30
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Umum Perumahan JGC dilengkapi berbagai fasilitas seperti shopping mall, hypermarket, pasar modern, shopping arcade, club house, international medical center, hotel dan resort, internasional school, sport centre, serta residential area. Pembuatan taman lingkungan di Perumahan JGC bertujuan tidak hanya sebagai salah satu fasilitas umum warga perumahan JGC saja, melainkan juga sebagai bagian ruang terbuka kota yang dapat dinikmati oleh masyarakat Kota Jakarta Timur. Desain taman telah memasuki tahap konsep saat proses magang dimulai. Proyek Taman Lingkungan di Perumahan Jakarta Garden City merupakan proyek penunjukan langsung melalui rekomendasi rekanan kontraktor. Waktu yang dibutuhkan dalam proyek ini sesuai dengan surat perintah kerja adalah delapan minggu kalender, dimulai dari 21 Februari sampai 20 April 2011. Namun, adanya beberapa perubahan teknis dari pihak klien, maka waktu pengerjaan menjadi bertambah beberapa minggu. Penerimaan Proyek (Project Acceptance)
Penunjukan langsung (Rekomendasi rekanan)
Riset dan Analisis (Research and Analysis)
Site visit Design research studies Interview
Konsep (Concept Plan)
Pengembangan Desain (Design Development)
Gambar Konstruksi (Construction Drawing)
Concept design Landscape strategy Landscape plan
Landscape plan Dimension and material plan Planting plan – trees Planting plan – shrubs and groundcover
Detail konstruksi hardscape
Gambar 9. Proses Desain Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
31
5.2 Hasil 5.2.1 Penerimaan Proyek Tahap awal dari proses desain adalah penerimaan proposal proyek baik dari arsitek lanskap maupun klien. Pada pertemuan pertama antara kedua pihak, klien menyampaikan keinginan dan persyaratan general/umum dan arsitek lanskap menyampaikan proposal tertulis yang lebih detail tentang servis, produk, dan biaya servis (Lampiran 1). Pada proyek Taman Lingkungan JGC, klien menyampaikan visi dan misi JGC serta keinginan desain Taman Lingkungan JGC yang mencakup nursery, area parkir, dan hutan mini. Arsitek lanskap menyampaikan lingkup pekerjaan area desain dan tahap pekerjaan. Area tersebut meliputi: (1) area entry dan visitor centre, (2) pedestrian, jogging track, bicycle track, (3) area koleksi tanaman dan lapangan rumput, (4) area permainan dan sarana untuk beraktivitas lainnya, (5) area kegiatan pasif dan amenities, dan (6) area pendukung taman seperti fasilitas parkir dan kuliner. Tahap pekerjaan perencanaan lanskap meliputi kegiatan studio dan koordinasi dengan berbagai pihak. 5.2.2 Riset dan Analisis Tahap ini berkaitan dengan inventarisasi dan analisis. Inventarisasi dilakukan OZ melalui wawancara, studi pustaka dan survei lapang (Tabel 5). Pada proyek Taman Lingkungan JGC, data awal tentang tapak yang didapatkan dari klien meliputi baseplan dan acuan desain. Gambar baseplan awal yang berasal dari klien berisi batas desain pada tapak lengkap dengan tata letak infrastruktur perumahan Jakarta Garden City. Gambar baseplan JGC berasal dari architecture consultant yang ditunjuk oleh klien. Gambar tersebut berguna bagi OZ sebagai bahan pengamatan kondisi tapak dan bahan pengecekan secara langsung dengan lokasi tapak sebenarnya. Pada tahap ini, juga dilakukan pengambilan foto kondisi lokasi. Acuan desain yang diberikan oleh klien digunakan OZ sebagai bahan analisis pembuatan konsep desain. Pembuatan konsep sebagai bentuk hasil riset dan analisis Taman Lingkungan JGC dilakukan oleh konseptor sekaligus direktur utama OZ.
32
Tabel 5. Inventarisasi Taman Lingkungan JGC Aspek Fisik Batas taman - Utara - Timur - Selatan - Barat Luas taman Iklim - Kelembaban Udara - Suhu - Curah Hujan Tata guna lahan tapak dan sekitar tapak Aksesibilitas Sosial Pengguna tapak
Hasil Inventarisasi
Ruko Club house dan Residential house Residential house Apartemen 6.964 m² Rata-rata 77.67 % Rata-rata 27 °C Rata-rata 2000 mm Jalan dan area perumahan
Produk
Peta lokasi, baseplan JGC, luas dan batas wilayah
Deskripsi Baseplan JGC dan foto udara tapak Peta lokasi dan baseplan JGC
Dekat gerbang utama
Warga JGC dan masyarakat umum
Deskripsi
(sumber: Oemardi_Zain, 2011) Taman Lingkungan JGC seluas 6.964 m² atau 0,6 hektar terletak di Kompleks Jakarta Garden City, Kecamatan Cakung, Kelurahan Cakung Timur, Jakarta Timur. Kondisi tapak saat proses inventarisasi dalam keadaan kosong, hanya berupa hamparan tanah (Gambar 10, 11 dan 12). Permukaan tanah merupakan tanah urugan yang ditinggikan sekitar 1,5 meter dan sebagai informasi tambahan, keseluruhan area JGC memiliki ketinggian 5-7 meter di atas permukaan air laut. [
Apartement
Ruko
Taman Lingkungan JGC Master plan JGC
Residential house
Club house Tanpa skala
Gambar 10. Batas Tapak Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
33
1
2 3
6
5
4
Tanpa skala
Gambar 11. Foto Udara Tapak (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
Gambar 12. Foto Kondisi Eksisting Tapak (sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011) Keadaan iklim diambil melalui data sekunder, yakni berdasarkan informasi dari keadaan iklim Jakarta Timur berupa kelembaban udara, arah angin, suhu udara, dan curah hujan rata-rata. Kelembaban udara rata-rata 77.67 persen. Arah angin pada bulan Januari-Maret ke arah utara, April-September ke arah timur laut dan Oktober-Desember ke arah Barat. Beriklim panas dengan suhu rata-rata sepanjang tahun sekitar 27° C. Curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun sampai dengan maksimum bulan Januari.
34
Kelembaban di lokasi Taman Lingkungan JGC cukup tinggi sehingga dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Untuk menciptakan kondisi yang nyaman, maka desain taman akan didominasi oleh pepohonan yang disesuaikan konsep vegetasi pada Taman Lingkungan JGC. Penempatan tanaman penghalang juga mempertimbangkan terhadap lokasi tapak yang bersebelahan dengan jalur jalan agar dapat mengurangi suara bising kendaraan. Selain itu, penempatan pohon peneduh juga memperhatikan arah matahari agar dapat memberikan efek pencahayaan dan bayangan yang cukup untuk menaungi pengunjung di dalam tapak. Pertimbangan arah matahari juga digunakan dalam peletakkan fasilitas entertainment area seperti sarana olahraga basketball 3on3 court agar tidak berhadapan langsung dengan arah sinar matahari. Lahan yang digunakan untuk kawasan perumahan JGC awalnya adalah area permukiman dan area terbuka yang meliputi lahan kosong, lahan persawahan serta lahan perkebunan. Tata guna lahan di sekitar Taman Lingkungan JGC sebagian besar dijadikan sebagai kawasan perumahan. Lokasi Taman Lingkungan JGC berdekatan dengan gerbang utama dan dilalui oleh jalur jalan utama sehingga aksesibilitas Taman Lingkungan JGC tergolong strategis. Umumnya masyarakat kompleks JGC menggunakan sarana kendaraan pribadi sehingga pada taman disediakan area parkir kendaraan, baik untuk sepeda, motor, maupun mobil. Kemudahan akses didukung dengan pembagian sirkulasi dalam tapak. Sirkulasi dalam tapak dirancang menjadi tiga bagian, yaitu sirkulasi driveway, jogging track, dan circulation path. Pengguna tapak dapat berasal dari warga perumahan JGC dan masyarakat umum. Pengguna tapak juga dapat berasal dari berbagai golongan dan usia sehingga taman dirancang untuk dapat menarik minat masyarakat dengan mengakomodasi keinginan dan harapan dari penggunanya. 5.2.3 Konsep Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari analisis dan sintesis. Tahapan ini merupakan tahapan untuk mengeksplorasi ide-ide desain yang akan dibuat. Konsep awal desain Taman Lingkungan JGC dibuat oleh direktur OZ sebagai konseptor utama kemudian dikembangkan dan diterjemahkan bersama oleh project manager beserta tim.
35
5.2.3.1 Konsep Umum Konsep umum dari proyek Taman Lingkungan JGC adalah mewujudkan hutan kota mini yang nyaman dan fungsional. Konsep ini dipilih atas keinginan klien sebagai wujud dari salah satu program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan terhadap masyarakat Kota Jakarta Timur dan juga disesuaikan dengan tema Kompleks JGC, yaitu hunian alam yang berpadu dengan hijaunya alam. Konsep ini juga diawali dari dasar pemikiran desain taman sebagai wadah untuk konservasi, rekreasi, dan edukasi. Dasar pemikiran desain taman sebagai wadah untuk konservasi mencakup tiga poin, sebagai berikut: 1. wahana konservasi alam secara in-situ maupun eks-situ. Konservasi alam diwujudkan melalui penanaman tanaman langka (endangered plant) dan tanaman lokal (indegeneous plant), 2. kumpulan tegakan pohon yang berfungsi sebagai ameliorasi iklim mikro dan sekaligus berfungsi sebagai tempat habitat satwa liar, dan 3. koleksi tanaman memberi kontribusi pada perbaikan aerasi tanah, pengikat air dan udara menuju lingkungan yang sehat. Dasar pemikiran desain taman sebagai wadah rekreasi mencakup dua poin, sebagai berikut: a. mewadahi berbagai aktivitas ruang luar berwawasan lingkungan, kesehatan, pendidikan dan sosial. Sarana yang terdapat di taman dapat memotivasi pengguna untuk beraktivitas di luar ruangan (outdoor) sehingga pengguna dapat menjadi lebih sehat, dan melakukan interaksi, b. menyediakan sarana yang dapat digunakan sebagai aktivitas rekreasi dari berbagai jenjang umur. Dasar pemikiran desain taman sebagai wadah edukasi mencakup tiga poin, sebagai berikut: 1. cakrawala pengetahuan diperluas dengan belajar dari alam, 2. arboretum, tanaman buah (orchard) dan lapangan menjadi sarana untuk aktivitas luar ruang sebagai penunjang proses belajar, dan 3. pengembangan kecerdasan (multiple intelligent) melalui pengenalan terhadap hewan dan tumbuhan.
36
5.2.3.2 Konsep Desain Konsep desain berasal dari bentuk sel daun (Gambar 13). Di dalam sel daun terdapat organel kloroplas yang berperan penting dalam proses fotosintesis untuk mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Proses fotosintesis berkaitan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan hidup tanaman. Serupa dengan hal tersebut, sel-sel di dalam tubuh manusia juga terus tumbuh dan berkembang. Dengan pertumbuhan dan perkembangan sel, diharapkan di dalam tubuh manusia yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Struktur organel kloroplas di dalam sel daun merupakan kombinasi yang sangat rapi. Struktur ini terdiri dari tiga lapisan membran; membran luar, membran dalam yang disebut stroma, dan membran tilakoid. Stroma merupakan cairan yang agak kental, dan didalamnya terdapat lipatan membran tilakoid yang sangat intensif membentuk tumpukan piringan dalam satu cluster yang disebut granum. Di dalam tumpukan tilakoid (granum), terdapat pigmen tumbuhan yang menangkap energi cahaya menjadi energi kimia. Bagian dalam tilakoid disebut lokulus. Tilakoid yang menghubungkan antar grana disebut fret. Pola jalinan tilakoid di dalam stroma pada sel daun diwujudkan sebagai jalur pedestrian, sedangkan granum diwujudkan sebagai base pada penataan zoning.
Gambar 13. Konsep Desain Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
37
5.2.3.3 Konsep Ruang Konsep ruang membagi tapak ke dalam beberapa ruang, yaitu: entrance area, entertainment area, arboretum, open lawn, dan parking area (Gambar 14). Entrance area merupakan area penerimaan yang terdiri dari plaza dan visitor centre. Entertainment area merupakan area untuk aktivitas yang menyenangkan, terdiri dari jogging track, basketball 3on3 court, children playground, reflexiology path dan circulation path untuk pejalan kaki sebagai akses shortcut untuk melintasi taman. Arboretum merupakan area kumpulan tegakan pohon. Open lawn merupakan area terbuka. Parking area merupakan area pemberhentian sementara untuk kendaraan. Pembagian ruang juga disesuaikan dengan konsep umum hutan kota mini sebagai wadah konservasi, rekreasi, dan edukasi. Wadah konservasi diwujudkan dalam ruang arboretum, sedangkan wadah rekreasi dan edukasi diwujudkan dalam entertainment area dan lawn area.
