6
Hamburan, Peluruhan dan Diagram Feynman
Setelah mempelajari bab 6, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Menyatakan rumusan penampang hamburan dari hamburan dan laju peluruhan 2. Menghitung laju transisi dari hamburan dan laju peluruhan 3. Menggambarkan diagram Feynmann dan menggunakan kaidah-kaidahnya dalam menyelesaikan persoalan hamburan dan peluruhan umum 4. Mengetahui kaidah Feynmann untuk QED (Quantum Electrodynamics) 5. Mengetahui kaidah Feynmann untuk QCD (Quantum Chromodynamics) 6. Mengetahui kaidah Feynmann untuk interaksi lemah 7. Menggambarkan diagram Feynmann dan menggunakan kaidah-kaidahnya dalam menyelesaikan persoalan hamburan dan peluruhan untuk setiap interaksi.
Sebagaimana telah dipelajari sebelumnya, dinamika elektron dan positron dapat digambarkan melalui persamaan Dirac dan foton dapat digambarkan melalui persamaan Maxwell. Hal yang perlu kita pelajari sekarang adalah bagaimana menggambarkan interaksinya dan sifat-sifat dari partikel. Dalam fisika partikel, interaksi dan sifat-sifat partikel dapat diketahui dari eksperimen yang meliputi hamburan dan peluruhan partikel, lihat Gambar 6.1. Dalam proses hamburan, yang diukur adalah penampang hamburan untuk sebuah reaksi tertentu. Sedangkan dalam proses peluruhan yang diukur adalah waktu hidup (life time) dari satu partikel yang meluruh menjadi dua, tiga, atau lebih. Untuk menghitung kedua besaran tersebut, penampang hamburan dan waktu hidup, mulamula kita harus menghitung amplitudo mekanika kuantum dalam proses yang dimaksud. Pada bab ini kita akan mempelajari bagaimana menghitung besaran-besaran yang disebutkan di atas dan menerapkan pada suatu sistem partikel. Untuk itu, kita akan mengawali pembahasan dengan mengkaji kembali konsep-konsep dalam mekanika kuantum.
190
(b)
(a)
Gambar 6.1. (a) Proses hamburan dan (b) Proses peluruhan.
6.1. Gambaran Interaksi (Interaction Picture) Bertolak dari prinsip mekanika kuantum, laju transisi dari keadaan awal (initial) i ke keadaan akhir (final) f diberikan oleh1
W = 2π f V i
2
ρ f (E f ) .
(6.1)
dimana V adalah Hamiltonian interaksi yang dihubungkan melalui H = H0 + V ,
(6.2)
Dalam teori gangguan V diperlakukan sangat kecil, i dan f
adalah keadaan eigen
dari Hamiltonian tak terganggu H 0 . Sedangkan ρ f ( E f ) adalah rapat keadaan akhir yaitu ρ f ( E f )dE f sama dengan jumlah keadaan akhir dengan energi diantara E f dan E f + dE f . Persamaan (6.1) adalah persamaan laju transisi yang tidak bergantung waktu. Tujuan selanjutnya adalah mencari atau mendefinisikan laju transisi dalam ungkapan yang lebih umum yang berlaku pada setiap waktu. Untuk itu perlu diketahui bagaimana suatu sistem berevolusi terhadap waktu. Sebagaimana telah dipelajari dalam mekanika kuantum, untuk gambaran Schrodinger (Schrodinger picture) fungsi keadaan bergantung pada waktu sedangkan operatornya tetap konstan. Persamaan evolusi dari sistem diberikan oleh: i 1
d Ψ (t ) dt
S
= H Ψ (t )
S
.
(6.3)
Penurunan rumus ini dapat dilihat di beberapa buku teks mekanika kuantum, misalnya pada BAB 5 Ref. 2.
191
Untuk mengetahui evolusi sistem secara keseluruhan maka operator haruslah juga bergantung pada waktu. Untuk itu kita harus pergi ke gambaran interaksi (interaction picture), dimana operator dan fungsi keadaan keduanya bergantung pada waktu. Melalui sebuah transformasi uniter gambaran interaksi dan gambaran Schrodinger diberikan oleh
Ψ (t ) I = eiH0 t Ψ (t )
S
.
(6.4)
Maka dengan menggunakan persamaan (6.3) kita memperoleh i
d Ψ (t ) I = − H 0 Ψ (t ) I + eiH 0 t He−iH 0 t Ψ (t ) dt
I
.
(6.5)
Selanjutnya kita definisikan operator bergantung waktu sebagai berikut H 0I (t ) = eiH 0t H 0e − iH 0 t = H 0 ,
(6.6a)
H I (t ) = eiH 0 t He−iH 0 t = eiH 0 t ( H 0 + V ) e −iH 0 t = H 0 + VI (t ) ,
(6.6b)
dimana VI (t ) = eiH 0 tVe −iH 0 t .
(6.6c)
Sehingga persamaan (6) dapat dituliskan kembali dalam bentuk i
d Ψ (t ) I = VI (t ) Ψ (t ) dt
I
.
(6.7)
Suatu operator Oˆ dalam gambaran Schrodinger dihubungan dengan operator
Oˆ I (t ) dalam gambaran interaksi oleh sebuah transformasi uniter yaitu ˆ −iH 0 t , Oˆ I (t ) = eiH 0 t Oe i
dOˆ I (t ) ˆ = OI (t ), H 0 . dt
(6.8a) (6.8b)
Persamaan (6.7) adalah persamaan evolusi untuk fungsi keadaan Ψ (t ) I . Berikut ini kita akan mempelajari hamburan partikel dengan keadaan awal diberikan oleh t = t0 → −∞ kemudian bertransisi ke keadaan akhir pada t → ∞ . Untuk itu kita perlu sebuah operator yang memiliki kapasitas untuk beroperasi pada rentang waktu ini.
192
6.2. Matriks Hamburan (S-matriks) Dalam kerangka tafsiran dinamika probabilistik mekanika kuantum, probabilitas menemukan sistem dalam keadaan b , ketika sistem dalam keadaan Ψ (t ) diberikan 2
oleh Cb (t ) dimana Cb (t ) = b Ψ (t ) Dengan asumsi bahwa keadaan Ψ (t )
I
.
(6.9)
dapat dihasilkan dari keadaan Ψ (t0 )
I
I
yang
diketahui melalui operator linier keadaan U (t , t0 ) yaitu
Ψ (t ) I = U (t , t0 ) Ψ (t0 ) I ,
U (t0 , t0 ) = 1 .
(6.10)
Dengan mensubsitusikan persamaan (6.10) ke persamaan (6.7) maka i
∂U (t , t0 ) Ψ (t0 ) I = V (t )U (t , t0 ) Ψ (t0 ) I . ∂t
(6.11)
Sehingga diperoleh i
∂U (t , t0 ) = V (t )U (t , t0 ) . ∂t
(6.12)
Pada persamaan di atas dapat dilihat bahwa U (t , t0 ) hanya bergantung pada struktur dari sistem fisis dan tidak bergantung secara eksplisit pada keadaan awal sistem Ψ (t0 ) I . Maka untuk sistem dalam keadaan Ψ (t ) Ψ (t ') I = U (t ', t0 ) Ψ (t0 ) I ,
I
dapat juga dituliskan sebagai berikut: Ψ (t ) I = U (t , t ') Ψ (t ') I .
dan
(6.13)
Sehingga, Ψ (t ) I = U (t , t0 ) Ψ (t0 ) = U (t , t ') Ψ (t ')
I
I
= U (t , t ')U (t ', t0 ) Ψ (t0 ) I .
(6.14)
Operator U kemudian memenuhi sifat-sifat grup: U (t , t ')U (t ', t0 ) = U (t , t0 ) ,
(6.15a)
U (t0 , t0 ) = U (t0 , t ')U (t ', t0 ) = U (t0 , t )U (t , t0 ) = I ,
(6.15b)
U (t0 , t ) = U −1 (t , t0 ) .
(6.15c)
Solusi persamaan (12) adalah sebuah persamaan integral evolusi,
193
t
U (t , t0 ) = 1 − i ∫ dt 'V (t ')U (t ', t0 ) .
(6.16)
t0
Persamaan integral evolusi ini dapat diselesaikan melalui suatu proses yang berulang dengan menuliskan solusinya,
U (t ', t0 ) = ∑U ( n ) (t ', t0 ) n
Sehingga jika kita lakukan iterasi maka akan diperoleh persamaan yang merupakan basis dari teori gangguan dalam ungkapan deret. Iterasinya sebagai berikut t t U (t , t0 ) = 1 − i ∫ dt 'V (t ') 1 − i ∫ dt ''V (t '')U (t '', t0 ) t0 t0 t t t 2 = 1 − i ∫ dt 'V (t ') + ( −i ) ∫ dt 'V (t ') ∫ dt ''V (t '')U (t '', t0 ) t0 t0 t0
t t t t 2 = 1 − i ∫ dt 'V (t ') + ( −i ) ∫ dt 'V (t ') ∫ dt ''V (t '') 1 − i ∫ dt '''V (t ''')U (t ''', t0 ) t0 t0 t0 t0
t
= 1 − i ∫ dt 'V (t ') + ( −i ) t0
2
t
t
t0
t0
∫ dt 'V (t ') ∫ dt ''V (t '') + K
(6.17)
Deret ini dinamakan dengan deret Dyson. Jadi, jika U (t , t0 ) diberikan, maka kita dapat memprediksikan seuatu keadaan. Misalnya, kita tinjau pada keadaan awal t = t0 → −∞ dan sistem diketahui berada dalam sebuah keadaan eigen a dengan Hamiltonian H 0 . Maka amplitudo probabilitas untuk bertransisi ke sebuah keadaan eigen b , dari persamaan (6.9), adalah Cb (t ) = b Ψ (t )
I
= lim b U (t , t0 ) Ψ (t0 ) t0 →−∞
= lim b U (t , t0 ) Ψ (t0 ) t0 →−∞
S
I
(6.18)
dimana untuk t = t0 → −∞ , Ψ (t0 )
S
= a, t0 = e−iEa t0 a .
194
(6.19)
Sehingga probabilitas untuk menemukan sistem dalam keadaan b , dari persamaan (6.18) diperoleh Cb (t ) = b U (t , −∞) a .
(6.20)
Tujuan kita sekarang adalah menghitung Cb (t ) untuk t yang besar dari persamaan (6.20), dimana untuk t = ∞ sistem berada dalam keadaan eigen dengan Hamiltonian H 0 . Jadi
lim Cb (t ) = lim b U (t , −∞) a = b U (∞, −∞) a . t →∞
t →∞
(6.21)
Kita definisikan operator S = U (∞, −∞ ) ,
(6.22a)
dengan elemen-elemen matriks
Sba = b U (∞, −∞) a = b S a .
