HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Good Manufacturing Practice di Restoran Penerapan Good manufacturing practice oleh restoran dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. Good manufacturing practice atau GMP merupakan bagian dari proses pemastian mutu guna memastikan produk diproduksi dan diawasi secara konsisten berdasarkan standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan syarat izin edar yang berlaku (WHO, 1997). Penerapan GMP harus memenuhi lima persyaratan utama, yaitu persyaratan umum hygiene, persyaratan khusus golongan, persyaratan hygiene sanitasi makanan, persyaratan hygiene sanitasi pengolahan makanan, dan persyaratan hygiene sanitasi penyimpanan makanan. Persyaratan Umum Hygiene Restoran Persyaratan umum hygiene restoran terdiri atas dua aspek utama, yaitu lokasi serta bangunan dan fasilitas. Lokasi. Lokasi restoran terletak tidak jauh dari pemukiman penduduk dan berbatasan dengan parit besar.
Resiko-resiko yang disebabkan oleh parit, secara khusus,
menyebabkan penilaian atas lokasi restoran menjadi kurang sempurna. Bangunan dan Fasilitas. Persyaratan untuk bangunan dan fasilitas restoran terdiri atas lima belas aspek yang harus dipenuhi, yaitu halaman, konstruksi, lantai, dinding, langit-langit, pintu dan jendela, pencahayaan, ventilasi, ruang pengolahan makanan, fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan, tempat cuci tangan, air bersih, jamban dan peturasan, kamar mandi, serta tempat sampah. Restoran dinilai telah memenuhi tiga belas dari lima belas aspek yang harus dipenuhi. Beberapa hal yang dinilai masih perlu disempurnakan, yaitu aspek pintu dapur, sistem ventilasi, dan halaman restoran yang masih kurang sempurna. Pintu bagian dapur restoran tidak membuka ke arah luar meski pintu tersebut dibuat tidak bercelah dan dapat menutup sendiri.
Sistem ventilasi dapur restoran juga dinilai kurang memenuhi syarat
sehingga kondisi dapur menjadi pengap, panas, dan kurang nyaman. Aspek halaman restoran juga dinilai masih perlu mendapat penyempurnaan terkait faktor lokasi restoran yang berbatasan dengan parit.
Persyaratan Khusus Golongan Restoran Restoran ini termasuk ke dalam golongan jasaboga atau restoran A3, karena melayani kebutuhan masyarakat umum melalui proses pengolahan dengan menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja. Restoran golongan A3 memiliki persyaratan yang lebih kompleks serta diwajibkan untuk memenuhi persyaratan restoran golongan A1 dan A2 terlebih dahulu dalam proses pelaksanaannya. Restoran ini, sebagai restoran golongan A3, dinilai telah memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan dengan baik, yaitu memiliki ruang pengolahan makanan yang terpisah dengan bangunan tempat tinggal, chiller dan freezer dalam jumlah yang mencukupi, alat pembuang asap dan cerobong asap yang tidak mengganggu lingkungan, ruang pengolahan makan yang terpisah dengan ruang penyajian produk matang, kendaraan dan alat pengangkut makanan khusus dengan desain tertutup, kedap air, dan mudah dibersihkan, serta mencantumkan nama perusahaan, nomor izin usaha, dan laik hygiene sanitasi pada setiap kemasan makanan. Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Restoran Persyaratan hygiene sanitasi makanan terdiri atas tiga aspek, yaitu bahan makanan, makanan terolah, dan makanan jadi. Restoran ini dinilai telah memenuhi ketiga aspek persyaratan hygiene sanitasi makanan dengan baik. Bahan baku utama restoran adalah daging ayam. Daging ayam yang digunakan harus memiliki kondisi yang baik, segar, dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna, dan rasa, serta berasal dari tempat resmi yang diawasi. Kegiatan pengawasan terhadap bahan baku daging ayam dilakukan oleh perusahaan pemilik restoran secara rutin melalui departemen Quality Assuarance. Departemen QA menggunakan SNI 01-3924-2009 sebagai standar mutu acuan untuk bahan baku daging ayam, disamping kriteria kualitas karkas yang diinginkan oleh perusahaan. Data kriteria kualitas perusahaan untuk daging ayam dapat dilihat pada Tabel 17. Restoran juga menggunakan bahan baku selain daging ayam, yaitu kentang, patty, roti burger, sayuran, beras, dan lain-lain serta bahan tambahan, seperti bumbu-bumbu, minyak, saos, dan lain-lain. Semua bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan restoran berada dalam kondisi yang baik dan tidak rusak atau busuk.
53
Produk utama dari restoran ini adalah ayam goreng tepung yang terdiri atas dua jenis, crispy dan original. Kedua produk ini dapat disajikan untuk disantap langsung maupun dibawa pulang dengan menggunakan kemasan tertentu. Restoran ini menyediakan produk ayam goreng yang fresh dengan jangka waktu penyajian yang juga sangat singkat. Restoran juga menggunakan kemasan khusus sekali pakai yang dilengkapi dengan label, merk, nama restoran, nomor izin usaha, dan laik hygiene sanitasi pada setiap kemasan yang digunakan sesuai dengan persyaratan hygiene restoran. Tabel 17. Data Kriteria Mutu Karkas Ayam Berdasarkan Standarisasi Perusahaan Fisik Fisik karkas harus mendekati sempurna. Tidak menerima karkas dengan kondisi : 1. Patah tulang, 2. tulang leher > 1,25 cm, 3. kaki terlalu pendek, 4. dada atau tulang sobek > 2 cm, 5. sobekan oleh tangan atau pisau pada kulit, 6. terdapat memar > 2 cm, 7. folikel bulu berbintik merah > 2 cm, 8. terkontaminasi oleh kotoran atau sisa makanan dari tembolok, 9. bulu halus dan kasar di permukaan karkas > 1,25 cm, 10. masih terdapat organ dalam, 11. terkontaminasi ingesta > 5 cm.
Perlemakan
Perlemakan sedikit (+ 16%) untuk setiap potongan karkas. Tidak menerima karkas dengan lemak berlebihan di daerah dubur atau leher.
Perdagingan
Daging bersih dan mengkilat. Daging berbau aromatis dan tidak amis. Konsistensi daging kenyal. Perdagingan penuh di seluruh permukaan karkas. Serabut otot di sekitar daging berwarna pucat.
Kulit
Kondisi kulit sempurna. Kerusakan kulit sayap + 1 cm. Kulit karkas berwarna merah muda. Hanya boleh memar pada sayap 0,5 cm.
