BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sektor pertanian menghasilkan berbagai bahan yang digunakan untuk menunjang aktifitas dalam sektor lainnya seperti perdagangan, industri, jasa, dan lain sebagainya. Sektor pertanian umumnya menghasilkan bahan mentah yang dapat diolah menjadi bahan baku lainnya. Hasil dari sektor pertanian tersebut digunakan oleh manusia untuk mempertahankan hidupnya dan meningkatkan kesejahteraannya. Sektor pertanian umumnya berkembang di wilayah pedesaan. Indonesia sebagai negara yang berkembang sebagian besar wilayahnya masih didominasi oleh perdesaan dengan sektor pertanian sebagai sumber penghasilannya. Sampai saat ini, pemerintah Indonesia terus melakukan upaya pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Namun pembangunan yang dilaksanakan selama ini belum sepenuhnya merata. Hal ini terlihat dari semakin majunya perkembangan kota namun berbanding terbalik dengan perdesaan. Pembangunan di Indonesia yang kurang merata tersebut menimbulkan suatu kesenjangan antara perkotaan dan perdesaan dalam ketersediaan lapangan pekerjaan. Sehingga pada umumnya, sebagian besar penduduk perdesaan melakukan urbanisasi karena tersedianya banyak lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan. Karena hal tersebut, sumber tenaga kerja untuk mengolah sektor pertanian di perdesaan berkurang dan menimbulkan turunnya produktivitas pertanian.
Maka
untuk
mengurangi
laju
urbanisasi
dan
meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya di perdesaan perlu suatu usaha nyata untuk membangun desa yang dilaksanakan oleh pemerintah dan didukung oleh masyarakatnya. Menurut Jayadinata (1999, hlm. 89) pembangunan masyarakat di negara agraris seperti Indonesia umumnya bertujuan untuk memajukan sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani. dalam kehidupan ekonomi pertanian, wilayah pedesaan memerlukan empat kegiatan ekonomi: 1) pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan yang memperoduksi hasilnya, 2) industry yang menghasilkan barang yang digunakan sebagai masukan dalam pertanian, 3) 1
Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DI
2
Industri untuk pengolahan hasil pertanian, 4) penyaluran hasil pertanian (dan hasil industri pertanian) kepada konsumen. Maka, fungsi wilayah pedesaan adalah memproduksi bahan makanan dan bahan mentah bagi industri, yang sebagian dapat diolah ditempat. Pembangunan sektor pertanian di perdesaan setidaknya harus mencakup industri yang mengelola bahan mentah hingga menjadi barang jadi ataupun setengah jadi. Maka pemerintah sebagai pemangku kebijakan melakukan upaya untuk membangun desa salahsatunya adalah pengembangan kawasan agropolitan yakni pembangunan wilayah yang fokus pada aktifitas pertanian. Hal ini sejalan dengan yang telah diungkapkan diatas dan sesuai dengan tipologi pedesaan yang umumnya didominasi kawasan pertanian. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan Kawasan Agropolitan sebagai kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan agrobisnis. Pengembangan kawasan agropolitan merupakan penguatan sentra-sentra produk pertanian yang berbasiskan pada kekuatan internal sehingga perdesaan menjadi kawasan yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan daya kompetensi, baik secara interregional maupun intraregional. Dalam Fitri (2014, hlm 15) bahwa “Tujuan pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem usaha agrobisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi di kawasan agropolitan”. Untuk mengembangkan kawasan pertanian yang berpotensi menjadi kawasan agropolitan dapat melalui: 1. Pemberdayaan masyarakat. 2. Penguatan kelembagaan petani. 3. Pengembangan kelembagaan sistem agrobisnis. 4. Peningkatan sarana-prasarana. 5. Pengembangan iklim yang kondusif bagi investor 6. Peningkatan sarana-prasarana kesejahteraan sosial.
Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
Salahsatu kabupaten di Indonesia yang masih didominasi oleh kawasan pertanian adalah kabupaten Garut. Kabupaten Garut merupakan wilayah yang berada di bagian selatan Jawa Barat. Luas kabupaten Garut meliputi areal 306.519 ha dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat. Topografi kabupaten Garut didominasi oleh pegunungan serta memiliki hari hujan yang sangat efektif untuk mendukung pertumbuhan tanaman pangan dan hortikultura. Sehingga kabupaten Garut menghasilkan rata-rata produksi yang tinggi untuk setiap komoditas yang ditanam. Dengan sektor pertanian yang menghasilkan produksi yang tinggi menjadikan Kabupaten Garut sebagai daerah yang menyuplai kebutuhan pangan masyarakat di sekitarnya seperti Bandung, Jakarta, dan lain sebagainya. Sektor pertanian di kabupaten Garut memberikan kontribusi nilai tambah hampir setengahnya terhadap perekonomian di wilayah ini. Sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 33,63 % dibandingkan dengan sektor jasa dan industri. Kinerja sektor pertanian di Kabupaten Garut secara makro sangat tergantung pada produktifitas tanaman pangan (padi palawija) sebagai kontributor dominan pada sektor pertanian. Produksi padi di kabupaten Garut mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama periode 2011-2013, yakni dari 974,95ribu ton menjadi 1.070,53 ribu ton, meningkat 9,8 % selama dua tahun. Kabupaten Garut juga merupakan penyumbang produksi hampir seluruh komoditi palawija tertinggi di Jawa Barat. (Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Garut tahun 2014). Selain padi dan palawija, beberapa komoditi sayuran juga merupakan produk unggulan di kabupaten Garut. Beberapa komoditi yang memberikan kontribusi di Jawa Barat diantaranya seperti kentang, cabe, bawang daun, kubis, tomat, dan terung. (Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Garut tahun 2014). Dalam peraturan daerah Kabupaten Garut nomor 29 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten Garut tahun 2011-2031, terdapat perencanaan berupa KSK (Kawasan Strategis Kabupaten) yakni kawasan yang memiliki nilai strategis ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten. Salahsatu yang meliputi KSK ini adalah kawasan agropolitan. Kawasan agropolitan terdiri dari kecamatan Cisurupan, kecamatan Cikajang, kecamatan Cigedug, kecamatan Sukaresmi, kecamatan Pasirwangi, dan kecamatan Bayongbong. Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
Kecamatan Cisurupan dalam KSK tersebut dijadikan pusat kawasan agropolitan yang difokuskan pada tanaman hortikultura. Hal ini disebabkan kecamatan Cisurupan merupakan daerah yang strategis sehingga aksesibilitasnya mudah untuk menuju kecamatan Cisurupan. Selain itu, kecamatan Cisurupan berada hampir ditengah-tengah diantara kecamatan lainnya yang menjadi wilayah hinterland, sehingga aksesibilitas kecamatan menuju kecamatan Cisurupan yang satu dan yang lainnya hampir merata. Hasil pertanian di kecamatan Cisurupan diantaranya seperti padi, jagung, kentang, kubis, petsay, cabe besar, tomat, terung, wortel, kacang panjang, kacang merah, buncis, ketimun, kangkung, labu siam, dan lain sebagainya. Hasil produksi tanaman hortikultura tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Hasil Produksi Tanaman Hortikultura tahun 2014 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Komoditas Bawang Merah Bawang Daun Kentang Kubis Petsay Cabe besar Tomat Terung Wortel Kacang Merah Buncis Ketimun Kangkung Bayam Labu Siam Cabe Rawit
Hasil Produksi (Ton) 1.593 5.892 18.211 11.846 6.338 8.007 7.381 1.339 3.635 3.393 2.872 1.145 344 213 2.454 2.806
Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura kab. Garut
Luas areal pertanian di kecamatan Cisurupan ini mencapai 4.496,30 Ha. dengan komposisi luas lahan sawah sebesar 34,24 % dan sisanya adalah lahan bukan sawah sebesar 65,76 %. yang sebagian besar ditanami oleh pertanian hortikultura. Berkembangnya sektor pertanian di kecamatan Cisurupan ini juga didukung oleh sebagian besar wilayahnya berada pada ketinggian 1.000-1.350 mdpl serta kecamatan
Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
Cisurupan juga memiliki hari hujan sebanyak 224 hari dengan total turun sebanyak 1.713,2 cm3. (Sumber: Statistik daerah kecamatan Cisurupan 2014). Pengembangan kawasan agropolitan di wilayah ini menjadikan tanaman hortikultura sebagai komoditas unggulan. Tanaman hortikultura tersebut diantaranya bawang merah, bawang daun, wortel, kacang merah, cabe merah besar, cabe rawit, terung, tomat, ketimun, labu siem, kentang, dan kubis. Pengembangan kawasan agropolitan di kabupaten Garut ini merupakan strategi pembangunan yang dipercepat dengan memperkenalkan unsur gaya hidup (manajemen) kota yang disesuaikan dengan lingkungan dan budaya pedesaan (internalized), sehingga mendorong masyarakat desa untuk produktif dan tetap tinggal di pedesaan, mengurangi migrasi, mengurangi keretakan social (social dislocation) dalam proses pembangunan, serta membangun jaringan (net working) dengan sektor dan daerah lain hingga terbentuk ruang sosio-tekno-ekonomis dan politik yang lebih luas (Sumber:Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura kabupaten Garut). Rencana pengembangan kawasan agropolitan di kecamatan Cisurupan ini memiliki tujuan salahsatu diantaranya adalah peningkatan hasil produksi sebanyak 5 % dari setiap komoditas unggulan tersebut. Untuk mencapai target tersebut, UPTD (Unit Pelaksana Teknik Daerah)
Pertanian Kecamatan Cisurupan memiliki program
diantaranya: 1. Menyalurkan bantuan pemerintah berupa pembangunan sistem irigasi serta perbaikan sarana infrastruktur. Untuk pembangunan tersebut bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum. 2. Menyalurkan bantuan bibit komoditas unggulan. 3. Pembinaan kelembagaan. 4. Pelaksanaan kegiatan SL (Sekolah Lapangan). 5. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani mengenai pemilihan bibit unggul, penggunaan teknologi, dan hal lainnya. Dengan adanya pengembangan kawasan agropolitan ini diharapkan memberikan dampak terhadap petani dan juga pendapatan kabupaten Garut diantaranya: 1. Mendorong dan menciptakan iklim perekonomian di Kabupaten Garut yang kondusif bagi pembangunan sistem dan usaha agrobisnis. Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
2. Mendayagunakan dan mengoptimalkan seluruh sumberdaya melalui peningkatan pemanfaatan dan penerapan IPTEK serta kerjasama dan kemitraan sinergi antar pelaku pembangunan (stakeholder) 3. Mempercepat pembangunan wilayah/daerah tertinggal serta mengurangi dan sekaligus merehabilitasi daerah/wilayah kritis. 4. Pengembangan masing-masing distrik harus senantiasa berorientasi pada kekuatan pasar (market driven) melalui pemberdayaan masyarakat yang tidak saja diarahkan pada upaya pengembangan usaha budidaya (on farm), tetapi juga meliputi pengembangan agrobisnis hulu (penyediaan sarana pertanian) dan agrobisnis hilir (processing dan pemasaran) dan jasa-jasa pendukung (Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura kabupaten Garut). Kawasan agropolitan merupakan pengembangan kawasan yang didominasi oleh kegiatan pertanian. Maka pengembangan kawasan ini harus disertai dengan dukungan dari masyarakat di kecamatan tersebut, terutama yang memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani sebagai pengolah pertanian memiliki karakteristik sendiri pada suatu wilayah yang berbeda dengan wilayah lainnya. Karakteristik petani itu sendiri dapat dilihat dari segi seperti usia, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha tani, kondisi
sosial
ekonomi,
keinginan
untuk
berkembang,
keterampilan
dalam
