6
Penentuan konsentrasi amonium (Thontowi, Pamuji, Sunarko 2004) Konsentrasi amonium dalam supernatan ditentukan dengan metode Nessler. Sebanyak 0.1 mL supernatan sampel direaksikan dengan 9.9 mL NaOH 0.5 N dan 0.2 mL pereaksi Nessler. Larutan kemudian dihomogenkan dan diinkubasi selama 20 menit. Selanjutnya larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 403 nm. Konsentrasi amonium dalam sampel dihitung berdasarkan kurva standar. Penentuan Konsentrasi Produk Degradasi Dengan Menggunakan HPLC. Supernatan hasil hidrolisis enzimatik dilarutkan dengan metanol kemudian disuntikan ke dalam HPLC. Kurva yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar asam propionat dan propionamida. Kondisi HPLC adalah sebagai berikut: fase gerak metanol 80%, fase diam kolom organik C18 10µ (Fitri 2005), detektor UV dan panjang gelombang 205 nm (Rossomando 1987). Konsentrasi masing-masing komponen ditentukan dengan rumus (Lindsay 1992): [komponen]= Luas area komponen x [standar] Luas area standar Perolehan produk (yield) dapat ditentukan dengan rumus: Perolehan produk = Pt – Po x 100% So – St Keterangan Pt : Konsentrasi produk akhir Po : Konsentrasi produk awal St : Konsentrasi substrat akhir So : Konsentrasi substrat awal
HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Isolat Bakteri Pendegradasi Propionamida Penapisan isolat bakteri pendegradasi propionamida dilakukan secara kualitatif berdasarkan pertumbuhan dan aktivitas enzim pada media propionamida sebagai satusatunya sumber karbon, nitrogen dan energi. Prinsip dari pengujian aktivitas enzim adalah pengukuran konsentrasi amonium sebagai salah satu produk hasil degradasi propionamida melalui pembentukan kompleks senyawa berwarna kuning oleh pereaksi Nessler. Sementara itu prinsip uji pertumbuhan dilakukan berdasarkan pembentukan senyawa kompleks berwarna
merah sebagai hasil reduksi garam tetrazolium. Hasil pengujian pertumbuhan dan aktivitas dapat dilihat pada Tabel 1. Dari 12 isolat bakteri yang diuji diperoleh satu isolat bakteri (GLB5) yang mempunyai aktivitas dan pertumbuhan tertinggi. Dari hasil pengujian aktivitas terlihat bahwa isolat GLB5 menunjukkan intensitas warna kuning yang lebih pekat dibandingkan dengan isolat lain. Hal ini mengindikasikan bahwa amonium yang terbentuk dari hasil degradasi propionamida lebih tinggi. Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai indikasi awal tingginya aktivitas enzim amidase pada isolat GLB5. Hasil yang sama diperoleh dari pengujian pertumbuhan. Pekatnya warna merah yang terbentuk menjadi indikasi awal tingginya kemampuan isolat GLB5 untuk tumbuh dan menggunakan propionamida sebagai satu-satunya sumber karbon, nitrogen dan energi. Hasil penelitian Sunarko et al (2007) menyebutkan bahwa isolat GLB5 mampu tumbuh dengan baik pada 2-(3benzoylphenyl)-propionitrile sebagai satusatunya sumber karbon, nitrogen dan energi. Selain itu isolat GLB5 juga mempunyai aktivitas enzim yang tinggi terhadap substrat tersebut . Tabel 1 Hasil uji pertumbuhan dan aktivitas berbagai isolat bakteri Isolat Pertumbuhan* Aktivitas** SD 8-1 + 7b + + TPIK ++ + 4.51.A4 + + LD1 ++ SD 4-1 ++ GLB5 +++ +++ LD 2 ++ TD 1 ++ SD 2 + LD 3 ++ MD 4.1 +++ (*) -: tidak tumbuh, +: pertumbuhan rendah, ++ : pertumbuhan sedang, +++ : pertumbuhan tinggi. (**) - : Tidak ada aktivitas, + : aktivitas rendah, ++ : aktivitas sedang, +++ : aktivitas tinggi.
