VARIASI STRUKTUR ANATOMI, FISIKA DAN MEKANIKA KAYU PUPU PELANDUK (NEOSCORTECHINIA KINGII HOOK. F.) (PAX HOFFM.) FAMILI EUPHORBIACEAE DARI KALIMANTAN TENGAH Grace Siska1, Bandi Supraptono2 dan Edy Budiarso3 1
Fakultas Pertanian Program Studi Kehutanan Jurusan Teknologi Hasil Hutan Universitas 2 Palangkaraya. Laboratorium Fisika dan Mekanika Kayu Fahutan Unmul Samarinda. 3 Laboratorium Pengeringan dan Pengawetan Kayu Fahutan Unmul Samarinda
ABSTRACT. Variation of Anatomical Structures, Physical and Mechanical Properties of Pupu Pelanduk (Neoscortechinia kingii Hook. F.) (Pax Hoffm) Family of Euphorbiaceae from Central Kalimantan. The stem section on axial direction had significant influence to some anatomical structures, that were sum of pores, high rays, percentage of pores, fiber diameter and lumen diameter but there was no significant effect on the radial direction. The variation of anatomical structures on axial and radial directions had no significant influence. The variation of physical properties and mechanical structures on axial and radial directions had no significantly influenced. Kata kunci: radial, aksial, anatomi, fisika, mekanika, Neoscortechinia kingii
Areal hutan penghasil kayu semakin menyusut untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri serta kebutuhan lainnya yang rata-rata berasal dari jenis kayu yang sudah dikenal (commonly-known) oleh masyarakat, khususnya dalam dunia perdagangan, sehingga mendorong perkembangan penelitian terhadap jenis kayu yang belum dikenal (lesser-known species) agar dapat dimanfaakan secara maksimal. Pemanfaatan kayu kurang dikenal secara maksimal dapat diperoleh dengan memanfaatkan seluruh bagian pohon, sehingga diperoleh data mengenai kayu tersebut. Kelengkapan data atau informasi akan membuka peluang bagi pemanfaatannya. Kualitas suatu jenis kayu merupakan kesesuaian kayu tersebut dengan penggunaannya, sedangkan sifat-sifat dasar berhubungan erat dengan kemungkinan penggunaannya (Soenardi, 1978). Penggunaan kayu yang sesuai untuk bahan bangunan, mebel, papan partikel, papan lamina, arang dan lain-lain memerlukan suatu ketentuan tertentu yang berkaitan erat dengan sifat dasar kayu. Struktur kayu, sifat fisika, sifat mekanika dan kimia kayu merupakan faktor-faktor yang dapat dijadikan dasar pemilihan dalam penggunaaan kayu. Selain pengetahuan sifat dasar, kayu juga memiliki sifat yang bervariasi, bahkan dalam satu pohon sekalipun. Kayu yang dihasilkan oleh pohon sering dianggap memiliki struktur dan sifat yang sama. Dalam kenyataannya, kayu yang dihasilkan oleh pohon pada bagian yang berbeda dari jenis yang sama tidak pernah identik dan bersifat sejenis (bervariasi) hanya dalam batasan yang sangat luas. Semua sifat kayu dalam satu pohon bervariasi (dihubungkan dengan posisi radial dan aksial dari batang) serta menunjukkan kisaran nilai (Panshin and de Zeeuw, 1980). Hal ini melatarbelakangi diadakannya 118
119
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
penelitian tentang variasi anatomi, sifat fisika dan mekanika kayu pupu pelanduk (Neoscortechinia kingii). Kayu ini adalah salah satu jenis pohon yang kurang dikenal, tetapi memiliki potensi yang cukup besar yang tersebar di daerah Kalimantan Tengah. Kayu ini memiliki nilai ekonomis yang cukup baik, terutama kayunya dapat digunakan sebagai bahan baku bangunan, pertukangan dan kayu api. Selama ini masyarakat di Desa Kereng Bangkirai, Kecamatan Sebangau, Kotamadya Palangka Raya, telah mengenal jenis kayu ini dan telah memanfaatkannya sebagai bahan bangunan serta mebel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri makroskopis kayu meliputi warna kayu, kayu teras dan kayu gubal, lingkaran tumbuh, bau serta arah serat kayu. Mengetahui variasi anatomi kayu pada arah radial dan aksial batang, meliputi sel pori, jari-jari, persentase serat, dimensi serat, nilai turunan serat. Mengetahui pengaruh letak kayu pada batang pohon (arah radial dan aksial batang) terhadap sifat fisika (kadar air kayu segar, kadar air normal, kerapatan, penyusutan) dan mekanika kayu (keteguhan lengkung statik, keteguhan tekan sejajar serat, keteguhan geser sejajar serat, keteguhan pukul dan kekerasan). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang variasi sifat-sifat kayu pada arah aksial dan radial kayu pupu pelanduk sehingga pemanfaatannya sesuai dengan sifat-sifat anatomi, fisika dan mekanikanya. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya dan Laboratorium Fisika Mekanika Kayu, Laboratorium Anatomi Kayu Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah selama 6 bulan dari bulan April sampai September 2010 meliputi pengambilan kayu, pembuatan contoh uji, pengujian, pengambilan data dan pengolahan data. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kayu pupu pelanduk yang tumbuh pada daerah rawa gambut dengan umur pohon rata-rata 18 tahun, diambil sebanyak 3 pohon secara acak. Bahan lainnya berupa alkohol 50%, 70%, 95%, 100%, aquades, glyserin 87%, hydrogen peroksida (H2O2) 30%, asam asetat glacial (CH3COOH) 60%, perekat entelan, aniline blue, xylol. Pohon pupu pelanduk yang terpilih dalam keadaan sehat dan ditebang setinggi dada (±130 m dari atas permukaan tanah), pohon diukur panjang bebas cabangnya dan dipotong menjadi tiga bagian yang sama panjangnya 250 cm mulai dari arah pangkal, tengah, ujung pohon dengan masing-masing jarak ±50 cm untuk tiap-tiap bagian batang. Contoh uji anatomi tiap bagian pohon pangkal, tengah, ujung diambil setebal 5 cm dalam bentuk lempengan pada tiap-tiap bagian pangkalnya. Untuk contoh uji kadar air segar dan fisika sepanjang ±20 cm segera dibungkus plastik dan diberi lakban untuk mencegah penguapan dan contoh uji mekanika sepanjang ±225 cm dan pada setiap ujung-ujung batang diberi cat agar tidak pecah/retak. Contoh uji sifat fisika dan mekanika kayu dibuat dari tiap pohon dibagi menjadi tiga bagian arah aksial yaitu pangkal, tengah, ujung. Tiap-tiap bagian dipotong menjadi kayu berbentuk balok dengan ukuran 6x6 cm sebanyak 4 buah menurut arah radial yaitu
Siska dkk. (2010). Variasi Struktur Anatomi, Fisika dan Kimia
120
dua dari empulur ke kulit di satu sisi, dua di sisi yang lainnya. Data yang diambil adalah ciri makroskopis, mikroskopis, sifat fisika dan mekanika kayu. Pengujian anatomi mengacu pada standar IAWA, pengujian fisik mekanik mengacu pada standar DIN. Rancangan percobaan yang digunakan untuk menganalisis data anatomi, sifat fisika dan mekanika (lengkung statis, keteguhan tekan sejajar serat, keteguhan pukul) adalah rancangan acak lengkap faktorial yaitu faktor 3x2 dengan 3 kali ulangan. Faktor A arah aksial kayu terdiri dari 3 level, yaitu bagian pangkal (P), tengah (T) dan ujung (U), faktor B adalah arah radial terdiri dari 2 level yaitu dekat hati (DH) dan dekat kulit (DK) dengan 3 ulangan berupa pohon 1, pohon 2 dan pohon 3. Analisis data untuk sifat mekanika (keteguhan geser sejajar serat dan kekerasan kayu) adalah rancangan acak lengkap dengan 1 faktor yaitu arah aksial batang (pangkal, tengah, ujung). Analisis data hanya pada arah aksial batang saja tidak pada arah radial karena diameter kayu yang kecil, sehingga pembuatan contoh uji tidak cukup untuk ukuran pengujian. Analisis statistik anatomi, sifat fisika dan mekanika dengan menggunakan soft ware Minitab versi 14,0 dan Microsoft Office Excel tahun 2007. Hasil yang diperoleh melalui uji F, jika terdapat perbedaan antar perlakuan dilakukan perbandingan perlakuan dengan menggunakan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Tempat Tumbuh dan Pohon Pupu Pelanduk Habitat utama kawasan areal pengambilan pohon merupakan hutan rawa gambut tropis yang menggambarkan keadaan hutan tersebut sebagai ekosistem campuran, terdiri dari ekosistem hutan tropis di atas lapisan ketebalan gambut 1 sampai 5 m. Pada hutan rawa gambut tropis ini memiliki kanopi 30 sampai 35 m, tergenang banjir sepanjang musim hujan. Pada musim hujan air dapat mencapai kedalaman hampir 2 m, ini berarti bahwa hanya beberapa jenis pohon dapat bertahan hidup dan hampir tidak ada pohon yang dapat tumbuh tinggi. Pohon pupu pelanduk yang diambil dalam penelitian ini tumbuh di pinggir sungai pada kawasan hutan rawa gambut tropis dengan rata-rata umur pohon 18 tahun dan penyebarannya merata di dalam hutan. Pohon pupu pelanduk yang diambil sebagai bahan penelitian mempunyai tinggi tajuk antara 6,57 m, tinggi pohon bebas cabang 8,59 m, diameter ±21 cm dengan panjang percabangan pohon dapat mencapai 1,71,8 m. Memiliki buah berwarna merah (jika telah masak), berbentuk lonjong dan kecil. Buah pohon ini jika masih menggantung di pohon sebagai bahan makanan bagi kelelawar, uwa-uwa dan tupai. Tetapi jika buah sudah jatuh ke tanah akan dimakan kancil/pelanduk. Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dengan diameter ±2,5 mm. Bentuk daun lonjong, permukaan daunnya licin. Pohon tidak mengeluarkan getah damar. Masyarakat di sekitar kawasan hutan menamai pohon pupu pelanduk karena batang pohonnya seperti paha kancil/pelanduk.
121
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Ciri Makroskopis Warna kayu pupu pelanduk kuning muda, batas antara kayu gubal dan kayu teras pada saat baru ditebang mudah dibedakan, lingkaran tumbuh tidak terlihat jelas, bau kayunya seperti tebu, tekstur kayu halus sampai sedang dan mengkilat, serat kayu lurus. Sifat Anatomi Kayu Letak contoh uji pada batang kayu tidak berpengaruh signifikan terhadap sifat anatomi kayu. 1. Sel pori. Kayu pupu pelanduk memiliki pori tata baur, bentuk pembuluh soliter bundar, pembuluh tersusun dengan pola diagonal dan