HALAMAN JUDUL
BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM
STRUKTUR BETON
Suprayitno, S.T
LABORATORIUM FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NAROTAMA TAHUN 2016
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya, Buku Petunjuk Praktikum Beton ini dapat terselesaikan dengan baik. Buku petunjuk praktikum ini disusun sebagai panduan mahasiswa, dalam melaksanakan Praktikum Beton. Beberapa perubahan dan penyempurnaan dilakukan terhadap buku edisi sebelumnya, dengan harapan agar sesuai dengan kurikulum yang diajarkan di mata kuliah Struktur Beton. Buku Petunjuk Praktikum Beton ini, disusun oleh Tim KBK Struktur dibantu oleh teknisi dan asisten laboratorium. Pada kesempatan ini, penulis mengucapakan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Teknik, 2. Ketua Jurusan Teknik Sipil, 3. Ketua Laboratorium Fakultas Teknik, 4. Staf Administrasi dan Laboran Praktikum Beton, Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada buku ini, sehingga masukan dari berbagai pihak yang terkait, sangat diharapkan demi perbaikan. Akhir kata penulis berharap agar Buku Petunjuk Praktikum Teknologi Bahan ini, dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh mahasiswa dalam melaksanakan Praktikum Beton.
Surabaya, 24 Agustus 2016 Laboran,
Suprayitno, ST.
PERATURAN PRAKTIKUM Dalam pelaksanaan praktikum, dianjurkan mengikuti pedoman yang ada, agar praktikum dapat berjalan dengan sempurna dan lancar. Oleh karena itu, mahasiswa/praktikan diharapkan untuk membaca pedoman sebelum melakukan praktikum. A. Peraturan Praktikum Dalam melaksanakan praktikum, mahasiswa diwajibkan untuk : 1. Mempelajari dengan baik mengenai cara-cara melakukan/prosedur uji yang akan dilaksanakan, sehingga dapat menjalankan praktikum dengan baik. 2. Bekerja secara hati-hai dengan alat yang digunakan terutama alat dari bahan gelas. Setelah selesai praktikum, bersihkan alat-alat tersebut, susun kembali dengan baik dan serahkan kepada petugas. Kerusakan dan kehilangan alat dibebankan kepada kelompok yang menggunakan. B. Laporan Setelah melaksanakan praktikum Beton, mahasiswa diwajibkan untuk membuat Laporan Praktikum dengan ketentuan sebagai berikut ini. 1. Laporan harus sudah diserahkan paling lambat 2 minggu setelah praktikum selesai. 2. Laporan Praktikum harus memuat : a. nama pengujian, b. tujuan c. dasar teori, d. alat dan bahan, e. cara pelaksanaan f. hasil dan pembahasan g. kesimpulan
BAB I PEMERIKSAAN SEMEN PORTLAND A. PEMERIKSAAN BERAT JENIS SEMEN PORTLAND 1. Maksud dan Tujuan Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis semen portland. Berat jenis semen adalah perbandingan antara berat isi kering semen pada suhu kamar dengan berat isi kering air suling pada 4 °C yang isinya sama dengan isi semen. 2. Alat dan Benda Uji a. Alat 1) Botol Le Chatelier 2) Timbangan dengan ketelitian 0,001 gram 3) Corong kaca b. Benda uji 1) Semen portland sebanyak 64 gram 2) Korosin bebas air atau naptha dengan berat jenis 62 API (American Petroleum Institut) 3. Langkah Kerja a. Isi botol Le Chatelier dengan kerosin atau naptha sampai antara skala 0 dan 1, bagian dalam botol diatas permukaan cairan dikeringkan, b. Masukkan botol ke dalam bak air dengan suhu yang ditetapkan pada botol ± 20 °C untuk menyamakan suhu cairan dalam botol dengan suhu yang ditetapkan pada botol, dalam waktu yang cukup (selama ± 60 menit) untuk menghindarkan variasi suhu botol lebih besar dari 20 °C, c. Setelah suhu air sama dengan suhu cairan dalam botol, bacalah skala pada botol [v1], d. Masukkan benda uji sedikit demi sedikit ke dalam botol dengan menggunakan corong kaca, jangan sampai ada semen yang menempel pada dinding dalam botol diatas cairan, e. Setelah semua benda uji dimasukkan, putar botol dengan posisi miring secara perlahan-lahan selama ± 30 menit, sehingga seluruh gelembung udara dalam benda uji keluar (tidak timbul lagi pada permukaan cairan), f. Ulangi pekerjaan pada langkah (2) setelah suhu air sama dengan suhu cairan dalam botol, lalu bacalah skala pada botol [v2].
4. Perhitungan Berat semen
Berat isi, ρ =
(v2-v1)
Keterangan : v1 = pembacaan pertama pada skala botol v2 = pembacaan kedua pada skala botol (v2 – v1) = isi cairan yang dipindahkan oleh semen dengan berat tertentu Untuk perencanaan campuran beton, berat isi harus dinyatakan dalam berat jenis yang merupakan dalam besaran tanpa dimensi; Gsp = Specific gravity / berat jenis semen portland Ga = berat isi air suling pada suhu 4 °C [1 gram/cm3] Sehingga ; Gsp = ρ Gs Catatan : Berat jenis semen Portland antara 3 - 3,2 Percobaan dibuat dua kali dengan selisih yang diijinkan 0,01. Suhu ruangan pemeriksaan yang diijinkan berkisar antara 20°C – 24°C.
5. Laporan Laporkan nilai berat jenis sampai dua angka desimal (dibelakang koma).
Gambar 1. Botol Le Chatelier.
B. PEMERIKSAAN KONSISTENSI NORMAL SEMEN HIDROLIS 1. Maksud dan Tujuan Menentukan konsistensi normal dari semen hidrolis untuk keperluan penentuan waktu pengikatan semen. 2. Alat dan Bahan a. Alat 1. Mesin aduk (mixer) dengan daun-daun pengaduk dari baja tahan karat serta mangkuk yang dapat dilepas, 2. Alat vikat dan cincin koin 3. Timbangan dengan ketelitian sampai 1,0 gram 4. Alat pengorek (scraper) dibuat dari karet yang agak kaku, 5. Gelas ukur dengan kapasitas 150 atau 200 ml, 6. Sendok perata (trowel), 7. Sarung tangan karet. 8. Pelat kaca ukuran 150 x 150 x 3 mm b. Bahan 1. Semen portland ± 3,5 kg (untuk ± 6 percobaan) 2. Air bersih (dengan temperatur ruangan) 3. Langkah Kerja a. Pasang daun pengaduk serta mangkuk pada alat pengaduk, b. Masukkan bahan untuk percobaan dalam mangkuk dan campurlah sebagai berikut: 1. Tuangkan air (± 125 – 155 cc untuk semen tipe I dan (± 130 – 140 cc untuk semen tipe III), 2. Masukkan 500 gram semen ke dalam air dan biarkan selama 30 detik untuk proses penyerapan, c. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan rendah (140 ± 5 rpm) dan aduklah selama 30 detik, d. Hentikan mesin pengaduk selama 15 detik dan sapulah bahan (pasta) dari dinding sisi mangkuk, e. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan sedang (248 ± 10 rpm) dan aduklah selama 1 menit, f. Segera ambil pasta dari mangkuk dan bentuklah sebagai bola. Lemparkan bola pasta tersebut dari tangan yang satu ke tangan yang lain (dengan jarak ± 15 cm) beberapa kali, kemudian tempatkan pada alat vikat. Tekankan kedalam cincin konis sehingga memenuhi cincin tersebut. Tempatkan cincin tersebut pada pelat gelas (H) dan tuanglah
kelebihan pasta semen dari kedua sisi cincin. Ratakan bagian atas dari pasta semen dengan sendok adukan sedemikian rupa sehingga tidak menekan adukan, g. Pusatkan cincin berisi pasta tersebut dibawah batang (B) dan sentuhkan dan kuncilah (putar kunci K) jarum C pada permukaan pasta. Tempatkan indikator (F) tepat pada angka nol yang atas. Lepaskan batang (B) bersamaan jarum (C) dengan memutar kunci K. Jarum C akan masuk kedalam pasta. Bila dalam waktu 30 detik kedalaman masuk C kedalam pasta besarnya 10 ± 1 mm dari permukaan, maka konsistensi pasta semen tersebut adalah normal, h. Bila konsistensi normal belum tercapai, ulangilah langkah (1) s/d langkah (2) sehingga tercapai. Catatlah jumlah air yang diperlukan untuk mencapai konsistensi normal, i. Gambarlah grafik yang menunjukkan hubungan antara kedalaman penetrasi jarum dan kadar air ( %) dalam pasta semen. 4. Laporan Laporkan konsistensi normal dalam bentuk grafik dan tabulasi data. Catatan: Konsistensi normal semen adalah kadar air pada semen yang apabila jarum vicat diletakkan di permukaannya dalam interval waktu 30 detik akan terjadi penetrasi sedalam 10 mm.
Gambar 2. Mixer Portland Cement/Mortar.
