Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
Hak dan Status Anak Syubhat dalam Penikahan Oleh: Fahmi Al Amruzi Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin e-mail:
[email protected]
Abstract: Allah has clearly established all good things that are lawful (halal) or forbidden (haram), and between them there is something called syubhat, where most people fall into it and they do not know whether it is halal or haram. If you do not know whether it is halal or haram will a thing, then will arise a phenomenon called as syubhat. A relationship that was made because there is an element of syubhat, whether that happens to a marriage, called syubhat and then to be fasakh, or occurs in watha' which is also called watha' syubhat and consequently bear a child, the child is then called also with “a syubhat child.” Nasab (bloodline or lineage) of a syubhat child, whether resulting from a watha 'syubhat or a syubhat marriage, is set to his father, or a person who has become his/ her watha', because a marriage whether it is shahih or fasid, the nasab (lineage) of a child will remains to his/ her watha', not to his mother, because the Islamic law for a syubhat child is different from that of the illegitimate child. Keywords: Syubhat Marriage, Watha' Syubhat, Syubhat Child, Illegitimate Child. Abstrak: Allah sudah menetapkan semua perkara baik yang halal atau haram jelas dan diantara keduanya ada sesuatu yang disebut syubhat, dimana kebanyakan manusia terjerumus ke dalamnya dan mereka tidak tahu apakah itu halal atau haram. Apabila tidak tahu halal dan haram suatu hal, maka akan timbul suatu penyakit yaitu syubhat. Sebuah hubungan yang dilakukan karena ada sebuah unsur syubhat, baik yang terjadi pada sebuah pernikahan yang disebut syubhat dan kemudian difasakh, atau terjadi pada watha’ yang disebut juga watha’ syubhat dan akibatnya melahirkan seorang anak, anak tersebut pun kemudian disebut pula dengan anak syubhat. Nasab anak syubhat baik yang dihasilkan dari watha’ yang syubhat atau pernikahan Syubhat tetap kepada bapaknya, atau seorang yang telah mewatha’nya. Karena baik nikah shahih atau fasid nasab anak tetap kepada seorang yang mewatha’nya bukan kepada ibunya, karena anak syubhat hukumnya berbeda dengan anak zina. Kata kunci: Nikah syubhat, Watha’ syubhat, Anak syubhat, Anak zina Islam sebagaimana diterangkan secara
Pendahuluan
tegas pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang
Perkawinan dikatakan sah apabila
Perkawinan
memenuhi segala ketentuan yang sudah ditetapkan
dalam
Islam.
Nomor
1
Tahun
1974
dijelaskan bahwa “Perkawinan adalah sah,
Ketentuan
apabila dilakukan menurut hukum masing-
tersebut meliputi syarat-syarat dan rukunrukun tertentu sesuai dengan syariat agama
1 DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
masing agamanya dan kepercayaannya
Pasal 43:
itu”.1
Anak Dapat dipahami bahwa hukum
yang
perkawinan
dilahirkan hanya
di
luar
mempunyai
agama memegang peranan yang sangat
hubungan perdata dengan ibunya dan
penting dalam menentukan keabsahan
keluarga ibunya.3
suatu perkawinan, dan sebagai akibat dari perkawinan yang sah menurut Islam adalah
Kedua pasal di atas memberikan
bahwa setiap anak akibat perkawinan
pernjelasan bahwa anak yang sah hanya
tersebut berstatus sebagai anak yang sah
didapat jika terlahir melalui perkawinan
bagi kedua orang tua yang melahirkannya,
yang sah. Demikian juga Kompilasi
sebagaimana diterangkan pada pasal 42
Hukum Islam (KHI) pasal 99 yang
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1
menyatakan : “ anak sah adalah : (a) anak
Tahun 1974 yang berbunyi “Anak yang
yang lahir dalam atau sebagai akibat
sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
perkawinan yang sah. (b) Hasil pembuahan
sebagai akibat perkawinan yang sah.” 2
suami istri yang sah di luar rahim dan
Oleh karena itu, orang tua memiliki
dilahirkan oleh istri tersebut.4
kewajiban dalam memberikan nafkah baik
Sementara anak yang lahir akibat
jasmani maupun rohani kepada isteri dan
bukan dari zina tetapi dari kekeliruan;
anaknya.
apakah kekeliruan saat bersetubuh dengan
Sebaliknya anak yang lahir diluar
isteri/suami
padahal
bukan
perkawinan yang sah maka bukanlah anak
isteri/suaminya atau kekeliruan akibat
yang sah, sebagaimana dijelaskan dalam
salah wali atau nikah dengan perempuan
pasal 42 dan 43 Undang-Undang Nomor 1
yang
Tahun 1974 Tentang Perkawinan:
termasuk anak yang sah atau tidak, ataukah
wanita itu haram untuk dinikahi atau
perkawinan yang sah.
