E. M.Tamboesai…Geokimia Sistem Minyak Bumi
GEOKIMIA SISTEM MINYAK BUMI ASAL RIAU DAN INDONESIA UMUMNYA Emrizal Mahidin Tamboesai Jurusan Kimia, Universitas Riau, Pekanbaru
ABSTRACT Geochemical characteristic of crude oil gives invaluable information about age, maturity, origin and environmental factor of sedimentary rock. Based on that statement there are about 200 crude oils in the sediment cavity which have been analyzed using geochemical method. The analysis covers the measurement of physical parameter (API, S, V, and the Ni content), whole oil gas chromatography, and biomarker fingerprint. The analysis has been performed using mass spectroscopy with ion monitoring mode or multiple reactions monitoring mode. Data was analyzed using statistical method of clustering program and principal component analysis with emphasis on comparison among clusters. Based on the model, some oil system, age differentiation, and environment sedimentary rock could be identified. The example of this analysis is the fact that Western Indonesia has 2 oil systems which are lacustrine (ladang minyak Duri, Minas, Riau) and terriogeous (ladang minyak North Sumatera, Jambi and Palembang), both are tersier well. In the cavity of North Sumatera and East Natuna (Riau) are found marine crude oil. There are three main crude oil systems in Eastern Indonesia which are tertiary marine carbonat, Mesozoic marine carbonate, and Mesozoic marine silicloclastic. Keywords: crude oil correlation, fingerprint, rock source
PENDAHULUAN Dengan bantuan analisis geokimia yang lengkap maka minyak bumi di Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe umum seperti Lacustrine, fluvio deltaic, dan marine, dari analisis ini dapat ditunjukkan bahwa minyak bumi di Indonesia berasal dari batuan sumber yang berbeda. Penelitian ini dilakukan untuk mengklasifikasikan minyak bumi di Indonesia dan Riau khususnya dengan penekanannya pada data minyaknya. Studi minyak bumi dari suatu daerah merupakan cara yang tepat untuk mengidentifikasi, 52
mengevaluasi, dan membandingkan berbagai sistem minyak bumi dalam suatu daerah dengan langkah pertamanya menentukan jumlah komposisi dari masing-masing tipe minyak atau familinya. Klasifikasi genetic atau asal usul dari tipe minyak yang berbeda disebut dengan sistem perminyakan. Sistem perminyakan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor kontrol yang terjadi di alam seperti kematangan, ekspulsi, migrasi, akumulasi, retensi1. Data geokimia dari suatu minyak bumi dapat diinterpretasikan untuk menunjukkan korelasi antara minyak bumi dan batuan sumbernya. Penelitian tentang batuan sumber dapat dilakukan karena 2005 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., April 2005, Vol. 11, No. 1
karakteristik geokimia suatu minyak bumi dapat menyatakan informasi yang penting tentang umur batuan dan kondisi lingkungan pengendapan. Pendekatan studi minyak bumi disuatu daerah pada umumnya sangat berguna karena dapat menghasilkan keputusan tenatang suatu minyak bumi yang merupakan representasi dari suatu batuan sumber tertentu. Masing-masing sampel minyak bumi yang telah dianalisis daerah geografinya dapat dilihat dari Gambar 1, pada Gambar 1 dapat dilihat semua cekungan yang menghasilkan minyak di Indonesia demikian juga Cekungan yang tidak menghasilkan minyak seperti Cekungan Ombilin, Makasar dan Cekungan Jawa. Dari Cekungan Irian minyak bumi hanya dihasilkan dari SubCekungan Bintuni, sedangkan SubCekungan Salawati belum menghasilkan. Dalam makalah ini klasifikasi dari sistem perminyakan yang berbeda didasarkan kepada analisis dan interpretasi yang telah dilakukan dan dibandingkan dengan data referensi yang ada.
