Bahan Bacaan Modul 3 Mengenal Hak Anak Hak Anak atas Perlindungan dari Tindak Kekerasan1 Oleh: Adzkar Ahsinin
A. Situasi Kekerasan terhadap Anak
Tidak ada negara atau masyarakat yang tidak
tersentuh oleh kekerasan.
Potret dan jumlah kekerasan yang diliput oleh media, memperlihatkan kekerasan terjadi di jalanan, di sekolah, di rumah, di tempat kerja, atau di institusi Negara. Kekerasan merusak dan mengancam kehidupan, kesehatan, dan kebahagiaan yang menjadi harapan seluruh umat manusia.
Catatan
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menyatakan setiap tahun, lebih dari 1,6 juta orang di seluruh dunia kehilangan nyawa akibat tindak kekerasan.
Lebih banyak lagi yang terluka dan
menderita secara fisik, seksual, kesehatan reproduksi dan mental akibat kekerasan. Kekerasan adalah salah satu penyebab utama kematian untuk orang yang berusia 1544 tahun di seluruh dunia, terhitung dari kematian tersebut
laki-laki sekitar 14%
dan perempuan sekitar 7% (WHO, 2003). WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2002, hampir 53.000 anak meninggal akibat pembunuhan dan pada tahun 2000, sekitar 57.000 anak meninggal akibat
kekerasan.
Profesor Pinheiro menemukan kekerasan terhadap anak-anak
untuk menjadi masalah global yang sangat besar dan serius. Kekerasan terhadap anak ada di setiap negara di dunia dalam berbagai bentuk dan tempat yang justru berakar dalam praktik-praktik budaya, ekonomi, dan sosial (Carolyne Willow, 2010). Oleh karena itu, KHA menegaskan bahwa anak memiliki hak untuk dilindungi dari kekerasan fisik dan mental, hukuman merendahkan, cedera, pengabaian dan 1
Draft Bahan Bacaan untuk Penyusunan Indonesian Legal Resource Center (ILRC)
Modul
Anak
Berhadapan
dengan
Hukum The
1|Hal.
pelecehan. Mereka memiliki hak untuk dilindungi dari pekerjaan yang menempatkan mereka dalam bahaya, dari penyalahgunaan obat, kekerasan seksual, perdagangan, dan bentuk lain dari eksploitasi. B. Pengertian Kekerasan WHO memberikan pengertian kekerasan sebagai penggunaan kekuatan fisik atau kekuasaan yang dimaksudkan untuk, ancaman atau tindakan aktual, melawan diri sendiri, orang
yang lain, atau terhadap kelompok atau komunitas,
baik
menghasilkan atau memiliki kemungkinan tinggi mengakibatkan bahaya luka-luka, kematian, dampak psikologis, perkembangan yang timpang atau kekurangan (WHO, 2003).
Sementara itu, pengertian
kekerasan terhadap anak menurut Carolyne
Willow ( 2010), sebagai berikut:
Penggunaan kekuatan fisik atau kekuasaan yang diarahkan, untuk mengancam ancaman atau aktual terhadap seorang anak, oleh seorang individu atau kelompok, baik menghasilkan atau memiliki kemungkinan yang tinggi mengakibatkan bahaya aktual atau potensial, kelangsungan hidup, perkembangan kesehatan, atau martabat anak. Pasal 19 KHA
memberikan pengertian kekerasan terhadap anak
sebagai semua
bentuk kekerasan fisik atau mental, luka-luka atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan alpa, perlakuan buruk atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seks. Menurut Komentar Umum Komite Hak Anak No. 13 (2011) mengenai Hak Anak Bebas dari Segala Jenis Kekerasan (The right of the child to freedom from all forms of
violence) memberikan pengertian kekerasan sebagai semua bentuk kekerasan fisik atau mental, luka-luka atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan lalai, penganiayaan atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual
seperti yang
tercantum dalam pasal 19 ayat (1) KHA.
2|Hal.