Entrance area Entertainment area Arboretum Open lawn Parking area
Gambar 14. Konsep Ruang Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain, 2011) 5.2.3.4 Landscape Strategy Landscape strategy merupakan strategi yang digunakan OZ untuk mengembangkan berbagai ide dalam mendesain tapak yang terdiri dari planting strategy dan material strategy. Landscape strategy berguna bagi klien untuk memahami gambaran awal tentang penggunaan material dan tanaman yang akan digunakan dalam proses desain. Planting strategy merupakan konsep pemilihan tanaman (Gambar 15 dan 16). Penataan ruang hijau yang tepat sangat menentukan
38
keberhasilan suatu area dalam merepresentasikan fungsinya. Oleh karena itu, pada proses desain Taman Lingkungan JGC, pemilihan tanaman diutamakan pada jenis pohon yang dapat mewujudkan konsep hutan kota mini, seperti bertajuk lebar, memberikan naungan, serta dapat menjadi tempat hidup satwa burung. Secara umum, komposisi tanaman yang digunakan terdiri dari tegakan pohon, semak, tanaman penutup tanah (ground cover), dan rumput. Pohon yang digunakan terdiri dari 26 jenis (Tabel 6). Pembagian kategori pohon dibagi menjadi empat tipe berdasarkan ciri khas yang dimilikinya, yaitu: 1. tanaman kayu (timber trees) Pengelompokkan kategori pohon yang berfungsi sebagai tanaman penaung, memiliki batang kayu, dan bentuk tajuk rimbun. 2. tanaman obat/rempah (medicinal/spice trees) Pengelompokkan kategori pohon yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. 3. tanaman buah (orchard trees) Pengelompokkan kategori pohon yang dapat menghasilkan buah. 4. tanaman langka dan lokal (endangered & indigeneous trees) Pengelompokkan kategori pohon yang bertujuan untuk melestarikan spesies tanaman langka dari kepunahan sekaligus meningkatkan nilai tanaman lokal. Kesesuaian dengan iklim setempat dan ketahanan hidup yang tinggi merupakan salah satu nilai lebih penggunaan tanaman lokal dalam desain lanskap. Selain itu, tanaman pendukung lainnya juga dipergunakan untuk menambah keserasian dan keharmonisan dalam komposisi tanaman.
Orchard Trees Medicinal/Spice Trees Timber Trees Endangered/Indigeneous Trees
Gambar 15. Planting Strategy - Trees (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
39
Ginger Garden Jasmine Garden
Lilies Garden Heliconias Fern Garden Herb Garden
Gambar 16. Planting Strategy - Shrubs (sumber: Oemardi_Zain, 2011) Tabel 6. Jenis Pohon yang Diajukan pada Planting Strategy NO
NAMA LATIN
NAMA LOKAL
O
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Achras zapota Agathis alba Araucaria heterophylla Albizzia falcataria Antidesma reticulata Canarium spp. Cassia siamea Pinus merkusii Cinnamomum burmanii Dalbergia latifolia Diospyros celebica Diospyros phillipinensis Eugenia jambos Eusideroxylon zwageri Ficus benjamina Ficus microcarpa Manilkara kauki Melaleuca sp. Bouea macrophylla Myristica fragrans Palaquium sp. Samanea saman Stelechcarpus burahol Swietenia macrophylla Swietenia mahagoni Syzigium aromaticum
Sawo manila Damar Cemara Norfolk Sengon Buni Kenari Johar Pinus Kayu manis Sonokeling Ebony Bisbul Jambu Mawar Kayu Besi Beringin Banyan Sawo Kecik Kayu putih Gandaria Pala Nyatoh Trembesi Kepel Mahoni Mahoni Cengkeh
v
Keterangan: O: Orchard trees,
S./M.
T.
E./I
v v v v v v v v v v v
v v v v v
v
v v
v v v v v
v v v v
S./M.: Spice/Medicinal trees, T: Timber trees, E./I.: Endangered/Indigeneous trees
(sumber: Oemardi_Zain, 2011)
40
Material strategy merupakan konsep desain penciptaan rupa bentuk material (site furniture) yang dipergunakan dan penataannya (Gambar 17). Konsep tersebut tidak hanya mempertimbangkan dari segi fungsional saja, namun juga dari segi estetika. Pemilihan dan penataan material dapat membentuk suasana kawasan yang ingin diciptakan. Contohnya yaitu konsep desain berupa sel daun yang juga ditunjang oleh desain fasilitas kursi dan signage dengan bentuk menyerupai daun. Strategi penempatan fasilitas juga mempertimbangkan kemudahan penjangkauan dan pemeliharaannya.
Fasilitas rekreasi
Kursi
Signage
Papan informasi
Gambar 17. Material Strategy (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
41
5.2.3.5 Landscape Plan Landscape plan pada tahap konsep merupakan gambar denah lanskap keseluruhan yang diajukan. Landscape plan juga dilengkapi dengan ilustrasi gambar tapak secara tiga dimensi (Gambar 18 dan 19). Gambar ilustrasi merupakan visualisasi perspektif yang dapat mendukung tampilan dan membantu menjelaskan gambaran dari bentuk desain.
Gambar 18. Landscape Plan Taman Lingkungan JGC pada Tahap Konsep (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
Gambar 19. 3D Illustrative Landscape Plan pada Tahap Konsep (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
42
5.2.4 Pengembangan Desain Tahap pengembangan desain dilakukan setelah konsep desain yang diajukan disetujui oleh pihak klien. Pada proyek desain Taman Lingkungan JGC, tahap pengembangan desain meliputi gambar landscape plan, material and dimension plan, planting plan (trees, shrubs and groundcover), dan section. 5.2.4.1 Landscape Plan Landscape
plan
desain
Taman
Lingkungan
JGC
pada
tahap
pengembangan desain (Gambar 20) mengalami perubahan dari landscape plan yang diajukan pada tahap konsep (lihat kembali Gambar 18). Perubahan tersebut terkait dengan keinginan klien. Konsep awal untuk mewujudkan hutan kota mini masih tetap digunakan, hanya terdapat perpindahan ruang parkir untuk memisahkan alur masuk dan keluar kendaraan. Selama tahap pengembangan desain, landscape plan Taman Lingkungan JGC juga mengalami revisi (Gambar 21). Revisi terjadi pada pengurangan rute jogging track yang dirancang, dan eliminasi beberapa entertainment area. Pengurangan rute jogging track disebabkan oleh permintaan klien yang ingin menyisakan sebagian tapak untuk pengembangan berikutnya, sedangkan eliminasi entertainment area dilakukan untuk mengurangi biaya. Gambar landscape plan Taman Lingkungan JGC lebih lengkap disajikan pada Lampiran 4, 5 dan 6. Hasil landscape plan Taman Lingkungan JGC juga ditunjang dengan gambaran/ilustrasi dalam bentuk 3D sebagai visualisasi perspektif yang dapat mendukung tampilan desain (Gambar 22 dan 23).
43
Gambar 20. Landscape Plan Taman Lingkungan JGC pada Tahap Pengembangan Desain (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
Pengurangan rute jogging track
Gambar 21. Landscape Plan Revisi Taman Lingkungan JGC pada Tahap Pengembangan Desain (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
Gambar 22. 3D Illustrative Landscape Plan Taman Lingkungan JGC pada Tahap Pengembangan Desain (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
44
Gambar 23. 3D Illustrative Landscape Plan Taman Lingkungan JGC pada Tahap Pengembangan Desain (sumber: Oemardi_Zain, 2011) 5.2.4.2 Material and Dimension Plan Material and Dimension Plan termasuk dalam proses design development yang berhubungan dengan elemen hardscape yang ada dalam desain. Material and Dimension Plan menginformasikan dimensi dan jenis material yang
45
digunakan (Lampiran 7, 8, dan 9). Rencana penggunaaan material tidak mengalami perubahan dari material strategy (lihat kembali Gambar 17). Selain itu, gambar material and dimension plan juga menginformasikan tentang perbedaan ketinggian, seperti: FFL (Finish Floor Level) menunjukkan ketinggian dari perkerasan; FGL (Finish Ground Level) menujukkan ketinggian dari ground/tanah; TOR (Top Of Railing) menunjukan ketinggian dari pagar pembatas kawasan/tapak; TOS (Top Of Signage) menunjukkan ketinggian dari signage yang didesain; dan TOW (Top Of Wall) menunjukkan ketinggian dari perkerasan tembok. Taman Lingkungan JGC memiliki bentuk permukaan yang datar. Tapak yang datar memudahkan dalam peletakan fasilitas yang diinginkan. Namun kawasan dengan permukaan yang datar harus didesain dengan menarik agar tidak menimbulkan kebosanan akibat kemonotonan level lahan. Oleh karena itu, pada Taman Lingkungan JGC, pola jalur pergerakan dibuat meliuk untuk mencegah kemonotonan. Jalur pergerakan di dalam tapak dibagi atas jalur jogging track, circulation path dan driveway (Gambar 24). Jogging track merupakan jalur khusus aktivitas olahraga jogging, circulation path merupakan jalur pejalan kaki sebagai akses shortcut untuk melintasi area taman, dan driveway merupakan jalur kendaraan. Jalur jogging track dan circulation path didesain meliuk menyerupai jalinan pola tilakoid pada sel daun untuk menciptakan kesan petualangan dan mendapatkan jarak tempuh yang lebih panjang dengan memaksimalkan ruang.
Jogging track Circulation path Driveway
Gambar 24. Sirkulasi pada Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
46
5.2.4.3 Planting Plan Planting plan merupakan bagian dari tahap design development yang berkaitan dengan elemen softscape. Planting plan menginformasikan denah tanaman, jenis tanaman (planting list) dan panel gambar tanaman yang dipergunakan (planting pallete). Planting plan dibagi menjadi dua bagian yaitu planting plan – trees, dan planting plan – shrubs and groundcover. Rencana penanaman pohon dan semak masih mengutamakan tanaman yang telah diajukan sebelumnya pada tahap konsep pemilihan tanaman (landscape strategy) yaitu sebagai hutan kota yang berfungsi konservasi, edukasi, dan rekreasi. Planting plan Taman Lingkungan JGC sebagian besar didominasi oleh pepohonan. Beberapa jenis pohon diantaranya merupakan tanaman lokal, dan tanaman yang tergolong langka. Secara umum, kategori planting plan trees pada tahap pengembangan desain tidak banyak mengalami perubahan dari planting strategy pada tahap konsep. Planting plan-trees (Gambar 25) pada tahap pengembangan desain terdiri dari kategori flower trees, orchard trees, timber trees, medicinal/spice trees, sedangkan planting strategy-trees (lihat kembali Gambar 15) pada tahap konsep terdiri dari kategori endangered/indigeneous trees, orchard trees, timber trees, dan medicinal/spice trees. Pohon-pohon yang termasuk dalam kategori endangered/indigeneous trees pada tahap konsep dimasukkan ke dalam kategori timber trees pada tahap pengembangan desain. Secara umum, jenis pohon yang digunakan adalah pohon yang bertajuk lebar dan berbatang kayu untuk mendukung konsep hutan kota. Gambar planting plan-trees lebih lengkap disajikan pada Lampiran 10, 11, 12, 13 dan 14. Kategori pohon pertama adalah flower trees. Contoh tanaman yang masuk dalam kategori ini adalah Pohon Bungur (Lagerstomia floribunda) dan Pohon Cempaka Kuning (Michelia champaca). Pohon Bungur diletakkan di sekitar area parkir, memiliki bunga yang menarik yang berfungsi estetik sehingga kawasan parkir tampak lebih berwarna dan indah. Pohon Cempaka Kuning diletakkan di selatan tapak berdekatan dengan pintu masuk gerbang utama taman. Penggunaan pohon ini dapat menambah nilai estetika kepada pengunjung ketika akan memasuki area taman (entrance area) dan berfungsi sebagai penghalus dari perkerasan yang ada.
