HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Parasit yang Ditemukan Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa jenis metazoa parasit pada tenggiri didapatkan pada insang sebanyak 6 enam spesies monogenea dan 2 spesies crustacea sebagai ektoparasit yang terdapat pada insang dan sedangkan endoparasit terdiri dari 3 spesies Cestoda , 2 spesies Trematoda dan 1 spesies nematoda sebagai endoparasit. Dari 14 spesies parasit yang didapatkan, didominasi oleh ektoparasit yang terdiri dari: 3 Fillum Plathehelminthes;
Monogenea:
Pricea
multae
yaitu Fillum
(Chauhan,
1945),
Pseudothoracocotyle ovalis (Tripathi, 1956), Bivagina alcedenis (Parona et Perugia, 1890), B. australis (Murray, 1931), Gotocotyla secunda (Tripathi, 1956), Microcotyle sp., Trypanorhyncha: Grilliotiella branchi (Shaharom & Lester, 1982), Paratobotrium balli (Southwell,1929), Callitetrarhynchus gracilis (Pinter, 1931). Digenea Trematoda : Didymozoidae sp., Lecithochirium neopacificum (Valesques, 1962), Fillum Nematoda: Terranova sp. Fillum Crustacea: Cybicola armata (Bassett-Smith, 1898), Caligus spp.
Fillum Platyhelminthes Salah satu karakteristik dari Plathehelminthes adalah bentuk yang pipih, hemaprodit dan tidak punya anus, dan beberapa yang tidak mempunyai mulut dan intestin. Ada empat kelas yang diketahui, yaitu turbelaria yang pada umumnya hidup bebas, ektoparasit monogenea, Digenea serta Cestoda sebagai endoparasit (Möller & Anders 1986).
Klas Trematoda Adalah parasit cacing pipih yang tidak mempunyai silia pada permukaan tubuhnya pada fase dewasa dan mempunyai system pencernaan yang telah berkembang dengan baik yang biasanya ususnya bercabang membentuk seperti garpu yang secara umum terdiri dari: mulut, kerongkongan, esophagus dan dua intestine ceca yang buntu, meskipun pada beberapa spesies tertentu mempunyai cabang-cabang lateral (Scell 1970). Dalam sistematika ada penulis yang mememasukkan Trematoda sebagai klas dan terdiri dari 3 subklas yaitu: Subklas
34
Monoge nea, Aspidogastrea dan Digenea (Scell 1970) , sedangkan Yamaguti (1963) memasukkan monogenea kedalam ordo Monogenea Carus, 1963. Ordo Monogenea Carus, 1963. Parasit-parasit monogenea telah diketahui sebagai parasit pada ikan ada sekitar 1.500 spesies (Möller & Anders 1986).
Monogenea merupakan
ektoparasit pada ikan yang umumnya menginfeksi insang, kulit dan sirip ikan (Rohde 1984). Siklus hidup mereka yaitu tidak membutuhkan inang perantara (Möller & Anders 1986). Ada beberapa laporan yang mengatakan bahwa parasit yang disebabkan oleh Monogenea dapat menyebabkan kematian masal pada ikan di perairan umum dan pada budidaya. Misalnya parasit Pseudanthocotyloides pada budidaya ikan Anchovy di Jepang menyebabkan kematian masal, ikan-ikan yang terinfeksi memperlihatkan anemia yang hebat dan berkurangnya faktor kondisi (Yamato et al. 1984; Möller & Anders 1986). Kasus seperti ini juga terjadi pada budidaya ikan ekor kuning di Jepang yang disebabkan oleh parasit Benedenia seriolae dan Heteraxine heterocerca menyebabkan.
Ikan yang
terserang parasit tersebut mengalami luka yang serius hal ini disebabkan oleh ikan yang terinfeksi parasit tersebut menggosok-gosokkan tubuhnya pada jaring yang mengakibatkan terjadinya lecet dan luka yang mengundang infeksi sekunder yang serius yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan (Hoshina 1968) dan bahkan kematian masal dapat terjadi (Egusa 1983). Kasus kematian masal yang disebabkan oleh parasit monogenea pernah dilaporkan terjadi di Laut Aral pada tahun 1930an yang disebabkan oleh Monogea Nitzschia sturionis pada ikan sturgeon yang menyebabkan berkurangnya populasi ikan tersebut (Lutta 1941 di dalam Möller & Anders 1986). Monogenea dapat pula berperan sebagai vektor bagi mikroorganisme.
Misalnya vektor bagi bakteri Vibrio carcarie yang
menyebabkan kulit terkelupas-terkelupas pada ikan hiu Lemon yang dipelihara di aquarium (Cheung et al. 1980). Jenis-jenis parasit monogenea yang didapatkan di sekitar perairan Sulawesi pada ikan tenggiri yaitu:
35
Fillum: Platyhelminthes Klas: Trematoda Ordo: Monogenea Famili: Gastrocotylidae Price, 1943 Subfamili: Gotocotylinae n.sbf. Genus: Gotocotyla Habitat : Insang ikan tenggiri, Scomberomorus commerson Genus Gotocotyla Ishii, 1936. Syn. Lithidiocotyla Sproston, 1946. Diagnosis genus: Parasit ini ditandai dengan bentuk tubuh yang pipih, opishaptor terdiri dari dua baris clamp yang simetris dan sepasang terminal anchor pada ujungnya. Pertulangan clamp terdiri dari dua pasang scleretis , setiap pasang terdiri dari dua buah ( satu berbentuk pengait yang besar dan yang lain pipih berbentuk sigmoid) pada bagian lateral dan pipih hampir lurus pada bagian tengahnya dengan ujung pediform; sigmoid lateral dan pada bagian tengah lurus bertemu dengan dasarnya; pasangan yang bersebelahan terdiri dari dua bagian yang membentuk huruf ? Yunani dan dua tangkai penyanggah; bagian ujung yang melebar pada dasarnya dengan penonjolan maleolar seperti yang dije laskan diatas, bentuk pengait, lateral sclerite ; bagian ujung mempunyai penyanggah yang pipih dan kecil pada ujungnya.
Enam baret yang tebal pada dinding kapsul
terletak antara sisi penunjang yang pipih dan sclerite bentuk sisik. Esophagus tanpa divercula yang menonjok; cabang usus crura memanjang sampai ke haptor. Testes sangat banyak, terdapat mulai dari belakang ovari sampai dasar haptor. Cirrus agak silinder; cirrus bentuk batang yang ditutupi oleh duri. kelamin dibelakang intestin bifurcation .
Lubang
Ovari berbentuk sepatu kuda, dengan
bagian depan menghadap kebelakang. Receptaculum pendek dan besar, aval. Terdapat dua saluran bagian anterior vitellaria bersatu pada bagian tengah pada bagian tengah terbuka sampai lubang sucker yang merupakan lubang vagina yang terdapat ot ot transvers yang kuat, halus, arched , lamellar, serat otot mengarah ke bagian anterior dan posterior. Vitellaria memanjang pada daerah lateral mulai dari intestin bifurcation sampai bagian anterior haptor. Parasit pada insang ikan Scombrid (Yamaguti 1963). Salah satu spesies nya yaitu Gotocotyla secunda (Tripathi, 1956).
36
Gotocotyla secunda (Tripathi, 1956) Deskripsi spesies yang ditemukan, tubuh pipih memanjang, panjang total (PL) 8,0-13,5 mm. Lebar (L): 600-660 µm, opishaptor memanjang dan mengkerucup pada ujung, clamp tersusun dari dua baris yang simetris, dengan jumlah 154-204 clams, ukuran clams 44 x 60 µm, mulut pengisap 140 - 160 x 140-160 µm pada bagian dorsal, pharynx oval, cirrus bundar memanjang ditutupi duri (Gambar 9) Di perairan Sekitar Sulawesi, parasit ini ditemukan pada insang dengan prevalensi yang cukup tinggi yaitu 90-100% dan kelimpahan 14,5-36 individu/ekor ikan pada semua lokasi penelitian (Tabel 2 dan 3). Parasit ini ditemukan juga pada populasi ikan tenggiri di Australia dan Selat Torres (Lester et al. 2001).
Dengan tingginya prevalensi dan kelimpahan memperlihatkan
bahwa G. secunda merupakan parasit yang umum terdapat pada ikan tenggiri di perairan sekitar Sulawesi dan kemungkinan merupakan parasit yang umum pada ikan tenggiri di daerah Indonesia dan Australia.
37
A
C
B
D
E
F
Gambar 9. Gotocoty la secunda (Tripathi, 1956) yang ditemukan pada insang ikan tenggiri di lokasi penelitian (A. Parasit secara keseluruhan, B. Bentuk cirrus, C. Bagian anterior dengan deretan clamp, D. Posterior dengan mulut pengisap (Oral sucker), Lubang kelamin (Genital pore), F. Clamp. Bar skala: A. 500µm, B-C. 300 µm D - E . 100 µm, F. 50µm) Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Mo 201
38
Fillum: Platyhelminthes Klass: Trematoda Ordo: Monogenea Famili: Anchorophoridae Bychowky et Nagibina, 1958. Subfamili: Microcotylidae Taschenberg, 1879 Genus: Bivagina n.g. Habitat : Insang ikan tenggiri, Scomberomorus commerson Genus: Bivagina n.g. Diagnosis genus: Opisthohaptor simetris dengan pasangan clamp yang banyak.
Mulut pengisap terbagi (Septate).
Lajur usus terdiri dari beberapa
cabang, tidak bersatu pada posteriornya. Testes tidak terla lu banyak. Cirrus dan/atau bilik genital tidak berpelindung. Lubang kelamin ada dua (bifurcal dan postbifurcal.
Kantung telur besar dan bersatu dengan intestin.
Tempat
pengeluaran telur bentuk Y tumpang tindih dengan ovari. Lubang vagina ada dua, lubang vagina mempunyai pelindung dan tidak. B. Australis (Murray, 1931).
Parasit pada insang ikan teleost.
Syn. Microcotylea. Tempat pengeluaran uteri
mempunyai operculum dengan satu pasang dan empat pasang pengait kecil. (Yamaguti 1963).
Bivagina australis (Murray, 1931). Deskripsi spesies yang ditemukan: tubuh pipih memanjang, panjang total (PL) 9,00-12,3 mm. lebar (L): 780-790 µm, opishaptor memanjang dan mengkerucup pada ujung, clamp tersusun dari dua baris yang simetris, dengan jumlah 150 clams, ukuran clams 36 x 40 µm, mulut pengisap 120 x 120 µm pada bagian dorsal. Mempunyai dua vagina (Gambar 10). Parasit ini termasuk yang umum didapatkan diperairan sekitar Sulawesi. Daerah infeksinya juga pada insang. Prevalensinya bervariasi tergantung lokasi penelitiannya dimana yang tertinggi terdapat di daerah Laut Sulawesi yaitu mencapai 100%, selanjutnya Teluk Tolo 64,29%, Teluk Tomini 64,29%, Teluk Tolo 57,50%, Teluk Bone 42,50% dan yang terendah terdapat pada Kepulauan Sangkarang yang hanya 20% (Tabel 2). Rata-rata kelimpahan tertinggi terdapat di Teluk Bone yaitu yang relatif rendah yaitu; 8,86 ind./ekor ikan, kemudian diikuti oleh Teluk Tomini 4,96 ind./ekor dan Laut Sulawesi 4,33 ind./ekor sedangkan
39
yang terendah terdapat di Kepulauan Sangkarang dengan kelimpahan 0,23 ind./ekor (Tabel 3). Parasit ini diketa hui juga menginfeksi ikan-ikan teleosts di laut (Yamaguti 1963). Pada ikan tenggiri yang ada di Perairan Australia dan Selat Torres parasit jenis ini tidak didapatkan (Lester et al. 2001).
40
A
B
C
E
D
Gambar 10.
Bivagina australis yang ditemukan pada insang ikan tenggiri di lokasi penelitian.
(A. Parasit secara keseluruhan, B. Bagian anterior dengan mulut pengisap dan cirrus, C. Opisthohaptor dengan deretan clamp , D. Lubang kelamin (Genital pore), E. bentuk clamp . Skala bar: A. 1 mm, B-C. 100 µm, D. 50 µm, F. 10µm) Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Mo 203.
41
Fillum: Platyhelminthes Klass: Trematoda Ordo: Monogenea Famili: Anchorophoridae Bychowky et Nagibina, 1958. Subfamili: Microcotylidae Taschenberg, 1879 Habitat : Insang ikan tenggiri, Scomberomorus commerson Bivagina alcedenis (Parona et Perugia, 1890). Ciri-ciri genus seperti disebut terlebih dahulu, sedangkan spesies ditandai dengan ukuran panjang total 4-6 mm, Lebar 0,5-0,6 mm, jumlah Clam 40 – 45 pasang, jumlah testes 8-10 buah (Yamaguti 1963). Yang ditemukan panjang 4.2 x 4,10 mm, jumlah clam 78 buah, dengan ukuran 56 x 300 µm (Gambar 11) Didapatkan pada semua perairan di Sulawesi dengan total prevalensi yang tinggi yaitu: Tolo dan Sulawesi masing-masing 100%, kemudian diikuti oleh Teluk Bone 90,00%, Teluk Tomini 77,50% dan Kepulauan Sangkarang 72,50% (Tabe l 2). Kelimpahan parasit ini yaitu: Kepulauan Sangkarang 4,34 ind./ekor, Teluk Bone 15,80 ind./ekor, Teluk Tolo 12,00 ind./ekor, Teluk Tomini 6,03 ind./ekor dan Laut Sulawesi 9,33 ind./ekor (Tabel 3). Selain menginfeksi ikan tenggiri parasit ini menginfeksi ikan lainnya seperti: Smaris alcedo, dan Maena fulgaris (Yamaguti 1963). Tingginya prevalensi parasit tersebut ditemukan pada ikan tenggiri menunjukkan bahwa parasit ini termasuk parasit yang umum terdapat pada ikan tenggiri di Sulawesi.
42
A
B
D
C
Gambar 11. Bivagina alcedenis yang ditemukan pada insang ikan tenggiri di lokasi penelitian. (A. Parasit secara keseluruhan, B. Bagian anterior dengan Mulut pengisap, C. Cirrus, D. bentuk Clamp. Bar skala : A. 1 mm; C. 100 µm; D. 10 µm) Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Mo 200
43
Fillum: Platyhelminthes Klass: Trematoda Ordo: Monogenea Famili: Anchorophoridae Bychowky et Nagibina, 1958. Subfamili: Microcotylidae Taschenberg, 1879 Genus: Microcotyle v. Ben. et Hesse, 1863. Habitat : Insang ikan tenggiri, Scomberomorus commerson Microcotyle v. Ben. et Hesse, 1863. Ciri-ciri
genus
Micropalidae,
Microcotylinae:
Tubuh
lanceolate.
Ophisthohaptor simetris atau subsimetris, bentuk segitiga, tidak dapat dibedakan pembatas bagian posterior dan bagian tubuh, dengan sejumlah clam kecil yang berjajar dengan bentuk yang sama, testes menonjol kebelakang. Pengait terminal tidak ada. Sepasang kaki pengisap yang dilengkapi dengan pembatas dan satu ata u sepasang baris duri halus.
Kerongkongan sede rhana atau dengan lateral
diverticula ; intestin crura dengan bagian dalam dan luar mempunyai unjung yang tertutup, biasanya sampai atau tidak sampai ke haptor . Testes biasa nya banyak. Cirrus bisa atau tidak bisa dibedakan, kadangkala membentuk bulbus cirri. Bilik kelamin mempunyai pelindung yang bervariasi. kearah belakang, median, prestesticular.