C. PEMERIKSAAN WAKTU PENGIKATAN SEMEN HIDROLIS 1. Maksud dan Tujuan Menentukan waktu pengikatan semen hidrolis (dalam keadaan konsistensi normal). 2. Alat dan Bahan Peralatan a. Alat 1) Mesin aduk (mixer) dengan daun-daun pengaduk dari baja tahan karat serta mangkuk yang dapat dilepas, 2) Alat vikat (dengan menggunakan ujung D seperti pada gambar 1.3), 3) Timbangan dengan ketelitian sampai 1,0 gram 4) Alat pengorek (scraper) dibuat dari karet yang agak kaku, 5) Gelas ukur dengan kapasitas 150 atau 200 ml, 6) Sendok perata (trowel), 7) Sarung tangan karet, 8) Ruang lembab yang mampu memberikan kelembaban relatif minimum 90%. b. Bahan 1) Semen portland ± 3,5 kg (untuk ± 6 percobaan) 2) Air bersih (dengan temperatur ruangan) 3. Langkah Kerja a. Pasang daun pengaduk serta mangkuk pada alat pengaduk, b. Masukkan bahan untuk percobaan dalam mangkuk dan campurlah sebagai berikut: 1) Tuangkan air (± 125 – 155 cc untuk semen tipe I dan (± 130 – 140 cc untuk semen tipe III), 2) Masukkan 500 gram semen ke dalam air dan biarkan untuk penyerapan selama 30 detik, c. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan rendah (140 ± 5 rpm) dan aduklah selama 30 detik, d. Hentikan mesin pengaduk untuk 15 detik dan sapulah bahan (pasta) dari dinding sisi mangkuk, e. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan sedang (248 ±10 rpm) dan aduklah selama 1 menit, f. Segera ambil pasta dari mangkuk dan bentuklah sebagai bola. Lemparkan bola pasta tersebut dari tangan yang satu ke tangan yang lain (dengan jarak ± 15 cm) beberapa kali, g. Segera masukkan benda uji tersebut kedalam ruang lembab dan biarkan, h. Setelah 30 menit didalam ruang lembab, tempatkan benda uji pada alat vikat. Turunkan jarum hingga menyentuh permukaan pasta semen. Keraskan skrup dan geser jarum penunjuk pada bagian atas dari skala dan lakukan
pembacaan awal, i. Lepaskan batang dengan memutar skrup dan biarkan jarum mapan pada permukaan pasta selama 30 detik. Lakukan pembacaan untuk menetapkan dalamnya penetrasi. Apabila pasta terlalu lembek, lambatkan penurunan batang untuk mencegah melengkungnya jarum, j. Jarak antara setiap penetrasi pada pasta tidak boleh lebih kecil dari 6 mm. Untuk semen tipe I, Percobaan dilakukan segera setelah diambil dari ruang lembab dan setiap 15 menit sesudahnya sampai tercapai penetrasi sebesar 25 mm atau kurang. Untuk semen tipe III, setiap menit 10 menit sesudahnya sampai tercapai penetrasi sebesar 25 mm atau kurang, k. Gambarkan dalam suatu grafik, besarnya penetrasi jarum vicat sebagai fungsi dari waktu untuk semen-semen tipe I atau III, l. Catatlah semua hasil percobaan penetrasi. Tentukan waktu tercapainya penetrasi sebesar 25 mm. Inilah waktu ikat dari semen hidrolis. 4. Laporan Laporkan waktu ikat semen dalam bentuk grafik dan tabulasi data. Catatan: Dalam test vicat, waktu pengikatan terjadi apabila jarum vicat yang kecil (jarum D), membuat penetrasi sedalam 25 mm kedalam pasta setelah mapan selama 30 detik.
Gambar 3 Alat Vikat
BAB II PEMERIKSAAN AGREGAT A. PEMERIKSAAN KANDUNGAN LUMPUR DALAM AGREGAT 1. Cara Volume Encapan Ekivalen untuk Agregat Halus a. Maksud dan Tujuan Pemeriksaan kandungan Lumpur ini merupakan cara untuk menetapkan besar kandungan tanah liat dan silt dalam pasir secara cepat. b. Peralatan Gelas ukur kaca tak berwarna dengan tutup, ukuran 1000 cc c. Persyaratan Pengujian 1) Buat sampel minimal sebanyak 2 buah. 2) Sampel pasir lapangan (tidak di oven) d. Langkah Kerja 1) Gelas ukur diisi dengan pasir (± 450 cc) kemudian ditambah air hingga kira-kira dua kalinya. 2) Gelas ukur kemudian dikocok-kocok (bagian atas ditutup rapat) kemudian sampel uji didiamkan selama kurang lebih 1 jam. 3) Catat endapan (bukan pasir) yang berada di atas pasir, berapa cc. e. Perhitungan Banyak endapan di atas pasir, secara kasar dapat dinyatakan bahwa 10 cc endapan ekivalen dengan 1 persen berat Lumpur yang terkandung di dalam pasir. 2. Cara Butir-Butir yang Lewat Ayakan Nomor 200 a. Maksud dan Tujuan Pemeriksaan kandungan Lumpur ini merupakan cara untuk menetapkan besar kandungan tanah liat dan silt (lumpur) dalam agregat secara cepat. Selain itu dapat pula untuk menerangkan prosedur pelaksanaan penetuan kadar butir halus dari agregat. b. Peralatan 1) Ayakan nomor 16 (lubang 1,19 mm) dan nomor 200. 2) Nampan yang cukup besar sehingga cukup untuk merendam pasir/kerikil dan mengguncang-guncangnya tanpa tumpah. 3) Oven/ tungku pemanas dengan temperatur sekitar 1050C. 4) Timbangan dengan ketelitian 0,1 % berat pasir contoh, 5) Nampan cukup besar untuk mengeringkan pasir/ kerikil.
c. Benda Uji Berat contoh agregat kering (pasir/kerikil) dengan berat minimum tergantung pada ukuran maksimum sesuai dengan Tabel 1 Tabel 1. Berat minimum agregat. Ukuran maksimum agregat
Berat Minimum
Sampai
2,36 mm
100 gram
Sampai
4,80 mm
500 gram
Sampai
9,60 mm
2000 gram
Sampai 19,10 mm
2500 gram
Sampai 38,00 mm
5000 gram
d. Langkah Kerja 1) Masukkan contoh agregat (pasir/kerikil) ± 1,25 kali berat benda uji yang tercantum dalam Tabel 2.1 kedalam cawan dan keringkan dalam oven dengan suhu sekitar 100 ± 5°C sampai beratnya tetap. 2) Setelah beratnya tetap ambil pasir/kerikil, dan timbanglah seberat sesuai dengan Tabel 2.1 (B1), 3) Masukkan agregat ke dalam talam pencuci dan masukkan pula air bersih secukupnya sampai agregat (pasir/kerikil) terendam semua, 4) Nampan pencuci digoyang-goyangkan, kemudian tuangkan suspensi yang kelihatan keruh dengan perlahan-lahan ke dalam susunan ayakan nomor 16 dan 200. Butir-butir yang besar diduga jangan sampai ikut masuk ke ayakan (untuk menjaga ayakan agar tidak rusak), 5) Masukkan air yang baru dan ulangi langkah (4) sampai air cucian tampak jernih, 6) Masukkan kembali butir-butir yang tertahan pada ayakan nomor 16 maupun 200 ke dalam nampan. Masukkan semua pasir/kerikil yang telah dicuci ke dalam tungku untuk dikeringkan kembali, 7) Setelah pasir/kerikil kering (beratnya tetap) timbang kembali (B2).
e. Perhitungan Jumlah butiran/kadar butir halus yang lewat ayakan No. 200 : B1 – B2 B1
x 100 %
Dengan : B1 : berat benda uji semula (gram) B2 : berat benda uji semula (gram) Contoh hitungan : Dari hasi percobaan : 1) Berat benda uji semula = 250 gram 2) Berat butiran yang tertahan pada saringan No. 200 = 200 gram. Kadar butir yang lewat saringan No. 200 250 – 200
x 100 % = 20 %
250
B. ANALISA SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR 1. Maksud dan Tujuan a. Maksud Analisis saringan agregat ialah penentuan persentase berat butiran agregat yang lolos dari satu set saringn kemudian angka-angka persentase digambarkan pada grafik pembagian butir. b. Tujuan Tujuan analisis gradasi (pemeriksaan gradasi) pasir berikut ini adalah untuk 1) Memperoleh distribusi besaran atau jumlah persentase butiran, baik agregat halus maupupn agregat kasar, 2) Menentukan modulus kehalusan (fineness modulus) agregat halus dan kasar, serta ukuran maksimum agregat kasar. Ukuran maksimum agregat kasar digunakan untuk menetapkan berat air dan persentase udara yang ada dalam unint beton. 2. Ruang Lingkup Metode pengujian ini mencakup jenis-jenis agregat halus maupun kasar yang memenuhi persyaratan sebagai benda uji yang tercantum pada poin 4 (bahan).
3. Peralatan a. Timbangan dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji. b. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5oC). c. Mesin penggetar/pengguncang ayakan (sieve shaker). d. Alat pemisah contoh. e. Talam-talam. f. Ayakan standard untuk agregat : 1) Ayakan standard untuk agregat halus 9,5 mm (3/8”), 4,75 mm (No.4), 2,36 mm (No.8), 1,18 mm (No. 16), 0,60 mm (No. 30), 0,30 mm (No. 50), dan 0,15 mm (No.100). Lubang ayakan berbentuk lubang bujur sangkar. 2) Ayakan standard untuk agregat kasar 37,5 mm (3”), 19,1 mm (3/4”), 12,5 mm (1/2”), 9,5 mm (3/8”), 4,75 mm (No.4), 2,36 mm (No.8). Lubang ayakan berbentuk lubang bujur sangkar. Ayakan agregat dengan lubang Diameter ayakan sebaikknya tidak lebih besar dari 20 cm. g. Alat pemisah (“sample splitter”). h. Kuas, sikat kuningan, sendok, dan alat-alat lainnya
4. Benda Uji Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat sebanyak : a. Agregat halus terdiri dari : 1) ukuran maksimum 4,76 mm (No.4) ; berat minimum 500 gram 2) ukuran maksimum 2,38 mm (No.8) ; berat minimum 100 gram b. agregat kasar terdiri dari : 1) ukuran maksimum 3,5” ; berat minimum 35,0 kg 2) ukuran maksimum 3” (37,5 mm) ; berat minimum 30,0 kg 3) ukuran maksimum 2,5” (62,5 mm) ; berat minimum 25,0 kg 4) ukuran maksimum 2,0” (50,8 mm) ; berat minimum 20,0 kg 5) ukuran maksimum 1,5” ; berat minimum 15,0 kg 6) ukuran maksimum 1,0” (25,4 mm) ; berat minimum 10,0 kg 7) ukuran maksimum 3/4” (19,1 mm) ; berat minimum 5,0 kg 8) ukuran maksimum 1/2” (12,5 mm) ; berat minimum 2,5 kg 9) ukuran maksimum 3/8” (9,5 mm) ; berat minimum 1,0 kg c. Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan agregat kasar, agregat tersebut dipisahkan menjadi 2 (dua) bagian dengan saringan No. 4. Selanjutnya agregat halus dan agregat kasar disediakan sebanyak jumlah seperti tercantum di atas.