47
Kategori pohon kedua adalah orchard trees. Contoh tanaman yang termasuk dalam kategori ini adalah Pohon Jambu Mawar (Euginia jamboos), dan Pohon Sawo Kecik (Manilkara kauki). Tanaman Sawo Kecik terdapat di sekitar rute jogging track dan di sekitar lawn area. Kategori tanaman ini dapat menarik kehadiran satwa burung. Kedatangan burung-burung ini dapat menjadi atraksi tersendiri bagi pengunjung sehingga fungsi rekreasi dapat tercapai. Kategori pohon ketiga adalah timber trees. Contoh tanaman yang termasuk dalam kategori ini adalah Biola Cantik (Ficus lyrata), Kiara Payung (Felicium decipiens), Pohon Mahoni (Swietenia mahagony), dan Asam Jawa (Tamarindus indica). Barisan Pohon Mahoni dan Pohon Asam Jawa diletakkan di sekitar area parkir dan di sekitar sirkulasi jogging track dan circulation path. Pohon Mahoni dan Asam Jawa disusun bersama dengan Pohon Sengon dan Trembesi yang memiliki tajuk lebar sehingga dapat menyaring sinar matahari yang masuk ke taman dan dapat menjadi peneduh bagi pengunjung yang berjalan atau beristirahat dibawahnya. Beberapa tanaman yang termasuk dalam kategori ini juga merupakan tanaman langka dan lokal, seperti Pohon Gandaria (Bouea macrophylla) dan Pohon Nyatoh (Palaquium sp.). Penggunaan tanaman langka merupakan perwujudan dari bentuk konservasi. Kategori pohon keempat adalah medicinal/spice trees. Contoh tanaman yang termasuk dalam kategori ini adalah Pohon Kayu Putih (Melaleuca sp.) dan Pohon Mindi (Melia azadarach). Tanaman- tanaman tersebut diletakkan di sekitar plaza visitor centre dan di dekat rute jogging track serta signage utama. Kategori tanaman ini dapat dijadikan sarana edukasi bagi pengunjung untuk mengenal khasiat dan kegunaan dari tanaman. Pada planting plan–shrubs di tahap konsep (Gambar 26), pembagian kategori
tanaman
berbeda
dengan
planting
strategy-shrubs
di
tahap
pengembangan desain (lihat kembali Gambar 16). Pada planting strategy-shrubs, tanaman dikategorikan menjadi enam tipe (ginger, jasmine, lilies, heliconias, fern, dan herb) tetapi pada planting plan– shrubs, tanaman dibagi menjadi tiga kategori yaitu border shrubs, hedge shrubs, dan special shrubs. Pembagian kategori shrubs berubah dari enam tipe menjadi tiga tipe untuk menyesuaikan dengan perubahan landscape plan. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak mempengaruhi perubahan
48
konsep umum untuk menciptakan hutan kota. Secara umum, jenis semak yang digunakan adalah tanaman yang umum digunakan dan mudah dalam pemeliharaannya. Gambar planting plan-shrubs lebih lengkap disajikan pada Lampiran 10, 11,12, 13 dan 14. Pada kategori border shrubs, tanaman yang digunakan adalah Ixora coccinea Red (Soka Merah), Hibiscus rosasinensis (Kembang Sepatu), dan Gardenia jasminoides (Kaca Piring). Tanaman Soka Merah dan Kembang Sepatu digunakan di sekeliling taman berdekatan dengan pagar. Tanaman tersebut berfungsi untuk membatasi area taman sehingga pengguna yang ingin memasuki taman harus melalui plaza. Tanaman Kaca Piring yang berjajar di sekitar tepi taman, tangga dan ramp dapat memberi kesan pengarah untuk memasuki area plaza, serta menghadirkan warna tersendiri dalam setiap langkah perjalanan. Tanaman Soka Merah, Kembang Sepatu, dan Kaca Piring digunakan karena mudah dibentuk dan dapat tumbuh dengan rapat. Pada kategori hedge shrubs, tanaman yang digunakan adalah Bakung Lele (Hymenocallis litorralis). Tanaman tersebut terdapat di pinggir daerah reflexiology path, serta di beberapa sisi jalur circulation path. Tanaman Bakung Lele digunakan karena dapat tumbuh dengan rapat dan memiliki bentuk dan warna bunga yang menarik. Tanaman yang dikategorikan dalam special shrubs adalah jenis tanaman yang dapat memberikan kesegaran dan menambah semarak melalui bentuk dan warna tanaman yang atraktif. Pada setiap seating area ditanam Cempaka Mulya (Michelia figo), dan Ophipogon (Ophiopogon jaburan). Pada sisi area plaza terdapat Musaenda (Musaenda luteola) dan Kemuning (Murraya paniculata) yang keduanya memiliki bunga yang berwarna putih, dan Pandan (Pandanus pygmaeus) yang memiliki bentuk daun yang panjang meruncing berwarna hijau di sisi tengahnya dan kuning di sepanjang sisinya. Penggunaan Kemuning dan Pandan secara bersamaan dapat memberikan semarak taman dengan gradasi ketinggian yang indah. Tanaman didesain secara massal (mass planting) untuk memperoleh hasil kesan yang dapat dinikmati secara maksimal serta sebagai salah satu ciri khas
49
desain Oemardi_Zain. Pengulangan tanaman dengan jenis yang sama dapat menimbulkan rasa jenuh, namun jika menggunakan variasi tanaman dengan jenis yang berlebihan akan membutuhkan pemeliharaan maksimum, meningkatkan biaya pemeliharaan dan merusak kesatuan desain. Oleh karena itu, pada Taman Lingkungan JGC, selain menggunakan beragam tanaman, pengulangan jenis tanaman juga dilakukan pada sisi yang lain hingga akan tercipta kesatuan dari desain.
Flower trees Orchard trees Timber trees Medicinal/spice trees
Gambar 25. Planting Plan - Trees (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
Special shrubs Hedge shrubs Border shrubs Lawn
Gambar 26. Planting Plan – Shrubs and Groundcover (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
50
5.2.4.4 Section Gambar potongan (section) atau gambar potongan tampak adalah gambar irisan baik melintang ataupun membujur dari suatu bentukan baik berupa bangunan atau lanskap. Untuk kawasan Taman Lingkungan JGC ini terdiri atas empat potongan (Gambar 27 dan 28). Gambar potongan A dan B memotong area entrance, untuk gambar potongan C dan D menginformasikan potongan area tengah taman. Keseluruhan gambar potongan memberikan informasi mengenai elevasi dan level tapak yang diperlukan sebagai referensi untuk konstruksi serta gambar ilustrasi lengkap dengan kegiatan yang dapat dilakukan.
C A
D
B
Gambar 27. Gambar Potongan Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
51
Gambar 28. Gambar Potongan Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain, 2011) 5.2.5 Gambar Konstruksi Tahap pembuatan gambar konstruksi merupakan tahap penggambaran informasi teknis dari hasil desain. Informasi teknis yang disajikan pada gambar konstruksi Taman Lingkungan JGC berupa gambar detail konstruksi hardscape. Selain itu, pada tahap ini, juga dilengkapi dengan pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Rencana Anggaran Biaya merupakan perhitungan biaya sebagai lanjutan dari Bill of Quantity (BOQ). Pada RAB terdiri dari kolom pekerjaan, spesifikasi, volume dan harga. Detail konstruksi hardscape menginformasikan jarak, ukuran dan jenis material. Penggambaran detail konstruksi berguna bagi pihak kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan lapang. Keseluruhan gambar ini dikerjakan dalam bentuk ekstensi CAD. Gambar detail konstruksi hardscape pada Taman Lingkungan JGC terdiri dari detail plaza (Lampiran 19, 20, 21, 22, dan 23), jogging track dan circulation path (Lampiran 24), reflexiology path (Lampiran 25 dan 26), signage (Lampiran 27, 28, dan 29), perimeter fence (Lampiran 30), dan bench (Lampiran 31, 32, 33 dan 34).
52
1. Plaza Plaza (Lampiran 19, 20, 21, 22, dan 23) didesain dengan menggunakan material pattern concrete ex.decon (dark grey dan light grey). Perbedaan warna material yang digunakan berfungsi untuk memecah kemonotonan pada plaza. Selain itu, kombinasi warna paving abu-abu muda dan tua merupakan warna yang dapat memberikan kesan alami sehingga kesatuan tema hutan kota dapat tercipta. Dari gerbang utama terdapat tangga dan ramp sebagai area drop zone yang langsung menghubungkan ke arah plaza. Finishing tangga dan ramp menggunakan dark grey pattern concrete. 2. Jogging track dan circulation path Sirkulasi terbagi menjadi dua, yaitu sirkulasi jogging track untuk berolahraga, dan sirkulasi circulation path (Lampiran 24), sebagai jalur pintas atau akses shortcut pejalan. Jalur circulation path dan jogging dirancang menggunakan wash aggregate (koral sikat) dengan diameter 3-5 mm berwarna pearl white. 3. Reflexiology path Jalan setapak untuk refleksi dirancang dengan empat tipe bentukan alur (Lampiran 25 dan 26). Alur pertama berupa tonjolan yang terdiri dari koral tumpul berdiameter antara 3-5 cm berwarna putih mutiara (pearl white) dan dipasang rapat. Alur kedua berupa blok-blok beton berukuran 30 mm dengan selang pemasangan berjarak 20 mm. Alur ketiga berupa kombinasi koral sikat antara batu kerakal tumpul berdiameter 30-50 mm yang dipasang renggang berwarna abu-abu dengan blok beton berukuran 30 x 500 mm yang dipasang secara berselang. Alur keempat berupa kombinasi koral sikat antara batu kerakal tumpul berdiameter 30-50 mm dipasang secara renggang berwarna abu-abu dengan batu pipih berdiameter 70-100 mm dipasang secara horizontal warna abu-abu. 4. Signage Signage menjadi pemberi informasi atau identitas penciri sebuah kawasan (Lampiran 27, 28, dan 29). Signage memberikan informasi kepada pengguna untuk kemudahan interaksi dengan ruang dan mencapai tujuan pergerakannya. Signage didesain menggunakan jenis tulisan arial dan bahan yang terbuat dari stainless steel dengan ketebalan 5 mm. Di bagian bawah signage terdapat
53
pondasi yang dilapisi coping batu andesit RTN ukuran 200 x 200 x 20 mm. Untuk menambah nilai estetika pada malam hari, maka diberikan efek cahaya dengan cara menambahkan up light. Hal ini membuat signage tidak hanya dapat dinikmati pada siang hari namun juga tampak indah pada malam hari. Intrepretation signage sebagai pemberi informasi atau interpretasi tanaman juga didesain menggunakan jenis huruf bertipe avant grade. 5. Pagar (Perimeter Fence) Pagar dirancang di sekeliling lokasi taman untuk membatasi area taman dengan area lainnya (Lampiran 30). Pagar didesain dari rangkaian besi RHS dan dicat menggunakan warna dark grey. Kolom pagar bagian atas dilapisi dengan batu andesit ukuran 300 x 150 mm dan bagian bawah final plaster halus menggunakan cat warna abu muda (merk Mowilex Pearl Grey E099). 6. Bangku Taman (Bench) Bangku taman terdiri dari beberapa alternatif tipe (Gambar 29). Alternatif tipe pertama bentuk bangku taman menggunakan kayu bangkirai yang dilengkapi dengan planter. Alternatif tipe kedua memiliki bentuk agak melengkung yang terbuat dari pasangan bata merah dan dilapisi dengan cat berwarna putih (Mowilex Off White B.S. 4046). Alternatif tipe ketiga merupakan bangku taman yang terbuat dari besi RHS 50 x 50 mm dan dicat berwarna putih. Alternatif tipe keempat memiliki bentuk menyerupai daun yang terbuat dari bahan kayu berukuran 60 x 120 mm dan bagian bawah plester halus dicat berwarna putih. Gambar bench lebih lengkap disajikan pada Lampiran 31, 32, 33, dan 34.
