HASIL DAN KOMPONEN HASIL GALUR HARAPAN KACANG TANAH PADA BERAGAM TATA LETAK DAN POPULASI TANAMAN Agustina A. Rahmianna, Joko Purnomo, dan Herdina Pratiwi Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl Raya Kendalpayak Km 8 Malang. PO Box 66 Malang 65101 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Populasi tanaman kacang tanah sangat mempengaruhi hasil polong. Teknologi budi daya kacang tanah secara umum merekomendasikan jarak tanam 40 cm x 10 cm, satu tanaman per lubang sehingga diperoleh populasi penuh 250.000 tanaman per hektar. Namun, mempertahankan populasi tanaman tersebut hingga panen lah sangat sulit. Kenyataannya, potensi genetik suatu genotipe tidak selalu muncul ketika ditanam, sehingga perlu didukung oleh teknologi budi daya yang mampu memunculkan potensi hasilnya. Dengan mengatur tata letak dan populasi tanaman sedemikian rupa akan diperoleh lingkungan yang dapat memunculkan potensi genetik genotipe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata letak tanaman dan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap populasi tanaman pada saat panen. Populasi tanaman saat panen hanya 74–84% dari populasi awal karena tanaman mati tertular penyakit layu. Produktivitas tanaman berkorelasi negatif dengan populasi tanaman pada saat panen. Hal ini berarti peningkatan populasi tanaman akan menurunkan bobot polong kering per tanaman. Intensitas penyakit bercak daun meningkat seiring dengan peningkatan populasi tanaman. Komponen pertumbuhan vegetatif tanaman yang berkorelasi positif dengan hasil polong kering per satuan luas adalah tinggi tanaman dan bobot brangkasan kering. Komponen pertumbuhan generatif yang berkorelasi positif dengan hasil polong adalah indeks panen. Hasil polong kering per satuan luas berkorelasi positif dengan populasi tanaman pada saat panen. Kata kunci: populasi tanaman, jarak tanam, hasil polong, kacang tanah
ABSTRACT Pod yield and yield components of groundnut promising line under several plant arrangements and plant populations. Plant population of groundnut crop is very affecting pod yield. Groundnut cultural practices, in general, recommends plant spacing of 40 cm x 10 cm, one plant per hill that completely results in 250 thousand plants in 1 hectare. But, keeps that complete plant population during the growing season is so difficult. Moreover, genetic potential owned by certain genotype do not always express when that genotype is grown. Once that genotype is grown, therefore, it is very necessary to support these cultural practices that enabling the genotype to express its yield potential. It is expected that by governing plant arrangement dan plant population in such away there will be met the condition that facilitate the expression of its yield potential. The experiment was conducted in farmer’s field at jepara region during June–September 2010. There were six plant population and plant arrangement combinations, which arranged in randomized completely block design, 3 replicates. Observations were conducted on vegetative and generative growth components as well as on pod yield. The results indicated that plant arrangement dan plant spacing did not significantly influence plant population at harvesting time. The harvested population was in the range 74– 84% of its full population, because the plants wilted as a result of Ralstonia solanacearum bacterium infection during the growing season. The productivity per plant was negatively related to plant population at harvesting time. It means that plant population increase would reduce dry pod yield per plant. The intensity of leafspot disease was increased by increasing
410
Rahmianna et al.: Hasil Galur Harapan Kacang Tanah, Tata Letak, dan Populasi Tanaman
plant population at harvesting time. Vegetative component that positively correlated with pod yield per hectare was plant height and dried haulm production. Whilst generative component that positively correlated with pod yield was harvest index. Dried pod yield per hectare positively correlated with plant population at harvesting time. Key words: plant population, plant spacing, pod yield, groundnut