4
apakah
pelaku benar-benar tidak tahu bahwa
dilahirkan dalam atau sebagai akibat
3
dinikahi
atau persetubuhan yang terjadi akibat
Anak yang sah adalah anak yang
2
untuk
termasuk anak syubhat; akibat pernikahan
Pasal 42:
1
haram
disetubuhi karena bukan isterinya.5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Bandung: Citra Umbara, 2008, hal. 2. Ibid, h. 17. Ibid., h. 17. Departemen Agama RI. Kompilasi Hukum Islam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta: 1998, hal. 263
5
2 DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘ala alMadzahib al-Khamsah, diterjemahkan oleh Masykur A.B., Afif Muhammad, dan Idrus alKaff dengan judul: Fiqih Lima Mazhab, Lentera, Jakarta:, 2010, hal. 389.
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Tulisan
ini
akan
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
mencoba
Hasan Ayyub pun menyatakan bahwa
menganalisa dan menjelaskan tentang
pernikahan merupakan akad antara pihak
persoalan anak syubhat yang lahir akibat
laki-laki dan pihak perempuan yang
dari nikah atau persetubuhan yang syubhat.
karenanya
hubungan
badan
menjadi
halal.11 Lebih lanjut, Rahmat Hakim Pengertian
memberikan pengertian mengenai nikah
1. Nikah
dengan suatu akad (perjanjian) yang
Kata nikah berasal dari bahasa Arab
mengandung
kebolehan
melakukan
nikaahan yang merupakan masdar atau kata
hubungan seksual dengan memakai kata-
asal dari kata kerja nakaha. Sinonimnya
kata (lafaz) nikah atau tazwij.12
tazawwaja kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa 6
perkawinan.
Indonesia
Menurut
2. Syubhat
sebagai
bahasa,
- Syubhat secara bahasa berasal dari
nikah
kata
yang
artinya
sesuatu
yang
7
menyerupai sesuatu, yaitu menyerupai
Kata nikah juga berarti menyatu dan
dalam sifatnya. Sedangkan syubhat
berarti penggabungan dan percampuran. bersetubuh.
8
artinya samar atau tidak jelas. Suatu
Perkawinan menurut hukum Islam
perkara yang samar yang hampir
adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
serupa. Atau sesuatu yang serupa
kuat atau mitsaqan ghalizan untuk mentaati
antara satu dengan yang lainnya.13
perintah
Allah
dan melaksanakannya
- Syubhat secara istilah adalah segala
merupakan ibadah.9
sesuatu yang belum ada keyakinan
Menurut istilah syariat Islam, Beni
halal atau haram didalamnya. Atau
Ahmad Saebani memberikan pengertian
sesuatu yang belum diketahui halal
bahwa pernikahan atau perkawinan adalah
dan haram secara hakiki. Atau sesutau
akad yang menghalalkan pergaulan dan
yang masih samar apakah telah
membatasi hak dan kewajiban antara
menjadi ketetapan atau belum.14
seorang
laki-laki
dengan
seorang
3. Watha’ atau Wath’ secara bahasa
10
perempuan yang bukan mahram. Syekh
6 7 8
9
berjalan atau melalui. Sedangkan al
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000, hal. 11. Syekh Hasan Ayyub, Op cit, hal. 29 Segaf Hasan Baharun, Bagaimanakah Anda Menikah dan Mengatasi Permasalahannya, (Pasuruan: Yayasan Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah, 2005), h. 1. Departemen Agama RI. Op cit, hal. 14.
10 11 12 13 14
3 DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 1, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001, hal. 9. Syekh Hasan Ayyub, op cit. Hal. 29 Rahmat Hakim, op. Cit., h. 12. Ibnu Mandur, Lisanul Arab, Darul Ma’arif, Kairo, hal. 2190 Kementerian Agama Kuwait, Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz 25, Cet 1, Darus Sahofwah, 1992, hal. 338
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
wath’u artinya setubuh, yang memiliki
menjimak seorang wanita yang ia sangka
arti sama dengan jima’.15
adalah istrinya. Maka diharamkan baginya
4. Jima’ Secara bahasa berasal dari kata
asal dan furu' dari setiap wanita tersebut”
jama’a yang artinya mengumpulkan sesuatu
yang
sehingga
Anak syubhat adalah anak yang lahir
Sedangkan
dari suatu hubungan badan antara seorang
mujama’ah atau jima’ adalah sebuah
laki-laki dengan seorang perempuan atas
kiasan
dasar kekeliruan18
menjadi
terpisah
6. Anak Syubhat
terkumpul. yang
digunakan
untuk
menunjukkan pernikahan.16
Kesyubhatan terjadi dimungkin oleh
5. Nikah Syubhat
dua hal: syubhat dalam akad, dan syubhat
Syaikh Sholeh al-Azhari
dalam tindakan (perbuatan).
mendefinisikan nikah syubhat sebagai
a. Syubhat dalam akad, adalah manakala
berikut:
seorang laki-laki melaksanakan akad
،نكاح الشبهة أن ينكح نكاحا فاسدا مجمعا على فساده
nikah dengan seorang wanita seperti
لكن يدرأ الحد كأن يتزوج بمعتدة أو خامسة أو ذات
halnya dengan akad nikah sah lainnya,
محرم غير عالم ويتلذذ بها أو يطأ امرأة يظنها زوجته
tapi kemudian ternyata bahwa akadnya
فيحرم عليه أصل كل واحدة منهن وفرعها
tersebut fasid karena satu dan lain
17
alasan.