Fermentasi Sel GLB5 Fermentasi sel GLB5 dilakukan dengan sistem tertutup (batch) dimana tidak ada penambahan media selama fermentasi berlangsung. Pola pertumbuhan sel GLB5 dan perubahan pH kultur dapat dilihat pada Gambar 5. Pada proses fermentasi terjadi kenaikan pH media dari 7.18 menjadi 7.57.
7
Hal mungkin terjadi karena asam karboksilat yang terbentuk dari hasil hidrolisis asetamida digunakan oleh bakteri sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya, sehingga akumulasi amonia relatif lebih tinggi dibandingkan asam karboksilat dalam media yang akan membuat pH media cenderung lebih basa. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Fitri (2005) yang menyatakan bahwa pH media fermentasi menggunakan isolat Pseudomonas sp dengan substrat adiponitril cenderung mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi. Berdasarkan perhitungan, waktu generasi (td) dan laju pertumbuhan spesifik (µ) GLB5 dapat ditentukan sebesar 73 jam dan 9.5 x 10-3 jam-1. Hasil penelitian Nawaz et al 1994 menyebutkan bahwa sel Rhodococcus sp yang ditumbuhkan pada akrilamida memiliki absorbansi tertinggi pada saat fermentasi telah berlangsung selama 72 jam. Sel E. Coli JM109 yang ditumbuhkan pada asetamida menunjukkan absorbansi tertinggi pada hari ke-9 waktu inkubasi (Trott et al 2002).
y = 0.214ln(x) + 0.757 R2 = 0.942
Perubahan ini akan meyebabkan lipatan pada struktur tersier enzim berubah yang berdampak tidak maksimalnya aktivitas katalitik enzim. Hasil penelitian Ciskanik et al (1995) menyebutkan bahwa amidase yang diisolasi dari Pseudomonas chlororaphis memiliki kisaran pH optimum 7-8.6. Sedangkan hasil penelitian Nawaz et al (1996) memperlihatkan bahwa enzim amidase yang diisolasi dari Klebsiella pnemoniae memiliki pH optimum bernilai 7. Data lain menyebutkan pH optimum amidase dari Rhodococcus erythropolis MP 50 bernilai 7.5 (Hirrlinger et al 1996).
Gambar 6 Pengaruh pH terhadap aktivitas relatif amidase dari sel GLB5. Aktivitas relatif 100% setara dengan 0.998 mmol NH4+/mL min. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Amidase dalam Sel Utuh
Gambar 5 Pertumbuhan (●), logaritma jumlah bakteri terhadap waktu (—) dan perubahan pH (∆) pada proses fermentasi GLB5. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim Amidase dalam Sel Utuh Pengaruh pH terhadap aktivitas relatif amidase diperlihatkan pada Gambar 6. Penggunaan tiga macam bufer bertujuan untuk menyediakan lingkungan dengan kisaran pH yang cukup luas (3-10) sehingga tidak perlu menggunakan pereaksi yang bersifat asam atau basa kuat untuk membuat kondisi reaksi berada pada kisaran pH tersebut. Enzim amidase memperlihatkan aktivitas maksimum pada pH 7. Pada pH di bawah maupun di atas 7 aktivitas enzim menurun secara signifikan. Hal ini mungkin terjadi karena perubahan pH berdampak pada perubahan pada sifat ionik asam-asam amino penyusun enzim amidase.