PENDAHULUAN Populasi tanaman pada saat panen merupakan fungsi dari hasil. Tanggap tanaman terhadap populasi tanaman dapat berbentuk linier maupun parabolik. Hasil akan meningkat dan konstan setelah mencapai maksimum dan hasil akan meningkat tetapi kemudian menurun setelah batas optimum terlampaui. Hasil polong maksimal dicapai pada populasi tanaman tertentu. Populasi dan jarak tanam beragam, bergantung pada tekstur tanah, pola tanam, kesuburan tanah dan musim tanam, juga tingkat penutupan kanopi tanaman dan lengas tanah. Sebagai tanaman yang tidak membentuk anakan, populasi tanaman kacang tanah per satuan luas mempengaruhi hasil polong. Teknologi budi daya kacang tanah secara umum merekomendasikan jarak tanam 40 cm x 10 cm, satu tanaman per lubang, sehingga diperoleh populasi penuh 250.000 tanaman per hektar. Jarak antarbaris 40 cm menghasilkan kanopi tanaman kacang tanah yang optimal. Peningkatan populasi tanaman tidak nyata meningkatkan hasil dan secara ekonomis tidak menambah keuntungan. Namun populasi tanaman yang dipanen tidak pernah diketahui secara pasti, dan mempertahankan populasi tersebut hingga panen tiba sangat sulit. Selain populasi, tata letak tanaman juga berpeluang untuk menciptakan lingkungan fisik yang optimal bagi tanaman untuk tumbuh maksimal. Kacang tanah menjadi pilihan untuk dibudi dayakan karena secara teknis agronomis efisien terhadap air dibanding padi atau palawija lain, sedangkan secara ekonomis memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibanding komoditas tanaman pangan lain. Varietas unggul dengan potensi hasil tinggi akan menjadi komponen teknologi produksi yang efisien bagi petani, dan dapat meningkatkan produksi nasional. Ketika ditanam, potensi tersebut tidak selalu muncul. Oleh karena itu, penggunaan varietas perlu didukung oleh teknologi budi daya yang mampu memunculkan potensi hasilnya. Pengaturan tata letak dan populasi tanaman sedemikian rupa akan memberikan kondisi lingkungan yang dapat memunculkan potensi genetik. Galur harapan No 51 (GH 51) yaitu calon varietas unggul yang saat ini sedang diusahakan untuk dilepas sebagai varietas unggul baru memiliki potensi hasil 3,6 t/ha polong kering, dengan produktivitas rata-rata 2,7 t/ha polong kering. Genotipe ini toleran terhadap kekeringan, dan tahan terhadap penyakit layu bakteri. Satu sifat unggul yang spesial adalah rendah cemaran aflatoksin (Purnomo 2012). Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan teknologi jarak tanam dan populasi tanaman yang mampu mendukung galur harapan kacang tanah mengekspresikan potansi genetiknya. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Alfisol di Kab. Jepara, Jawa Tengah, pada Juni–September 2010. Penelitian disusun berdasar rancangan acak kelompok satu faktor dengan tiga ulangan. Perlakuan adalah T1 = baris tunggal dengan jarak tanam 30 cm x 10
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
411
cm, satu benih/lubang; T2 = baris ganda dengan jarak tanam 60 cm antarbaris ganda dan 30 cm di dalam baris ganda x 10 cm di dalam masing-masing barisan dengan satu tanaman/lubang; T3 = baris tunggal dengan jarak tanam 25 cm x 10 cm, satu tanaman/ lubang; T4 = baris tunggal dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, satu dan dua benih/ lubang berselang-seling; T5 = baris tunggal dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm, satu benih/lubang; dan T6 = baris tunggal dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm, dua benih/ lubang. Populasi tanaman pada saat tanam dapat dilihat pada Tabel 1. GH 51 digunakan sebagai bahan pertanaman. Galur ini adalah calon varietas unggul dengan keunggulan toleran kekeringan dan kontaminasi aflatoksin rendah. Pupuk dasar yang digunakan adalah 300 kg/ha pupuk majemuk Phonska dan 1,5 t/ha pupuk kandang. Pupuk kandang diberikan pada saat tanam. Pupuk Phonska diberikan seluruhnya pada saat tanaman berumur 2 minggu pada alur di samping barisan tanaman. Tabel 1. Populasi dan tata letak tanaman kacang tanah. Kab. Jepara, Juni–September 2010. Perlakuan
Jarak tanam (cm)
Jumlah benih/lubang
T1 T2 T3 T4 T5 T6
30 x 10 60 x (30 x 10) 25 x 10 40 x 15 40 x 10 40 x 20
1 1 1 1 dan 2 berselang-seling 1 2
Populasi tanaman saat tanam (rumpun/ha) 325.000 250.000 400.000 230.000 250.000 250.000
Ukuran anak petak adalah 6 m x 4 m, pengolahan tanah dilakukan hingga dicapai kondisi gembur. Lubang tanam dibuat dengan tugal dengan tata letak tanaman sesuai perlakuan. Sebelum ditanam, benih diberi fungisida Kaptan dengan dosis 5 g/kg benih. Pengendalian gulma dilakukan dua kali, yaitu pada 21 dan 45 hari setelah tanam (HST). Fungisida kimia metil tiofanat dan bitertanol diaplikasikan masing-masing pada 7 dan 9 minggu setelah tanam (MST). Pengamatan meliputi populasi tanaman, vigor tanaman pada umur 14 hari. Pada saat panen diamati bobot polong segar dan populasi tanaman/20 m2. Pengamatan pada 10 tanaman contoh dilakukan untuk tinggi tanaman, bobot brangkasan segar dan kering, bobot polong segar dan kering, bobot 100 biji, rendemen bobot polong isi yang tua pada kondisi kering dan bersih dari kotoran terhadap bobot 1 kg polong segar pada saat panen, bobot 100 polong, dan indeks panen.
HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Tanaman Pada saat tanam, semua perlakuan mempunyai populasi tanaman berkisar antara 230 hingga 400 ribu per hektar. Keragaman populasi ini dihasilkan dari aneka jarak dan tata letak tanaman (Tabel 1). Pada saat tanaman berumur 23 hari dilakukan pengamatan terhadap jumlah tanaman tumbuh pada semua petak. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa populasi tanaman berkurang dari 100% pada saat tanam menjadi 86,2–93,8% (Tabel 2). Penurunan jumlah tanaman pada perlakuan T1, T2 dan T5 berkisar antara 11,9–13,8%, lebih tinggi dari perlakuan T3, T4 dan T6 yang berkisar antara 6,2–9,2% (Tabel 2). 412
Rahmianna et al.: Hasil Galur Harapan Kacang Tanah, Tata Letak, dan Populasi Tanaman
Pada saat panen, populasi tanaman banyak berkurang terutama pada perlakuan T4 (25,6%), diikuti oleh T5 dan T6 masing-masing dengan penurunan populasi 22,9% dan 21,2% (Tabel 2). Populasi tanaman terus berkurang mulai dari fase pertumbuhan hingga panen. Tanaman mati akibat infeksi penyakit layu yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum. Dengan mempertimbangkan jumlah tanaman hidup, maka berdasar Tan et al 1994 dalam Rahayu 2011 dapat disimpulkan bahwa GH 51 mempunyai tingkat ketahanan sedang terhadap bakteri Ralstonia solanacearum di lokasi pengujian Jepara. Beberapa peneliti dalam Rahayu (2011) menginformasikan bahwa varietas yang peka terhadap bakteri Ralstonia solanacearum, tingkat kematian tanaman 65%, bahkan dapat mencapai 100% pada varietas rentan yang ditanam pada lokasi dengan infestasi bakteri Ralstonia solanacearum tinggi, sehingga kehilangan hasil dapat mencapai 100% (Nugrahaeni 2011). Tabel 2. Perlakuan
T1 T2 T3 T4 T5 T6
Populasi tanaman kacang tanah pada umur 23 hari dan saat panen pada enam perlakuan populasi dan tata letak tanaman. Kab. Jepara, Juni–September, 2010. Populasi tanaman saat tanam (%)
Populasi tanaman pada 23 HST (%)
Jumlah tanaman saat panen (%)
100 100 100 100 100 100
88,1 87,7 90,8 93,8 86,2 91,6
81,4 84,1 79,7 74,4 77,1 78,8
Jumlah tanaman mati selama pertumbuhan tanaman (%) 18,6 15,9 20,3 25,6 22,9 21,2
Populasi yang tinggi pada perlakuan T3 menyebabkan beberapa tanaman berbunga lebih awal. Dengan kata lain, tanaman dengan populasi padat dirangsang untuk menghentikan pertumbuhan fase vegetatif dan masuk ke fase pembungaan lebih awal. Penghentian pertumbuhan vegetatif kemungkinan juga karena kanopi antarbaris tanaman sudah menutup. Hal ini sangat mungkin melihat jarak antarbaris tanaman yang hanya 25 cm. Kanopi tanaman pada perlakuan-perlakuan lain dengan jarak antarbaris lebih dari 25 cm (30 dan 40 cm) belum menutup, lebar kanopi berkisar antara 18–30 cm. Pengaruh Populasi dan Tata Letak Tanaman terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Tinggi tanaman dan bobot brangkasan yang diamati pada saat panen tidak berbeda antarpopulasi tanaman (Tabel 3). Kacang tanah pada perlakuan T1 dan T3 dengan jarak antarbaris yang rapat (25–30 cm) memiliki tinggi tanaman relatif sama dengan jarak tanam lebar (40–60 cm) pada perlakuan T2, T4, T5 dan T6. Demikian pula tanaman yang tumbuh sendiri dalam satu lubang (perlakuan T5), mempunyai tinggi tanaman yang sama dengan tanaman yang tumbuh berdua dalam satu lubang (perlakuanT6). Analisis sidik ragam tidak menunjukkan pengaruh nyata populasi saat panen terhadap tinggi tanaman meskipun terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi populasi, tanaman semakin tinggi. Hasil penelitian Nwokwu (2011) menunjukkan bahwa pada jarak tanam 20 cm x 15 cm tanaman lebih tinggi dibanding jarak tanam 30 cm x 15 cm dan 40 cm x 15 cm. Populasi riil saat panen berkorelasi positif (r: 0,5427**) dengan tinggi tanaman (Tabel 5). Melihat