Sumber : Departemen Logistik PT. Fast Food Indonesia, Tbk. dalam Aprido (2005)
54
Persyaratan Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan Restoran Persyaratan hygiene sanitasi pengolahan makanan terdiri atas tiga aspek, yaitu karyawan pengolah makanan, peralatan yang kontak dengan makanan, dan cara pengolahan makanan. Restoran telah memenuhi aspek kedua dengan baik, akan tetapi masih perlu mendapat peningkatan dan penyempurnaan dalam pemenuhan aspek pertama dan ketiga dari persyaratan hygiene sanitasi pengolahan makanan. Peralatan pengolahan pangan yang digunakan restoran terbuat dari stainless steel anti karat dan kelupas, memiliki permukaan yang utuh dan mudah dibersihkan, memiliki lapisan permukaan yang tidak terlarut dalam asam, basa, atau garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan, serta tidak mengeluarkan logam berat beracun yang membahayakan, seperti timah hitam (Pb), arsenikum (As), tembaga (Cu), seng (Zn), cadmium (Cd), dan antimon (Stibium) apabila bersentuhan dengan makanan. Peralatan pengolahan pangan selalu dibersihkan dan disanitasi sebelum dan setelah digunakan. Peralatan dibersihkan terlebih dahulu dengan larutan multi purpose sink detergent dan air hangat (49 – 54 oC) kemudian disanitasi dengan menggunakan larutan klorin 100 ppm dan air bersuhu (32 – 38 oC). Kegiatan pembersihan dan sanitasi peralatan dilakukan guna menjamin setiap peralatan pengolahan pangan terbebas dari faktor-faktor pencemar. Restoran perlu melakukan sedikit penyempurnaan agar dapat memenuhi aspek pertama dan ketiga dengan baik. Penerapan perilaku hygiene dan bersih oleh karyawan pada saat proses pengolahan pangan merupakan faktor yang dinilai masih perlu mendapat penyempurnaan. Sertifikasi hygiene sanitasi makanan untuk setiap karyawan dinilai sebagai salah satu cara yang efektif dalam mewujudkan penerapan perilaku hygiene. Kegiatan pemantauan terhadap proses produksi juga penting untuk ditingkatkan guna memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan terhadap SSOP yang telah ditetapkan. Persyaratan Hygiene Sanitasi Penyimpanan Makanan Restoran Persyaratan hygiene sanitasi penyimpanan makanan terdiri atas empat aspek, yaitu penyimpanan bahan mentah, penyimpanan makanan terolah, penyimpanan makanan jadi, dan cara penyimpanan makanan. Restoran telah memenuhi semua aspek persyaratan hygiene sanitasi penyimpanan makanan dengan cukup baik. Semua bahan mentah maupun produk makanan terolah disimpan di dalam freezer
55
dan chiller bersuhu < 4 oC. Produk matang restoran, khususnya ayam goreng crispy dan original, disajikan langsung di dalam display holding cabinet bersuhu 65 oC ataupun disimpan di dalam holding cabinet bersuhu 68 – 82 oC. Proses penyimpanan dilakukan sesuai persyaratan, yaitu tidak tercampur antara produk matang dengan bahan mentah serta tidak menempel pada lantai, dinding, dan langit-langit. Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure di Restoran Program Sanitation standard operating procedure atau SSOP telah diterapkan oleh pihak restoran dan didokumentasikan dengan baik dalam standard library. SSOP merupakan suatu komponen program persyaratan teknis dasar (prerequisite programme) yang harus dipenuhi apabila suatu unit usaha akan memulai suatu proses produksi dan berencana untuk menerapkan HACCP (Mortimore dan Wallace, 2001). Proses pemantauan terhadap pelaksanaan prosedur standar sanitasi dan kebersihan restoran juga dilakukan secara rutin oleh departemen QA melalui kegiatan audit. Kegiatan audit oleh QA didasarkan pada delapan kunci SSOP dan dilakukan setiap tiga bulan sekali tanpa adanya pemberitahuan kepada pihak restoran. Keamanan Air Sumber air bersih restoran berasal dari PDAM kota Bogor dan sumur air artesis. Air sumur yang akan digunakan telah melewati beberapa tahap penyaringan terlebih dahulu. Sistem distribusi air sumur juga berbeda dengan air dari PDAM. Air sumur akan ditampung terlebih dahulu dalam tangki air yang berada di atap restoran dan kemudian didistribusikan dengan sistem down feed. Pengujian terhadap kualitas air, khususnya air sumur, dilakukan secara berkala oleh pihak PDAM setiap tiga bulan sekali, sehingga layak untuk digunakan dan memenuhi standar SNI. Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan makanan bergantung pada pemeliharaan kebersihan peralatan pengolahan pangan dan karyawan. Pemeliharaan kebersihan karyawan dilakukan dengan cara mewajibkan karyawan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani bahan makanan serta menggunakan gloves. Pemeliharaan kebersihan peralatan pengolahan pangan dilakukan dengan proses pembersihan serta sanitasi sebelum dan setelah digunakan. Peralatan dibersihkan dengan larutan multi purpose sink detergent dan air hangat (49 – 54 oC) kemudian 56
disanitasi dengan menggunakan larutan klorin 100 ppm dan air bersuhu (32 – 38 oC). Setiap peralatan pengolahan pangan yang terdapat di restoran terbuat dari stainless steel sehingga mudah dibersihkan, tidak bereaksi, tahan karat, tidak menyerap, dan tidak mengandung toksik. Pencegahan Kontaminasi Silang Kontaminasi silang merupakan hal yang perlu mendapat perhatian dan pencegahan secara menyeluruh. Bentuk pencegahan terhadap kontaminasi silang yang dilakukan oleh restoran, yaitu pemisahan tempat penyimpanan antara bahan mentah dengan produk setengah jadi atau produk jadi, pelaksanaan proses pengolahan, penyimpanan, dan penyajian pangan sesuai dengan standar sanitasi, serta pelaksanaan proses sanitasi ruangan dan peralatan pengolahan pangan secara baik dan benar. Fasilitas Kebersihan Ketersediaan dan pemeliharaan fasilitas kebersihan merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan sanitasi pangan. Penyediaan fasilitas kebersihan bagi para pekerja, khususnya fasilitas cuci tangan dan toilet, masih perlu mendapat peningkatan dan penyempurnaan. Restoran hanya menyediakan 1 buah fasilitas cuci tangan dan 1 buah toilet untuk para pekerja. Fasilitas cuci tangan terletak di sebelah pintu masuk dapur, sedangkan toilet untuk para pekerja berada di luar bangunan restoran. Jumlah fasilitas cuci tangan dan toilet dinilai perlu ditambah guna mendukung penerapan standar operasional sanitasi. Fasilitas cuci tangan modern yang dilengkapi alat pengering tangan dan sesuai standar sanitasi serta toilet yang memadai dan mudah dijangkau dinilai efektif dalam mengurangi resiko terjadinya pencemaran kembali dan kontaminasi silang (Crammer, 2006). Pencegahan Adulterasi Pencegahan terhadap pencemaran dilakukan untuk menjamin produk pangan, bahan pangan, maupun permukaan yang kontak dengan bahan pangan terhindar dari cemaran fisik, kimia, dan biologi. Restoran telah melakukan kegiatan pencegahan terhadap pencemaran dengan baik. Bentuk pencegahan terhadap pencemaran yang dilakukan restoran, yaitu penyimpanan senyawa pembersih dan sanitizer pada tempat terpisah dan tertutup, penggunaan tempat sampah yang dapat menutup dengan sempurna, penempatan gas pada ruangan yang tertutup, serta pemisahan wadah yang 57
digunakan untuk bahan makanan atau peralatan dengan wadah untuk pembersih dan sanitizer. Pelabelan dan Penyimpanan Senyawa Berbahaya Restoran telah melakukan proses pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan, baik bahan pangan maupun non pangan, dengan baik. Kegiatan pelabelan bahan pangan maupun non pangan dilakukan dengan menggunakan sistem kartu dan formulir pencatatan yang dilakukan oleh stock control. Prosedur pencatatan dan pemberian label dilakukan untuk mempermudah proses penyimpanan, pengawasan, dan pemeriksaan serta mencegah terjadinya kesalahan penggunaan yang dapat menimbulkan pencemaran. Kesehatan Pekerja Kesehatan pekerja merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan sanitasi pangan. Kegiatan pemantauan dan pengelolaan kesehatan pekerja telah dilakukan dengan baik, akan tetapi masih perlu mendapat penyempurnaan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa restoran perlu memperketat kegiatan pemantauan terhadap kesehatan pekerja guna memperkecil resiko terjadinya kontaminasi silang. Pengendalian Hama Keberadaan hama mutlak tidak dikehendaki dalam mewujudkan sanitasi pangan. Kegiatan pengendalian hama yang dilakukan oleh restoran mencakup prosedur pencegahan dan penggunaan bahan kimia pembasmi hama. Penerapan praktik hygiene, konstruksi restoran, lubang, dan saluran pembuangan dengan desain khusus dan tertutup, pemeliharaan kebersihan ruang penyimpanan, serta penataan penyimpanan merupakan bentuk-bentuk pencegahan hama yang dilakukan oleh restoran. Restoran juga menggunakan jasa pembasmi hama komersil terminix setiap dua minggu sekali. Prosedur pembasmian hama oleh terminix dilakukan dengan menyemprotkan bahan kimia pembasmi hama pada malam hari. HACCP Plan Penerapan HACCP plan didasarkan pada ketujuh prinsip HACCP yang telah dipublikasikan oleh Codex Alimentarius Commission dan tertuang di dalam dua belas langkah penerapan HACCP. Kedua belas langkah penerapan sistem HACCP
58
tersebut, antara lain pembentukan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi rencana dan tujuan penggunaan produk, penyusunan diagram alir proses produksi, verifikasi diagram alir proses produksi, identifikasi atau analisis bahaya pada setiap tahapan proses produksi, penetapan titik kendali kritis (CCP), penetapan batas kritis untuk setiap CCP, penetapan prosedur monitoring pada setiap CCP, penetapan tindakan koreksi, penetapan prosedur verifikasi sistem HACCP, serta penetapan prosedur pencatatan (dokumentasi) dan penyimpanan dokumen hasil pencatatan. Pembentukan Tim HACCP Data yang diperoleh menunjukkan bahwa susunan terbaik tim HACCP yang tepat untuk restoran siap saji terdiri atas para personal yang berasal dari departemen quality assurance & research and development, operation administration, dan marketing. Ketiga departemen tersebut memiliki kaitan yang paling erat dengan produk dan kegiatan proses produksi. Sudibyo (2008) mengatakan bahwa susunan utama tim HACCP harus terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota. QA dan QC yang berasal dari departemen quality assurance & research and development paling sesuai untuk menempati posisi ketua dan sekretaris tim HACCP yang memerlukan pengetahuan dan pengertian yang baik terhadap sistem HACCP dan penerapannya serta prosedur pembuatan dokumen manual HACCP (Sudibyo, 2008). Posisi wakil ketua tim HACCP hendaknya berasal dari departemen yang juga memiliki pengetahuan akan proses produksi dan sistem HACCP. Personal yang berasal dari departemen operation administration paling sesuai untuk menempati posisi wakil ketua tim HACCP, karena memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam proses produksi sehingga dapat melengkapi kinerja dari ketua tim. Anggota tim HACCP dapat berasal dari departemen lain, akan tetapi diharapkan untuk dapat mengerti tentang penerapan sistem HACCP pada proses produksi. Personal yang berasal dari departemen marketing cukup kompeten untuk menempati posisi anggota tim HACCP, karena memiliki informasi-informasi penunjang yang dapat mendukung penerapan sistem HACCP, seperti informasi tentang pemasok maupun pihak lain yang bekerja sama dengan pihak restoran. Tim HACCP juga disarankan untuk memiliki pendamping yang bersifat independen dan bertindak sebagai tenaga ahli luar yang paham terhadap bahaya potensial fisik, kimia, dan biologi (Badan Standarisasi Nasional, 1998).