(6.22b)
Persamaan (6.22) dinamakan S-matriks yang kita cari. Persamaan ini memperlihatkan sebuah proses bagaimana sebuah konfigurasi awal partikel a
menjadi sebuah
konfigurasi akhir b dimana keadaan a dan b didefiniskan secara asimtotik, pada waktu t → −∞ dan t → ∞ . Dengan menggunakan kekekalan probabilitas (lihat contoh 6.1) dapat diperlihatkan bahwa S-matriks adalah sebuah operator uniter, S † S = Iˆ .
(6.22b)
Contoh 6.1. Buktikan bahwa dengan kekekalan probabilistik, bahwa jumlah dari semua probabilitas transisi sama dengan satu,
∑ C (∞ ) b
2
=1.
(23)
b
maka S-matriks adalah sebuah operator uniter.
Jawab: Jika S adalah sebuah operator uniter maka haruslah dibuktikan persamaan (6.22b). Gunakan persamaan (6.22b) untuk memperoleh
195
∑
bS a
2
=∑ b S a
b
⇔
∑
b S a *=1
b
a S† b b S a = 1
.
(6.23)
b
⇔
a S †S a = 1
Sehingga
S † S = Iˆ . Atau dalam bentuk komponen dapat dinyatakan oleh
∑S
S = ∑ Sba = 1 . 2
† ab ba
b
b
Jadi S adalah sebuah operator uniter.
6.3. Laju Transisi dan Laju Peluruhan 6.3.1. Laju Transisi Setelah kita mengetahui bagaimana sebuah keadaan sistem berevolusi, maka kita sekarang mencari laju transisi dari sistem tersebut. Persamaan Schrodinger (6.3) memiliki solusi
Ψ (t )
S
= e −iH ( t −t0 ) Ψ (t0 ) S .
(6.24)
Gunakan persamaan (6.4), (6.10) dan (6.24) untuk memperoleh e −iH 0 tU (t , t0 )eiH 0 t = e−iH ( t ,t0 ) .
(6.25)
Kemudian selesaikan untuk U (t , t0 ) , U (t , t0 ) = eiH 0 t e−iH ( t ,t0 ) e−iH 0t .
(6.26)
Oleh karena itu U (t , −∞) = lim eiH 0 t e−iH ( t ,t0 ) e−iH 0 t .
(6.27)
U (∞, t ) = lim eiH 0 t e− iH ( t ,t0 ) e −iH 0 t .
(6.28)
t0 →−∞
dan t0 →∞
Limit t0 → −∞ dan limit t0 → ∞ untuk solusi di atas diambil setelah menyelesaikan integral untuk gangguan yang bergantung pada waktu, V (t ) = eε tV ,
196
0
U (t , −∞) = lim ε ∫ eε t 'eiH 0 t e−iH ( t − t ') e−iH 0 t 'dt ' . −∞
ε →0
∞
U (∞, t ) = lim ε ∫ e−ε t 'eiH 0t e −iH ( t '−t ) e−iH 0 t dt ' . ε →0
0
(6.29a) (6.29b)
Sehingga kita memperoleh untuk persamaan (6.29a), 0 U (t , −∞) a = lim ε ∫ eε t 'eiHt 'e−iEa t 'dt ' a ε → 0 −∞ . iε = lim a ε → 0 E − H + iε a
(6.30)
Dari persamaan di atas maka dalam limit ε → 0 diperoleh
U (t , −∞) a = a +
1 V a . Ea − H + iε
(6.31)
Persamaan nilai eigen di atas adalah persamaan keadaan eigen dari H dengan nilai eigen Ea . Keadaan a + ≡ U (t , −∞) a dinamakan “keadaan masuk” (incoming state). Dengan cara yang sama maka untuk persamaan (6.29b) diperoleh U (0, ∞) a = a +
1 V a . Ea − H − iε
(6.32)
Keadaan a − ≡ U (0, ∞) a dinamakan “keadaan keluar” (outgoing state). Dengan menggunakan persamaan (6.31) dan (6.32), maka persamaan (6.22b) menjadi
Sba = b U (∞,0)U (0, −∞) a . = b− a+ = b a+ + b V = b a+ +
1 a+ Ea − H + iε
1 b V a+ Ea − H + iε
(6.33) Selanjutnya b a+ = b = b
Ea − H 0 + iε + a Ea − Eb + iε Ea − H + iε V + a+ Ea − Eb + iε Ea − Eb + iε
197
= ba +
1 b V a+ . Ea − Eb + iε
(6.34)
Substitusi persamaan (6.34) ke persamaan (6.33) maka elemen-elemen dari S-matriks adalah2
Sba = δ ba − 2π iδ ( Ea − Eb ) b V a + .
(6.35)
Selanjutnya kita definisikan sebuah operator T yang dinamakan dengan T-matriks (matriks transisi) dengan elemen-elemen matriksnya diberikan sebagai berikut
Tba = b T a = − b V a + .
(6.36)
Sba = δ ba + 2π iδ ( Eb − Ea ) Tba .
(6.37)
Maka persamaan (6.35) menjadi
Bentuk eksplisit dari T-matriks adalah
Tba = − b V a − b V
1 V a . Ea − H + iε
(6.38)
Dengan trace-nya diberikan oleh T = −V − V
1 V. Ea − H + iε
(6.39)
Dalam teori relativitas kita memperlakukan energi dan momentum adalah sama, sehingga dengan mengambil keadaan awal sebagai a = i dan keadaan akhir sebagai b = f maka persamaan (6.37) menjadi
S fi = δ fi + ( 2π ) iδ 4 ( p f − pi ) T fi , 4
(6.40)
dimana fungsi delta dari kekekalan energi-momentum diberikan oleh r r δ 4 ( p f − pi ) = δ 3 ( p f − pi )δ ( E f − Ei ) .
(6.41)
Sekarang probabilitas transisisi dari suatu keadaan awal i ke keadaan akhir f untuk i ≠ f adalah 2
P = lim C f (t ) = f S i t →∞
2
= ∑ (2π )8δ 4 ( p f − pi )δ 4 (0) T fi . 2
Dengan menggunakan definisi fungsi delta Dirac
2
Fungsi delta muncul dari definisi:
δ ( x) =
1
π
lim ε →0
ε x +ε2 2
198
.
(6.42)
δ 4 ( p) =
δ 4 (0) =
1
( 2π )
4
1
( 2π )
∫e
− ip µ xµ
d 4x ,
(Volume)t =
4
(6.43a) Vt
( 2π )
4
,
(6.43b)
maka laju transisi tiap satuan volume makroskopik diberikan oleh
W fi =
2 P 4 = ( 2π ) ∑ δ 4 ( p f − pi ) T fi . Vt
(6.40)
Persamaan ini dinamakan dengan kaidah emas Fermi (Fermi golden rule).
6.3.2. Ruang fasa invarian Lorentz Tinjau sebuah partikel tunggal dalam 1-dimensi yang dibatasi pada daerah 0 ≤ x ≤ L . Keadaan eigen ternormalisasi dari momentumnya diberikan oleh u p ( x) =
1 ipx e . L
(6.41)
Syarat batas untuk u p ( x) adalah periodik dalam rentang L menghasilkan 2π p= n . L
(6.42)
Sehingga jumlah keadaan dn di dalam interval E + dE diberikan oleh dn = ρ ( E ) dE .
(6.43)
Untuk kasus 3-dimensi berlaku 3
ρ (E) =
3
dn L d L 2 dP = d 3 p = dΩ . p ∫ dE 2π dE dE ∫ 2π
(6.44)
Jika ada n buah partikel dalam keadaan akhir, L 3 n = 2π
n −1
∫d
3
p1′d 3 p2′ L d 3 pn′ −1 .
Dengan normalisasi L = 2π persamaan (6.45) dapat dinyatakan kembali sebagai r r r r n = ∫ δ 3 pi − ( p1′ + p2′ + L + pn′ ) d 3 p1′ d 3 p2′ L d 3 p′n . Sehingga kita memperoleh
199
(6.45)
(6.46)
ρ f ( E ) = ∫ δ [ E − ( E1′ + E2′ + L + En′ )]
. r r r r × δ 3 pi − ( p1′ + p2′ + L + pn′ ) d 3 p1′ d 3 p2′ L d 3 pn′
(6.47)
dengan laju transisi diberikan oleh
W f = ( 2π )
4
∫d
3
p1′ d 3 p2′ L d 3 p′n
× ∑ T fi δ 4 [ p1′ + p2′ + L + pn′ − pi′ ] 2
.
(6.48)
spin
Ruang fasa
∫d
3
p tidak invarian Lorentz. Sehingga kita harus meninjau ruang fasa
invarian Lorentz. Persamaan laju transisi yang invarian Lorentz diberikan oleh
( 2π ) d 3 p1′ d 3 p2′ L d 3 pn′ = 3m 3 3 3 ( 2π ) ∫ ( 2π ) ( 2π ) ( 2π ) 4
Wf
.
(6.49)
× N 2 ∑ Ffi δ 4 [ p1′ + p2′ + L + pn′ − pi′ ] 2
spin
dimana faktor amplitudo N diberikan oleh 1/ 2
mr N′ = ∏ 3 r (2π ) Er
1 1 ∏s (2π )3 2E = (2π )3/2 s T F fi = fi , r+s = m+n N′
n+m
N, (6.50)
r dan s masing-masing adalah jumlah fermion dan boson. Sedangkan m dan n berturutturut adalah jumlah partikel awal dan akhir. Faktor
∑
Ffi
2
adalah amplitudo invarian
spin
fasa yang dirata-ratakan terhadap semua faktor spin yang datang dan dijumlahkan semua faktor spin yang keluar, dan kita akan mendefinisikan sebagai S M ≡ ∑ Ffi . 2
2
(6.51)
spin
Dalam teori gangguan orde pertama kita memiliki T fi = − f V i sehingga 1 (2π )3/2
n+m
m 1/ 2 r ∏ E r r
1/ 2
1 ∏s 2E s
F = − f V i fi
(6.52)
Setiap partikel target memiliki suatu bidang dengan luas tertentu yang disebut penampang terhadap partikel datang. Setiap partikel datang yang masuk dalam bidang ini
200
akan berinteraksi dengan inti target. Penampangnya bisa lebih besar atau lebih kecil dari penampang geometris partikel itu, bergantung pada proses yang terlibat dan energi partikel datang. Penampang hamburan didefinisikan sebagai berikut dσ =
dW . (fluk)in
(6.53)
Disini (fluk)in adalah fluks partikel datang. Dan laju peluruhan kemudian diberikan oleh
dΓ =
dW . rapat partikeldatang
(6.54)
Contoh 6.2.