Lubang kelamin memanjang,
Lubang genito -intestinal memotong
ovari atau tidak. Filamen telur mempunyai satu atau dua kutup. Vagina biasanya satu, dengan muara pada bagian tengah dorsal. Saluran vagina bisanya berbentu huruf Y. Biasanya berbentuk hurup V. Kantong telur semuanya atau se bagian besar terdapat bersama-sama dengan intestin crura. Parasit pada ikan teleost. (Yamaguti 1963).
Microcotyle sp. Panjang total (PL) 11,50-12,5 mm
lebar
170
µm,
Opishaptor
memanjang dan mengkerucut pada ujung, clamp tersusun dari dua baris yang simetris, dengan jumlah Clam 100-106 pasang. ukuran clams 12 x 24 µm, Mulut pengisap 140 x 220 µm pada bagian dorsal. Mempunyai dua vagina (Gambar 12) Didapatkan hanya pada tiga lokasi dengan total prevalensi dan kelimpahan yang rendah. Parasit ini didapatkan di Perairan Kepulauan Sangkarang dalam prevalensi 2,50%, Teluk Bone 12,50%, Teluk Tolo 21,43%, Teluk Tomini 7,50%
44
dan tidak ditemukan di Laut Sulawesi (Tabel 2). Kelimpahan sebagai berikut: Kepulauan Sangkarang 0,03 ind./ekor, Teluk Bone 1,8 ind./ekor , Teluk Tolo 14,00 ind./ekor dan Teluk Tomini 3,67 ind./ekor ( Tabel 3).
45
A
B
D
C
Gambar 12. Microcotyle sp. yang dite mukan pada insang ikan tenggiri di lokasi penelitian. (A. Parasit secara keseluruhan, B. Bagian Posterior dengan mulut pengisap dan lubang kelamin, C. Telur di dalam uterus, D. Bagian anterior dengan Clamp. Skala bar: A. 1 mm; B. 100 µm; C. 500 µm; 100 µm ) Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Mo 202.
46
Fillum: Platyhelminthes Klass: Trematoda Ordo: Monogenea Famili: Gastrocotylidae Price, 1943 Subfamili: Priceinae Chauhan, 1953 Genus: Pricea Chauhan, 1953 Habitat : Insang ikan tenggiri, Scomberomorus commerson Pricea multae Chauhan, 1945. P. multae dilaporkan pertama kali oleh parasit pada Cymbium lanceolatum dari Bombay. Ukuran 3,22 x 0,4 mm, mempunyai 122 clamp pada terdiri dari dua baris, 26 jumlah testes (Chauma n 1954 di dalam Yamaguti 1963). Hasil yang didapatkan Panjang 4-6,5 mm, Opishaptor memanjang berbentuk oval, clamp tersusun dari dua baris yang simetris, dengan jumlah 110-174 clams, ukuran clams 48 x 72 µm, Mulut pengisap 200 x 260 µm pada bagian dorsal (Gambar 13). Parasit P. multae merupakan parasit ini juga terdapat pada lamella insang, yang umum terdapat diperairan sekitar Sulawesi hal ini ditandai dengan tingginya prevalensi yang didapatkan yaitu: Di Teluk Tolo dan Laut Sulawesi 100%, Kepulauan Sangkarang 75,00%, Teluk Bone 95,00%, dan Teluk Tomini 77,50%, (Tabel 2) dengan kelimpahan masing-masing adalah: Kepulauan Sangkarang 14,63 ind./ekor, Teluk Bone 15,80 ind./ekor, Teluk Tolo 12,00 ind./ekor, Teluk Tomini 4,13 ind./ekor, dan Laut Sulawesi 17,67 ind./ekor (Tabel 3).
47
A
B
C
D
E
Gambar 13. Pricea multae yang ditemukan pada insang ikan tenggiri ikan tenggiri di lokasi penelitian. (A. Parasit secara keseluruhan, B. Bagian anterior dengan clamp, C. Bagian posterior dengan mulut pengisap dan lubang kelamin, D = Clamp . E. Caudal anchors. Bar Skala : A.1 mm; B - C. 500 µm; D. 10µm; E. 100µm) Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Mo 199
48
Fillum: Platyhelminthes Klass: Trematoda Ordo: Monogenea Famili: Thoracocotylinae Price, 1936. Genus: Pseudothoracotyle Habitat : Insang ikan tenggiri, Scomberomorus commerson Pseudothoracotyle ovalis (Tripathi, 1956). Ciri-ciri genus: t ubuh membesar pada daerah gonad, opistohaptor berbentuk elips, membesar pada daerah ovari, dengan dua lajur clamp dan mempunyai dua pasang anchor. Eusophagus panjang, terbagi dua kecil dibelakang lubang genital. Testes jumlahnya banyak, postovarium besar, vas deferent panjang, sinus. Cirrus muscular. Lubang genital mengandung lignin, tidak terlindung, dari ventral sampai eosophagus. Ovari panjang dan melengkung, memiping kearah posterior; telur fusiform, berfilamen . Bukaan vagina di daerah ventral.
Vitellaria
memanjang sampai ke intestin crura. Parasit pada ikan teleost laut (Yamaguti 1963). Hasil pengukuran panjang 6-6,5 mm, opishaptor memanjang berbentuk oval, clamp tersusun dari dua baris yang simetris, dengan jumlah 46-48 clams, ukuran clams 32-40 x 48-56 µm, mulut pengisap 24 x 56 µm pada bagian dorsal (Gambar 14). Parasit pada lamella insang, juga termasuk parasit yang umum ditemukan dengan tingkat total prevalensi mencapai 62,50% - 100%. Tertinggi ditemukan di Laut Sulawesi mencapai 100% dan terendah di Kepulaun Sangkarang dengan prevalensi 62,50%, untuk lokasi lainnya yaitu Teluk Bone 95,00%, Teluk Tolo 92,80% dan Teluk Tomini 77,50% (Tabel 2). Kelimpahan yang ditemukan di Teluk Tolo yaitu 14,60 ind./ekor dan Laut Sulawesi 14,33 ind./ekor, sedangkan yang terendah terdapat di Kepulauan Sangkarang yaitu 4,60 ind./ekor, untuk daerah lainnya yaitu Teluk Bone 12,50 ind./ekor, Teluk Tomini 6,39 ind./ekor (Tabel 3). Parasit ini selain menginfeksi ikan tenggiri, juga menginfeksi ikan teleosts laut misalnya Cybium guttatum (Yamaguti 1963). Parasit P. ovalis pada ikan tenggiri di Sulawesi juga ditemukan di perairan Australia (Lester et al. 2001).
49
B
A a
C b
c Gambar 14. Pseudothoracotyle ovalis yang ditemukan pada insang ikan tenggiri di lokasi penelitian.
(A. Parasit secara keseluruhan, B. clamp (a), C. Bagian posterior dengan bentuk telur (b) dan mulut pengisap (c). Bar skala: A.1 mm; B. 10 µm; C. 500 µm) Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Mo 198
50
Fillum: Platyhelminthes Klass: Trematoda Ordo: Digenea Famili: Didynozoidae Genus: Didymozoon Taschenberg, 1878 Habitat: Membentuk kapsul pada permukaan operculum dan disekitar jaringan kulit pada rahang. Didymozoon sp Diagnosis: Hermaprodit sempurna, menempel dalam bentuk pasangan, silinder, cincin dan spiral. Tubuh terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang pipih dan kecil (forebody) dan bagian yang besar berbentuk silinder (hindbody) yang bisanya lurus, melengkung atau spirat dan mempunyai bagian yang pipih dimana bagian tersebut merupakan daerah dimana keduanya melakukan kontak langsung. Fore body melekat pada tubuh hindbody pada posisi kira-kira subterminal. Mulut isap dan pharynx ditemukan, tidak mempunyai acetabulum. Ceca lateral, ditengah, atau dekat posterior pada himdbody. Testes sepasang, memanjang, pada bagian anterior dari hindbody. Vas deferent tidak terbentuk. Lubang kelamin disamping mulut isap (oral sucker).
Ovary hanya satu, memanjang pipih
memanjang disepanjang hindbody kearah posterior sampai ke testes, biasanya terdiri dari dua bagian (anterior dan posterior), memanjang kesemua bagian hindbody. Vitellaria juga satu atau bercabang, bentuk pipa dan pipih. Uterus berada pada hampir seluruh bagian tubuh hindbody, tempat membentuk telur pada lokasi sebelum forebody. Parasit pada ikan laut (Velasquez 1963). Panjang 3,0-5,0 mm, lebar 2-2,5 mm ditemukan pada lipatan operculum ikan didalam kapsul yang pada umumnya terdiri dari sepasang individu (Gambar 15). Parasit Didymozoidae sp. baru pertama ditemukan oleh penulis, namun demikian beberapa penulis telah menemukan spesies Didymozoon bravohollisae yang ditemukan di Philipina menginfeksi ikan-ikan barracuda (Sphyrhaena sp.) pada tulang insang (Velasquez 1975) , dan di Jepang parasit D. Auxis ditemukan pada lamella insang (lembaran insang) ikan Auxis rochei dan Auxis thazard (Yamaguti 1956).
Pada penelitian ini terlihat bahwa spesies parasit yang
ditemukan pada ikan tenggiri di te mukan pada lipatan-lipatan operkulum bagian
51
dalam dan luar, di sekitar otot maxilla dan mandibulla. Ditemukan dalam bentuk kapsul berkelompok atau sendiri-sendiri dengan ciri khas berwarna kuning muda atau pucat. Setiap kapsul pada umumnya mengandung sepasang. Bentuk parasit setelah dikeluarkan dari kapsul memperlihatkan bentuk yang teridiri dari 2 (dua) bagian yaitu bagian anterior yang sangat kecil dan tipis serta bagian posterior yang membesar berbentuk silinder (Gambar 15). Prevalensi tertinggi ditemukan di Teluk Bone 45,00%, untuk daerah lainnya yaitu Teluk Tomini 40,00%, Teluk Tolo 28,57%, Kepulauan Sangkarang 7,50%, sedangkan di Laut Sulawesi tidak ditemukan (Tabel 2). Kelimpahannya dalam jumlah yang relatif kecil dimana tertinggi terdapat pada Teluk Tomini 14,88 ind./ekor, untuk daerah lainnya yaitu Kepulauan Sangkarang 5,13 ind./ekor, Teluk Bone 3,28 ind./ekor, dan Teluk Tolo 9,25 ind./ekor (Tabel 3).
52
C
A
B
Gambar 15. Didymozoon sp. yang ditemukan pada sekitar operkulum ikan dan rahang ikan tenggiri di lokasi penelitian (A dan B), C. Gambar Didymozoon bravohollisae (Velasquez 1975).
(A. Parasit pada tubuh ikan, bintik kuning pada sekitar operculum ikan tenggiri ; B. Bentuk parasit keseluruhan, C. Yang ditunjukk panah adalah bagian anterior yang kecil dan pipih. Skala bar: A. 5 cm; B - C. 1 mm) Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Tr 196
53
Fillum: Platyhelminthes Klass: Trematoda Ordo: Digenea Famili: Hemiuridae Genus: Lecithochirium Lühe, 1904 Habitat: Di dalam lambung ikan tenggiri Genus: Lecithochirium Lühe, 1904 Ciri-ciri: tubuh memanjang, terdapat ecsoma, tidak punya sisik, punya atau tidak ventral pit di depan aceptabulum. Oral sucker subterminal, dibungkus oleh preoral lobe, esofagus pendek, punya ceca atau tidak yang memanjang sampai ecsoma. Aceptabulum biasanya besar dibandingkan dengan oral sucker, biasanya kecil, dekat anterior extremity . postacetabular.
Testes simetris dan diagonal, immediatelly
Seminal anterior vesicle atau anterodorsal sampai ke
aceptabulum, memanjang, memutar (winding). Pars prostatica pendek, ada atau tidak bentuk yang jelas vesicular terjulur sebelum bertemu dengan metraterm. Saluran hermaphroditic pendek, tertutup biasanya kantong ini tidak berkembang atau tidak punya. Genital atrium berkembang pada bermacam bentuk. Lubang kelamin ditengah sampai pharynx atau intestinal bifurcation. Ovary submedian, pada sepertiga bagian tubuh. Mempunyai seminal receptacle. Tidak punya saluran laurer’s. Vitellaria digitiform, panjang bervariasi. Uterus memanjang atau tidak ke arah ecsoma.
Tangan excretory bersatu pada dorsal sampai ke
pharynx atau oral sucker. Parasit di lambung ikan teleost laut (Valeasques 1975). Ekor panjang dan dapat ditarik kedalam tubuh secara keseluruhan (Yamaguti 1953).
Lecithochirium neopacificum Valasquez, 1962 . Habitat parasit adalah Lambung ikan tenggiri.
Parasit ini mempunyai
ukuran panjang 3,0-4,5 mm, lebar 1,5 – 2 mm, ventral sucker 440 µm oral sucker 300 µm (Gambar 16).
Ditemukan hanya di perairan Laut Sulawesi dengan
prevalensi 33,33%, dengan kelimpahan yang tinggi yaitu 17,67 ind./ekor (Tabel 2 dan 3). Habitatnya pada tubuh ikan di dalam lambung.
Parasit ini di laporkan
menginfeksi juga ikan Lates calcarifer di Philipina (Velasquez 1975) dan pada
54
spesies lainnya yaitu L. lobatum yang ditemukan pada lambung ikan Sphyraena sp. dan Caranx sp. (Yamaguti 1952).
A
B
C
Gambar 16. Lec ithochirium neopacificum yang ditemukan pada lambung ikan tenggiri di lokasi penelitian. (A. Ventral sucker; B. Oral sucker; C. Otot flipper) (Bar skala : 1 mm).
Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Tr 197.
55
Klass Cestoda Ada beberapa
ordo dari klas Cestoda , satu diantaranya adalah
Tryphanorhyncha Diesing, 1863, yang sangat banyak jumlah spesiesnya dibandingkan ordo-ordo yang lain, bahkan merupakan terbanyak dibandingkan ordo-ordo yang lain diantara Fillum Plathihelminthes.
Penelitian mengenai
parasit Tryphanorhynch di Indonesia sebagian kecil telah di lakukan di Indonesia berupa pengamatan pada beberapa spesies ikan hiu dan ikan sebelah didapatkan satu spesies baru dan lima spesies sebagai pencatatan baru (new record) (Palm 2000). Parasit ordo inilah yang didapatkan pada penelitian ini. Hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, utamanya di Australia didapatkan bahwa pada ikan tenggiri ditemukan lebih dari 10 spesies jenis parasit yang termasuk orde ini, yaitu: Pleurocercoid; Tentaculariidae, Tentacularia coryphaenae Bosc. 1797; Ptebothrium acanthotruncatum Escalente & Carvajal, 1984., P. heteracanthum Diesing, 1985, Pterobothrium sp; Lacistorhynchidae, Grillotiella exille (Linton, 1909), Callitetrarhynchus gracillis Pinter, 1931, C. Speciosus (Linton, 1897), Callitetrarhyncus
sp., Unidentified Lacistorhynchidae; Pseudotobothriidae,
Parotobothrium balli (Southwell, 1929); Otobothriidae, Otobothrium cystium (Mayer, 1842) (Lester 2004; Palm 2004). Parasit jenis ini ditemukan dalam bermacam-macam spesies ikan dan menyebar secara luas.
Jumlah jenis ikan yang merupakan inang akhirnya
berjumlah sekitar 17 spesies dan spesies ikan yang ditemukan terinfeksi sebagai inang antara berjumlah lebih dari 140 spesies yang tersebar dari Jepang sampai Perairan Amerika (Palm 2004). Siklus hidupnya di duga mempunyai 4 inang yaitu copepoda, ikan Clupea, Scombrids dan Carangids serta ikan hiu.
56
Fillum: Platyhelminthes Klass: Cestoda Ordo: Trypanorhyncha Diesing, 1863. Superfamili: Lacistorhynchoidea Famili: Lacistorhynchoidea Subfamili: Grillotinae Dolfus, 1942 Genus Grillotiella gen.nov. Habitat: Di dalam pembuluh darah tulang insang Genus Grillotiella gen.nov. Synonyms – Grillotia Guiart, 1927 (in part) Ciri-cirinya: scolex memanjang, pipih, acraspedote, tanpa bagian yang menonjol, 2 patelliform atau cordiform bothria pada posisi yang berlawanan, mengecil kearah apical dan posterior notched, tanpa rim yang menebal, dengan ujung yang bebas. Bothrial pits tidak ada. Hooklike microtriches sepanjang perbatasan.
Pars vaginalislebih panjang dari pars bothrial, pars postbulbosa
pendek atau tidak ada. Mempunyai 4 tentakel yang panjang, terdapat basal membengkak, yang berasal dari bulbs yang pendek, otot retraktor berasal dari bagian bulb anterior setengah; organ prebulbar dan sel mukosa di dalam bulb tidak ada.
Tentakel berbentuk spiral atau sinuous.
Metabasal tentacular
armature heteroacanthous multiatypical, pada arah bawah terdapat 10 pengait utama (hooks), bergabung dan memutar pada longitudinal yang uncinate hooks pada permukaan luar, terdapat baris-baris intercalary, hook files 1(1’) divergen; pengait berlubang. Terdapat basal armature yang khas. Strobila acraspedote, banyak se gmen-segmen memanjang, cirrus tidak terlindung, atau tidak reguler, postequatorial; testes banyak, medullary, tersebar, intervascular, pre- dan postovarian, pada satu atau dua lapis; betina dan jantan berpisah ditengah, kantong hemaprodit tidak ada; ovari kecil, biloed, pada segmen ketiga, tidak mencapai ujung posterior, uterus
ditengah, tubular, tidak mencapai bagian
anterior extremity; folikel vitelline circumcortical. (Palm 2004)
Grilliotiella branchi (Shaharom & Lester, 1982). Parasit ini ditemukan disekitar pembuluh darah pada gill rakers, sekitar 1200 µm, lebar 300 µm. Terdapat tentakel yang panjang dengan bagian dasar yang membengkak (Gambar 17).
57
Ditemukan
hanya pada 3 (tiga) lokasi penelitian ini, yaitu Kepulauan
Sangkarang dengan prevalensi 2,50%, Teluk Bone 2,50% dan tertinggi yaitu Teluk Tolo dengan prevalensi 14,29% (Tabel 2). Ditemukan dalam jumlah sangat bervariasi yaitu mulai dari 1 atau 2 individu/ekor tetapi ada yang mencapai 26 individu/ekor ikan.
Sehingga secara umum total infeksi pada setiap lokasi
menjadi sangat kecil ya itu kurang dari 1 individu/ekor (Tabel 3). Parasit ini hidup pada pembuluh darah tulang insang gill rackers ikan tenggiri dalam bentuk kapsul (Gambar 17), dalam jumlah yang kecil, biasanya satu ekor atau dua ekor pada setiap ekor ikan. Meskipun demikian kadangkala terdapat dalam jumlah banyak. Pada penelitian ini didapatkan pada seekor ikan tenggiri dari Teluk Bone mengandung 26 ekor parasit
yang tersusun memanjang dan saling terkait
membentuk rantai satu dengan lainnya dalam pembuluh darah ikan. Di Australia kelimpahannya sangat tinggi, di perairan Groote Eylandt kelimpahannya dapat mencapai 189,05 ind./ekor ikan tenggiri(Lester et al. 2001), sedangkan yang ditemukan di Sulawesi hanya berkisar antara 0,27 – 1,5 ind./ekor ikan. (Tabel 3). Diketahui pula bahwa G. branchi merupakan parasit spesifik dalam bentuk larva pada ikan tenggiri (Palm 2004).
58
A
B
D
A
C
E
Gambar 17. Grilliotiella branchi yang ditemukan di dalam pembuluh darah pada tulang insang ikan tenggiri di lokasi penelitian. (A. Bentuk tubuh parasit secara keseluruhan. B. Kumpulan blastocyst. C. Parasit yang masih berada di dalam blastocyst, C. Parasit di dalam kapsul yang dikelilingi oleh lemak, D. P arasit dengan lapisan pelindung, D.Parasit setelah dikeluarkan dari lapisan pelindunnya. (Bar skala: A. 1 mm; B. 500 µm; C-D-F. 100 µm). Voucher Speciment telah di simpan di Museum Zoology LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB C a 133.
59
Fillum: Platyhelminthes Klass: Cestoda Ordo: Trypanorhyncha Diesing, 1863. Superfamili: Lacistorhynchoidea Famili: Lacistorhynchoidea Subfamili: Lacistorhynchinae Guiart, 1927 Genus: Callitetrarhynchus Pinter, 1931. Synonyms – Anthocephalus Rudolphi, 1819; Callitetrarhynchus Pinter, 1931; Lintoniella Yamaguti, 1934 nec Woodland, 1972. Habitat: Pada rongga perut ikan tenggiri Ciri-ciri:
scolex
panjang,
agak
crespedote ,
dengan
penonjolan
parsproliferans. 2 patelliform bothria dalam posisi arah berlawanan, bagian posterior menyempit, bagian ujung tidak menebal, dengan ujung yang bebas, tidak punya bothrial pit, palmate microtriches pada permukaan distal dan proximal bothrial dan peduncle scolex, spiniform (acerosate) microtriches dilindungi oleh appendix,
bifurcate
microtriches
terdapat
disepanjang
ujung
bothrial
sinneskannte , microtriches mirip pengait tidak terdapat sepanjang batas bothrial. Pasangan vagina lebih panjang dari pasangan bothrial, pasangan bulbosa relatif pendek yang diikuti oleh appendix yang panjang (pars proliferans), pasangan postbulbosa tidak ada. 4 tentakel yang panjang, tampa dasar yang membesar; otot retractor berasal dari bagian anterior yang ketiga; organ prebulbar dan sel mukus didalam bulb tidak ada. Tentakel dapat dijulurkan dan dimasukkan. Metabasal tentacular dilindungi oleh poeciloacanthous atypical, bentuk pe ngait pada posisi melingkar setiap setengah lingkaran terdiri dari 7 pengait, satu buah pengait sebagai satelit yang menghubungkan dengan rantai berikutnya, elemen dasar tidak bersayap, pengait files 1(1’)divergen; pengait berlobang. Dasar dengan karakter khas tidak terdapat. Strobilla acraspedote , segmen yang memanjang, cirrus tidak terlindung, kantong cirrus ditepi, atau tidak reguler, postequatorial; lubang kelamin lateral, terdapat internal seminal vesicle; testes berjumlah banyak, kecikecil, tersebar, intervascular, pre- dan postovarian, pada satu atau dua lapisan; seminal receptacle tidak terdapat; jantan dan betina bersatu, terdapat saluran hermaphroditic ; ovary kecil, tidak sampai pada ujung posterior; uterus ditengah,
60
bentuk pipa; gravid uterus saccate ; terdapat lubang uterus; foolicle viteline pada lateral cortex. Plerocerci dengan ekor yang memanjang. (Palm 2004). Callitetrarhynchus gracilis Pinter, 1931 Ditemukan tubuh, menempel pada organ-organ di dalam rongga vicera, berada didalam kapsul.
Panjang 6 mm, lebar 500 µm, bulb 500 x 750 µm
(Gambar 18). Ditemukan pada empat lokasi penelitian yaitu Kepulauan Sangkarang dengan total prevalensi 7,50%, Teluk Bone 2,50%, Teluk Tolo 21,43% dan Teluk Tomini 12,50% sedangkan di Laut Sulawesi parasit ini tidak ditemukan dalam sample tersebut (Tabel 2). Dengan total kelimpahan sangat bervariasi tergantung pada suatu lokasi penelitian tersebut. Kelimpahan tertinggi terdapat di Teluk Tolo yaitu 12,33 ind./ekor ikan, sedangkan dilokasi lainnya yaitu Teluk Tomini 2,40 ind./ekor ikan, Teluk Bone 1,00 ind./ekor ikan dan Kepulauan Sangkarang 0,1 ind./ekor ikan (Tabel 3). Jumlah parasit yang ditemukan pada setiap ekor ikan sangat bervariasi yaitu dimulai dari 1 ind./ekor ikan sampai pada 32 ind./ekor ikan. Ditemukan pada ikan tenggiri, berada dalam kapsul dan menempel pada organ-organ yang berada pada rongga (rongga perut).
61
A
B
C
D
Gambar 18. Parasit Callitetrarhynchus gracilis (Pinter, 1931) yang ditemukan pada rongga perut ikan tenggiri dilokasi penelitian (A. Parasit di dalam blastocyte. B. Bulb . C. Penampakan parasit dengan tentakel. D. Bentuk parasit keseluruan. Bar skala: A. 1 mm, B. 300 µm, C. 1 mm. D. 1 mm) Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Ca 132.
62
Fillum: Platyhelminthes Klass: Cestoda Ordo: Trypanorhyncha Diesing, 1863. Superfamili: Otobothrioidea Dolfus, 1942. Famili: Pseudotobothriidae Palm, 1995 Genus Parotobotrium gen.nov. Habitat: Didalam lambung ikan tenggiri, didalam jaringan lambung Genus Parotobotrium gen.nov. Ciri-ciri: Scolex kompak, craspedote. 2 bothrial oval tersusun berlawanan, tampa rim yang tebal, dengan deep central fold dan ujung yang bebas. Bothrial pits pada lateral atau terdapat ujung posterior.
Spiniform (tricuspedate)dan
filliform microtriches pada distal dan proximal permukaan bothrial, filiform (filiform, papillate) microtriches pada batang scolex, spiniform (acerosate) microtriches menutupi pada ujung permukaan, hooklike microtriches dengan sinneskante dan bothrial pits, tidak punya hooklike microtriches sepanjang permukaan batas bothrial. Pars vaginalis lebih pendek dari pars bothrial, pars bothrialis memanjang sampai pars bulbosa. 4 tentakel yang panjang, tidak punya basal yang membengkak, berasal dari bulbs yang memanjang; otot retraktor berasal dari anterior ketiga atau dasar bulb ; tidak punya organ prebulbar dan sel mukosa di dalam bulb . Lembaran tentakel sinuous lurus. Metabasal tentacular armature homeoacanthous homeo - atau heteromorphous, teratur dalam quincunxes, tidak punya intercalary hooks atau baris; pengait solit. Karakter istik tidak punya basal armature. Strobilla tidak diketa hui. (Palm 2004). Parotobotrium balli (Southwell,1929) Habitat: Menempel pada dinding-dinding lambung (submucosa) ikan tenggiri, panjang 4 mm - 3 mm dan lebar 2 mm – 3 mm (Gambar 19). Ditemukan dalam prevalensi yang berbeda tergantung pada lokasinya, dimana yang tertinggi ditemukan di Laut Sulawesi 33,33%, disusul oleh Teluk Tolo 21,43%, kemudian Teluk Bone 12,50% dan Teluk Tomini 5,00% (Tabel 2). Sedangkan total kelimpahannya tertinggi ditemukan di Laut Sulawesi 33,33 ind./ekor, Teluk Tolo 14,00 ind. /ekor, Teluk Tomini 10,00 ind./ekor dan Teluk
63
Bone 1,80 ind./ekor (Tabel 3). Parasit ini juga menginfeksi ikan-ikan bagian Selatan Jawa seperti Caranx sexfasciatus Quoy & Gaimart, 1825 dan dari India pada ikan Aprion pristipoma dan Scomberomorus guttatus (Bloch & Schneider, 1801) dari Sri Lanka, serta ikan tenggiri yang berada di Australia Utara (Palm 2004).
64
A
B
Gambar 19. Parasit Paratobotrium balli (Southwell,1929) yang ditemukan pada ikan tenggiri dilokasi penelitian
(A. Parasit didalam blastocyst, B. Tentakel diperbesar. Bar skala: A. 500 µm, B. 100 µm). Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Ca 134
65
Fillum: Nematoda Ordo: Ascaridida Skrjabin et Schulz, 1940 Famili: Anisakidae Skrjabin et Schulz, 1945 Subfamili: Anisakinae Raillliet et Henry, 1912. Genus: Terranova Terranova sp. Parasit ini ditemukan pada rongga vicera membentuk kapsul pada dinding organ rongga vicera seperti lambung, hati dan dinding rongga vicera . Panjang + 9 mm, Lebar 220 – 240 µm (Gambar 20). Keberadaan Nematoda dalam tubuh ikan biasanya rendah patogenitasnya, meskipun beberapa spesies melekat pada dinding usus, tetapi pada umumnya mereka hidup bebas di lambung (Möller & Anders 1986). Pada penelitian ini nematoda yang ditemukan adalah spesies Terranova sp. dengan prevalensi dan kelimpahan rendah yaitu 7,50% dan 1,00 ind./ekor (Tabel 2 dan 3). Keberadaan Terranova sp. Salah satu inang akhir dari Terranova sp. adalah ikan hiu tiger shark, Galeocerdo cuvier (Moravec & Justin 2006) yang juga dilaporkan merupakan inang akhir bagi Grilliotiella branchi (Palm 2004) sehingga dengan adanya kedua spesies parasit tersebut di temukan pada perairan Kepulauan Sangkarang dapat memperkirakan keberadaan ikan hiu tersebut.
66
B
A a
b
C
c
d
C
Gambar 20. Terranova sp. yang ditemukan pada ikan tenggiri di lokasi penelitian. (A. Bagian anterior, a. Cincin saraf (nerve ring). b. intestinal caecum. c. Intestin bagian tengah. d. ventricle. B. Bagian posterior. C. Bahagian anterior. Bar skala: A – B – C. 1 mm). Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Na 327
67
Fillum: Crustacea Klass: Copepoda Klass Copepoda adalah adalah salah satu klass didalam fillum Crustacea yang sebagian spesiesnya hidup sebagai ektoparasit dan endoparasit. Ada sekitar 1.500 spesies parasit yang diketahui, sekitar 90% hidup di laut (Kabata 1984). Selanjutnya dikatakan bahwa parasit ini dapat menginfeksi insang, kulit, otot, tulang, organ-organ indra, hati, gonad dan alat-alat pencernaan.
Se lanjutnya
dikatakan bahwa parasit tersebut dapat mempengaruhi berat ikan dan komposisi kimia, pertumbuhan, metabolisme, darah, reproduksi dan tingkah laku. Meskipun secara teoritis hal ini dapat terjadi tetapi di alam sangat sukar dibuktikan. Demikian
halnya
dengan
teori
adanya
infeksi
sekunder.
Hal
ini
menunjukkankemungkinan adanya hubungan relatif erat antara ikan dengan parasit sebagai simbiontnya (Moller 1984).