Gambar 29. Alternatif Bangku Taman (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
54
5.3 Proses Desain Dahl dan Molnar (2003) menyatakan bahwa proses desain merupakan suatu kegiatan berulang dan terus-menerus, bentuk dari sebuah keputusan atau aktivitas, dan dilakukan berurutan. Tiga prinsip utama proses desain yaitu memiliki tujuan, dapat dinikmati oleh siapa saja, dan memiliki keseimbangan antara kebutuhan fungsional dan estetika. Lebih jauh lagi, Ingels (1997) mengungkapkan bahwa berbeda dengan sebuah proses menghasilkan produk barang jadi, lanskap adalah proses yang memiliki perputaran atau sebuah daur siklus (Gambar 30). Harapan awal klien Keinginan dan keperluan
Proses lanskap
Lingkungan baru
awal klien
Harapan klien selanjutnya Keinginan dan keperluan
Proses lanskap
klien selanjutnya
Lingkungan baru selanjutnya Siklus berlanjut
Gambar 30. Alur Proses Desain Lanskap (sumber: Ingels, 2004) Proses desain yang dilakukan di OZ serupa dengan hal yang diungkapkan oleh Dahl dan Molnar (2003). Setiap proyek yang masuk ke konsultan, dikerjakan untuk menghasilkan desain yang bertujuan untuk memenuhi harapan klien, dapat dinikmati bersama dengan tetap memperhatikan antara keseimbangan fungsional dan estetis. Booth (1983) menyatakan bahwa proses desain umumnya memiliki tahaptahap antara lain penerimaan proyek, riset dan analisis, desain, gambar konstruksi, pelaksanaan, evaluasi setelah konstruksi serta pemeliharaan. Proses desain yang berlangsung di OZ pada dasarnya memiliki persamaan dengan teori yang dikemukakan oleh Booth. Persamaan tersebut terdapat pada tahap penerimaan proyek, riset dan analisis, dan gambar konstruksi. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada tahap konsep desain. Menurut Booth, konsep desain dan pengembangan desain termasuk ke dalam tahap desain, sedangkan di konsultan lanskap OZ,
55
konsep desain dan pengembangan desain merupakan tahapan yang terpisah (Gambar 31). Hal ini juga didukung oleh Sudrajat (2010), bahwa terdapat perbedaan terhadap istilah penamaan serta pemisahan tahapan antara teori Booth dengan konsultan Oemardi_Zain. Pada Booth, konsep desain masuk ke dalam tahap desain, sedangkan pada Oemardi_zain, tahapan konsep desain merupakan tahapan sendiri sebelum masuk ke tahap desain. Pemisahan tahapan antara konsep desain dan pengembangan desain tidak mempengaruhi proses desain. Tujuan pemisahan tahapan untuk memudahkan dalam pembayaran jasa desain. Secara umum, tertib acara pembayaran di OZ terdiri dari dua cara. Cara pertama, pembayaran menggunakan down payment sebesar 20% dari total biaya, pembayaran tahap konsep dan pengembangan desain sebesar 40% dari total biaya, serta tahap gambar kerja sebesar 40% dari total biaya. Cara kedua, tanpa menggunakan down payment. Pembayaran tahapan konsep dan pengembangan desain sebesar 40% dari total biaya, dan pembayaran 60% sisanya dilakukan setelah proses tahapan gambar kerja selesai. Pada proyek Taman Lingkungan JGC, tertib acara pembayaran menggunakan cara kedua (Tabel 7). Tabel 7. Tahap Pembayaran Proyek Taman Lingkungan JGC No Tahap Pembayaran Prosentase
Akumulasi
1
Konsep dan Pengembangan Desain
40%
40%
2
Gambar Konstruksi dan Dokumen Tender
60%
100%
(sumber: Oemardi Zain, 2011) Proses desain bervariasi pada setiap proyek. Keberhasilan dari proses desain
tergantung
kepada
pengamatan,
pengalaman,
pengetahuan,
dan
kemampuan dalam membuat keputusan yang baik, serta kreatifitas dan ide-ide yang inovatif yang dimiliki oleh seorang desainer. Faktor-faktor tersebut harus diintegrasikan ke dalam setiap tahapan proses desain. Apabila terdapat kekurangan atau ketidaklengkapan dari faktor yang dimiliki desainer dapat menyebabkan desain yang dihasilkan menjadi tidak sempurna.
56
Booth (1983)
Oemardi_Zain (2011)
Penerimaan Proyek (Project Acceptance)
Penerimaan Proyek (Project Acceptance)
Riset dan Analisis (Research and Analysis)
Riset dan Analisis (Research and Analysis)
Desain (Design)
Konsep (Concept Plan)
Concept design Landscape strategy Illustrative landscape plan
Pengembangan Desain (Design Development)
Landscape plan Illustrative landscape plan Dimension and material plan Planting plan – trees, shrubs, and groundcovers
Gambar Konstruksi (Construction Drawing)
Detail konstruksi hardscape
a.
b.
c. d.
e.
f. g. h.
Diagram fungsi ideal (ideal functional diagram), Diagram fungsi keterhubungan tapak (site-related functional diagram), Rencana konsep (concept plan) Studi tentang komposisi bentuk (form composition study) Desain awal (preliminary master plan), Rencana induk (master plan) Desain skematik (schematic design), Design development
Gambar Konstruksi (Construction Drawings)
Penunjukan langsung
Site visit Design research studies Interview
Gambar 31. Perbandingan Alur Proses Desain Booth dengan Proses Desain Taman Lingkungan JGC di OZ (sumber: Booth, 1983 dan Oemardi_Zain, 2011)
57
5.3.1 Penerimaan Proyek Tahapan penerimaan proyek merupakan tahapan paling awal dari proses desain. Pada tahap ini, terjadi kesepakatan antara konsultan dengan klien. Proyek Taman Lingkungan JGC diperoleh dari penunjukan langsung oleh klien melalui rekomendasi rekanan kontraktor. Setelah itu, OZ melakukan penyusunan proposal yang mencakup lingkup pekerjaan, waktu pelaksanaan, biaya (fee) desain JGC, dan nama-nama tim perancang (Lampiran 1). Setelah proposal disetujui oleh klien dengan tanda bukti berupa penandatanganan kontrak (Lampiran 2), OZ memulai proses desain secara resmi. Tahap penerimaan proyek di OZ memiliki pengertian yang sama dengan yang dikemukakan oleh Booth. Menurut Booth (1983), tahap pertama dalam proses desain adalah penerimaan proposal proyek dan kesepakatan oleh kedua pihak yaitu arsitek lanskap dan klien. Klien menjelaskan keinginannya kepada arsitek lanskap, kemudian terjadi kesepakatan diantara kedua belah pihak. Selanjutnya arsitek lanskap mempersiapkan proposal yang mencakup pelayanan, produk, dan biaya. Proyek yang diperoleh melalui penunjukan langsung merupakan bukti dari reputasi yang baik dari OZ. Kepuasan dari klien terdahulu menciptakan rekomendasi pada proyek-proyek selanjutnya agar ditangani oleh OZ. OZ selalu berusaha memberikan pelayanan yang terbaik, baik dari segi waktu, hasil, presentasi serta komunikasi yang baik dengan klien. Kepercayaan, reputasi dan koneksi yang baik sangat berperan dalam penerimaan proyek di OZ. 5.3.2 Riset dan Analisis Tahap inventarisasi tapak bertujuan untuk mengenal karakteristik tapak, masalah tapak dan potensi yang ada pada tapak. Tahap ini berkaitan dengan inventarisasi dan analisis. Inventarisasi dilakukan OZ melalui wawancara, studi pustaka dan survei lapang. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Booth (1983), bahwa pada tahap ini dilakukan persiapan rencana dasar, inventarisasi tapak (pengumpulan data) dan analisis (evaluasi), wawancara dengan pemilik (client), pembentukan program dan kunjungan langsung ke tapak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data mengenai proyek. Data yang dikumpulkan pada proyek Taman JGC meliputi peta awal (base plan), letak dan
58
luas, aksesibilitas, tata guna lahan, foto kondisi tapak, dan data iklim. Menurut Adriani (2011), semakin lengkap perolehan data maka semakin baik hasil proses desain. Kelengkapan peralatan yang dimiliki oleh perusahaan sangat membantu dalam tahap inventarisasi tapak. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dahl dan Molnar (2003), pada tahap ini, desainer harus mengumpulkan informasi tentang aspek gagasan awal, aspek kondisi alam, dan aspek persepsi yang dapat mempengaruhi tapak. Akan tetapi, pertimbangan lain yang perlu diingat bahwa daftar informasi tentang tapak dapat diperoleh semuanya namun tidak semuanya diperlukan. Data dikumpulkan melalui survei ke lokasi proyek secara langsung dan wawancara (komunikasi) dengan pihak klien serta pihak lainnya yang terkait dengan proyek. Konsultan OZ mengamati kondisi tapak secara langsung (site visit) dan melakukan perekaman gambar berupa foto pada kondisi tapak pada beberapa titik lokasi. Foto-foto kondisi tapak digunakan sebagai bahan analisis dalam proses desain. Menurut Booth (1983), kamera merupakan alat yang berguna untuk prosedur ini karena foto dapat digunakan untuk memeriksa informasi kembali saat di studio atau dapat menyegarkan kembali ingatan tentang tapak. Selain itu, konsultan OZ juga melakukan komunikasi dengan klien serta pihak terkait melalui pertemuan (Lampiran 3). Komunikasi dengan klien secara intensif oleh direktur dan project manager. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Booth (1983), cara untuk memperoleh informasi yang diperlukan yaitu dengan diskusi secara personal dengan klien tentang apa yang diinginkan, disukai atau yang tidak disukai dan bagaimana maksud klien dalam penggunaan tapak di masa yang akan datang. Kondisi tapak saat proses inventarisasi berada dalam keadaan kosong, hanya berupa hamparan tanah (lihat kembali Gambar 10, 11 dan 12). Permukaan tanah merupakan tanah urugan yang datar dan ditinggikan sekitar 1,5 meter untuk menjaga kawasan agar tetap bebas banjir. Konsultan OZ melakukan site visit untuk pengecekan secara langsung dengan
keadaan tapak sebenarnya.
Karakteristik tapak Taman Lingkungan JGC yang datar membutuhkan desain yang tidak monoton. Menurut Simonds dan Starke (2006), tapak yang datar relatif hanya memiliki daya tarik landscape yang tidak begitu istimewa, dan cenderung
59
berkesan monoton sebab perhatian pada struktur lebih tepat dibanding pada lanskap alami. Daya tarik sangat tergantung kepada relasi antara objek terhadap objek, ruang terhadap ruang, serta objek terhadap ruang. Tapak yang datar lebih bebas terhadap batasan. Dari semua tipe, tapak yang datar adalah tapak yang paling cocok untuk pola-pola sel, kristal, dan geometris dengan menggabungkan antara elemen. Kelembaban di lokasi Taman Lingkungan JGC cukup tinggi (77,67%) sehingga dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Laurie. Menurut Laurie (1986), kisaran kelembaban yang nyaman bagi manusia adalah 40% - 75%. Untuk menciptakan kondisi yang nyaman, maka desain taman akan didominasi oleh pepohonan yang disesuaikan konsep vegetasi pada Taman Lingkungan JGC. Menurut Simonds dan Starke (2006), vegetasi dapat mengendalikan iklim mikro (Gambar 32). Vegetasi dapat menghalangi dan mengalirkan angin, menyediakan naungan, dan dapat mengurangi pancaran sinar matahari yang masuk. Pengguna tapak berasal dari masyarakat kompleks JGC dan masyarakat umum. Pengguna tapak juga dapat berasal dari berbagai golongan dan usia sehingga taman dirancang untuk dapat menarik minat masyarakat dengan mengakomodasi keinginan dan harapan dari penggunanya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dahl dan Molnar (2003), bahwa salah satu prinsip dalam mendesain taman harus dapat dinikmati oleh siapa saja.
Gambar 32. Vegetasi Sebagai Pengendali Iklim Mikro (sumber: Simonds dan Starke, 2006) Pada proses desain Taman Lingkungan JGC, terjadi pergeseran antara teori dan praktek di lapang karena ada penyesuaian antara kebutuhan dan efisiensi biaya dalam pengerjaan sebuah proyek lanskap. Tidak semua tahap dalam proses perancangan diajukan dalam penawaran harga desain. Pengerjaan produk desain
60
disesuaikan dengan besarnya budget biaya yang dikeluarkan dalam harga penawaran (Handayani, 2008). Tahap riset dan analisis Taman Lingkungan JGC dilakukan pada aspek yang sangat berpengaruh dan dalam waktu yang cukup singkat. Tahap ini dipengaruhi oleh waktu dan dana yang tersedia. Adriani (2011) juga menyatakan bahwa semakin lama rentang waktu dan semakin besar dana yang diberikan maka hasil analisis akan lebih spesifik. Hasil survei dan wawancara dianalisis dan dituangkan ke dalam konsep desain. Tahap ini langsung dilakukan oleh konseptor sekaligus direktur utama OZ karena direktur telah berpengalaman dalam menangani berbagai proyek. Hasil analisis tidak terdokumentasikan dalam produk gambar karena pada kesepakatan dengan klien, konsultan OZ hanya memberikan jasa konsultasi pembuatan konsep, pengembangan desain, gambar kerja, dan dokumen tender. Studi mengenai tahap analisis oleh mahasiswa magang dipelajari melalui wawancara dan pemahaman terhadap gambar konsep sebagai bentuk hasil produk analisis. Tahap analisis merupakan faktor yang berpengaruh dalam proses desain. Simonds dan Starke (2006) menyatakan bahwa analisis yang kurang sensitif dan lebih praktis karena tekanan waktu, ekonomi, dan temperamen publik terkadang dapat mengakibatkan tujuan menjadi kurang tercapai. Untuk merealisasikan proyek di tapak secara efektif, perencana harus mengerti keseluruhan program dan harus sadar secara penuh terhadap kendala fisik dan keseluruhan total lingkungan. Rencana yang baik menggabungkan keilmuan dan seni untuk mengatur keterhubungan antar elemen yang paling baik. 5.3.3 Konsep Tahap konsep desain Taman Lingkungan JGC dibuat berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain kondisi eksisting tapak, keinginan klien, serta acuan konsep desain taman yang diberikan klien. Lebih jauh lagi, pembahasan konsep dibagi menjadi konsep umum, konsep ruang, dan landscape strategy yang mencakup konsep vegetasi dan konsep material.
61
5.3.3.1 Konsep Umum Konsep umum merupakan tema yang ingin dicapai. Menurut Booth (1983), tema merupakan kerangka kerja dari desain. Pemilihan tema dapat didasarkan pada karakter dan ukuran tapak, lokasi tapak, pilihan klien atau desainer. Pada Taman Lingkungan JGC, tema hutan kota berdasarkan dari keinginan klien dan untuk menyesuaikan dengan konsep Jakarta Garden City, yaitu hunian modern yang berpadu dengan hijaunya alam. Kawasan ini dirancang dengan mengusung semangat go green. Lebih jauh lagi, tema hutan kota mempertimbangkan dasar pemikiran konservasi, rekreasi dan edukasi. Dasar pemikiran konservasi diwujudkan melalui penanaman tanaman langka (endangered plant), dan tanaman lokal (indegeneous plant). Tegakan pohon menjadi ameliorasi iklim mikro dan sekaligus menjadi tempat habitat satwa liar, serta koleksi tanaman memberi kontribusi pada perbaikan aerasi tanah, pengikat air dan udara menuju lingkungan yang sehat. Tegakan pohon diwujudkan dalam ruang arboretum. Dasar pemikiran wadah rekreasi diwujudkan dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang dapat memotivasi pengguna untuk beraktivitas di luar ruangan (outdoor) serta sebagai tempat berkumpul dan melakukan interaksi. Fasilitas rekreasi tersebut meliputi jogging track, lawn area, dan reflexiology path. Dasar pemikiran sebagai wadah edukasi diwujudkan dengan kelengkapan utilitas sebagai sarana pengetahuan, dilengkapi dengan arboretum dan lapangan untuk beraktivitas luar ruang sebagai penunjang proses belajar, serta pengembangan kecerdasan (multiple intelligent) melalui pengenalan terhadap hewan dan tumbuhan. Edukasi mencakup eksplorasi taman, pengenalan dan intrepretasi alam. Tema diperlukan dalam desain sebagai unsur penyatu. Kesatuan menjadikan rancangan memiliki ciri khas. Tema pada Taman Lingkungan JGC adalah hutan kota. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 Pasal 8 Ayat 2, menyatakan bahwa luasan 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar merupakan hamparan terkecil hutan kota dengan pertimbangan teknis bahwa pohon-pohon yang tumbuh dapat menciptakan iklim mikro. Menurut Departemen Kehutanan, ada dua pendekatan mengenai definisi hutan kota.
62
Pendekatan pertama, hutan kota dibangun pada lokasi tertentu saja. Penentuan luasan berdasarkan prosentase luasan kota, perhitungan per kapita, serta isu utama yang muncul. Pendekatan kedua, semua areal yang ada di suatu kota pada dasarnya adalah areal untuk hutan kota. Pada pendekatan ini, komponen yang ada di kota seperti permukiman, perkantoran, dan industri dipandang sebagai suatu enklave (bagian) yang ada di dalam suatu hutan kota. Menurut Irwan (2008) definisi hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota dan sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol (menumpuk), strukturnya meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan bagi kehidupan satwa liar dan menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman, sejuk dan estetis. Hutan kota adalah ekosistem yang tumbuh secara ekologis sesuai dengan lingkungan perkotaan, artinya terdiri dari tegakan yang berlapis-lapis yang masing-masing fungsinya meniru hutan alami. Berdasarkan ketentuan PP RI No 63 Tahun 2002, pendekatan kedua oleh Departemen Kehutanan, dan definisi oleh Irwan, maka Taman Lingkungan JGC dapat merepresentasikan tema hutan kota baik dari segi luasan maupun suasana hutan kota. Taman Lingkungan JGC mewujudkan suasana hutan kota dengan ruang arboretum yang merupakan kumpulan tegakan pohon yang menyerupai (tiruan) ekosistem hutan. Taman Lingkungan JGC merupakan salah satu bentuk penghijauan kota (meskipun bentuknya tidak harus hutan) agar lingkungan menjadi bersih, terbebas dari pencemaran udara, sejuk, alami dan nyaman. 5.3.3.2 Konsep Desain Konsep desain Taman Lingkungan JGC bersumber dari salah satu bentuk alam yaitu sel daun. Pola jalinan tilakoid di dalam stroma pada sel daun diwujudkan sebagai jalur pedestrian, sedangkan granum diwujudkan sebagai base pada penataan zoning. Hal ini juga didukung oleh Simonds dan Starke (2006) bahwa
seorang
desainer
dapat
merencanakan
lingkungan
dengan
memaksimumkan potensi untuk mencapai tujuan. Seorang desainer dapat mengintegrasikan karyanya secara harmonis dengan alam. Salah satu cara untuk memperoleh ide desain bagi seorang desainer adalah dengan mengamati dari lanskap alam, bentukan-bentukan alam, dan kekuatan-kekuatan alam.
63
5.3.3.3 Konsep Ruang Konsep pembagian ruang Taman Lingkungan JGC terdiri dari entrance area, entertainment area, arboretum, open lawn, dan parking area. Setiap ruang pada taman memiliki fasilitas dan aktivitasnya masing-masing (Tabel 8). Secara fungsional, ruang dalam Taman Lingkungan JGC memiliki hubungan antar ruang (Tabel 9). Hubungan fungsional tersebut menggambarkan kedekatan zona yang satu dengan yang lain. Pertimbangan kedekatan antar zona mempengaruhi jarak dan letak antar zona, serta jalur sirkulasi penghubung antar zona agar mendapatkan penempatan zona yang efektif dan efisien. Menurut Simonds dan Starke (2006), pengorganisasian ruang yang baik akan menghasilkan hubungan yang saling mengisi, harmonis dan tercipta keseimbangan. Tabel 8. Ruang, Fasilitas, dan Aktivitas pada Taman Lingkungan JGC Ruang Fasilitas Aktivitas Entrance area Entertainment area Arboretum Open lawn Parking area
Signage, gerbang, plaza, ramp, tangga, toilet, pos jaga Jogging track, reflexiology path, circulation path, bangku taman Koleksi tegakan pohon, papan interpretasi Lapangan rumput Lapangan parkir mobil, motor, sepeda, drop zone
Welcoming, kontrol pengunjung Olahraga, rekreasi, relaksasi, duduk, jalan santai Pembelajaran lingkungan, koleksi tanaman Piknik, bermain, bird feeding Parkir kendaraan, menurunkan/menaikkan pengunjung
Tabel 9. Hubungan Antar Ruang pada Taman Lingkungan JGC Ruang
Entrance area
Entertainment vv area Arboretum vv Open lawn vv Parking area vv Keterangan: (v) hubungan kurang erat;
Entertainment area
vv vv vv (vv) hubungan erat;
Arboretum
vvv v
Open lawn
Parking area
v
(vvv) hubungan sangat erat
Perumahan JGC menyediakan fasilitas taman sebagai wujud dari salah satu program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan terhadap masyarakat Kota Jakarta Timur, sebagai respon terhadap degradasi lingkungan kota dan sebagai salah satu bentuk penghijauan kota. Taman ini dapat dinikmati oleh warga perumahan JGC dan juga masyarakat umum Kota Jakarta Timur.
64
Apabila ditinjau dari tujuannya, taman ini dapat dikategorikan sebagai taman lingkungan karena peruntukan dan cakupan penggunanya tidak hanya dibatasi oleh warga perumahan JGC saja (RT/RW setempat), melainkan juga dapat dinikmati oleh masyarakat umum Kota Jakarta Timur. Selain itu, apabila ditinjau dari konsep ruang dan fasilitas yang disediakan, taman ini juga memiliki ruang yang dilengkapi berbagai fasilitas untuk sebuah taman lingkungan. Fasilitas rekreasi, olahraga, dan sosialisasi pada sebuah taman lingkungan sesuai yang dikemukakan oleh Arifin et al (2008) diwujudkan di Taman Lingkungan JGC melalui ruang arboretum, open lawn, dan entertainment area. Fasilitas lainnya, seperti jalan, pintu gerbang, tempat parkir diwujudkan di Taman Lingkungan JGC melalui parking area dan entrance area. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi luasan, Taman Lingkungan JGC belum cukup ideal untuk dikategorikan sebagai taman lingkungan karena luas Taman Lingkungan JGC hanya sebesar 0,6 hektar, melainkan taman ini lebih sesuai masuk dalam kriteria luasan taman ketetanggaan (Tabel 10). Tabel 10. Kriteria Taman Ketetanggaan dan Taman Lingkungan Pembagian Taman Ketetanggaan Taman Lingkungan kategori Laurie (1986)
Dahl dan Molnar (2003)
Arifin et.all (2008)
Luas: 0.05-0.1 hektar Fasilitas: lapangan bermain, atau blok halaman bermain untuk anak usia pra-sekolah Luas: 0,8-2 hektar Fasilitas: open lawn, pepohonan, semak, walks, kursi taman, titik vokal seperti ornamen kolam atau air mancur, sandbox, play apparatus, dan table-game area Luas: 250-2500 m² Fasilitas: disesuaikan dengan keinginan warga, seperti area bermain anak, area duduk/sosialisasi, lapangan olahraga, jogging track, area refleksi, tempat cuci tangan, dan lain-lain. Skala cakupan pengguna: Warga RT/RW setempat
Luas: lebih dari 0,8 hektar Fasilitas: lapangan rekreasi di luar ruangan untuk anak-anak berusia sekitar 5-14 tahun Luas: 6-10 hektar Fasilitas: lapangan olahraga yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan; lapangan untuk permainan seperti tenis atau berkuda; lawn area; kolam renang outdoor, area piknik keluarga, tempat bermain anak, tempat berkemah, dan area parkir. Luas: 1-3 hektar Fasilitas: rekreasi (tempat bermain anak, tempat bersantai, panggung); olahraga (jogging track, lapangan bermain bola, lapangan tenis, basket, voli, badminton,refleksi); sosialisasi (ruang piknik, ruang untuk sosialisasi untuk kelompok kecil/besar); jalan, pintu gerbang, tempat parkir, dsb. Skala cakupan pengguna: Warga kecamatan/kelurahan setempat
(sumber: Laurie (1986), Dahl dan Molnar (2003), dan Arifin (2008))
65
5.3.3.4 Landscape Strategy Tahap lanjutan dari pengembangan konsep yaitu landscape strategy yang terdiri dari planting strategy dan material strategy. Planting strategy merupakan konsep pemilihan tanaman yang digunakan dalam desain. Pemilihan tanaman pada planting strategy disesuaikan dengan tema hutan kota untuk mewujudkan tujuan konservasi, seperti penggunaan beberapa jenis tanaman langka dan bertajuk lebar. Proses pemilihan tanaman pada planting strategy juga didukung oleh Booth (1983). Booth menyatakan bahwa pembuatan konsep tanaman dilakukan di awal proses desain sebagai sebuah kesatuan yang mengintegrasikan antara landform, bangunan, pavement, dan struktur tapak. Proses desain tanaman berupa ukuran, bentuk, warna, dan tekstur dapat digunakan sebagai pencampuran dari variabel dan menciptakan desain visual yang memiliki tujuan objektif. Pemilihan tanaman yang digunakan lebih jauh dibahas pada subbab pengembangan desain. Material strategy merupakan konsep desain penciptaan rupa bentuk material (site furniture) yang dipergunakan dan penataannya. Desain fasilitas disesuaikan dengan tema hutan kota dan konsep desain sel daun. Desain kursi dan signage memiliki bentuk menyerupai daun. Strategi penempatan fasilitas juga mempertimbangkan kemudahan penjangkauan dan pemeliharaannya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Booth (1983) bahwa proses pemahaman terhadap perbedaan tipe dan karakteristik masing-masing material serta pengaturan dengan elemen desain lainnya sangat penting dilakukan agar desain dapat berguna secara fungsional dan estetik. Pemilihan material yang digunakan lebih jauh dibahas pada subbab gambar konstruksi. 5.3.4 Pengembangan Desain Tahap pengembangan desain dimulai setelah konsep desain yang diajukan telah disetujui oleh klien. Hal yang sama juga diungkapkan Morrow (1988), pengembangan desain adalah tahap pembuatan preliminary plan dan estimasi sebagai bagian dari jasa arsitek lanskap kepada pemilik, yang menjelaskan tentang persiapan daftar secara rinci, spesifikasi, serta biaya sebagai bahan pertimbangan dan persetujuan bagi pemilik. Lebih jauh lagi, pembahasan mengenai tahap pengembangan desain pada proyek Taman JGC difokuskan pada material and dimension plan dan planting plan.
66
5.3.4.1 Material and Dimension Plan Dari gambar material and dimension plan (Lampiran 7, 8, dan 9) dapat dilihat pola pergerakan jalur sirkulasi. Sirkulasi pada Taman Lingkungan JGC terdiri dari jogging track, circulation path dan drive way. Pola pergerakan jalur jogging track didesain meliuk untuk mendukung konsep hutan kota. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Reid (2003) bahwa pola meandering dapat menimbulkan kesan alami, lembut dan memberikan kesan petualangan. Pada beberapa titik sepanjang jalur jogging track, disediakan kursi taman sebagai tempat beristirahat, dan terdapat pula akses shortcut berupa circulation path untuk melintasi taman. Menurut Hakim dan Utomo (2008), jarak dapat mengganggu pola sirkulasi yang diterapkan. Jarak yang terlalu jauh menyebabkan pola sirkulasi yang direncanakan tidak sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Perancang mempunyai tugas untuk memperkecil halangan tersebut, apalagi bila sirkulasi tersebut dikaitkan dengan faktor kecepatan dan pertimbangan ekonomi. Hal ini dapat diatasi dengan penerapan pola sirkulasi yang bersifat langsung dan praktis. Kelelahan juga akan mendorong orang untuk beristirahat. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Laurie (1986), jalur sirkulasi dapat memberikan pengalaman lain. Jika fungsi sirkulasi dengan tujuan gerakan perlahan, berjalan santai, maka di beberapa tempat tertentu dibuat pelebaran untuk duduk beristirahat. Jika ditinjau dari dimensi lebarnya, masing-masing sirkulasi jogging track, circulation path, dan drive way memiliki dimensi lebar yang sesuai dengan standar yang diungkapkan oleh Harris dan Dines (1998), yaitu masing-masing dengan lebar 2,4 m, 1,2 m, dan 1,2 m. Pada Taman Lingkungan JGC juga terdapat plaza sebagai tempat berkumpul. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Morrow (1988), plaza merupakan tempat berkumpul dan sebagai focal point kegiatan manusia seperti bazaar, beristirahat, mengamati dan memberi makan burung, pertunjukkan seni, dan sebagainya. 5.3.4.2 Planting plan Planting plan (Lampiran 10, 11, 12, 13 dan 14) masih mengutamakan tanaman yang telah diajukan sebelumnya pada tahap planting strategy (lihat kembali gambar 15) yaitu mewujudkan hutan kota yang berfungsi konservasi,
67
edukasi, dan rekreasi. Fungsi konservasi serupa dengan penjelasan dari Irwan (2008) yaitu keanekaragaman jenis dari penyusunan vegetasi dapat memberikan fungsi menyegarkan udara melalui penambahan oksigen, menurunkan suhu kota, pendinginan udara melalui evaportranspirasi, meningkatkan kelembaban, menjadi ruang hidup satwa, perlindungan terhadap erosi, dan mengurangi polusi udara dan limbah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Booth (1983), tanaman merupakan elemen esensial di dalam desain dan manajemen lingkungan luar. Tanaman tidak hanya sebagai elemen dekorasi saja melainkan juga memberikan peran vital seperti menciptakan ruang lingkungan luar, pembatas pandangan, menstabilkan unsur hara dalam tanah, mempengaruhi iklim mikro dan konsumsi energi serta bertindak sebagai komposisi elemen dalam mendesain ruang luar. Tanaman yang disusun secara berkelompok dapat didesain berulang dari satu area ke area lainnya agar dapat diingat kembali (recall). Setiap tanaman yang ditanam juga harus memiliki tujuan khusus. Tanaman dipilih sebagai alternatif terbaik terhadap kondisi lingkungan yang ada. Desain penanaman terbaik didapatkan dengan memadukan ilmu pengetahuan dan seni yang pada akhirnya desain lanskap yang baik didapatkan apabila pengunjung merasa nyaman berada di dalamnya dan jika ruang tersebut dapat digunakan seperti yang diinginkan (Simonds dan Starke, 2006). Tanaman memiliki peran penting dalam desain untuk memberikan bentuk dan kualitas sebuah rancangan. Tanaman yang ada jika digunakan secara teratur dan volumetris dapat membentuk susunan ruang yang efektif dan bentuk-bentuk arsitektural, menambah warna pada lingkungan dan menghasilkan bayangan. Secara garis besar tanaman dibagi atas kategori pohon, semak, dan groundcover.
Planting Plan Trees Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 Pasal 14
Ayat 2 dalam Anonim (2002), bahwa hutan kota tipe kawasan permukiman adalah hutan kota yang dibangun pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan
dengan
tanaman
perdu
dan
rerumputan.
Karakteristik
68
pepohonannya: (1) pohon-pohon dengan perakaran kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah gugur, (2) pohon-pohon penghasil bunga/buah/biji yang bernilai ekonomis. Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh PP RI No 63 Tahun 2002 tersebut, pepohonan yang terdapat di Taman Lingkungan JGC memiliki karakteristik pepohonan hutan kota yaitu memiliki perakaran yang kuat. Ciri perakaran kuat dari suatu tanaman dapat diukur dari ketinggian yang dapat dicapai oleh pohon tersebut. Spesifikasi ketinggian pohon yang terdapat di Taman Lingkungan JGC disajikan pada Tabel 11. Selain itu, beberapa jenis pohon di Taman Lingkungan JGC juga menghasilkan buah dan biji yang cocok menjadi tempat hidup satwa burung (Tabel 12). Penjelasan hubungan antara perakaran yang kuat dengan ketinggian tanaman diungkapkan oleh Sitompul dan Guritno. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), peranan akar dalam pertumbuhan tanaman sama pentingnya dengan tajuk. Fungsi akar adalah menyediakan unsur hara dan air yang diperlukan dalam metabolisme tanaman. Hubungan akar dengan tajuk (bagian atas tanaman) lebih banyak ditekankan dari segi morfogenetik seperti dalam pandangan semakin banyak akar semakin baik hasil tanaman. Tetapi hal ini masih dipengaruhi faktorfaktor lain seperti ketersediaan air. Lebih jauh lagi diungkapkan oleh Goldsworthy dan Fisher (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tunas cenderung menurunkan nisbah akar. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan tanaman yang paling mudah dilihat (Sitompul dan Guritno, 1995). Pemilihan tanaman pada Taman Lingkungan JGC juga didukung dari segi fungsi estetika. Nilai estetika dari tanaman diperoleh dari perpaduan antara bentuk fisik tanaman (batang, percabangan, tajuk), warna (daun, batang dan bunga), tekstur tanaman, skala tanaman dan komposisi tanaman yang berada disekitarnya. Bentuk tajuk pohon pada Taman Lingkungan JGC memiliki bentuk yang berbedabeda dari segi arsitektural (Gambar 33). Menurut Ingels (2004), karakteristik tajuk
69
pohon terdiri dari: wide-oval, vase-shaped, pyramidal, round, columnar, dan weeping. Masing-masing karakteristik tajuk memiliki kegunaan yang berbeda (Gambar 34). Fungsi estetika pada pemilihan tanaman pada Taman Lingkungan JGC juga didukung dari pendapat Irwan. Irwan (2008) menyatakan bahwa hutan kota di lokasi permukiman memiliki fungsi estetika lebih dominan daripada fungsi lansekap dan fungsi pelestarian lingkungan. Fungsi estetika ditinjau dari segi warna, bentuk, tekstur, tajuk, daun, batang, cabang, buah, bunga, aroma yang ditimbulkan dari vegetasi tersebut. Fungsi lansekap ditinjau dari peneduh, pembatas, pengarah, pewangi, pembentuk ruang, perlindungan, pengindah, rekreasi, pendidikan, kesehatan. Fungsi pelestarian lingkungan (ekologis) meliputi penghasil oksigen, menurunkan suhu, yang memenuhi aspek: menaikkan kelembaban, akumulasi gas buangan, menyuburkan tanah, keseimbangan ekologis, pengendalian air tanah dan erosi.
70
Tabel 11. Spesifikasi Pohon pada Taman Lingkungan JGC Spesifikasi Pohon Menurut OZ No Pohon Tinggi Diameter 1 Albizzia falcataria/Sengon 5-6m min. 10 cm 2 Antidesma bunius/Buni 4-5m min. 5 cm 3 Bouea macrophylla/Gandaria 3m min. 5 cm 4 Callophyllum inophyllum/Nyamplung 3-4 m min. 5 cm 5 Canarium spp./Kenari 4-6m min. 10 cm 6 Cynometra cauliflora/Nam Nam 5-6m min. 10 cm 7 Dalbergia latifolia/Sono Keling 4-5m min. 5 cm 8 Diospiros philippinensis/Bisbul 3m min. 5 cm 9 Eugenia cuminii/Jamblang 3-4 m min. 5 cm 10 Eugenia jambos/Jambu Mawar 4-6m min. 10 cm 11 Felicium decipiens/Kiara Payung 2-3m min. 5 cm 12 Flacourtia rukam/Rukam 3m min. 5 cm 13 Flacourtia inermis/Lobi-lobi 3m min. 5 cm 14 Ficus religiosa/Beringin Bodhi 2-3m min. 5 cm 15 Ficus lyrata/Biola Cantik 2-3m min. 5 cm 16 Gardenia dulcis/Mundu 3-4 m min. 5 cm 17 Garcinia mangostana/Manggis 4m min. 5 cm 18 Khaya senegalensis/Khaya 2-3m min. 5 cm 19 Lagerstroemia floribunda/Bungur 4-5m min. 10 cm 20 Mangifera odorata/Kweni 5-6m min. 10 cm 21 Mangifera caesia/Kemang 4-5m min. 5 cm 22 Manilkara kauki/Sawo Kecik 3m min. 5 cm 23 Melaleuca sp./Kayu Putih 3-4 m min. 5 cm 24 Melia azedarach/Mindi 4-6m min. 10 cm 25 Michelia champaca/Cempaka Kuning 2 - 3 m min. 5 cm 26 Muntingia calabura/Kersen 2-3m min. 5 cm 27 Palaquium sp./Nyatoh 3m min. 5 cm 28 Pithecellobium dulce/Asam Kranji 3m min. 5 cm 29 Samanea saman/Trembesi 2-3m min. 5 cm 30 Stelechocarpus burahol/Kepel 2-3m min. 5 cm 31 Swietenia mahagony/Mahoni 3-4 m min. 5 cm 32 Tamarindus indica/Asam Jawa 4m min. 5 cm
Tinggi Maks. Pohon 45 m 30 m 27 m 35 m 10 m 10 m 30 m 35 m 20 m 15 m 25 m 15 m 13 m 35 m 25 m 15 m 25 m 35 m 20 m 30 m 45 m 30 m 20 m 30 m 25 m 10 m 45 m 15 m 40 m 25 m 30 m 30 m
(sumber: Oemardi_Zain (2011); Lestari, G. dan Kencana, I. P. (2008); Yuzzami et.al.(2010); Stenis (1975))
71
Tabel 12. Karakteristik Pohon Taman Lingkungan JGC Cocok sbg habitat No Pohon burung 1 Albizzia falcataria/Sengon Ya 2 Antidesma bunius/Buni Ya 3 Bouea macrophylla/Gandaria Ya 4 Callophyllum inophyllum/ Nyamplung Ya 5 Canarium spp./Kenari Ya 6 Cynometra cauliflora/Nam Nam Ya 7 Dalbergia latifolia/Sono Keling 8 Diospiros philippinensis/Bisbul Ya 9 Eugenia cuminii/Jamblang Ya 10 Eugenia jambos/Jambu Mawar Ya 11 Felicium decipiens/Kiara Payung 12 Flacourtia rukam/Rukam Ya 13 Flacourtia inermis/Lobi-lobi 14 Ficus religiosa/Beringin Bodhi 15 Ficus lyrata/Biola Cantik 16 Garcinia dulcis/Mundu Ya 17 Garcinia mangostana/Manggis 18 Khaya senegalensis/Khaya 19 Lagerstroemia floribunda/Bungur 20 Mangifera odorata/Kweni 21 Mangifera caesia/Kemang 22 Manilkara kauki/Sawo Kecik Ya 23 Melaleuca sp./Kayu Putih 24 Melia azedarach/Mindi 25 Michelia champaca/ Cempaka Kuning 26 Muntingia calabura/Kersen 27 Palaquium sp./Nyatoh 28 Pithecellobium dulce/Asam Kranji Ya 29 Samanea saman/Trembesi Ya 30 Stelechocarpus burahol/Kepel Ya 31 Swietenia mahagony/Mahoni Ya 32 Tamarindus indica/Asam Jawa (sumber: Pakpahan, 1993 dalam Nazzaruddin, 1994)
Langka Ya Ya Ya Ya Ya Ya -
72
Gambar 33. Pembagian Kategori Pohon Taman Lingkungan JGC Berdasarkan Karakteristik Tajuk (sumber: Ingels (2004) dan Oemardi_Zain (2011))
73
Gambar 34. Bentuk Arsitektural Tajuk Pohon (sumber; Ingels, 2004)
Planting Plan Shrubs Warna dalam kaitannya dengan suatu karya desain dapat memberikan
kesan yang diinginkan oleh perancang dan mempunyai efek psikologis. Keseluruhan warna-warna tanaman shrubs yang digunakan pada planting plan shrubs tergolong dalam kategori warna-warna hangat, seperti warna merah, hijau, dan kuning. Kesan warna hangat gembira dan menyenangkan untuk rekreasi. Jika pola warna shrubs ditinjau lebih jauh lagi, maka dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pola warna untuk tanaman; (1) hedges dan special shrubs dan; (2) border shrubs. Pada hedges dan special shrubs, skema warna yang digunakan adalah tipe analog (Gambar 35). Warna analog merupakan penggunaan warna yang berurutan dalam lingkaran warna secara bersamaan. Tanaman-tanaman yang digunakan seperti Hymenocallis litorallis (Bakung lele), Michelia figo (Cempaka mulya), Ophiopogon jaburan (Alang-alang hijau), Musaenda luteola (Musaenda), Murraya paniculata (Kemuning) dan Pandanus pygmaeus (Pandan). Kumpulan tanaman tersebut merupakan kombinasi dari warna putih, hijau, kuning. Warna hijau dan kuning memiliki kedekatan warna dalam skema warna sehingga konsep
74
warna pada hedges dan special shrubs dapat dikategorikan kombinasi warna tipe analog (analogues). Penggunaan warna analog memberikan kesan kalem dan harmonis.