59
Deskripsi Produk Hasil deskripsi produk menunjukkan bahwa produk yang dikaji adalah ayam goreng yang terdiri atas dua jenis, yaitu Hot & Crispy Chicken dan Original Recipe Chicken. Kedua jenis ayam goreng tersebut dimasak dengan metode deep-fat frying pada suhu dan lama penggorengan yang berbeda. Ayam goreng HCC digoreng pada suhu 171 oC selama 13 menit, sedangkan ayam goreng ORC digoreng pada suhu 141 oC dengan tekanan tertentu selama 14,5 menit. Bahan dasar yang digunakan pada dasarnya adalah sama, perbedaannya hanya terletak pada komposisi bumbu yang digunakan. Hal tersebut menyebabkan kedua jenis produk ayam goreng ini memiliki masa kadaluarsa yang sama, yaitu 90 menit sejak matang. Perbedaan lain yang terdapat pada kedua jenis produk ini adalah metode pengemasan. Original Recipe Chicken menggunakan food paper khusus dan berlabel, sedangkan Hot & Crispy Chicken hanya dikemas dengan menggunakan food paper biasa. Data deskripsi produk ayam goreng dari restoran siap saji ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18 dan 19. Tabel 18. Deskripsi Produk Ayam Goreng Hot & Crispy Chicken Restoran Siap Saji Kriteria Deskripsi
Keterangan
Nama Dagang Produk
Hot & Crispy Chicken
Komposisi Utama
Daging ayam serta tepung dan bumbu khusus standar restoran waralaba
Kategori Proses
Deep-fat frying
Cara Penyajian Produk
Digoreng secara deep-fat frying pada suhu 171 oC selama 13 menit
Pengemasan
Primer : food paper Sekunder : kardus makanan
Cara Distribusi
Dine-in : disajikan di atas piring Home delivery : dimasukkan ke dalam kemasan lalu dimasukkan ke dalam ruang penyimpan makanan yang ada di motor
Masa Kadaluarsa
1,5 jam (90 menit)
Kondisi Penyimpanan
Di dalam display cabinet bersuhu 65 – 72 oC Di dalam holding cabinet bersuhu 79 – 82 oC
Pelabelan
Label halal, label DEPKES, label penunjuk produk, dan logo restoran
Penjualan
Langsung kepada konsumen akhir
Target Konsumen
Semua umur, khususnya anak-anak dan remaja
60
Tabel 19. Deskripsi Produk Ayam Goreng Original Recipe Chicken Restoran Siap Saji Kriteria Deskripsi
Keterangan
Nama Dagang Produk
Original Recipe Chicken
Komposisi Utama
Daging ayam serta tepung dan bumbu khusus standar restoran waralaba
Kategori Proses
Deep-fat frying
Cara Penyajian Produk
Digoreng secara deep-fat frying pada suhu 141 oC dan tekanan tertentu selama 14,5 menit
Pengemasan
Primer : food paper khusus bertanda Original Recipe Sekunder : kardus makanan
Cara Distribusi
Dine-in : disajikan di atas piring Home Delivery : dimasukkan ke dalam kemasan lalu dimasukkan ke dalam ruang penyimpan makanan yang ada di motor
Masa Kadaluarsa
1,5 jam (90 menit)
Kondisi Penyimpanan
Di dalam display cabinet bersuhu 65 – 72 oC atau di dalam holding cabinet bersuhu 79 – 82 oC dengan wadah khusus yang dilengkapi tempat penampungan air
Pelabelan
Label halal, label DEPKES, label penunjuk produk, dan logo restoran
Penjualan
Langsung kepada konsumen akhir
Target Konsumen
Semua umur, khususnya anak-anak dan remaja
Identifikasi Rencana Penggunaan Produk Identifikasi rencana dan tujuan penggunaan produk adalah langkah ketiga dalam penerapan sistem HACCP. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa kedua jenis produk ayam goreng tersebut merupakan produk pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH), sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan apabila dikonsumsi. Restoran menetapkan target penjualan yang seluas-luasnya untuk kedua jenis produk ayam goreng tersebut. Target penjualan dari kedua jenis produk ayam goreng ini juga tidak dibatasi oleh kalangan tertentu dan memiliki batasan umur yang cukup luas, yaitu mulai dari empat tahun ke atas. Penyusunan dan Verifikasi Diagram Alir Produk Penyusunan dan verifikasi diagram alir produk merupakan dua langkah penting yang harus dilakukan dalam penerapan sistem HACCP. Diagram alir pembuatan ayam goreng Hot & Crispy Chicken (HCC) dan Original Recipe Chicken (ORC) dapat dilihat pada Gambar 6. 61
Penerimaan ayam fresh (< 4 oC) dan frozen (> -4 oC)
Dimasukan ke dalam plastik dan diletakan di dalam holding cabinet untuk kemudian dilakukan deboning untuk side item
Penyimpanan di chiller (3 – 4 oC) dan freezer [(-18) – (-15) oC] Rejecting saat mencapai masa kadaluarsa (1,5 jam sejak selesai digoreng)
Dress-up
Marinating
Display di dalam display cabinet bersuhu 65 oC + 3 oC hingga masa kadaluarsa (1,5 jam sejak selesai digoreng)
Repacking
Penyimpanan di chiller (3 – 4 oC)
Holding di dalam holding cabinet bersuhu 68 – 82 oC (+ 5 menit)
Deep-fat frying pada suhu 171 oC selama 13 menit untuk HCC Breading dan Penyusunan
Deep-fat frying pada suhu 141 oC dan tekanan tertentu selama 14,5 menit untuk ORC
Gambar 6. Diagram Alir Proses Pembuatan Ayam Goreng HCC dan ORC di Restoran Siap Saji
62
Penerimaan Bahan Baku. Tahap pertama dari rangkaian proses produksi yang dilakukan oleh restoran adalah penerimaan bahan baku. Kegiatan penerimaan bahan baku dibagi menjadi tiga tahap, yaitu penerimaan ayam segar (fresh chicken), ayam beku (frozen chicken), dan bahan kering (dry goods). Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan pada waktu yang berbeda-beda. Penerimaan ayam segar (fresh chicken) dilakukan setiap pukul 10.00 WIB, sedangkan penerimaan ayam beku (frozen chicken) dilakukan setiap pukul 13.00 WIB. Proses penerimaan tidak terjadi setiap hari untuk ayam segar maupun ayam beku, tergantung dari jumlah ayam yang dibutuhkan dan persediaan. Berbeda dengan penerimaan ayam segar dan ayam beku, penerimaan bahan kering (dry goods) dilakukan pada hari Selasa dan Jumat setiap pukul 16.00 WIB. Kegiatan penerimaan bahan baku dilakukan oleh stock control restoran. Restoran memiliki tiga orang stock control yang masing-masing bertugas pada waktu yang berbeda, yaitu 07.00 – 14.00 WIB, 09.00 – 16.00 WIB, dan 23.00 – 07.00 WIB. Setiap stock control akan menjalani ketiga waktu kerja tersebut, sebab proses pertukaran shift (jam kerja) terjadi setiap seminggu sekali. Kegiatan penerimaan bahan baku, khususnya ayam segar (fresh chicken) dan ayam beku (frozen chicken) merupakan kegiatan pertama dari rangkaian proses produksi ayam goreng di restoran. Penerimaan ayam segar dan beku dilakukan pada bagian belakang dapur yang memiliki pintu keluar. Daging ayam yang dibawa oleh pemasok (supplier) dengan menggunakan truk berpendingin diturunkan dari truk, ditempatkan ke dalam palet, lalu didistribusikan ke dalam chiller (fresh chicken) atau freezer (frozen chicken). Sebelum proses distribusi dilakukan, daging ayam harus melewati pemeriksaan suhu terlebih dahulu. Pemeriksaan suhu dilakukan dengan menggunakan termometer oleh stock control yang sedang bertugas pada saat itu. Suhu ayam yang diperoleh kemudian dicatat di dalam buku laporan penerimaan barang. Data suhu ayam pada saat penerimaan dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Proses penerimaan ayam, baik segar maupun beku, tidak selalu bebas dari kendala. Kendala yang paling sering dihadapi dalam proses penerimaan ayam adalah proses serah terima yang terkadang kurang memperhatikan standar higienitas
63
sehingga menyebabkan persentase tingkat kontaminasi pada daging ayam menjadi lebih tinggi. Kendala tersebut sebagian besar disebabkan oleh human error. Penyimpanan. Proses penerimaan ayam diikuti oleh proses pendistribusian dan penyimpanan ayam ke dalam chiller (fresh chicken) dan freezer (frozen chicken). Proses penyimpanan dilakukan untuk menjaga suhu ayam berada pada kisaran 1 – 5 o
C untuk ayam segar dan (-23) – (-12) oC untuk ayam beku selama belum diolah.