Pengaruh suhu terhadap aktivitas relatif amidase sel GLB5 diperlihatkan pada Gambar 7. Aktivitas enzim amidase pada suhu 20 °C sampai dengan 45 °C menunjukkan kenaikan secara bertahap. Hal ini mungkin terjadi karena semakin tinggi suhu gerak dan tumbukan antar molekul semakin besar. Namun pada suhu di atas 45 °C aktivitas enzim mulai menurun. Hal ini terjadi karena energi kinetik enzim telah melampaui kisaran energi yang diperlukan untuk memutus ikatan hidrogen dan hidrofobik yang mempertahankan struktur sekunder dan tersier molekul enzim. Dengan suhu optimum sebesar 45 °C maka enzim amidase dari sel GLB5 dapat diklasifikasikan sebagai enzim mesofilik. Nilai ini sama dengan suhu optimum amidase dari Pseudomonas chlororaphis B23 (Ciskanik et al 1994) namun lebih rendah dari suhu optimum amidase Pseudomonas sp yaitu 50 °C (Fitri 2005). Data lain menyebutkan bahwa suhu optimum amidase dari Rhodococcus sp adalah 40 °C
8
(Nawaz et al 1994) dan suhu 65 °C pada amidase termostabil dari Klebsiella pneumoniae NCTR 1 (Nawaz et al 1995). Dengan memasukkan logaritma kecepatan reaksi enzim saat suhu optimumnya ke dalam persamaan Y = -820.5x + 2.647 (Gambar 8) maka diperoleh besarnya energi aktivasi adalah 0.0158 kJ/mol. Nilai ini jauh lebih kecil dari energi aktivasi Rhodococcus rhodochrous NHB-2 pada suhu optimum 55 °C yaitu sebesar 71 kJ/mol (Chand et al 2003).
Gambar 7 Pengaruh suhu terhadap aktivitas relatif amidase dari sel GLB5. Aktivitas relatif 100% setara dengan 1.130 mmol NH4+/ mL min.
pola Michaelis-Menten sehingga dapat disimpulkan bahwa enzim amidase bukan merupakan enzim alosterik. Penentuan nilai KM dan Vmaks secara akurat dapat diperoleh melalui transformasi aljabar dari persamaan Michaelis-Menten.Semakin rendah nilai KM maka afinitas enzim terhadap substrat akan semakin tinggi artinya reaksi pembentukan kompleks enzim substrat (ES) akan lebih mudah terjadi. Dengan memplot nilai-nilai yang ada pada Gambar 9 ke dalam persamaan Lineweaver-Burk (Gambar 10) maka diperoleh nilai KM dan Vmaks untuk enzim amidase dengan substrat propionamida masing-masing adalah 45.32 mM dan 2.74 mmol/mL menit. Nilai KM yang diperoleh sedikit lebih rendah dari KM amidase pada sel utuh Pseudomonas sp dengan substrat adiponitril yaitu 50 mM (Fitri 2005). Nilai KM untuk amidase murni yang diisolasi dari Pseudomonas chlororaphis B23 dan Rhodococcus sp dengan substrat propionamida masing-masing adalah 0.25 mM (Ciskanik et al 1995) dan 2.6 mM (Nawaz et al 1994).
y = -820.5x + 2.647 R2 = 0.867
Gambar 8 Hubungan antara kecepatan reaksi enzim terhadap kenaikan suhu.
Gambar 9 Kurva Michaelis-Menten; pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi enzim.
Parameter Kinetika Enzim (KM dan Vmaks) Penentuan nilai KM dan Vmaks berguna untuk menganalisis afinitas enzim dengan substrat spesifiknya, menentukan kecepatan reaksi enzim pada konsentrasi substrat tertentu dan menentukan apakah suatu inhibitor enzim bersifat kompetitif atau non-kompetitif. Kinetika enzim amidase terhadap substrat propionamida diperlihatkan pada Gambar 9. Aktivitas enzim terlihat semakin meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi substrat. Namun pada saat konsentrasi substrat 120 mM, aktivitas enzim mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena pada konsentrasi tersebut enzim telah jenuh oleh substrat. Kinetika reaksi enzim ini mengikuti
y = 16.54x + 0.365 R2 = 0.955
Gambar 10 Kurva Lineweaver-Burk Amidase. Pengaruh Aktivator dan Inhibitor Logam
9
140
Aktivitas Relatif (%)
120 100 80 60 40
Beberapa enzim memiliki spesifitas yang hampir absolut bagi substrat tertentu dan tidak akan bekerja pada substrat lain meskipun secara struktural sama. Namun enzim-enzim tertentu dengan spesifitas luas dapat bekerja pada berbagai senyawa dengan ciri struktural yang relatif sama. Pengaruh substrat terhadap aktivitas amidase dari isolat sel GLB5 diperlihatkan pada Gambar 12. Aktivitas amidase dari sel GLB5 cenderung lebih tinggi pada amida alifatik, sedangkan pada amida aromatik aktivitas amidase tetap terlihat meskipun kecil. Selain itu juga terlihat bahwa aktivitas amidase dari GLB5 jauh lebih tinggi pada amida alifatik dengan bobot molekul (BM) rendah. Pada substrat aromatik, aktivitas amidase pada nikotinamida lebih tinggi daripada benzamida. Meskipun BM nikotinamida lebih tinggi daripada benzamida namun kemungkinan terbentuknya ikatan hidrogen pada nikotinamida lebih besar sehingga kekuatan interaksi antara enzim substrat akan lebih tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas amidase terhadap substratnya adalah kelarutan. Kelarutan benzamida dan adipamida dalam air sangat kecil yaitu 13 g/L dan 4.4 g/L (Wikipedia 2008) yang menyebabkan interaksi antar molekul semakin rendah. Amida aromatik diketahui menghambat aktivitas amidase dari Rhodococcus sp (Nawaz et al 1994). Data lain menyebutkan bahwa amidase dari Pseudomonas chlororaphis B23 memiliki aktivitas yang tinggi terhadap amida alifatik seperti propionamida, butiramida dan isobutiramida serta aktivitas yang lebih rendah pada amida tak jenuh seperti akrilamida (Ciskanik et al 1994). 1.6 1.4 Aktivitas (Unit/mL)
Pengaruh ion logam terhadap aktivitas amidase diperlihatkan padaGambar 11. Jika dibandingkan dengan kontrol (K), terlihat bahwa ion logam Mn2+, Co2+, Ni2+, Mg2+, dan Fe2+ pada konsentrasi 10 mM dapat meningkatkan aktivitas amidase sedangkan ion logam Hg2+, Cu2+, Zn2+ dan Ca2+ cenderung menurunkan aktivitas amidase. Terjadinya penghambatan aktivitas enzim oleh logam berat terutama Hg mengindikasikan bahwa pada enzim amidase terdapat gugus sulfihidril (SH). Gugus ini bila oleh logam berat akan membentuk suatu kompleks yang berdampak pada terhambatnya aktivitas enzim. Hasil penelitian Ciskanik et al 1994 menyebutkan bahwa enzim amidase dari Pseudomonas chlororaphis B23 dihambat secara signifikan oleh ion Cu2+ pada konsentrasi 1 mM dengan aktivitas relatif 51%. Ion logam Hg2+, Cu2+, Zn2+, Ag2+ dan Cd2+ dengan konsentrasi 2mM menghambat aktivitas amidase dari Blastobacter sp sampai 99%, 90%, 88%, 76% dan 79% (Soong et al 2000). Ion Ca2+ pada konsentrasi 2 mM cenderung menghambat aktivitas amidase dari Pseudomonas putida ATCC 12633 sampai 40% (Hermes et al 1993). Hasil penelitian Tani et al (1989) menyebutkan bahwa MgCl2, MnCl2, CoCl2 dan NiCl2 dengan konsentrasi 1 mM berperan sebagai aktivator enzim amidase dari Corynebacterium sp dengan aktivitas relatif 111%, 107%, 110% dan 112%. Data lainnya menyebutkan bahwa ion Fe2+, Cr2+ dan Ba2+ dengan konsentrasi 5 mM meningkatkan aktivitas amidase dari Rhodococcus sp dengan aktivitas relatif masing-masing 136%, 146% dan 129% (Nawaz et al 1994)
1.2 1
0.8 0.6 0.4 0.2 0
20 0
Gambar 12 Pengaruh substrat terhadap aktivitas amidase. Gambar 11 Pengaruh logam terhadap aktivitas relatif amidase. Spesifitas Enzim Amidase dari Sel GLB5
Stabilitas Amidase Dalam Sel Utuh Pada Berbagai Suhu Penyimpanan
10
Stabilitas enzim seperti halnya protein dipengaruhi oleh interaksi elektrostatik, ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas enzim antara lain pelarut yang digunakan dan suhu penyimpanan. Aktivitas enzim amidase dalam sel utuh GLB5 pada berbagai suhu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 13. Aktivitas amidase pada hari ke-0 sampai hari ke-6 menunjukkan penurunan seiring dengan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin tinggi suhu penyimpanan yang digunakan. Dengan memasukkan nilai aktivitas enzim pada hari ke-0 dan aktivitas enzim pada hari ke-6 pada setiap suhu penyimpanan maka diperoleh waktu paro aktivitas enzim pada suhu penyimpanan -4, 8, 26 dan 37 °C masingmasing adalah 10, 6.5, 4 dan 3 hari. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa enzim amidase dari sel utuh GLB5 memiliki stabilitas yang lebih tinggi jika disimpan pada suhu -4 °C. Ditinjau dari stabilitas konformasi struktur enzim, pada suhu rendah kemungkinan gerak molekul penyusun enzim akan sangat kecil. Hal ini akan menyebabkan gaya interaksi antar molekul cenderung tetap dan stabil. Jika dilihat dari keberadaan enzim tersebut dalam sel utuh, stabilitas enzim relatif berkaitan dengan pertumbuhan sel. Pada suhu rendah sel cenderung bersifat inaktif karena suhu lingkungan yang tidak mendukung untuk pertumbuhan. Namun pada suhu yang lebih tinggi sampai mendekati suhu optimumnya, sel akan cenderung lebih aktif untuk melakukan pertumbuhan. Tetapi ketiadaan nutrisi akan menyebabkan pertumbuhan sel lebih cepat menuju pada fase kematian.
Induktivitas Enzim Enzim konstitutif merupakan enzim yang konsentrasinya di dalam sel tidak bergantung pada senyawa penginduksi. Enzim ini diproduksi setiap saat dan umumnya merupakan kelompok enzim yang berperan penting dalam proses metabolisme. Enzim induktif merupakan kelompok enzim yang dihasilkan sebagai reaksi terhadap senyawa penginduksi. Pengaruh sumber karbon dan nitrogen terhadap pertumbuhan sel dan aktivitas amidase dipelihatkan pada Gambar 14. Pertumbuhan sel GLB5 terlihat lebih tinggi pada media pertumbuhan berupa glukosa dan NH4Cl. Secara umum glukosa dan nitrogen anorganik seperti amonia atau nitrat lebih disukai bakteri sebagai sumber karbon, nitrogen dan energi untuk melangsungkan pertumbuhannya (Brock & Madigan 1988). Aktivitas amidase sel GLB5 dari keempat media pertumbuhan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Aktivitas amidase pada sel GLB5 dengan media pertumbuhan glukosa dan NH4Cl sebagai sumber karbon dan nitrogen tanpa senyawa amida terlihat tidak begitu berbeda jauh dengan sel GLB5 yang ditumbuhkan pada media yang mengandung senyawa amida (asetamida). Hal ini mengindikasikan bahwa enzim amidase dari sel GLB5 merupakan enzim konstitutif yang disintesis dengan atau tanpa adanya senyawa penginduksi.
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 A
Gambar 13 Aktivitas relatif amidase pada berbagai suhu penyimpanan. Aktivitas relatif 100% setara dengan 1.781 pada suhu -4 (●), 1.378 pada suhu 8 (○), 1.610 pada suhu 26 (▲)) dan 1.667 U/mL pada suhu 37 ºC (∆).