Gambar 35. Skema Warna Analog Hedges dan Special Shrubs pada Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain (2011) dan Hakim dan Utomo (2008)) Pada border shrubs, skema warna yang digunakan adalah tipe komplementer (Gambar 36). Warna komplementer merupakan penggunaan warna yang berseberangan posisinya dalam lingkaran warna secara bersamaan. Border shrubs menggunakan tanaman Ixora coccinea dan Hibiscus rosasinensis yang memiliki kombinasi warna hijau pada daun dan warna merah pada bunga. Warna hijau dan merah merupakan warna yang berseberangan dalam skema warna sehingga konsep warna pada border shrubs dapat dikategorikan kombinasi warna tipe komplementer. Penggunaan warna komplementer memberikan kesan dramatis, dan menarik perhatian.
Gambar 36. Skema Warna Komplementer Border Shrubs pada Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain (2011) dan Hakim dan Utomo (2008)) Tanaman didesain secara massal (mass planting) untuk memperoleh hasil kesan yang dapat dinikmati secara maksimal. Tujuan tersebut serupa dengan hal yang dikemukakan oleh Booth. Booth (1983) menyatakan bahwa salah satu hal
75
kritis dalam desain konseptual adalah penggunaan tanaman secara masal karena kelompok atau kumpulan tanaman dapat menciptakan kesatuan secara visual dalam sebuah komposisi. Selain itu juga dari sifat alamiah tanaman yang selalu membentuk kelompok habitat sesuai dengan lingkungannya. 5.3.5 Gambar Konstruksi Menurut Booth (1983), setelah melengkapi fase desain, desainer mempersiapkan gambar konstruksi. Pada Proyek Taman Lingkungan JGC, tahapan ini dimulai setelah produk dari tahapan pengembangan desain disetujui oleh klien. Penyetujuan pembuatan gambar ditandai dengan pelaksanaan proses pembayaran tahap kedua sebesar 40% dari total biaya yang dikenakan kepada OZ. Detail konstruksi menggambarkan detail hardscape berupa jenis material dan ukuran-ukuran yang akan dibangun. Gambar detail konstruksi hardscape dibuat dalam bentuk CAD. Gambar tersebut terdiri dari circulation path and jogging track, reflexiology path, plaza yang meliputi tangga dan ramp, signage, perimeter fence, dan bench (Tabel 13) Pada pembahasan selanjutnya mengenai detail plaza, tangga dan ramp. Tabel 13. Fasilitas dan Luas Material pada Taman Lingkungan JGC No Fasilitas Luas/Jumlah Satuan Keterangan 1 Circulation path 141.9 m² Lebar 1.2 m 2 Jogging track 611 m² Lebar 2.4 m 3 Reflexiology path 46 m² Lebar 1.2 m 4 Plaza 435.8 m² 5 Tangga 14.3 m² 6 Ramp 15.7 m² 7 Signage utama 2 unit 8 Perimeter Fence 590.01 m² 9 Bench 26 unit (sumber: Oemardi_Zain, 2011) Finishing plaza menggunakan material concrete. Penggunaan material ini dapat menciptakan kesan alami dari tema hutan kota. Menurut Ingels (2004), material concrete dapat digunakan bersamaan dengan kayu, susunan bata, atau aggregate untuk membentuk pola. Concrete merupakan campuran pasir, kerikil, semen, dan air. Jika dicetak bahan tersebut akan mengeras menjadi bentukan
76
tertentu secara otomatis. Material concrete sesuai digunakan sebagai hard paving, bertekstur padat, sesuai untuk digunakan vehicles, pedestrian walks. Finishing plaza menggunakan warna abu-abu muda dan abu-abu tua (Gambar 37). Penggunaan warna abu-abu memberi kesan bahan-bahan alami (batu-batuan). Warna abu-abu merupakan warna netral sehingga warna abu-abu paving dapat menyatu dengan warna hijau rumput sehingga tampak harmonis. Menurut Simonds dan Starke (2006), bidang dasar merupakan tempat alokasi penggunaan, permukaan yang paling sesuai bagi aktivitas manusia dan hal yang paling penting dalam hubungan antara penggunaan dalam rencana keseluruhan. Pada penggubahan ruang luar (outdoor space), perpaduan dapat terjadi antara bahan alam (batu, air, pasir, kerikil, tanaman) dan hasil pengolahan manusia (batu bata, beton, aspal, keramik, marmer) sehingga menghasilkan suatu gubahan yang harmonis. Bidang lantai (base plane) dapat didesain dengan warna yang menyerupai warna tanah, pasir, batu, rerumputan, dan warna bumi lainnya.
Gambar 37. Detail Plaza pada Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain, 2011) Ingels (2004) menyatakan bahwa terdapat dua komponen pada desain tangga, yaitu riser dan tread. Formula yang digunakan dalam mendesain tangga outdoor adalah T+2R = 26”. T adalah tread, dan R adalah riser (Gambar 38).
77
Pada desain tangga pada Taman Lingkungan JGC, komponen riser memiliki ketinggian 15 cm (Gambar 39). Jika mengikuti formula desain tangga ideal menurut Ingels (2004), maka lebar tread seharusnya adalah 35,56 cm. Akan tetapi, desain lebar tread pada Taman Lingkungan JGC adalah 127 cm sehingga tidak sesuai dengan standar yang diungkapkan oleh Ingels (2004). Namun, tangga didesain demikian karena pertimbangan utama terhadap komponen tread daripada komponen riser untuk menciptakan kesan lebih landai dan kesan alami di sekitarnya sehingga suasana tema hutan kota dapat tercipta. Hal tersebut juga didukung oleh Ingels (2004), bahwa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain tangga outdoor adalah mempertahankan kedekatan pengguna dengan kesan alami di sekitarnya.
Gambar 38. Dimensi Perbandingan Riser dan Tread (sumber: Ingels, 2004)
Gambar 39. Detail Tangga pada Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain, 2011)
78
Selain itu, Laurie (1986) menyatakan bahwa lebar jalur sirkulasi ditentukan dari segi jumlah orang yang diperkirakan akan melalui jalur tertentu pada waktu dan keadaan tertentu pula, dimana sejumlah orang banyak diduga akan berada dalam satu arus pergerakan yang terletak di antara dua daya tarik yang kuat. Pada desain tangga Taman Lingkungan JGC sebagai jalur peralihan dari parking area menuju visitor centre dibuat tegas, lurus dan lebar agar dapat memuat sejumlah orang sehingga pergerakan menjadi lebih mudah. Desain rasio kemiringan ramp pada Taman Lingkungan JGC sudah sesuai dengan standar yang diungkapkan oleh Ingels. Ingels (2004) mengungkapkan rasio kemiringan ramp yang ideal untuk berjalan adalah 1-4%, namun rasio kemiringan masih diperbolehkan dimulai dari 0.5% sampai 8%. Pada kemiringan tersebut, pejalan kaki tidak akan merasa kelelahan dan kendaraan pun tidak terlalu sulit dalam menanjaki ramp tersebut (Gambar 40). Rasio kemiringan ramp pada Taman Lingkungan JGC adalah 6,25 % dengan perbandingan antara tinggi ramp sebesar 0.255 meter dan jarak ramp sebesar 3,6 meter (Gambar 41).
Gambar 40. Rekomendasi Kemiringan Ramp (sumber: Ingels, 2004)
79
Gambar 41. Gambar Detail Ramp pada Taman Lingkungan JGC (sumber: Oemardi_Zain, 2011) 5.4 Manajemen Kerja 5.4.1 Struktur Organisasi Pada sebuah organisasi, tidak terlepas dari proses penciptaan struktur organisasi. Struktur organisasi adalah kerangka kerja formal yang membagi, mengelompokkan, dan mengoordinasikan tugas pekerjaan (Robbins dan Coulter, 2003). Struktur organisasi berperan dalam mengatur sistem dan hubungan kerja sehingga tatanan kegiatan usaha dapat berkembang. Struktur organisasi di OZ tergolong sederhana dan tidak memiliki banyak hirarki. Kekuasaan organisasi tertinggi di OZ dipegang oleh direktur sekaligus pendiri organisasi. Struktur yang terpusat dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan karena direktur sangat berperan dan terlibat langsung di setiap proyek, baik dalam hal proses desain maupun administrasi. Direktur dibantu oleh manajer dan staf dalam menjalankan perusahaan (lihat kembali Gambar 5). Manajer kantor dan manajer teknis di OZ juga merupakan arsitek lanskap sehingga memiliki tugas ganda, yakni sebagai manajer sekaligus sebagai arsitek lanskap. Akan tetapi, manajer administrasi dan keuangan merupakan staf yang khusus hanya menangani bagian keuangan. Apabila ditinjau
80
dari struktur yang sudah berjalan sampai saat ini, organisasi tersebut cukup mampu menjalankan kegiatan usahanya dengan baik dan mampu meningkatkan kinerja karyawan sebagai modal penting khususnya perusahaan yang sedang berkembang. 5.4.2 Sistem Kerja Sistem kerja berkaitan dengan tenaga kerja dan komunikasi. Tenaga kerja di OZ dominan berasal dari disiplin ilmu arsitektur lanskap, namun juga didukung dengan tenaga kerja yang berasal dari disiplin ilmu arsitektur dan konstruksi bangunan. Dengan adanya kolaborasi disiplin ilmu, produk yang dihasilkan akan mempunyai kualitas yang lebih baik karena lebih banyak aspek yang diperhitungkan, seperti dari segi arsitektur bangunan dan perhitungan konstruksi. Tenaga kerja juga berkaitan erat dengan sistem pembagian kerja. Setelah proyek menjadi tanggung jawab OZ, direktur langsung menentukan project manager dan anggota tim berdasarkan pengalaman dan kompetensi yang dimiliki oleh staf. Pendelegasian tugas yang sesuai dengan kompetensi masing-masing staf dapat mempercepat proses penyelesaian pekerjaan proyek. Setiap staf tidak hanya terlibat pada satu proyek saja, namun juga menjadi project manager maupun anggota tim untuk proyek lainnya. Jumlah anggota tim serta staf bidang yang menjadi anggota disesuaikan dengan kebutuhan, dan skala proyek. Pekerjaan lanskap yang masuk ke OZ belum diimbangi dengan jumlah tenaga kerja. Satu orang project manager dapat memegang beberapa proyek secara bersamaan sehingga sistem pembagian kerja melebihi kapasitas kerja dan pada kondisi tertentu terjadi overlap pekerjaan. Kendala tersebut ditanggulangi dengan upaya kerja sama dan saling membantu diantara semua staf (team work). Staf OZ yang terlibat dengan proyek dengan deadline yang lebih panjang, dapat membantu pengerjaan proyek yang dipegang oleh staf lain dengan deadline yang lebih pendek. Selain itu, OZ juga berusaha menambah jumlah staf dengan merekrut tenaga kerja yang baru. Pada proyek JGC, tim berada di bawah arahan direktur dan koordinasi project manager (Gambar 42). Direktur membuat konsep dan menerjemahkan keinginan klien dalam bentuk desain, kemudian project manager mendesain tapak sesuai konsep. Selanjutnya arsitek lanskap dan arsitek mendesain elemen lanskap
81
hardscape dan softscape yang dibantu oleh drafter serta mahasiswa magang. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada proyek JGC tidak terlalu banyak karena proyek ini termasuk dalam skala mikro. Secara umum, jumlah tenaga kerja dan sistem kerja tersebut sudah cukup mendukung dalam penyelesaian proyek.