Artinya:
b. Syubhat dalam tindakan (perbuatan),
“Nikah Syubhat adalah ia menikah dengan pernikahan yang fasad/rusak/ tidak sah,
yakni
yang telah disepakati/ijmak akan fasidnya,
mencampuri seorang wanita tanpa
akan tetapi hukum had ditolak (tidak
adanya akad antara mereka berdua,
ditegakkan, seperti ia menikah dengan
baik sah maupun fasid, semata-mata
seorang wanita yang masih dalam masa
karena
'iddah, atau dengan istri yang kelima, atau
melakukannya,
dengan wanita yang masih merupakan
bahwa wanita tersebut adalah halal
mahramnya,
untuk
dalam kondisi
ia
tidak
manakala
seorang
tidak
laki-laki
sadar
ketika
atau dia
meyakini
dicampuri,
tapi
kemudian
mengetahui hal tersebut dan ia telah
ternyata bahwa wanita itu adalah
berledzat-ledzat
wanita
15
16 17
dengannya,
atau
ia
Mm AW Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Pustaka Progressif, Yogyakarta, 1984, hal. 1566 Ibnu Mandur, Op cit, hal. 681 Sholeh bin Abids Samii' Al-Aaabi Al-Azhari Al Aabi Al Azhari, Ats-Tsamr Ad-Daani fi Tqriib al-Ma'aani, syarh Risaalah Ibni Abi Zaid Al-
yang
haram
dicampuri.
Qoyrowaani, Mushthofa Al-Baabiy Al-Halabi, tahun 1338 H hal. 352 18
4 DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
D.Y. Witanto, Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar kawin, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2012, h. 47-48
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
Termasuk dalam kategori ini adalah
berdosa tidak akan memikul dosa orang
hubungan seksual yang dilakukan
lain.
orang gila, orang mabuk dan orang
Anak yang lahir diluar nikah atau yan
mengigau, serta orang yang yakin
g lahir dari persetubuhan syubhat adalah
bahwa orang yang dia campuri itu
anak yang tidak berdosa karena itu tidak
adalah
ada anak yang dilahirkan ke dunia berstatus
isterinya,
tapi
kemudian
ternyata wanita itu bukan isterinya.19
haram, seorang anak tidak dibebani dosa atau kesalahan orang tuanya, dosa dan kesalahan orang tuanya hanya ditanggung
Status Anak Syubhat
oleh orang tuanya.
Setiap anak yang lahir adalah suci,
Ada kesalahan yang terjadi karena
Nabi SAW. bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
kekeliruan
pernikahan
maupun
pada
keliru
pada
seoran anak. Anak yang lahir akibat dari perkawinan
الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه
kekeliruan
Artinya: Setiap anak dilahirkan dlm yg
menjadikannya
tuanya,
akibat
pernikahan;
baik
yang sesungguhnya haram untuk menikah, baik
Seorang anak yang lahir tidak orang
dalam
difasakh
menikahkannya atau pada suami/isteri
Yahudi,
Nashrani atau Majusi. dosa
yang
kekeliruan tersebut terjadi pada wali yang
keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang
dibebani
baik
persetubuhan yang juga berakibat lahirnya
كل مولود يولد على:قال النبي صلى هللا عليه و سلم
tuanyalah
kekeliruan;
karena
semahram
maupun
sepesusuan.
Allah
Demikian juga dengan anak yang
berfirman dalam surah al An’am ayat 164:
lahir karena keliru bersetubuh dengan pasangan yang ternyata bukan suami atau
از َرةٌ ِو ْز َر ٍ َو ََل تَ ْك ِسبُ ُكلُّ نَ ْف ِ س إِ اَل َعلَ ْيهَا ۚ َو ََل ت َِز ُر َو ۚ أُ ْخ َر ٰى
isterinya yang sah. Anak yang lahir akibat kekeliruan-kekeliruan itu disebut dengan
Artinya: Dan tidaklah seorang membuat
anak syubhat. Bagaimana dengan anak
dosa melainkan kemudharatannya kembali
syubhat, siapa yang bertanggungjawab atas
kepada dirinya sendiri; dan seorang yang
anak tersebut dan bagaimana statusnya? Itulah diantara pertanyaan yang harus dicarikan jawabannya.