radial, pengelompokan pembuluh sebagian soliter, sebagian ganda radial 23, sebagian bergerombol, bidang perforasi sederhana. Ukuran sel pori ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Diameter, Tinggi, Jumlah Sel Pori pada Arah Aksial dan Radial Batang 1 2 3 2 Letak contoh uji Diameter pori (µm) Tinggi pori (µm) Jumlah pori /mm Arah aksial: Pangkal 102,13 (agak kecil) 449,02 (sedang) 7,15 (agak jarang) Tengah 103,61 (agak kecil) 468,70 (sedang) 7,39 (agak jarang) Ujung 111,32 (agak kecil) 526,46 (sedang) 8,55 (agak jarang) Rataan 105,69 (agak kecil) 481,39 (sedang) 7,69 (agak jarang) KV (%) 11,45 20,48 23,77 Arah radial: Dekat hati 104,92 (agak kecil) 488,63 (sedang) 7,57 (agak jarang) Dekat kulit 106,45 (agak kecil) 474,15 (sedang) 7,82 (agak jarang) Rataan 105,69 (agak kecil) 481,39 (sedang) 7,69 (agak jarang) KV (%) 3,07 6,38 6,68 1 2 Klasifikasi diameter pori menurut Den Berger (1926) dalam Christy (2000). Klasifikasi tinggi pori 3 2 menurut Ciang dalam Christy (2000). Klasifikasi jumlah pori per mm menurut Den Berger (1926) dalam Supriyati (2002)
2. Jari-jari. Bentuk lebar jari-jari sebagian multiseri, mempunyai lebar yang sama dengan bagian yang uniseri. Komposisi jari-jari berupa sel-sel baring dengan satu baris sel marginal yang berupa sel tegak dan atau persegi. Susunan bertingkat jari-jari tersusun dalam baris horizontal jika dilihat di bidang tangensial. Tinggi, lebar dan jumlah jari-jari pada arah aksial dan radial batang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Tinggi, Lebar dan Jumlah Jari-jari pada Arah Aksial dan Radial Batang Letak contoh uji Arah aksial: Pangkal
1
2
3
Tinggi jari-jari (µm)
Lebar jari-jari (µm)
Jumlah jari-jari /mm
632,44 (sangat pendek)
17,82 (sangat halus)
10,23 (banyak)
Siska dkk. (2010). Variasi Struktur Anatomi, Fisika dan Kimia
122
Tabel 2 (lanjutan) 1 2 3 Letak contoh uji Tinggi jari-jari (µm) Lebar jari-jari (µm) Jumlah jari-jari /mm Tengah 602,00 (sangat pendek) 18,02 (sangat halus) 9,87 (agak banyak) Ujung 602,00 (sangat pendek) 18,60 (sangat halus) 9,67 (agak banyak) Rataan 604,84 (sangat pendek) 18,15 (sangat halus) 9,91 (agak banyak) KV (%) 10,65 5,45 7,47 Arah radial: Dekat hati 613,57 (sangat pendek) 18,31 (sangat halus) 9,96 (agak banyak) Dekat kulit 596,12 (sangat pendek) 17,99 (sangat halus) 9,87 (agak banyak) Rataan 604,84 (sangat pendek) 18,15 (sangat halus) 9,91 (agak banyak) KV (%) 6,12 3,69 1,90 1 2 Klasifikasi tinggi jari-jari menurut Den Berger (1926) dalam Christy (2000). Klasifikasi lebar jari-jari 3 menurut Anonim 1989 dalam Christy 2000. Klasifikasi jumlah jari-jari per mm menurut Den Berger (1926) dalam Christy ( 2000)
3. Persentase sel kayu. Pengaruh letak contoh uji pada batang terhadap persentase sel penyusun kayu untuk nilai rataannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Persentase Sel Kayu pada Arah Aksial dan Radial Batang Letak contoh uji Arah aksial: Pangkal Tengah Ujung Rataan KV (%) Arah radial: Dekat hati Dekat kulit Rataan KV (%)
Sel pori (%)
Sel jari-jari (%)
Sel parenkim aksial (%)
Sel serat (%)
7,39 8,47 10,10 8,66 38,59
18,01 17,10 16,71 17,27 9,41
4,65 5,42 4,95 5,01 18,88
69,95 69,01 68,24 69,06 3,05
8,19 9,12 8,66 22,84