5. Langkah Kerja a. Persiapan Benda Uji Benda uji yang akan diuji dengan ayakan ini harus telah dicampur dengan baik, dan sebagai hasil pengurangan jumlah benda uji dengan alat pembagi atau cara dibagi empat. Seluruh bagian benda uji yang keluar dari hasil alat pembagi harus diperiksa, adapun pula pembagiannya dengan cara dibagi empat benda uji yang diperiksa ialah dua bagian benda uji yang berlawanan arah sebagai dua contoh. Benda uji sebelum dimasukkan ke dalam alat pembagi harus agak basah agar tidak ada debu yang hilang atau terbang. b. Pelaksanaan Pengujian 1) Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110°C ± 5°C) sampai beratnya konstan. 2) Susun ayakan menurut susunan dengan lubang ayakan yang terbesar ditaruh paling atas kemudian lubang yang lebih kecil dibawahnya. 3) Susunan ayakan ditaruh di atas alat penggetar atau diayak dengan tangan. 4) Masukkan benda uji ke dalam ayakan yang paling atas. 5) Hidupkan mesin shieve shaker/pengguncang dan benda uji akan disaring selama 15 menit. 6) Benda uji yang tertahan di dalam masing-masing ayakan dipindahkan ketempat/bejana lain atau kertas. Agar tidak ada benda uji yang tertahan dalam ayakan maka ayakan harus dibersihkan dengan sikat lembut. Benda uji tersebut kemudian ditimbang. Pada langkah ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak ada butir agregat yang hilang. 6. Laporan Laporan meliputi : a. Jumlah kumulatif persentase butir-butir yang tinggal pada masing-masing lubang ayakan. b. Persentase butir-butir yang tinggal pada masing-masing lubang ayakan. c. Jumlah kumulatif persentase butir-butir yang lewat pada masing-masing lubang ayakan. d. Angka persentase butir yang lewat/tinggal sebaiknya dalam bilangan bulat, tidak perlu sampai di belakang koma. e. Nilai modulus halus agregat. f. Gambar grafik gradasi pasir. Catatan : NOMOR AYAKAN DAN UKURAN LUBANG Nomor 200 100 50 Lubang, mm
0,074
0,149
0,297
30
16
8
4
3/8”
0,595
1,19
2,38
4,76
9,5
Gambar 4. Grafik Zona Pasir Golongan-1
Gambar 5. Grafik Zona Pasir Golongan-2
Gambar 6. Grafik Zona Pasir Golongan-3
Gambar 7. Grafik Zona Pasir Golongan-4.
C. PEMERIKSAAN KADAR AIR AGREGAT 1. Maksud dan Tujuan a. Maksud Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat agregat dalam kondisi kering terhadap berat semula yang dinyatakan dalam persen dan berfungsi sebagai koreksi terhadap pemakaian air untuk campuran beton yang disesuaikan dengan kondisi agregat dilapangan. Hasil pengujian kadar air agregat dapat digunakan dalam pekerjaan : 1) Perencanaan campuran dan pengendalian mutu beton, 2) Perencanaan campuran dan pengendalian mutu perkerasan jalan. b. Tujuan Pemeriksaan kadar air pasir ini bertujuan untuk mengetahui kadar/ kandungan air yang ada di permukaan butir-butir pasir atau kerikil. c. Ruang Lingkup Pengujian ini dilakukan pada agregat yang mempunyai kisaran garis tengah dari 6,3 mm sampai 152,4 mm d. Peralatan Peralatan yang digunakan untuk pengujian kadar air adalah sebagai berikut ini.
1) Timbangan dengan keterlitian 0,1% berat contoh 2) Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5)oC 3) Cawan 4) Sendok pengaduk e. Benda Uji Berat benda uji untuk pemeriksaan kadar air agregat tergantung pada ukuran butir maksimum seperti Tabel 2 Tabel 2. Berat contoh kadar air agregat. Ukuran Butir Maksimum mm
inch
6,3 9,6 12,7 19,1 25,4 38,1
¼ 3/8 ½ ¾ 1 1½
Berat (W) agregat minimum (kg)
0,5 1,5 2,0 3,0 4,0 6,0
Ukuran Butir Maksimum mm
inch
50,8 63,5 76,2 88,9 101,6 152,4
2 2½ 3 3½ 4 6
Berat (W) agregat minimum (kg)
8,0 10,0 13,0 16,0 25 50
2. Langkah Kerja a. Timbang dan catatlah berat cawan (W1). b. Benda uji dimasukkan ke dalam cawan dan beratnya ditimbang (W2). c. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 – W1). d. Benda uji berikut cawan dikeringkan dalam oven dengan suhu (110± 5)°C sampai beratnya tetap. e. Setelah kering timbang dan catat berat benda uji beserta talam (W4). f. Hitunglah berat benda uji kering (W5 = W4 – W1).
3. Perhitungan Kadar air agregat =
W3 – W5
x 100%
W5
Dengan : W3 = berat benda uji semula (gram) ;
W5 = berat benda uji kering (gram)
D. PEMERIKSAAN BERAT JENIS (SPECIFIC GRAVITY) DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT HALUS 1. Pendahuluan a. Berat jenis curah/bulk specific gravity adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25°C b. Berat jenis kering permukaan jenuh/saturated surface dry specific gravity adalah perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25°C c. Berat jenis semu/apperent specific gravity adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu 25°C d. Penyerapan/absorption adalah perbandingan berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering dinyatakan dalam persen.
2. Tujuan Tujuan pemeriksaan ini ialah untuk memperoleh berat jenis curah, berat jenis semu jenuh kering muka dan penyerapan air pada agregat halus. 3. Ruang Lingkup Pengujian ini dilakukan pada tanah jenis agregat halus, yaitu lolos saringan No. 4 (4,75 mm). Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam pekerjaan : a. Penyelidikan quarry agregat, b. Perencanaan campuran dan pengendalian mutu beton; c. Perencanaan campuran dan pengendalian mutu perkerasan jalan. 4. Peralatan a. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram. b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml. c. Kerucut terpancung, diameter bagian atas (40±3) mm, diameter bagian bawah (90±3) mm dan tinggi (75±3) mm dibuat dari logam tebal minimum 0,8 mm. d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (340 ± 15) gram, diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm. e. Saringan No. 4 (4,75 mm). f. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5)oC g. Pengukuran suhu (thermometer) dengan ketelitian pembacaan 1 0C. h. Talam. i. Bejana tempat air. j. Pompa hampa udara atau tungku k. Desikator. 5. Benda Uji Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No.4 (4,75 mm) diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat (quartering) sebanyak 100 gram. 6. Langkah Kerja a. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5)oC, sampai beratnya tetap. Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan oven dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar daripada 0,1%, dinginkan pada suhu ruang kemudian rendam dalam air selama (24 ± 4) jam. b. Rendam pasir dalam air sekitar 24 jam.
c. Buang air perendam dengan hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan agregat di atas talam, keringkan di udara panas dengan cara membalik-balikan benda uji, lakukan pengeringan sampai tercapai keadaan kering permukaan jenuh. d. Pemeriksaan keadaan jenuh kering muka dilakukan dengan memasukkan pasir ke dalam kerucut terpancung dan dipadatkan dengan penumbuk 25 kali dengan tinggi jatuh 5 cm. Kerucut di angkat. Pasir jenuh kering muka akan runtuh akan tetapi bentuknya masih tampak seperti kerucut (tidak rusak sama sekali). e. Segera setelah tercapai keadaan jenuh kering muka masukkan 500 gram benda uji ke dalam piknometer, masukkan air suling sampai mencapai 90 % isi piknometer, putar sambil di guncang sampai tidak terlihat gelembung udara di dalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat dipergunakan pompa hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut terhisap, dapat juga dilakukan dengan merebus piknometer. f. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan pada suhu standar 25 ° C. g. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas. h. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram (Bt). i. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5)° C sampai berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator. j. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk). k. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air gunakan penyesuaian dengan suhu standar 25 ° C. (B). 7. Perhitungan a. Berat jenis curah(bulk)
=
b. Berat jenis jenuh kering muka =
c. Berat jenis semu (apparent)
=
d. Penyerapan air (absorption)
=
Keterangan : Bk Bt B 500 gr
= berat benda uji kering oven, dalam gram = berat piknometer berisi pasir dan air, dalam gram = berat piknometer berisi air, dalam gram. = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh, dalam gram
8. Laporan Laporan berisi berat jenis, berat jenis kering muka jenuh, dan penyerapan air. Hasil ditulis dalam bilangan decimal sampai dua angka di belakang koma. E. PEMERIKSAAN BERAT JENIS KERIKIL DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR 1. Tujuan Tujuan pemeriksaan ini ialah untuk memperoleh berat jenis curah, berat jenis semu jenuh kering muka dan penyerapan air pada agregat halus. 2. Peralatan a. Timbangan dengan kapasitas minimal 5 kg dan ketelitian 0,1% dari berat contoh yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang. b. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5) ° C.. c. Keranjang kawat ukuran 3,35 mm (No. 6) atau 2,36 mm (No. 8) dengan kapasitas rata-rata 5 kg. d. Talam. e. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan. Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu tetap. f. Alat pemisah contoh. g. Saringan No. 4 (4,75 mm). h. Pengukuran suhu (thermometer) dengan ketelitian pembacaan 1 ° C. 3. Bahan Kerikil yang butir-butirnya tertahan pada ayakan lubang 4,80 mm sebanyak 5.000 gram yang diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat banyak. 4. Langkah Kerja a. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau kotoran yang ada pada butir-butir kerikil. b. Masukkan kerikil ke dalam oven pada suhu (110 ± 5) ° C. sampai beratnya tetap. Bila penyerapan dan harga berat jenis digunakan dalam pekerjaan beton dimana
c. d. e.
f. g.
agregatnya digunakan pada keadaan kadar air aslinya, maka tidak perlu dilakukan pengeringan dengan oven. Dinginkan benda uji sampai pada suhu kamar (kira-kira 1-3 jam), kemudian timbanglah dengan ketelitian 0,5 gram (B1) Rendamlah benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam. Ambil benda uji dari dalam air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air pada permukaan hilang (kering muka jenuh). Untuk butiran yang besar pengeringan dengan lap itu harus dilakukan satu-satu. Timbang kerikil yang sudah kering muka jenuh itu (B2). Masukkan butir-butir kerikil ke dalam keranjang kawat, gerak-gerakkan batuannya agar udara yang tersekap keluar, kemudian timbang, catatlah beratnya di dalam air itu (B3) dan ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar (25 ° C.).