Lebih jauh, dalam komentar tersebut
ditegaskan
kekerasan merupakan
semua bentuk kerugian bagi anak-anak seperti yang tercantum dalam pasal 19 ayat (1) sesuai dengan terminologi yang digunakan dalam studi 2006 PBB tentang kekerasan terhadap anak. Namun demikian,
istilah lain yang digunakan untuk
menggambarkan jenis kerugian (luka-luka, penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan lalai, penganiayaan dan eksploitasi) tetap memiliki bobot yang sama. Dalam bahasa umum istilah kekerasan ini sering dipahami hanya berarti kerugian fisik dan / atau kerugian yang disengaja. Namun, Komite menekankan bahwa pilihan istilah kekerasan dalam komentar umum ini tidak harus ditafsirkan dengan cara apapun untuk meminimalkan dampak, dan perlu untuk ditujukan, bentuk-bentuk non-fisik dan/atau kerugian yang tidak-disengaja, seperti antara lain, pengabaian dan perlakuan salah secara psikologis. C. Tipologi (Jenis) Kekerasan terhadap Anak Tipologi yang digunakan dalam Laporan Dunia mengenai kekerasan dan kesehatan membagi kekerasan menjadi 3 kategori besar, menurut yang melakukan tindak kekerasan, yakni: 1. Kekerasan yang ditujukan bagi diri; 2. Kekerasan antarpersonal; dan 3. Kekerasan kolektif. Kategorisasi
tersebut untuk membedakan antara kekerasan yang
diimbulkan
seseorang pada dirinya sendiri, kekerasan yang ditimbulkan oleh individu yang lain atau oleh sekelompok kecil orang, dan kekerasan yang ditimbulkan oleh kelompokkelompok yang lebih besar seperti negara, kelompok politik yang terorganisasi, kelompok milisi dan organisasi teroris (WHO, tanpa tahun). Tipologi kekerasan-kekerasan di atas dapat divisualisasikan melalui ragaan berikut ini. 3|Hal.
Sumber: WHO, tanpa tahun
4|Hal.
Kekerasan yang ditujukan diri meliputi perilaku bunuh diri (suicidal behaviour) dan penyalahgunaan diri (self-abuse) seperti mutilasi diri sendiri.
Sedangkan kekerasan
antarpersonal (interpersonal) dibagi menjadi 2 kategori: 1. Keluarga dan kekerasan pasangan intim (family and intimate partner
violence) sebagian besar kekerasan antara anggota keluarga dan pasangan intim, biasanya, meskipun tidak secara eksklusif, terjadi di rumah. 2. Kekerasan komunitas , yakni kekerasan antara individu yang tidak
berhubungan, dan
mungkin saling mengenali atau
mungkin tidak
mengenal satu sama lain, umumnya terjadi di luar rumah. Kelompok pertama mencakup bentuk-bentuk kekerasan seperti pelecehan anak, kekerasan oleh pasangan intim dan penyalahgunaan oleh terakhir ini termasuk kekerasan remaja, tindak kekerasan
orang tua. Kelompok secara acak, perkosaan
atau penyerangan seksual oleh orang asing, dan kekerasan di kelembagaan seperti sekolah, tempat kerja, lembaga pemasyarakat dan rumah tahanan
dan
panti
asuhan. Kekerasan kolektif adalah penggunaan instrumen kekerasan oleh orangorang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota suatu kelompok terhadap kelompok lain dalam rangka mencapai tujuan politik, ekonomi atau sosial. Kekerasan ini mencakup beberapa bentuk, seperti konflik bersenjata di dalam atau di antara negara, genosida, represi dan pelanggaran HAM, terorisme, dan kejahatan terorganisasi.
Tipologi kekerasan juga mencakup
yang
sifat tindak kekerasan, dapat
berupa fisik, seksual atau psikologis atau pencerabutan (pengabaian) (WHO, tanpa tahun). Meskipun kekerasan membahayakan kehidupan anak karena menyerang martabatnya sebagai manusia kekerasan terhadap anak seringkali
dan tidak
dilaporkan. Ada banyak alasan mengapa kekerasan terhadap anak masih banyak tersembunyi, sebagai contoh (Susan Fountain, tanpa tahun):
5|Hal.