Suhu chiller dan freezer yang digunakan harus dijaga pada kisaran 3 – 4 oC dan (-18) – (-15) oC. Pemantauan terhadap suhu chiller dan freezer dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada pukul 07.00, 15.00, dan 23.00 WIB. Data hasil pemantauan suhu kemudian dicatat pada lembar yang telah disiapkan. Data hasil pemantauan suhu dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, 3, dan 4. Dress-up. Dress-up merupakan proses persiapan terhadap daging ayam yang harus dilakukan sebelum proses marinating. Dress-up memiliki tiga fungsi utama, yaitu mengurangi lemak-lemak yang menempel pada kulit, menghilangkan jeroan pada paha atas, dan mematahkan persendian paha atas. Proses dress-up diawali dengan mengeluarkan ayam dari dalam chiller (ayam segar) atau bak thawing (ayam beku) dan menempatkannya di dalam wadah. Daging ayam kemudian dikeluarkan dari kemasan, dipersiapkan (dress-up), dan ditempatkan ke dalam wadah lainnya sebelum akhirnya dilakukan proses marinating. Penerapan proses dress-up sangat erat hubungannya dengan proses marinating, oleh sebab itu dalam kesehariannya, proses dress-up dan marinating merupakan suatu kesatuan proses. Marinating. Ayam yang telah melewati proses dress-up akan memasuki proses marinating. Ayam yang telah selesai dipersiapkan (dress-up) kemudian dimasukkan ke dalam marinator bersama larutan bumbu marinade untuk selanjutnya dilakukan marinating selama 15 menit. Proses marinating untuk ayam ORC tidak boleh disatukan dengan ayam HCC, sebab bumbu marinade yang digunakan berbeda. Proses marinating ayam ORC harus dilakukan terlebih dahulu, karena bumbu marinade untuk ayam HCC lebih pedas dibandingkan ayam ORC. Kegiatan marinating dilakukan dengan menggunakan mesin marinator putar (rolling marinator). Restoran lebih menyukai proses marinating yang dilakukan dengan cara diputar daripada direndam. Proses marinating dengan cara diputar akan memberikan
64
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan proses rendam, sebab bumbu marinade akan meresap dengan lebih merata (Chen, 1982). Repacking. Setelah proses marinating selesai, daging ayam ditempatkan ke dalam suatu wadah khusus untuk kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Pengemasan ke dalam plastik harus dipisah antara ayam ORC dan HCC serta dilakukan dengan menggunakan hand gloves. Satu plastik harus berisi 9 potong daging ayam yang terdiri atas 1 buah dada daging, 2 buah dada rusuk, 2 buah paha atas, 2 buah paha bawah (drum stick), dan 2 buah sayap (wing). Jumlah daging ayam yang dikemas harus sesuai dengan jumlah daging ayam yang dikeluarkan. Satuan yang digunakan untuk potongan daging ayam tersebut adalah head. Satu head mewakili 1 ekor ayam yang akan menghasilkan 9 potongan komersial.
Jumlah daging ayam yang
dikeluarkan untuk diproses (dress-up dan marinating) bervariasi, tergantung pada kebutuhan dan persediaan daging ayam marinade. Daging ayam marinade yang telah dikemas selanjutnya akan dimasukkan kembali ke dalam chiller selama 24 jam sebelum diolah pada tahap berikutnya. Breading. Proses pengolahan berikutnya adalah breading (pembalutan dengan tepung). Proses breading dilakukan oleh karyawan cook. Proses breading harus dilakukan sebelum daging ayam digoreng. Proses ini juga harus dilakukan dengan perhitungan yang pas, sebab daging ayam yang telah dibalut tepung hanya boleh berada pada keadaan terbuka selama sekitar lima menit. Daging ayam breading yang berada pada keadaan terbuka dalam waktu lama tidak layak untuk digoreng, karena akan menghasilkan ayam goreng yang sangat kering. Proses breading hanya boleh dilakukan pada daging ayam marinade yang telah terlebih dahulu disimpan di dalam chiller selama 24 jam. Proses breading diawali dengan mengeluarkan ayam marinade siap breading dari dalam chiller dan ditempatkan di dalam wadah yang sudah disiapkan sebelumnya di atas meja breading. Sama seperti proses marinating, proses breading kedua jenis ayam tersebut tidak boleh disatukan. Hal ini disebabkan karena tepung yang digunakan untuk breading ayam ORC memiliki campuran khusus dan berbeda dari tepung yang digunakan untuk breading ayam HCC. Restoran menyediakan dua buah meja breading (breading table) agar proses breading dapat dilakukan secara
65
terpisah. Proses breading harus dilakukan dengan metode tertentu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh restoran. Penggorengan. Daging ayam yang telah melewati proses breading harus segera digoreng. Metode penggorengan yang digunakan oleh restoran adalah deep-fat frying. Deep-fat frying merupakan salah satu metode penggorengan yang dilakukan dengan menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak, sehingga bahan pangan yang digoreng akan terendam seluruhnya di dalam minyak goreng (Muchtadi, 2008). Proses penggorengan kedua jenis ayam dilakukan pada penggorengan yang berbeda dengan waktu dan suhu yang berbeda pula. Ayam HCC digoreng pada open fryer dengan suhu 171 oC selama 13 menit, sedangkan ayam ORC digoreng pada pressure fryer dengan suhu 141 oC selama 14,5 menit. Holding. Proses penggorengan akan dilanjutkan dengan proses penyimpanan di dalam holding cabinet. Restoran memiliki dua jenis holding cabinet yang digunakan untuk menyimpan ayam dan produk lainnya, yaitu upright holding cabinet dan holding cabinet flip up door. Kedua jenis holding cabinet tersebut memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai tempat penyimpanan produk sementara sebelum dipasarkan. Suhu di dalam holding cabinet harus berada pada kisaran 68 – 82 oC. Penyimpanan di dalam holding cabinet tidak harus terjadi. Holding cabinet umumnya digunakan apabila produk yang dipasarkan belum habis terjual, sedangkan produk yang baru telah selesai dimasak (telah matang). Penyimpanan di dalam holding cabinet bertujuan untuk menjaga agar produk tetap hangat, akan tetapi tidak boleh terlalu lama (+ 5 menit) agar produk tidak kering. Prosedur penyimpanan yang dilakukan juga sedikit berbeda antara ayam goreng HCC dan ORC. Ayam goreng HCC disimpan di dalam holding cabinet dengan menggunakan nampan biasa, sedangkan ayam goreng ORC menggunakan nampan yang dilengkapi dengan wadah penampungan air. Hal tersebut dilakukan agar ayam goreng ORC tetap memiliki tekstur yang empuk dan basah. Proses penyimpanan yang dilakukan di dalam holding cabinet tidak boleh terlalu lama, sebab suhu internal holding cabinet yang cukup tinggi akan menyebabkan terjadinya evaporasi pada ayam goreng, baik HCC maupun ORC, sehingga ayam goreng akan menjadi kering dan keras. Perhitungan yang matang sejak dari proses breading
66
hingga penyajian sangat diperlukan guna memastikan produk ayam goreng tidak terlalu lama disimpan di dalam holding cabinet. Pemasaran dan Rejecting. Ayam yang telah digoreng dapat juga langsung dipasarkan di dalam display holding cabinet. Suhu di dalam display holding cabinet dijaga pada suhu 65 oC + 3 oC. Bagian display holding cabinet yang digunakan untuk menyimpan ayam ORC juga dilengkapi dengan nampan berisi wadah penampung air. Ayam yang telah matang, baik HCC maupun ORC, hanya memiliki waktu penyajian selama 90 menit dari saat matang sebelum akhirnya ayam tersebut ditarik dari display holding cabinet (reject) dan dijadikan bahan baku pembuatan side item (perkedel, cream soup, dan chicken soup). Identifikasi atau Analisis Bahaya Identifikasi atau analisis bahaya adalah langkah penerapan sistem HACCP keenam sekaligus merupakan prinsip HACCP pertama. Kedua jenis produk ayam goreng dinilai memiliki tingkat resiko bahaya yang tinggi, karena berbahan baku daging ayam (Departemen ITP, 2007). Produk-produk ayam goreng ini juga termasuk ke dalam kelompok bahan pangan dengan kategori bahaya III, karena memiliki karakteristik resiko bahaya B, D, dan E. Produk dengan karakteristik bahaya B merupakan kelompok bahan pangan yang sensitif terhadap bahaya biologi, fisik, dan kimia. Bahaya ini sangat mungkin terjadi pada setiap tahapan karena produk ayam goreng kaya akan kandungan nutrisi. Bahaya D menunjukkan adanya kemungkinan produk dapat terkontaminasi kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan. Bahaya E merupakan karakteristik bahaya yang dapat terjadi selama proses penanganan, distribusi, dan pemasaran (National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods, 1990; Pierson dan Corlett, 1992). Proses analisis bahaya diawali pada tahap penerimaan ayam. Data hasil pengamatan pada proses penerimaan daging ayam, baik ayam segar maupun ayam beku, dapat dilihat pada Tabel 20 dan 21. Standar suhu penerimaan daging ayam yang telah ditetapkan oleh restoran adalah maksimum 4 oC untuk ayam segar dan maksimum -4 oC untuk ayam beku. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian suhu penerimaan di lapangan dengan standar suhu penerimaan restoran sangat rendah untuk ayam segar (fresh chicken) dan sangat tinggi untuk ayam beku (frozen chicken) pada bulan Januari 2011. Perilaku pekerja yang kurang 67
sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi pada saat proses penerimaan daging ayam segar dinilai sebagai penyebab rendahnya tingkat kesesuaian antara suhu penerimaan di lapangan dengan standar suhu penerimaan restoran. Tingkat kesesuaian suhu penerimaan di lapangan dengan standar suhu penerimaan restoran mengalami peningkatan yang positif untuk kedua jenis daging ayam pada bulan Februari dan Maret 2011. Tabel 20. Data Persentase Kesesuaian Suhu Penerimaan Fresh Chicken dan Fresh Wing dengan Standar Restoran Selama Bulan Januari hingga Maret 2011 No.
Bulan
Sesuai
Tidak Sesuai
1.
Januari
29,03 %
70,97 %
2.
Februari
75 %
25 %
3.
Maret
67,74 %
32,26 %
Tabel 21. Data Persentase Kesesuaian Suhu Penerimaan Frozen Chicken dan Frozen Wing dengan Standar Restoran Selama Bulan Januari hingga Maret 2011 No.
Bulan
Sesuai
Tidak Sesuai
1.
Januari
100 %
0%
2.
Februari
96,43 %
3,57 %
3.
Maret
100 %
0%
Data hasil pengamatan pada tahap penerimaan juga menunjukkan bahwa kegiatan penerimaan daging ayam berpotensi cukup besar untuk terkontaminasi bahaya fisik, kimia, dan biologi apabila tidak dilakukan dengan baik. Bahaya fisik yang mengancam kegiatan penerimaan ayam berasal dari lingkungan, yaitu debu, rambut, dan serangga. Hal ini dapat terjadi, karena kegiatan penerimaan ayam dilakukan di tempat yang kurang tertutup, sehingga memungkinkan faktor-faktor fisik untuk mengontaminasi produk apabila proses penerimaan tidak dilakukan dengan baik dan benar. Residu asap kendaraan dan residu antibiotik merupakan dua faktor pencemar kimiawi yang berpotensi mencemari produk pada tahap ini apabila 68
proses penerimaan yang dilakukan kurang memperhatikan standar hygiene dan sanitasi. Selain bahaya fisik dan kimiawi, bahaya biologi juga berpotensi mencemari produk pada proses ini. Mead (2004) menyatakan bahwa Salmonella dan Campylobacter sp. merupakan dua sumber pencemar biologi yang paling banyak ditemukan pada daging ayam. Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, Arcobacter sp., dan E. Coli O157:H7 adalah beberapa jenis mikroorganisme lainnya yang juga berpotensi mencemari daging ayam (Mead, 2004; Baran dan Gulmez, 2000; Doyle dan Schoeni, 1987). Mikroorganisme-mikroorganisme di atas termasuk ke dalam kelompok pencemar biologi dengan potensi bahaya sedang dan tingkat penyebaran yang cukup luas (International Commission of Microbiological Specification for Foods, 1992). Tahap berikutnya adalah penyimpanan di dalam chiller dan freezer. Suhu penyimpanan di dalam chiller dan freezer secara berurutan adalah 3 – 4 oC dan (-18) – (-15) oC. Penyimpanan di dalam chiller dan freezer dilakukan untuk menjaga suhu daging ayam berada pada kisaran 1 – 5 oC pada ayam segar dan (-23) – (-12) oC pada ayam beku. Hasil pengamatan terhadap data suhu chiller dan freezer dapat dilihat pada Tabel 22 dan 23. Tabel 22. Data Persentase Kesesuaian Suhu Chiller dengan Standar Restoran Selama Bulan Februari dan Maret 2011 No.
Bulan
Sesuai
Tidak Sesuai
1.
Februari
92,86 %
7,14 %
2.
Maret
91,40 %
8,60 %
Tabel 23. Data Persentase Kesesuaian Suhu Freezer dengan Standar Restoran Selama Bulan Februari dan Maret 2011 No.
Bulan
Sesuai
Tidak Sesuai
1.
Februari
70,24 %
29,76 %
2.
Maret
78,49 %
21,51 %
69
Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa pelaksanaan proses penyimpanan masih perlu mendapat penyempurnaan, khususnya pada freezer. Persentase ketidaksesuaian suhu di dalam freezer dengan standar suhu yang ditetapkan lebih besar dibandingkan dengan persentase ketidaksesuaian suhu di dalam chiller. Frekuensi buka tutup yang terlalu sering dan perilaku pekerja yang terkadang sedikit kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi pada saat melakukan penyimpanan ke dalam chiller dan freezer diduga menjadi penyebab terjadinya penyimpangan pada tahap penyimpanan. Fluktuasi suhu dan perilaku pekerja yang sedikit kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi dinilai berkorelasi positif dengan resiko bahaya biologi yang berpotensi mencemari produk pada tahap ini. Salmonella, E. Coli O157:H7, dan Listeria monocytogenes adalah faktor pencemar biologi pada tahap ini. Ketiga bakteri tersebut dapat hidup dan tumbuh pada suhu rendah hingga 5 oC (Luning et al., 2006). Listeria monocytogenes bahkan dapat bertahan hidup pada suhu -18 oC sehingga berpotensi mencemari ayam beku (Davies dan Adams, 1994). Tahap berikutnya adalah dress-up, marinating, dan repacking yang saling berhubungan dan harus dilakukan secara berkelanjutan. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa bahaya fisik dan biologi berpotensi mencemari produk pada proses dress-up, marinating, dan repacking yang dilakukan di dapur apabila proses pelaksanaannya kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi yang telah ditetapkan. Data hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa ketiga proses ini terkadang dilakukan oleh pekerja yang berada dalam kondisi fisik yang kurang prima. Kondisi fisik yang sedikit kurang prima berdampak pada kurangnya konsentrasi pada saat bekerja, sehingga berpotensi untuk melakukan kegiatan yang kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi pada saat melakukan ketiga proses tersebut. Faktor fisik yang berpotensi mencemari adalah rambut, debu, dan serangga, sedangkan faktor biologi yang berpotensi adalah Salmonella, Campylobacter sp., Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, Arcobacter sp., dan E. Coli O157:H7 (Mead, 2004; Baran dan Gulmez, 2000; Doyle dan Schoeni, 1987). Tahap selanjutnya adalah penyimpanan ayam marinade di dalam chiller. Tahap ini hampir sama dengan tahap penyimpanan pada chiller atau freezer. Frekuensi buka tutup chiller dan perilaku pekerja yang sedikit kurang sesuai dengan
70
standar hygiene dan sanitasi pada saat melakukan penyimpanan ke dalam chiller menjadi hal yang perlu diperhatikan guna memperkecil resiko bahaya biologi yang berpotensi mencemari produk pada tahap ini. E. coli O157:H7 dan Listeria monocytogenes dinilai sebagai faktor pencemar biologi pada tahap ini. Kedua jenis bakteri ini dapat bertahan hidup pada kondisi yang tidak memadai. Salmonella tidak dapat bertahan pada tahap ini karena memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap garam (Luning et al., 2006). Proses penyimpanan di chiller diikuti oleh proses breading dan penyusunan. Bahaya fisik, kimia, dan biologi berpotensi mengontaminasi produk pada tahap ini apabila tidak dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku. Bahaya fisik pada tahap ini berasal dari rambut, serangga, dan debu. Proses breading dan penyusunan yang dilakukan di dapur tanpa dilengkapi dengan wadah penutup dinilai akan mempermudah faktor-faktor fisik dalam mengontaminasi produk. Bahaya biologi juga beresiko mengontaminasi produk pada tahap ini melalui medium air. Sumber air yang digunakan pada proses breading perlu dijaga kualitasnya secara berkala guna memperkecil dan bahkan menghilangkan kemungkinan terjadinya pencemaran melalui air yang dilakukan oleh E. coli O157:H7 dan Listeria monocytogenes (Luning et al., 2006). Selain bahaya fisik dan biologi, bahaya kimia juga berpotensi mencemari produk pada tahap breading dan penyusunan. Potensi pencemaran oleh bahaya kimia berasal dari perilaku pekerja yang terkadang kurang cermat dan bijaksana dalam mengelola remah-remah tepung hasil sisa proses breading, sehingga kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi yang telah ditetapkan. Sisa-sisa tepung hasil proses breading yang berserakan di sekitar meja breading dinilai berpotensi terkontaminasi residu klorin yang digunakan pada proses pembersihan peralatan breading. Tahap selanjutnya adalah proses penggorengan. Proses penggorengan dilakukan pada suhu 171 oC untuk ayam HCC dan 141 oC untuk ayam ORC. Proses penggorengan dinilai terbebas dari resiko bahaya biologi, akan tetapi berpotensi tercemar bahaya kimia. Suhu penggorengan yang sangat tinggi tidak memungkinkan mikroorganisme untuk dapat bertahan hidup, akan tetapi berpotensi menghasilkan senyawa-senyawa kimia yang tidak diinginkan, meskipun dalam jumlah dan kemungkinan yang kecil. Heterocyclic amines, acrylamide, 3-monochloropropane-