Tim Proyek Taman JGC JGCLingkungan JGC Direktur OZ Project Manager
Arsitek Lanskap Drafter
Pembagian Kerja Tim Membuat konsep dan menerjemahkan keinginan klien dalam bentuk desain Mendesain tapak sesuai konsep
Arsitek
Mendesain detail elemen lanskap, baik hardscape maupun softscape
Mahasiswa
Membantu pengerjaan detail elemen lanskap, baik hardscape maupun softscape
Magang
Gambar 42. Tim dan Pembagian Kerja Proyek Taman Lingkungan JGC Komunikasi dilakukan rutin setiap minggunya melalui rapat seluruh pegawai dengan direktur utama. Pertemuan tersebut membahas perkembangan proyek yang sedang dikerjakan sehingga seluruh staf OZ dapat mengetahui dan dapat memberikan saran tentang permasalahan dan perkembangan proyek yang ada. Pertemuan ini memudahkan bagi semua staf karena informasi menjadi lebih menyebar kepada semua staf. Selain pertemuan rutin, juga dilakukan komunikasi melalui rapat internal dengan masing-masing project manager sesuai dengan topik proyek yang dikerjakan untuk melanjutkan topik proyek yang telah dibahas sebelumnya di rapat rutin. Tujuannya untuk lebih mendalami agenda proyek yang akan dilakukan ke depan. Selain pertemuan internal, para staf di OZ juga sering melakukan diskusi terkait proyek yang dikerjakan. Diskusi yang dilakukan dapat berupa sharing ilmu ataupun bertukar pendapat mengenai proyek yang dikerjakan. Selanjutnya, menurut Robbins dan Coulter (2003), teknologi dan informasi mempengaruhi organisasi melalui cara anggota organisasi berkomunikasi, berbagi informasi, dan melakukan pekerjaannnya. Di konsultan lanskap OZ, komunikasi disalurkan baik secara langsung maupun melalui bantuan teknologi internet (yahoo messenger). Komunikasi antara staf melalui saluran internet dapat
82
mengefektifkan waktu karena ruangan kerja antara staf di studio OZ yang terpisah. Apabila ditinjau dari berbagai bentuk komunikasi di OZ, maka komunikasi yang telah dilakukan cukup mendukung untuk menciptakan kinerja yang efektif dan efisien. Pada proyek lanskap Taman Lingkungan JGC, pertemuan secara langsung dengan klien terjadi beberapa kali pertemuan. Pertemuan-pertemuan tersebut membahas tentang lokasi proyek, acara peresmian penanaman pohon, pertemuan bersama pejabat pemerintah, dan perubahan desain. Komunikasi secara tidak langsung secara intens juga dilakukan melalui media elektronik (e-mail). Bentukbentuk komunikasi yang telah dilakukan oleh OZ dengan klien juga cukup mendukung dalam proses pengerjaan desain Taman Lingkungan JGC. 5.4.3 Manajemen Studio Manajemen studio di OZ mencakup pengelolaan data setiap proyek berupa pengaturan pengarsipan, dan peraturan gambar kerja berupa sistem kelengkapan gambar kerja. Pengaturan pengarsipan merupakan sistem penyimpanan data hasil kerja berupa gambar dalam bentuk softcopy dan hardcopy. Data softcopy dapat diakses oleh semua staf melalui jaringan server internet. Data perusahaan dikelompokkan sesuai tanggal pengerjaan. Sistem kelengkapan gambar kerja secara umum memuat informasi tentang konsultan, klien, judul dan tanggal pembuatan gambar, desainer, dan informasi lainnya. Dengan adanya manajemen studio yang baik, hasil dan dokumen kerja perusahaan dapat terkoodinir dengan baik dan standardisasi mekanisme kerja dan produk dapat terjaga. 5.4.4 Manajemen Proyek Manajemen proyek berkaitan erat dengan penanganan suatu proyek. Menurut Cleland dan Ireland (2002), proyek merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dengan durasi tertentu, kompleksitas tertentu yang diakhiri dengan penyelesaian. Manajemen proyek terdiri atas tahap-tahap, dimulai dari konsep, perencanaan, desain, pengadaan, persiapan eksekusi, dan diakhiri dengan penyelesaian pencapaian yang dijanjikan. Soeharto (1995) mengemukakan bahwa proyek harus memiliki tujuan yang khusus. Parameter penting bagi sasaran proyek ada tiga, yaitu; mutu (quality), anggaran (cost), dan jadwal (delivery).
83
Sesuai dengan ciri pokok proyek yang dikemukakan oleh Soeharto (1995), proyek Taman Lingkungan JGC juga memiliki tujuan. Proyek ini bertujuan tidak hanya sebagai salah satu fasilitas umum warga JGC saja, melainkan juga sebagai bagian ruang terbuka kota yang dapat dinikmati oleh masyarakat Jakarta Timur. Proyek JGC berasal dari rekomendasi rekanan kontraktor. Parameter penting bagi sasaran proyek adalah mutu (quality). Produk atau hasil
kegiatan
proyek
harus
memenuhi
spesifikasi
dan
kriteria
yang
dipersyaratkan. Pada proyek JGC, proyek diakhiri dengan penyelesaian berupa produk gambar. Untuk menjaga kualitas produk, gambar yang dihasilkan pada proses desain JGC memiliki sistem kelengkapan gambar kerja OZ (layout), yang secara umum memuat informasi tentang konsultan, klien, judul dan tanggal pembuatan gambar, desainer, dan informasi lainnya. Parameter penting lainnya bagi sasaran proyek adalah anggaran (cost). Proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran. Pada manajemen proyek OZ, sistem pembayaran dan jadwal waktu pembayaran jasa konsultan yang harus dilakukan oleh klien ditangani langsung oleh direktur beserta manajer keuangan. Sistem pembayaran jasa desain dilakukan per tahapan. Sistem ini membuat proses desain dapat berjalan tanpa adanya kekhawatiran kegagalan pembayaran apabila klien memutus kontrak secara mendadak. Biaya jasa desain dipengaruhi oleh luas wilayah, kompleksnya permintaan klien, lingkup dan produk pekerjaan yang dihasilkan, serta waktu pengerjaan. Umumnya, apabila rentang waktu pengerjaan menjadi bertambah akan mengakibatkan penambahan biaya jasa desain. Parameter penting lainnya bagi sasaran proyek adalah jadwal (delivery). Pengalokasian waktu (jadwal) dalam penyelesaian pekerjaan didukung dengan upaya pengerjaan secara teamwork. Proyek JGC dikerjakan sesuai dengan kurun waktu dan tanggal akhir yang telah ditentukan. Desain Taman Lingkungan JGC memiliki jadwal waktu sesuai dengan surat perintah kerja adalah delapan minggu kalender, dimulai dari minggu pertama bulan Maret sampai minggu keempat bulan April 2011. Akan tetapi, selama proses desain, terdapat perubahan waktu pengerjaan dengan rentang yang lebih panjang dari kesepakatan awal karena perubahan teknis dari klien. Perubahan tersebut mengakibatkan penundaan waktu
84
akhir penyelesaian pengerjaan proyek tetapi bukan menjadi kendala bagi OZ dalam kecepatan pengerjaan penyelesaian proyek. Secara umum, manajemen kerja di OZ yang meliputi struktur organisasi, sistem kerja, manajemen studio, dan manajemen proyek sudah mendukung dalam menjalankan aktivitas usaha OZ maupun dalam proses pengerjaan proyek JGC. 5.5 Faktor Pendukung dan Penghambat 5.5.1 Faktor Pendukung Faktor pendukung selama kegiatan magang di OZ dapat mempermudah penyelesaian setiap tahapan pada proses desain Taman Lingkungan JGC sehingga dapat berjalan dengan lancar. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1. sistem kerja secara teamwork Pengerjaan proyek pada OZ dilakukan secara teamwork dan dikoordinir oleh seorang project manager. Staf dapat saling mengisi kekurangan dan saling bekerja sama untuk menyempurnakan bagian yang satu dengan lainnya. Selain itu, tim yang sedang mengalami penundaan proyek juga ikut membantu tim lain yang sedang dalam masa deadline. 2. spesifikasi kerja Pembagian pekerjaan disesuaikan dengan keahlian staf yang ada di OZ (arsitek lanskap dan arsitek). Selain itu, disesuaikan juga dengan tingkat pengalaman. Pembagian porsi pekerjaan bagi staf senior lebih besar daripada staf junior karena staf senior lebih berpengalaman dan memiliki style desain yang lebih terpercaya. 3. tahapan kerja yang sistematis Tahapan kerja di OZ terdiri dari tahap persiapan, riset dan analisis (Research and Appraisal), tahap konsep desain (Design Concept), tahap pengembangan desain (Design Development), serta tahap pembuatan gambar kerja (Working Drawing). Setiap proyek umumnya mengikuti tahapan tersebut dan selalu melakukan yang terbaik dalam tiap tahapan. 4. referensi desain OZ mengumpukan berbagai referensi desain yang berasal dari buku, internet, data dari proyek yang telah dikerjakan, maupun studi desain langsung ke lokasi yang dapat dijadikan referensi. Hal tersebut serupa dengan yang dikemukakan
85
oleh Soeharto (1995), bahwa sebagai konsultan yang memasarkan keahlian dan kecakapan, syarat minimal yang perlu dimiliki untuk menjaga mutu hasil pekerjaannya adalah kreatif, yaitu selalu menyuguhkan ide dan gagasan yang baru dan segar. 5. fasilitas kerja Fasilitas yang dimiliki OZ sangat membantu dalam setiap kegiatan desain dan komunikasi. Keefektifan kinerja di OZ didukung oleh spesifikasi fasilitas yang dimiliki. Fasilitas kerja dalam bentuk software maupun hardware digunakan semaksimal mungkin. Upaya penambahan dan perbaikan fasilitas OZ terus dilakukan terutama untuk penambahan persediaan peralatan lain, seperti alatalat gambar, peningkatan kinerja komputer dengan spesifikasi yang lebih baik, serta penambahan kapasitas harddisk untuk keberlanjutan backup data. 7. manajemen kerja yang baik Manajemen kerja yang ada di OZ ikut mendukung dalam menciptakan suasana kerja yang menyenangkan dan saling memberikan motivasi di setiap pekerjaan studio. OZ juga senantiasa melakukan pelayanan yang terbaik, seperti dalam hal penyusunan proposal pengajuan proyek, administrasi pembayaran, maupun konsultasi antara OZ dengan klien. 5.5.2 Faktor Penghambat Kegiatan magang secara umum berjalan lancar, namun terdapat beberapa faktor penghambat berupa kendala. Kendala terjadi pada proses kerja di OZ dan pada saat proses desain Taman Lingkungan di Perumahan Jakarta Garden City. Kendala yang terjadi pada proses kerja di OZ berupa pemadaman listrik bergilir. Pemadaman listrik sering terjadi pada sore hari dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga secara tidak langsung mengganggu jadwal pekerjaan dan mengakibatkan jam kerja melebihi waktu yang telah ditentukan (overtime). Kendala yang terjadi pada proses desain Taman Lingkungan JGC adalah perubahan waktu pengerjaan dengan rentang yang lebih panjang dari kesepakatan awal karena perubahan teknis dari klien. Perubahan tersebut mengakibatkan penundaan pengerjaan proyek JGC sehingga OZ berusaha untuk mengatur jadwal pekerjaan dengan beralih mengerjakan proyek lainnya yang memiliki tenggat waktu lebih singkat.