Catatan : Banyak jenis bahan campuran yang mempunyai bagian butir-butir berat dan ringan, bahan semacam ini memberikan harga-harga berat jenis yang tidak tetap walaupun pemeriksaan dilakukan dengan sangat hati-hati, dalam hal ini beberapa pemeriksaan ulangan diperlukan untuk mendapatkan harga rata-rata yang memuaskan. 5. Perhitungan a. Berat jenis curah (bulk specific gravity) =
W3 – W5 W5
W3 – W5
b. Berat jenis jenuh kering muka (saturated surface dry) =
W5
W3 – W5
c. Berat jenis semu (apparent specific gravity) = d. Penyerapan air (jenuh kering muka) =
W5
W3 – W5 W5
Keterangan : B1 = berat kerikil kering oven, dalam gram. B2 = berat kerikil pada keadaan kering muka jenuh, dalam gram. B3 = berat kerikil di dalam air, dalam gram. 6. Laporan Laporan berisi berat jenis curah, berat jenis kering muka jenuh, dan penyerapan air, ditulis dalam bilamana decimal sampai dua angka dibelakang koma.
F. PEMERIKSAAN BERAT SATUAN AGREGAT 1. Pendahuluan Perbandingan antara berat volume agregat termasuk pori-pori antar butirnya biasanya disebut berat volume atau berat satuan. 2. Tujuan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat isi (satuan) pasir atau kerikil atau campuran. Berat isi adalah perbandingan berat dengan isi. 3. Peralatan a. Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat kerikil. b. Talam/nampan cukup besar. c. Tongkat pemadat dari baja tahan karat, panjang 60 cm dan diameter 15 mm dan ujungnya bulat serta mistar perata (straight edge). d. Bejana baja yang kaku, berbentuk silinder dengan ukuran seperti pada Tabel 3 Tabel 3. Ukuran Bejana.
Kapasitas (liter)
Diameter (mm)
Tinggi (mm)
Tebal bejana minimum (mm) Dasar
Sisi
Ukuran butir maksimum (mm)
2,832
152,4 ± 2,5
152,4 ± 2,5
5,08
2,54
12,7
9,435
203,2 ± 2,5
292,1 ± 2,5
5,08
2,54
25,4
14,158
254,0 ± 2,5
279,4 ± 2,5
5,08
3,00
38,1
28,316
355,6 ± 2,5
284,4 ± 2,5
5,08
3,00
101,6
4. Benda Uji Masukkan contoh agregat ke dalam nampan sekurang-kurangnya sebanyak kapasistas wadah sesuai Tabel 2.2, keringkan dalam oven dengan suhu 105 ± 5 0C sampai beratnya tetap, kemudian baru digunakan sebagai benda uji.
5. Langkah Kerja a. Berat satuan gembur/lepas, 1. Timbang berat bejana (B1), 2. Masukkan agregat ke dalam bejana, dengan hati-hati agar tidak ada butiran yang keluar, 3. Ratakan permukaan agregat sehingga rata dengan bagian atas bejana dengan menggunakan mistar perata, 4. Timbang berat bejana berisi agregat tersebut (B2). b. Berat satuan padat, 1) Timbang berat bejana (B1), 2) Masukkan agregat ke dalam bejana dalam tiga lapis sama tebal. Setiap lapis ditusuk-tusuk dengan tongkat pemadat sebanyak 25 tusukan secara rata. Setiap tusukan tidak boleh sampai kelapisan sebelumnya, 3) Ratakan permukaan agregat sehingga rata dengan bagian atas bejana dengan menggunakan mistar perata, 4) Timbang berat bejana berisi agregat tersebut (B2). c. Hitungan Berat benda uji, Berat satuan/isi agregat
B3 = B2 – B1 =
B3 V
Keterangan : B3 = berat benda uji V = volume wadah/bejana d. Laporan Laporan berupa hasil hitungan berat satuan dalam kg/dm3. Catatan : Bejana sebelum digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara : 1) Isilah bejana dengan air sampai penuh pada suhu kamar, sehingga pada waktu ditutup dengan plat kaca tidak terlihat gelembung udara. 2) Timbang dan catat berat bejana berikut air. 3) Hitung berat air. Berat air sama dengan berat isi wadah
G. PEMERIKSAAN KETAHANAN AUS AGREGAT DENGAN MESIN LOS ANGELES 1. Pendahuluan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui ketahan ausan agregat kasar dengan menggunakan alat mesin abrasi Los Angeles. Pemeriksaan keausan agregat kasar dengan cara ini memberikan gambaran yang berhubungan dengan kekerasan dan kekuatan agregat kasar, dan memberikan pula kemungkinan terjadinya pecah butir-butir agregat kasar selama penumpukan, pemindahan maupun selama pengangkutan. Kekerasan agregat kasar berhubungan pula dengan kekuatan beton yang dibuat. Pada umumnya agregat kasar disyaratkan bagian yang hancur tidak boleh lebih dari 10 persen setelah putaran yang ke-100, dan tidak boleh lebih dari 40 persen setelah putaran yang ke-500. Keausan yang diperoleh berupa perbandingan antara berat bahan yang aus (lewat lubang ayakan nomor 12) dan berat semula, dalam persen. 2. Tujuan Pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui keausan agregat kasar yang dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lolos saringan No. 12 (1,7 mm) terhadap berat semula, dalam persen. 3. Peralatan a. Mesin abrasi Los Angeles. Mesin ini terdiri dari silinder baja yang tertutup pada kedua sisinya, dengan diameter 71 cm, panjang 50 cm. Silinder bertumpu pada sumbu horizontal tempat silinder itu berputar. Terdapat lubang untuk memasukkan benda uji, dan tutupnya terpasang rapat sedemikan rupa sehingga permukaan bagian dalam silinder tidak terganggu. Di bagian dalam silinder tersebut terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm. b. Ayakan nomor 12 dan ayakan lain dengan lubang 38,1 mm, 25,4 mm, 19,05 mm, 12,7 mm, 9,51 mm, 6,35 mm, 4,75 mm, dan 2,36 mm. c. Timbangan dengan ketelitian 5 gram. d. Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm dan berat masing-masing antara 390 gram sampai 400 - 440 gram. e. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5)°C. 4. Benda Uji Berat dan gradasi benda uji (yang sudah dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5)°C sampai berat tetap) sesuai dengan Tabel 3. Ukuran bejana. Jumlah dan berat bola-bola baja yang sesuai untuk gradasi benda uji pada Tabel 4.
Tabel 4. Berat Dan Gradasi Benda Uji. Ukuran saringan
Berat benda uji, gr.
Lewat (mm)
Tertahan (mm)
A
B
C
D
E
F
G
76,2
63,5
____
____
____
____
2500
____
____
63,5
50,8
____
____
____
____
2500
____
____
50,8
37,5
____
____
____
____
5000
5000
____
37,50
25,40
1.250
____
____
____
____
5000
5000
25,40
19,05
1.250
____
____
____
____
____
5000
19,05
12,70
1.250
2500
____
____
____
____
____
12,50
9,51
1.250
2500
____
____
____
____
____
9,51
6,35
____
____
2500
____
____
____
____
6,35
4,75
____
____
2500
____
____
____
____
4,75
2,36
____
____
____
5000
____
____
____
5000
5000
5000
5000
10000
10000
10000
12
11
8
6
12
12
12
5000 ± 25
4584 ± 25
3330 ± 25
2500 ± 15
5000 ± 25
5000 ± 25
5000 ± 25
Jumlah berat benda uji
Jumlah Bola Berat Bola (gram)
5. Langkah Kerja a. Masukkan benda uji dan bola-bola baja ke dalam mesin Los Angeles. b. Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm, sebanyak 500 putaran untuk gradasi A,B,C, dan D, sedangkan untuk gradasi E,F dan G sebanyak 100 putaran. c. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari dalam mesin kemudian taruhlah di atas ayakan nomor 12 (1,7 mm). Kemudian butiran yang tertahan di atas ayakan nomor 12 tadi ditimbang, dan setelah itu dicuci bersih, dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5) 0C sampai berat tetap. d. Masukkan butiran agregat kasar yang tertahan di atas ayakan nomor 12 tersebut ke dalam mesin Los Angeles dan putar mesin sebanyak 400 kali (jadi dengan putaran yang pertama berjumlah 500 kali). e. Keluarkan benda uji dan taruh di atas ayakan nomor 12. Butir-butir yang tertahan di atas ayakan ditimbang. 6. Perhitungan Keausan =
A-B
x100%
A
Keterangan : A = berat benda uji semula, gram B = berat benda uji setelah pemutaran 100 dan yang tinggal diatas ayakan nomor 12, gram
Keausan =
A-C
x100%
C
Dengan, A = berat benda uji sebelum diuji,gram C = berat benda uji setelah diputar 500 kali dan yang tinggal di atas ayakan nomor 12, gram 7. Laporan Laporan berupa nilai keausan dalam persen
BAB III PERCOBAAN BETON A. PERANCANGAN BETON (Mix Design) Perancangan beton normal menggunakan standar perencanaan oleh Departemen Pekerjaan Umum di Indonesia dan dimuat dalam buku Standar No. SK.SNI. T-15-1990-03. Langkah-langkah pokok cara ini adalah : 1. Penetapan kuat tekan yang disyaratkan (fc‟) pada umur tertentu. 2. Penetapan deviasi standar (s). a. Jika pelaksana mempunyai catatan data hasil pembuatan beton pada masa yang lalu, maka persyaratannya jumlah data hasil uji minimum 30 buah. Jika data kurang dari 30 maka ada faktor koreksi. Tabel 5. Faktor Pengali Deviasi Standar. Jumlah data Faktor Pengali 30 1.0 25 1.03 20 1.08 15 1.16 <15 Tidak boleh b. Jika pelaksana tidak mempunyai data atau pengalaman masa lalu (termasuk data hasil pengujian kurang dari 15), maka nilai margin langsung diambil sebesar 12 MPa. (lihat langkah 3).Pedoman nilai pengendalian mutu beton, seperti pada tabel berikut. Tabel 6. Nilai Deviasi Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan. Tingkat pengendalian sd Mutu pekerjaan (MPa) Memuaskan 2.8 Sangat baik 3.5 Baik 4.2 Cukup 5.6 Jelek 7.0 Tanpa kendali 8.4
3. Perhitungan nilai tambah (margin) (M). Jika nilai tambah sudah ditetapkan nilai 12 MPa, maka langsung ke langkah (4). Jika nilai tambah dihitung berdasarkan sd maka dilakukan dengan rumus sebagai berikut: M = k . sd dimana k = 1.64 4. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan. f‟cr = f‟c + M
Gambar 8. Hubungan Faktor Air Semen dan Kuat Tekan (benda uji Silinder diameter 150 mm, tinggi 300 mm).