Dalam penelitian ini ditemukan 2
(dua) genus Copepoda yaitu: Cybicola dan Caligus.
Fillum: Crustacea Klas: Copepoda Ordo: Cyclopoidae Famili: Pseudocycnidae Genus: Cybicola Cybicola armata (Bassett-Smith, 1898) Habitat pada insang ikan, bentuk tubuh memanjang, dengan panjang 6-9 mm, lebar 900 – 940 µm, terdapat sepasang kantong telur yang memanjang (Gambar 21). Parasit ini mempunyai nama sinonim: Pseudocycnoydes armatus Parasit ini menginfeksi insang (Gambar 21) dalam jumlah yang relatif kecil, dalam pengamatan terlihat bahwa tidak ada kerusakan yang hebat yang ditimbulkan oleh parasit tersebut. Prevalensi pada ikan tenggiri, tertinggi didapatkan pada perairan sekitar Sulawesi yaitu mencapai 100%, kemudian Kepulauan Sangkarang Selat Makassar yaitu sekitar 92,50% pada musim Hujan dan sekitar 90,00% (Tabel 2) pada musim Kemarau, dengan kelimpahan berkisar antara 4 – 12 ind./ekor (Tabel 3).
68
A
C
B
Gambar 21. C. armata yang ditemukan pada insang ikan tenggiri di lokasi penelitian. (A. parasit yang sedang melekat di insang. B. Bagian anterior. posterior, c. kantong telur. Bar Skala: A. 3 mm. B - C. 1 mm).
C. Bagian
Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Cop 0301
69
Fillum: Crustacea Klas: Copepoda Ordo: Siphonostomatoida Famili: Caligidae Genus: Caligus Caligus spp. Habitat pada insang ikan, menginfeksi ikan dengan menggunakan menggunakan antena kedua dan rahang (maxilla) sebagai capit (clamp). Bentuk tubuh pipih, dengan panjang 4-5 mm, lebar 2 – 3 mm (Gambar 22). Caligus spp. adalah ektoparasit yang umum terdapat dapat pada ikan laut, parasit genus ini menyebabkan kerugian pada budidaya ikan salmon di Norwegia dan Scotland (Möller 1986). Meskipun ada laporan bahwa ada spesies Caligus patulus yang menginfeksi budidaya ikan Bandeng (Chanos chanos) di Indonesia dan Philipina, dengan tubuh yang terinfeksi yaitu kulit dan sirip (Kabata 1983), namun
belum
ada
laporan
yang
menjelaskan
kematian
masal
yang
ditimbulkannya. Jenis parasit ini terdiri dari sekitar 200 spesies yang dketahui menyebabkan penyakit pada bagian Cephalothorax ditutupi oleh cangkang yang terdiri dari cephalic zone, lateral zone dan sepasang thorazic zone. Pada bagian abdomen terdapat uropod. Diantara abdomen dan Cephalothorax terdapat genital complex dan pada bagian dorsal terdapat empat pasang kaki (Gambar 22). Pada hasil pengamatan didapatkan parasit ini menginfeksi insang dengan prevalensi dan kelimpahan yang bervariasi yaitu 22% - 95% dengan kelimpahan yang relatif kecil yaitu bekisar antara 1,5 – 14,6 ind./ekor (Tabel 2 dan 3).
70
A
a
b
B c
d
Gambar 22. Calligus spp. yang ditemukan pada ikan tenggiri dilokasi penelitian.
(A: a. Kantong telur pada betina, b. segmen kelamin pada betina, c. segmen kelamin pada jantan, d. abdomen) (Bar skala: A. 2 mm; B. 1 mm) Voucher Speciment telah di simpan di Museum Biodiversity LIPI Cibinong Nomor Secimen : MZB Cop 0302
71
Prevalensi dan kelimpahan parasit pada ikan tenggiri diperairan Sulawesi memper memperlihatkan perbedaan antara satu lokasi dengan lokasi dan yang lain (Tabel 2 dan 3)
Table 2. Rata-rata prevalensi jenis-jenis parasit pada ikan tenggiridi perairan sekitar Sulawesi.
No.
1 2 3 4 5 6 7 8
9 10
Spesies Parasit
Monogenea Gotocotyla secunda Pricea multae Pseudothoracotyle ovalis Bivagina alcedenis B. australis Micro cotyle sp. Digenea Didymozoon sp. Lecithochirium neopacificum Cestoda Callitetrarhyncus gracilis Grilliotiella branchi
11 Paratobotrium balli Nematoda 12 Terranova sp. Crustacea 13 Cybicola armata 14 Caligus sp.
Kepulauan Sangkarang K
Teluk Bone
Teluk Tolo
Teluk Tomini
Laut Sulawesi
100.00 95.00
100.00 100.00
90.00 77.50
100.00 100.00
100.00 100.00
H 92.50 75.00
80.00 47.50 5.00 5.00
62.5 72.50 20.00 0.00
95.00 90.00 42.50 12.5
92.80 100.00 64.29 21.43
77.50 77.50 57.50 7.50
100.00 100.00 100.00 0.00
7.50
92.50
45.00
28.57
40.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
33.33
0.00
0.00
2.50
21.43
12.50
0.00
12.50
2.50
2.50
14.29
0.00
0.00
0.00
12.5
21.43
5.00
33.33
10.00
7.50
0.00
0.00
0.00
0.00
90.00 40.00
92.50 62.50
72.50 95.00
78.50 92.80
77.50 22.50
100.00 66.67
0.00
72
Table 3. Rata-rata kelimpahan jenis-jenis parasit pada ikan tenggiri di perairan sekitar Sulawesi
No.
1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14
Spesies parasit
Plathelminthes Monogenea Gotocotyla secunda Pricea multae Pseudothoracotyle ovalis Bivagina alcedenis B. australis Microcotyle sp. Digenea Didymozoon sp. Lecithochirium neopacificum Cestoda Callitetrarhyncus gracilis Grilliotiella branchi Paratobotrium balli Nematoda Terranova sp. Crustacea Cybicola armata Caligus sp.
Kepulauan Sangkarang K H 1 2
27.33 a a 17.40 a
6.72 3.05 a 2.50 a 0.05 2.28
a
34.84a b 15.80 b
6.12 9.97 b 1.63 b 0.00 9.98
b
Teluk Bone
Teluk Tolo
Teluk Tomini
Laut Sulawesi
3
4
5
6
21.00 b bc 15.80 c
12.50 15.80 d 3.29 c 1.80 3.28
a
21.57 b ac 12.00 c
14.60 12.00 c 8.86 d 1.00 9.25
0.00 a
0.00 a
0.00 a
0.00
0.00
0.00
1.00
0.18 0.00 a
0.35 0.00 a
0.65 1.80 a
2.50
1.00
0.00
4.83 2.38 a
8.54 4.33 a
4.97 12.50 c
ab
a
14.47 c d 4.13 b
6.39 6.03 bd 4.96 cd 3.67 14.88
c
36.00 ad ab 17.67 abc
14.33 9.33 bd 4.33 cd 0.00 0.00
a
0.00 a
17.67
12.33
2.40
0.00
1.50 7.14
0.00 0.50 a
0.00 0.33 a
0.00
0.00
0.00
4.09 14.60 c
7.87 3.33 b
12.00 2.33 ab
b
K: Musim Kemarau H: Musim Hujan * Huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan parasit antara lokasi berdasarkan hasil uji Mann-Whitney U (P<0,05). Dari semua ikan yang diamati memperlihatkan bahwa semua ikan ter infeksi parasit dengan jumlah spe sies parasit yang menginfeksi terbanyak yaitu antara 5-6 jenis parasit pada setiap ekor ikan tenggiri, dimana kelompok ini mencapai lebih dari 50% dari seluruh populasi ikan (Gambar 23)(Lampiran 2-7).
Meskipun
demikian, selama dalam pengamatan tidak ada tanda-tanda terjadi peradangan, inflamasi, pendarahan atau kematian jaringan sebagai tanda terjadinya infeksi.
73
b
% ikan terinfeksi
30 25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jumlah spesies parasit yang menginfeksi
Gambar 23. Hubungan antara jumlah spesies parasit yang menginfeksi ikan tenggiri dengan persentase jumla h ikan tenggiri yang terinfeksi Jumlah parasit pada ikan tenggiri di perairan Sulawesi relatif sedikit jika dibandingkan dengan yang terdapat di Autralia, utamanya pada endoparasit seperti Anisakis dan Tripanorhyncha yang terdapat rongga perut ikan tenggiri (Lester et al. 2001). Fenomena ini juga merupakan hal menarik untuk dikaji dimasa yang akan datang, hal ini diduga berhubungan dengan mangsa ikan tenggiri yang dikonsumsi berbeda atau berhubungan dengan keberadaan inang akhir.
Hasil pengamatan pada perairan Sulawesi memperlihatkan bahwa
kelimpahan parasit antara lokasi yang satu dengan lain memperlihatkan perbedaan (Tabel 3). Data Tabel 3 memperlihatkan bahwa ada beberapa spesies yang umum terdapat di perairan sekitar Sulawesi meskipun prevalensi dan kelimpahan yang berbeda yaitu C. armata, Caligus spp, Didymozoidae sp, P. multae, P. ovalis, B. alcedenis, B. australis,
dan G. secunda.
Sedangkan parasit lainnya
memperlihatkan keberadaan yang berbeda tergantung lokasinya. Fenomena ini diperlihatkan oleh G. branchi yang keberadaan hanya dalam kelimpahan yang rendah dan hanya terdapat pada tiga lokasi yaitu Kepulauan Sangkarang, Teluk Bone dan Teluk Tolo. C. gracilis dan Didymozoon sp. terdapat pada empat lokasi dan hanya lokasi di perairan Laut Sulawesi yang tidak ditemukan. Sedangkan parasit P. balli terdapat pa da empat lokasi dan hanya di perairan di Kepulauan
74
Sangkarang yang tidak ditemukan. Microcotyle sp. ditemukan pada tiga lokasi yaitu pada perairan Teluk Bone , Tomini dan Tolo. Untuk Terranova sp. hanya ditemukan pada Kepulauan Sangkarang, dalam prevalensi yang sangat rendah. Spesies ini telah dilaporkan sebagai zoonosis parasit (Moller 1984). Sebaliknya L. neopacificum ditemukan hanya di perairan Sulawesi (Tabel 2 dan 3). Jumlah parasit yang didapatkan kadangkala sangat sedikit dalam satu individu atau bahkan tidak terinfeksi tetapi ada sebagian yang kecil mengalami infeksi berat. Hal ini diduga berhubungan dengan strategi reproduksi dari parasit yang tidak membutuhkan penyebaran yang merata pada sistem reproduksi mereka. Pada Cestoda reproduksi dapat berlangsung secara hemaprodit. Tubuh terdiri dari bagian kepala yang disebut Scolex dan bagian badan yang disebut strobila. Strobila merupakan deretan segmen yang disebut proglotida-proglotida. Setiap proglotida mempunyai sepasang sel kelamin jantan dan betina dan dapat melepaskan/menghasilkan telur. Telur-telur ini dibuahi dengan cara pembuahan sendiri (self fertilisation) yaitu sel telur dibuahi oleh sel sperma dalam proglotida yang sama, perkawinan antara proglottid yang satu dengan yang lain pada strobila yang sama atau perkawinan antara proglottid dari strobila yang berbeda (Hickman 1967). Fenomena distribusi secara agregasi seperti ini merupakan hal yang umum terjadi pada parasit, sehingga di alam banyak inang yang tidak terinfeksi parasit sementara ada sedikit yang terinfeksi berat (Rohde 1984).
Contoh seperti ini
dapat dilihat pada parasit-parasit cacing yang menginfeksi ikan whiting, Merlangius merlangus (Rohde 1984). Menurut Crofton 1971 diacu dalam Rohde (1984) bahwa keadaan yang menyebabkan terjadinya ditribusi secara agregasi yaitu: i. Adanya pemaparan yang terjadi secara berseri tetapi setiap kejadian, terdapat perbedaan kesempatan terjadinya infeksi. ii. Tingkat infeksi tidak terjadi secara distribusi random. iii. Suatu infeksi dapat meningkatkan kesempatan untuk infeksi berikutnya. iv. Suatu infeksi dapat juga menurunkan kesempatan untuk infeksi berikutnya. v. Variasi pada individu inangmenyebabkan infeksi tidak sama kesempatannya. vi. Kesempatan terinfeksi setiap inang tidak sama.
75
Selain itu seleksi oleh parasit menyebabkan juga terjadinya distribusi secara agregasi hal ini diperlihatkan oleh Mediteranian Chaetognata yang diinfeksi oleh larvae Trematoda (Rohde 1984).
Meskipun parasit mempunyai penyebaran
secara agregasi tersebut, parasit mempunyai kemampuan untuk bereproduksi yang yang tinggi yaitu secara hemaprodit dan parthenogenesis sehingga satu individu parasit yang menginfeksi seekor ikan dapat memperbanyak diri yang menyebabkan inang mengalami infeksi berat.
Contoh sepert i ini telah
diperlihatkan oleh monogenea pada famili Gyrodactylidae dan Ancyrocephalinae (Rohde 1982), contoh lainnya seperti pada Digenea Trematoda , semua Monogenea dan Cestoda, sedangkan parthenogenesis umum terjadi pada digenea Trematoda dan se bagian monogenea. Fenomena tersebut diduga merupakan salah satu strategi parasit dan merupakan hubungan parasit dan inang sehingga hubungan prasit dan inang dapat berlangsung.
Hal ini dapat diamati dialam
dimana dalam satu populasi terdapat beberapa individu yang mengalami infeksi berat sehingga mengalami kematian, dan jumlah tersebut sudah mencukupi untuk parasit meneruskan keturunannya se dangkan jumlah inang yang terinfeksi jika dihitung secara keseluruhan, jumlahnya tida k mempengaruhi populasi inang tersebut (Rohde 1982)). Dan jika penyebaran metazoan parasit secara random maka mayoritas inang akan mengandung satu individu parasit, jumlah tersebut sangat kecil sehingga kemungkinan terjadinya perkawinanpun menjadi sangat rendah. Meskipun demikian pendapat yang semacam ini menyakut fungsi biologi pada parasit masih bersifat sangat spekulatif dan belum ada data yang memadai mengenai hal tersebut. Pada pengamatan didapatkan bahwa ada beberapa parasit memperlihatkan kecenderungan mempunyai penyebaran secara agregasi yaitu: Grilliotiella branchi, dari 40 ekor ikan tenggiri di Teluk Bone didapatkan hanya pada satu ekor saja yang terinfeksi dengan kelimpahan yang cukup tinggi yaitu 26 individu parasit /ekor ikan, spesies yang lain yang memperlihatkan fenomena yang sama yaitu Callitetrarhyncus gracilis, Paratobotrium balli dan L. neopacificum. Sedangkan untuk Microcotyle sp. dan Terranova sp. di dapatkan dalam kelimpahan yang kecil diperairan sekitar sulawesi.
76
Secara umum parasit pada ikan tenggiri yang didapatkan pada perairan Sulawesi relatif sedikit dibandingkan dengan ikan yang sama yang terdapat diperairan sekitar Australia dimana pada rongga perut didapatkan ribuan individu parasit dengan metacestoda yang terbanyak yaitu tryphanorhynch Otobothrium cysticum (Lester et al. 2001). Spesies ini tidak ditemukan di perairan Sulawesi. Dari hasil pengamatan juga memperlihatkan bahwa intesitas setiap spesies tidak seluruhnya memperlihatkan perbedaan yang signifikan, tergantung pada lokasi dimana jenis parasit berada (Tabel 3), perbedaan ini diduga menunjukkan bahwa lingkungan ikan-ikan tersebut berbeda.