17,13 17,42 17,27 3,60
4,81 5,21 5,01 16,79
69,88 68,25 69,06 5,00
4. Dimensi serat. Pengaruh letak contoh uji pada batang terhadap dimensi serat kayu untuk nilai rataannya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Dimensi Serat pada Arah Aksial dan Radial Batang Letak contoh uji Arah aksial: Pangkal Tengah Ujung Rataan KV (%) Arah radial: Dekat hati
1
2
Panjang serat1 (µm)
Diameter serat (µm)
1690,06 (sedang) 1680,74 (sedang) 1714,43 (sedang) 1695,08 (sedang) 2,51
29,75 (besar) 26,95 (besar) 28,55 (besar) 28,42 (besar) 12,13
15,57 (besar) 12,98 (sedang) 13,17 (sedang) 13,91 (sedang) 25,44
7,09 (sedang) 6,98 (sedang) 7,69 (sedang) 7,26 (sedang) 12,89
1662,09 (sedang)
29,00 (besar)
13,98 (sedang)
7,51 (sedang)
Diameter lumen (µm)
Tebal dinding 2 serat (µm)
123
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Tabel 4 (lanjutan) Letak Panjang serat1 Diameter serat1 Diameter lumen2 Tebal dinding contoh uji (µm) (µm) (µm) serat2 (µm) Dekat kulit 1728,07 (sedang) 27,83 (besar) 13,83 (sedang) 7,00 (sedang) Rataan 1695,08 (sedang) 28,42 (besar) 13,91 (sedang) 7,26 (sedang) KV (%) 8,26 8,75 2,12 15,06 1 Klasifikasi panjang serat, diameter serat menurut Casey (1960), Anonim (1989) dalam Christy (2000). 2 Klasifikasi diameter lumen serat dan tebal dinding serat Menurut Wagenfuehr (1984) dalam Parera (2008)
5. Nilai turunan dimensi serat. Pengaruh letak contoh uji pada batang terhadap nilai turunan dimensi serat untuk nilai rataannya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Rataan Turunan Dimensi Serat pada Arah Aksial dan Radial Batang Letak contoh uji Arah aksial: Pangkal Tengah Ujung Rataan
KV (%) Arah radial: Dekat hati Dekat kulit Rataan
Runkel ratio1
Daya tenun1
Muhlsteph ratio1
Fleksibilitas ratio1
Koefisien kekakuan1
1,02 (kelas IV) 1,34 (kelas VI 1,35 (kelas IV) 1,24 (kelas IV-nilai 25) 36,78
59,05 (kelas III) 65,89 (kelas III) 62,19 (kelas III) 62,38 (kelas III-nilai 50) 13,43
71,21 (kelas III) 74,41 (kelas III) 77,41 (kelas III) 74,34 (kelas III-nilai 50) 10,22
0,52 (kelas III) 0,48 (kelas III) 0,46 (kelas III) 0,49 (kelas III- nilai 50) 16,77
0,24 (kelas IV) 0,26 (kelas IV) 0,27 (kelas IV) 0,25 (kelas IV-nilai 50 15,81
1,20 (kelas IV) 59,71 (kelas III) 75,30 (kelas III) 0,48 (kelas III) 0,26 (kelas IV) 1,27 (kelas IV) 65,04 (kelas III) 73,38 (kelas III) 0,50 (kelas III) 0,25 (kelas IV) 1,24 62,38 74,34 0,49 0,26 (kelas IV-nilai (kelas III-nilai (kelas III-nilai (kelas III-nilai (kelas IV-nilai 25) 50) 50) 50) 25) KV (%) 11,60 18,10 5,50 8,66 5,44 1 Persyaratan nilai dimensi dan turunan serat sebagai bahan baku pulp kertas Menurut Anonim (1976)
Sifat Fisika Kayu Letak contoh uji pada batang kayu tidak berpengaruh signifikan terhadap sifat fisika kayu. Nilai rataan sifat fisika kayu ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Rataan Sifat Fisika Kayu pada Arah Aksial dan Radial Batang Letak contoh uji Arah aksial: Pangkal Tengah Ujung Rataan KV (%)
KAS (%)
KAN (%)
KN (g/cm3)
KT (g/cm3)
PR (%)
PT (%)
PL (%)
Rasio T/R
53,99 50,69 53,50 52,73 8,27
12,02 11,98 12,09 12,03 3,62
0,80 0,81 0,83 0,81 4,97
0,77 0,78 0,80 0,78 4,45
4,63 4,68 4,83 4,71 1,82
6,15 6,16 6,20 6,17 0,96
0,10 0,12 0,13 0,11 28,34
1,33 1,32 1,28
Siska dkk. (2010). Variasi Struktur Anatomi, Fisika dan Kimia
124
Tabel 6 (lanjutan) Letak KAS KAN KN KT PR PT PL Rasio contoh uji (%) (%) (g/cm3) (g/cm3) (%) (%) (%) T/R Arah radial: Dekat hati 51,78 12,01 0,81 0,77 4,67 6,12 0,10 1,31 Dekat kulit 53,68 12,05 0,82 0,79 4,76 6,22 0,13 1,31 Rataan 52,73 12,03 0,81 0,78 4,71 6,17 0,11 KV (%) 7,66 1,16 4,65 3,93 3,75 3,51 53,57 KAS = kadar air segar, KAN = kadar air normal, KN = kerapatan normal, KT = kerapatan kering tanur, PR = penyusutan radial, PT = penyusutan tangensial, PL = penyusutan longitudinal, Rasio T/R = rasio tangensial/radial
Sifat Mekanika Kayu Letak contoh uji pada batang kayu tidak berpengaruh signifikan terhadap sifat mekanika kayu. Nilai rataan sifat mekanika pada arah aksial dan radial batang ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Sifat Mekanika pada Arah Aksial dan Radial Batang MoE MoR KTSS KP KGSS KR KT KTR Letak 2 2 2 2 2 2 2 2 contoh uji N/mm N/mm N/mm J/mm N/mm N/cm N/cm N/cm Arah aksial: Pangkal 15465,0 145,73 71,92 0,087 16,88 7933,33 7246,67 9033,33 Tengah 16044,83 148,06 73,37 0,100 16,55 8306,67 8346,67 8987,67 Ujung 16744,81 150,46 67,54 0,095 16,34 8173,33 8146,67 8146,67 Rataan 16084,91 148,08 70,94 0,094 16,59 8137,78 8080,00 8722,22 KV (%) 9,75 3,91 10,47 17,08 5,06 16,23 17,23 8,58 Arah radial: Dekat hati 15520,64 146,91 68,08 0,076 Dekat kulit 16649,17 149,26 73,80 0,113 Rataan 16084,91 148,08 70,94 0,094 KV (%) 14,90 3,36 17,09 85,25 MoE = modulus of elasticity, MoR = modulus of rupture, KTSS = keteguhan tekan sejajar serat, KP = keteguhan pukul, KGSS = keteguhan geser sejajar serat, KR = kekerasan radial, KT = kekerasan tangensial, KTR = kekerasan transversal
Kualitas Kayu Kualitas suatu jenis kayu merupakan kesesuaian kayu tersebut dengan penggunaannya, sedangkan sifat-sifat dasar berhubungan erat dengan kemungkinan penggunaannya. Menurut Soenardi (1978), kualitas suatu jenis kayu berkaitan erat dengan sifat-sifat dasarnya. Dari hasil penelitian terlihat, bahwa meskipun ada variasi pada struktur anatomi, fisika dan mekanika kayu, tetapi umumnya masih dalam kelas kualitas yang sama, sehingga dapat dikatakan bahwa letak bagian
125
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
batang, baik pada arah aksial maupun radial tidak berpengaruh terhadap parameter penelitian, sehingga dalam penggunaan nantinya tidak berpengaruh. Berdasarkan persentase seratnya dapat dimanfaatkan sebagai papan serat karena mengandung persentase serat cukup besar yaitu 69,06% meskipun secara kualitas kurang baik untuk bahan baku papan serat yang memerlukan kayu dengan berat jenis kurang dari 0,5 dengan kualitas seratnya kelas I dan II. Untuk menentukan suatu kayu mudah atau tidak dalam pengerjaannya, maka dapat menggunakan nilai hasil pengukuran dimensi serat, yang mana serat kayu yang lurus dan berdiameter pori dan jari-jari kecil, maka teksturnya akan lebih halus. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai diameter pori berkisar 102,13111,32 µm (agak kecil) dan lebar jari-jari 17,8218,60 µm (sangat halus), berarti kayu pupu pelanduk mudah dikerjakan karena memiliki tekstur lebih halus. Penetapan sebagai bahan baku serat berdasarkan klasifikasi mutu serat kayu, kayu pupu pelanduk termasuk dalam kelas III, yang mana lembaran pulp kertas, serat akan menggepeng dan ikatan antar seratnya masih baik, diduga akan menghasilkan lembaran dengan kekuatan sobek, retak, tarik yang sedang. Tetapi dengan kenyataan kayu pupu pelanduk memiliki kerapatan tinggi (kayu berat), maka bila menggunakan kayu ini sebagai bahan baku pulp dan kertas harus dipertimbangkan lagi. Untuk kebutuhan bahan baku kayu lapis, kayu pupu pelanduk tidak memenuhi standar, karena memiliki nilai kerapatan yang tinggi, sedangkan syarat kerapatan pembuatan finir kayu lapis menurut FAO dalam Martawijaya dkk. (1981) adalah 0,400,70 g/cm3 dan yang terbaik 0,500,55 g/cm3 tetapi memenuhi syarat sebagai kayu lapis seperti pendapat Kasmudjo (1993) dalam Christy (2000), bahwa kayu untuk tujuan kayu lapis mempunyai kekerasan sedang, mempunyai arah serat lurus, kandungan zat ekstraktif cukup rendah dan secara terbatas memerlukan sifat dekoratif. Kayu pupu pelanduk dari segi dekoratif yang ditimbulkan dari lingkaran tumbuh dan warna kuning mendukung kayu ini sebagai bahan baku kayu lapis yang akan memberikan nilai tambah. Kerapatan merupakan salah satu syarat baku sebagai bahan konstruksi, berdasarkan kelas kuat kayu dari Anonim (1976), kayu pupu pelanduk masuk dalam kelas kuat II atau tergolong kayu yang berat. Rasio penyusutan dari kondisi basah ke kondisi kering tanur adalah 1,281,31. Angka penyusutan yang kecil ini menunjukkan kayunya lebih stabil sehingga retak, pecah dan bengkok dapat dihindari dan juga kayu ini dapat digunakan sebagai bahan bangunan yang baik. Nilai pengujian lengkung statis diperoleh keteguhan sampai batas patah (MoR) kayu pupu pelanduk berkisar antara 145,73150,46 N/mm2 termasuk dalam kelas kuat I. Nilai keteguhan lentur/elastisitas (MoE) adalah 15465,0716744,81 N/mm2 termasuk kelas kuat I dan nilai keteguhan tekan sejajar serat 67,5473,37 N/mm2. Nilai MoR, MoE dan keteguhan tekan sejajar serat lebih tinggi dengan nilai rata-rata kerapatan kayu normalnya hanya 0,84 g/cm3 sehingga kayu pupu pelanduk dapat digunakan untuk tujuan kontruksi sedang. Kayu pupu pelanduk kemungkinan masih cocok untuk mebel, termasuk dalam kelas kuat I/II, tekstur agak halus karena memiliki diameter rataan pori 105,69 µm,
Siska dkk. (2010). Variasi Struktur Anatomi, Fisika dan Kimia
126
sehingga pori berukuran kecil, kayu berwarna kuning kecoklatan dengan nilai rasio penyusutan yang kecil sehingga retak, pecah ataupun bengkok dapat terjadi kecil kemungkinannya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ciri makroskopis kayu adalah warna kayu pupu pelanduk berwarna kuning muda, batas antara kayu gubal dan kayu teras pada saat baru ditebang mudah dibedakan, lingkaran tumbuh tidak terlihat jelas, bau kayu seperti tebu, tekstur kayu halus sampai sedang dan mengkilat, serat kayu lurus. Semua struktur anatomi dalam penelitian ini tidak dipengaruhi secara signifikan oleh bagian batang pada arah aksial dan radial. Nilai rata-rata sifat anatomi kayu pupu pelanduk adalah memiliki pori tata baur, berbentuk pori soliter bundar, sebagian ganda radial 23, bidang perforasi sederhana, diameter pori 