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
413
koefisien korelasinya, tampak bahwa tinggi tanaman juga dipengaruhi oleh faktor lain di luar populasi saat panen. Tabel 3. Perla-kuan
T1 T2 T3 T4 T5 T6 BNT
Pertumbuhan vegetatif kacang tanah pada enam perlakuan jarak tanam dan populasi tanaman. Kab. Jepara, Juni–September, 2010. Jarak tanam (cm) 30 x 10 60 x (30 x 10) 25 x 10 40 x 15 40 x 10 40 x 20
Jumlah tanaman per lubang 1 1 1 1 dan 2 selang seling 1 2
Populasi tanaman dipanen/ha 264.500 b 210.167 c 318.833 a 171.167 c
Tinggi tanaman (cm) 55,1a 53,7a 60,6a 54,9a
Bobot brangkasan kering (g/5 tan) 124,4 a 155,6 a 116,0 a 141,8 a
192.667 c 197.000 c 5%
54,3a 54,4a ns
155,9 a 125,7 a ns
Angka selajur yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasar uji beda nyata terkecil pada taraf 5%.
Tanaman yang ditanam pada jarak tanam rapat (T1 dan T3) cenderung menghasilkan brangkasan dengan bobot lebih rendah dari tanaman yang ditanam dengan jarak tanam lebar T2, T4 dan T5. Pada perlakuan T6, produksi hijauan cenderung lebih rendah dari perlakuan T5 dan T4 yang juga mempunyai jarak antarbaris 40 cm. Hal ini kemungkinan karena jumlah tanaman per lubang berbeda. Perlakuan T6 dengan dua tanaman per lubang menyebabkan tingkat persaingan hara, air, dan cahaya lebih tinggi dibanding satu tanaman per lubang. Akibatnya, hijauan yang dihasilkan lebih rendah (Tabel 3). Meskipun bobot brangkasan kering tidak berbeda nyata antarpopulasi tanaman, namun bobot brangkasan nyata berkorelasi negatif (r: -0,542**) dengan populasi tanaman pada saat panen (Tabel 5). Pengaruh Populasi dan Tata Letak Tanaman terhadap Pertumbuhan Generatif Tanaman Komponen pertumbuhan generatif yang diamati adalah bobot polong yang mencerminkan produktivitas tanaman. Perlakuan T2 dengan jarak tanam 60 cm antarbaris ganda, 30 cm di dalam baris ganda, dan 10 cm antarlubang dalam barisan menghasilkan polong kering paling tinggi, dan sama dengan bobot polong pada perlakuan T4 dan T5. Ketiga perlakuan mempunyai jarak antarbaris yang lebar, 40 cm pada perlakuan T4 dan T5 bahkan 60 cm pada perlakuan T2. Sebaliknya, tanaman yang ditanam dengan jarak antarbaris yang sempit, 25 dan 30 cm pada perlakuan T1 dan T3 mempunyai produktivitas lebih rendah (Tabel 4). Jumlah tanaman per lubang juga cenderung mempengaruhi produktivitas. Hal ini terlihat dari hasil polong pada perlakuan T6 yang cenderung lebih rendah (21,7 %) dari T5 meskipun juga mempunyai jarak antarbaris 40 cm (Tabel 4). Populasi dan tata letak tanaman berpengaruh nyata terhadap ukuran polong dan biji dengan pola yang sama. Populasi tanaman tinggi (>200 ribu/ha) cenderung menghasilkan polong dan biji dengan ukuran lebih besar daripada populasi rendah (<200 ribu/ha) (Tabel 4). Hal ini didukung oleh Naim et al. (2011) yang menyatakan bahwa 17 tanaman/m2 cenderung menghasilkan bobot biji lebih tinggi dari populasi yang lebih rendah.