menggunakan teknologi, kepemilikan lahan, dan lain sebagainya. Sebab untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan agropolitan membutuhkan peran aktif dari petani di kawasan tersebut. Dengan mengidentifikasi karakteristik petani di kecamatan Cisurupan maka penulis tertarik untuk mengkaji tingkat kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan kecamatan Cisurupan menjadi kawasan agropolitan. Karena, kesiapan petani akan menentukan keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan di kecamatan Cisurupan ini. Pengembangan kawasan agropolitan ini juga membutuhkan kerjasama yang baik antara pihak pemangku kebijakan, lembaga pengelola serta petani sebagai sasarannya. B. Identifikasi Masalah
Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Kabupaten Garut merupakan salahsatu kabupaten penghasil berbagai tanaman pangan dan hortikultura. Sehingga,di kabupaten Garut telah dikembangkan kawasan agropolitan yakni di kecamatan Cisurupan. Kawasan agropolitan merupakan kawasan yang didominasi
oleh
pertanian sebagai
sumber
mata pencaharian
dengan
mengembangkan sistem agrobisnis. Petani sebagai pengolah pertanian memiliki peranan penting dalam pengembangan kawasan ini. Disamping itu, dalam mencapai keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan tentu membutuhkan kesiapan dari berbagai pihak. Kesiapan tersebut salahsatunya meliputi kerjasama dari berbagai pihak untuk menunjang kegiatan agribisnis. Kegiatan agribisnis merupakan kegiatan yang membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak. Kerjasama tersebut meliputi kerjasama antar
petani
maupun
lembaga-lembaga
terkait
yang
memberikan
kebijakan
pengembangan kawasan agropolitan. Namun, di kecamatan Cisurupan ini hanya sebagian petani yang bekerja sama dengan baik dengan lembaga pertanian. Selain itu, petani juga harus mampu bekerja sama dengan sesama petani lainnya. Akan tetapi pada kenyataannya, gotong royong dan tingkat kerjasama petani di kecamatan Cisurupan ini semakin berkurang. Jika hal ini terus berlanjut akan berdampak pada terhambatnya pelaksanaan program yang telah direncanakan. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan agropolitan ini dengan melaksanakan penelitian yang berjudul “Tingkat Kesiapan Petani dalam Menghadapi Pengembangan Agropolitan di Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut.”
C. Rumusan Masalah Dari masalah-masalah diatas, maka dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini diantaranya: 1. Bagaimana karakteristik petani di kawasan agropolitan kecamatan Cisurupan ? 2. Bagaimana tingkat kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan kecamatan Cisurupan sebagai kawasan agropolitan berdasarkan usahanya mencari informasi baru?
Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
3. Bagaimana tingkat kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan kecamatan Cisurupan sebagai kawasan agropolitan berdasarkan kerjasama yang dilakukan oleh petani ? 4. Bagaimana tingkat kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan kecamatan Cisurupan sebagai kawasan agropolitan berdasarkan pengetahuannya dalam mengelola budidaya pertanian? 5. Bagaimana tingkat kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan kecamatan Cisurupan sebagai kawasan agropolitan berdasarkan pemasaran produk pertanian kepada konsumen? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini diantaranya: 1. Mengidentifkasi karakteristik petani di kawasan agropolitan kecamatan Cisurupan kabupaten Garut. 2. Mengidentifikasi tingkat kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan kecamatan Cisurupan sebagai kawasan agropolitan berdasarkan usahanya dalam mencari informasi baru. 3. Mengidentifikasi tingkat kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan kecamatan Cisurupan sebagai kawasan agropolitan berdasarkan kerjasama yang dilakukan oleh petani. 4. Mengidentifikasi tingkat kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan kecamatan Cisurupan sebagai kawasan agropolitan berdasarkan pengetahuan pengelolaan budidaya pertanian. 5. Mengidentifikasi tingkat kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan kecamatan Cisurupan sebagai kawasan agropolitan berdasarkan pemasaran produk pertanian. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan tercapai dalam penelitian ini diantaranya: 1. Sebagai bahan masukan bagi pemangku kebijakan dalam meningkatkan pengembangan kawasan agropolitan. 2. Bagi penulis, sebagai bentuk implementasi dari ilmu yang telah dipelajari di departemen pendidikan geografi. Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