71
1,2-diol (3-MCPD), dan senyawa radikal bebas adalah senyawa-senyawa kimia yang berpotensi terbentuk pada saat proses pengolahan bahan pangan kaya protein hewani. Produk samping hasil reaksi Maillard pada proses penggorengan dinilai berkaitan erat dengan produksi senyawa heterocyclic amines dan acrylamide. Proses penggorengan juga berkaitan erat dengan produksi senyawa 3-MCPD. Senyawa 3MCPD dihasilkan dari proses penggorengan bahan pangan yang mengandung acylglycerols, gliserol, dan natrium klorida pada suhu 100 – 230 oC, seperti daging dan serealia. Kegiatan penggorengan yang dilakukan pada keadaan terbuka juga memungkinkan terjadinya kontak antara minyak goreng dengan oksigen. Minyak yang bersentuhan dengan oksigen pada saat proses penggorengan akan mengalami reaksi oksidasi sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan memungkinkan terjadinya pembentukan senyawa radikal bebas yang bersifat karsinogen. Kegiatan pencegahan dan pengendalian sangat diperlukan pada tahap ini guna memperkecil resiko kontaminasi bahaya kimia (Brown, 2000; Luning et al., 2006; Wasowicz et al., 2004; Svejkovska et al., 2006). Beberapa tahapan selanjutnya setelah proses penggorengan adalah holding, pemasaran atau display, dan rejecting. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses holding, display, dan rejecting dinilai tidak memiliki resiko bahaya fisik, kimia, maupun biologi. Proses penanganan produk matang pada ketiga tahapan proses tersebut dilakukan dengan menggunakan penjepit khusus serta sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi. Produk matang yang telah selesai digoreng akan langsung didistribusikan ke dalam holding cabinet atau display cabinet. Produk ayam goreng yang telah melewati batas penyajian, 90 menit sejak selesai digoreng, akan langsung ditarik dari display cabinet untuk disimpan sementara di dalam holding cabinet secara terpisah sebelum dijadikan bahan baku pembuatan side item. Proses analisis atau identifikasi bahaya dilakukan pada setiap tahapan proses produksi dan dapat dilihat pada Tabel 24. Jenis bahaya pada tahap penerimaan bahan baku ditetapkan berdasarkan kegiatan pengamatan di lapangan dan hasil analisis laboratorium yang dilakukan oleh pihak perusahaan pemilik restoran. Berbeda dengan jenis bahaya pada saat penerimaan bahan baku, jenis bahaya pada tahapan proses produksi ditetapkan hanya berdasarkan hasil observasi dan pengamatan di lapangan.
72
Tabel 24. Tabel Identifikasi atau Analisis Bahaya ANALISIS BAHAYA Signifikansi No 1
Tahap Proses Penerimaan ayam
Jenis Bahaya Fisik : debu, rambut, serangga Kimia : residu antibiotik, residu asap kendaraan Biologi : Salmonella, Clostridium perfringens, E.coli O157:H7, Arcobacter sp., Listeria monocytogenes, Campylobacter sp.
2
Penyimpanan di dalam chiller atau freezer
Biologi : Salmonella, E.coli O157:H7, Listeria monocytogenes
Penyebab Bahaya Prosedur penerimaan yang sedikit kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi
Kegawatan
Peluang
T
S
Faktor Resiko T
Proses penerimaan dilakukan pada tempat yang kurang tertutup
Justifikasi Kotoran, bakteri, dan residu kimiawi dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada produk
Suhu penerimaan yang kurang sesuai dengan standar suhu yang telah ditetapkan Kontaminasi yang sudah terjadi sejak berada pada pihak pemasok Fluktuasi suhu chiller dan freezer Perilaku pekerja yang terkadang sedikit kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi pada saat melakukan penyimpanan ke dalam chiller dan freezer
Tindakan Pencegahan Proses penerimaan dilakukan secara cepat Proses penerimaan dilakukan di dalam mobil supplier yang kemudian langsung dimasukkan ke dalam chiller Pemantauan rutin terhadap pemasok
R
R
R
Fluktuasi suhu dan perilaku pekerja yang kurang sesuai dengan standar sanitasi dapat mencemari produk di dalam chiller dan freezer
Pengurangan frekuensi buka tutup chiller dan freezer Harus lebih memperhatikan standar sanitasi pada saat proses penyimpanan
73
ANALISIS BAHAYA No 3
Tahap Proses Dress-up
Signifikansi Jenis Bahaya Fisik : rambut, serangga, debu Biologi : E.coli O157:H7, Arcobacter sp., Salmonella, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, Campylobacter sp.
4
Marinating
Fisik : rambut, serangga, debu Biologi : E.coli O157:H7, Arcobacter sp., Salmonella, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, Campylobacter sp.
Penyebab Bahaya Dilakukan pada tempat yang kurang tertutup
Kegawatan
Peluang
S
T
Faktor Resiko T
Kondisi fisik pekerja terkadang kurang prima sehingga berpotensi melakukan kegiatan yang kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi Dilakukan pada tempat yang kurang tertutup Kondisi fisik pekerja terkadang kurang prima sehingga berpotensi melakukan kegiatan yang kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi
S
R
S
Justifikasi Tahap ini memiliki tingkat kontaminasi fisik dan biologi yang tinggi, akan tetapi dapat ditanggulangi pada tahap penggorengan
Tahap ini memiliki tingkat kontaminasi fisik dan biologi yang tinggi, akan tetapi dapat ditanggulangi pada tahap penggorengan
Tindakan Pencegahan Selalu menggunakan hand gloves dan masker saat melakukan dress-up Tidak berbicara dan harus selalu cuci tangan sebelum melakukan proses dress-up Melakukan proses dress-up dengan cepat Dilakukan pada tempat yang lebih tertutup Pekerja yang kurang prima tidak diizinkan untuk bekerja Selalu menggunakan hand gloves dan masker saat memasukkan ayam ke dalam marinator Tidak berbicara dan harus selalu cuci tangan sebelum memasukkan ayam ke dalam marinator Memasukkan ayam ke dalam marinator dengan cepat Pekerja yang kurang prima tidak diizinkan bekerja
74
ANALISIS BAHAYA Signifikansi No
Tahap Proses
5
Repacking
Jenis Bahaya
Penyebab Bahaya
Fisik : rambut, serangga, debu
Dilakukan pada tempat yang kurang tertutup
Biologi : E.coli O157:H7, Arcobacter sp., Salmonella, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, Campylobacter sp.