Parasit yang tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan yaitu: Callitetrarhyncus gracilis, Grilliotiella branchi, Paratobotrium balli, Terranova sp., Caligus sp. dan Cybicola armata sedangkan yang signifikan, menunjukkan perbedaan yaitu: Gotocotyla secunda, Pricea multae, Pseudothoracotyle ovalis, Bivagina alcedenis, B. australis, Didymozoon sp., Lecithochirium neopacificum, Paratobotrium balli dan Caligus sp (Tabel 3). Hal ini menunjukkan adanya pola kelimpahan parasit antara satu lokasi dengan lokasi yang lainnya, yang merupakan karakteristik pada lokasi perairan tersebut.
Pengaruh Parasit pada Inangnya Banyak studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya paras it yang menginfeksi ikan akan memberikan dampak negatif pada ikan yang terinfeksi. Informasi tersebut telah lama diketahui, misalnya parasit Anisakid yang menyebabkan penyakit pada ikan Cod telah dilaporkan sejak lama (Rohde 1984) yang melaporkan bahwa pa da bagian utara Norway ditemukan banyak ikan cod yang terserang penyakit cacing pada ototnya , sehingga gerakannya melemah dan kehilangan kemampuan menangkap mangsanya dan sebaliknya menjadi mudah dimangsa oleh predatornya. Pada studi lain yang dilakukan pada ikan anchovy, Engarulis capenis didapatkan bahwa tidak ada perbedaan kondisi kesehatan ikan yang terinfeksi Anisakis dengan yang tidak (Hennig 1974). Hasil penelitian ini juga memperlihatkan kecenderungan yang sama dimana keberadaan parasit pada tubuh ikan tenggiri secara komulatif tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan (Lampiran 8). Hasil analisis antara kelimpahan parasit dengan factor kondisi ikan secara komulatif seperti yang terlihat pada Tabel 4 di bawah ini :
77
Tabel 4. Hubungan antara Jumlah Total Parasit dan Faktor Kondisi Jumlah Parasit 0 - 10 10-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-90 90-100 100-110 110-120 120-130 130-140 140>
K 0.881 0.818 0.868 0.874 0.845 0.838 0.889 0.858 0.859 0.885 0.881 0.832 0.815 0.844 0.864
Hasil analisis regresi memperlihatkan bahwa tidak ada korelasi antara jumlah parasit dengan faktor kondisi, hal ini ditunjukkan oleh nilai rendahnya koefisien korelasi (Y = 0,863 - 0.00007X, r = 0,021%) (Lampiran 8). Sedangkan jika dilihat pada setiap spesies terlihat bahwa pada spesies tertentu terlihat kecenderungan mempengaruhi faktor kondisi dari ikan tenggiri. Pada parasit B. alced inis (Y = 0,866 - 0,0005 X,
r = 0,78) ( Lampiran 9) dan Caligus sp (Y =
0,862 - 0,001 X, r = 0,70) (La mpiran 10), hal ini ditandai dengan nilai koefisien korelasi yang mencapai lebih dari 70%, namun demikian rendahnya nilai variabel X, menujukkan pengaruh parasit ini terhadap faktor kondisi ikan tenggiri di Sulawesi sangat kecil.
Dibawa ini disajikan kece nderungan B. alcedinis yang
meningkat menyebabkan terjadinya penurunan faktor kondisi ikan tenggiri yang sangat kecil di Sulawesi:
78
Tabel 5. Hubungan antara Jumlah Parasit B. alcedinis dan Faktor Kondisi Jumlah parasit B. alcedin is 0 1-10 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60
K 0.867 0.863 0.856 0.855 0.836 0.839 0.844
Untuk spesies lainnya memperlihatkan bahwa tidak ada pengaruh antara jumlah parasit dan faktor kondisi ikan.
Misalnya keberadaan C. armata. Dari
hasil analisis regresi memperlihatkan bahwa tidak ada korelasi antara jumlah jumlah parasit dengan faktor kondisi dengan hasil koefisien korelasi yang kecil ( Y =0.8527 - 0,003X ,
r = 0,015.
Lampiran 11).
Hasil yang mirip juga
didapatkan parasit lainnya seperti G. secunda (Y = 0,859 + 0,0002X, Lampiran 12), P. multea (Y = 0.846 + 0,0007X,
r = 0,02.
r = 0,25. Lampiran 13).
B.
Australis (Y = 0,856 - 0,0013 X, r = 0,19 Lampiran 14), Dyndimozoon sp. (Y= 0,8533 + 0,0006 X, r = 0,22. Lampiran 15)., Terranova sp (Y = 0,837 + 0,005 X, r = 0,02) (Lampiran 16) Dari hasil pengamatan histologi terlihat bahwa pada jaringan yang terinfeksi tidak terlihat kerusakan jaringan yang parah meskipun bagian anterior dari copepoda masuk kedalam jaringan insang (Gambar 24 dan 25). Dengan demikian bahwa kehadiran parasit pada ikan tenggiri di Sulawesi kemungkinan tidak terlalu memberikan pengaruh negatif pada individu ikan, demikian juga pada populasinya.
79
Gambar 24. Copepoda C. armata sedang menempel pada insang ikan tenggiri. (Bar skala: 1 mm).
Gambar 25. Potongan jaringan bagian anterior Copepoda C. armata pada insang ikan tenggiri. (Bar skala: 1 mm).
80
Parasit Zoonosis Parasit ikan merupakan meminta keperdulian manusia disebabkan oleh adanya kasus -kasus penyakit parasit yang dapat berpindah dari ikan ke manusia. Kasus seperti ini telah terjadi sejak manusia mengkonsumsi ikan, tetapi cacatan yang tertua mengenai kasus tersebut di Eropa yaitu pada tahun 1.582 (Jütte, 1987 di dalam Palm 2004). Di Jepang kasus yang disebabkan oleh parasit cacing telah dicatat sejak tahun 1968 – 1989 menginfeksi manusia sejumlah 12.586 kasus yang disebabkan oleh parasit cacing Anisakis spp (Anisakiasis) (Ishikura & Namiki 1989). Penyakit ini menyebabkan inflamasi yang menyakitkan pada lambung. Kasus-kasus ini terjadi utamanya pada adanya kebiasaan mengkonsumsi ikan mentah atau setengah matang misalnya pada jenis makanan Jepang seperti sushi atau sashimi yang terbuat dari ikan da n cumi-cumi (Ishikura & Kikuchi 1990). Di Indonesia tidak ada catatan mengenai penyakit yang disebabkan oleh parasit ikan, meskipun di beberapa daerah terdapat pula cara mengkonsumsi ikan dalam keadaan mentah, misalnya makanan lawa dari Sulawesi.
Pada hasil
penelitian ini parasit yang kemungkinan dapat menginfeksi manusia yaitu parasit cacing Cestoda yaitu Terranova spp, ditemukan meskipun dalam prevalensi yang rendah di perairan Sangkarang yaitu 7,5% dengan total kelimpahan hanya 1,00 ind./ekor (Tabel 2 dan 3).
Parasit jenis ini dapat bermigrasi ke otot ikan setelah
ikan yang terinfeksi mati. Pada hasil pengamatan kami memperlihatkan jenis Terranova sp yang ditemukan di perairan Sangkarang pada ikan tenggiri, tidak ada yang menginfeksi otot ikan, semuanya ditemukan hanya di lambung dan rongga perut, sehingga diduga bahwa menggunakan daging ikan tenggiri dari Sulawesi untuk membuat makanan yang disajikan dalam keadaan segar dan setengah matang tidak mempunyai resiko atau mempunyai resiko sangat kecil untuk terinfeksi penyakit Anisakiasis. Jenis-jenis parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau menginfeksi manusia disebut parasit zoonosis. Jenis-jenis metazoa parasit yang diketahui dapat menginfeksi manusia adalah adalah Cestoda , Nematoda dan Digenea. Cestode baik yang hidup diair tawar maupun yang hidup di laut atau payau. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baer et al. 1967 dengan menggunakan ikan bonito, Sarda chilensis, dan Sierra, Scomberomorus ursi yang
81
biasa menggunakan beruang sebagai inang akhir, kurang berhasil tetapi mereka menyimpulkan bahwa parasit yang dapat menginfeksi mamalia adalah parasit yang berasal dari inang yang berfungsi sebagai parathenic host. Parasit Cestoda yang mempunyai peluang yang besar untuk menginfeksi manusia adalah parasit yang
berada pada otot ikan, sedangkan parasit yang
terdapat diusus dan lambung kemungkinan hanya mengurangi kemungkinan tidak terinfeksinya manusia oleh parasit dan tidak menghilangkan sama sekali. Jenis Cestoda yang lain seperti genus Diplogonoporus
(D. balenopterae dan D.
grand ia) ditemukan telah menginfeksi manusia di Jepang dengan jumlah lebih dari 50 kasus sejak tahun 1960, yang dibawa oleh ikan anchovy, Engraulis japonicus, dan Sardine, Sairdinops melanostica secara alamiah inang definitfnya adalah cetaceans (Sindermann 1990). Pada hasil penelitian ini tidak ditemukan adanya parasit Cestoda yang menjadikan mamalia sebagai inang.
Cestoda
yang ditemukan adalah
Tryphanorhinca; Grilliotiella branchi, Callitetrarhynchus gracilis, Paratobotrium balli yang mempunyai inang akhir (f inal host) adalah Elasmobranch (Palm 2004) yang umumnya dikenal dengan ikan hiu atau ikan pari (Gambar 26), sedangkan spesies yang diketahui sebagai zoonosis parasit seperti genus Diphyllobothrium dan Diplogonoporus tidak ditemukan.
Gambar 26. Siklus hidup Triphanorhynch (Palm 2004)
82
Parasit lainnya yang juga dapat menginfeksi manusia adalah parasit Trematoda yang dewasa pada usus ikan, burung dan mamalia (Sindermann 1990). Ada beberapa jenis parasit Trematoda dari Famili: Heterophyidae yang biasanya parasit dalam bentuk metacercaria yang terdapat pada kulit dan daging pada burung dan mamalia , dapat menginfeksi manusia. Infeksi dapat terjadi pada usus manusia disebabkan oleh karena mengkonsunmsi ikan yang belum matang atau tidak dimasak dengan baik. Contoh larva Trematoda yang dapat menginfeksi manusia yaitu Heterophyes heterophyes
and Heterophyes nocens yang
menginfeksi manusia yang mengkonsumsi ikan belanak (Mugil cephalus and Mugil japonicus) yang hidup di Timur Tengah, Philipina, Jepang dan Cina (Tarasweshewki 1984).
Tingkat infeksi pada otot ikan dapat mencapai 6.000
parasit/ekor ikan yang dilaporkan di Israel yang menyerang dua jenis ikan belanak yaitu: M. cephalus, M. capito . Parasit ini juga ditemukan dipada H. Heterophyes pada ikan sea bass, Dicentrarchus labrax dan D. punctata
(Paperna & Lahav
1975). Spesies lainnya yaitu Spelotrema brevicaeca
yang dapat menginfeksi
manusia ditemukan di Philipina (Sindermann 1990).
Jenis parasit yang
menjadikan inang akhirnya burung laut seperti Cryptocotyle lingua yang fase metacercaria pada beberapa jenis utamannya jaringan kulit dan otot ikan Herring diketahui juga menginfeksi manusia di Eropa Utara dan Greenland (Sindermann 1990).
Dengan demikian perlu adanya kewaspadaan terhadap kemungkinan
parasit yang menjadikan target inang akhir pada mamalia atau burung kemungkinan dapat menginfeksi manusia.
Siklus hidup trematoda sangat
kompleks yang melibatkan banyak inang perantara (Gambar 27).
83
Gambar 27. Kemungkinan Siklus hidup Digenea Trematoda (Schell 1970) Trematoda sebagai parasit dapat merugikan inangnya dengan menyebabkan terjadinya luka secara mekanik yang disebabkan oleh sucker.
Luka yang
dihasilkan oleh sucker mengundang invasi mikroorganisma dan pengeluaran bahan beracun sebagai hasil sisa exkresi parasit dapat pula menyebabkan penyakit bagi inangnya (Schell 1970).
Selanjutnya dikatakan bahwa parasit trematoda
biasa menginfeksi usus, pembuhluh darah, ginjal, hati dan dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh-pembuluh halus pada organ tubuh seperti pembuluh empedu, pankreas, ureter. Dari hasil pengamatan parasit pada ikan tenggiri di Sulawesi ditemukan dua jenis parasit Trematoda yaitu Lecithochirium neopacificum and Didymozoon sp. L. neopacificum ditemukan pada penelitian ini terdapat pada lambung ikan tenggiri, parasit ini juga dilaporkan ditemukan di perairan Philippina ditemukan pada lambung ikan baracuda, Lates calcarifer (Velasquez 1975).
Untuk
Didymozoon sp. Ditemukan dalam bentuk dewasa didalam blatocyst pada rongga mulut, lipatan-lipatan operculum dan disekitar rahang atas dan bawah. Selama ini, belum ada laporan bahwa kedua spesies tersebut dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
84
Salah satu penyakit disebab oleh cacing yang berpengaruh signifikan menyebabkan penyakit di Eropa Utara dan Jepang sejak tahun 1955 yaitu penyakit yang disebabkan oleh Nematode yang disebut Anisakiasis (Sindermann 1990). Penyakit ini disebabkan oleh larvae Nematoda Family Anisakidae yang terdapat pada rongga perut (vicera) atau pada ikan yang mati maka mereka melakukan migrasi dari Vicera ke jaringan otot ikan laut (Smith & Wootten 1975). Salah satu spesies yang terkenal pada Familiy Anisakidae adalah spesies Anisakis simplex, yang biasa disebut parasit herring worm, meskipun spesies ini umum didapatkan pada spesies ikan lainnya dan tersebar luas (Sindermann 1990). Hasil penelitian yang terbaru memperlihatkan bahwa siklus hidup A. simplex melibatkan banyaknya inang perantara. Telur yang di hasilkan mengandung larva dari fase pertama sampai fase ke 3 (L1, L2 dan L3), berkembang didalam telur, kemudian menetas dan berenang bebas di perairan dalam fase L3 untuk mencari inang berikutnya yaitu copepoda. Pada fase larvaa tingkat 3 (L3) parasit tidak mengalami perkembangan lebih lanjut sehingga pada inang berikutnya yang terdiri dari Euphausiid, ke cephalopoda dan ikan berfungsi sebagai inang transpor (inang paratenik) (Klimpel et al. 2004). Sehingga mengkonsumsi hasil laut yang dapat menjadi inang paratenik dengan mengabaikan kemungkinan parasit tersebut masih dikandung oleh bahan makanan tersebut, seperti memasak dalam keadaan tidak matang dapat menyebabkan terjadinya infeksi parasit tersebut. Untuk perairan disekitar Sulawesi dan Indonesia, siklus hidupnya dapat terjadi dimana inang akhirnya adalah ikan lumba-lumba sedangkan inang perantara potensil lainnya seperti Copepoda, Cephalopoda, ikan-ikan kecil, dan ikan-ikan pemangsa ikan (piscivora) yang berpotensi menjadi pembawa bagi inang berikutnya (Gambar 28).