414
Rahmianna et al.: Hasil Galur Harapan Kacang Tanah, Tata Letak, dan Populasi Tanaman
Namun, Howlader et al. (2009) dan Nwokwu (2011) menyatakan sebaliknya. Howlader et al. (2009) menyatakan bahwa bobot 100 biji dipengaruhi oleh faktor genetik, bukan jarak tanam. Nwokwu (2011) menyatakan bahwa ukuran biji lebih dipengaruhi oleh aplikasi pupuk P daripada jarak tanam. Tabel 4.
Pertumbuhan generatif tanaman kacang tanah pada enam perlakuan jarak tanam dan populasi tanaman. Kab. Jepara, Juni–September, 2010.
Perlakuan
Populasi tanaman dipanen/ha
Jarak tanam (cm)
Jumlah tanaman per lubang
T1 T2 T3 T4
264.500 b 210.167 c 318.833 a 171.167 c
30 x 10 60 x (30 x 10) 25 x 10 40 x 15
T5 T6 BNT
192.667 c 197.000 c 5%
40 x 10 40 x 20
1 1 1 1 dan 2 selang seling 1 2
Bobot polong kering (g/5 tan) 82,2 c 113,6 a 67,7 c 109,0 ab
Ukuran polong (g/100 polong)
Ukuran biji (g/100 biji)
109,4 a 105,0 ab 106,1 ab 103,4 abc
44,8 a 41,5 abc 42,5 ab 40,9 bc
109,3 ab 85,5 bc 5%
98,2 bc 96,7 c 5%
38,5 c 37,8 c 5%
Angka selajur yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasar uji beda nyata terkecil pada taraf 5%.
Secara umum produktivitas per tanaman nyata berkorelasi negatif dengan populasi tanaman pada saat panen (r: -0,711***). Hal ini berarti bahwa peningkatan populasi tanaman akan menurunkan produktivitas/bobot polong kering per tanaman. Intensitas penyakit bercak daun meningkat seiring dengan peningkatan populasi tanaman (r: 0,553**), namun produktivitas tanaman tidak berkorelasi nyata dengan intensitas penyakit karat. Ukuran polong tidak berkorelasi dengan populasi tanaman dipanen, sedangkan ukuran biji menunjukkan hal sebaliknya (Tabel 5). Tabel 5.
Koefisien korelasi komponen pertumbuhan vegetatif dan generatif serta komponen hasil kacang tanah pada enam populasi pada saat panen. Kab. Jepara, Juni–September 2010. Pop saat panen/ ha
Tinggi tan (cm)
Pop saat panen/ha
1
Tinggi tanaman
0,547 ** -0,542 **
0,547 ** 1 -0,265 ns
-0,711 ** 0,395 ns
Bobot brangkasan kering/5 tan Bobot polong kering/ 5 tan Ukuran polong (g/100 polong) Ukuran biji (g/100 biji)
Bobot brangkasan kering /5 tan -0,542 ** -0,265 Ns 1
Bobot polong kering/ 5 tan -0,711 *** -0,652 *** 0,777 ***
Ukuran polong (g/100 polong) 0,395 ns -0,073 ns 0,019 ns
Ukuran biji (g/100 biji) 0,438 * -0,040 ns -0,065 ns
Skor peny. bercak daun 0,553 ** 0,647 *** -0,088 ns
Skor peny. karat daun 0,207 ns 0,172 Ns -0,525 ns
-0,652 **
0,777 ***
1
0,030 ns
-0,066 ns
-0,370 ns
-0,392 ns
-0,073 ns
0,019 ns
0,030 ns
1
0,911 ***
0,236 ns
0,032 ns
0,911 *** 0,236 ns 0,032 ns
1
0,087 ns 1
-0,098 Ns 0,283 Ns 1
0,438 -0,040 -0,065 -0,066 * Ns Ns ns 0,553 0,647 -0,088 -0,370 Skor peny bercak daun ** *** ns ns 0,172 -0,525 -0,392 0,207 Skor peny karat daun ns ns ns ns *,**,**,: nyata pada batas peluang 10, 5 dan 5%, ns: tidak nyata
0,087 ns -0,098 ns
0,283 ns
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
415
Secara umum produktivitas per tanaman nyata berkorelasi negatif dengan populasi tanaman pada saat panen (r: -0,711***). Hal ini berarti bahwa peningkatan populasi tanaman akan menurunkan produktivitas/bobot polong kering per tanaman. Intensitas penyakit bercak daun meningkat seiring dengan peningkatan populasi tanaman (r: 0,553**), namun produktivitas tanaman tidak berkorelasi nyata dengan intensitas penyakit karat. Ukuran polong tidak berkorelasi dengan populasi tanaman dipanen, sedangkan ukuran biji menunjukkan hal sebaliknya (Tabel 5). Populasi tanaman saat panen berkorelasi positif dengan tinggi tanaman dan intensitas penyakit bercak daun. Sebaliknya, populasi tanaman berkorelasi negatif dengan bobot brangkasan kering dan bobot polong kering per tanaman. Populasi tanaman 171 ribu tanaman/ha memberikan indeks panen tertinggi. Sebaliknya, populasi tertinggi, 318 ribu tanaman dipanen/ha, memberikan indeks panen paling rendah (Tabel 6). Dengan demikian populasi tanaman sangat menentukan efektivitas tanaman dalam menghasilkan polong. Semakin rendah populasi tanaman atau semakin luas ruang antartanaman, maka semakin efektif tanaman menghasilkan polong karena rendahnya kompetisi antartanaman atau antarbagian tanaman untuk nutrisi, lengas tanah, cahaya matahari maupun karbon dioksida. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nowlader et al. (2009) dan Nwokwu (2011). Tabel 6.
Pertumbuhan dan komponen hasil kacang tanah pada enam perlakuan jarak tanam dan populasi tanaman. Kab. Jepara, Juni–September, 2010.
Perlakuan T1 T2 T3 T4 T5 T6 LSD
Jarak tanam (cm) 30 x 10 60 x (30 x 10) 25 x 10 40 x 15 40 x 10 40 x 20
Populasi tanaman dipanen per hektar 264500 b 210167 c 318833 a 171167 c 192667 c 197000 c 5%
Indeks panen 0,28 b 0,28 b 0,25 c 0,30 a 0,27 bc 0,26 c 5%
Angka selajur yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasar uji beda nyata terkecil pada taraf 5%.
Indeks panen yang merupakan nisbah hasil ekonomis terhadap hasil biologis berkorelasi negatif dengan populasi tanaman saat panen, hasil polong kering per satuan luas, dan tinggi tanaman, namun berkorelasi positif dengan bobot polong kering per tanaman (Tabel 7). Dengan melihat koefisien korelasinya, ternyata pengaruh tinggi tanaman paling kuat, diikuti oleh bobot polong kering per tanaman. Semakin pendek tanaman, semakin rendah pertumbuhan vegetatif atau hasil biomas, dan semakin tinggi bobot polong kering semakin tinggi hasil ekonomisnya. Bobot polong berkorelasi positif dengan indeks panen. Hal ini menunjukkan bahwa hasil polong yang tinggi dicapai karena pembagian bahan kering hasil fotosintat lebih banyak ke polong (Khan et al. 2012). Peran penting indeks panen terhadap hasil polong dikemukakan oleh Korat et al. (2010), Jogloy et al. (2011), Kumar & Sekhar (2012). Lebih lanjut diinformasikan bahwa indeks panen bersama-sama dengan ukuran biji dan hasil biomas (brangkasan+polong) teridentifkasi sebagai karakter utama yang berkontribusi terhadap hasil polong.
416
Rahmianna et al.: Hasil Galur Harapan Kacang Tanah, Tata Letak, dan Populasi Tanaman
Tabel 7.
Koefisien korelasi indeks panen dengan pertumbuhan vegetatif, generative, dan hasil kacang tanah. Kab. Jepara, Juni–September 2010. Pop saat panen/ ha
Indeks panen
-0,454 **
Hasil polong kering per ha -0,525 **
Tinggi tanaman -0,660 ***
Bobot brangkasan kering/ 5 tan 0,045 ns
Bobot polong kering/ 5 tan 0,580 **
Ukuran polong (g/100 polong) 0,101 ns
Ukuran biji (g/100 biji) 0,101 ns
Skor peny bercak daun -0,370 Ns
Skor peny karat daun -0,174 ns
*,**,**,: nyata pada batas peluang 10, 5 dan 5%, ns: tidak nyata.
Hasil Polong Populasi tanaman saat panen berkisar antara 171–318 ribu tanaman/ha, hanya berkisar antara 74–84% dari populasi awal (Tabel 2). Meskipun populasi tanaman pada saat panen berbeda nyata antarperlakuan namun hasil polong tidak berbeda nyata (Tabel 5). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh hasil polong per tanaman, semakin tinggi populasi tanaman dipanen, semakin rendah hasil polong per tanaman (Tabel 3). Populasi yang tinggi diperoleh dari jarak antarbaris 25 cm dan 30 cm dengan jarak antartanaman 10 cm. Hasil polong GH 51 berkisar antara 4,1–4,98 t/ha polong kering (kadar air 14% bb) atau 6,4–7,4 t/ha polong basah (Tabel 8). Percobaan ini memberikan hasil polong segar 1,5–2,5 t/ha polong segar lebih tinggi dari rata-rata hasil GH 51, atau 0,2–1,2 t/ha lebih tinggi dari potensi hasilnya seperti yang tercantum pada deskripsi genotipe tersebut (Purnomo 2012). Secara umum tampak bahwa populasi tanaman pada saat panen yang tinggi diikuti oleh hasil polong per satuan luas yang tinggi pula, dengan kata lain hasil polong kering per satuan luas berkorelasi positif (r: 0,556**) dengan populasi saat panen. Komponen pertumbuhan tanaman yang berkorelasi positif dengan hasil polong kering per satuan luas adalah tinggi tanaman (r: 0,676***). Tabel 8.
Populasi tanaman dan hasil polong kacang tanah pada enam perlakuan populasi tanaman. Kab Jepara, Juni–September, 2010.
Perlakuan
Populasi tanaman awal per hektar
Populasi tanaman dipanen per hektar
Hasil polong segar (t/ha)
T1 T2 T3 T4 T5 T6 LSD
325.000 250.000 400.000 230.000 250.000 250.000
264.500 b 210.167 c 318.833 a 171.167 c 192.667 c 197.000 c 5%
6,933a 7,183a 7,400a 6,500a 6,400a 7,200a Ns
Hasil polong kadar air 14% (t/ha) 4,984a 4,687a 4,979a 4,377a 4,177a 4,704a ns
T1: T2:
baris tunggal, jarak tanam 30 cm x 10 cm, satu benih/lubang, populasi 325 ribu/ha baris ganda, jarak tanam 60 cm antar baris ganda dan 30 cm di dalam baris ganda x 10 cm di dalam masingmasing barisan, satu benih/lubang, populasi 250 ribu/ha T3: baris tunggal, jarak tanam 25 cm x 10 cm, satu benih/ lubang, populasi 400 ribu/ha T4: baris tunggal, jarak tanam 40 cm x 15 cm, satu dan dua benih/lubang berselang-seling, populasi 230 ribu/ha T5: baris tunggal, jarak tanam 40 cm x 10 cm satu benih/lubang, populasi 250 ribu/ha T6: T6 = baris tunggal, jarak tanam 40 cm x 20 cm, dua benih/lubang, populasi 250 ribu/ha Angka selajur yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasar uji beda nyata terkecil pada taraf 5%.
Analisis data populasi saat panen terhadap hasil polong kering menghasilkan hubungan Y = – 0,0000001 x2 + 0,072 x – 4351 dengan R2: 0,579, dimana Y adalah hasil polong kering/ha, dan X populasi tanaman saat panen/ha. Pengaruh populasi tanaman per
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
417
satuan luas tidak mutlak terhadap hasil polong kering kacang tanah. Dari persamaan tersebut diperoleh populasi 360 ribu tanaman/ha akan memberikan hasil maksimal 8,61 t/ha polong kering (ka 14%). Kenyataannya, untuk mencapai populasi tersebut diperlukan benih dalam jumlah yang banyak. Mempertahankan populasi yang demikian besar hingga saat panen juga tidak mudah. Pada uji adaptasi pada beragam lingkungan di 14 sentra produksi, genotipe GH 51 ditanam pada jarak tanam 35 cm antarbarisan dan 10 cm di dalam barisan dengan satu tanaman per lubang, sehingga mempunyai populasi penuh 285.714 tanaman per hektar, paling rendah 49.524 (17,3%) dan paling tinggi 295.714 tanaman (103,5%) dengan ratarata 189.597 tanaman (66,3%). Pada lingkungan tumbuh yang sangat sesuai, GH 51 mampu menghasilkan 7,23 t/ha polong kering, namun hasil polong kering dari 14 lokasi rata-rata 2,98 t/ha (Tabel 9). Kadar air polong saat panen dapat digunakan sebagai indikator kondisi lingkungan fisik lahan, terutama lengas tanah saat tanaman dipanen. Kadar air polong hingga 62% (Tabel 9) dapat diartikan bahwa lahan di sekitar polong sangat basah. Dengan kata lain, panen pada musim hujan menghasilkan polong dengan kadar air yang tinggi, dan sebaliknya pada musim kemarau. Tabel 9.
Data rata-rata, maksimum dan minimum populasi tanaman saat panen, hasil polong segar, hasil polong kering dan kadar air polong GH 51 pada 14 sentra produksi. MK dan MH 2010–2011.
Parameter
Populasi tanaman dipanen/ha
Hasil polong segar (t/ha)
Kadar air polong ketika dipanen
Rata-rata Maksimum Minimum
189.597 295.714 49.524
4,767 11,107 2,050
46,3 62,7 16,3
Hasil polong kering pada kadar air 14% (t/ha) 2,979 7,234 1,174
Dengan jarak tanam 35 cm x 10 cm, satu tanaman/lubang diperoleh hasil polong kering per tanaman dari uji adaptasi rata-rata 15,7 g. Hasil polong kering dari percobaan dengan jarak tanam 30 cm x 10 cm dan 40 cm x 10 cm masing-masing adalah 16,4 g dan 21,8 g/tanaman (dihitung dari Tabel 4). Perbedaaan produktivitas per tanaman antara uji adaptasi di 14 lokasi dengan satu percobaan di Kab. Jepara disebabkan oleh adanya perbedaan pertumbuhan tanaman karena perbedaan agroekologi dan serangan organisme pengganggu tanaman.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
418
KESIMPULAN Tata letak tanaman dan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap populasi tanaman saat panen. Populasi tanaman saat panen hanya 74–84% dari populasi awal karena tanaman mati terjangkit penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum. Produktivitas tanaman berkorelasi negatif dengan populasi tanaman pada saat panen. Intensitas penyakit bercak daun meningkat seiring peningkatan populasi tanaman. Komponen pertumbuhan vegetatif tanaman yang berkorelasi positif dengan hasil polong kering per satuan luas adalah tinggi tanaman dan bobot brangkasan kering. Komponen pertumbuhan generatif yang berkorelasi positif dengan hasil polong adalah indeks panen. Hasil polong kering per satuan luas berkorelasi positif dengan populasi tanaman pada saat panen. Rahmianna et al.: Hasil Galur Harapan Kacang Tanah, Tata Letak, dan Populasi Tanaman
DAFTAR PUSTAKA El Naim A.M., and M.A. Eldouma. 2011. Influence of weeding frequency and plant population on yield and yield’s components of groundnut (Arachis hypogaea L.) in North of Sudan. Bioresearch Bulletin 5: 322–328. Howlader, S.H., H.M.K. Bashar, M.S. Islam, M.H. Mamum, and S.M.H. Jahan. 2009. Effect of plant spacings on the yield and yield attribute of groundnut. International Journal of Sustainable Crop Production 4(1): 41–44. Jogloy, C., P. Jaisil, C. Akkasaeng, T. Kesmala, and S. Jogloy. 2011. Heritability and correlation for maturity and pod yield in peanut. Journal of Applied Science Research 7(2): 134–140. Khan, A., J. Bahkt, A. Bano, and N.J. Malik. 2012. Evaluation of groundnut genotypes under Swat valley conditions. Pakistan Journal of Botany 44(1): 151–155. Korat, V.P., M.S. Pithia, J.J. Savaliya, A.G. Pansuriya, and P.R. Sodavadiya. 2010. Studies on characters association and path analysis for seed yield and its components in groundnut (Arachis hypogaea L.). Legume Research 33(3): 211–216. Kumar, D.R., and M.R. Sekhar. 2012. Character association and path analysis in groundnut (Arachis hypogaea L.). International Journal of Applied Biology and Pharmaceutical Technology 3(1): 385–389. Nugrahaeni, N. 2011. Pemuliaan kacang tanah untuk ketahanan terhadap layu bakteri Ralstonia di Indonesia. Buletin Palawija No. 21: 1–12. Nwokwu, G.N. 2011. Influence of phosphorus and plant spacing on the growth and yield of groundnut (Arachis hypogaea L.). Internatinal Science Research Journal 3: 97–103. Purnomo, J. 2012. Proposal Pelepasan Varietas Kacang tanah “GH51” Diusulkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan PT Tudung Putra Putri jaya, Garuda Food. 112 pp. Rahayu, M. 2011. Evaluasi ketahanan varietas kacang tanah terhadap penyakit layu Ralstonia solanacearum. Hal. 496–501. Dalam. M.M. Adie dkk (Peny.). Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
419