Kegawatan
Peluang
T
T
Faktor Resiko T
Kondisi fisik pekerja terkadang kurang prima sehingga berpotensi melakukan kegiatan yang kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi
Justifikasi Tahap ini memiliki tingkat kontaminasi fisik dan biologi yang tinggi, akan tetapi dapat ditanggulangi pada tahap penggorengan
Tindakan Pencegahan Selalu menggunakan masker pada saat melakukan proses repacking Tidak berbicara dan harus selalu cuci tangan sebelum melakukan proses repacking Melakukan proses repacking dengan cepat Pekerja yang kurang prima tidak diizinkan bekerja
6
Penyimpanan di dalam chiller
Biologi : E.coli O157:H7, Listeria monocytogenes
Fluktuasi suhu chiller Perilaku pekerja yang terkadang sedikit kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi pada saat melakukan penyimpanan ke dalam chiller
R
R
R
Fluktuasi suhu dan perilaku pekerja yang kurang sesuai dengan standar sanitasi dapat mencemari produk di dalam chiller
Pengurangan frekuensi buka tutup chiller Pelaksanaan proses penyimpanan di dalam chiller harus lebih memperhatikan standar sanitasi
75
ANALISIS BAHAYA Signifikansi No 7
Tahap Proses Breading dan penyusunan
Jenis Bahaya
Penyebab Bahaya
Fisik : rambut, serangga, debu
Dilakukan di tempat yang kurang tertutup
Kimia : residu klorin
Perilaku pekerja yang terkadang sedikit kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi pada saat melakukan proses breading
Biologi : E.coli O157:H7, Listeria monocytogenes
Kegawatan
Peluang
T
T
Faktor Resiko T
Justifikasi Faktor fisik, kimia, dan biologi dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada produk
Penggorengan
Kimia :
heterocyclic amines, acrylamide, senyawa hasil reaksi oksidasi
Sering terjadi over cooking capacity
Selalu menggunakan masker dan mencuci tangan sebelum melakukan proses breading Proses breading harus dilakukan secara cepat Sisa-sisa tepung harus langsung dipisahkan dan dibuang
Pekerja terkadang kurang bijaksana dalam mengelola sisa tepung hasil proses breading 8
Tindakan Pencegahan
Selalu menggunakan air bersih untuk proses breading S
R
S
Proses penggorengan yang melebihi kapasitas maksimum dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi kimia
Proses penggorengan tidak boleh melebihi kapasitas menggoreng maksimum
9
Holding
-
-
-
-
-
-
Pemantauan terhadap proses penggorengan harus sering dilakukan -
10
Display
-
-
-
-
-
-
-
11
Rejecting
-
-
-
-
-
-
-
76
Penetapan Titik Kendali Kritis Langkah penerapan sistem HACCP ketujuh yang juga merupakan prinsip HACCP kedua adalah penetapan titik kendali kritis (critical control point). Proses penentuan critical control point (CCP) dilakukan dengan menggunakan “diagram pohon penentuan titik kendali kritis“ yang dapat dilihat pada Tabel 25. Diagram pohon yang digunakan pada proses penentuan CCP kali ini adalah diagram pohon untuk bahan baku dan tahapan proses yang dapat dilihat pada Lampiran 19 dan 20. Proses penentuan CCP dengan bantuan diagram pohon menghasilkan keputusan bahwa titik kendali kritis pada proses produksi kedua jenis ayam goreng tersebut hanya terletak pada tahap penggorengan (frying). Proses penggorengan dinilai memiliki resiko bahaya kimia apabila pelaksanaannya tidak mendapat perhatian khusus. Bahaya kimia yang mungkin terjadi pada tahap penggorengan dinilai perlu mendapat pengendalian di dalam rencana HACCP. Tahapan penerimaan bahan baku (ayam segar dan beku) juga dinilai berpotensi menjadi CCP, akan tetapi, mengacu pada panduan penetapan langkah pengendalian yang tercantum dalam SNI 01-4852-1998, yaitu berdasarkan dampak langkah pengendalian pada setiap tingkat pengendalian bahaya atau frekuensi kejadian, tingkat keparahan bahaya pada kesehatan konsumen, dan kebutuhan untuk pemantauan (monitoring), maka bahaya kimia (residu antibiotik dan asap kendaraan) yang terdapat pada proses penerimaan bahan baku (ayam segar dan beku) tidak perlu dikendalikan dalam rencana HACCP, tetapi dikendalikan sebagai control point (CP) di dalam penerapan GMP dan SSOP. Hal ini disebabkan karena, saat ini, proses produksi kedua jenis ayam goreng yang diterapkan oleh restoran tidak mendesain suatu metode tertentu yang dikhususkan untuk menghilangkan residu antibiotik dan asap kendaraan.
Terkait proses pengendalian residu antibiotik, restoran harus
menetapkan spesifikasi bahan baku dengan benar yang mengacu pada regulasi pemerintah dan melakukan pemeriksaan kesesuaian antara sertifikat hasil pengujian (certificate of analysis) dengan standar yang sudah ditetapkan pada setiap proses penerimaan bahan baku (Badan Standarisasi Nasional, 2000). Proses pengendalian residu asap kendaraan juga dapat ditanggulangi dengan menerapkan prosedur SSOP yang baik dan benar. Residu asap kendaraan berasal dari proses serah terima yang tidak dilakukan dengan baik dan berada tepat di belakang kendaraan yang masih
77
Tabel 25. Tabel Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) PENETAPAN TITIK KENDALI KRITIS (CCP) No
Tahap Proses
Bahaya Signifikan
P1
P2
P3
P4
CCP / CP
1
Penerimaan ayam
Fisik Kimia Biologi
Ya
Tidak
-
-
CP
2
Penyimpanan di chiller atau freezer
Biologi
Tidak
Tidak
-
-
≠
3
Dress-up
Fisik Biologi
Ya
Tidak
Tidak
-
≠
4
Marinating
Fisik Biologi
Ya
Tidak
Tidak
-
≠
5
Repacking
Fisik Biologi
Ya
Tidak
Tidak
-
≠
6
Penyimpanan di chiller
Biologi
Tidak
Tidak
-
-
≠
7
Breading dan penyusunan
Fisik Kimia Biologi
Ya
Tidak
Tidak
-
≠
8
Penggorengan (frying)
Kimia
Ya
Ya
-
-
CCP
Keterangan : P : Tahap CP : Control Point CCP : Critical Control Point
78
menyala. Proses serah terima yang kurang baik tersebut menyebabkan kemasan pembungkus ayam menjadi terbuka, sehingga bahan baku akan langsung terpapar asap kendaraan. Penetapan Batas Kritis untuk Setiap CCP Penetapan batas kritis adalah langkah penerapan sistem HACCP kedelapan sekaligus merupakan prinsip HACCP ketiga. Kegiatan penetapan batas kritis pada titik kendali kritis yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 26. Proses penetapan batas kritis untuk bahaya kimiawi pada proses penggorengan dilakukan berdasarkan hasil pengamatan, standar ketentuan perusahaan pemilik restoran, serta beberapa acuan publikasi ilmiah dan pustaka, seperti SNI 01-4852-1998, SNI 01-6366-2000, SNI 017388-2009, Thaheer (2005), dan Luning et al. (2006). Indikator yang digunakan dalam penetapan batas kritis pada tahap penggorengan adalah kapasitas menggoreng maksimum pada setiap periode penggorengan. Kapasitas menggoreng maksimum adalah jumlah maksimum potongan daging ayam yang dapat digoreng pada suatu alat tertentu dengan menggunakan satuan volume minyak goreng tertentu pada setiap periode penggorengan. Kapasitas menggoreng maksimum ditentukan berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terlebih dahulu oleh perusahaan pemilik restoran. Data hasil pengujian yang diperoleh kemudian dijadikan sebagai standar acuan dalam kegiatan operasional sehari-hari. Penetapan kapasitas menggoreng maksimum oleh restoran bertujuan untuk memperkecil dan mengendalikan resiko bahaya kimia pada proses penggorengan. Resiko bahaya kimiawi dinilai akan semakin tinggi apabila proses penggorengan telah melewati kapasitas maksimum yang telah ditetapkan. Restoran juga memiliki standar tertentu pada proses penggorengan. Kegiatan penggorengan dilakukan pada alat yang disebut open fryer dan pressure fryer. Open fryer adalah alat yang digunakan untuk menggoreng ayam HCC pada suhu 171 oC selama 13 menit, sedangkan pressure fryer adalah alat yang digunakan untuk menggoreng ayam ORC pada suhu 141 oC dengan tekanan tertentu selama 14,5 menit. Restoran memiliki tiga buah open fryer dan dua buah pressure fryer yang digunakan pada proses produksi ayam goreng HCC dan ORC. Open fryer memerlukan 36 kg minyak goreng pada setiap periode penggorengan, sedangkan pressure fryer memerlukan 27 kg minyak goreng pada
79
Tabel 26. Tabel Lembar Kerja Pengendalian Mutu LEMBAR KERJA PENGENDALIAN MUTU (CCP) No. CCP 1.
Sumber :
Monitoring Proses
Jenis Bahaya
Batas Kritis Metode
Penerimaan ayam (CP)
Fisik : debu rambut serangga
Fisik : debu : rambut : serangga : -
Kimia : residu antibiotik residu asap kendaraan
Kimia : Residu antibiotik (*) : 0,05 mg/kg Residu asap kendaraan : -
Biologi : Salmonella, Clostridium perfringens, E.coli O157:H7, Arcobacter sp., Listeria monocytogenes, Campylobacter sp.
Biologi (*): Salmonella (**) : Arcobacter sp. : C. perfringens : E.coli O157:H7 (**) : 1.101 cfu/g Campylobacter sp. : Listeria monocytogenes : -
Frekuensi
Uji Mikrobiologi Uji Organoleptik Uji residu kimia
Satu bulan sekali di tempat supplier terkait
Pemeriksaan suhu dengan menggunakan termometer yang telah dikalibrasi
Saat proses penerimaan ayam dilakukan
P. Jawab Asst. Manager
Tindakan Koreksi Kondisi daging ayam yang berada di luar batas kritis pada saat penerimaan berhak untuk dikembalikan (reject)
Verifikasi Metode Melakukan kegiatan pemantauan secara rutin
P. Jawab
Dokumentasi
QA
Berkas pencatatan QA
Penerimaan daging ayam dilakukan di dalam mobil pengantar secara cepat sehingga terhindar dari asap kendaraan
Suhu penerimaan : maksimum 4oC (*) Badan Standarisasi Nasional (2000) (**) Badan Standarisasi Nasional (2009)
80
LEMBAR KERJA PENGENDALIAN MUTU (CCP) No. CCP 2.
Monitoring Proses
Jenis Bahaya
Batas Kritis Metode
Penggorengan (frying) (CCP)
Kimia : Senyawa heterocyclic amines Senyawa acrylamide
Kapasitas maksimum penggorengan : 1000 ekor (head) HCC 500 ekor (head) OCC
Pencatatan jumlah ayam goreng HCC dan OCC yang digoreng pada setiap proses penggorengan
Frekuensi Setiap hari
P. Jawab Asst. Manager
Verifikasi
Tindakan Koreksi
Metode
Melakukan penghitungan kembali terhadap jumlah penggorengan ayam goreng HCC dan OCC yang terjadi setiap hari
Melakukan kegiatan pemantauan dokumen setiap bulan dan lapangan (audit) setiap 3 bulan sekali secara rutin
P. Jawab
Dokumentasi
QA
Berkas pencatatan QA
81
setiap periode penggorengan. Kedua jenis alat tersebut juga mempunyai kapasitas menggoreng yang berbeda satu sama lain pada setiap periode penggorengan. Open fryer memiliki kapasitas menggoreng maksimum sebanyak 1000 head (1 head terdiri atas 9 potongan daging ayam), sedangkan pressure fryer memiliki kapasitas menggoreng maksimum sebanyak 500 head. Penggantian minyak akan dilakukan apabila kapasitas menggoreng maksimum pada masing-masing alat telah tercapai. Kapasitas menggoreng maksimum masing-masing alat digunakan sebagai indikator penetapan batas kritis pada tahap penggorengan. Data hasil pengamatan terhadap kapasitas maksimum penggorengan selama bulan Februari dan Maret 2011 dapat dilihat pada Tabel 27. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses penggorengan yang dilakukan pada open fryer dan pressure fryer melebihi kapasitas menggoreng yang diizinkan. Proses penggorengan yang melebihi kapasitas maksimum dinilai memiliki resiko bahaya kimiawi yang cukup tinggi. Senyawa radikal bebas adalah senyawa yang paling mudah terbentuk pada tahap ini. Proses penggorengan yang dilakukan pada keadaan terbuka memungkinkan terjadinya kontak antara oksigen dan minyak. Minyak yang bersentuhan dengan oksigen akan mengalami reaksi oksidasi yang terjadi dalam tiga tahap, yaitu inisiasi (initiation), perambatan (propagation), pembentukan cabang (branching), dan penghentian (termination). Tahap inisiasi (initiation) diawali dengan terjadinya pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak jenuh secara homolitik sehingga terbentuk radikal alkil karena adanya inisiator (panas, oksigen aktif, logam, dan cahaya). Radikal alkil kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (propagation) yang selanjutnya akan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroproksida dan radikal alkil. Radikal alkil yang baru kemudian akan bereaksi dengan oksigen. Hidroperoksida asam lemak tak jenuh yang terbentuk dari reaksi oksidasi sangat tidak stabil dan mudah mengalami pemecahan menjadi berbagai senyawa flavor dan produk nonvolatil (branching). Dekomposisi hidroperoksida akan menyebabkan terjadinya pemutusan gugus -OOH sehingga terbentuk radikal alkoksi dan radikal hidroksi. Radikal alkoksi kemudian mengalami pemutusan beta pada rantai C-C sehingga terbentuk aldehid dan radikal alkil yang bersifat karsinogen (termination). Proses pengendalian lebih lanjut sangat diperlukan guna menghasilkan produk pangan yang aman untuk dikonsumsi (Luning et al., 2006; Svejkovska et al., 2006).
82
Tabel 27. Data Jumlah Ayam Total yang Digoreng pada Setiap Periode Penggantian Minyak Selama Bulan Februari dan Maret 2011 Penggantian ke-
Volume Minyak
Rataan
Standar Deviasi (+)
36
1.039,18
48,154
-
36
1.025,86
31,530
494
-
27
509,5
16,114
500
542
27
520,4
17,855
1
2
3
4
5
(ekor)
(ekor)
(ekor)
(ekor)
(ekor)
liter
OF 1 & 2
1.031,18
1.123,68
1.010,54
1.022,51
1.007,99
OF 3
1.003,56
1.048,15
-
-
PF 1
504
532
508
PF 2
534
506
520
Keterangan : OF : Open Fryer (1000 ekor) PF : Pressure Fryer (500 ekor)
83
Penetapan Tindakan Monitoring untuk Setiap CCP Penetapan tindakan monitoring untuk setiap CCP adalah prinsip HACCP keempat dan langkah penerapan HACCP kesembilan. Kegiatan yang dilakukan oleh pihak restoran pada tahap monitoring adalah pencatatan jumlah ayam yang digoreng pada setiap proses penggorengan. Pencatatan jumlah ayam yang digoreng untuk setiap proses penggorengan dilakukan pada selembar kertas berukuran besar yang ditempel pada bagian samping holding cabinet yang berada dekat open fryer dan pressure fryer. Proses pencatatan dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kelebihan kapasitas menggoreng (over cooking capacity), baik pada ayam goreng HCC maupun ayam goreng ORC. Proses pencatatan dilakukan tepat setelah proses penggorengan selesai dilakukan oleh karyawan bagian cook yang sedang bertugas.
Asisstant restaurant manager adalah pihak yang bertanggung jawab
terhadap keabsahan dari data pencatatan jumlah penggorengan yang dilakukan. Asisstant restaurant manager juga harus melakukan proses pemantauan secara rutin dan berkala terhadap proses pencatatan data penggorengan guna memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan pada proses pencatatan. Penetapan Tindakan Koreksi Penetapan tindakan koreksi adalah prinsip HACCP kelima dan langkah penerapan HACCP kesepuluh. Tindakan koreksi, pada tahap penggorengan selaku CCP, yang dilakukan oleh pihak restoran adalah menerapkan prosedur penghitungan kembali terhadap data hasil pencatatan jumlah penggorengan setiap harinya. Stock control adalah pihak yang bertugas melakukan prosedur penghitungan kembali data hasil pencatatan jumlah penggorengan. Prosedur penghitungan kembali umumnya dilakukan pada malam hari. Prosedur penghitungan kembali, selaku tindakan koreksi,
bertujuan
untuk
memperkecil
kemungkinan
terjadinya
kesalahan
perhitungan maupun pencatatan pada data jumlah penggorenggan setiap harinya, sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya over cooking capacity. Penetapan Prosedur Verifikasi Penetapan prosedur verifikasi adalah prinsip HACCP keenam dan langkah penerapan HACCP kesebelas. Prosedur verifikasi yang dilakukan pada restoran ini terdiri dari dua jenis, yaitu verifikasi dokumen dan verifikasi kegiatan operasional yang dapat dilihat pada Tabel 26. Prosedur verifikasi dokumen dilakukan setiap 84
bulan melalui pemeriksaan kembali terhadap berkas-berkas pencatatan harian hasil dari kegiatan operasional pada bulan tersebut, sedangkan prosedur verifikasi kegiatan operasional dilakukan setiap tiga bulan sekali melalui proses audit terhadap kegiatan operasional restoran. Prosedur verifikasi dokumen umumnya dilakukan setiap akhir bulan, sedangkan prosedur verifikasi kegiatan operasional dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak restoran. Kedua prosedur verifikasi tersebut dilakukan oleh pihak quality assurance secara langsung. Quality assurance juga bertindak sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh atas prosedur verifikasi yang dilakukan. Penetapan Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Dokumen Penetapan prosedur pencatatan dan penyimpanan dokumen adalah prinsip HACCP ketujuh dan langkah penerapan HACCP terakhir.
Penerapan sistem
HACCP pada proses produksi ayam goreng HCC dan ORC di restoran harus diakhiri atau ditutup dengan prosedur pencatatan (dokumentasi) mengenai penerapan sistem HACCP dan penyimpanan dokumen hasil pencatatan. Prosedur dokumentasi dan penyimpanan dokumen hasil pencatatan dilakukan oleh departemen quality assurance & research and development di bawah pengawasan seorang quality assurance. Prosedur dokumentasi dan penyimpanan dokumen dilakukan dengan cara mengumpulkan berkas-berkas pencatatan hasil dari kegiatan operasional harian untuk kemudian dilakukan proses rekapitulasi hingga diperoleh data pencatatan bulanan. Dokumen-dokumen hasil proses dokumentasi dan rekapitulasi tersebut berfungsi sebagai pedoman atau acuan sekaligus bukti otentik dari penerapan sistem HACCP yang dilakukan oleh restoran. Prosedur ini diharapkan dapat menjamin bahwa program tersebut terlaksana dengan baik, dapat diperiksa kembali, dan dipertahankan selama periode tertentu (Sudibyo, 2008).
85