CATATAN PERJALANAN FESTIVAL KRUENG SABEE : “Memburu” Keajaiban Alam dan Kearifan Lokal Written by : Huzer Apriansyah (Communication Officer WWF-Indonesia Aceh Program)
Hari ke-1, Rabu, 2 Desember 2009 Tim 1 WWF yang terdiri dari Azhar, Huzer dan Saiful (driver) bergerak dari Banda Aceh menuju Calang (Aceh Jaya) pukul 16.00 WIB, kondisi ini tak biasa. Umumnya perjalanan ke Calang akan lebih baik jika dimulai siang hari karena kondisi jalan pada malam hari akan sulit apalagi pada musim hujan. Namun, karena di hari yang sama WWF menggelar media gathering isu pesisir hingga petang, maka perjalanan dilakukan petang di pada hari yang sama. Benar saja, tak lama meninggalkan Banda Aceh hujan lebat mengguyur. Perjalanan terpaksa dilakukan dengan pelan, mengingat kondisi jalan licin dan di sebagian titik tergenang air. Jelang pukul tujuh kami memasuki daerah Lamno, yang merupakan ibukota kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya. Bersyukur memasuki Lamno hujan berhenti, dan wooow… imbas hujan yang terjadi sejak petang menghadirkan langit cerah dengan dua pelangi indah di atas sungai. Sungguh mengagumkan. © WWF-Indonesia / AZHAR
Setelah beristirahat sejenak sembari menyantap mie kepiting khas Lamno, kamipun mulai melanjutkan perjalanan. Oh iya, mie kepiting Lamno sangat populer, pelanggannyapun datang dari banyak daerah lain, racikan bumbu khas Aceh yang mantap membuat cita rasanya tak terkatakan. .mak nyuus ! Perjalanan selanjutnya menggunakan rakit, rakit inilah yang membawa kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat menyeberangi Sungai Lambeso. Ada dua rakit yang beroperasi di sungai ini. Satu rakit merupakan rakit besar yang bisa membawa sekaligus enam kendaraan roda empat dan bebe© WWF-Indonesia/huzer APRIANSYAH
Rapa kendaraan roda dua beserta para penumpang, satu lagi rakit yang tersedia adalah rakit kecil yang biasanya hanya digunakan untuk mengangkut kendaraan roda dua. Namun, pada kondisi tertentu rakit kecil ini juga bisa membawa satu kendaraan roda empat. Malam ini kami memilih menggunakan rakit
kecil, mengingat rakit kecil sedang tidak ada penumpangnya dan warga sekitar juga menyarankan kami menggunakan rakit kecil. Perjalanan selanjutnya melewati jalan tanah yang sangat sulit medannya, apalagi jika habis diguyur hujan, kecepatan kendaraan tidak bisa dimaksimalkan. Taklama kemudian kami harus naik rakit kembali untuk menghemat waktu perjalanan. Sebenarnya kami tetap bisa menggunakan jalur darat tapi hujan yang kembali datang dan medan yang makin berat membuat tim memutuskan menggunakan rakit untuk kedua kali. Rakit yang tersedia ada dua dan kesemuanya rak©WWF-Indonesia/huzer APRIANSYAH it berukuran kecil. Setelah perjalanan kurang lebih enam jam akhirnya kami tiba di Calang, ibukota Kabupaten Aceh Jaya. Hari ke-2, Kamis, 3 Desember 2009 Mengawali pagi, kami yang baru datang dan tim yang sudah standby di Calang; Effendy dan Yuyun melakukan briefing untuk menyusun agenda. Setelah itu tim WWF juga bertemu dengan tim dari Charitas Ceko yang akan menggelar lomba tim sekolah siaga bencana, rencananya kegiatan ini akan jadi rangkaian acara Festival Krueng Sabee. Jelang siang tim bergerak menuju lokasi kegiatan di Gampong (Desa) Buntha. Perjalanan dari Calang ke Buntha lewat jalur darat melewati jalan yang cukup berat, karena jalan yang menanjak, licin dan melalui beberapa jembatan kayu yang sudah rapuh. Hari kedua ini diakhiri dengan rapat panitia festival krueng sabee yang terdiri dari Forum DAS Krueng © WWF-Indonesia/ huzer APRIANSYAH Sabee, WWF dan Yayasan PADHI. Pertemuan berlangsung di rumah Pak Abdullah Rajab (Ketua Forum DAS Krueng Sabee). Hari ke-3, Jumat, 4 Desember 2009 Agenda utama hari ini adalah gotong royong mempersiapkan lokasi acara di Desa Buntha, gotong royong diagendakan setelah Sholat Jum’at. Festival Krueng Sabee sendiri akan merangkai beberapa kegiatan ; Cerdas Cermat Lingkungan bagi pelajar sekolah dasar, Jelajah Krueng Sabee sembari mencari foto bagi pelajar SMU/sederajat, lomba tim sekolah siaga bencana, penanaman pohon bersama dan puncak acara berupa kenduri krueng (sungai).
Tepat setelah sholat Jumat tim bergerak menuju Buntha, terik matahari membantu mengeringkan jalan yang sehari sebelumnya licin hingga sulit dilalui. Sekitar pukul 14.30 WIB tim WWF, Forum DAS, PADHI dan masyarakat buntha mulai bergotong royong mempersiapkan lokasi acara. Lokasi acara ini sendiri berada di tuwi janget (Lubuk Janget) di Desa Buntha. Menurut masyarakat setempat di tuwi janget ini adalah titik terdalam dari Sungai Krueng Sabee, dan di masa lalu disanalah diadakan kenduri sungai. Puluhan orang terlibat dalam gotong royong ini, anak-anak, remaja, hingga ke orang-orang tuapun terlibat, sungguh sebuah pemandangan yang menakjubkan. Pada titik inilah terbukti bahwa anggapan bahwa masyarakat di Aceh yang sulit digerakkan untuk melakukan kegiatan gotong royong jika tak dibayar, sama sekali tak terbukti. Masyarakat Buntha membuktikan bahwa kolektifitas dan kesukarelaan untuk kepentingan bersama masih menjadi nilai yang melekat kuat di hati mereka. Gotong royong dimulai dengan membersihkan lokasi dari semak belukar yang ada. Setelah itu sebagian bertugas memasang tenda, mempersiapkan lubang untuk penanaman, mempersiapkan track untuk sejalah sungai, memasang spanduk dan lainnya. Semua bekerja dengan semangat, bahu membahu tak hanya masyarakat dari Buntha terlibat tapi juga ada pemuda dari Gampong Rantau Panyang yang terlibat (sekitar 5 KM jaraknya dari Buntha) Jelang gelap tenda telah berdiri, spanduk telah terpasang dan lokasi sudah bersih dari semak belukar. Timpun bergerak pulang ke Calang. Hujan deras mengguyur Krueng Sabee.
Foto ©WWF-Indonesia/Effendi, Azhar, Huzer, Yuyun
Sekitar pukul 22.00 WIB tim kembali mengadakan briefing untuk persiapan terakhir. Sementara itu kabar duka menyelimuti tim, Putra kedua Bang Azhar menderita sakit keras di Banda Aceh, hingga malam itu juga Azhar harus kembali ke Banda Aceh. Dengan berat hati Azhar harus meninggalkan Calang menuju Banda Aceh dengan angkutan umum yang masih tersedia malam itu. Jelan pukul 23.00 WIB tim ke-2 WWF yang terdiri dari Dede Suhendra, Mahmud, Yoesman dan Zulfeni tiba di Calang. Tim kembali melanjutkan briefing akhir. Hujan tak kunjung mereda, bahkan kian membahana. Tim sangat khawatir jikalau hujan tak kunjung reda jalan menuju lokasi esok pagi tidak akan bisa dilalui. Akhirnya untuk memastikan keadaan tim yang terdiri dari Zulfeni, Yoesman, Huzer dan Irwandi dari Forum DAS mencoba menelusuri keadaan jalan menuju Krueng Sabee pada jelan pukul 01.00 dini hari. Dalam perjalanan itu nampak beberapa pohon tumbang dan beberapa titik jalan tergenang air. Hari ke-4, Sabtu, 5 Desember 2009 Jelang 9 pagi tim bergerak menuju lokasi, para peserta jelajah sungai dan sekolah siaga bencana yang merupakan siswa SLTP, SMU/sederajat di Aceh Jaya juga telah bergerak menuju lokasi menggunakan tiga bus sedangkan tim WWF menggunakan dua mobil pribadi. Rasa khawatir menyelimuti tim, Lem Din (Lem sebutan lain dari Abang) yang merupakan anggota Forum DAS menginformasikan bahwa jalan terendam banjir dengan ketinggian lebih dari 1 meter dan ada jembatan kayu yang putus. Tim memutuskan tetap bergerak ke lokasi sambil melihat keadaan terakhir. © WWF-Indonesia/Mahmud
Benar saja, sesaat melewati Gampong Paya Semantok, jalan tergenang air. Tim tetap mencoba melihat kemungkinan untuk menyebeberangi jalan yang terendam, namun setelah mendapat banyak informasi dari penduduk tim memutuskan untuk menghentikan perjalanan. Akhirnya dalam kondisi darurat tim memutuskan memindahkan acara pada hari ini ke Gampong terdekat yaitu Paya Semantok. Agenda hari ini berupa Cerdas Cermat, lomba sekolah siaga bencana, dan jelajah sungai sembari berburu foto dipindah dari lokasi semula. Setelah melakukan negosiasi dengan pihak SDN Paya Semantok akhirnya lokasi secara mendadak dipindah ke SDN Paya Semantok.
Meski dengan keadaan yang serba darurat peserta tetap bersemangat mengikuti rangkaian kegiatan. Diawali dengan pembukaan dari WWF-Indonesia dan Charitas Rep. Ceko lalui dilanjutkan dengan rangkaian lomba. Lomba cerdas cermat diikuti oleh sembilan tim dari empat SD yaitu SDN Inpress Krueng Sabee, SDN Keude Krueng Sabee, SDN Paya Semantok dan SDN Buntha. Paling menarik adalah perjuangan dari anak-anak SDN Buntha yang tetap hadir meskipun jalan menuju ke lokasi tenggelam, mereka bersama guru menggunakan rakit untuk menuju lokasi. Selama mengikuti lomba anak-anak SDN Buntha mendapat apresiasi yang paling besar dari panitia dan peserta lainnya. Perjuangan mereka memberi inspirasi bagi anak-anak lainnya. Bagi anak-anak Buntha banjir bukan halangan untuk menggapai prestasi dan menambah wawasan. Salute !!
© WWF-Indonesia/Mahmud
Untuk lomba sekolah siaga bencana diikuti oleh enam sekolah SLTP dan SMU yang ada di Kabupaten Aceh Jaya. Mereka tampil beregu dengan menampilkan dua kategori lomba; drama siaga bencana, dan simulasi siaga bencana. Sedangkan, jelajah sungai sambari berburu foto diikuti oleh enam tim dari tiga SMU/sederajat, tiap tim terdiri dari 3 orang. Ikut berpartisipasi dalam event ini, SMUN Calang, Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Calang dan SMKN Calang. 4 tim adalah tim putra dan dua tim putri. Meski lokasi berubah panitia yang dikordinir Aroel, Effendi, Retno dan Yuyun segera mencari alternatif tracki baru yang tak kalah menantang dari track sebelumnya yang dipersiapkan.
Peserta dari berbagai kegiatan begitu antusias mengikuti kegiatan. Lomba tim siaga bencana dan cerdas cermat berlangsung pararel di ruang yang berbeda. Lomba cerdas cermat menyedot perhatian yang paling besar. Keluguan, kelucuan dan kenekatan khas anakanak mewarnai lomba yang berlangsung ketat. Bertindak sebagai dewan juri dalam lomba cerdas cermat adalah Dede Suhendra, Yoesman dan Effendi (WWF). Penampilan anak-anak Krueng Sabee yang penuh semangat dan polos berulang kali mengundang decak kagum dan sesekali kelucuan bagi penonton. Soal-soal yang diberikan kebanyakan mengenai lingkungan hidup dan pengetahuan umum serta beberapa soal kreativitas yang menuntut anakanak memperagakannya. Akhirnya setelah melakukan lomba dalam dua gelombang didapatlan pemenang cerdas cermat sebagai berikut ; Cerdas cermat Group I Juara I SDN Inpress Krueng Sabee Juara II SDN Paya Semantok Juara III SDN Keude Krueng Sabee Cerdas Cermat Group II Juara I SDN Paya Semantok Juara II SDN Buntha Juara III SDN Paya Semantok
Jelang siang perlombaan cerdas cermat berakhir. Rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan jelajah sungai, enam tim berpartisipasi dengan total peserta 18 pelajar SMA/sederajat. Jelajah sungai sembari memburu foto ini diharapkan bisa mendorong kesadaran pelajar untuk lebih mengenal sungai, manfaat dan keadaannya. Dari pengetahuan yang bersifat empiris itulah diharapkan muncul kecintaan dan kesediaan mereka ikut melestarikan sungai.
Enam tim yang berpartisipasi dengan penuh semangat memulai jelajah dari titik yang ditentukan panitia. Masing-masing tim dibekali sebuah kamera poket dimana mereka diharuskan memburu foto yang menurut mereka menarik, bisa berupa fauna, flora maupun aktivitas sosial di sekitar aliran sungai. Tiap regu diwajibkan menempuh jarah sekitar 1 kilometer, di mana mereka akan melalui dua pos panitia. Pada tiap pos peserta akan diajak berdiskusi seputar pengalaman mereka dan terlibat dalam permainan-permainan menarik. Jelang pukul 5 petang kegiatan hari pertama berakhir. Tim dipecah dua, satu tim kebali ke penginapan dan satu tim lagi bergerak menuju Buntha melalui jalur sungai untuk mempersiapkan acara puncak yang direncanakan tetap dilangsungkan di Buntha.
© WWF-Indonesia/Mahmud, Yuyun, Zulfeni
Setelah menyelesaikan rapat panitia terakhir di Buntha tim yang ada Buntha bergerak pulang menuju Calang menggunakan jalur sungai sekitar pukul 9 malam. Panitia memutuskan bahwa tamu dan undangan yang berasal dari Calang besok di puncak kegiatan akan dibawa menggunakan perahu bermotor, karena keadaan jalan yang dipastikan masih terendam banjir ditambah lagi dengan hujan yang masih terus mengguyur Krueng Sabee dan Calang.
Hari ke-5, Minggu, 6 Desember 2009 Jelang 9 pagi tim sudah tiba di dermaga sederhana di Paya Semanto. Sebagian tamu undangan juga telah tiba di lokasi. Mereka antara lain ; Kepala Dishutbun Aceh Jaya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Aceh Jaya, camat Krueng Sabee, perwakilan Dinas Kesehatan, Perwakilan American Red Cross, toko masyarakat Krueng Sabee, perwakilan CWS, perwakilan Charitas Rep. Ceko, dan lain-lain. Rombongan tamu undangan ini diangkut menggunakan perahu bermotor yang masing-masing perahu bisa memuat 10 s.d. 12 penumpang. Sebelum berangkat tim mendapat arahan dari motoris mengenai standar keselamatan dalam perjalanan. Arus deras Sungai Krueng Sabee yang meluap-luap setelah dua hari berturut diguyur hujan lebat tak menyurutkan langkah tim dan undangan menuju lokasi. Inilah sejarah awal kehadiran kenduri krueng (sungai) setelah terakhir diadakan di era 70-an. Di masa konflik bersenjata di Aceh berbagai aktivitas budaya banyak yang dilarang sehingga kehadiran kenduri sungai kali ini mendapat perhatian yang luar biasa dari masyarakat. Setelah perjalanan lebih kurang 45 menit menggunakan perahu bermotor akhirnya rombongan tiba di tuwi janget, lokasi acara. Sebagian masyarakat Buntha masih sibuk mempersiapkan sajian untuk kenduri, sebuah sapi disembelih dalam kenduri kali ini. Setelah menunggu beberapa saat acarapun dimulai. Acara dimulai dengan pembacaan ayat suci alQur’an, dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Dimulai dari sambutan ketua Forum DAS Krueng Sabee selaku tuan rumah yang diwakili oleh Abdullah Rajab, ketua Forum DAS. Dalam sambutannya Pak Rajab, merasa terharu setelah sekian lama kenduri krueng ini tak dilaksanakan akhirnya di tahun 2009 ini bisa terlaksana kembali. Ini adalah sebuah ritual budaya yang sangat penting bagi masyarakat di sekitar sungai Krueng Sabee, menurutnya ini seperti membangkitkan kembali nilai yang telah lama terpendam. Setelah itu sambutan dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Syaiful. Ia menyebut bahwa kolaborasi amsyarakat, NGO dan pemerintah dalam upaya melestarikan lingkungan adalah sebuah keharusan mengingat saat ini diAceh Jaya berbagai permasalahan lingkungan muncul silih berganti termasuk musibah alam yang disebabkan kelalaian manusia. Tampil juga memberi sambutan, perwakilan American Red Cross, Bapak Heri. Sambutan terakhir disampaikan oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan sekaligus mewakili Bupati Aceh Jaya yang berhalangan hadir. Sangat mengejutkan sambutan dari Kadishutbun ini, ia menyampaikan bahwa Forum DAS Krueng Sabee akan mereka beri amanah menanam 7000 batang mahoni dan akan ditambah lagi nantinya. Ia juga mengapresiasi Forum DAS sebagai sebuah langkah maju inisiatif masyarakat dalam mengelolah DAS secara lestari. Beliaupun mengapresiasi kenduri krueng ini. Pada bagian akhir beliau mengatakan, akan menjadikan DAS Krueng Sabee prioritas dalam program one man one tree. Acara dilanjutkan dengan penyerahan hadian bagi para pemenang lomba yang dilakukan sehari sebelumnya. Selanjutnya para tetuah di Desa Buntha memulai prosesi peusejuk krueng. Dalam proses ini
pohon-pohon yang akan ditanam mendapat perlakuan khusus secara adat dengan menempelkan ketan dan bahan-bahan lainnya ke batang pohon setelah tu dilajutkan dengan doa kepada Allah sembari berharap kesejahteraan dan kebaikan yang akan diberikan alam terutama sungai kepada manusia. Setelah peusejuki dilaksanakanlah secara serentak penanaman bibit mahoni oleh tamu dan undangan. Setelah penanaman bersama acara dilanjutkan dengan kenduri, semua tamu undangan dan masyarakat bersama-sama menikmati sajian khas yang telah disiapkan panitia, berupa masakan khas Aceh berbahan daging sapi, ikan dan ayam. Semua sama, tak ada yang istimewa antara masyarakat dan pejabat pemerintah, semua makan dari tempat yang sama dengan piring yang sama dan semua berlangsunglesehan. Disinilah kearifan lokal, ketika di hadapan alam rakyat dan pejabat ada pada level yang sama. Semua punya kewajiban merawat alam, tak ada yang berbeda. Di penghujung acara, Tengku Ibrahim, pemuka agama dan adat di Buntha menyajikan riwayat Krueng Sabee. Kisah Krueng Sabee dari masa ke masa. Satu hal yang ia garisbawahi kerusakan sungai Krueng Sabee pelan tapi pasti terus terjadi. Akhirnya acara ditutup dengan doa bersama.
Proses perjalanan tim dan tamu menuju lokasi acara © WWF-Indonesia/Mahmud, Zulfeni, Huzer
Warga mempersiapkan hidangan khas Aceh untuk kenduru © WWF-Indonesia/Mahmud,Huzer
Sambutan-Sambutan (ki-ka ; Kadishutbun Aceh Jaya, Perwakilan ARC, Kadis LH Aceh Jaya)
© WWF-Indonesia/ Mahmud
This Article Tribute to :
Forum DAS Krueng Sabee : (Pak Rajab, Lem Din, Bang Julianto, Bang Banta, Bang Wandi dll) Adek-Adek Pelajar SD di SDN Krueng Sabee, SDN Keude Krueng Sabee, SDN Buntha, SDN Paya Semantok, SDN Rantau Panyang, SDN Panggung Adek-Adek Pelajar SMU/Sederajat di SMUN Calang, SMKN Calang, MA Swasta Calang Geuchik Buntha, Rantau Panyang, Keude Krueng Sabee, Datar Luas, Curek, Panggung dll Imeum Muqim Krueng Sabee Camat Krueng Sabee Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Jaya Kepala Dinas Lingkungan Hidup Aceh Jaya Dinas Kesehatan Aceh Jaya Charitas Rep. Ceko American Red Cross CWS Yayasa PADHI Komunitas pengemudi perahu bermotor Krueng Sabee Pihak-pihak lain yang tak tadap kami sebutkan satu persatu