AG
AN
GN
Gambar 14 Pertumbuhan ( ) dan aktivitas amidase dalam U/mL ( ) dari sel GLB5 pada media tumbuh asetamida (A), asetamida glukosa (AG), asetamida-NH4Cl (AN) dan glukosa-NH4Cl (GN). Kromatogram Produk Degradasi Propionamida Kromatogram sampel berupa supernatan hasil hidrolisis enzimatik diperlihatkan pada
11
(a)
P r o p io n a m id
Gambar 15. Pada awal reaksi (menit ke-0) terlihat hanya ada satu puncak yang terbentuk dengan waktu retensi 1.471 dan luas area sebesar 18921988. Jika dibandingkan dengan standar (Lampiran 10), waktu retensi ini mendekati waktu retensi standar propionamida sehingga kuat dugaan bahwa pada menit ke-0 belum terjadi hidrolisis secara enzimatik yang mengubah propionamida menjadi asam propionat. Kromatogram sampel pada menit ke-30 memperlihatkan terbentuknya dua puncak dengan waktu retensi 1.482 dan 1.769 serta luas area 16784913 dan 10028945. Jika dibandingkan dengan standar, kedua waktu retensi tersebut mendekati waktu retensi propionamida dan asam propionat. Hal ini menujukkan rekasi degradasi propionamida secara enzimatik sudah berlangsung. Puncak propionamida dan asam propionat yang terbentuk pada menit ke-30 terlihat kurang terpisah dengan baik. Hal ini dikarenakan waktu retensi dari kedua komponen relatif berdekatan. Berdasarkan perhitungan konsentrasi komponen propionamida pada menit ke-0 adalah 3684.30 ppm dan jumlahnya menurun pada menit ke-30 menjadi 3268.19 ppm. Penurunan konsentrasi propionamida pada menit ke-30 diikuti pembentukan asam propionat dengan konsentrasi 68.76 ppm. Perolehan asam propionat yang didapat sebesar 16.52 % setelah 30 menit waktu reaksi. mAU 1000
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penapisan bakteri penghasil amidase melalui degradasi propionamida menunjukkan pertumbuhan dan aktivitas tertinggi pada isolat GLB5. Waktu generasi (td) dan konstanta laju pertumbuhan (µ) sel GLB5 pada media asetamida adalah 73 jam dan 9.5 x 10-3 jam-1. Suhu dan pH optimum enzim amidase dari sel GLB5 masing-masing adalah 45 °C dan 7. Nilai KM dan Vmaks amidase dengan substrat propionamida adalah 45.32 mM dan 2.74 mmol/mL menit. Ion logam Mn2+, Co2+, Ni2+, Mg2+, dan Fe2+ pada konsentrasi 10 mM berperan sebagai aktivator amidase sedangkan ion logam Hg2+, Cu2+, Zn2+ dan Ca2+ pada konsentrasi 10 mM berperan sebagai inhibitor amidase. Enzim amidase bersifat konstitutif dan memiliki aktivitas yang lebih tinggi pada amida alifatik berbobot molekul rendah. Enzim ini memiliki stabilitas tertinggi pada suhu penyimpanan -4 °C dengan waktu paro 10 hari. Aktivitas enzim amidase juga terlihat dari kromatogram HPLC pada menit ke-30. Saran Optimasi proses fermentasi serta penentuan kinetika fermentasi. perlu dilakukan untuk produksi biomasa secara maksimal. Selain itu, karakterisasi enzim amidase dalam bentuk ekstrak kasar, semipurifikasi dan enzim murni serta identifikasi isolat secara molekuler perlu dilakukan.
500
DAFTAR PUSTAKA
0
Baum SJ, Bower WR. 1972. Exercise in Organic and Biological Chemistry. New York: The Mac Millan.
0.0
2.5
5.0
7.5
min
(b)
2500
A s aP mr o pp iroo np ai om n iad t
mAU
0 0.0 2.5 5.0 7.5 min Gambar 15 Kromatogram sampel pada menit
Bergmeyer HU, Beutler HO. 1985. Methods of Enzymatic Analysis 3rd Edition Volume VIII. Weinheim: VCH Verlagsgesellschaft. Brock TD, Madigan MT. 1988. Biology of Microorganism 5th Edition. New Jersey: Prentice Hall International. Caldwell J, Hutt AJ, Fornel-Gigleux S. 1988. The metabolic chiral inversion and dispositional enantioselectivity of the 2arylpropionic acids and their biological consequences. Biochem Pharmacol 37: 105-114. Chand et al. 2004. Treatment of simulated waste water containing toxic amides by