19
Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘ala alMadzahib al-Khamsah, diterjemahkan oleh Masykur A.B., Afif Muhammad, dan Idrus al-
Kaff dengan judul: Fiqih Lima Mazhab, Lentera, Jakarta, 2010, hal. 389.
5 DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Muhammad
Jawad
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
Mughniyah
sebenarnya lebih mengetahui tentang
menjelaskan bahwa menurut kalangan
dirinya. Tentang hal yang terakhir ini
Sunni, orang yang dilahirkan melalui
disepakati oleh para ahli hukum di
hubungan syubhat, dia merupakan anak
kalangan sunny dan syiah.22
sah sebagaimana halnya dengan anak yang
Ulama Sunni dan Syi’i sependapat
lahir melalui perkawinan yang sah, tanpa
bahwa, manakala kesyubhatan dengan
ada perbedaan sedikit pun, baik syubhat
salah satu pengertiannya di atas telah
tersebut merupakan syubhat akad maupun
terjadi, maka si wanita harus menjalani
syubhat tindakan. Jadi, barangsiapa yang
iddah sebagaimana layaknya wanita yang
mencampuri
dicerai,
seorang
wanita
dalam
sebagaimana
halnya
dengan
keadaan mabuk, mengigau, gila, dipaksa,
kewajiban membayar mahar secara penuh
atau melakukannya sebelum usia baligh,
kepadanya. Wanita tersebut dihukumi
atau mengira bahwa wanita itu isterinya
sebagaimana halnya dengan seorang isteri
tapi ternyata bukan, lalu wanita itu
(yang sah) dalam hal iddah, mahar dan
melahirkan seorang anak, maka anak itu
penentuan nasab.
dikaitkan dengannya.20
Selanjutnya, menurut Muhammad
Menurut Imamiah, nasab yang sah
Jawad Mughniyah, syubhat itu bisa terjadi
ditetapkan untuk anak tersebut berikut
pada pihak laki-laki dan wanita, yaitu
hak-hak
melalui
keduanya tidak tahu dan tidak sadar. Tetapi
kesyubhatan tersebut. Kalau orang yang
bisa juga terjadi pada salah satu pihak,
melakukan kesyubhatan itu tidak mengakui
misalnya si wanitanya tahu bahwa dia
anak tersebut, maka hubungan nasab anak
punya suami yang sah (dan dia tahu pula
itu sama sekali tidak ternafikan, bahkan
bahwa laki-laki yang mencampurinya itu
laki-laki
bukan suaminya), tapi dia sembunyikan hal
yang
dimilikinya
tersebut
dipaksa
harus
mengakuinya.21
itu terhadap laki-laki tersebut. Atau, si laki-
Dalam kitab al-Ahwal Syakhsiyyah
lakinya waras, sedangkan si wanitanya gila
karangan Muhyidin sebagaimana yang
atau
dikutip
Jawad
kesyubhatan tersebut terjadi pada kedua
Mughniyah dijelaskan bahwa nasab tidak
belah pihak, maka anak yang dihasilkan
dapat ditetapkan dengan syubhat macam
dari
apapun, kecuali orang yang melakukan
(nasabnya) pada keduanya. Sedangkan bila
syubhat
hanya terjadi pada salah satu pihak, maka
20 21
oleh
itu
Muhammad
mengakuinya,
karena
ia
Ibid. Ibid.
22
6 DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
dalam
keadaan
hubungan
Ibid., h. 388.
mabuk.
tersebut
Kalau
dikaitkan
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
anak tersebut dikaitkan nasabnya hanya
laki-laki dan perempuan karena salah
pada orang yang mengalami kesyubhatan,
sangka, maka anak itu punya hubungan
dan ditiadakan dari orang yang tidak
nasab dengan ayahnya jika sudah diakui
mengalaminya.23
sebagai anaknya25. Anak syubhat berbeda
Betapapun sesungguhnya prinsip-
dengan anak yang dihasilkan karena zina,
prinsip syariat, baik di kalangan Sunni
nasab anak tersebut hanya kepada ibunya.
maupun Syi’i, sama-sama menganjurkan tidak
diperkenankannya
Mawardi didalam kitabnya Al-Hawa
menjatuhkan
Al-Kabir mengatakan bahwasanya anak
keputusan terhadap anak manusia yang
syubhat nasabnya tetap pada orang yang
lahir dari sperma mereka sebagai anak zina
menjima’nya, begitu juga warisan, dan
(anak
menjadi haram dinikahi, yang hukumnya
haram)
kemungkinan
sepanjang
untuk
terbuka
berbeda dengan anak hasil zina.26
menempatkannya
sebagai anak syubhat. Kalau hakim mempunyai
untuk
perempuan yang sudah menikah, maka
menetapkan seorang anak sebagai anak
nasab anak yang dilahirkan dilihat dari
zina, dan satu indikator yang menetapkan
waktu kelahiran anak tersebut, apabila anak
sebagai anak syubhat, maka dia harus
tersebut lahir berjarak enam bulan atau
memberlakukan indikator yang disebut
lebih dari saat terjadinya wtha’ syubhat itu,
terkemudian, dan mencampakkan 99
maka nasab anak tersebut kepada laki-laki
indikator
rangka
yang melakukan watha’ syubhat tersebut,
merajihkan (mengutamakan) yang halal
dan sebaliknya apabila kelahiran anak
atas yang haram, yang sah atas yang fasid.24
tersebut lahir sebelum enam bulan dari saat
Anak
99
lainnya
indikator
Apabila watha’ syubhat terjadi pada
itu,
syubhat
dalam
tetap
memiliki
terjadi watha’ tersebut, maka nasab anak tersebut tetap kepada suaminya.27
hubungan nasab dengan ayahnya jika dalam kasus syubhat pada akad, yakni percampuran antara suami isteri yang
Hak Anak Syubhat
ternyata ada hubungan saudara atau
Memperhatikan bunyi Pasal 43
susuan. Namun, jika hal tersebut terjadi
ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 yang
pada kasus syubhat pada perbuatan, yakni percampuran (watha) yang terjadi antara 23 24 25
Ibid., h. 391. Ibid., h. 389-391. Ibnu Qudamah, Al Mugni, Jilid 9, cet. 1, Darul ‘Alamil Kutub, Riyadh, 1986, hal. 528
26
27
7 DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
Abi Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al Mawardi, Al Hawi Al Kabir, Juz 9, Cet. 1, Daarul Kutubil Ilmiyah, Libanon, 1994, hal. 219 Wahbah Zuhaili, Al Fiqhu Islami Eaadillatuhu, Jilid 9 Cet. 1, Daarul fikr, Damaskus, 1997, hal. 7264
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
rumusannya sama dengan Pasal 100 KHI,
dalam hukum Islam disebut anak Syubhat
adalah :
yang apabila diakui oleh bapak subhatnya, dan
“anak yang lahir di luar perkawinan hanya
dapat
dihubungkan
kepadanya.
mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan
Anak
keluarga ibunya”
syubhat
sesungguhnya
adalah anak yang dilahirkan oleh seseorang
Oleh karenanya anak yang lahir di luar
nasabnya
perkawinan
hanya
wanita yang kehamilannya akibat salah
mempunyai
orang (salah sangka) disangka suaminya
hubungan perdata dengan ibunya dan
ternyata bukan, atau anak yang dilahirkan
keluarga ibunya saja.
oleh wanita yang kehamilannya akibat
Berdasarkan Pasal 43 ayat (1)
perkawinan
yang
difasakh
maupun Pasal 100 KHI diatas, ada
sebelumnya
tidak
diketahui
beberapa kemungkinan tentang anak dapat
perkawinan tersebut ternyata perkawinan
dikemukakan sebagai berikut:
yang diharamkan seperti kawin dengan Anak tersebut sesungguhnya adalah
tidak mempunyai ikatan perkawinan sah
dengan
pria
kalau
saudara kandung atau saudara sepesusuan.
1. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang yang
karena
anak yang lahir diluar dari perkawinan yang
yang
sah. Menurut Hukum Perdata: anak yang
menghamilinya.
lahir diluar perkawinan adalah anak yang
2. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang
lahir apabila orang tua anak tersebut tidak
kehamilannya akibat korban perkosaan
terikat perkawinan lain (jejaka, perawan,
oleh satu orang pria atau lebih.
duda, janda) mereka melakukan hubungan
3. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang
seksual dan melahirkan anak, maka anak
di li’an (diingkari) oleh suaminya.
tersebut adalah anak luar kawin. Dan
4. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang
apabila orang tua anak tersebut salah satu
kehamilannya akibat salah orang (salah
atau keduanya masih terikat dengan
sangka) disangka suaminya ternyata bukan. 5. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang
perkawinan
lain,
kemudian
melakukan
hubungan
seksual
mereka dan
melahirkan anak, maka anak tersebut
kehamilannya akibat pernikahan yang
adalah anak zina.
diharamkan seperti menikah dengan
Menurut Kompilasi Hukum Islam
saudara kandung atau sepersusuan.
anak syubhat, dinyatakan sebagai anak
Kemungkinan anak yang tergolong
yang lahir di luar perkawinan sebagaimana
kelompok nomor 4 dan nomor 5 diatas
dijelaskan diatas, karenanya anak tersebut 8
DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
hanya dihubungkan nasabnya kepada
kepadanya, sebab anak itu walaupun lahir
ibunya atau keluarga ibunya saja, kecuali
dari hasil watha syubhat, ia tetap berasal
jika ayahnya mengakui sebagai anaknya,
dari benih ayahnya sehingga nasabnya pun
maka
tetap dihubungkan kepadanya.28
dapat
dihubungkan
nasabnya
kepadanya.