Tentukan matriks hamburan dalam orde pertama dari 4 buah partikel fermion: A, B, C, D dengan massa mA , mB , mC dan mD ?
Jawab:
Hamburan yang diliputi adalah fermion s = 0 dan r = 4, sehingga m + n = 4 . Dengan menggunakan persaman (6.51) maka diperoleh 4
1/ 2
1 mAmB mC mD (2π )3/2 E E E E A B C D
Ffi =
1/ 2
mA mB mC mD 6 (2π ) E A EB EC ED 1
Ffi = − f V i
6.3.3. Contoh-contoh: Hamburan dan Peluruhan A. Hamburan dua-benda dalam kerangka pusat massa Tinjau tumbukan partikel A dan B yang menghasilkan partikel C + D , A+ B →C + D
(6.55)
dimana A dan C adalah boson misalnya pion-pion dan B dan D adalah fermion misalnya nukleon-nukleon. Kita akan menghitung penampang hamburan diferensialnya. Dari persamaan (6.53), fluks datang diberikan oleh
201
(fluk)in = ρ A ρ B vin =
vin
( 2π )
6
.
(6.56)
Dengan ρ adalah jumlah partikel masuk tiap satuan volume dan vin adalah kecepatan partikel datang, r r p A pB vin = − . E A EB
Dalam kerangka pusat massa kita memiliki r r r p A = − pB = p,
(6.57)
r r r pC = − pD = p′,
(6.58)
ECM = E A + EB = EC + ED
Sehingga diperoleh r E vin = | p | CM . E A EB
(6.59)
Dari persamaan (6.49)
( 2π ) d 3 pC d 3 pD mB mD × S M 2 δ 4 p + p − p − p dW = ( C D A B) 6 3 3 ( 2π ) ∫ ( 2π ) ( 2π ) 4 EB ED E A EC 4
=
mB mD 3 1 3 ∫ d pC d pD ( 2π ) 4 EB EA ED EC r r r r 2 × S M δ 3 ( pC + pD − p A − pB ) δ ( EC + ED − E A − EB ) 1
(6.60)
8
Dimana faktor spin kita definisikan S M ≡ ∑ Ffi . Integrasi pada d 3 pD dapat diganti 2
2
spin
dengan fungsi - δ 3-dimensi. Kemudian r 2 r d 3 pC = p′ d p′ d Ω′
(6.61)
Dan persamaan (6.60) menjadi dW =
mB mD r 2 r 1 ′ ′ ′ r p d p d Ω ∫ 8 p′2 + m 2 pr ′2 + m 2 ( 2π ) 4 EB EA C D r2 r 2 × S M δ ECM − p′ + mC2 − p′2 + mD2 1
)
(
(6.62)
Dengan menggunakan rumus integral
1
∫ dx δ [ E − Y ( x)] F ( x) = F ( x) Y ′( x) 202
(6.63) E =Y ( x )
serta persamaan (6.59) dan (6.62) maka persamaan (6.53) menjadi 6 r dW ( 2π ) mB mD | p′ | 1 dσ = = S | M |2 d Ω′ . r 2 2 vin 4 ( 2π ) | p | ECM
(6.64)
Sehingga diperoleh r dσ mB mD | p′ | 1 = S | M |2 . r 2 2 d Ω′ 4 ( 2π ) | p | ECM
(6.65)
B. Peluruhan 3-benda Tinjau sebuah peluruhan 3-benda sebagai berikut
m → m1 + m2 + m3 K = p1 + p2 + p3 Dengan menggunakan persamaan (6.62) dan dengan mengambil ρin = 1/(2π )3 maka laju peluruhan untuk proses di atas untuk partikel-partikel fermion adalah dΓ =
dW
ρin
d 3 p3 m m1 m2 m3 = ( 2π ) ∫ 3 3 3 ( 2π ) ∫ ( 2π ) ∫ ( 2π ) EE1E2 E3 r r r r × δ 3 p1 + p2 + p3 − K δ ( E1 + E2 + E3 − E ) | M |2 d 3 p1
4
d 3 p2
(
)
r Dalam kerangka diam partikel m, K = 0 dan E = m maka kita memiliki r r r p1 + p2 + p3 = 0 , E1 + E2 + E3 = m .
(6.66)
(6.67a) (6.67b)
Sehingga integrasi pada d 3 p3 akan menghasilkan dΓ =
2
( 2π )
4
1 E1E2 E3
( m1 m2 m3 ) ∫ p12d 3 p1 ∫ p22d 3 p2 d Ω12
(6.68)
r r 2 × δ E1 + E2 + ( p1 + p2 ) + m32 − m | M |2
Setelah melakukan integrasi terhadap Ω12 maka kita memperoleh r r 2 | p1 | | p2 | E1E2 dE1 dE2 E3 2 dΓ = m m m ( ) r r |M | 1 2 3 ∫ 3 E1E2 | p1 | | p2 | ( 2π ) =
2 ( m1 m2 m3 )
( 2π )
3
∫ dE dE 1
2
2
|M |
203
(6.69)
dimana | M |2 adalah nilai dari | M |2 setelah integrasi sudut dilakukan. Untuk menghitung integral persamaan (6.69) kita akan mendefinisikan variabel-variabel invarian sebagai berikut s12 = ( K − p3 ) = ( p1 + p2 ) ,
(6.70a)
s13 = ( K − p2 ) = ( p1 + p3 ) ,
(6.70b)
s23 = ( K − p1 ) = ( p2 + p3 ) .
(6.70c)
2
2
2
2
2
2
Maka dalam kerangka diam m kita memiliki s12 = m2 + m32 − 2mE3 ,
(6.71a)
s13 = m 2 + m22 − 2mE2 ,
(6.71b)
s23 = m 2 + m12 − 2mE1 ,
(6.71c)
s12 + s13 + s23 = m2 + m12 + m22 + m32 .
(6.71d)
Sedangkan dalam kerangka pusat massa partikel 1 dan 2 kita dapat mengambil r r r r r p1 = − p2 = p , dan p3 = q .
(6.72)
Dalam kerangka pusat massa partikel 1 dan 2, kita nyatakan energi-energi dari partikel 1, 2 dan 3 dengan ω1 , ω2 dan ω3 . Sehingga diperoleh r r r r 2 s13 = (ω1 + ω3 ) − ( p + q ) = m12 + m32 − 2 p ⋅ q + 2ω1ω3 ,
(6.73a)
r r r r 2 s23 = (ω2 + ω3 ) − ( p − q ) = m22 + m32 + 2 p ⋅ q + 2ω2ω3 ,
(6.73b)
s12 = (ω1 + ω2 ) .
(6.73c)
2
r Untuk nilai tetap s12 , nilai s23 ditentukan dengan mengambil q sejajar atau antisejajar r terhadap p , sehingga
( s23 )min = (ω2 + ω3 ) mak
2
−
(
)
2
ω32 − m32 m ω22 − m22 .
(6.74)
Kita juga dapat menyatakan ω1 , ω2 dan ω3 dalam ungkapan s12 sebagai berikut
ω1 =
s12 + m12 − m22 , 2 s12
204
(6.75a)
ω2 =
s12 − m12 + m22 , 2 s12
(6.75b)
ω3 =
m 2 − m32 − s12 , 2 s12
(6.75c)
ω1 + ω2 + ω3 =
s12 + m 2 − m32 . 2 s12
(6.75d)
Sehingga persamaan (6.69) menjadi dΓ =
2 ( m1 m2 m3 )
( 2π )
3
( 4m
2
ds )∫
23
ds12 | M |2 .
(6.76)
6.4. Kaidah Feynman Pada pasal sebelumnya kita telah mempelajari bagaimana menghitung laju peluruhan dan penampang hamburan dalam ungkapan amplitudo M untuk setiap proses yang dimaksud. Melalui pendekatan mekanika kuantum setiap proses dihitung dengan metode perturbasi (gangguan) untuk memperoleh matriks hamburan, S-matriks. Dari matriks hamburan kemudian diperoleh matriks transisi dari proses yang dimaksud. Untuk proses yang berbeda maka kita harus mengulangi perhitungan yang cukup panjang dan tentunya ini membutuhkan waktu yang lama. Ada cara lain untuk mempersingkat proses-proses tersebut yaitu dengan menggunakan diagram Feynmann. Untuk setiap proses yang akan dihitung, kita cukup dengan menggambar diagram dari proses yang bersangkutan kemudian menggunakan kaidah-kaidah tertentu (Feynman rules) seperti yang akan kita pelajari pada pasal berikut ini. Kita akan mempelajari bagaimana menentukan amplitudo M itu sendiri, dengan menggunakan diagram Feynman untuk menghitung diagram interaksi yang bersangkutan. Sebelum kita mempelajari diagram Feynman untuk masing-masing gaya interaksi yang telah kita kenal, terlebih dahulu kita akan mempelajari diagram dalam sebuah model reka (toy model). Dalam elektrodinamika kuantum QED, dua buah partikel seperti elektron dan foton berinteraksi melalui verteks (titik interaksi) digambarkan oleh diagram berikut
205
e−
γ
e− Gambar 6.2. Sekarang kita tinjau tiga buah jenis partikel, A, B, C, yang memiliki spin-0 dan masingmasing memiliki antipartikelnya. Diagram verteks primitif yang menyatakan interaksi dari ketiga partikel tersebut adalah
C B
A
Gambar 6.3. Jika partikel A adalah partikel yang paling berat diantara ketiga partikel. Maka partikel A dapat meluruh menjadi partikel B + C yang massanya lebih ringan, dengan diagram untuk peluruhan proses ini diberikan oleh
C
B
A Gambar 6.4. Untuk memperoleh koreksi dari proses di atas dilakukan dengan menambahkan atau menarik sebuah garis pada masing-masing kaki (A, B, C) dari diagram orde terendah. Dalam proses ini ada koreksi orde ketiga yaitu
206
C
B C
C
B
A
B
C B
C
B
C
A
B
A C
B A
A
C
B
A
A
A
Gambar 6.5.
Dengan menggambar diagram Feynman untuk sebuah proses yang diberikan maka kita dapat memperoleh amplitudo M dengan langkah-langkah berikut: 1. Notasi. Beri label untuk 4-momentum yang masuk dan keluar p1 , p2 , ..., pn (Gambar ). Beri label momentum internal q1 , q2 , .... Letakkan sebuah panah pada masing-masing garis. Lihat contoh diagram Feynman, Gambar 6.2.
p4
p1
p5
p2
p6
p3
Gambar 6.6. Contoh diagram Feynman. 2. Konstanta kopling. Untuk setiap verteks tuliskan faktor
−ig
(6.77)
3. Propagator. Untuk setiap garis internal, tuliskan faktor
207
i q − m2j
(6.78)
2 j
Disini q j adalah 4-momentum dengan q 2j = q µj q j µ dan m j adalah massa partikel. 4. Kekekalan energi dan momentum. Untuk setiap verteks, tuliskan fungsi delta dengan bentuk 4 ( 2π ) δ 4 ( k1 + k2 + k3 ) .
(6.79)
Disini k1 + k 2 + k3 adalah 4-momentum yang masuk ke verteks. Bila panahnya menunjuk keluar verteks maka k1 + k 2 + k3 adalah minus 4-momentum. Faktor ini menyatakan bahwa untuk setiap verteks berlaku hukum kekekalan energi dan momentum. 5. Integrasi pada momentum internal. Untuk setiap garis internal, tuliskan faktor
1
( 2π )
4
d 4q j .
(6.80)
Kemudian integrasi terhadap momentum internal. 6. Abaikan fungsi delta. Hasilnya akan meliputi sebuah fungsi delta 4 ( 2π ) δ 4 ( p1 + p2 + L − pn ) .
(6.81)
Dengan menghilangkan faktor ini, maka suku sisanya adalah – iM.
Contoh 6.3. Diberikan diagram Feynman untuk proses A → B + C yang merupakan diagram orde terendah dari proses ini: Hitunglah waktu hidup dari A?
Jawab. 1. Label untuk masing-masing kaki dari proses ini adalah
p2
p3 C
B
Gambar 6.7.
A
p1
208
( −ig )
2. Ada satu buah verteks, 3. Tidak ada garis internal.
4. Untuk setiap verteks, tuliskan fungsi delta dengan bentuk 4 ( 2π ) δ 4 ( p1 − p2 − p3 )
5. Tidak ada garis internal 6. Hilangkan fungsi delta dari hasil kaidah (4) maka diperoleh amplitudo untuk orde terendah dari proses ini, −iM = −ig
⇒ M =g
Sehingga laju peluruhanya adalah
Γ=
g2 r | p| 2 8π mA
r Disini p adalah besarnya momentum keluar dari verteks. Maka waktu hidup dari A adalah
1 8π mA2 τ= = 2 r Γ g | p|
Contoh 6.4.
Tinjau sebuah proses hamburan dalam kerangka pusat massa, A + A → B + B dimana diagram Feynman untuk order terendahnya diberikan oleh
B p3 p1
B q C
p4
p2 A
A Gambar 6.8.
Hitunglah amplitudo hamburan dan penampang hamburan diferensial dari proses ini.
209
Jawab. 1. Jelas 2. Dalam kasus ini ada dua buah verteks maka ada dua faktor −ig , ( −ig ) ( −ig ) 3. Ada satu garis garis internal, (C), tuliskan faktor i q − mC2 2
4. Untuk setiap verteks, fungsi deltanya adalah 4 ( 2π ) δ 4 ( p1 − p3 − q )
4 ( 2π ) δ 4 ( p2 + q − p4 )
dan
5. Satu buah garis internal memiliki faktor
1
( 2π )
4
d 4q
Kemudian integrasi terhadap momentum internal,
∫ ( −ig )( −ig ) q
2
i 1 4 4 2π ) δ 4 ( p1 − p3 − q )( 2π ) δ 4 ( p2 + q − p4 ) d 4q 4 2 ( − mC ( 2π )
= −i ( 2π ) g 2 ∫ 4
1 δ 4 ( p1 − p3 − q ) δ 4 ( p2 + q − p4 ) d 4 q 2 q − mC 2
Dengan mengambil q = p4 − p2 diperoleh −ig 2
1
( p4 − p2 )
2
−m
6. Dengan menghilangkan faktor
2 C
4 ( 2π ) δ 4 ( p1 + p2 − p3 − p4 )
4 ( 2π ) δ 4 ( p1 + p2 − p3 − p4 ) ,
maka suku sisanya
adalah
−iM = −ig 2
1
( p4 − p2 )
2
− mC2
⇒M =
g2
( p4 − p2 )
2
− mC2
Gambar di atas adalah salah satu kontribusi orde terendah untuk proses tersebut. Ada diagram lain yang juga menggambarkan proses sama yaitu
p3
p4
B
B
Gambar 6.9. p1 A
q C
p2 210
A
Maka amplitudo total dalam proses hamburan A + A → B + B adalah M =
g2
( p4 − p2 )
2
− mC2
+
g2
( p3 − p2 )
2
− mC2
r r r r r r Dalam kerangka pusat massa p1 = − p2 = p , p3 = − p4 = p′
p3
θ p1
p2
p4
sesudah
sebelum Gambar 6.10. Misalkan kita ambil mA = mB = m dan mC = 0 , maka
( p4 − p2 )
2
( p4 − p2 )
2
r − mC2 = p42 + p22 − 2 p2 p4 = −2 p 2 (1 − cos θ ) r − mC2 = p32 + p22 − 2 p3 p2 = −2 p 2 (1 + cos θ )
Sehingga amplitudo totalnya menjadi M =
g2 g2 g2 + = − r2 2 r2 r2 −2 p (1 − cosθ ) −2 p (1 + cos θ ) p sin θ
Kemudian diperoleh penampang hamburan diferensial 2
dσ 1 g2 = r2 2 . d Ω 2 16π Ep sin θ
Dari contoh sederhana diagram Feynman di atas tampak dengan jelas bagaimana memperoleh amplitudo hamburan orde paling rendah (sering disebut tree level) dengan menggunakan kaidah-kaidah Feynman. Sekarang kita ingin memperoleh perhitungan
211
yang lebih teliti. Maka kita dapat menambahkan garis-garis pada masing-masing kakinya sebagai kaki baru pada diagram yang baru. Dengan demikian akan menambah jumlah verteksnya dan amplitudo M akan sebanding dengan pangkat g. Sebagai contoh kita tinjau sebuah proses A + A → B + B , yang diberikan oleh diagram berikut
B
(3)
(4)
B
(2)
A
(5) C (1)
A
Gambar 6.11. Diagram ini memiliki dua verteks sehingga amplitudo M sebanding dengan g 2 . Sekarang kita ingin mencari diagram orde ke empat dalam proses ini, M sebanding dengan g 4 , jelaslah ada empat buah verteks. Dengan mudah kita dapat menarik garis pada salah satu dari dari kelima kaki-kaki diagram di atas dan berakhir pada kaki yang sama atau berakhir pada kaki yang lain sehingga diperoleh empat buah verteks (titik interaksi). Sehingga ada banyak kemungkinan diagram dengan empat buah verteks. Namum beberapa diagram akan menunjukkan proses yang sama. Misalnya kita tinjau kaki (1), maka kita menambahkan garis yang mulai pada kaki (1) dan berakhir pada kaki (1), (2), atau (3) seperti contoh gambar di bawah ini:
B
B
B
B A
C
A
C
B A
C
C B
A
A
212
A
B
B A
C
C
B A
A
Gambar 6.12. dan juga ke kaki (4) atau (5), A
B
C
B
B
A B
A
C
C
A
B
A
C B
A
Gambar 6.13.
Jadi ada lima buah diagram yang diperoleh ketika kita menarik garis pada kaki (1). Begitu pula pada kaki (2) akan diperoleh lima buah diagram. Namun demikian ada gambar yang menunjukan proses sama, sehingga kita cukup menghitung salah satunya. Bila kita membuat garis atau kaki baru dari kaki (3) maka akan diperoleh tiga buah diagram yang tidak sama: (3) → (4) , (3) → (2) dan (3) → (2) . Mulai dari kaki (4) diperoleh dua buah diagram (4) → (5) dan (4) → (2) dan dari kaki (5) diperoleh satu buah diagram (5) → (5) . Jadi ada 5 + 4 + 3 + 2 + 1 = 15 buah diagram orde ke empat dalam proses ini dan pula ada 15 buah versi kembarnya (twisted diagram).
Contoh 6.5.
Carilah amplitudo hamburan orde ke empat dari diagram Feynman untuk proses A + A → B + B berikut ini:
213
B
B
A
A
Gambar 6.14.
Jawab Kita menggunakan kaidah-kaidah Feynman yang diberikan sebelumnya. 1. Memberi label pada setiap kaki. B
B
p3
q3
q1
B A q2
C
p1
p4
q4 C
p2
A
A Gambar 6.15.
2. Dalam kasus ini ada empat buah verteks maka ada empat faktor −ig ,
( −ig ) ( −ig ) ( −ig ) ( −ig ) 3. Ada empat garis-garis internal, (C), tuliskan faktor i i , , 2 2 q − mC q2 − m A2 2 1
i , q − mB2 2 3
i q − mC2 2 4
4. Untuk setiap verteks, fungsi deltanya adalah
( 2π ) δ 4 ( p1 − p3 − q1 ) , ( 2π ) δ 4 ( q1 − q3 − q2 ) , 4 4 ( 2π ) δ 4 ( q3 + q2 − q4 ) , ( 2π ) δ 4 ( q4 + p2 − p4 ) 4
4
5. Satu buah garis internal memiliki faktor 1
( 2π )
4
d 4 q1 ,
1
( 2π )
4
d 4 q2 ,
1
( 2π )
4
d 4 q3 ,
Kemudian integrasi terhadap momentum internal,
214
1
( 2π )
4
d 4 q4
∫ ( −ig )
4
i i i i 2 2 2 2 2 2 2 2 q1 − mC q2 − mA q3 − mB q4 − mC
× ( 2π ) δ 4 ( p1 − p3 − q1 )( 2π ) δ 4 ( q1 − q3 − q2 )( 2π ) δ 4 ( q3 + q2 − q4 )( 2π ) δ 4 ( q4 + p2 − p4 ) 4
×
1
( 2π )
= g4∫
4
d 4 q1
1
1
1
d 4 q3
4
d 4 q4
( 2π ) ( 2π ) δ 4 ( p1 − p3 − q1 ) δ 4 ( q1 − q3 − q2 ) δ 4 ( q3 + q2 − q4 ) δ 4 ( q4 + p2 − p4 ) 4
( 2π )
d 4 q2
4
4
(q
2 1
− mC2
4
)( q
2 2
4
)(
)(
− mA2 q32 − mB2 q42 − mC2
)
× d 4 q1 d 4 q2 d 4 q3 d 4 q4
Dengan mengambil q1 = p1 − p3 dan q4 = p4 − p2 diperoleh
g4 ( p1 − p3 )2 − mC2 ( p4 − p2 ) 2 − mC2 4 4 δ ( p1 − p3 − q2 − q3 ) δ ( q3 + q2 − p4 + p2 ) 4 ×∫ d q2 d 4 q3 2 2 2 2 q2 − mA q3 − mB
(
)(
)
Selanjutnya diambil q2 = p1 − p3 − q3 , diperoleh
g4
( 2π )
4
( p1 − p3 )2 − mC2
×∫
6. Dengan menghilangkan faktor
δ 4 ( p1 − p3 − p4 + p2 )
(( p − p − q ) 1
3
2
−m
3
2 A
)(q
−m
2 3
2 B
4 ( 2π ) δ 4 ( p1 + p2 − p3 − p4 ) ,
d 4 q3
)
maka suku sisanya
adalah
−iM =
⇒M =
g4
( 2π )
4
( p1 − p3 ) − mC2 2
ig 4
( 2π ) ( p1 − p3 ) 4
2
−m 2 C
×∫
×∫
(( p − p − q ) 1
3
3
(( p − p − q ) 1
3
1 2
3
−m
1 2
−m
2 A
2 A
)(q
2 3
)(q
2 3
−m
2 B
−m
2 B
)
)
d 4 q3
d 4 q3
6.5. Kaidah Fenyman untuk Elektrodinamika Kuantum QED Sebagaimana telah kita pelajari pada Bab 4, untuk elektron dan positron bebas kita memiliki:
215
•
Elektron:
i h
ψ ( x) = A exp − p ⋅ x u( s ) ( p ),
(γ p − mc ) u = 0 u ( γ p − mc ) = 0, µ
µ
µ
•
Positron:
u = u †γ 0
µ
i p ⋅ x v( s ) ( p ), h
ψ ( x) = A exp
(γ
µ
)
(
Foton:
s = 1, 2
pµ + mc v = 0
)
v γ µ pµ + mc = 0, •
s = 1, 2
v = v †γ 0
i Aµ ( x) = A exp − p ⋅ x ε (µs ) h
ε µ pµ = 0
Untuk menghitung amplitudo M dengan menggunakan diagram Feynman dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Notasi. Beri label untuk 4-momentum yang masuk dan keluar p1 , p2 , ..., pn serta spin s1 , s2 , ..., sn Beri label momentum internal q1 , q2 dan seterusnya. Letakkan sebuah panah pada masing-masing garis. Lihat contoh gambar 6.3 di bawah ini.
p4 , s4
p1 , s1
p5 , s5
p2 , s2
p6 , s6
p3 , s3
Gambar 6.16. Contoh diagram Feynman QED
216
2. Garis eksternal. Garis eksternal terkait dengn faktor pengali mengikuti kaidah berikut
Tabel 6.1. Kaidah Feynman untuk QED Untuk setiap ...
Gambar...
Tuliskan..
Masuk
u
Keluar
u
Masuk
v
Keluar
v
Masuk
εµ
Keluar
ε µ*
Elektron
Positron
Foton
3. Faktor verteks. Untuk setiap verteks terkait dengan faktor pengali ig eγ µ .
217
(6.82)
Disini g e adalah konstanta kopling yang berhubungan dengan muatan positron
g e = e 4π / hc = e 4πα . 4. Propagator. Setiap garis internal terkait dengan sebuah faktor pengali:
(
i γ µ qµ + m
Elektron dan positron:
q −m 2
2
).
−ig µν . q2
Foton:
(6.83) (6.84)
5. Kekekalan energi dan momentum. Untuk setiap verteks tuliskan sebuah fungsi delta: 4 ( 2π ) δ 4 ( k1 + k2 + k3 ) .
(6.85)
Disini k1 + k 2 + k3 adalah 4-momentum yang masuk ke verteks bila panahnya menunjuk keluar verteks dan minus sebaliknya, kecuali untuk positron eksternal.. Faktor ini menyatakan bahwa untuk setiap verteks berlaku hukum kekekalan energi dan momentum. 6. Integrasi pada momentum internal. Untuk setiap momentum internal q, tuliskan faktor
1
( 2π )
4
d 4q .
(6.86)
Kemudian integrasi terhadap momentum internal. 7. Abaikan fungsi delta. Hasilnya akan meliputi sebuah fungsi delta 4 ( 2π ) δ 4 ( p1 + p2 + L − pn )
Dengan menghilangkan faktor ini, maka suku sisanya adalah – iM. 8. Antisimetrisasi. Masukkan sebuah tanda minus diantara diagram yang berbeda pada pertukaran dua elektron masuk atau dua positron keluar, atau elektron masuk dengan positron keluar atau elektron keluar dengan positron masuk.
218
Contoh 6.6. Carilah amplitudo hamburan orde ke-2 elektron-muon seperti diberikan pada diagram dibawah ini,
e−
p4 , s4
p3 , s3
µ
q
e−
p1 , s1
p2 , s2
µ
e− + µ → e− + µ Gambar 6.17. Jawab 1. Label sudah diberikan. 2. Garis eksternal elektron dan muon berkaitan dengan faktor: elektron: p1 , s1 : u (1), muon: p2 , s2 : u (2),
p3 , s3 : u (3)
p4 , s4 : u (4)
3. Faktor verteks. Ada dua verteks jadi masing-masing memberikan kontribusi:
e−
µ
u (3) q
q
ig eγ
ig eγ ν
µ
e−
u (4)
u (1)
Gambar 6.18.
µ
u (2)
Sampai langkah ini kita memperoleh:
(
)
(
)
•
Verteks 1 ada faktor: u (3) ig eγ µ u (1)
•
Verteks 2 ada faktor: u (4) ig eγ ν u (2)
4. Propagator. Disini propagator adalah sebuah foton yang disimbulkan oleh garis internal:
219
: q
−ig µν q2
Gambar 6.19. Sampai langkah ini kita memperoleh: −ig u (3) ig eγ µ u (1) 2µν q
(
)
ν u (4) ig eγ u (2)
(
)
5. Kekekalan momentum dan energi. Untuk masing-masing verteks (langkah 3) berlaku hukum kekekalan momentum/energi:
e−
µ
u (3)
u (4)
q
q
ig eγ ν e−
µ
u (1)
u (2)
4 ( 2π ) δ 4 ( p2 + q − p4 )
4 ( 2π ) δ 4 ( p1 − p3 − q )
Gambar 6.20. Sampai langkah ini kita memperoleh: −ig u (3) ig eγ µ u (1) 2µν q
(
)
ν u (4) ig eγ u (2)
(
)
× ( 2π ) δ 4 ( p1 − p3 − q )( 2π ) δ 4 ( p2 + q − p4 ) 4
4
6. Integrasi terhadap momentum internal, yaitu terhadap q:
1
( 2π )
4
d 4 q , sehingga
diperoleh:
−ig µν q2
µ ∫ u (3) ( ig γ ) u(1) e
ν u (4) ig eγ u (2)
(
)
× ( 2π ) δ 4 ( p1 − p3 − q )( 2π ) δ 4 ( p2 + q − p4 ) 4
4
−ig µν q2
1
( 2π )
4
d 4q
ν u (4) ig eγ u (2) 4 4 × δ ( p1 − p3 − q ) δ ( p2 + q − p4 ) d 4 q
= ( 2π )
4
µ ∫ u (3) ( ig γ ) u (1) e
220
(
)
Dengan mengambil q = p1 − p3 maka diperoleh
u (4) ig eγ ν u (2) 2 1 − p3 ) × δ 4 ( p1 + p2 − p3 − p4 ) d 4 ( p1 − p3 ) −ig µν
( 2π ) ∫ u (3) ( igeγ µ ) u (1) (p 4
(
)
7. Dengan menghilangkan faktor ( 2π ) δ 4 ( p1 + p2 − p3 − p4 ) , maka suku sisanya 4
sama dengan – iM, yaitu
−ig µν u (4) ig eγ ν u (2) −iM = u (3) ig eγ µ u (1) ( p − p )2 3 1
(
)
(
)
Jadi amplitudo M untuk proses hamburan elektron-muon (setelah kita susun sukusukunya) adalah M =−
ge2
( p1 − p3 )
2
u (3)γ µ u (1) u (4)γ µ u (2) .
(6.87)
6.5.1. Hamburan elektron-elektron Sekarang kita tinjau dua partikel terhambur adalah identik, misalnya hamburan elektronelektron, e − + e− → e− + e − Jika kita perhatikan diagram pada contoh 6 di atas, muon sekarang kita ganti dengan elektron, maka garis eksternal keluar akan diperoleh dengan dua cara yaitu elektron terhambur dengan momentum p3 dan spin s3 berasal dari elektron p1 , s1 (Gambar a) dan
p2 , s2 (Gambar b, dinamakan diagram kembaran, twisted diagram). Sehingga diperoleh dua buah diagram.
221
e
−
p4 , s4
p3 , s3
e
e− p3 , s3
−
q
e−
p1 , s1
e− p4 , s4 q
p2 , s2
e−
e−
p1 , s1
(a )
p2 , s2
e−
(b)
Gambar 6.21. Hamburan elektron-elektron: e − + e− → e− + e −
Dengan mengikuti langkah-langkah contoh 6.6 maka diagram di atas akan menghasilkan amplitudo g e2 u (3)γ µ u (1)u (4)γ µ u (2) , M1 = − 2 ( p1 − p3 )
(6.88)
g e2 u (4)γ µ u (1)u (3)γ µ u (2) . ( p1 − p4 ) 2
(6.89)
M2 = −
Tanda minus karena antikomutasi dari medan-medan fermion, sesuai dengan kaidah 8. Sehingga amplitudo totalnya M =−
g e2 g e2 µ u (4)γ µ u (1) u (3)γ µ u (2) u (3) γ u (1) u (4) γ u (2) + µ 2 2 ( p1 − p3 ) ( p1 − p4 ) (6.90)
6.5.2. Hamburan elektron-positron Untuk hamburan elektron-positron, e − + e+ → e − + e + juga akan diperoleh dua diagram seperti hamburan elektron-elektron. Dua diagram tersebut ditunjukkan pada Gambar 6.5.
222
e−
p4 , s4
p3 , s3
e− p3 , s3
e+
e+ p4 , s4
q
q
(b) e−
p1 , s1
p2 , s2
e+
(a)
p1 , s1
p2 , s2
e+
e− Gambar 6.22. Hamburan elektron-positron: e − + e+ → e − + e +
Diagram (6.22a) serupa dengan hamburan diagram elektron-muon dengan membalik panah pada garis eksternal positron. Pembalikan tanda ini berarti waktu adalah arah maju. Sehingga diperoleh,
−ig µν q2
ν v (2) ig eγ v(4) 4 4 × δ ( p1 − p3 − q)δ ( p2 + q − p4 )
( 2π ) ∫ d 4q u (3) ( igeγ µ ) u (1) 4
(
)
(6.91)
Amplitudo untuk diagram (a) diperoleh M1 = −
g e2 u (3)γ µ u (1) v (2)γ µ v(4) . ( p1 − p3 )2
(6.92)
Diagram (6.22b) adalah diagram kembaran −ig µν q2
ν v (2) ig eγ v(1) 4 4 × δ (q − p3 − p4 )δ ( p1 + p2 − q )
( 2π ) ∫ d 4q u (3) ( igeγ µ ) u (4) 4
(
)
(6.93)
Amplitudo untuk diagram (b) adalah M2 = −
g e2 u (3)γ µ u (4) v (2)γ µ v(1) . ( p1 + p2 ) 2
Selanjutnya dengan menerapkan kaidah (8) diperoleh
223
(6.94)
M =−
g e2 g e2 µ µ µ µ (3) γ (1) (2) γ (4) + u u v v ( p + p ) 2 u (3)γ u (4) v (2)γ v(1) ( p1 − p3 ) 2 1 2 (6.95)
6.5.3. Hamburan Compton Hamburan Compton adalah contoh yang melibatkan propagator elektron (persamaan (6.83)) dan polarisasi foton,
γ + e− → γ + e− Diagram yang diperlukan untuk menghitung hamburan Compton diberikan pada Gambar 6.23, ada dua diagram dalam hamburan ini.
p3 , s3
p4 , s4
p3 , s3
γ
p4 , s4 e−
γ
e−
q q
e−
p1 , s1
γ
p2 , s2
γ
(a)
e− p , s 1 1
p2 , s2 (b)
Gambar 6.23. Hamburan Compton: γ + e− → γ + e −
Untuk diagram Gambar 6.23a, kita memperoleh
(
i γ α qα + mc µ 4 ε γ d q (2) u (4) ig e ∫ µ q 2 − m2c 2 × δ 4 ( p1 − p3 − q )δ 4 ( p2 + q − p4 )
( 2π )
4
(
)
dengan amplitudo M 1 adalah
224
) ig γ u (1)ε ( ) ν
*
ν
e
(3)
(6.96)
M1 =
(
)
g e2 u (4)γ µ ε µ (2) γ α p1α − γ α p3α + mc γ ν εν* (3)u (1) . (6.97) ( p1 − p3 )2 − m 2c 2
Sedangkan untuk diagram Gambar 6.236b diperoleh
( 2π )
4
(
i γ α qα + mc µ ∫ d qε µ (3) u (4) igeγ q 2 − m2c 2 4 4 × δ (q − p3 − p4 )δ ( p1 + p2 − q) 4
*
(
)
) ig γ u(1)ε ( ) ν
ν
e
(2)
(6.98)
dan M2 =
g e2 u (4)γ ν εν* (3) ( γ α p1α + γ α p2α + mc ) γ µ ε µ (2)u (1) . 2 2 2 ( p1 + p2 ) − m c
(6.99)
Amplitudo total adalah M = M1 + M 2 ,
(
)
g e2 u (4)γ µ ε µ (2) γ α p1α − γ α p3α + mc γ ν εν* (3)u (1) M= 2 2 2 ( p1 − p3 ) − m c
(
)
g e2 u (4)γ ν εν* (3) γ α p1α + γ α p2α + mc γ µ ε µ (2)u (1) + 2 2 2 ( p1 + p2 ) − m c
(6.100)
6.6. Trik Casimir Sejauh ini kita telah menggambar diagram Feynman dan menghitung amplitudo hamburan M. Dari contoh-contoh perhitungan yang telah kita pelajari di atas angka yang dikurung, misalnya (3), mengandung informasi tentang momentum dan spin dari partikelpartikel serta ada polarisasi foton dalam hamburan Compton. Dalam eksperimen spinspin elektron (atau positron) yang masuk dan keluar adalah ditentukan dan polarisasi foton diberikan, kemudian kita mengukur penampang hamburan dan waktu hidup dari sebuah proses. Penampang hamburan dapat diperoleh dengan mengkuadratkan matriks transisi. Jika orientasi spin adalah acak, maka penampang hamburan yang dihitung adalah rata-rata pada konfigurasi spin awal dan jumlah pada semua konfigurasi akhir. Dengan demikian kita akan menghitung kuadrat dari matriks transisi | M if |2 untuk setiap
kemungkinan proses yang dimaksud, kemudian menjumlahkan dan merata-ratakan (lihat kembali persamaan (6.51)). Secara formal dapat dinyatakan sebagai berikut | M | 2 = rata − rata pada spin awal , jumlah pada spin akhir dari | M if |2
225
(6.101)
Kuadrat dari amplitudo hamburan elektron-muon, persamaan (6.87), adalah3 | M |2 =
g e4
( p1 − p3 )
4
u (3)γ µ u (1) u (4)γ µ u (2) u (3)γ ν u (1) * [u (4)γ ν u (2)] * . (6.102)
Permasalahan sekarang adalah menyelesaikan suku kuadrat dari ruas kanan persamaan di atas. Jika kita memandangi suku-suku ini, suku 1 dan 3 serta suku 2 dan 4, maka bentuknya adalah
[u (a)Γ1 u (b)][u (a)Γ 2 u (b)] * .
(6.103)
Seperti telah disebutkan di atas (a) dan (b) mengandung informasi spin dan momentum, sedangkan Γ1 dan Γ 2 adalah matriks 4 x 4. Untuk memecahkan ungkapan persamaan (6.103) di atas diperlukan sebuah ”trick” sedemikian sehingga penjumlahan pada semua spin dapat dinyatakan sebagai perkalian matriks dan mengambil trace-nya, trik ini dinamakan trik Casimir. Untuk melakukan hal ini, pertama kita hitung bagian konjugat kompleks persamaan (6.103)
[u (a)Γ 2 u (b)]* = u (a)† γ 0Γ 2 u (b)
†
( )
= u (b)† ( Γ 2 ) γ 0 u (a ) . †
†
(6.104a)
Karena ( γ 0 ) = γ 0 dan ( γ 0 ) = 1 maka †
2
(b)† γ 0 γ 0 Γ †2 γ 0 u (a ) = u (b)Γ 2u (a) . [u (a)Γ 2 u (b)]* = u1 424 31 424 3
(6.104b)
Γ2
u (b )
dimana
Γ 2 = γ 0 Γ†2 γ 0 .
(6.105)
Sehingga persamaan (6.103) menjadi
[u (a)Γ1 u (b)][u (a)Γ 2 u (b)]* = [u (a)Γ1 u (b)] u (b)Γ 2u (a) .
(6.106)
Dengan menggunakan hubungan kelengkapan
∑u
(s)
s =1,2
(
)
u ( s ) = γ µ pµ + m ,
(6.107)
serta menjumlahkan orientasi spin partikel (b) maka
∑ [u (a)Γ u(b)][u (a)Γ 1
spin b
3
2
u (b)] * =
∑ [u (a)Γ u (b)] u (b)Γ u (a) 1
2
spin b
Ingat, disini bukan mengkuadratkan bilangan biasa tetapi
226
| M |2 = MM * .
= u (a)Γ1 ∑ u ( sb ) ( pb )u ( sb ) ( pb ) Γ 2u (a ) sb =1,2
{
}
= u (a )Γ1 γ µ pµ + mb Γ 2u (a) (6.108) Selanjutnya kita lanjutkan menjumlahkan orientasi spin partikel (a),
∑ ∑ [u (a)Γ u(b)][u (a)Γ 1
2
∑ u (a)Γ {γ µ pµ + m } Γ u (a)
u (b)] * =
spin a spin b
1
b
2
spin a
∑u
=
( sa )
sa =1,2
(6.109)
( pa ) Qu ( sa ) ( pa )
dimana kita definisikan
{
}
Q ≡ Γ1 γ µ pµ + mb Γ 2
(6.110)
Suku pada ruas kanan persamaan (6.109) hanyalah perkalian matriks u1x 4 ⋅ Q4 x 4 ⋅ u4 x1 , jadi dapat dituliskan sebagai berikut
∑ (u
( sa )
sa =1,2
( pa )
) (Q ) (u i
ij
( sa )
( pa )
)
j
= Qij ∑ u ( sa ) ( pa ) u ( sa ) ( pa ) sa =1,2 ji
(6.111)
Gunakan kembali hubungan kelengkapan, sekarang untuk partikel (a), maka diperoleh
∑ (u
( sa )
sa =1,2
( pa )
) (Q ) (u i
ij
( sa )
( pa )
)
j
(
= Qij γ µ pµ + ma
( (
)
ji
= Tr Q γ pµ + ma µ
(6.112)
))
dimana Tr menyatakan trace dari matriks, yaitu jumlah semua komponen-komponen diagonalnya 4 . Substitusikan persamaan (6.112) ke persamaann (6.109) maka kita memperoleh
∑ ∑ [u (a)Γ u (b)][u (a)Γ 1
2
( (
) (
u (b) ] * = Tr Γ1 γ µ pµ + mb Γ 2 γ µ pµ + ma
spin a spin b
))
(6.113)
Persamaan ini dinamakan ”trik Casimir”. Dengan menerapkan trik Casimir duakali maka kuadrat amplitudo hamburan elektron-muon, persamaan (6.102), adalah
4
Contoh
a a Tr ( A ) = ∑ Aii atau Tr 11 12 = a11 + a22 . i a21 a22 227
| M |2 =
g e4
( p1 − p3 )
4
Tr γ µ ( p + m ) γ ν ( p + m )
.
(6.114a)
× Tr γ µ ( p + M ) γ ν ( p + M ) Disini m adalah massa elektron, M adalah massa muon dan p = γ µ pµ . Karena ada dua partikel, masing-masing dengan dua orientasi spin yang diijinkan maka rata-ratanya adalah 1/4 dari jumlahnya. Sehingga rata-rata kuadrat amplitudonya kemudian dikalikan dengan faktor 1/4 persamaan (6.114),
| M |2 =
g e4
4 ( p1 − p3 )
4
Tr γ µ ( p + m ) γ ν ( p + m )
.
(6.115)
× Tr γ µ ( p + M ) γ ν ( p + M ) Dengan menghitung trace pada ruas kanan persamaan (6.115) maka diperoleh | M |2 =
8 g e4
( p1 − p3 )
4
( p1 ⋅ p2 )( p3 ⋅ p4 ) + ( p1 ⋅ p4 )( p2 ⋅ p3 )
.
(6.116)
− ( p1 ⋅ p3 ) M 2 − ( p2 ⋅ p4 ) m 2 + 2m 2 M 2
Contoh 6.7.
Tinjau hamburan elektron dengan massa m dari sebuah target berat, misalnya muon yang massanya jauh lebih besar dari massa elektron ( M
m ). Carilah penampang hamburan
diferensial dalam kerangka lab (muon diam)?
Jawab:
E , p3
θ
E , p1
Sebelum Hamburan
Sesudah Hamburan Gambar 6.24
Sebelum hamburan kita memiliki
228
•
r Elektron datang p1 = ( E , p1 )
•
r Muon stasioner p2 = M ,0
(
)
Setelah hamburan kita memilki •
r Elektron terhambur p3 = ( E , p3 )
•
r Muon stasioner p4 = M ,0
(
)
r Disini E adalah energi elektron yang datang dan terhambur, p1 adalah momentum datang r r dan p3 adalah momentum terhambur, besarnya sama dengan p1 . Sudut hamburan antara r r r kedua momentum ini adalah θ sehingga p1 ⋅ p3 = p 2 cosθ . Kemudian kita juga memperoleh •
( p1 − p3 )
2
r r 2 r r r r = − ( p1 − p3 ) = − p12 − p32 + 2 p1 ⋅ p3 r r r r = −2 p 2 + 2 p 2 cos θ = −2 p 2 (1 − cos θ ) = −4 p 2 sin 2 (θ / 2) r
r
r
r
r
•
( p1 ⋅ p3 ) = E 2 − p1 ⋅ p3 = p 2 + m2 − p 2 cosθ = m2 + 2 p 2 sin 2 (θ / 2)
•
( p1 ⋅ p2 )( p3 ⋅ p4 ) = ( p1 ⋅ p4 )( p2 ⋅ p3 ) = M 2 E 2
•
( p2 ⋅ p4 ) = M 2
Substitusikan persamaan di atas ke persamaan (6.116) diperoleh ge4 M 2 | M |2 = r p 2 sin 2 (θ / 2)
(
)
2
(m
2
)
r + p 2 cos 2 (θ / 2) .
(6.117)
Selanjutnya penampang hamburan diferensial diberikan oleh dσ 1 1 g e4 M 2 2 = | M | = 2 d Ω ( 8π M ) 2 ( 8π M ) pr 2 sin 2 (θ / 2)
(
2
)
2
(m
2
r + p 2 cos 2 (θ / 2)
α r2 2 2 = r2 2 m + p cos (θ / 2) 2 p sin (θ / 2)
(
)
) (6.118)
Disini kita telah menggunakan definisi konstanta kopling g e = 4πα . Persamaan (6.118) dinamakan persamaan ”Mott”.
229
6.7. Kaidah Feynman untuk Kromodinamika Kuantum QCD Pada pasal ini kita akan mempelajari kaidah-kaidah Feynman untuk kromodinamika kuantum (QCD). Interkasi dalam QCD di mediasi oleh gluon. Kuatnya interaksi kromodinamika dinyatakan oleh konstanta kopling kuat g s = 4πα s . Bila interaksi kromodinamika dalam suatu proses telah digambar dalam bentuk diagram maka amplitudo M dapat diperoleh dengan kaidah-kaidah Feynman sebagai berikut: 1. Notasi. Beri label untuk 4-momentum yang masuk dan keluar p1 , p2 , ..., pn , spin
s1 , s2 , ..., sn serta color c1 , c2 , ..., cn Beri label momentum internal q1 , q2 dan seterusnya. Letakkan sebuah panah pada masing-masing garis. Lihat contoh gambar di bawah ini.
p4 , c4
p1 , c1
p5 , c5
p2 , c2
p6 , c6
p3 , c3
Gambar 6.25. Contoh diagram Feynman QCD 2. Garis eksternal. Untuk sebuah quark eksternal dengan momentum p, spin s, dan color c mengikuti kaidah berikut:
230
Tabel 6.2. Quarks eksternal dengan momentum, spin dan color Untuk setiap ...
Gambar
Faktor pengali
Masuk
u ( s ) ( p) c
Keluar
u ( s ) ( p) c†
Masuk
v ( s ) ( p) c†
Keluar
v( s ) ( p) c
Masuk
ε µ ( p ) aα
Keluar
ε µ* ( p ) aα *
Quark
Antiquark
Gluon
3. Propagator. Setiap garis internal terkait dengan faktor Tabel 6.3. Propagator dan Faktor pengali Untuk setiap ...
Gambar
Faktor pengali
(
i γ µq + m
Quark-antiquark
Gluon
q −m 2
α,µ
q
β ,ν
−ig µν δ αβ
q2
231
2
)
4. Verteks. Setiap verteks terkait dengan faktor Tabel 6.4. Propagator dan Faktor pengali Untuk setiap ...
Gambar
Quark-gluon
Faktor pengali
−ig s α µ λ γ 2
α,µ
β ,ν −ig s f αβγ g µν (k1 − k2 ) λ + gνλ (k2 − k3 ) µ + g λµ (k2 − k3 )ν ]
k2
Tiga Gluon
k3
γ ,λ
α,µ
k1
β ,ν
γ ,λ
Empat Gluon
−ig s2 f αβη f γδη ( g µλ gνρ − g µρ gνλ ) + f αδη f βγη ( g µν g λρ − g µλ gνρ ) + f αγη f δγη ( g µρ gνλ − g µν g λρ )
α,µ
δ,ρ
Contoh 6.8 Carilah amplitudo hamburan untuk sebuah interaksi quark dan antiquark u+d →
u+d
Jawab: Untuk mencari amplitudo hamburan untuk sebuah interaksi quark dan antiquark kita gunakan kaidah Feynman untuk QCD di atas:
232
1. Diagram dengan label diberikan sebagai berikut
p4 , c4
p3 , c3
u
d
q
p1 , c1
u
p2 , c2
d
2. Setiap garis ekternal diberikan oleh
( p1 , c1 ) ( p3 , c3 )
→ u (1) c1 ,
( p2 , c2 )
→ v ( 2 ) c2† ,
( p4 , c4 )
→ v ( 4 ) c4
→ u ( 3) c3† ,
3. Propagator. Garis internal gluon terkait dengan faktor 4. Verteks. Verteks quark-gluon diberikan oleh faktor
−ig µν δ αβ q2
−ig s α µ λ γ 2
5. Kalikan semua faktor di atas, sehingga diperoleh
−ig µν δ αβ −ig s α µ λ γ u (1) c1 −iM = u ( 3) c q2 2 † 3
† −ig s λ β γ ν v ( 4 ) c4 v ( 2 ) c2 2
Maka amplitudo M adalah
M=
− g s2 1 u 3 γ µ u (1) g µν v ( 2 ) γ ν v ( 4 ) c3†λ α c1δ αβ c2†λ β c4 2 ( ) 4 q
6.8. Kaidah Feynman Interaksi Lemah Partikel perantara atau mediator dalam interaksi lemah (analog dengan foton dalam QED dan gluon dalam QCD) adalah boson gauge W ± dan Z 0 yang memiliki massa
M W = 82 ± 2 GeV ,
M Z = 92 ± 2 GeV
233
Untuk mempelajari proses hamburan atau peluruhan dalam interaksi lemah, kaidahkaidah Feynman diberikan sebagai berikut5 1. Notasi. Beri label untuk 4-momentum yang masuk dan keluar p1 , p2 , ..., pn serta spin s1 , s2 , ..., sn Beri label momentum internal q1 , q2 dan seterusnya. Letakkan sebuah panah pada masing-masing garis. Lihat contoh gambar di bawah ini.
p5 , s5
p4 , s4
p1 , s1
p6 , s6
p3 , s3
p2 , s2
Gambar 6.26 . Contoh diagram Feynman interaksi lemah
2. Faktor verteks. Untuk setiap verteks terkait dengan faktor pengali
−ig w µ γ 1− γ 5 2 2
(
)
Disini g w adalah konstanta kopling yang berhubungan dengan muatan positron g w = e 4πα w . 3. Propagator. Setiap garis internal terkait dengan sebuah faktor pengali: W-boson:
(
−i g µν − qµ qν / M w2 q −M 2
5
)
2 w
Kaidah Feynman untuk interaksi lemah serupa dengan QED namun sekarang melibatkan partikelperantara bermassa (massive).
234
(
−i g µν − qµ qν / M z2
Z-boson:
q −M 2
)
2 z
Dalam eksperimen, biasanya q 2 jauh lebih kecil dari M w2± z sehinga propagator untuk
q2
M w2± z diberikan oleh ig µν M w2
W-boson:
Z-boson:
ig µν M z2
Contoh 6.9 Carilah penampang hamburan untuk proses peluruhan muon inverse
ν µ + e− → µ − + ν e p3
νe
µ
q
W−
−
νµ
e− p1 Jawab Untuk proses di atas kita ikuti langkah-langkah berikut: 1. Notasi telah jelas diberikan 2. Setiap garis ekternal diberikan oleh
( p1, s1 )
→ u (1) ,
( p3 , s3 )
→ u ( 3) ,
( p2 , s2 ) ( p4 , s4 )
3. Verteks diberikan oleh faktor
235
→ u ( 2) ,
→ u ( 4)
p4
p2
−ig w µ γ 1− γ 5 2 2
(
)
Sampai langkah ini kita memperoleh
−ig w µ −ig w ν 5 5 u ( 3) 2 2 γ 1 − γ u (1) u ( 4 ) 2 2 γ 1 − γ u ( 2 )
(
)
(
4. Propagator diberikan oleh faktor
−ig w µ ig µν 5 u ( 3) 2 2 γ 1 − γ u (1) M 2 w
(
)
)
ig µν , dan diperoleh M w2
−ig w ν γ 1 − γ 5 u ( 2) u ( 4) 2 2
(
)
5. Hasil ini adalah sama dengan −iM −ig w µ ig −iM = u ( 3) γ 1 − γ 5 u (1) µν2 2 2 Mw
(
)
−ig w ν γ 1 − γ 5 u ( 2 ) u ( 4) 2 2
(
)
Maka amplitudo M adalah g2 M = w 2 u ( 3) γ µ 1 − γ 5 u (1) u ( 4 ) γ µ 1 − γ 5 u ( 2 ) 8M w
(
)
(
)
6. Untuk memperoleh penampang hamburan terlebih dahulu kita mencari kuadratnya 2
g2 | M | = w 2 u ( 3) γ µ 1 − γ 5 u (1) u ( 4 ) γ µ 1 − γ 5 u ( 2 ) 8M w 2
(
)
(
)
(
)
(
)
× u ( 3) γ µ 1 − γ 5 u (1) * u ( 4 ) γ µ 1 − γ 5 u ( 2 ) * 7. Gunakan trik Casimir dan hitung trace-nya maka diperoleh g | M | = 4 w ∑ spin Mw 2
4
( p1 ⋅ p2 )( p3 ⋅ p4 )
8. Elektron mempunyai dua keadaan spin sedangkan neutrino hanya memiliki satu keadaan spin, yaitu neutrino selalu dalam skrup putar kiri (left handed) sehingga kita cukup mengalikan dengan faktor setengah persamaan di atas yang memberikan amplitudo rata-rata 2
|M |
g = 2 w Mw
4
( p1 ⋅ p2 )( p3 ⋅ p4 )
Dalam kerangka pusat massa kita memperoleh 236
2
|M |
g E = 8 w Mw
4
mµ 2 1 − 2 E
dimana E adalah energi elektron (atau neutrino) yang datang dan mµ adalah massa neutrino. Penampang hamburan diferensial adalah 1 1 g w2 E dσ 2 = | M | = d Ω ( 8π M w ) 2 2 4π M w2
2
mµ 2 1 − 2 E
2
Rangkuman •
Laju transisi dikenal dengan Fermi Golden Rule didefinisikan sebagai
W fi =
2 P 4 = ( 2π ) ∑ δ 4 ( p f − pi ) T fi Vt
Sedangkan laju peluruhan dituliskan dΓ = •
dW rapat partikeldatang
Untuk menghitung amplitudo M dengan menggunakan diagram Feynman untuk interaksi elektromagnetik dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Notasi. Beri label untuk 4-momentum yang masuk dan keluar p1 , p2 , ..., pn serta spin s1 , s2 , ..., sn Beri label momentum internal q1 , q2 dan seterusnya. Letakkan sebuah panah pada masing-masing garis. Lihat contoh gambar 3 di bawah ini.