105,69 µm (agak kecil), tinggi pori 481,39 µm (sedang) dan jumlah pori 7,69/mm2 (agak jarang). Jari-jari heterogen, tipe multiseri, tinggi 604,84 µm (sangat pendek), lebar 18,15 µm (sangat halus), jumlah 9,91/mm (agak banyak). Parenkim aksial memiliki tata baur tersusun seperti tangga. Persentase sel pori 8,66%, persentase sel jari-jari 17,27%, persentase sel parenkim 5,01% dan persentase sel serat 69,06%. Panjang serat 1695,08 µm (sedang), diameter serat 28,42 µm (besar), diameter lumen serat 13,91 µm (sedang), tebal dinding serat 7,26 µm (sedang). Semua sifat-sifat fisika dalam penelitian ini tidak dipengaruhi secara signifikan oleh bagian batang pada arah aksial dan radial. Nilai rata-rata sifat fisika kayu pupu pelanduk adalah kadar air segar 52,73%, kadar air normal 12,03%, kerapatan normal 0,81 g/cm3, kerapatan kering tanur 0,78 g/cm3, penyusutan radial 4,71%, penyusutan tangensial 6,17%, penyusutan longitudinal 0,11%. Semua sifat-sifat mekanika dalam penelitian ini tidak dipengaruhi secara signifikan oleh bagian batang pada arah aksial dan radial. Nilai rata-rata sifat mekanika kayu pupu pelanduk adalah MoE 16084,91 N/mm2, MoR 148,08 N/mm2, keteguhan tekan sejajar serat 70,94 N/mm2, keteguhan pukul 0,094 J/mm2, keteguhan geser sejajar serat 5,06 N/mm2, kekerasan radial 16,23 N/mm2, kekerasan tangensial N/mm2, kekerasan transversal 8,58 N/mm2. Dari hasil penelitian struktur anatomi dan sifat-sifat kayu memberikan kemungkinan kayu pupu pelanduk dapat digunakan sebagai papan serat, kayu lapis, konstruksi sedang dan mebel. Saran Perlu diadakan penelitian sifat kimia kayu dan pada kelas diameter yang berbeda. Perlu diadakan penelitian kualitas kayu pupu pelanduk untuk digunakan sebagai papan serat, kayu lapis, konstruksi sedang atau mebel. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Direktorat Jenderal Kehutanan Indonesia, Jakarta. 220 h.
127
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Casey, J.P. 1960. Pulp and Paper, Chemistry and Chemystrical Technology. Second Edition. Revised and Enlarged. Volume I. Pulping and Bleaching. Interscience Publisher, London. Christy, E.O. 2000. Struktur Anatomi dan Variasi Sifat-sifat Kimia, Fisika dan Mekanika Kayu Kembalitan Putih (Polyalthia glauca (Hassk.) F.v. Mueller) dan Kembalitan Rawa (Polyalthia jenkensii (Hk.f et Thoms.). Tesis Magister Ilmu Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Martawijaya, A.I.; K. Kartasujana dan S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. 177 h. Panshin, A.J. dan C. de Zeeuw. 1980. Textbook of Wood Technology. Structure, Identification, Uses and Properties of the Commercial Woods of the United States and Canada. McGraw-Hill Book Company Inc., New York. Parera, Y.N. 2008. Struktur Anatomi Kayu Gading (Ilex macrophylla Hook. f.). Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. 71 h. Soenardi. 1978. Sifat-sifat Mekanika Kayu. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 36 h. Supriyati, W. 2002. Variabilitas Struktur Anatomi dan Sifat FisikaMekanika Jenis Kayu Arang (Diospyros borneensis Hiern.) dan Dara-dara (Myristica iners Blume.). Tesis Magister Ilmu Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.