Dari
Status anak tersebut menurut hukum
keterangan
ini,
ada
dua
perbedaan yang mendasar terkait status
hanya mempunyai hubungan nasab dengan
anak persetubuhan (watha’) syubhat.
ibunya dan keluarga ibunya semata, maka
-
Pertama, anak akibat persetubuh- an
yang wajib memberikan nafkah anak
(watha”) syubhat yang nasabnya
tersebut adalah ibunya dan keluarga ibunya
hanya dihubungkan kepada ibunya
saja. Sedangkan bagi ayah/bapak alami,
dan keluarga ibunya saja. Maka anak
meskipun anak tersebut secara biologis
ini hanya wajib diberikan nafkah
merupakan
oleh ibunya dan keluarga ibunya,
anak
yang
berasal
dari
spermanya, namun secara yuridis formal
sebab
dipandang
adalah
sebagaimana maksud Pasal 100 Kompilasi
hubungan syubhat yang
terjadi
Hukum Islam di atas, tidak mempunyai
antara ibunya dan laki-laki yang
kewajiban
menggaulinya, kecuali jika laki-laki
hukum memberikan nafkah
kepada anak tersebut. Hal ini berakibat
yang
tersebut mengakuinya.
pula pada hilangnya kewajiban tanggung
-
Kedua, anak watha syubhat yang
jawab ayah kepada anak dan hilangnya hak
nasabnya tetap dihubungkan kepada
anak kepada ayah.
kedua orang tuanya. Maka anak ini
Dalam kitab “Kanzu al Raghibin”,
tetap wajib diberi nafkah oleh kedua
Imam Jalaludin Muhammad al Mahalli
orang tuanya sebab yang dipandang
memberikan pernyataan bahwa, menurut
adalah bahwa ia dilahirkan dalam
Syafi’i, istri yang hamil dari persetubuhan
status perkawinan terdahulu orang
(watha’) syubhat, tidak berkewajiban bagi
tuanya sebelum difasakh bukan pada
suami untuk memberikan nafkah kepada
hubungan syubhatnya.
anak yang lahir dari hubungan syubhat
Berdasarkan
penjelasan
yang
tersebut, sebab ia tidak ada hubungan
dikemukakan oleh Muhammad Jawad
nasab dengan ayah yang menghamili
Mughniyah dapat diketahui bahwa anak
ibunya. Sedangkan bagi Hanafi, anak
yang lahir dari persetubuhan (watha’)
tersebut
28
tetap
wajib
diberi
nafkah
Imam Jalaludin al Mahalli, Kanzu al Raghibin, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah, 2006), h. 126.
9 DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
syubhat itu terbagi kepada dua macam,
Hukum
yaitu:
dilahirkan dari suatu perkawinan, maka
1. Jika kesyubhatan itu terjadi pada
status anak itu tetap bernasab atau
kedua belah pihak, maka anak yang
mempunyai hubungan perdata pada ayah
hasil dari hubungan mereka adalah
dan ibunya walaupun perkawinan antara
statusnya dihukumkan sebagai anak
ayah dan ibunya tidak sah menurut
keduanya,
Undang-undang
sebagaimana
pada
perkawinan yang sah.
Islam:
seorang
anak
perkawinan
yang
dan
Kompilasi Hukum Islam.
2. Jika kesyubhatan itu terjadi pada salah
Pasal 75 Undang-undanh Nomor 1
satu pihak saja, maka anak yang hasil
Tahun
dari hubungan tersebut dikaitkan
“Keputusan pembatalan perkawinan tidak
nasabnya
berlaku surut terdap anak-anak yang
kepada
orang
yang
1974
dari
menjelaskan
perkawinan
bahwa
mengalami kesyubhatan sedangkan
dilahirkan
tersebut”
pihak yang lain tidak ada kaitan nasab
demikian juga dalam Pasal 28 ayat (2)
dengannya.
“Keputusan tidak berlaku surut kepada
Anak yang lahir dari kesyubhatan
anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan
yang terjadi dari kedua belah pihak maka
tersebut” Pasal 76 menyebutkan bahwa
akibat hukum yang didapat anak tersebut
“Batalnya suatu perkawinan tidak akan
adalah tetap nasabnya dikaitkan dengan
memutuskan hubungan hukum antara
kedua orang tuanya, dan ia berhak
anak dengan orang tuanya”
mendapatkan nafkah dari keduanya, serta
Akan tetapi, jika anak yang lahir
saling waris-mewaris di antara mereka.
akibat persetubuhan (watha’) syubhat yang
Sebab pada hakikatnya, ia dilahirkan sama
terjadi kesyubhatannya pada salah satu
seperti dalam perkawinan yang sah dan
pihak saja, maka akibat hukum yang
tidak termasuk anak zina. Misalnya, anak
didapat anak itu adalah nasab hanya
yang dilahirkan dari perkawinan kedua
dikaitkan kepada orang yang mengalami
orang
kesyubhatan itu saja, yakni ibu yang
tua
yang
ternyata
memiliki
hubungan darah sebab sekandung atau
melahirkannya
sesusuan tanpa diketahui terlebih dahulu.