Gambar 1. Peta asal sampel minyak bumi untuk analisis
Klasifikasi tipe minyak bumi menurut asal-usulnya dilakukan dengan pemeriksaan secara visual yang menghasilkan data teranalisis, data yang diperoleh diolah dengan analisis statistik menggunakan program software
2005 FMIPA Universitas Lampung
komersial yaitu principal component analysis (PCA) dan Hierarchical Clustering Analysis (HCA). Tujuan utama dari kedua teknik pengolahan data tersebut untuk mengkondensasikan data yang diperoleh dengan analisis data berupa matriks (dendogram). Nilai rasio biomarker, parameter GC dan GC-MS, digunakan sebagai data input, sumber utamanya adalah hubungan dari rasio biomarker yang dapat menunjukkan karakter geokimia minyak bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistem perminyakan di Indonesia dengan cara mengidentifikasi, mengevaluasi dan membandingkan berbagai sistem minyak bumi dalam satu wilayah dengan menemukan jumlah komposisi geokimia jenis minyak bumi yang berbeda atau sejenis. METODE PENELITIAN Masing-masing sampel minyak Dianalisis dengan GC yang menggunakan peralatan Gas Kromatografi HP 6890 dengan split injection rasio 1 : 80, flame ionisation detector (detektor ionisasi nyala), dan 30 m x 32 mm kolom kapiler yang dilapisi dengan DB-5 (ketebalan film 0,25µm) helium sebagai gas pembawa, temperatur injector dan detector keduanya adalah 350°C temperatur oven GC adalah -60°C sampai 1 menit, kemudian diprogram pada 120°/menit sampal 350°C. Setelah minyak bagian atas dan aspal dilarutkan dengan pelarut n-heksana maka minyak akan terbagi tiga fraksi saturat, aromatik dan, fraksi NSO yang terbagi berdasarkan perbedaan kepolarannya. Pada faksinasi digunakan kolom kromatograpi dengan silica aktif 100 mesh. Fraksi hidrokarbon jenuh C15 akan terpisah tujuannya adalah untuk mendapatkan fraksi hidrokarbon siklik atau bercabang. Analisa (GC-MS) dirancang dengan menggunakan HP 5890, dengan split injection (rasio 1 :
53
E. M.Tamboesai…Geokimia Sistem Minyak Bumi
100), 50m x 0,2 mm capillary colum coated dengan HP-5 (0,11 µm ketebalan film) dan intefacenya sampai HP 5971 mass spectrometer, temperatur program adalah 150°C (isotermal 5 menit), ramp 2°/ menit sampai 325°C (isotermal 5 menit). Helium digunakan sebagai gas pembawa. Spectrometer massa model ion monitoring terpilih dioperasikan pada m/z 177, 191, 205, 217, 218, 221, 231, dan 259. Faktor respon ditentukan dengan membandingkan respon spectra massa m/z 191 untuk larutan standar hopane dan sterane m/z 217. Analisis ini dapat mendeteksi ada atau tidak 24-n-propyl steranes pada range m/z 214-217 yang pada umumnya yang sangat spesifik untuk marine algae2 dan ada atau tidak adanya botriococane diperiksa pada range m/z 294-197. Botriococane merupakan biomarker yang sangat spesifik pada air tawar yang mengandung alga botriococus braund race B3. Teknik untuk menentukan ada atau tidak adanya oleanane yang merupakan angiosperm diperoleh dari triterpen (taraxtane. 