Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Overlay Pasca Perawatan Sendi Temporomandibula Helmi Siti Aminah*, Erna Kurnikasari** *Peserta PPDGS Prostodontia FKG Universitas Padjdjaran ** Bagian Prostodontia FKG Universitas Padjadjaran
ABSTRAK Hilangnya gigi-gigi posterior dapat menyebabkan menurunnya vertikal dimensi oklusi.
Kondisi ini dapat
menyebabkan gangguan fungsi sendi
temporomandibula. Splin oklusal adalah salah salah satu alat untuk merawat gangguan fungsi sendi temporomandibula. Makalah ini membahas seorang pasien wanita berusia 54 tahun, datang ke klinik prostodontik dengan keluhan nyeri pada sendi dan kliking pada saa membuka dan menutup mulut. Pasien mengalami kesulitan mengunyah karena gigi-gigi belakang suda dicabut. Pemeriksaan intra oral
menunjukkan
penyebab
masalah
tersebut adalah
overclosure da
mandibula. Perawatan awal dengan splin oklusal selama 3 bula n untuk meningkatkan vertikal dimensi da memperbaiki posisi mandibula. Setelah dilakukan stabilisasi awal dengan splin oklusal dan kondilus suda stabil pada tempatnya, perawatan dilanjutkan dengan gigi tiruan overlay.
Kata Kunci: overclosure mandibula, oklusal splin, gigi tiruan overlay
ABSTRACT Loss of posterior teeth can reduced vertical dimension of occlusion. This condition can caused temporomandibular dysfunction. Occlusal splint is one of device for treatment dysfunction of mandible. This paper will explain about a 54 years old woman came to prosthodontic clinic with complaint pain around her TMJ joint and clickling when she opened and closed her mouth. She had also difficulty
with
chewing
because
posterior
teeth
was
missing. Intraoral
examination showed that caused of the problem is overclosure of mandible. Initial therapy using occlusal splint for 3 month has increased vertical dimension of
occlusion and secure mandibular position. After initial stabilization with odusal splint and condyle position was stable, treatment is followed by overlay denture.
Key words: Overclosure of mandible, occlusal splint, overlay denture
PENDAHULUAN Gangguan fungsi sendi temporomandibula dengan gejala-gejala seperti kliking, nyeri pada otot pengunyahan, gerak rahang yang terbatas, nyeri kepala dan gangguan pada telinga. Keluhan-keluhan tersebut timbul karena berubahnya posisi kondilus ke arah superior distal sewaktu gigi-gigi beroklusi. Perubahan posisi kondilus ini merupakan akibat hilangnya gigi posterior sehingga jarak antara maksila dan mandibula menjadi lebih pendek.1 Splin oklusal adalah salah satu terapi tahap awal gangguan fungsi sendi temporomandibula. Terapi splin sifatnya reversibel dimana efeknya dapat dilihat langsung pada pasien; Keuntungan utama pemakaian splin adalah dapat merubah oklusi tanpa keharusan merubah atau merhodifikasi gigi alami pasien.2 Setelah dilakukan perawatan dengan pemakaian splin dan gejala gangguan fungsi sendi temporomandibula sudah hilang dan kondilus sudah stabil di dalam fossa,maka dapat dilakukan perawatan tahap selanjutnya .yaitu perawatan prosthodontik, ortodontik, bedah, psikologi dan sebagainya.3 Pada makalah ini akan dibahas seorang pasien wanita berumur 54 tahun dengan gangguan fungsi sendi temporomandibula. Setelah dirawat dengan splin reposisi perawatan tahap selanjutnya adalah pembuatan gigi tiruan overlay.
LAPORAN KASUS Seorang wanita berusia 54 tahun datang dengan keluhan rasa sakit pada sendi dan saat membuka dan menutup mulut sendi rahangnya berbunyi. Pasien juga mengeluhkan gigi belakang banyak yang sudah dicabut sehingga mengalami kesulitan untuk mengunyah. Pasien sudah datang ke dokter gigi praktek sore dan dirujuk ke Klinik Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi UNPAD.
Pemeriksaan Pemeriksaan pada sendi temporomandibula ditemukan kliking pada saat membuka dan menutup mulut. Pem eriksaan pada otot-otot pengunyahan ditemukan rasa nyeri pada saat dilakukan palpasi pada otot pterigodeus lateral. Gambaran foto TMJ pada saat menutup mulut tampak kondilus kanan lebih ke posterior. Kondilus kiri lebih konsentris. Pada saat membuka mulut, posisi kedua kondilus terletak pada puncak eminensia. Pemeriksaan oklusal ditemukan gigi. 16,26,27,28,36,37,45,46,47,48 telah dicabut. Gigi 17 mesial drifting dan ekstrusi. Gigi 38,48 mesial drifting. Pemeriksaan panoramik foto: gigi 18 inerupsi dan 44 karies profunda. Hubungan rahang retrognati dengan dengan posisi palatal bite. Vertikal dimensi oklusi pasien 56 mm, vertikal dimensi oklusi seharusnya 59 mm.
Rencana Perawatan Pencabutan gigi 17; Perawatan endodontik pada gigi 44; Pembuatan gigi tiruan rahang atas; Pembuatan splin reposisi pada rahang bawah; Pembuatan overlay pada rahang bawah
Perawatan Sebelum dilakukan pembuatan splin diputuskan untuk membuat gigi tiruan sebagian lepasan kerangka logam pada rahang atas. Hal ini dimaksudkan jgar diperoleh patokan dalam penentuan oklusi untuk pembuatan splin disain gigi tiruan rahang atas: konektor utama berbentuk U. Oklusal rest diletakkan pada gigi 14 dan 24. Cangkolan Akers dibuat pada gigi 24 dan 25. Setelah pemasangan gigi tiruan rahang atas, selanjutnya dibuat pola lilin splin oklusal rahang bawah dengan menaikkan vertikal dimensi oklusi sebanyak 3 mm dan rahang bawah diprotrusikan sampai kliking hilang, baik pada saat membuka dan menutup mulut Pola lilin splin dicobakan pada pasien selama 3x15 menit, untuk memastikan bahwa kondisi tersebut nyaman untuk pasien.
Diinstruksikan kepada pasien untuk memakai splin setiap hari selama 24 jam dan pasien diminta kontrol 1 minggu kemudian. Kontrol selanjutnya dilakukan setiap 3 minggu sekali. Pasien merasa nyaman dan tidak terasa sakit atau pegal pada sendi temporomandibula dengan posisi yang baru. Setelah pemakaian splin selama 3 bulan dan dicapai posisi mandibula yang stabil, maka direncanakan untuk pembuatan protesa permanen pada rahang bawah. Untuk mempertahankan vertikal dimensi hubungan oklusal yang baru, dibutuhkan suatu rehabilitasi prostodontik, Adanya penambahan vertikal dimensi dan perubahan posisi mandibula lebih ke anterior menyebabkan gigi 34 dan 35 tidak berkontak dengan gigi lawannya. Karena pertimbangan waktu dan keuangan, maka diputuskan untuk membuat gigi tiruan sebagian lepasan sebagian rahang bawah dengan overlay pada gigi 34 dan35. Posisi rahang bawah dengan pemakaian splin oklusal digunakan sebagai pemandu hubungan oklusal yang baru. Gigi tiruan rahang bawah dibuat dengan disain: cangkolan cincin dibuat pada gigi 48 dan 38 dengan oklusal rest pada bagian distal. Cangkolan Akers dibuat pada gigi 35 dengan oklusal rest pada bagian mesial. Cangkolan gingival approach dibuat pada gigi 43 dengan singulum rest. Konektor utama dibuat berbentuk batang. Karena posisi gigi 44 mesioversi akan menganggu pemasangan gigi tiruan maka gigi 44 dirawat endodontik dan dibuat koping diatasnya. Kerangka logam rahang bawah dibuat, kemudian tanggul gigitan malam dipasang diatasnya dengan posisi yang sama dengan gigitan splin (pasien telah terbiasa dengan posisi rahang bawah yang lebih maju). Selanjutnya model dan pola lilin dipasang diartikulator. Untuk mendapatkan kontak pada regio 34 dan 35 dilakukan penambahan akrilik pada bagian oklusal gigi tersebut. Observasi dilakukan untuk memeriksa gigi tiruan dan sendi temporomandibula dengan interval I minggu, kemudian 1 bulan. Pasien diinstruksikan untuk menjaga OH dan memakai gigi tiruan sepanjang hari, kecuali pada waktu tidur. Pada waktu kontrol 6 bulan kondisi pasien stabil tanpa adanya gejala gangguan fungsi sendi temporo mandibula dengan fungsi pengunyahan dan estetik yang memuaskan.
PEMBAHASAN Tujuan pemakaian splin oklusal adalah: perawatan untuk menghilangkan nyeri yang berasal dari sendi, meninggikan dimensi vertikal, mendapatkan posisi mandibula yang baik, mengubah pola pergerakan mandibula. Pemakaian splin oklusal
akan
efektif
jika
sist em
neuro
muskular
dapat
mentol eransi
keberadaannya.2 Pada pasien ini penambahan vertikal dimensi dan memajukan posisi mandibula ke anterior dengan menggunakan splin oklusal telah berhasil mengurangi gejala gangguan sendi temporo mandibula, yaitu hilangnya kliking, nyeri pada sendi dan otot pengunyahan. Overlay dengan kerangka logam pada gigi 34 dan 45 sudah dipertimbangkan untuk dibuat, akan tetapi karena estetik yang tidak memuaskan maka diputuskan untuk melapisi kerangka logam tersebut dengan akrilik. Oleh karena itu, setiap tahun pasien harus kontrol untuk memeriksa keadaan oklusinya. Pelapis akrilik dapat mengalami keausan karena proses pengunyahan dan kondisi tersebut dapat menurunkan kembali vertikal dimensi. Siong Beng dkk melaporkan bahwa penggunaan gigi tiruan overlay dengan menggunakan pelapis akrilik resin cukup baik untuk kasus seperti ini. Kolodney dan Akerly menggunakan veneer resin pada permukaan oklusal gigi tiruan sebagian overlay untuk menagani kasus overclosure yang disebabkan oleh atrisi.4 Pembuatan gigi tiruan overlay sebagian dengan pelapis akrilik pada bagian oklusal dapat dilakukan dengan teknik yang cukup sederhana, ekonomis dan tidak memakan banyak waktu. Teknik ini dapat digunakan pada kasus yang terpilih sebagai alternatif dari pembuatan mahkota jembatan. Pemakaian gigi tiruan sebagian overlay memerlukan kontrol rutin untuk memastikan bahwa gigi tiruan dalam keadaan baik dan kondisi pasien dalam keadaan stabil.
KESIMPULAN Pengggunaan splint oklusal cukup efektif untuk memperbaiki vertikal dimensi dan memajukan posisi mandibula. Pembuatan gigi tiruan overlay dengan
pelapis akrilik dibagian oklusal, dapat dilakukan dengan teknik yang cukup sederhana dan ekonomis. Kontrol rutin diperlukan untuk kasus ini
DAFTAR PUSTAKA 1. Mardjono, D. Hubungan antara pola mengunyah kebiasaSn yang salah dengan disfungsi sendi temporomandibula pada orang dewasa di Jakarta. Disertasi. Bandung: Universitas Padjadjaran. 1989. 2. Bumann A, Lotzman U. Color Atlas of Dental Medicine: TMJ Disorder and Orofadal Pain. Stuggart-New York: Thieme. 2002: 306-7 3. Kurnikasari E. Perawatan pasien disfungsi sendi temporomandibula secara prostodontik. J Kedokt Gigi. Universitas Padjadjaran. 2004, 16 (l):330-3 4. Siong BK. Treatment of temporomandibular joint dysfunction with visible light cured resin overlay denture: a case report. J Quintess Int. 1996, 27: 105-9 5. Friedman MH, Howard I. Frame work design for overlay removable partial denture. J Prosth Dent. 1983, 50:866