237
p4 , s4
p1 , s1
p5 , s5
p2 , s2
p6 , s6
p3 , s3
Gambar 6.27. Contoh diagram Feynman QED
2. Garis eksternal. Garis eksternal terkait dengn faktor pengali mengikuti kaidah berikut
Untuk setiap ...
Gambar...
Tuliskan..
Masuk
u
Keluar
u
Masuk
v
Keluar
v
Elektron
Positron
238
Masuk
εµ
Keluar
ε µ*
Foton
3. Faktor verteks. Untuk setiap verteks terkait dengan faktor pengali ig eγ µ .
(6.82)
Disini g e adalah konstanta kopling yang berhubungan dengan muatan positron g e = e 4π / hc = e 4πα . 4. Propagator. Setiap garis internal terkait dengan sebuah faktor pengali:
(
i γ µ qµ + m
Elektron dan positron:
q −m 2
2
−ig µν . q2
Foton:
).
(6.83)
(6.84)
5. Kekekalan energi dan momentum. Untuk setiap verteks tuliskan sebuah fungsi delta: 4 ( 2π ) δ 4 ( k1 + k2 + k3 ) .
(6.85)
Disini k1 + k 2 + k3 adalah 4-momentum yang masuk ke verteks bila panahnya menunjuk keluar verteks dan minus sebaliknya, kecuali untuk positron eksternal.. Faktor ini menyatakan bahwa untuk setiap verteks berlaku hukum kekekalan energi dan momentum. 6. Integrasi pada momentum internal. Untuk setiap momentum internal q, tuliskan faktor
1
( 2π )
4
d 4q .
Kemudian integrasi terhadap momentum internal.
239
(6.86)
7. Abaikan fungsi delta. Hasilnya akan meliputi sebuah fungsi delta 4 ( 2π ) δ 4 ( p1 + p2 + L − pn )
Dengan menghilangkan faktor ini, maka suku sisanya adalah – iM. 8. Antisimetrisasi. Masukkan sebuah tanda minus diantara diagram yang berbeda pada pertukaran dua elektron masuk atau dua positron keluar, atau elektron masuk dengan positron keluar atau elektron keluar dengan positron masuk.
•
Untuk menghitung amplitudo M dengan menggunakan diagram Feynman untuk interaksi kuat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Notasi. Beri label untuk 4-momentum yang masuk dan keluar p1 , p2 , ..., pn , spin
s1 , s2 , ..., sn serta color c1 , c2 , ..., cn Beri label momentum internal q1 , q2 dan seterusnya. Letakkan sebuah panah pada masing-masing garis. Lihat contoh gambar di bawah ini.
p4 , c4
p1 , c1
p5 , c5
p2 , c2
p6 , c6
p3 , c3
Gambar 6.28. Contoh diagram Feynman QCD
2. Garis eksternal. Untuk sebuah quark eksternal dengan momentum p, spin s, dan color c mengikuti kaidah berikut:
240
Untuk setiap ...
Gambar
Faktor pengali
Masuk
u ( s ) ( p) c
Keluar
u ( s ) ( p) c†
Masuk
v ( s ) ( p) c†
Keluar
v( s ) ( p) c
Masuk
ε µ ( p ) aα
Keluar
ε µ* ( p ) aα *
Quark
Antiquark
Gluon
3. Propagator. Setiap garis internal terkait dengan faktor
Untuk setiap ...
Gambar
Faktor pengali
(
i γ µq + m
Quark-antiquark
Gluon
q −m 2
α,µ
q
β ,ν
−ig µν δ αβ
q2
241
2
)
4. Verteks. Setiap verteks terkait dengan faktor Untuk setiap ...
Gambar
Quark-gluon
Faktor pengali
−ig s α µ λ γ 2
α,µ
β ,ν −ig s f αβγ g µν (k1 − k2 ) λ + gνλ (k2 − k3 ) µ + g λµ (k2 − k3 )ν ]
k2
Tiga Gluon
k3
γ ,λ α,µ
k1
β ,ν
γ ,λ
Empat Gluon
−ig s2 f αβη f γδη ( g µλ gνρ − g µρ gνλ ) + f αδη f βγη ( g µν g λρ − g µλ gνρ ) + f αγη f δγη ( g µρ gνλ − g µν g λρ )
α,µ
•
δ,ρ
Untuk mempelajari proses hamburan atau peluruhan dalam interaksi lemah, kaidahkaidah Feynman diberikan sebagai berikut6 1. Notasi. Beri label untuk 4-momentum yang masuk dan keluar p1 , p2 , ..., pn serta spin s1 , s2 , ..., sn Beri label momentum internal q1 , q2 dan seterusnya. Letakkan sebuah panah pada masing-masing garis. Lihat contoh gambar di bawah ini.
6
Kaidah Feynman untuk interaksi lemah serupa dengan QED namun sekarang melibatkan partikelperantara bermassa (massive).
242
p5 , s5
p4 , s4
p1 , s1
p6 , s6
p3 , s3
p2 , s2
Gambar 6.29 . Contoh diagram Feynman interaksi lemah. 2. Faktor verteks. Untuk setiap verteks terkait dengan faktor pengali −ig w µ γ 1− γ 5 2 2
(
)
3. Disini g w adalah konstanta kopling yang berhubungan dengan muatan positron
g w = e 4πα w . 4. Propagator. Setiap garis internal terkait dengan sebuah faktor pengali W-boson:
Z-boson:
(
−i g µν − qµ qν / M w2 q −M 2
(
−i g µν − qµ qν / M z2 q −M 2
)
2 w
)
2 z
5. Dalam eksperimen, biasanya q 2 jauh lebih kecil dari M w2± z sehinga propagator untuk q 2
M w2± z diberikan oleh a. W-boson:
b. Z-boson:
243
ig µν M w2 ig µν M z2
Soal-soal Latihan 1. Turunkan persamaan (6.31) dan (6.32)! 2. Buktikan persamaan laju transisi persamaan (6.49)! 3. Hitung amplitudo untuk hamburan elektron-muon dalam sistem pusat massa, asumsikan bahwa e dan µ mendekati satu dengan yang lain sepanjang sumbu-z, tolak-menolak dan kembali ke sumbu-z. Asumsikan pula partikel awal dan akhir memiliki helisitas +1. 4. (a) Hitung amplitudo total untuk pemusnahan pasangan (pair annihilation) dari proses e + + e− → γ + γ ! (b) Hitung penampang hamburan diferensial dari proses ini! 5. Peroleh trik Casimir, kerjakan dengan cara yang serupa penurunan persamaan (6.113) (a) untuk antipartikel
∑ ∑ [v (a)Γ v(b)][v (a)Γ 1
2
v(b)] *
spin a spin b
(b) untuk kasus campuran
∑ ∑ [u (a)Γ v(b)][u (a)Γ 1
2
v(b)] * , dan
spin a spin b
∑ ∑ [v (a)Γ u (b)][v (a)Γ 1
2
u (b)] *
spin a spin b
6. (a) Hitunglah trace dari hamburan elektron-muon! (b) Dengan menggunakan hasil (a) buktikan bahwa 8 g e4 ( p1 ⋅ p2 )( p3 ⋅ p4 ) + ( p1 ⋅ p4 )( p2 ⋅ p3 ) |M| = ( p1 − p3 ) 4 2
−
8 g e4 p ⋅ p3 ) M 2 + ( p2 ⋅ p4 ) m 2 − 2m 2 M 2 4 ( 1 ( p1 − p3 )
(c) Mulai dari soal (b) hitunglah amplitudo rata-rata spin dalam kerangka pusat massa untuk kasus energi tinggi m, M → 0 ! (d) Hitung pula penampang hamburan diferensial dalam kerangka pusat massa. Misalkan E adalah energi elektron dan θ sudut hamburan! 7. Ikuti contoh 6.8, namun sekarang untuk mencari amplitudo dari interaksi quark dan quark! 8. Carilah amplitudo M untuk diagram berikut dalam interaksi kromodinamik!
244
9. Diagram Feynman untuk peluruhan muon µ → e + ν µ + ve adalah
p3
p2
νµ
p4
νe q
e−
W−
µ p1 (a) Hitunglah amplitudo M!
(b) Hitunglah amplitudo rata-rata spin | M |2 ! (c) Hitung | M |2 dalam kerangka diam muon! (d) Hitung laju peluruhan dΓ ! 10. Seperti soal 9 sekarang tinjau untuk kasus peluruhan neutron n → p + e + ve : (a) Gambar diagram Feynman untuk kasus ini! (b) Hitunglah amplitudo M! (c) Hitunglah amplitudo rata-rata spin | M |2 !
(d) Hitung | M |2 dalam kerangka diam muon! (e) Hitung laju peluruhan dΓ ! 245