memberikan nafkah kepada anaknya, dan
Maka anak ini tetap wajib diberi nafkah
tidak ada kaitan nasab bagi orang yang
oleh kedua orang tuanya tersebut.
tidak
Terhadap
nikah
mengalaminya
ia
berkewajiban
(pihak
laki-laki)
dan
sehingga ia pun tidak ada kewajiban dalam
kemudian difasakh, menurut Undang-
memberikan nafkah kepada anak tersebut.
undang
Kecuali pihak laki-laki tersebut mengakui
Perkawinan
syubhat
dan
dan
Kompilasi 10
DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
sebagai anaknya, maka berakibat hukum
Anak syubhat secara hukum tergolong
kepada
anak yang lahir diluar perkawinan maka
status
nasab
anak
itu
dan
nafkahnya dihubungkan kepada ayahnya.
status anak tersebut menurut hukum hanya mempunyai hubungan nasab
Akibat Hukum Anak Syubhat
dengan ibunya dan keluarga ibunya
Adalah sebuah keniscayaan ketika
semata, oleh karenanya yang wajib
terjadi nikah syubhat akan melahirkan anak
memberikan nafkah anak tersebut
yang disebut dengan anak syubhat pula.
adalah ibunya dan keluarga ibunya saja.
Jika anak syubhat lahir akibat kesyubhatan
Sedangkan
pada
kedua
dihukumkan
alami
(genetik),
belah
pihak
statusnya
meskipun anak tersebut secara biologis
sebagai
anak
keduanya,
merupakan anak yang berasal dari
sebagaimana pada perkawinan yang sah.
spermanya,
Akan tetapi jika anak syubhat lahir akibat kesyubhatan pada pihaknya
bapak
saja
maka
secara
yuridis
formal sebagaimana maksud Pasal 100
salah satu
anak
namun
Kompilasi Hukum Islam diatas, tidak
tersebut
mempunyai
kewajiban
hukum
dihukumkan sebagai anak yang lahir di luar
memberikan
nafkah
perkawinan. terdapat beberapa akibat
tersebut.
hukum terhadap anak tersebut.
Berbeda dengan anak sah, bapak dari
a. Nasab
anak tersebut berkewajiban memberi
kepada
anak
Sebagaimana yang telah diatur dalam
nafkah dan penghidupan yang layak
Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam
berupa nafkah, kesehatan, pendidikan
bahwa
dan lainnya kepada anak tersebut sesuai
anak
perkawinan
yang hanya
lahir
diluar
mempunyai
kemampuannya,
sebagaimana
hubungan nasab dengan ibunya dan
dijelaskan dalam pasal 80 ayat (4)
keluarga ibunya saja. Hal demikian
Kompilasi Hukum Islam, dalam hal
secara hukum anak tersebut saama
ayah dan ibunya masih terikat tali
sekali tidak dapat dinisbahkan kepada
perkawinan. Apabila ayah dan ibu anak
ayah/bapak alaminya, meskipun secara
tersebut telah bercerai, maka ayah tetap
nyata
dibebankan memberi nafkah kepada
ayah/bapak
tersebut
merupakan
alami
(genetik)
laki-laki
yang
anak-anaknya
sesuai
dengan
menghamili wanita yang melahirkannya
kemampuannya, sebagaimana maksud
itu.
Pasal 105 huruf (c) dan Pasal 156 huruf
b. Nafkah
(d) Kompilasi Hukum Islam. c. Waris 11
DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal
wali nikah dijelaskan dalam Pasal 19, 20
186 Kompilasi Hukum Islam : “anak
dan 23 Kompilasi hukum Islam.
yang lahir diluar perkawinan hanya
Pasal 19:
mempunyai hubungan saling mewarisi
“Wali nikah dalam perkawinan merupakan
dengan ibunya dan keluarganya dari
rukun yang harus dipenuhi bagi calon
pihak ibunya”. Dengan demikian, maka
mempelai wanita yang bertindak untuk
anak tersebut secara hukum tidak
menikahkannya”.
mempunyai hubungan hukum saling
Pasal 20:
mewarisi dengan ayah/bapak alami
(1) Yang bertindak sebagai wali nikah ialah
(genetiknya). Anak tersebut hanya
seorang laki-laki yang memenuhi syarat
mempunyai hubungan waris-mewarisi
hukum Islam yakni muslim, aqil dan
dengan ibunya dan keluarga ibunya saja.
baligh.