85
Cetacea: Ikan Lumba-lumba L3-L4-Dewasa
Telur L1-L2-L3
Ikan Piscivora L-3 Cephalopod L-3 Ikan-ikan kecil: Clupeidae, Sardine L-3
Berenang bebas L-3
Copepoda L-3 Gambar 28. Kemungkinan model siklus hidup Anisakis sp., yang me libatkan berbagai jenis inang perantara. (L1, L2, L3 = tingkatan fase larva Anisakis sp.)
Spesies
lainnya
yaitu Pseudotheranova
(Phocanema=Porracaecum=
Terranova) decipiens, biasa disebut codworm, meskipun parasit ini juga umum ditemukan pada spesies ikan laut lainnya. Cara untuk menghindari terinfeksi dengan parasit tersebut diatas, dianjurkan membersihkan ikan segera setelah ditangkap atau membekukan ikan setelah ditangkap paling sedikit 24 jam sebelum digunakan sehingga cacing tersebut tidak melakukan migrasi dari Vicera ke jaringan otot serta memasak ikan dengan baik (Sindermann 1990). Manusia yang terinfeksi disebabkan oleh karena memakan ikan mentah atau tidak terlalu matang, misalnya dengan proses cold-smoked atau lightly salted seperti yang terjadi di Belanda, Norwegia dan Jepang. Parasit tersebut hidup bebas dalam usus dan dapat menginvasi dinding pencernaan menyebabkan terjadinya inflamasi, luka terbuka dan bisul-bisul (Sindermann 1990).
Kasus
penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing ini berdasarkan catatan di Jepang
86
dari tahun 1969 sampai tahun 1977 dapat mencapai 1.000 kasus (Margolis 1977). Di Indonesia belum ada catatan parasit yang disebabkan oleh parasit tersebut. Meskipun demikian kemungkinan terinfeksinya parasit cacing ini pada masyarakat Indonesia dapat saja terjadi karena adanya kebiasaan beberapa tempat di Indonesia yang memakan ikan laut jenis hering dalam bentuk mentah, seperti penganan “gohu” berasal dari Sulawesi Utara yang terbuat dari sayuran, kelapa yang dicampur dengan ikan laut. Pada ikan tenggiri di Sulawesi yang diteliti tidak ditemukan parasit Anisakis sp. Parasit yang berasal dari famili yang sama dari fillum Nematoda yang ditemukan disekitar Perairan Sulawesi yaitu Terrano va sp.
di Kepulauan
Sangkarang, Selat Makassar dengan prevalensi 7,5% dan dengan kelimpahan sekitar 1 ind/ekor serta di sekitar perairan sekitar Kupang yang mempunyai kelimpahan 0,11 ind./ekor ikan tenggiri
(Tabel 4).
Jumlah yang parasit
Terranova sp. yang ditemukan pada Perairan Sulawesi sangat kecil jika dibandingkan dengan yang ditemukan di Perairan Sekitar Australia yang dapat mencapai 93.41 ind./ekor ikan di Groot Eylandt (Tabel 3) . Kedua parasit tersebut yaitu Anisakis sp. dan Terranova sp. biasanya terdapat pada daging ikan dan keduanya dapat menyebabkan penyakit pada usus manusia, penaykit yang disebabkan oleh infeksi parasit Terranova sp. didpatkan dalam jumlah yang sangat sedikit dibandingkan dengan yang disebabkan oleh Anisakis sp. (Margolis 1977). Kedua parasit tersebut biasanya ditemukan pada rongga perut, tetapi bagi ikan yang mati, biasanya mereka bermigrasi di dalam daging ikan. Hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa tidak ada parasit yang ditemukan pada jaringan daging. Hal ini menunjukkan bahwa mengkonsumsi ikan tenggiri yang berasal perairan Sulawesi sangat aman dari kemungkinan terinfeksi oleh penyakit yang disebabkan oleh parasit cacing meskipun dengan cara penyajian yang tidak dimasak. Sepanjang pengetahuan penulis bahwa ikan tenggiri dalam penyajiannya untuk penganan maka dilakukan dalam bentuk makanan yang sudah dimasak dengan sempurna seperti pembuatan bakso ikan, mpek-mpek, ota -ota, sop ikan dan lain-lain.
87
Keberadaan Parasit pada Lokasi yang Berbeda di Sulawe si Ikan tenggiri Spesies
Scomberomorus
comerson
termasuk family
Scombridae Rafinesque, 1815. Famili ini terdiri dari 15 genera dengan 51 spesies yang diketahui saat ini (Collette 2003). Termasuk di dalam famili ini adalah ikanikan tuna yang mempunyai je lajah ruaya yang luas. Tenggiri meskipun termasuk kedalam famili Scombridae dengan bentuk tubuh sebagai ikan yang dapat beruaya dengan jangkaun yang luas, namun dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa ikan ini merupakan ikan yang beruaya sempit sehingga terbuka peluang untuk menemukan stok lokal pada setiap daerah tertentu. Telah diketahui bahwa ikan teggiri dapat hidup lebih dari 10 tahun dengan berat dapat mencapai 70 kg/ekor.
Hasil tangkapan pada umumnya berkisar antara 3-6 tahun dengan
panjang se kitar 100 cm (Anonimus 2000). Studi di Australia dengan menggunakan taging memperlihatkan bahwa ikan tenggiri mempunyai ruaya yang relatif sempit dan bahkan diduga populasinya bersifat lokal (Annonimus 2000). Hal tersebut juga sesuai dengan analisis genetik yang menunjukkan bahwa di Australia terdapat dua stok ikan tenggiri yaitu Stok pantai timur dan stok lainnya meliputi Northern Territory, Teluk Carpentaria, Selat Torres, dan laut Coral sampai Papua New Guinea, sedangkan stok yang ada di Barat belum diketahui (Shaklee et al. 1990).
Studi dengan menggunakan
parasit sebagai indikator stok menunjukkan kesamaan fenomena tersebut (Lester et al. 2001 dan More et al. 2003). Dari data didapatkan bahwa ada perbedaan kelimpahan parasit yang terjadi antara populasi ikan pada lokasi yang berbeda diperairan Sulawesi (Tabel 3). Perbedaan ini terlihat dalam hal prevalensi dan kelimpahan (Tabel 1 dan 2). Keadaan ini dapat dilihat pada Parasit Paratobothrium balli dan Microcotyle sp yang tidak didapatkan pada di Kepulauan Sangkarang dan Laut Sulawesi, tetapi kedua spesies ini ditemukan di 3(tiga) lokasi yang berdekatan yaitu Teluk Bone, Teluk Tolo dan Teluk Tomini. Spesies lainnya yang memperlihatkan karakteristik seperti ini adalah Grilliotiella branchi yang hanya pada 3 lokasi penelitian yaitu Kepulauan Sangkarang dan Teluk Tolo, Teluk Bone , serta Teluk Tomini. Untuk
88
Terranova sp. hanya didapatkan di Kepulauan Sangkarang, demikian halnya Trematoda Lechithochirium neopacificum yang hanya terdapat di Laut Sulawesi. Perbedaan kelimpahan parasit tersebut beda bermakna tergantung pada jenis dan lokasi parasit tersebut (Tabel 3, Lampiran 14 dan 15). Pada table 3 tersebut terlihat bahwa ada 5 jenis parasit yang tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan yaitu C. armata, Grilliotiella branchi, Terranova sp., Callitetrarhyncus gracilis dan Microcotyle sp. Sedangkan delapan spesies lainnya memperlihatkan perbedaan
yang
signifikan
yaitu
Gotocotyla
secunda,
Pricea
multae,
Pseudothoracotyle ovalis, Bivagina alcedenis, B. australis, Didymozoon sp., Lecithochirium neopacificum dan Caligus sp. Jika dibandingkan kelimpahan parasit antara satu lokasi dengan yang lain memperlihatkan ada beberapa parasit yang menunjukkan perbedaan yang signifikan (Tabel 3, Tabel Lampiran 17
dan
18).
Ada
spesies
yang
memperlihatkan tingginya kelimpahan juga diikuti oleh tingginya prevalensi parasit tersebut, seperti parasit G. Secunda (14,47-36.00 ind./ekor ikan) dengan prevalensi diatas 90%. Spesies C. armata yang terlihat sangat umum ditemukan pada semua lokasi penelitian dengan prevalensi antara 72,50 – 100%, meskipun kelimpahannya dalam jumlah yang kecil yaitu 2,33 – 14,60 ind./ekor ikan dan kelimpahan pada semua lokasi tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan (Tabel 2, Lampiran 15). Untuk P. multae pada 4 lokasi yaitu Kepulauan Sangkarang, Teluk Bone , Teluk Tolo dan Laut Sulawesi, kelimpahannya antara 12,00-17,40 ind./ekor ikan dan pada Teluk Tomini relatif rendah yaitu 4,13 ind./ekor ikan, meskipun prevalensinya cukup tinggi yaitu 77.50% sedangkan yang lainnya berkisar antara 75,00-100% (Tabel 2 dan 3).
Pada P. ovalis yang
mempunyai kelimpahan antara 6,72 -14,60 ind./ekor ikan dengan prevalensi antara 60-100%
sedangkan B. alcedenis mempunyai kelimpahan 6,03-15,80
ind./ekor ikan mempunyai prevalensinya relatif tinggi yaitu 47,50-100%. Pada parasit B. autralis kelimpahan tertinggi ditemukan pada Teluk Tolo yaitu 8,86 ind./ekor ikan dengan prevalensi 64,29%, kemudian Teluk Tomini dengan kelimpahan 4,96 ind./ekor ikan dan prevalensi 57,50% diikuti oleh Laut Sulawesi yaitu 4,33 ind./ekor ikan dengan prevalensi 100%, sedangkan Teluk Bone dan
89
Kepulauan Sangkarang dalam kelimpahan yang kecil yaitu 1,63-3,29 ind./ekor ikan dan prevalensi berkisar 5,00-42,50%. Untuk Caligus sp., prevalensi tertinggi didapatkan pada perairan Teluk Bone dan Teluk Tolo dengan prevalensi mencapai 95,00 dan 92,80% , demikian halnya kelimpahannya tertinggi pada kedua daerah tersebut yaitu 12,50 dan 14,60 ind./ekor ikan, untuk lokasi lainnya yaitu kepulauan Sangkarang, Teluk Tomini dan Laut Sulawesi kelimpahannya hanya berkisar antara 2,33 – 4,33 ind./ekor ikan, pada kepula uan Sangkarang dan Laut Sulawesi berkisar 40,00 dan 67,67% dan yang terendah pada perairan Teluk Tomini hanya sekitar 22,50% (Tabel 2). Didymozoon sp. terdapat dalam prevalensi yang tertinggi di kepulauan Spemonde pada musim hujan mencapai 92,50%, meskipun mengalami penurunan yang drastis pada musim kemarau yaitu hanya 7,50%. P erbedaan ini diikuti pula oleh perbedaan kelimpahan parasit yang seca ra signifikan yaitu 9,98 ind./ekor ikan pada musim hujan dan mengalami penurunan kelimpahan pada musim kemarau sehingga mencapai 2,28 ind./ekor ikan (Tabel 2 dan 3). Fenomena ini kemungkinan berhubungan dengan siklus hidup hidup yang mempengaruhi kelimpahan parasit Dindimozoon sp. pada ikan tenggiri di Perairan Sulawesi. Untuk Microcotyle sp., terdapat dalam Prevalensi dan kelimpahan yang kecil pada semua lokasi yaitu yang prevalensi yang tertinggi terdapat 21,50 % dengan kelimpahan 1.00 ind./ekor ikan pada Teluk Tolo , disusul oleh prevalensi di Teluk Bone 12,50% dan kelimpahan 1,80 ind./ekor ikan, Kepulauan Sangkarang pada musim kemarau dengan prevalensi 5,00% dan kelimpahan 0,05 ind./ekor, sedangkan pada musim hujan tidak didapatkan. Untuk Laut Sulawesi spesies tersebut tidak ditemukan. Untuk spesies lainnya utamanya Cestoda , terdapat dalam kelimpahan dan prevalensi yang rendah.
Dari tiga spesies Cestoda yang ditemukan yaitu C.
gracilis, G. branchi dan P. balli hanya satu spesies yang menunjukkan per bedaan yang signifikan yaitu P. balli. Spesies ini terdapat pada 4 (empat) lokasi yaitu Teluk Bone, Teluk Tolo dan Laut Sulawesi. Kelimpahan tertinggi terdapat di perairan Teluk Tolo yaitu 7,14 ind./ekor ikan dan prevalensi 21.43%,
untuk
lokasi lainnya dengan kelimpahan yang berkisar antara 0,33-1,8 ind./ekor ikan dan prevalensi mencapai 5,00 – 33,33% (Tabel 2 dan 3).
90
Karakteristik setiap lokasi yang berdasarkan pada jenis kelimpahan parasit pada lima lokasi diperairan sekitar Sulawesi dengan menggunakan Principal Componen Analysis (PCA) didapatkan bahwa dari ke 14 kelimpahan jenis parasit dari 6 observasi untuk Perairan Sulawesi menunjukkan bahwa sebagian besar (77,81%) ragam terjelaskan pada dua sumbu utama yaitu sumbu F1 (57,38%) dan sumbu F2 (20,43%) dengan nilai akar ciri sumbu utama masing-masing 786,18 dan 279,95 terlihat pada Eugenvalues (Lampiran 19). Dua komponen tersebut sudah mencapai lebih dari 70% sehingga sudah memenuhi persyaratan dalam mereduksi data asli menjadi komponen utama (Supranto 2004). Berdasarkan sebaran setiap kelimpahan jenis parasit pada lokasi perairan yang berbeda pada sumbu utama 1 dan 2, serta dengan menggunakan analisis gerombol berdasarkan data koordinat parameter dan observasi pada 5 komponen utama (Lampiran 20) maka dapat dijelaskan bahwa Kepulauan Sangkarang pada musim hujan dicirikan oleh tingginya kelimpahan Monogenea, G. secunda dan pada waktu musim kemarau ditandai dengan tingginya kelimpahan parasit P. multae. Untuk Teluk Bone dicirikan oleh kelimpahan parasit Crustacea, Caligus sp. dan Monogenea, B. alcedenis. Pada Teluk Tolo dicirikan oleh tingginya kelimpahan Trypanorhyncha, C. gracilis dan Teluk Tomini dicirikan oleh Didymozoon sp., sedangkan di Perairan Laut Sulawesi dicirikan oleh L. neopacificum (Gambar 29)
91
Biplot pada Sumbu 1dan 2 (77,81%) 3
Teluk Bone 2
Caligus sp. Teluk Tolo
Bivagina alcedenis
Sumbu 2 (20,43%)
1
Pseudothoracotyle ovalis
Pricea multae Kepulauan Sangkarang Musim Hujan Gotocotyla secunda
Callitetrarhyncus gracilis Paratobotrium balli
-3
-2
-1 B. australis
0 0 Grilliotiella branchi
1
2
3
4
Laut Sulawesi Terranova spp. Microcotyle sp. -1
Lecithochirium neopacificum Cybicola armata Kepulauan Sangkarang Musim Kemarau
-2 Didymozoon sp. Teluk Tomini -3
Sumbu 1 (57,38%)
Gambar 29. Grafik analisis komponen utama berdasarkan karateristik kelimpahan jenis parasit pada kelima stasiun untuk sebaran ikan tenggiri di Sulawesi.
Untuk melihat kemiripan karakteristik dari lokasi (wilayah) perairan tersebut maka digunakan sidik gerombol (Cluster analysis). Berdasarkan pada sidik gerombol yang menggabungkan dua keberadaan parasit pada populasi ikan tenggiri yang paling mirip, kemudian gabungan dua keberadaan parasit yang paling mirip akan bergabung lagi dengan yang paling mirip lainnya. Gabungan tersebut pada akhirnya akan membentuk satu kelompok besar yang mencakup semua distrbusi parasit pada ikan tenggiri di wilayah perairan Sulawesi, sesuai dengan metode agglomerative semakin kecil angka koefisien, semakin anggota kelompok tersebut mempunyai kemiripan satu dengan yang lainnya. Jarak antara dua variasi kelimpahan parasit terdapat pada matrix proximity yang menentukan kemiripan variasi kelimpahan parasit, semakin kecil angka antara dua proximity nilai variasi kelimpaha n parasit , makin mirip satu dengan yang lain (Lampiran 21).
92
Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa perairan Teluk Bone memiliki kemiripan yang sama dengan Kepulauan Sangkarang. Kedua lokasi tersebut terlihat membentuk satu gerombol. Sedangkan Teluk Tomini dan Laut Sulawesi membentuk masing-masing satu gerombol tersendiri sehingga diduga diperairan sekitar Sulawesi terbentuk 4 gerombol ikan berdasarkan pada kelimpahan parasit, yaitu gerombol 1. Kepulauan Sangkarang dan Teluk Bone , 2. Teluk Tolo , 3. Teluk Tomini dan 4. Laut Sulawesi (Gambar 30).
Gambar 30. Dendogram hasil analisis gerombol menggunakan “Hierarchical Cluster Analysis” pada perairan sekitar Sulawesi dengan memakai program Komputer SPSS, Ver. 12, (2005). (Keterangan: Sk. Kem: Sangkarang Musim Kemarau, Sk. Huj: Sangkarang Musim Hujan, T. Bone: Teluk Bone, T. Tolo: Teluk Tolo, T. Tomini: Teluk Tomini dan L. Sul: Laut Sulawesi).
Pengelompokan tersebut salah satunya diduga disebabkan oleh pola arus yang didaerah tersebut. Arus merupakan salah satu yang penting pada lingkungan ikan yang merupakan makro habitat bagi parasit. Pengaruh lingkungan tersebut berhubungan dengan siklus hidup parasit yang kompleks. Misalnya Digenea Trematoda yang mempunyai inang perantara yang lebih dari satu sebelum mencapai inang akhir (final host). Pada tubuh ikan bentuk larva dari spesies parasit ini adalah bentuk metacercaria yang biasanya menempel pada permukaan tubuh ikan sedangkan pada fase dewasa terdapat di dalam usus ikan atau burung la ut, meskipun adapula dapat dewasa pada jaringan otot. Pada penelitian ini didapatkan bahwa Dindymozon sp. dalam bentuk dewasa
93
yang terdapat pada lipatan-lipatan operculum dan rahang atas dan bawah membentuk kapsul. Sedangkan Trematoda, Lechithochirium neopacificum yang didapatkan pada lambung, hal ini juga merupakan fase dewasa yang dapat memproduksi telur. Demikian halnya Cestoda yang memiliki siklus hidup mulai dari dewasa pada ikan elasmobranchii (seperti ikan pari dan hiu), kemudian menginfeksi kopepoda, selanjutnya menginfeksi ikan-ikan kecil seperti ikan sardin, selanjutnya ikan-ikan yang lebih besar yang memangsa ikan-ikan kecil seperti tuna, carangid, tenggiri dan lain-lain, sampai akhirnya ikan hiu sebagai inang akhir untuk menyempurnakan siklus hidupnya. Dan yang sangat kompleks siklus hidupnya adalah parasit Nematoda misalnya Anisakis yang melibatkan lebih dari 3 macam inang perantara dan menginfeksi bermacam-macam jenis ikan. Parasit ini dewasa pada mamalia seperti ikan paus dan ikan Dolpin (Palm 2004). Sedangkan untuk Monogenea mempunyai siklus hidup yang langsung yaitu tampa membutuhkan inang perantara. Dengan demikian terinfeksinya ikan oleh spesies monogenea disebabkan oleh persentuhan langsung antara sesama mereka. Dengan demikian terlih at bahwa keberadaan parasit dipengaruhi oleh siklus hidup parasit yang kompleks dan tingkah laku inangnya. Untuk hewan yang hidup di laut maka migrasi mereka diantaranya dipengaruhi oleh migrasi makanannya, yang migrasi tersebut sangat erat kaitannya dengan keberadaan plankton yang sangat dipengaruhi oleh arus. Dari data arus diperlihatkan bahwa di sekitar perairan Sulawesi terdapat beberapa tipe arus, pada perairan di sekitar Sangkarang arah arus dari Utara ke Selatan yang berlaku sepanjang tahun, untuk Laut Sulawesi arah arus dari selatan perairan Philipina mendekati pantai Sulawesi Utara dekat selat Makassar kemudian menyusur ke timur, pantai menuju ke timur sampai ke ujung semenanjung Sulawesi Utara kemudian berbelok kembali ke parairan Philipina Selatan. Sedangkan arah arus di Teluk Bone di pengaruhi oleh pergantian arah arus di perairan Selayar yaitu antara bulan Maret sampai Agustus dari timur ke Barat dan September sampai Pebruari dari Barat ke Timur (Gambar 31).
94
Pebruari
Agustus
April
Oktober
Juni
Desember
Gambar 31. Keadaan arus di Perairan sekitar Sulawesi Selama Setahun dengan interval waktu 2 bulan (Wyrtki 1961). Diduga karena pergantian arus inilah yang menyebabkan ikan tenggiri yang berada di perairan Teluk Bone mempunyai banyak persamaan dengan ikan tenggiri di perairan Kepulauan Sangkarang. Sedangkan ikan tenggiri yang berada di Teluk Tolo, Teluk Tomini dan Laut Sulawesi memperlihatkan komposisi parasit yang berbeda karena perairan di daerah ini mempunyai pola arus yang relatif tetap sepanjang tahun, dengan arah arus yang tidak menyebabkan terjadinya pertemuan arus antara perairan tersebut dengan arus dari perairan lainnya. Data kelimpahan parasit dari Perairan Sulawesi jika dibandingkan dengan studi yang telah dilakukan di Kupang dan Australia yang telah dipublikasikan oleh Lester et al. (2001), memperlihatkan bahwa disamping adanya perbedaan kelimpahan parasit yang berbeda, juga terlihat adanya jenis-jenis parasit tertentu
95
hanya terdapat di Australia dalam kelimpahan yang besar tetapi tidak didapatkan di Perairan Sulawesi. Jenis -jenis parasit yang terdapat di Perairan Australia tetapi tidak terdapat di perairan sekitar Sulawesi yaitu Gotocotyla bivaginalis, Terranova sp., Pterobothrium sp. dan Otobothrium cysticum, demikian pula sebaliknya ada beberapa spesies parasit yang hanya terdapat di Sulawesi yaitu; Bivagina alcedinis, B. autralis, Microcotyle sp., Didymozoon sp., Paratobothrium balli dan L. neopacificum bahkan di perairan Sekitar Sulawesi terdapat spesies yang hanya terdapat pada satu lokasi yaitu L. neopacificum yaitu Laut Sulawesi, sedangkan parasit G. branchi yang keberadaannya di Sulawesi dalam kelimpahan yang rendah yaitu 0,26 – 4.11 ind./ekor tenggiri, di Australia dalam jumlah yang tinggi mencapai 35.62 – 189.05 ind./ekor (Tabel 6). Sedangkan untuk perairan sekitar Kupang meskipun banyak kesamaan dengan fauna parasit Australia, tetapi di Kupang di temukan dalam jumlah yang sangat kecil misalnya Gotocotyla bivaginalis, Pseudocothoracotyla gigantica, Pterobothrium sp., Otobothrium cysticum dan Terranova sp.(Lampiran 3). Hasil analisis komponen utama dari 19 kelimpahan jenis parasit dari 11 observasi untuk Perairan Sulawesi, Kupang dan Australia menunjukkan bahwa sebagian besar (95,07%) ragam terjelaskan pada dua sumbu utama yaitu sumbu F1 (62,80%) dan sumbu F2 (32,26%) dengan nilai akar ciri sumbu utama masingmasing 42.572,78 dan 21.870,64 terlihat pada Eugenvalues (Lampiran 22). Berdasarkan sebaran setiap kelimpahan jenis parasit pada lokasi perairan yang berbeda pada sumbu utama 1 dan 2, serta dengan menggunakan analisis gerombol berdasarkan data koordinat parameter dan observasi pada 5 komponen utama (Lampiran 23) maka dapat dijelaskan bahwa penciri untuk kelimpahan parasit di perairan Sulawesi tidak memperlihatkan penciri yang menonjol sehingga semua nilai bertumpuk di dekat pusat titik 0 yang menunjukkan kelimpahan parasit dari Perairan Sulawesi dan Kupang mempunyai korelasi yang kecil sebagai penciri pada wilaya h perairan Sulawesi dan Kupang. Sehingga dapat dikatakan bahwa karakteristik dari parasit di Perairan Indonesia yaitu Kupang dan Sulawesi dibandingkan dengan kelimpahan parasit ikan tenggiri pada Perairan Australia adalah rendah pada Perairan Indonesia dibandingkan dengan Perairan Australia. Pada Perairan Australia seperti Selat Torres dicirikan oleh
96
tingginya kelimpahan G. branchi, Groot Eylandt dicirikan oleh tingginya parasit Terranova sp dan Onslow oleh tingginya kelimpahan parasit O. cysticum. Untuk perairan sekitar Broom lebih dekat pada Indonesia dalam hal jumlah parasit yang relative sedikit seperti di Perairan Indonesia (Gambar 32). Biplot pada Sumbu 1dan 2 (95,07%) 0.4 Grilliotiella branchi .
Selat Tores
Groot Eylandt
0.2
Sumbu 2 (32,26%)
Gotocotyla secunda 3 1 2 6 4 7 5
0 -1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
Terranova spp.
Broom
0.2
0.4
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8 Onslow Otobothrium cysticum -1
Sumbu 1 (62,80%)
Gambar 32. Grafik analisis komponen utama berdasarkan karateristik kelimpahan jenis parasit pada kelima stasiun untuk sebaran ikan Tenggiri di Sulawesi, Kupang dan Australia Utara.
1: Kepulauan Sangkarang musim hujan 2: Kepulauan Sangkarang musim Kemarau 3: Teluk Bone 4: Teluk Tolo 5: Teluk Tomini 6: Laut Sulawesi 7: Kupang
97
Tabel 6. Australia Kupang dan Sulawesi
98
Hasil analisis gerombol berdasarkan data Tabel 6. menunjukkan bahwa kelimpahan parasit secara keseluruhan pada ikan tenggiri yang berasal dari Sulawesi dan Kupang membentuk satu gerombol, sedangkan perairan Australia membentuk gerombol-gerombol tersendiri (Gambar 33, Lampiran 24). Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar ikan tenggiri di Perairan Sulawesi dan Kupang adalah merupakan stok-stok ikan yang berbeda dengan stok-stok ikan tenggiri di Australia. Fenomena ini memperkuat dugaan sebelumnya bahwa ikan tenggiri Austrlalia tidak pernah memasuki perairan Indonesia atau sebaliknya dan di Australia kemungkinan terdapat beberapa stok populasi ikan tenggiri (Lester et al. 2001; Moore et al. 2003). Penelitian tersebut sudah dibuktikan dengan studi mtDNA yang menemukan rendahnya kesamaan ada perbedaan genetik antara ikan tenggiri asal Kupang dengan ikan tenggiri Australia (More et al. 2003). Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan atau migrasi yang terjadi antara kedua wilayah tersebut. Keadaan ini juga diduga berlaku pada Perairan Sulawesi antara wilayah yang satu dengan yang lain. Dari data diatas terlihat pula bahwa parasit Cestoda (Trypanorhyncha) terlihat lebih rendah, diduga disebabkan oleh rendahnya jumlah inang akhir yaitu ikan-ikan elasmobranch seperti ikan hiu diperairan Kupang dibandingkan Australia (Moore et al. 2003) ,
sehingga
ikan tenggiri tidak
mendapatkan makanan yang terinfeksi oleh parasit-parasit tersebut, keadaan ini diduga berlaku di Perairan Sulawesi dengan rendahnya parasit Cestoda dan Nematoda. Perkiraan terhadap adanya inang final dapat diperkirakan misalnya pada keberadaan prasit Terranova sp. dan G. branchi yang diketahui mempunyai inang final yang sama yaitu ikan hiu, Galeocerto cuvier (Moravev & Justine 2006; Palm 2004). Kedua parasit tersebut sangat tinggi kelimpahannya di Australia dibandingkan dengan dengan di Indonesia, sehingga dapat diperkirakan bahwa keberadaan ikan hiu G. cuvier sangat rendah di perairan Kupang dan Sulawesi dibandingkan dengan Australia.
Hal ini kemungkinan berhubungan dengan
lingkungan perairan yang berbeda pada kedua wilayah tersebut dimana pada perairan Australia adalah perairan terbuka di bandingkan dengan perairan di sekitar Kupang dan Sulawesi yang lebih tertutup.
99
Gambar 33. Dendogram hasil analisis gerombol menggunakan Hierarchical Cluster Analysis, berdasarkan pada kelimpahan parasit ikan tenggiri di Perairan Sulawesi, Kupang dan Australia Utara. Jika dibandingkan karakteristik setiap lokasi yang berdasarkan pada jenis kelimpahan parasit pada lima lokasi diperairan sekitar Sulawesi dan Kupa ng dengan menggunakan Principal Componen Analysis (PCA) didapatkan bahwa dari ke 19 kelimpahan jenis parasit dari 7 observasi untuk Perairan Sulawesi dan Kupang menunjukkan bahwa sebagian besar (71,64%) ragam terjelaskan pada dua sumbu utama yaitu sumbu F1 (50,54%) dan sumbu F2 (21,10%) dengan nilai akar ciri sumbu utama masing-masing 834,52 dan 348,43 terlihat pada Eugenvalues (Lampiran 25). Berdasarkan sebaran setiap kelimpahan jenis parasit pada lokasi perairan yang berbeda pada sumbu utama 1 dan 2, se rta dengan menggunakan analisis gerombol berdasarkan data koordinat parameter dan observasi pada 5 komponen utama (Lampiran 26) maka dapat dijelaskan bahwa Kepulauan Sangkarang dicirikan oleh tingginya kelimpahan parasit Monogenea, G. secunda dan P. multae. Untuk Teluk Bone dicirikan oleh kelimpahan parasit Crustacea, Caligus sp. dan Monogenea, B. alcedenis. Pada Teluk Tolo dicirikan oleh tingginya kelimpahan Trypanorhyncha, C. gracilis dan Teluk Tomini dicirikan oleh Didymozoon sp., sedangkan di Perairan Laut Sulawesi dicirikan oleh L.
