwarna (Gambar 9). Dapat disimpulkan bahwa nanokomposit mampu memperbesar kapasitas adsorpsi. Proses fotodegradasi juga dapat dilihat dari endapan yang dihasilkan. Alofan, nanokomposit, maupun TiO2 menghasilkan endapan yang berwarna biru (Lampiran 5). Endapan yang berwarna biru ini menunjukkan bahwa pada sistem hanya terjadi proses adsorpsi.
A
Gambar 9
B
C
D
Perubahan warna biru metilena tanpa radiasi UV setelah 6 jam. (A) biru metilena; (B) biru metilena+TiO2; (C) biru metilena+alofan; (D) biru metilena+nanokomposit.
8
Biru metilena
Alofan
TiO2
Nanokomposit
Gambar 10 Fotodegradasi dengan lama penyinaran 6 jam. Uji fotodegradasi dengan penyinaran sinar ultraviolet 365 nm selama 6 jam menunjukkan terjadinya fotodegradasi pada nanokomposit alofan/TiO2. Pada Gambar 10 terlihat bahwa biru metilena tanpa penambahan apapun memiliki panjang gelombang sebesar 664 nm. Alofan yang ditambahkan biru metilena dengan konsentrasi 12.5 ppm memiliki panjang gelombang yang sama, tetapi mengalami penurunan konsentrasi karena adsorpsi oleh alofan. Pada titanium oksida yang ditambahkan biru metilena, terjadi reaksi fotodegradasi karena adanya penyinaran oleh lampu ultraviolet. Nanokomposit alofan/TiO2 mengalami reaksi adsorpsi dan fotodegradasi. Gambar 10 menunjukkan puncak baru pada panjang gelombang 573 nm yang menunjukkan telah terjadi perubahan warna biru metilena menjadi senyawa lain hasil fotodegradasi. Selain terjadi fotodegradasi, pada nanokomposit ini juga terjadi reaksi adsorpsi. Hal ini terlihat dari menurunnya konsentrasi biru metilena. Selain itu, endapan nanokomposit yang dihasilkan, berwarna putih. TiO2 menghasilkan filtrat yang berwarna putih. Hal ini dikarenakan TiO2 mampu mendegradasi senyawa biru metilena sehingga tidak ada lagi warna biru baik pada filtrat maupun endapan (Lampiran 5).
E
F
G
H
Gambar 11 Perubahan warna biru metilena setelah radiasi dengan sinar UV setelah 6 jam. (E) biru metilena; (F) biru metilena+TiO2; (G) biru metilena+alofan; (H) biru metilena+nanokomposit. Pencirian Alofan Alofan/TiO2
dan
Nanokomposit
Karakterisasi alofan dilakukan dengan FTIR. Hal ini dikarenakan alofan akan berbentuk amorf apabila dilakukan analisis XRD. Analisis XRD tidak dapat memberikan informasi kandungan alofan dalam tanah vulkan. Pada Gambar 12 tampak bilangan gelombang 972 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi rentangan asimetris O-Si-O atau O-Al-O. Pita serapan yang kuat pada bilangan gelombang 473 cm-1 dan 543 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi tekuk Si-O atau Al-O. Selain itu, muncul pita serapan 3639
9
cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regangan gugus –OH dari alofan. Dari serapan-serapan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam sampel tanah mengandung gugus-gugus Si-O atau Al-O, O-Si-O atau O-Al-O, dan –OH. I n t e n s i t a s
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Nanokomposit alofan/TiO2 dengan bantuan sinar UV memiliki kemampuan menjerap dan mendegradasi senyawa biru metilena. Pembuatan nanokomposit ini mampu meningkatkan kapasitas adsorpsi alofan. Degradasi biru metilena ditunjukksn dengan hilangnya puncak biru metilena, yaitu dari 664 nm dan munculnya puncak baru pada panjang gelombang 527 nm. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggabungkan alofan dan TiO2 dapat diperoleh suatu sinergi yang efektif dalam menghilangkan limbah organik. Saran
Bilangan gelombang (cm-1)
Gambar 12 Spektrum FTIR alofan Gunung Galunggung ( ), Gunung Lawu ( ), Gunung Salak ( ). Nanokomposit alofan/TiO2 dicirikan dengan teknik difraksi sinar-X. Difraksi sinar-X adalah metode yang paling umum digunakan untuk menentukan struktur Kristal (Murat et al 1992). Pada pola difraksi (Gambar 12), adanya TiO2 yang terikat dalam alofan ditunjukkan oleh 2θ = 25.28 Å. Pada nanokomposit, terlihat adanya puncak yang muncul dibawah 2θ = 25.28 Å. Hal ini kemungkinan adanya mineral lain yang terkandung dalam nanokomposit, karena pembuatan nanokomposit menggunakan alofan yang berasal dari alam.
Gambar 13
Hasil XRD TiO2 ( Nanokomposit ( ).
) dan
Perlu dilakukan pengujian aktifitas fotokatalis nanokomposit alofan/TiO2 pada senyawa organik lainnya selain biru metilena dan terhadap senyawa-senyawa organik yang berbentuk gas.
DAFTAR PUSTAKA Abidin Z, Matsue N, Henmi T. 2008. Structure of nano-ball allophone and its surface properties. Clay and clay minerals 28: 285-294. Atkins PW. 1999. Kimia Fisik. Edisi 2.Kartohadiprojo II, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Chunming S, James BH. 1993. The Electrophoretic Mobility of Imogolite and Allophane in The Presence of Inorganic Anions and Citrate. Clay and Clay Minerals 41:461-471. Elsheikh et al. 2008. Competitive adsorption of oxalate and phosphate on allophane at low concentration. Clay Science 13:6. Fatimah I, Karna W. 2005. Sintesis TiO2zeolit sebagai fotokatalis pada pengolahan limbah cair industri tapioka secara adsorpsi-fotodegradasi. TEKNOIN 10:4. Fatimah et al. 2005. Titanium-oxide on natural zeolite (TiO2-Zeolite) and its application for congo red photodegradation. Indo J Chem 6: 38-42. Hadiyarwan et al. 2008. Fabrikasi material nanokomposit superkuat, ringan, dan transparan menggunakan metode Simple Mixing. J Nanosains Nanotekno 1:1.