d. Wali
(2) Wali nikah terdiri dari :
Apabila anak syubhat yang lahir akibat
a. Wali nasab;
watha’ syubhat berjenis kelamin wanita,
b. Wali hakim
dan setelah dewasa anak tersebut akan
Pasal 23
menikah,
maka
ayah/bapak
alami
(1) Wali hakim baru dapat bertindak
(genetiknya) tidak berhak atau tidak sah
sebagai wali nikah apabila wali nasab
menjadi wali nikahnya, sebab anak syubhat
tidak
tersebut hanya memiliki nasab dengan
menghadirkannya atau tidak diketahui
ibunya saja dan tidak memiliki nasab
tempat tinggalnya atau gaib atau adlal
dengan bapak genetiknya, oleh karenanya
atau enggan.
ada
atau
tidak
mungkin
yang berhak menjadi wali terhadap anak tersebut adalah hakim. Berbeda dengan
Penutup
anak syubhat akibat dari perkawinan
Dari
syubhat, anak yang lahir dari perkawinan syubhat
dapat
dinisbahkan
Uraian
diatas
dapat
disimpulkan bahwa ada dua perbedaan
kepada
bapaknya sebab anak tersebut terlahir
mendasar terkait status anak syubhat.
dalam pernikahan yang sah, baru kemudian
1. Anak syubhat akibat perbuatan,
perkawinan orang tuanya difasakh karena
nasabnya hanya dihubungkan kepada
diketahui
pada
ibunya dan keluarga ibunya saja. Maka
perkawinan tersebut, sebagaimana telah
anak ini hanya wajib diberikan nafkah
dijelaskan pada bagian terdahulu. Tentang
oleh ibunya dan keluarga ibunya, sebab
terjadi
kesyubhatan
yang dipandang adalah hubungan 12 DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
syubhat yang terjadi antara ibunya dan
Mendidik Anak serta Hukum-hukum
laki-laki yang menggaulinya, kecuali
yang Berkaitan dengan Aktivitas
jika laki-laki tersebut mengakuinya.
Anak, Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, Jakarta, 2005
2. Anak syubhat karena hukum, nasabnya tetap dihubungkan kepada kedua
Ibnu Qudamah, Al Mugni, Jilid 9, cet. 1,
orang tuanya. Maka anak ini tetap
Darul ‘Alamil Kutub, Riyadh, 1986
wajib diberi nafkah oleh kedua orang
Ibnu Mandur, Lisanul arab, Darul Ma’arif, Kairo
tuanya sebab yang dipandang adalah bahwa ia dilahirkan dalam status
Imam Jalaludin al Mahalli, Kanzu al
perkawinan terdahulu orang tuanya
Raghibin, Dar al Kutub al Ilmiyah,
sebelum
Beirut, 2006
difasakh
bukan
pada
Kementerian Agama Kuwait, Al Mausu’ah
hubungan syubhatnya
Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz 25, Cet 1, Darus Sahofwah, 1992
Daftar Pustaka
Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib
Abi Hasan Ali bin Muhammad bin Habib
al-Khamsah,
Al Mawardi, Al Hawi Al Kabir, Juz
diterjemahkan oleh Masykur A.B.,
9, Cet. 1, Daarul Kutubil Ilmiyah,
Afif Muhammad, dan Idrus al-
Libanon, 1994
Kaff dengan judul: Fiqih Lima Mazhab, Lentera, Jakarta, 2010
AW Munawwir, Al Munawwir Kamus ArabIndonesia,
Pustaka
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam,
Progressif,
CV. Pustaka Setia, Bandung 2000
Yogyakarta, 1984
Segaf Hasan Baharun, Bagaimanakah Anda
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 1,
Menikah
CV. Pustaka Setia, Bandung, 2001 Direktorat
Mengatasi
Permasalahannya, Yayasan Pondok
Departemen Agama RI. Kompilasi Hukum Islam,
dan
Pesantren
Jenderal
Darullughah
Wadda’wah, Pasuruan, 2005
Pembinaan Kelembagaan Agama
Sholeh bin Abids Samii' Al-Aaabi Al-
Islam, Jakarta, 1998
Azhari Al Aabi Al Azhari, Ats-
D.Y. Witanto, Hukum Keluarga Hak dan kawin,
Tsamr Ad-Daani fi Tqriib al-Ma'aani,
Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta,
syarh Risaalah Ibni Abi Zaid Al-
2012
Qoyrowaani, Mushthofa Al-Baabiy
Kedudukan
Anak
Luar
Al-Halabi, 1338 h
Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Anak; Metode Islam dalam Mengasuh dan 13 DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol. 17. No. 1 Juni 2017
Hak dan Status Anak ...1-15 Fahmi Al-Amruzi
Syekh Hasan Ayyub, Fiqh al Usrah al Muslimah,
diterjemahkan
oleh
Abdul Ghofar EM dengan judul; Fikih Keluarga, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1999 Undang-Undang Nomor
Republik 1
Indonesia
Tahun
TentangPerkawinan,
1974 Citra
Umbara, Bandung, 2008 Wahbah
Zuhaili,
Al
Fiqhu
Islami
Eaadillatuhu, Jilid 9 Cet. 1, Daarul fikr, Damaskus, 1997
14 DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v17i1.1539