Tabel 7. Perkiraan Kekuatan tekan beton (MPa) beton dengan FAS dan Agregat Yang dibiasa dipakai di Indonesia. Kekuatan Tekan (MPa) Jenis Semen
Type I
Semen tahan sulfat Type II & IV
Type IIII
Jenis Agregat Kasar
Pada umur (hari) 3
7
28
91
Batu tak dipecahkan
17
23
33
40
Batu pecah
19
27
37
45
Batu tak dipecahkan
20
28
40
48
Batu pecah
23
32
45
54
Batu tak dipecahkan
21
28
38
44
Batu pecah
25
33
44
48
Batu tak dipecahkan
25
31
46
53
Batu pecah
30
40
53
60
Bentuk benda uji Silinder
Kubus
Silinder
Kubus
5. Penetapan jenis semen Portland. 6. Penetapan jenis agregat. 7. Menetapkan faktor air semen, dengan salah satu dari dua cara berikut : a. Berdasarkan jenis semen yang dipakai dan kuat tekan rata-rata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai fas dengan melihat Gambar 11 dan nilai pada Tabel 7. b. Untuk lingkungan khusus, FAS maksimum harus memenuhi SNI 03-1915-1992 tentang spesifikasi beton tahan sulfat dan SNI 03-2914-1994 tentang spesifikasi beton bertulang kedap air (Tabel 8; 9 dan 10)
Tabel 8. Persyaratan Jumlah Semen Minimum Dan Fas Maksimum Untuk Berbagai Macam Pembetonan Dalam Lingkungan Khusus. Lokasi
Jumlah Semen minimum per m3 beton (kg)
Nilai FAS Maksimum
275
0.60
325
0.52
325
0.55
275
0.60
325
0.55
Beton di dalam ruang bangunan a. Keadaaan keliling non-korosif b. Keadaan keliling korosif,disebabkan oleh kondensasi/uap korosif Beton di luar ruang bangunan a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton yang masuk ke dalam tanah a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti
8. Menetapkan faktor air semen maksimum, berdasarkan pada Tabel 8; 9 dan 10. Jika nilai FAS maksimum ini lebih rendah daripada nilai FAS pada langkah (7a), maka nilai FAS maksimum ini yang dipakai dalam perhitungan selanjutnya. Tabel 9. Ketentuan Minimum Untuk Beton Bertulang Kedap Air. Kandungan semen Kondisi minimum (kg/m3) lingkungan FAS yang Tipe Semen Ukuran nominal Maks. maksimum berhubungan Agregat dengan 40 mm 20 mm Air tawar 0,5 Tipe I – V 280 300 Air payau
0,45
Tipe I + Pozolan (15 – 40)% atau semen Portland pozolan
340
380
Air laut
0,5 0,45
Tipe II atau Tipe V Tipe II atau Tipe V
290 330
330 370
Tabel 10. Ketentuan Untuk Beton Yang Berhubungan Dengan Air Tanah Yang Mengandung Sulfat. Konsentrasi Sulfat (SO3) DALAM TANAH Sulfat (SO3) SO3dalam dalam air Tipe Semen campuran Total SO3 tanah Air : Tanah (%) (gram/ltr) =2:1 (gr/ltr)
Kandungan semen minimum Ukuran nominal agregat maksimum (kg/m3) FAS maksimum 40 mm
20 mm
10 mm
80
300
350
0,5
< 0,2
< 0,1
< 0,3
Tipe I dengan atau tanpa Pozolan (1540)%
0,2 ¡V 0,5
1,0 ¡V 1,9
0,3 ¡V 1,2
Tipe I tanpa Pozolan
290
330
350
0,5
Tipe I dengan Pozolan (1540)% atau semen Portland pozolan
270
310
360
0,55
Tipe II atau V
250
290
340
0,55
Tipe I dengan Pozolan (1540)% atau semen Portland pozolan
340
380
430
0,45
Tipe II atau V
290
330
380
0,50
Tipe II atau V
330
370
420
0,45
0,5 ¡V 1
1,0 ¡V 2,0
1,9 ¡V 3,1
3,1 ¡V 5,6
1,2 ¡V 2,5
2,5 ¡V 5,0
9. Menetapkan nilai slam. Nilai slam yang diinginkan dapat diperoleh pada Tabel 11. Tabel 11. Penetapan Nilai Slump (cm). Pemakaian Beton Dinding, plat fondasi dan fondasi telapak bertulang Fondasi telapak tidak bertulang,kaison, dan struktur dibawah tanah Pelat,balok,kolom dan dinding Pengerasan jalan Pembetonan masal
Maks
Min
12.5
5
9
2.5
15
7.5
7.5
5
7.5
2.5
10. Menetapkan besar butir agregat maksimum. 11. Menetapkan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat dan slam yang diinginkan seperti pada Tabel 12. Tabel 12. Perkiraan Kebutuhan Air Bebas (kg/m3). Besar Ukuran
Jenis
Slam (mm)
mm
Batuan
0-10
10-30
30-60
60-180
10
Alami
150
180
205
225
Batu Pecah
180
205
230
250
Alami
135
160
180
195
Batu Pecah
170
190
210
225
Alami
115
140
160
175
Batu Pecah
155
175
190
205
20
40
12. Menghitung berat semen yang diperlukan. 13. Kebutuhan semen minimum, ditetapkan berdasarkan Tabel 8. 14. Penyesuaian kebutuhan semen, apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari (12) ternyata lebih sedikit daripada kebutuhan semen minimum (13) maka kebutuhan semen harus diambil yang minimum ( yang nilainya lebih besar). 15. Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen, jika ada perubahan pada langkah (14). 16. Penentuan daerah gradasi agregat halus, berdasarkan pada grafik gradasi pada Gambar 7; Gambar 8; Gambar 9 dan Gambar 10. 17. Perbandingan agregat halus dan agregat kasar. Penetapan dilakukan berdasarkan pada besar butir maksimum agregat kasar, nilai slam, faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat dalam grafik pada Gambar 12 atau Gambar 13.
Gambar 9. Grafik Persen Pasir Terhadap Kadar Total Agregat yang Dianjurkan untuk Ukuran Butir Maksimum. 20 mm.
Gambar 10. Grafik Persen Pasir Terhadap Kadar Total Agregat yang Dianjurkan untuk Ukuran Butir Maksimum. 40 mm.
18. Berat jenis agregat campuran Dihitung dengan rumus : BJ camp = P/100 x bj agregat halus + K/100 x bj agregat kasar. 19. Penentuan berat jenis beton., dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah (18) dan kebutuhan air tiap meter kubik betonnya maka dengan grafik pada Gambar 3.6, dapat diperkirakan berat jenis betonnya. 20. Kebutuhan agregat campuran. Dihitung dengan cara mengurangi berat beton per meter kubik dikurangi kebutuhan air dan semen. 21. Hitung berat agregat halus yang diperlukan, berdasarkan hasil langkah (17) dan (20). 22. Menghitung berat agregat kasar yang diperlukan , berdasarkan hasil langkah (20) dan (21). Tabel 13. Batas Gradasi Pasir. Lubang Ayakan 10 4,8 2,4 1,2 0,6 0,3 0,15
Persen berat butir yang lewat ayakan 1 2 3 4 100 100 100 100 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100 15 – 34 35 – 59 60 – 79 80 – 100 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15
Gambar 11. Grafik hubungan kandungan air, BJ agregat campuran dan berat beton.
B. PEMERIKSAAN BETON SEGAR 1. Cara Pengadukan Beton a. Pendahuluan Pada percobaan ini diuraikan cara-cara mencampur bahan-bahan dasar pembuat campuran beton dengan mesin pengaduk. b. Pengukuran Semen Portland dan batuan (pasir dan kerikil) diukur secara teliti dengan beratnya/ditimbang, adapun air dapat dengan berat maupun dengan volumenya (gelas ukur) c. Pencatatan 1) Suatu formulir data yang jelas yang memuat jumlah bahan yang akan dicampur harus ditetapkan terlebih dahulu. 2) Penimbangan batuan dimulai dari pasir yang halus (apabila diameter pasir dan kerikil dipisahkan menjadi beberapa kelompok) kemudian ditambah dengan batuan yang berdiameter lebih besar (penimbangan dilakukan secara kumulatif). Dengan demikian secara keseluruhan berat pasir dan kerikil tidak berbeda banyak dengan berat rencana, bila dibandingkan dengan apabila pasir dan kerikil ditimbang sendiri-sendiri. d. Cara Penimbangan 1) Sebelum ditimbang batuan harus kering udara. Timbang batuan dengan timbangan yang mempunyai keterlitian 0,1 kg. Batuan diisikan ke dalam sebuah bejana atau tempat lain yang volumenya cukup untuk setengah atay semua batuan (pasir dan kerikil). Bejana itu kemudian ditimbang. 2) Berat kumulatif batuan harus dikontrol sebelum bejana diisi dengan kelompok batuan yang berbutir lebih besar. 3) Timbang semen Portland dengan timbangan yang mempunyai ketelitian 0,005 kg. 4) Karena sebagai dasar perbandingan campuran dipakai agregat dalam keadaan jenuh kering muka, maka berat agregat di dalam adukan harus dikurangi dengan jumlah air yang diseraop oleh agregat selama pengadukan. Jumlah air yang diserap itu umumnya dianggap sama dengan air yang diserap agregat apabila batuan yang kering udara direndam dalam air selama 30 menit. e. Cara Pengadukan 1) Masukkan air sekitar 0,80 kali yang dibutuhkan kemudian masukkan agregat campuran (pasir dan kerikil) ke dalam mesin aduk, sambil mesin aduk diputar. Kemudian masukkan semen di atasnya, kemudian di aduk lagi. 2) Sambil mesin aduk diputar, masukkan air sedikit demi sedikit sampai semua air yang dibutuhkan masuk adukan semua.
3) Waktu pengadukan sebaiknya tidak kurang dari 3 menit. 4) Adukan beton segar kemudian dikeluarkan dari mesin aduk dan ditampung dalam bejana yang cukup besar. Bejana itu harus sedemikian sehingga tidak menimbulkan pemisahaan kerikil bila nanti dituangkan di dalam cetakkan. 5) Bila hasil adukan ini akan digunakan untuk pengujian beton, maka pencetakan silinder/kubus harus segera dilakukan setelah selesai pengadukan.
Gambar 12. Mesin Pengaduk Beton.
2. Percobaan Slump Beton a. Maksud dan Tujuan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan slump beton. Slump merupakan ukuran kekentalan beton muda. b. Alat dan Bahan 1) Alat a. Cetakan berupa kerucut terpancung depan diameter bagian bawah 20 cm, bagian atas 10 cm dan tinggi 30 cm. Bagian bawah dan atas cetakan terbuka. b. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm, panjang 60 cm, ujung dibulatkan dan sebaiknya dibuatkan dari baja tahan karat. c. Pelat logam dengan permukaan yang kokoh rata dan kedap air d. Sendok cekung. 2) Bahan Contoh beton muda sebanyak-banyaknya sama dengan isi cetakan.
c. Pelaksanaan 1) Cetakan dan pelat basahi dengan kain basah. 2) Letakkan cetakan diatas pelat. 3) Isilah cetakan sampai penuh dengan beton muda dalam 3 lapis, tiap lapis berisi kira-kira 1/3 isi cetakan. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 tusukan secara merata. Pada pemadatan, tongkat harus tepat masuk sampai lapisan bagian bawah tiap-tiap lapisan. Pada lapisan pertama penusukan bagian tepi tongkat dimiringkan sesuai dengan kemiringan cetakan. 4) Segera setelah selesai pemadatan, ratakan permukaan benda uji dengan tongkat; tunggu selama setengah menit dan dalam jangka waktu ini semua benda uji yang jatuh disekitar cetakan harus disingkirkan. 5) Kemudian cetakan diangkat perlahan-lahan tegak lurus keatas. 6) Balikkan cetakan dan letakkan perlahan-lahan disamping benda uji. 7) Ukurlah slump yang terjadi dengan menentukan perbedaan tinggi cetakan dengan tinggi rata-rata benda uji. d. Perhitungan Besar Slump = tinggi cetakan – tinggi rata-rata benda uji e. Laporan Laporkan nilai slump dalam satuan cm Catatan:
Untuk mendapatkan hasil yang lebih telitih dilakukan dua kali pemeriksaan dengan adukan yang sama dan dilaporkan hasil rata-rata.
Gambar 13. Alat uji slump beton.
3. Pemeriksaan Berat Satuan Beton Segar a. Pendahuluan Pemeriksaan berat satuan beton segar ini dimaksudkan untuk menentukan berat satuan beton di dalam alat pengaduk beton. Secara tidak langsung dapat pula dihitung banyaknya semen, pasir, kerikil, air, dan udara yang ada di dalam campuran beton segar tersebut. b. Alat Alat untuk menetapkan berat satuan beton segar ini berupa sebuah bejana silinder yang ukuran minimumnya tergantung besar butir maksimum kerikil yang dibuat, sebagaimana terlihat pada tabel 14. Tabel 14. Volume Minimum Bejana dan Ketelitian Timbangan.
Besar butir maksimum (mm)
Volume minimum bejana (cm3)
Ketelitian timbangan, (gram)
Sampai 38 75 100 150
230 460 700 930
10 25 50 100
c. Langkah Kerja 1) Pemeriksaan harus dilakukan secepat mungkin setelah adukan beton selesai di aduk. 2) Bejana harus dibasahi terlebih dahulu dan kelebihan beton segar yang menempel pada bejana harus dibersihkan dengan kain basah. 3) Bejana diisi dalam 2 lapis, yang tiap lapisan kira-kira separuhnya volume bejana. Harus diusahakan sedemikan rupa sehingga beton segar yang dimasukkan bejana dapat mewakili beton segar keseluruhan, terutama apabila besar butir maksimum lebih besar dari pada 40 mm. Pada beton segar dengan diameter lebih maksimum 150 mm harus diusahakan agar di dalam bejana juga terdapat butiran kerikil dan batuan yang besar. 4) Setiap lapisan harus digetarkan secukupnya untuk mengeluarkan udara dari bagian bawah butir-butir yang besar atau rongga-rongga udara. Apabila penggetar yang ditusukkan ke dalam beton tidak dapat dilakukan (tidak tersedia) maka penggetaran dapat dilakukan dengan menggetarkan bejana.Penggetaran lapisan bagian atas tidak boleh memasuki lapisan bagian bawah lebih dalam dari 25 mm. 5) Selesai digetarkan, kemudian permukaan atasnya diratakan dengan permukaan atas
bejana dengan batang baja atau penggaris baja. Kelebihan beton segar yang menempel pada sisi bejana harus dibersihkan dengan kain basah. 6) Bejana yang berisi beton segar ditimbang, dengan ketelitian sampai yang tertera pada tabel 14. d. Hitungan 1) Berat satuan beton segar dihitung dengan cara membagi berat bersih beton segar dengan volume bejana, kg/m3. 2) Volume bagian padat (butir) bahan dasar beton di dalam satu adukan beton dihitung dengan cara membagi berat bahan dasar yang dipakai pada setiap adukan dengan berat jenis bahan itu sendiri. Volume keseluruhan (padat dan rongga) bahan dasar beton dihitung dengan membagi berat bahan dasar yang dipakai pada setiap adukan dengan berat-berat bahan itu sendiri. 3) Kebutuhan bahan untuk setiap 1 m3 beton segar dapat dihitung dengan kebutuhan bahan tiap adukan dibagi jumlah volume tiap adukan, yaitu 0,471+Va pada Tabel 15 atau dengan Tabel 16. Tabel 15. Volume bahan tiap adukan beton. Berat B. Sat Volume Bahan B.j. Kg Kg/m3 M3 (1) (3) (2) (4) (5) Air 76 1 1000 0,076 Semen 128 3,15 1250 0.041 Pasir 347 2,65 1550 0,131 Kerikil 602 2,70 1580 0,223 Udara -Va Jumlah 1.153 0,471+Va
Vol. tot M3 (6) 0,076 0.102 0,224 0,381
Keterangan : 1) Kolom 5 dihitung dari kolom 2 dibagi kolom 3 2) Kolom 6 dihitung dari kolom 2 dibagi kolom 4 3) Vol. tot pada kolom 6 ialah volume takaran bahan beton bila akan dipakai perbandingan volume, bukan perbandingan berat. 4) Bila kandungan udara sebanyak 2 persen, maka volume adukan sebesar 0,471+0,02.0,471 = 0,480 m3.
Tabel 16. Berat dan Volume Bahan Tiap M3 Beton. (bila kandungan udara 2 %) Berat per Vol. tot. per Berat per m3 beton Vol. tot Bahan adukan (Kg) adukan m3 (Kg) Per M3 (1) (2) (3) (4) (5) Air
76
0,076
158
0,158
Semen Pasir Kerikil Udara Jumlah
128 347 602 -1.153
0,102 0,224 0,381
266 722 1253
0,212 0,466 0,793
2399
Keterangan : 1) Volume beton segar tiap adukan 0,471+2%=0,480 m3 2) Kolom (2) dan (3) dikutip dari table 16.1. 3) Kolom (4) : kolom (2) dibagi 0,480 4) Kolom (5) : kolom (3) dibagi 0,480 5) Vol. tot = volume bahan beton termasuk rongganya. Dari tabel tersebut dapat dihitung kebutuhan bahan dasar pada setiap adukan, baik dengan berat atau volume lepas. Volume udara ialah selisih antara volume beton segar dalam adukan dan jumlah volume padat bahan campuran. Misalnya : Berat satuan beton segar dari hasil pemeriksaan = A kg/m3 Volume beton segar dalam satu adukan : B=
Berat adukan A
m3
Volume udara tiap adukan : C= B- Jumlah volume padat bahan. Persen udara =
Volume udara tiap adukan Volume adukan (termasuk udara)
x 100%
Catatan: Volume beton (setelah mengeras, bukan beton segar lagi) di lapangan umumnya sekitar 98% dari volume beton segarnya. Pengurangan volume beton tersebut, antara lain disebabkan karena : 1) Pengurangan volume antara campuran semen dan air selama proses hidrasi. 2) Pengurangan volume akibat tekanan beton segar itu sendiri. 3) Pengurangan jumlah udara selama proses pengangkutan, pemadatan dan penggetaran. 4) Pengurangan volume akibat “bleeding” 5) Pengurangan volume akibat susutan pengeringan/pengerasan. e. Laporan Laporan memuat besar dan ukuran bejana yang dipakai, berat beton segar, dan berat satuan beton segar. 4. Percobaan Pembuatan Silinder Beton a. Cetakan Silinder Pada umumnya cetakan silinder berukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, dan diameter 100 mm dan tinggi 200 mm, terbuat dari besi/baja. Tabung silinder itu terdiri atas dua bagian setengah lingkaran dan bagian dasar, yang dapat dilekatkan maupun dilepas dengan sekrup. Perhatian harus dilakukan dengan sungguh-sungguh agar pada waktu pencetakan tidak terjadi pengeluaran air dari tempat sambungan tersebut. Bagian dalam cetakan diberi minyak atau pelumas sebelum dipakai agar beton yang tercetak tidak melekat pada cetakan. b. Pemadatan Dengan Tangan 1) Untuk cetakan silinder ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, maupun diameter 200 mm dan tinggi 400 mm pengisian adukan beton dilakukan dalam 3 lapis yang tiap lapisnya kira-kira bervolume sama. 2) Pengisian dengan cetok dilakukan ke bagian tepi silinder agar diperoleh beton yang simetri menurut sumbunya (keruntuhan timbunan beton dari tepi ke tengah) 3) Tiap lapis ditusuk-tusuk dengan batang baja penusuk yang berdiameter 16 mm dan panjang 60 cm sebanyak 25 kali. Penusukan dilakukan merata ke semua permukaan lapisan dengan kedalaman sampai sedikit masuk ke lapisan sebelumnya. Kusus untuk lapisan pertama, penusukan jangan sampai mengenai dasar cetakan. 4) Setelah lapis ketiga selesai ditusuk, penuhi bagian atas cetakan dengan adukan beton kemudian ratakan dengan tongkat perata hingga permukaan atas aduakan beton rata dengan bagian atas cetakan. 5) Pindahkan cetakan ke ruangan yang lembab.
c. Penyimpanan Benda Uji 1) Benda uji silinder harus dikeluarkan dari cetakan setelah 18 jam sampai 24 jam sejak pencetakan. 2) Bersihkan benda uji dari kotoran yang mungkin melekat, beri tanda agar tidak keliru dengan benda uji lain, dan timbanglah. 3) Kembalikan benda ke dalam ruangan lembab atau tempat penuangan beton dikerjakan, setelah benda uji dikeluarkan harus ditutup dengan rapat (misalnya menggunakan kertas kedap air) dan dihindarkan dari sinar panas matahari langsung. C. PEMERIKSAAN BETON KERAS 1. Uji Kuat Tekan Silinder Beton a. Maksud dan Tujuan Maksud dari pengujian kuat tekan silinder beton adalah untuk menentukan kekuatan tekan beton berbentuk silinder yang dibuat dan dirawat di Laboratorium. Kekuatan tekan beton adalah beban persatuan luas yang menyebabkan beton hancur. b. Peralatan dan Bahan 1) Peralatan a) Kaliper b) Alat “capping” c) Mesin uji tekan d) Timbangan 2) Bahan Sebagai benda uji adalah silinder beton diameter 150 mm tinggi 300 mm c. Langkah Kerja 1) Ukur diameter rata-rata silinder di tengah-tengah tingginya, dan ukur pula tinggi rata-ratanya dengan keterlitian sampai 0,25 mm. 2) Timbanglah dengan ketelitian sampai 0,005 kg. 3) Lapislah (capping) permukaan atas dan bawah benda uji dengan mortar belerang dengan cara sebagai berikut : lelehkan mortar belerang di dalam pot peleleh (melting pot) yang dinding dalamnya telah dilapisi tipis dengan gemuk, kemudian letakkan benda uji tegak lurus pada cetakan pelapis sampai mortar belerang cair menjadi keras, dengan cara yang sama lakukan pelapisan pada permukaan lainnya. 4) Periksa dan pelajari cara kerja alat ukur perubahan panajang (penolok ukur panjang), catat panjang awal, factor pengalinya, kemudian perkirakan regangan terkecil yang dapat diperoleh berdasarkan pembacaan skala terkecil jarum penunjuknya. Kemudian pasanglah penolok ukur panjang tersebut pada benda uji, dan aturlah jarum penunjuk pada titik nol.
5) Setelah lapisan perata cukup keras, taruhlah silinder beton ke dalam mesin uji tekan dan aturlah sehingga benda uji benar-benar berada di tengah-tengah blok penekan, baik blok tekan atas maupun bawah. 6) Periksa kembali penolok ukur panjang, dan perkirakan apakah perubahan panjang silinder yang akan terjadi akan dapat sepenuhnya terukur oleh pelolok itu. 7) Terapkan beban tekan mulai dari nol sampai sekitar dua per lima dari perkiraan kuat tekannya, dengan kecepatan sekitar 2 - 4 kg/cm2 tiap detik, dan kemudian lepaskan pembebanan. Setelah itu benahi kembali letak penolok ukur perubahan panjang bila ada sedikit perubahan. Setelah itu, berikan pembebanan kembali secara terus menerus sampai mencapai sekitar 0,075 MPa (0,75 kg/cm2). Catatlah besar perubahan penolok ukur 1) panjang pada setiap kenaikan beban sekitar seperduapuluh beban maksimum. Setelah mencapai tiga per empat beban maksimum lepaskan penolok ukur. Kemudian teruskan pembebanan sampai mencapai beban maksimum, dan catat beban maksimum tersebut. 8) Gambarkan sketsa benda uji untuk menunjukkan bentuk kehancuran betonnya. d. Perhitungan Kuat tekan beton dihitung dengan rumus sebagai berikut : P fc = ____________ (kg/cm2) A dengan : P = beban maksimum (kg) A = luas penampang benda uji (cm2) e. Laporan 1) Laporan harus meliputi hal-hal seperti berikut : 2) Perbandingan campuran 3) Berat (kg) 4) Diameter dan tinggi (cm 5) Luas penampang (cm2) 6) Berat isi (kg/dm3) 7) Beban maimum (kg) 8) Kuat tekan (kg/cksm2) 9) Cacat 10) Umur
2. Uji Kuat Tarik Belah Silinder Beton a. Maksud dan Tujuan Maksud dari pengujian kuat tarik belah silinder beton adalah untuk memperoleh nilai kuat tarik beton dengan cara pengujian belah benda uji silinder beton dengan menggunakan mesin uji desak. Pengujian kuat tarik beton dengan cara ini lebih banyak dilakukan daripada pengujian langsung dengan mesin uji tarik beton, karena kesulitan dalam pelaksanaan dan adanya tegangan sekunder yang selalu timbul di tempat pegangan. b. Peralatan 1) Kaliper 2) Penggaris baja, untuk membuat garis yang melalui tengah-tengah diameter dan garis sejajar sumbu pada kedua ujung garis tengah tersebut. 3) Plat tumpuan, sebanyak 2 buah, dengan panjang minimum 300 mm. 4) Plat tipis kayu, ukuran 4 mm x 25 mm x 300 mm sebanyak 2 buah. 5) Mesin uji desak beton. c. Benda Uji Silinder beton berukuran diameter 150 mm tinggi 300 mm yang telah cukup umur dan dirawat sebelumnya. d. Langkah Kerja 1) Gambarlah garis diameter pada ke dua ujung silinder yang satu sama lain sejajar dan kemudian buatlah garis yang menghubungkan ke dua ujung garis diameter tersebut. Periksa apakah kedua garis yang sejajar sumbu silinder tersebut berada benar-benar pada kedua sisinya. 2) Ukur diameter silinder sampai berada keterlitian 0,2 mm. Pengukuran dilakukan pada dekat kedua ujung silinder dan di tengah-tengah silinder dengan arah pengukuran sama dengan arah pembebanan. 3) Dari hasil ketiga pengukuran silinder itu kemudian diambil rata-ratanya. 4) Ukur panjang silinder sampai ketelitian 2 mm. Pengukuran diambil nilai rata-rata dari dua hasil pengukuran panjang silinder pada kedua sisi yang menempel pada blok desak mesinnya. 5) Taruhlah plat tipis kayu di atas blok mesin desak yang bawah, dengan melalui pusat diameter bloknya, lihat gambar 17. 6) Taruhlah benda uji silinder di atas plat tipis kayu, dengan garis diameter vertical. Perhatikan apakah silinder telah benar-benar terletak semuanya di atas plat tipis kayu. 7) Taruh plat tipis kayu yang satunya di atas silinder beton. 8) Periksa sekali lagi, apakah kedudukan silinder telah berada di antara dua blok mesin
secara sentries dan semua plat tipis kayu berada sejajar dengan sumbu silinder.
Gambar 14. Posisi Benda Uji. 9) Terapkan beban pada silinder secara menerus dan tidak boleh secara mendadak. Kecepatan pembebanan dibuat antara 50 kN dan 100 kN tiap menit (sekitar 7 Mpa sampai 14 MPa tegangan tarik belah tiap menit). Pembebanan dilakukan sampai beton tersebut pecah. 10) Catat beban maksimum, gambarkan sketsa bentuk pecah beton, kenampakan bidang pecah beton, perkirakan berapa persen kerikil yang pecah dari bidang pecah itu. e. Perhitungan Kuat tarik beton dihitung dengan rumus sebagai berikut : 2P F = ---------------------3,14 L D
Dengan : F = tegangan tarik belah maksimum, MPa (kg/cm2) P = beban maksimum, N (kg) L = panjang silinder, mm (cm) D = diameter silinder, mm (cm) CATATAN
Kuat tarik beton dengan cara uji belah silinder ini menghasilkan nilai kuat tarik sekitar 15% lebih tinggi daripada kuat tarik yang dilakukan dengan cara tarik langsung. f. Laporan Hitunglah kuat tarik belah beton, dan sertakan pula keadaan beton setelah pecah.
BAB IV PENGUJIAN KUAT TARIK BAJA SNI 07-2529-1991 A. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan metode ini adalah untuk mendapatkan nilai kuat tarik baja beton dan parameter lainnya. Pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam pengendalian mutu baja. B. Pengertian Yang dimaksud dengan : 1. Baja beton adalah baja yang digunakan sebagai penulangan dalam konstruksi beton bertulang, 2. Nilai kuat tarik leleh adalah besarnya „gaya tarik yang bekerja pada saat benda uji mengalami, leleh pertama, 3. Nilai kuat tarik putus adalah besarnya gaya tarik maksimum yang bekerja pada saat benda uji putus, 4. Contoh baja beton adalah batang-batang beton yang panjangnya tertentu, yang diambil dari tempat penyimpanan secara acak serta dianggap mewakili sejumlah baja beton yang akan digunakan sebagai bahan struktur, 5. Benda uji adalah batang baja beton yang mempunyai bentuk dan dimensi tertentu, yang dibuat/diambil dari contoh-contoh baja beton. C. Peralatan Peralatan untuk pengujian kuat tarik baja beton terdiri dari : 1. Mesin uji Tarik, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a) Mempunyai kecepatan tarik yang merata dan dapat diatur sedemikian rupa sehingga besarnya penambahan tegangan tidak melebihi 10 MPa untuk setiap detik, b) Pembacaan gaya, dapat dilakukan dengan ketelitian 10% dari gaya tarik maksimum. 2. Alat, pengukur geser, 3. Peralatan pembuat benda uji, yaitu : 1) Alat pemotong baja, 2) Alat penggores benda uji, 3) Mesin bubut. D. Benda uji Benda uji ditentukan sebagai berikut :
a. Benda uji merupakan batang proporsional dimana perbandingan antara, panjang dan luas penampang sebelum pengujian adalah sama, . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1)
Lo = panjang ukur benda uji, mm Aso = luas penampang terkecil semula, mm2 b. Besarnya nilai k, adalah sebagai berikut : 1) Untuk dp5, maka k=5,65 sehingga Lo = 5d 2) Untuk dp 10, maka k=11.3 sehingga Lo = 10d, c. Bentuk dan dimensi benda uji, adalah sebagai berikut : 1) Jika diameter contoh ≤ 15 mm sehingga gaya tarik maksimum lebih kecil dari kapasitas mesin tarik, maka benda uji dibuat dengan bentuk dan dimensi seperti tercantum pada Gambar 15, tanpa perubahan bentuk penampang :
Gambar 15. Bentuk Benda uji yang Mempunyai Diameter ≤ 15 mm. 2) Jika diameter contoh > 15 mm, atau gaya tarik maksimum melebihi kapasitas mesin tarik, maka bentuk dan dimensi benda uji dibuat seperti Gambar 16.
Gambar 16. Bentuk Benda uji yang Mempunyai Diameter > 15 mm. Keterangan Gambar 19 : lt = panjang total benda uji, mm lo = panjang ukur semula benda uji, mm Do = diameter terkecil benda uji, mm
D = diameter contoh, mm Ij = panjang bagian benda uji yang terjepit pada mesin tarik r = jari-jari cekungan, bagian benda uji yang konis p = panjang bagian benda uji yang berbentuk yang berbentuk konis, mm m = panjang bebas benda uji, mm Aso = luas penampang benda uji semula, mm 3) Untuk baja lunak, diameter yang terjepit D harus dipertebal, sedang untuk baja keras panjang lj harus diperbesar, 4) Besarnya parameter dimensi benda uji tercantum pada tabel 17 dibawah ini :
Do Dmin
Lj min
m
P
R
Batang percobaan Lo
Lo+2m Lt.min
Batang percobaan Lo
Lo+2m Ltmin
6
8
25
3
2,5
3
30
36
91
60
66
121
8 10 12
10 12 15
30 35 40
4 5 6
3 3 4
4 5 6
40 50 60
48 60 72
114 136 160
80 100 120
88 110 132
154 186 220
14
17
45
7
4,5
7
70
84
183
140
154
253
16
20
50
8
5,5
8
80
96
207
160
176
287
18 20
22 24
55 60
9 10
6 6
8 10
90 100
108 120
230 252
180 200
198 220
320 352
25
30
70
12,5 7,5 12,5 125
150
305
250
275
430
Tabel 17. Parameter Dimensi Benda Uji. d. Untuk baja deform, diameter benda uji adalah : Do = 4,0295 x B Dimana : Do = diameter benda uji, mm B = berat benda uji persatuan panjang 0,1 kg/mm, E. Persyaratan Pengujian 1. Jumlah Contoh Contoh disyaratkan sebagai berikut : a. Jumlah contoh dari setiap jenis dan ukuran baja beton yang diperlukan untuk
pengujiankuat tarik beton ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku (minimal dua), b. Jika suatu konstruksi beton akan menggunakan lebih dari satu jenis dan ukuran baja beton, maka setiap jenis dan ukuran harus dilakukan pengujian kuat tarik, c. Pengambilan contoh-contoh untuk setiap jenis dan ukuran baja beton dilakukan secara acak berdasarkan ketentuan yang berlaku, d. Dimensi setiap contoh ditentukan berdasarkan bentuk, dimensi, dan jumlah benda uji. 2. Pengelolaan Contoh Pengelolaan contoh disyaratkan, sebagai berikut : a. Setiap contoh diberi label yang jelas, sehingga identitas contoh dapat diketahui, b. Label contoh meliputi : 1) Nomor contoh, 2) Jenis dan grade baja beton, 3) Dimensi contoh, 4) Asal pabrik, c. Petugas/teknisi yang mengambil contoh, d. Tanggal pengambilan contoh, e. Contoh-contoh baja beton harus ditempatkan pada tempat yang baik sehingga terhindar dari pengaruh korosi dan bahaya destruksi lainnya. 3. Sistem Pengujian Sistem pengujian yang digunakan sesuai dengan persyaratan, berikut : a. Pengujian kuat tarik baja beton untuk setiap contoh uji dilakukan secara ganda (duplo), sehingga untuk setiap contoh harus disiapkan 2 (dua) buah benda uji, b. Pencatatan data pengujian harus menggunakan formulir laboratorium yang berisi : 1) Identitas benda uji dan contoh, 2) Teknisi pengujian, 3) Tanggal pengujian, 4) Penanggung jawab pengujian, 5) Pencatatan data pengujian, F. Pelaksanaan Pengujian Proses pengujian dilakukan sebagai berikut : 1. Buat benda uji untuk setiap contoh dengan bentuk dan dimensi yang sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam BAB III, 2. Setiap contoh dibuat 2 (dua) buah benda uji untuk pengujian ganda, 3. Setiap benda uji dilengkapi dengan nomor benda uji, nomor contoh serta dimensinya,
4. Pasang benda uji dengan cara menjepit bagian h dari benda uji pada alat penjepit mesin tarik; sumbu alat penjepit harus berimpit dengan sumbu benda uji, 5. Tarik benda uji dengan penambahan beban sebesar 10 MPa/detik sampai benda uji putus; catat dan amatilah besarnya perpanjangan yang terjadi setiap penambahan penambahan beban 10 MPa, 6. Catat besarnya gaya tarik pada batas leleh Py dan pada batas putus Pmaks, bila benda uji merupakan baja lunak, 7. Buatlah grafik antara gaya tarik yang bekerja dan perpanjang : a. Untuk baja lunak, lihat Gambar 15.; Buat garis DE//AB untuk menentukan besarnya perpanjangan e = AE; garis AF = batas leleh b. Untuk baja keras, lihat Gambar 16.; 1) Tentukan bagian garis lurus AC, kemudian tarik garis DE//AC untuk menentukan besarnya perpanjangan e = AE; 2) Tentukan titik F untuk regangan n = 0,2% atau perpanjangan AF = 0,2%.lo 3) Tarik garis FB//DE, sehingga besarnya Py bisa diketahui; 4) Ukur diameter bagian benda uji yang putus (Du) dan panjang setela putus (lu), lihat Gambar 17.
Gambar 17. Penampang bagian yang putus. 8. Hitung parameter-parameter pengujian dengan menggunakan rumus-rumus di atas. G. Perhitungan Parameter pengujian dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut : 1. Tegangan tarik putus : Fs;
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
2. Tegangan tarik leleh : fy;
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(3) 3. Regangan maksimum : Π maks;
.....
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(4)
4. Kontraksi penampang : s;
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . (5) dimana : fs : tegangan tarik putus, Mpa Pmaks : kuat tarik putus, N Aso : luas penampang benda uji semula, mm2 Asu : luas penampang benda uji setelah pengujian, mm2 fy : tegangan tarik leleh, N Py : kuat tarik leleh, N Emaks : regangan maksimum benda uji pada saat putus, % lu : panjang benda uji setelah pengujian, mm lo : panjang benda uji semula, mm s : kontraksi/reduksi penampang benda uji pada saat putus. H. LAPORAN Laporan uji kuat tarik baja beton mencantumkan data, sebagai berikut : 1. Identitas contoh : a. Nomor contoh; b. Jenis contoh; c. Asal pabrik dan proyek yang akan menggunakan.
2. Laboratorium/instansi yang melakukan pengujian; a. Nama teknisi yang melakukan pengujian; b. Nama & jabatan yang bertanggung jawab terhadap hasil pengujian. 3. Hasil pengujian; 4. Kelainan/kegagalan selama pengujian; hasil pengujian dinyatakan gagal dan harus diadakan penggantian benda uji dalam hal : a. Contoh asli mempunyai permukaan tidak rata; b. Contoh asli mempunyai dimensi tidak sesuai; c. Dimensi benda uji tidak memenuhi syarat; d. Cara pengujian tidak mengikuti prosedur; e. Benda uji patah di luar panjang uji; f. Benda uji patah tidak di tengah panjang uji; g. Alat uji tidak bekerja sesuai prosedur; 5. Rekomendasi dan saran-saran.