24-nor-hopane) yang dapat ditemukan pada range m/z 412-191 dan m/z 398-191. Dalam identifikasi senyawa biomarker minyak bumi didasarkan pada perbandingan waktu retensi relatif dengan standar minyak bumi yang telah ada seperti misalnya minyak, dari laut utara yang mengandung n-propil steranes begitu juga minyak yang berasal dari minyak Minas Indonesia yang mengandung botriyococane 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari parameter gravity API terhadap kandungan sulfur menunjukkan bahwa pada umumnya minyak lacustrine dan minyak darat memiliki batuan sumber dengan kandungan Sulfur yang rendah., kecuali beberapa minyak bumi dari
54
Indonesia Timur khususnya Cekungan Seram, demikian juga minyak bumi yang berasal dan Cekungan Natuna bagian Timur. Untuk minyak bumi yang telah terbiodegradasi berasal dari Indonesia bagian barat mempunyai Gravity API 10 dan 25° dan kandungan Sulfur sedikit di atas deteksi (0,1 wt %), beberapa minyak bumi dari Cekungan Jawa Timur menunjukkan elevasi kandungan Sulfur (0,25-0,5wt %) dan umumnya minyak bumi berasal dari reservoir carbonat. Sistem perminyakan Indonesia terbagi dua yaitu Aquatic dan terrigenous yang masing-masingnya memiliki subgroup marine dan lacustrine yang merupakan subgroup Akuatik. sedangkan terrigenous memiliki subgrup deltaik dan dua subgroup minor yaitu resinitik dan olenanane dan satu grup tunggal yang berasal dari JS-53A Cekungan Jawa Timur. Minyak Bumi Akuatik Minyak Bumi Marine Kelompok minyak bumi marine ditunjukkan dengan adanya biomarker marine algae, 24-n-propylsteranes, yang dideteksi dengan menggunakan analisis SIM. Variable yang membedakan grup ini dengan yang lainnya adalah tingginya total rasio sterane/hopane, tingginya C27 sterane dan rendahnya nilai rasio pristane/phytane. Dari penelitian yang dilakukan terhadap Cekungan minyak, yang berasal dari Cekkungan Sumatera menunjukkan hanya yang berasal dari Cekungan Natuna Timurlah yang termasuk minvak marine sedangkan yang lainnya adalah berasal dari batuan sumber lacustrine. Untuk menentukan umur batuan sumber dapat ditentukan dari ada atau tidaknya blomarker dari turunan angiosperm seperti Gambar 2. Konsentrasi oleanan ini sangat berhubungan dengan lamanya.
2005 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., April 2005, Vol. 11, No. 1
Gambar 2. Spektra massa dari 5 sampel minyak bumi
waktu geologi yang menyebabkan dispersifikasi angiosperm sebagai contoh adanya oleanat 25% menunjukkan umur Cenozoic2, dengan mengacu kriteria tersebut maka batuan sumber yang berasal dari Sumatera utara, Banggal, dan Cekungan Bintuni termasuk Cekungan Cenozoic, sedangkan minyak dari Cekungan Timur dan Seram tidak mengandung oleanan. Minyak bumi yang tidak mengandung oleanane termasuk umur Mesozoic. Semakin sedikit oleanane, semakin tua umur cekungannya Sidikjari biomarker terpanes pada minyak bumi dari Cekungan Seram menunjukkan adanya kelimpahan dari 30 norhopane Gambar 2A ini menunjukkan batuan sumbernya karbonat, yang termasuk batuan sumber karbonat adalah
2005 FMIPA Universitas Lampung
minyak bumi yang Cekungan Natuna.
berasal
dari
Minyak bumi lakustrine Tipe minyak bumi lacustrine berasal dari alga kerogen type I yang terdeposit dalam lingkungan pengendapan danau atau payau dengan air tawar dan biasanya bercampur dengan material organik tipe darat. Minyak lakustrine ditandai dengan adanya 24-nproylsteranes, rendahnya kandungan triterpen darat, rendahnya rasio C26 trisiklik C25 trisiklik yang mendekati Satu (Gambar 2B). Identifikasi lacustrine lainnya dapat dilakukan melalui senyawa yang terdeteksi pada kromatogram massa m/z 259 (dengan m/z induk 414) relatif terhadap sterane regular. Keberadaan senyawa ini signifikan 55
E. M.Tamboesai…Geokimia Sistem Minyak Bumi
terhadap konsentrasi minyak lacustrine dan tidak terdapat minyak marine atau minyak darat. Dengan menggunakan metode statistik HCA pada Gambar 3 akan mudah untuk membedakan minyak lacustrine dengan minyak jenis lainnya, dari analisa yang dilakukan minyak lacustrine dibagian barat yaitu Cekungan Sumatera tengah (Riau) dan sedikit di Cekungan Natuna Barat, Sumatera Selatan dan Cekungan Sunda.Dari hasil penelitian juga menunjukkan kondensat dari Sumatera Utara dan minyak yang tribiodegradasi dari Cekungan Barito (Ladang Warukin Gambar 3) termasuk minyak Iacustrine4 penentuan minyak dari Ladang Warukin sebagai minyak lacustrine adalah dari analisa batuan sumber Cekungan Barito yang ditunjukkan dari rendahnya kandungan batu bara dan kayanya lapisan karbon organik disamping minyak lacustrine ladang minyak tanjung yang juga terletak di Cekungan Barito analisisnya menunjukkan tipe terrestrial. Tipe Minyak Darat Minyak deltaik Tipe minyak deltaik ini termasuk minyak darat kerogen tipe III yang terdeposit pada lingkungan pengendapan delta, hanya sedikit mengandung material organik alga, karakterisasi minyak delta berasal dari hilangnya 24-n-propyl-sterane, predominannya C29 steranes. tingginya triterpanes terrestrial seperti oleanane (Gambar 2C), rasio C26 trisiklik/C25 trisiklik <1, dan variable kanonikal yang positif dari perbandingan pristane/phytane. Dari parameter di atas setelah diplot ke dalam statistik HCA dan PCA akan mudah sekali membedakannya dengan yang lain (Gambar 3), minyak jenis deltaik dijumpai Di Indonesia bagian Barat mempunyai wilayah geografi yang
56
dan
cukup luas dalam Cekungan sedimen dari Kalimantan dan Jawa, juga ditemukan Sumatera bagian selatan dan Cekungan Makasar Selatan sebagaimana dilaporkan Robinson5. Minyak bumi resin Minyak resinitic juga termasuk minyak darat dengan batuan sumber kerogen tipe III dan memiliki kelimpahan resin dammar yang diturunkan dari tumbuhan family Diterocarpus. Minyak tipe ini ditandai oleh kelimpahan tipe darat dan memiliki struktur bicadinane. Keberadaan bicadinane ini dilaporkan oleh Grantham et al.6 yang ditandai dengan W, T, dan R. Pada ummnnya dua senyawa utamanya adalah trans-trans-trans (senyawa W) dan cis-cis-trans-bicadinane (senyawa T; Van Aarsen. et al.7 ). Bicadinane selalu disingkat "bic" (Gambar 2). ini sangat penting untuk menentukan konsentrasi sesungguhnya dari senyawa ini yang lebih tinggi dari pada yang ditunjukkan kromatogram massa m/z 191, minyak ini juga memiliki komponen senyawa yang penting yang ditunjukan dari sterane in/z 217. Kelompok minyak ini dapat dibedakan dari kelompok yang lainnya dengan mudah oleh HCA (Gambar 3) tapi hanya berbeda sedikit dengan minyak deltaik. Minyak tipe ini ditemukan di Cekungan Sumatera Selatan, Natuna Barat, Cekungan Jawa, tipe minyak mentah resinific sebelumnya telah pernah dilaporkan oleh Van Aarsen. et al.7 yaitu Cekungan Sumatera selatan dan Cekungan Prabumulih juga telah dilaporkan. Minyak yang kaya dengan oleanane Pengelompokan menurut kandungan oleanane dimaksudkan untuk menunjukkan minyak yang berasal dari minyak darat kerogen tipe 111. Minyak ini ditandai dengan kelimpahan triterpanes terrigenous. konsentrasi