100
neopacificum, untuk perairan Kupang tidak mempunyai penciri yang menonjol meskipun demik ian, Perairan Kupang memperlihatkan perbedaan karena mempunyai kelimpahan parasit dengan jenis-jenis yang berbeda dengan Perairan Sulawesi yaitu adanya spesies-spesies parasit yang hanya ada Perairan Kupang tetapi tidak didapatkan di Perairan Sulawesi seperti Gotocotyla bivaginalis, Pseudocothoracotyla gigantica, Pterobothrium sp., Otobothrium cysticum dan Anisakis sp. meskipun dalam kelimpahan yang rendah (Gambar 34). Dengan demikian terlihat bahwa Perairan Kupang merupakan Perairan Peralihan antara Perairan Sulawesi dan Perairan Australia. Biplot pada Sumbu 1dan 2 (71,64%) 0.8
Caligus sp.
0.6
Teluk Bone Teluk Tolo
Bivagina alcedenis 0.4
Pseudothoracotyle ovalis
Sumbu 2 (21,10%)
0.2 Pricea multae
Callitetrarhyncus gracilis
Kepulauan Sangkarang Gotocotyla secunda Musim Hujan
Paratobotrium balli B. australis 0 -0.6
-0.4
-0.2 Grilliotiella branchi Microcotyle sp.
0
0.2
Cybicola armata Pseudothoracotyla Anisakis Pterobothrium sp. cysticum sp gigantica Otobothrium Gotocotyla bivaginalis Terranova spp. -0.2
0.4
0.6
0.8 Laut Sulawesi
Lecithochirium neopacificum
Didymozoon sp. Teluk Tomini -0.4
Kepulauan Sangkarang Musim Kemarau
Kupang
-0.6
Sumbu 1 (50,54%)
Gambar 34. Grafik analisis komponen utama berdasarkan karateristik kelimpahan jenis parasit pada kelima stasiun untuk sebaran ikan tenggiri di Sulawesi dan Kupang. Dari hasil analisis klaster didapatkan pengelompokan atau klaster yang terdiri dari Kepulauan Sangkarang Musim Kemarau dan Hujan dan Teluk Bone, Teluk Tolo, Teluk Tomini, Kupang dan Laut Sulawesi (Gambar 35). Adanya
101
kedekatan kelimpahan parasit pada Perairan Kupang dan Teluk Tomini hanya disebabkan oleh adanya beberapa jenis kelimpahan parasit.
Gambar 35.
Dendogram hasil analisis gerombol menggunakan Hierarchical Cluster Analysis, berdasarkan pada kelimpahan parasit ikan tenggiri di Perairan Sulawesi dan Kupang.
Pada penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kemungkinan di Sulawesi terdapat 4 (empat) gerombol berdasarkan kelimpahan parasit pada ikan tenggiri yang diduga menggambarkan adanya stok ikan tenggiri yang berbeda di perairan Sulawesi yaitu (1). Gerombol Kepulauan Sangkarang, (2). Teluk Bone , (3). Teluk Tolo, (4). Teluk Tomini, (5). Laut Sulawesi dan (6) Kupang. Untuk Kupang, kelimpahan parasitnya lebih mirip dengan kelimpahan parasit di Sulawesi sehingga diduga stok populasi ikan di perairan tersebut kemungkinan membentuk satu stok populasi tersendiri berbeda dari Austrlia .
Untuk stok populasi ikan
tenggiri di Australia merupakan stok ikan tenggiri yang terpisah dengan stok ikan tenggiri yang ada di Indonesia, yang dapat dilihat dari hasil analisis klaster (Gambar 28) dan telah dibuktikan dengan hasil penelitian secara genetik (Shaklee et al. 1990 diacuh dalam Moore et al. 2003). Tingginya kelimpahan parasit utamanya pada Cestoda dan Nematoda yang membutuhkan inang perantara dan inang akhir di perairan Australia Utara diduga disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana perairan Sulawesi dan Kupang merupakan perairan dalam yang relatif tertutup sehingga inang akhir seperti ikan
102
hiu populasinya lebih sedikit di bandingkan dengan Australia Utara yang merupakan wilayah yang terbuka dengan jumlah populasi ikan hiunya lebih besar. Dari perbandingan data kelimpahan parasit di Australia dan Indonesia (Tabel 6) terlihat jelas bahwa ikan-ikan tenggiri Indonesia sangat sedikit parasitnya dibandingkan dengan ikan tenggiri yang berasal dari perairan Australia sehingga ikan tenggiri dari Indonesia lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan ikan tenggiri Australia untuk di konsumsi. Adanya kelimpahan yang terjadi dan perbedaan spesies parasit yang didapatkan, menggambarkan lingkungan dan ruaya ikan seperti keberadaan inang, jenis makanan yang dimakan serta faktor fisika dan kimia suatu perairan yang mempengaruhi baik langsung atau tidak langsung berupa pengaruh pada inang atau makanan yang berhubungannya dengan siklus hidup parasit, sehingga keberadaan parasit pada inang dapat menggambarkan dari mana inang tersebut berasal. Dengan demikian parasit dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk membedakan stok populasi ikan yang sangat penting pada manajemen sumber daya perikanan.
Keberadaan Parasit pada Musim yang Berbeda di Sulawesi Pengamatan menurut musim yang dilakukan pada daerah Kepulauan Sangkarang memperlihat bahwa ada perbedaan kelimpahan parasit pada tubuh ikan berdasarkan musim, meskipun hal ini tidak terjadi pada semua jenis parasit. Perbedaan tersebut diperlihatkan oleh beberapa jenis yang memperlihatkan kelimpahan (kelimpahan) yang beda bermakna menurut musim (Tabel 7). Perbedaan tersebut dalam bentuk peningkatan jumlah kelimpahan atau penurunan. Dari sekitar 12 spesies parasit yang ditemukan pada lokasi tersebut terdapat 5 spesies parasit yang beda bermakna pada kedua musim tersebut yaitu: Pricea multae, Pseudothoracotyle ovalis, Bivagina alcedenis, B. australis dan Didymozoon sp. Dari kelima spesies mayoritasnya adalah ektoparasit monogenea dan satu Digenea. Parasit yang mengalami peningkatan secara signifikan pada musim hujan ke musim kemarau yaitu P. multae yang meningkat dari 15,80 ind./ekor ikan pada musim hujan meningkat menjadi 17,40 ind./ekor ikan pada musim kemarau, P. ovalis dari 6,12 ind./ekor ikan pada musim hujan sedikit
103
meningkat menjadi 6,72 ind./ekor ikan pada musim kemarau dan B. autralis yang juga sedikit meningkat meningkat dari 1,63 ind./ekor ikan pada musim hujan meningkat menjadi menjadi 2,50 ind./ekor ikan pada musim kemarau. Sedangakan yang mengalami peningkatan secara signifikan pada dari musim kemarau ke musim hujan ada 2 spesies yaitu: Bivagina alcedenis yang mengalami peningkatan dari 3,05 ind./ekor ikan dan prevalensi 47,50% pada musim kemarau menjadi 9,87 ind./ekor ikan dan prevalensi 72,50%, serta Didymozoon sp. yang mengalami peningkatan dari musim kemarau yang hanya 0,28 ind./ekor ikan menjadi 9,98 ind./ekor ikan pada musim hujan dengan prevalensi yang juga sangat meningkat yaitu dari 7,50% menjadi 92,50%. Pada parasit lainnya seperti Copepoda: Cybicola armata, Caligus spp., Cestoda: Grilliotiella branchi, Callitetrarhynchus gracilis, Nematoda: Terranova sp., serta Gotocotyla secunda, Microcotyle sp. yang tidak beda bermakna . Adanya beberapa spesies yang kelimpahannya beda bermakna menurut musim menunjukkan bahwa ada pola fluktuasi parasit pada jenis-jenis parasit tertentu. Pada parasit monogenea yang mempunyai siklus hidup langsung tampa inang perantara dan sebagai ektoparasit maka peranan faktor lingkungan utamanya kimia dan fisika air yang berhubungan dengan siklus hidupnya diduga berperan dalam fluktuasi tersebut.
104
Tabel 7. Prevalensi dan kelimpahan parasit ikan tenggiri di Kepulauan Sangkarang pada musim hujan dan musim kemarau.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Nama spesies Gotocotyla secunda Bivagina australis Bivagina alcedenis Microcotyle sp Pricea multae Pseudothoracotyle ovalis Grilliotiella branchi Callitetrarhynchus gracilis Didymozoon sp. Terranova sp. Cybicola armata Caligus sp.
WAKTU PENGAMBILAN SAMPLE Musim Hujan Musim Kemarau Int. (ind./ Prev. Int. (ind./ Prev.(%) ekor) (%) ekor) 92,50 34,84 100,00 27,33 20,00 1,63a 5,00 2,50 b a 72,50 9,97 47,50 3,05 b 0,00 0,00 5,00 0,05 75,00 15,80a 100,00 17,40 b 62,50 6,12a 80,00 6,72 b a 2,50 0,35 12,50 0,18 b 7,50 92,50 7,50 92,50 62,50
1,33 9,98a 1,00 8,54 4,33
2,50 7,50 10,00 90,00 40,00
1,00 0,28 b 2,50 4,83 2,38
Huruf yang berbeda menunjukkaa adanya perbedaan bermakna kelimpahan parasit pada lokasi yang berbeda (Mann-Whitney test, P<0,05) (Lampiran 42). Sedangkan untuk digenea, Didymozoon sp. yang terdapat pada ikan tenggiri dalam bentuk metacercaria, dalam siklus hidupnya membutuhkan inang perantara sehingga fluktuasi tersebut diduga disebabkan oleh keberadaan inang perantara yang memproduksi cercaria atau pada musim hujan diduga inang perantara yang memproduksi
cercaria
biasanya
inverbr ata seperti mollusca , mengalami
peningkatan dibandingkan dengan musim kemarau.
Infeksi Trematoda pada
Mollusca (Gastropoda: Hydrobiidae) meningkat pada musim panas dibandingkan dengan musim
dingin (Latama
1992), dan keberadaan parasit tersebut
mempengaruhi daya tahan organisme tersebut terhadap kondisi ekstrim, misalnya kondisi ketiadaan oksigen dan kekeringan (Jensen et al. 1996). Salah satu faktor yang penting pada siklus hidup parasit dan tingginya infeksi pada inang adalah suhu yang mempengaruhi sik lus hidup parasit, dinamika populasi, tingkah laku makan dan siklus hidup dari ikan (William & Jones 1994). Selanjutnya dikatakan bahwa suhu mempengaruhi respon kekebalan tubuh inang yang merupakan faktor yang penting pada variasi musim dalam hal daya tahan inang pada infeksi.
Di daerah subtropik infeksi parasit umumnya mencapai
105
puncaknya pada saat musim panas kecuali beberapa jenis prasit yang tidak tahan terhadap suhu yang tinggi yaitu diatas 10 0C, seperti: Cyayhocephalus truncatus dan Crepidostomum metoecus (Awachie 1968; Chubb 1979 diacu dalam William and Jones 1994).
Kennedy (1969 diacu dalam William & Jones 1994)
melaporkan bahwa ada parasit yang kehadirannya bersifat musiman seperti cacing pita Caryophyllaeus laticeps yang menginfeksi ikan pada bulan Desember dan Maret, dan parasit mengalami kematangan pada bulan April dan Mei dan menghilang pada bulan Juli. Mereka menduga bahwa kematangan parasit tersebut diatur oleh tingkat hormon pada ikan. Di daerah tropik seperti Indonesia studi seperti ini sangat jarang dilakukan. Dari hasil yang didapatkan, kemungkinan pola-pola seperti ini didapatkan meskipun tidak seekstrim yang terjadi di daerah yang perbedaan suhu perairannya pada setiap musim sangat menyolok. Faktor yang mungkin berpengaruh di daerah seperti Indonesia kemungkinan adalah perbedaan salinitas antara musim huja n dan musim kemarau perlu dikaji.
Hubungan Jumlah Parasit dengan Ukuran Ikan Dari data korelasi antara ukuran ikan dengan jumlah parasit memperlihatkan bahwa semua jenis parasit tidak mempunyai korelasi (Lampiran 16), sehingga diduga bahwa ikan-ikan yang berbeda ukuran mempunyai feeding ground daerah mencari makanan dan schooling (gerombolan ikan) yang sama. Dari hasil analisis korelasi dan regresi berganda didapatkan bahwa keberadaan parasit pada umumnya mempunyai korelasi yang lemah terhadap panjang ikan tenggiri yaitu: Y = 75 – 0,7948X1 – 0,3909X2 + 0,91575X 3 + 0,9008X 4 , (r = 0.407016) (P< 0,05). (X 1 = Caligus sp, X2= P. multea, X3 = B. australis, X4= C. gracilis) (Lampiran 28). Sedangkan hubungan regresi sederhana antara kelimpahan setiap jenis parasit dengan panjang ikan tenggiri
yang terinfeksi memperlihatkan 3
spesies berkorelasi secara signifikan (Tabel 8) (Lampiran 29-41), meskipun demikian korelasinya sangat rendah yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang kecil sekitar 8 – 20 %, sehingga dapat dikatakan bahwa kelimpahan parasit pada ikan tenggiri tersebut sebagian besar tidak dipengaruhi oleh ukuran atau umur
106
ikan, yang dapat diduga bahwa parasit-parasit tersebut dan inangnya telah terjadi adaptasi sehingga jumlah parasit pada tubuh ikan dalam jumlah yang relative tetap sepanjang tahun selama hidup ikan tenggiri.
Kemungkinan lainnya yaitu di
perairan Sulawesi, ikan tenggiri dalam ukuran yang berbeda membentuk satu grup (schooling) yang sama dan daerah makanan (feeding ground) pada tempat yang sama.
Hal ini juga mengindikasikan bahwa parasit-parasit tersebut dalam
menginfeksi ikan tenggiri di Perairan Sulawesi, tidak melakukan pemilihan ukuran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa parasit yang menginfeksi ikan tenggiri tidak tergantung pada umur dan ukuran ikan dan diduga bahwa ikan-ikan yang tertangkap pada penelitian ini dengan kisaran 56,00 cm (1.200 g) – 126,50 cm (13,200 kg), membentuk satu schooling. Tabel 8. Hasil analisis regresi antara kelimpahan setiap jenis parasit dan ukuran ikan tenggiri yang terinfeksi di perairan sekitar Sulawesi.
Nama Spesies Gotocotyla secunda Bivagina australis B. alcedenis Microcotyle sp. Pricea multea Pseudothoracotyle ovalis Didymozo on sp. Grilliotiella branchi Callitetrarhyncus gracilis Paratobotrium balli Terranova sp. Cybicola armata Caligus sp.
N 170 61 130 13 156 145 89 9 16 9 7 148 49
Y = a + bx Y = 82.02 - 0,05X Y = 85,70 + 0,62X Y = 79,63 + 0,22X Y = 88,35 - 1,18X Y = 84,81 - 0,36X Y = 79,09 + 0,07X Y = 79,93 + 0,02X Y = 85,47 - 0,83X Y = 87,48 - 0,77X Y = 96,99 - 0,14X Y = 82,88 - 2,56X Y = 80,87 + 0,02X Y = 84,07 - 1,71X
r2 0,008 0,089 0,016 0,038 0,146 0,002 0,000 0,214 0,160 0,036 0,074 0.000 0,198
P<0,05 0,236 0,021* 0,082 0,541 0,000* 0,591 0,909 0,248 0,139 0,651 0,600 0,929 0,010*
* Menunjukkaa adanya hubungan regresi bermakna antara kelimpahan parasit dengan panjang total ikan (P<0,05) (Lampiran 29-41).
107