1. Takut Banyak anak
takut untuk melaporkan kekerasan, terutama jika orang
yang telah menyakiti mereka adalah lebih kuat
dan bisa menyakiti
mereka lagi; 2. Stigma Anak-anak mungkin akan mengalami ketakutan bahwa jika orang lain tahu tentang kekerasan, mereka akan disalahkan atau terisolasi; 3. Keyakinan tentang kekerasan Kadang-kadang kekerasan dipandang sebagai cara yang normal untuk melakukan hal-hal tertentu; 4. Kekerasan tidak dilaporkan: Terkadang anak-anak dan orang dewasa tidak mempercayai pihak yang berwenang
atau kadang-kadang
pada saat harus melaporkan tindak
kekerasan pihak yang berwenang tidak berada di tempat; 5. Kekerasan tidak tercatat Bahkan jika kekerasan dilaporkan, seringkali tersimpan dengan baik, sehingga tidak
catatan
tersebut tidak
data yang akurat
yang
menggambarkan peta kekerasan terhadap anak. Studi Sekretaris Jenderal PBB tentang Kekerasan terhadap Anak-anak
(United
Nations
Secretary-
menemukan bahwa kekerasan terhadap anak terjadi di setiap negara di dunia, di setiap budaya dan kelompok etnis, apakah keluarga berpendidikan tinggi atau tidak dan apakah mereka kaya atau miskin. Studi PBB tentang kekerasan terhadap anak dilakukan secara partisipatif dan diikuti oleh anak-anak dengan rentang usia 12-18 tahun dari seluruh negara melalui konsultasi secara berjenjang.
6|Hal.
Lebih jauh, studi ini menemukan bahwa anak-anak dan orang mengalami kekerasan pada 5 (lima) tempat yang berbeda, yaitu (Susan Fountain, tanpa tahun): 1.
Di rumah dan keluarga Jenis-jenis kekerasan yang terjadi di rumah dan dalam keluarga antara lain: a) Kekerasan terhadap anak yang masih kecil; b) Kekerasan fisik; c) Kekerasan emosional; d) Pengabaian (penelantaran) Keluarga tidak memastikan
anak dipenuhi segala yang
mereka
butuhkan untuk tumbuh dengan aman dan sehat, dan tidak melindungi mereka dari bahaya. Anak perempuan dan anak-anak penyandang cacat (disabilitas) adalah yang paling berisiko mengabaikan. e) Kekerasan seksual; f) Pernikahan dini; g) Kekerasan berbasis tradisi Beberapa kebiasaan tradisional melibatkan kekerasan terhadap anak, misalnya: mutilasi genital perempuan (memotong bagian-bagian seksual anak perempuan). h) Kekerasan domestik 2. Di sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan Jenis-jenis kekerasan yang terjadi di sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan, antara lain: a) Kekerasan fisik oleh guru b) Penghukuman (perlakuan) yang kejam dan penghinaan oleh guru c) Kekerasan fisik dan mental oleh siswa lain d) kekerasan oleh gang e) Kekerasan seksual dan gender 7|Hal.
3.
Dalam lembaga-lembaga, seperti panti asuhan, lembaga pemasyarakatan (penjara), atau pusat penahanan lainnya. Jenis-jenis kekerasan yang terjadi dalam lembaga-lembaga, seperti panti asuhan, lembaga pemasyarakatan (penjara),
atau pusat penahanan
lainnya, antara lain: a) Kekerasan oleh aparat (staf); b) Kekerasan sebagai tindakan; c) Pengabaian (penelantaran) Anak-anak tidak diberikan perawatan dan perlindungan yang mereka butuhkan. d) Kekerasan dari anak-anak lain dan anak-anak yang lebih tua di lembaga-lembaga; e) Penghukuman fisik; f) Kekerasan sebagai upaya pendisiplinan; 4. Di tempat kerja; Jenis-jenis kekerasan yang terjadi di tempat-tempat kerja, terdiri dari: a) Kekerasan oleh majikan, staf lain dan klien; b) Prostitusi dan pornografi anak; c) Pekerja paksa atau perbudakan: 5. Dalam masyarakat Jenis-jenis kekerasan yang terjadi dalam masyarakat, terdiri dari: a) Kekerasan antara anak dan anak yang lebih tua lainnya; b) Kekerasan oleh gang; c) Kekerasan seksual dalam masyarakat: d) Kekerasan ketika berkencan; e) Kekerasan terhadap anak jalanan: f) Pariwisata seks; g) Kekerasan di kamp-kamp bagi para pengungsi dan orang terlantar; h) Perdagangan orang dan penculikan; 8|Hal.
i) Kekerasan melalui media dan internet: D. Akar Masalah Kekerasan terhadap Anak: Pendekatan Ekologis Kekerasan adalah gejala yang sangat kompleks yang berakar pada interaksi dari banyak faktor, biologis, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Sementara terdapat beberapa faktor risiko kekerasan yang sangat unik untuk jenis kekerasan tertentu. Untuk memahami akar kekerasan, Laporan Dunia tentang kekerasan dan kesehatan menggunakan model ekologis untuk mencoba memahami sifat beragam kekerasan. Model ini membantu untuk menganalisis mempengaruhi perilaku atau
faktor-faktor yang
faktor yang meningkatkan risiko melakukan tindak
kekerasan atau menjadi korban kekerasan. Model pendekatan ekologis
membagi 4
tingkat faktor yang melatarbelakangi tindakan kekerasan sebagai berikut (WHO, tanpa tahun): 1. Tingkat pertama mengidentifikasi faktor-faktor sejarah biologis dan personal yang mempengaruhi bagaimana individu berperilaku dan meningkatkan risiko kemungkinan mereka menjadi korban atau pelaku kekerasan. Contoh faktor yang dapat diukur atau ditelusuri meliputi karakteristik demografi (umur, pendidikan, penghasilan), gangguan psikologis atau kepribadian, penyalahgunaan zat, dan riwayat berperilaku agresif atau pengalaman mengalami pelecehan. 2. Tingkat kedua melihat hubungan kedekatan, seperti keluarga, teman, pasangan intim dan teman sebaya, dan mengeksplorasi bagaimana hubungan ini meningkatkan risiko menjadi korban atau pelaku kekerasan. Dalam kekerasan pada kaum muda, misalnya, memiliki teman yang mendorong kekerasan dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi korban atau pelaku kekerasan; 3. Tingkat ketiga, mengeksplorasi konteks masyarakat tempat terjadinya hubungan sosial, seperti sekolah, tempat kerja dan lingkungan. Analisis ini 9|Hal.
berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko kekerasan. Risiko pada tingkat ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti mobilitas warga perumahan (misalnya, apakah orangorang di lingkungan cenderung untuk tinggal untuk waktu yang lama atau sering berpindah), kepadatan penduduk, tingkat pengangguran yang tinggi, atau adanya perdagangan obat di tingkat lokal. 4. Tingkat keempat melihat faktor-faktor sosial yang luas yang mendorong menciptakan atau menghambat iklim tindakan kekerasan. Hal Ini termasuk keberadaan norma-norma sosial dan budaya dalam masyarakat. Faktor sosial yang lebih besar mencakup kebijakan di bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan dan sosial yang seharusnya membantu menghilangkan ketimpangan ekonomi atau sosial antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, Model pendekatan ekologis untuk menganalisis akar permasalahan kekerasan terhadap anak dapat divisualisasi melalui ragaan di bawah ini.
Sosial
Masyarakat
Jalinan (kemitraan)
Individu
Sumber: WHO tanpa tahun E. Kekerasan Terhadap Anak dalam Perspektif KHA KHA
menjadi kerangka
prinsip hukum dan standar
rinci bagi upaya
pengaturan seluruh hukum, kebijakan, dan praktik yang berdampak pada anak, 10 | H a l .
termasuk pemajuan pencegahan kekerasan dan upaya memberikan perlindungan kepada seluruh anak dari segala jenis kekerasan. Berbagai pasal dari KHA menegaskan bahwa anak memiliki hak
atas integritas fisik dan pribadi, dan
menikmati standar yang tinggi untuk perlindungan. Pasal 19 KHA menandaskan bahwa Negara-negara Pihak harus mengambil semua tindakan legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang tepat untuk melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, luka-luka atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan alpa, perlakuan buruk atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seks selama dalam pengasuhan (para) orang tua, wali hukum atau orang lain manapun yang memiliki tanggung jawab mengasuh anak. Luasnya kewajiban ini telah ditekankan oleh Komite Hak Anak. Komite juga menggarisbawahi persyaratan bahwa semua kekerasan terhadap anak-anak harus dilarang. Larangan tersebut mencakup semua bentuk hukuman fisik (corporal
punishment). Komentar Umum Komite Hak Anak No. 8 (2006) tentang Hak Anak atas Perlindungan dari Penghukuman Fisik dan Formulir Kejam atau Merendahkan Hukuman lain (The Rights of the Child to Protection from Corporal Punishment and
Other Cruel or Degrading Forms of Punishment) menyoroti kewajiban semua Negara untuk bergerak cepat untuk melarang dan menghapuskan segala bentuk hukuman fisik dan hukuman lainnya kejam atau merendahkan martabat anak-anak, dengan fokus pada peningkatan, kesadaran legislatif dan langkah-langkah pendidikan. Larangan ditujukan terhadap penggunaan hukuman yang disengaja dan kekuatan untuk menyebabkan beberapa derajat nyeri, ketidaknyamanan atau penghinaan kepada anak-anak. Kemudian Komite Hak Anak kembali memperkuat upaya perlindungan anak melalui Komentar Umum No. 13 (2011) mengenai Hak Anak Bebas dari Segala Jenis Kekerasan (The right of the child to freedom from all forms of violence) sebagai upaya lebih lanjut Komite untuk melindungi anak dari segala jenis kekerasan. Lahirnya komentar ini dilatarbelakangi intensitas kekerasan terhadap yang semakin meluas. Langkah-langkah
harus diperkuat dan diperluas agar secara efektif dapat 11 | H a l .
mengakhiri praktik-praktik kekerasan yang membahayakan perkembangan anakanak. Pasal 28 ayat
(2) KHA
mensyaratkan bahwa upaya pendisiplin sekolah
diberikan sesuai dengan martabat manusia anak dan sesuai dengan Konvensi ini. Dalam menafsirkan ketentuan ini, Komite menggarisbawahi bahwa Negara untuk melarang hukuman fisik dan segala bentuk pendisiplinan yang menghinakan dan berbahaya dalam konteks pendidikan. Perlindungan dari segala bentuk eksploitasi diatur dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 36 KHA, yakni perlindungan dari eksploitasi ekonomi; pemanfaatan dalam perdagangan narkotika ilegal; eksploitasi seksual; perdagangan anak, dan bentuk eksploitasi lainnya. Pasal 37 KHA menjamin hak anak dari penyiksaan, perlakuan, atau penghukuman yang
kejam, tidak
manusiawi, dan merendahkan martabat anak. Selanjutnya, Pasal 38 KHA memberikan perlindungan anak yang berada dalam situasi konflik bersenjata.
Cakupan
perlindungan juga ditujukan bagi anak yang berhadapan dengan hukum melalui Pasal 37, Pasal 39, dan Pasal 40. Perlindungan tersebut mencakup : 1. Perampasan kebebasan yang sewenang-wenang; 2. Hukuman mati dan penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan; 3. Penangkapan, Penahanan atau Pemenjaraan: a) Sesuai dengan hukum b) Sebagai upaya terakhir; c) Periode waktu yang singkat;
4. Anak-anak yang dirampas kebebasannya harus: a) Diperlakukan dengan manusiawi dan dengan cara yang memperhitungkan kebutuhan khusus sesuai usia mereka; b) Dipisahkan dari orang dewasa; c) Melakukan kontak dengan keluarga mereka; d) Memiliki akses yang cepat untuk bantuan hukum dan lainnya Memiliki hak untuk menguji legalitas penahanan mereka. 5. Memajukan martabat dan harga diri anak melalui: 12 | H a l .
a) Memperkuat penghormatan hak anak dan kekebasan dasar lainnya; b) Menaikan usia pertanggungjawaban pidana anak; c) Memajukan reintegrasi ke dalam masyarakat dan peningkatan peran konstruktif anak.
13 | H a l .