2005 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., April 2005, Vol. 11, No. 1
Gambar 3. Dendogram dari 192 minyak bumi yang dihasilkan dari analysis clustering dengan menggunakan 22 variabel geokimia
oleananenya melebihi hopone (Gambar 2E), kelompok minyak ini hanya ditunjukkan dari enam sampel, lima diantaranya minyak terbiodegradasi dan yang keenam. dalam keadaan kondensat. Oleanane lebih resistan terhadap biodegradasi daripada hopane sehingga rasio oleanane terhadap hopane semakin tinggi. Minyak bumi asal Riau Dari pembahasan sebelumnya telah ditentukan hal penting bahwa Cekungan minyak yang ada di Sumatera sangat komplek dan menghasilkan tipe yang berbeda-beda hal ini akibat dari asal-usul 2005 FMIPA Universitas Lampung
batuan sumbernya, pengolahan statistik minyak asal Riau yang dalam peta perminyakan disebut Cekungan Sumatra Tengah telah dilakukan, haslinya dapat dilihat pada dendogram (Gambar 4A) dan daerah geografi dan tipe minyak yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 4B. Sebagaimana ditunjukkan ada 2 kelompok pada diagram Muster Gambar 4A, satu menunjukkan minyak terrestrial dan yang lainnya minyak lacustrine, dengan catatan mengganti salah satu variable dengan hicadinane sudah dapat menyimpulkan keberadaan tipe resinilik. Minyak asal Riau memiliki anomaly dan 57
E. M.Tamboesai…Geokimia Sistem Minyak Bumi
merupakan keajaiban alam karena kematangannya yang relatif cepat dan tidak menunjukkan korelasi yang dekat dengan minyak darat (0,5). Akan tetapi beberapa ladang minyak di Riau juga nienifliki tipe rninyak lerrestrial yaitu Panduk, Merbau. Panimdan Dammar. Batuan sumber minyak darat ini telah di laporkan5. Pembagian berdasarkan karakter geokimia sebelumnya telah dilaporkan. Katz dan Mertaill8 menunjukkan semua varias] dari karakter geokimia dani minyak yang ada di Cekungan Sumatera Tengah (Riau) seperti ladang minyak Pematang menunjukkan air kirmanya berbeda dengan subcekungan lainnya. Walaupun perbedaan air kimia dapat menjelaskan perbedaan yang terlihat dalam farnili lacustrine tetapi variasi ini ticlak dapat menjelaskan tingkat perbedaan antara lacastrine clan terrestrial, sebagaimana Robinson5 meyakini bahwa minyak darat berasal dari batuan sumber yang terdeposit dipinggir danau, dimana sebagian besar kerogen tipe clarat lebih terdeposit dengan tambahan seclikit algae lacustrine kerogen. Lingkungan pengendapan yang sama juga menginclikasikan batuan sumber tipe minyak darat di Cekungan Swriatera selatan. Kelompok tipe lacustrine dapat dibagi figa subgroup yaltu lacustrine tipe A ditemukan di Sumatera Tengah (ladang minyak Minas Riau) dan Cekungan Sunda. Tipe B, juga ditemukan di Cekungan Sumatera Tengah yang kejadianya sama dengan Cekungan Sumatera Selatan dan tipe C yang di temukan di Cekungan Sumatera Selatan yang memiliki kejadiannya sama dengan Cekungan Sumatera Tengah dan Cekungan Ombilin. Penelitian yang lengkap pada lacustrine tipe A seperti minyak dari Cekungan Sunda dengan analisis SIM atau MRM
58
menunjukkan adanya botrycoccane. Botrycoccane merupakan indikator minyak lacustrine yaitu minyak yang berasal dari biomarker Botrycoccus yang terdeposit pada lingkungan danau atau payau dengan air tipe minyak ini hanya ditemukan ditiga tempat di dunia yaitu Sumatera Tengah (Minas Riau) Cekungan Australia Barat dan Mayoming Cina. Adanya kesamaan data genetik biomarker botrycoccane dari Cekungan minyak Sunda tersebut menyebabkan korelasi korelasinya yang sangat dekat (0.9) dengan minyak Sumatera (Minas). Ini menunjukkan tipe kerogen lacustrine yang sama didalam batuan sumbernya Botryococcane ini diperoleh dari biomarker Brauni, algae botricoccus brauni pada kondisi air tawar (Gambar 4). Lacustrine tipe B diperoleh dari kerogen lacustrine yang berbeda sehingga hanya memiliki korelasi dengan lacustrine tipe A. biasanya yang dominan pada kerogen adalah pediastrume algae. Minyak lacustrine tipe B ini memiliki kriteria geokimia yaitu rendahnya nilai rasio gamma serane/hopane. Biasanya lingkungan pengendapan lacustrine tipe B mempunyai salinitas yang tinggi. Lacustrine tipe C mempunyai kontribusi material organik tipe darat yang lebih besar, ini merupakan turunan dari campuran lacustrine darat, contohnya adalah minyak yang berasal dari Cekungan Sumatera Selatan dimana minyak tipe ini sama dengan tipe II. Secara geografi lacustrine tipe B terletak antara minyak darat dan minyak lacustrine. KESIMPULAN Interpretasi data geokimia yang diperoleh dari analisis lebih kurang 200 sampel minyak bumi dari 19 Cekungan sedimen di Indonesia telah menunjukkan
2005 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., April 2005, Vol. 11, No. 1
Gambar 4. Dendogram minyak bumi Sumatera Tengah, Selatan dan cekungan sunda
identifikasi sejumlah sistem perminyakan. Pembagian daerah geografi sistem yang berbeda tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1. Sistem minyak akuatik dan minyak darat keduanya terdapat di Indonesia bagian Barat. Sedangkan di Indonesia bagian Timur ditemukan tiga sistem utama minyak bumi tertiary marine carbonate, mesozoic marine carbonat dan mesozoit marine silicloclastic. Dengan mengacu kepada sistem perminyakan sebelumnya yang dibuat oleh Robinson 1987, perubahan sistem perminyakan juga dapat terjadi misalnya lacustrine pada Cekungan Sumatera Selatan. Perkiraan adanya sistem lacustrine juga terjadi pada Cekungan Barito, sedangkan sistem minyak Marine di temukan di cekungan Natuna bagian timur.
2005 FMIPA Universitas Lampung
DAFTAR PUSTAKA 1. Demasion, G., and Huizinga, B.J., 1991. Genetic clasification of petroleum system. Buletin AAPG. 75, 1626-1643. 2. Moldowan J.M, and Seifert. W.K, 1978. Relationships between petroleum composition and depositonial environment of petroleum source rock. American Association of petroleum Geologist Bulletin, Vol. 69, p.1255-1268. 3. Derenne, S., Largeau, C., Casadevall, E., Tegelar, E.W., and de leeuw, J.W., 1988, Relationships between algae coals and resistant cell wall polymers of extant algae as revealed
59
E. M.Tamboesai…Geokimia Sistem Minyak Bumi
by Py-GC-MS. Fuel Technol., 20, 93-101.
Process
4. Dzou, L.I.P., and Hughes, W.B., 1993, Geochemistry of oils and condensates, K Field, offshore Taiwan case study in migration fractination. Organic Geochemistry. 20, 437-462. 5. Robinson, K.M, 1987, An overview of source rock and oils in indonesia. In Proceeding Indonesia Petroleum Assoc. Sixteenh Annual Convention Jakarta 211-256. IPA. 6. Grantham, P.J., Posthuma, J., and Baak, A., 1983. Triterpanes in a number of far eastern crude oils. In :
60
advances in organic geochemistry 1981 (M. Bjoroy et al., ads) J. Wiley and Sons. New York, p. 675-683. 7. Van Arsen, B.G.K., Cox, H.C., Hoogendoorn. P., and de Leeuw, J.W., 1990, A cadinane biopolymer in fossil and extand resins as a source for candinanes and bicadinanes in crude oils from south east Asia. Geochim. Cosmochim. Acta, 54, 3012-3-31. 8. Katz, B.J., and Mertani, B., 1989. Petroleum System of Central Sumatra In : Proeeding of the indonesia Petroleum Association, 16, 685-695.
2005 FMIPA Universitas Lampung