3. Bagi masyarakat, sebagai pengetahuan mengenai kawasan agropolitan dan tingkat kesiapannya dalam menghadapi pembangunan kecamatan Cisurupan. 4. Bagi pembaca, sebagai bacaan untuk pengetahuan ataupun referensi untuk penelitian selanjutnya. F. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur dan batasan dari beberapa kata istilah-istilah yang dipakai dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini terdapat variabel dan indikator diantaranya : 1. Kawasan Agropolitan Kawasan Agropolitan menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan agrobisnis. 2. Kesiapan Petani Kesiapan petani adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respons/jawab didalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Dalam situasi ini adalah kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan kawasan agropolitan. Petani dapat dikatakan siap dalam menghadapi pengembangan agropolitan jika petani melakukan usaha untuk mencari informasi baru, melakukan kerjasama dengan petani maupun intansi terkait, mengetahui budidaya pertanian, serta memasarkan produk pertanian tersebut. 3. Usaha Mencari Informasi Baru Pengetahuan petani dalam peningkatan produksi didapatkan petani melalui media informasi, pameran, maupun lomba pertanian. Dengan mendapatkan informasi tersebut maka diharapkan petani dapat meningkatkan produksi pertanian yang ditanamnya. Maka petani dapat dikatakan siap jika petani berusahan mencari informasi baru untuk mengelola budidaya pertaniannya baik melalui kunjungan ke pameran, penyuluhan, dan melalui membaca buku pertanian. 4. Kerjasama petani. Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
Kerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah, dan sebagainya) untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan kawasan agropolitan. Kerjasama dapat meningkatkan motivasi dan hubungan kerja antar petani. Selain itu, pengembangan kawasan agropolitan melibatkan berbagai pihak. Pihak tersebut diantaranya petani sebagai subjek yang harus proaktif, UPTD pertanian, penyuluh, dan mitra. Maka, petani dapat dikatakan siap jika petani telah melakukan kerjasama yang baik dengan petani lain serta pihak terkait seperti penyuluh. 5. Pengelolaan aspek budidaya Pengetahuan pengelolaan budidaya merupakan aspek yang sangat penting bagi petani untuk meningkatkan produksinya. Pengelolaan aspek budidaya meliputi pengetahuan tentang bibit terutama kualitas bibit, serta pengetahuan mengenai kondisi tanah, pH yang baik serta suhu dan karakteristik tanaman yang baik. Petani dapat dikatakan siap jika telah melakukan pengelolaan budidaya hortikultura dengan baik. Selain itu, banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi. Diantaranya adalah penggunaan pupuk dan pestisida. Pupuk yang dapat digunakan oleh petani bermacam-macam diantaranya yakni urea, ZA, HCL, NPK, bahkan pupuk organic. 6. Pemasaran produk kepada konsumen. Hasil produksi pertanian dapat sampai kepada konsumen melalui pemasaran yang dilakukan oleh petani. Dalam pemasaran, petani harus mengetahui naik turunnya harga komoditas serta perubahan harga yang terjadi. Dengan begitu, petani dapat merencanakan waktu untuk menanam dan waktu untuk panen. Sehingga keuntungan yang didapat pun akan besar. Selain itu, petani harus mengetahui tempat pemasaran yang menguntungkan untuk mengatur strategi pemasaran. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik petani harus memilih komoditas berdasarkan kualitas serta mengemasnya agar mudah dibawa. Maka petani dapat dikatakan siap jika petani sebagian besar telah mengetahui dan melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pemasaran produk pertanian.
Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
G. Penelitian Terdahulu 1. Kesiapan Petani Lokal dalam Mendukung Agrobisnis di Kawasan Sentra Produksi Tanah Grogot Kabupaten Pasir
Nama : Susi Febriana Tahun : 2003 Rumusan Masalah: a. Sejauh mana kesiapan petani di Kawasan Sentra Produksi untuk dapat terlibat secara aktif dalam kegiatan agrobisnis? b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesiapan petani? c. Bagaimana meningkatkan kemampuan petani untuk terlibat aktif dalam agrobisnis sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi ekonomi wilayah ? Metode Penelitian : Metode deskrptif, mengkaji kemampuan petani sesuai parameter dengan menggambarkan data dari kondisi factual tanpa membuat suatu kesimpulan secara umum Hasil Penelitian :Petani cenderung siap pada beberapa tolok ukur dari aspek manajemen produksi, menghadapi resiko, menerapkan teknologi, memperoleh informasi dan kerjasama. Namun pada beberapa aspek tersebut juga ditemui kecenderungan tidak siap yakni aspek kemampuan dalam menemukan pasar bagi produknya. Kondisi yang mengarah ketidaksiapan pengetahuan dan keterampilan dalam pemasaran produk, penggunaan teknologi dan pemanfaatan informasi.
2. Analisis Kesiapan Masyarakat Petani Ladang Berpindah dan Fallow System Bagi Pengembangan Agropolitan (Studi Kasus di Kecamatan Seluas Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat)
Nama : Liza Stiawati Tahun : 2004 Rumusan Masalah : a. Dapatkah komunitas yang bercirikan ladang berpindah dan fallow system dikembangkan menjadi bagian dari agropolitan, dan apa yang harus dipenuhi sebagai suatu prasyarat sosial ekonomi dalam komunitas peta ladang berpindah untuk mewujudkan agropolitan? b. Bagaimana persepsi petani ladang berpindah dan fallow system terhadap kualitas lingkungan, serta bagaimana persepsi mereka terhadap upaya perbaikan lingkungan sebagai prasyarat ekologis yang harus dipenuhi untuk mewujudkan agropolitan?
16
c. Berapa besarnya nilai WTP (Willingness To Pay) petani ladang berpindah dan fallow system untuk perbaikan lingkungan sebagai prasyarat ekologis yang harus dicapai agar agropolitan terwujud? Metode : Metode PRA (Participatory Rural Appraisal) dan CVM (Contingent Valuation Method) Hasil Penelitian : Sistem pertanian yang ada sekarang tidak dapat diubah secara langsung menjadi agropolitan karena belum terpenuhinya persyaratan yang dibutuhkan oleh suatu pertanian komersial modern. Sebelum agropolitan dapat diwujudkan, dibutuhkan suatu kondisi transisi yang diciptakan melalui perbaikan sosial-ekonomi dan ekologi di kawasan yang menjadi lokasi penelitian.
3. Pengaruh Agribisnis Hortikultura Terhadap Kesejahteraan (Studi Kasus Pada Kelompok Tani Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur)
Nama : Nurul Hikmah Tahun : 2013 Rumusan Masalah : a. Bagaimana kondisi agribisnis hortikultura di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur? b. Bagaimana produksi hortikultura di Kawasan Agropilitan Kecamatan Pacet Kabupaten Garut ? c. Bagaimanakah pengaruh agribisnis hortikultura terhadap kesejahteraan petani di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur? Metode Penelitian : Metode Deskriptif Hasil Penelitian : Luas lahan garapan petani berkisar 1000-5000 m, status kepemilikan lahan adalah sistem sewa. Petani melibatkan 1-5 orang tenaga kerja dan memiliki modal awal
Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
17
4. Karakteristik Petani dan Hubungannya Dengan Kompetensi Petani Lahan Sempit (Kasus Di Desa Sinar Sari Kecamatan Dramaga Kab. Bogor Jawa Barat)
Nama : Ira Manyamsari dan Mujiburrahmad Tahun : 2014 Rumusan Masalah : 1. Bagaimana hubungan karakteristik petani dengan kompetensi petani lahan sempit di Desa Sinar Sari? Metode Penelitian : Metode survey yang bersifat deskriptif korelasional untuk melihat hubungan antara variabel antecendent dengan variabel konsekuen. Hasil Penelitian : a. Bidang kompetensi yang dikuasai oleh petani lahan sempit di Desa Sinar Sari yang berada pada kategori sangat kompeten adalah : 1) Kombinasi cabang usaha, 2) Jiwa kewirausahaan, 3) Panen, dan 4) Pemasaran hasil usaha. Sedangkan penanganan pascapanen berada kategori kompeten. Secara umum, kompetensi petani lahan sempit di Desa Sinar Sari berada pada kategori kompeten. b. Karakteristik yang berhubungan secara signifikan dengan kompetensi petani lahan sempit adalah 1) pendidikan formal, 2) Luas lahan dan Pemanfaatan media informasi. Sedangkan yang tidak berhubungan secara signifikan adalah 1) umur, 2)Pelatihan, 3) Pengalaman berusaha tani, dan 4) Interaksi dnegan penyuluh. 5. Kesiapan Masyarakat dalam Menghadapi Rencana Pembangunan Waduk Kuningan (Studi Kasus Pada Masyarakat Desa Kawungsari Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan
Nama : M. Fajar Isniawansyah Tahun : 2015 Rumusan Masalah : a. Bagaimana rencana pembangunan waduk Kuningan ? b. Bagaimana kesiapan masyarakat Desa Kawungsari dalam menghadapi rencana pembangunan Waduk Kuningan ? Metode Penelitian : Metode deskriptif Hasil Penelitian : Sebagian besar masyarakat desa Desa Kawungsari telah mengetahui rencana pembangunan waduk Kuningan, yang bersumber dari hasil sosialisasi pihak pemerintah. Sikap masyarakat sangat mendukung terhadap rencana pembangunan Waduk Kuningan ini, yang meliputi kesiapan untuk membebaskan lahan, dan mendukung adanya pelatihan keterampilan. Respon masyarakat bersedia untuk pindah ke tempat relokasi, dan mempersiapkan suatu
Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
18
keterampilan kerja. Dengan demikian masyarakat Desa Kawungsari memiliki kesiapan dalam menghadapi rencana pembangunan Waduk Kuningan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dapat terlihat perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya diantaranya: 1. Penelitian ini mengambil lokasi yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut. 2. Penelitian ini merumuskan masalah yang berbeda. Pada penelitian sebelumnya merumuskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan, studi kesiapan petani serta faktor-faktor untuk meningkatkan kesiapan petani. Namun dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah karakteristik petani di Kecamatan Cisurupan serta tingkat kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan agropolitan. 3. Perbedaan variabel penelitian. Dalam penelitian sebelumnya variabel penelitian yang digunakan adalah mengenai manajemen pertanian. Sedangkan dalam penelitian ini penulis fokuskan pada kemampuan petani dalam meningkatkan produksi dengan mengidentifikasi pengetahuannya dalam bercocok tanam hortikultura sebab untuk tahun 2015 pemerintah setempat memfokuskan pada peningkatan hasil produksi hortikultura sebesar 5 %.
H. Struktur Organisasi BAB I PENDAHULUAN Pada bab I menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II menguraikan berbagai teori yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas meliputi kajian pertanian dalam geografi, karakteristik petani, kesiapan petani, serta pengembangan agropolitan berbasis agrobisnis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab III menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses dalam penelitian diantaranya metode penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
19
variabel penelitian, instrument penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab IV membahas mengenai pengolahan dan analisis data sehingga menghasilkan penemuan yang berkaitan dengan kesiapan petani dalam menghadapi pengembangan agropolitan di Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut. BAB V PENUTUP Pada bab V ini berisi tentang simpulan dari hasil penelitian serta saran berupa rekomendasi bagi semua pihak yang terkait.
Syifa Utami H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu