IV.
A.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian dipanaskan oleh radiasi surya termanfaatkan oleh bangunan. Pada saat malam hari digunakan pemanas tambahan agar pengeringan tetap berlangsung. Panas berasal dari air yang dipanaskan dengan menggunakan heater dan disirkulasikan dengan pompa dengan radiator sebagai penukar panas dan disebarkan ke dalam ruang pengering dengan bantuan kipas radiator. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada setiap percobaan dapat dilihat pada Gambar 8, 9, 10, 11, dan 12.
Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.
31
Gambar 9. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan II.
Gambar 10. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan III.
Gambar 11. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan IV. 32
Gambar 12. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan V.
Dari grafik terlihat bahwa untuk setiap percobaan, suhu ruang pengering lebih tinggi daripada suhu lingkungan. Hal ini dikarenakan pantulan dalam bentuk gelombang panjang terperangkap dalam ruangan pengering yang tidak dapat menembus dinding transparan, sehingga terjadi peningkatan suhu di dalam ruang pengering. Suhu ruang pengering yang lebih besar dapat mempercepat pengeringan. Kisaran suhu ruang pengering suhu lingkungan dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah. Tabel 4. Kisaran Suhu Ruang Pengering, Suhu Lingkungan, dan Suhu Outlet pada Masing-masing Percobaan. Parameter
Percobaan I o
II
III
IV
V
26-41.8
29-47
Suhu ruang pengering ( C)
30-49
Suhu lingkungan (oC)
29-33
28-33
28-32
25-33
26-33
Suhu outlet (oC)
32-48
29-45
34-45
30-46
32-49
28-40.2 25-45.5
Pada percobaan IV yang dilakukan sampai malam hari (pukul 20.00) diberikan pemanas tambahan karena sudah tidak adanya radiasi matahari yang digunakan untuk menguapkan air produk yang mengakibatkan suhu di dalam ruang pengering terlalu rendah. Panas yang dihasilkan dari pemanas tambahan berasal dari air yang dipanaskan dengan menggunakan heater kemudian
disirkulasikan
dengan
menggunakan
pompa,
HE
untuk
33
pembangkit panas, serta kipas penukar panas, udara panas disalurkan ke dalam ruang pengering. Suhu outlet pada masing-masing percobaan terlihat lebih tinggi dari suhu ruang pengering, hal ini disebabkan oleh aliran udara pengering yang terlalu besar sehingga daya kipas outlet perlu dikurangi. Laju aliran udara pengering yang terlalu besar mengakibatkan terbawanya udara panas ke luar yang digunakan untuk menguapka air produk sebelum digunakan. Pada percobaan I, II, III, dan V, udara panas ruang pengering hanya bersumber dari radiasi matahari, sedangkan pada percobaan IV selain berasal dari radiasi matahari juga berasal dari pemanas tambahan. Hal ini dikarenakan pada percobaan IV dilakukan proses pengeringan sampai pukul 20.00 yang mulai pukul 17.00 sudah tidak terapat radiasi surya. Rata-rata suhu lingkungan pada tiap-tiap percobaan adalah 30.8OC, 30.8OC, 29.6OC, 29.4OC, dan 30.9OC. Suhu lingkungan untuk semua percobaan terlihat seragam satu sama lain, hal ini dikarenakan iradiasi ratarata untuk setiap percobaan hampir seragam. Rata-rata suhu ruang pengering adalah 37.27OC, 37.93OC, 37.27OC, 35.56OC, dan 38.4OC. Rata-rata suhu ruang pengering terendah pada percobaan IV, hal ini dikarenakan terjadi hujan gerimis pada waktu tersebut. Rata-rata suhu outlet pada masingmasing percobaan yaitu 40.0OC, 39.8OC , 39.3OC, 37.5OC, dan 39.9OC. Rata-rata suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah. Rata-rata suhu lingkungan < rata-rata suhu ruang < rata-rata suhu outlet. Hal ini berarti rata-rata udara panas yang terbuang ke luar ruang pengering sebelum digunakan untuk menguapakan air produk lebih besar daripada rata-rata udara panas yang terpakai untuk menguapkan air produk. Keadaan ini terjadi karena laju aliran udara pengering yang terlalu besar sehingga daya kipas outlet perlu dikurangi.
34
Gambar 13. Rata-rata suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I, II, III, IV, dan V.
A.2 Sebaran Suhu Bahan Pada Tiap Rak Pengering Profil suhu bahan pada percobaan I, II, III, IV, dan V dapat dilihat pada Gambar 14, 15, 16, 17, dan 18. Suhu bahan pada awal proses lebih tinggi jika dibandingkan dengan suhu bahan di akhir proses, hal ini disebabkan karena pada awal proses kadar air bahan masih tinggi sedangkan pada akhir proses kadar air sudah rendah. Data suhu bahan secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran 3.
Gambar 14. Profil suhu bahan pada percobaan I.
35
Gambar 15. Profil suhu bahan pada percobaan II.
Gambar 16. Profil suhu bahan pada percobaan III.
Gambar 17. Profil suhu bahan pada percobaan IV.
36
Gambar 18. Profil suhu bahan pada percobaan V.
Perlakuan yang memiliki rata-rata suhu bahan pada setiap rak yang paling seragam yaitu percobaan 2. Standar deviasi suhu bahan pada percobaan I yaitu 0.74OC,
pada percobaan II yaitu 0.59OC 1, pada
percobaan IIII yaitu 1.01OC, pada percobaan IV yaitu 0.76OC, dan pada percobaan V yaitu 0.81OC. Sebaran suhu rata-rata bahan pada proses pengeringan pada tiap percobaan dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Sebaran suhu rata-rata bahan pada proses pengeringan pada tiap percobaan
B.
Laju Pengeringan Laju pengeringan memberikan pengertian banyaknya air yang diuapkan dalam satuan berat persatuan waktu tertentu. Brooker et al. (1974) mengatakan bahwa laju pengeringan dipengaruhi oleh faktor internal bahan
37
seperti bentuk, ukuran, dan susunan bahan saat dikeringkan. Selain faktor internal bahan, laju pengeringan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suhu, kelembaban udara, dan kecepatan aliran udara pengeringan. Suhu udara yang lebih besar dapat mempercepat laju penguapan air pada prmukaan bahan. Pada proses pengeringan, perubahan kondisi cuaca sangat berpengaruh. Pada tingkat kelembaban udara yang lebih rendah, laju penguapan air pada permukaan bahan juga menurun dan sebaliknya. Kecepatan angin yang lebih besar dapat mempercepat laju penguapan air pada permukaan bahan.
B.1.
Kadar Air Jamur tiram segar memiliki kadar air cukup tinggi, dalam penelitian
ini berkisar antara 87.61% - 92.55% bb, yang mengakibatkan produk tersebut memiliki daya simpan yang rendah. Banyaknya air yang diuapkan pada jamur tiram dan rendemen akhir jamur tiram, serta waktu pengeringan disajikan secara lengkap dalam Tabel 5. Data kadar air bahan secara lengkap disajikan dalam Lampiran 5. Tabel 5. Komposisi Jamur Tiram dan Air yang Diuapkan. Parameter
Percobaan I
II
III
IV
V
Berat awal (kg)
1.80
1.80
1.80
4.00
4.00
Berat akhir (kg)
0.17
0.15
0.16
0.44
0.56
Berat air yang diuapkan (kg)
1.63
1.65
1.64
3.56
3.45
Rendemen (%)
9.30
8.50
8.40
11.20
13.90
Kadar air awal (%bb)
91.36
92.38
92.55
89.87
87.61
Kadar air akhir (%bb)
7.43
9.85
11.55
9.20
10.68
Kadar air akhir kontrol (%bb)
7.43
11.56
18.36
5.65
35.49
9
9
11
12
11
Waktu pengeringan (jam)
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa jumlah air yang diuapkan dari bahan sangat besar. Pada saat awal pengeringan kadar air jamur tiram berkurang sangat cepat seiring dengan peningkatan suhu pengeringan. Kemudian proses penurunan kadar air berjalan lambat sampai
38
akhir proses pengeringan. Proses pengeringan dihentikan ketika bahan telah mencapai kadar air jamur yang aman untuk disimpan. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan I, II, III, IV, dan V dapat dilihat pada Gambar 20,21, 22, 23 dan 24.
Gambar 20. Penurunan kadar air bahan pada percobaan I.
Gambar 21. Penurunan kadar air bahan pada percobaan II.
39
Gambar 22 Penurunan kadar air bahan pada percobaan III.
Gambar 23. Penurunan kadar air bahan pada percobaan IV.
Gambar 24. Penurunan kadar air bahan pada percobaan V.
40
Gambar 25. Rata-rata kadar air pada percobaan I, II, III, IV, dan V. Standar deviasi untuk kadar air pada masing-masing percobaan adalah sebagai berikut 5.97 pada percobaan I, 5.33 pada percobaan II, 5.35 pada percobaan III, 4.12 pada percobaan IV, dan 2.16 pada percobaan V. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air akhir bahan pada setiap rak percobaan V memiliki nilai yang hampir sama. Percobaan V merupakan perlakuan yang memiliki kadar air akhir bahan pada setiap rak hampir seragam dibandingkan keempat percobaan lainnya. Percobaan I memiliki kadar air akhir bahan pada setiap rak paling seragam sedangkan percobaan II dan III memiliki kadar air akhir bahan pada setiap rak kurang seragam.
B.2. Kelembaban Relatif (RH) Profil RH selama proses pengeringan mengalami fluktuasi seiring dengan fluktuasi yang terjadi pada iradiasi surya. Besarnya nilai RH sangat dipengaruhi oleh suhu. Hubungan suhu dengan RH adalah berbanding terbalik, yaitu peningkatan suhu akan mengakibatkan penurunan RH. Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses penguapan dari dalam bahan ke permukaan, serta menentukan tingkat kemampuan udara menampung uap air. Semakin kecil RH, maka akan semakin baik untuk pengeringan karena kemampuan udara menampung uap air dari bahan semakin banyak, sedangkan semakin besar nilai RH maka kurang baik untuk proses pengeringan karena kemampuan udara pengering untuk menarik uap air dari bahan yang dikeringkan menjadi lebih kecil. RH
41
lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada masing-masing percobaan dapat dilihat pada Gambar 26, 27, 28, 29, dan 30.
Gambar 26. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.
Gambar 27. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan II.
Gambar 28. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan III. 42
Gambar 29. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan IV.
Gambar 30. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan V.
Rata-rata RH lingkungan > rata-rata RH ruang pengering. Rata-rata RH ruang pengering > rata-rata RH outlet. Rata-rata RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I, II, III, IV dan V dapat dilihat pada Gambar 31.
43
Gambar 31. Rata-rata RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I, II, III, IV, dan V.
Rata-rata RH lingkungan pada percobaan I, II, III, IV, dan V masingmasing yaitu 94.89%, 97.17%, 93.55%, 87.60%,dan 89.09%. Rata-rata RH ruang pengering pada percobaan I, II, III, IV, dan V masing-masing yaitu 69.44%, 61.19%, 64.52%, 60.79%, dan 66.43%. Rata-rata RH outlet pada percobaan I, II, III, IV, dan V masing-masing yaitu 49.84%, 49.97%, 52.22%, 48.40%, dan 58.08%. Data suhu serta RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet secara lengkap disajikan dalam Lampiran 2. Rata-rata RH ruang pengering jauh lebih rendah dibandingkan ratarata RH lingkungan. Oleh karena itu, kemampuan udara ruang pengering untuk menyerap air yang diuapkan dari bahan yang dikeringkan lebih besar dibandingkan dengan kemampuan udara lingkungan.
B.3.
Kecepatan Udara Kecepatan
udara
diukur
dengan
menggunakan
anemometer
Kanomax Model 6011. Kecepatan udara yang diukur meliputi kecepatan udara inlet dan outlet. Udara dari luar ruang pengering dihisap oleh kipas outlet ke dalam ruang pengering kemudian keluar ruang pengering. Udara ini membawa panas yang akan digunakan untuk mengeringkan bahan. Laju aliran udara merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju pengeringan. Laju udara tinggi akan mempercepat proses pengeringan pada bahan yang memiliki kadar air tinggi seperti jamur tiram. 44
Namun bila laju udara terlalu tinggi panas yang seharusnya digunakan untuk mengeringkan bahan di dalam mesin pengering menjadi terdorong ke luar. Oleh karena itu perlu diketahui kecepatan angin yang optimal untuk pengeringan. Rata-rata kecepatan udara outlet pada percobaan I, II, III, IV, dan V adalah
2.37 m/s, 2.89 m/s, 2.58 m/s, 2.27 m/s, 1.86 m/s, sedangkan
kecepatan udara pada inlet adalah 0.66 m/s, 1.03 m/s, 0.81 m/s, 0.96 m/s, 0.60 m/s. Nilai ragam rata-rata kecepatan udara outlet dan inlet dan masingmasing yaitu 0.55 m/dt dan 0.07 m/dt. Data kecepatan udara inlet dan outlet secara lengkap disajikan dalam Lampiran 4.
B.4. Laju Pengeringan Laju pengeringan dipengaruhi oleh suhu dan RH lingkungan. Laju pengeringan yang tinggi pada awal pengeringan disebabkan oleh adanya air bebas yang terkandung di dalam produk, sehingga jumlah air yang diuapkan pun besar. Setelah air bebas teruapkan, terjadi laju pengeringan yang menurun. Pada periode ini terjadi migrasi uap air dari bagian dalam ke permukaan produk secara difusi karena adanya perbedaan konsentrasi atau tekanan uap bagian dalam ke luar. Beda tekanan uap antara bahan dengan udara pengering semakin kecil dengan semakin rendah kadar air karena air yang tersisa adalah air terikat dalam bahan. Periode ini disebut dengan periode pengeringan dengan laju pengeringan menurun. Gambar 32, 33, 34, 35, dan 36 memperlihatkan laju pengeringan rata-rata pada setiap percobaan.
Gambar 32. Laju pengeringan pada percobaan I. 45
Gambar 33. Laju pengeringan pada percobaan II
Gambar 34. Laju pengeringan pada percobaan III
Gambar 35. Laju pengeringan pada percobaan IV
46
Gambar 36. Laju pengeringan pada percobaan V Dari gambar terlihat bahwa pada semua percobaan terjadi laju pengeringan menurun. Rata-rata laju pengeringan pada percobaan I, II, III, IV, dan V dapat dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37. Rata-rata laju pengeringan pada percobaan I, II, III, IV, dan V Berdasarkan hasil penelitian Triwahyudi (2009) diketahui bahwa pergeseran posisi rak sebesar 45O menyebabkan sebaran untuk kadar air untuk pengeringan kapulaga tiap rak lebih seragam. Rata-rata laju pengeringan pada percobaan I, II, III, IV, dan V masing-masing yaitu 20.27% bk/jam, 22.96% bk/jam, 19.75% bk/jam, 15.48% bk/jam, dan 19.49% bk/jam. Hal ini menunjukkan bahwa laju pengeringan pun dipengaruhi oleh massa bahan yang dikeringkan dan jumlah energi yang dikeringkan. Pada supplai energi yang tidak terlalu berbeda, massa bahan yang dikeringkan pada percobaan IV dan V yaitu 4.8 kg (dua kali massa bahan yang dikeringkan pada percobaan I, II, dan III), oleh karena itu laju pengeringan bahan pada percobaan I, II, dan III lebih besar dibandingkan 47
laju pengeringan bahan pada percobaan IV dan V. Percobaan II memiliki laju pengeringan tertinggi dibandingkan laju pengeringan ketiga percobaan lainnya. Data laju pengeringan bahan secara lengkap disajikan dalam Lampiran 6.
C.
Kebutuhan Energi Pengeringan dan Efisiensi Energi Pengeringan Konsumsi energi pada pengering ERK-Hybrid berasal dari iradiasi surya dan listrik. Energi listrik selain dipergunakan untuk pemanas tambahan juga dipergunakan untuk tenaga penggerak untuk memutar rak pengering, pompa serta kipas penghembus. Energi surya dan energi listrik merupakan sumber energi thermal yang utama. Selain konsumsi energi thermal, dalam pengeringan dengan mesin pengering ini juga mengkonsumsi energi mekanik yang bersumber dari energi listrik. Menurut Abdullah (2007) kedua bentuk energi harus tersedia dalam jumlah yang memadai agar pengeringan dapat berlangsung dengan baik. Penggunaan energi pada pengeringan bahan pertanian merupakan 60% dari seluruh energi yang dipergunakan untuk proses produksi suatu bahan pertanian (Brooker et al, 1992 dalam Triwahyudi, 2009).
C.1. Energi Surya Energi surya merupakan energi utama yang digunakan dalam proses pengeringan dengan mesin pengering ERK. Besarnya masukan energi surya bergantung pada lamanyta penyinaran dan kondisi cuaca selama pengeringan berlangsung. Penerimaan iradiasi surya selama penelitian berasal dari sinar matahari yang diukur mulai dari ± pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dasajikan pada Gambar 38. Dari gambar terlihat bahwa iradiasi yang diterima sangat berfluktuatif. Intensitas radiasi surya diukur dengan menggunakan pyranometer dengan nilai keluaran berupa nilai tegangan (dalam mV) kemudian dikonversi menjadi W/m2. Data pengukuran iradiasi surya dapat dilihat dalam Lampiran 1. Berikut ini merupakan grafik iradiasi surya yang diterima mesin pengering pada masing-masing percobaan.
48
Gambar 38. Iradiasi surya percobaan I, II, III, IV, dan V Pada percobaan IV, nilai iradiasi minimum adalah sebesar 0 W/m2, hal ini dikarenakan pengeringan dilakukan sampai pukul 20.00. Pada waktu tersebut sudah tidak terdapat sinar matahari. Dari data yang diperoleh, iradiasi 0 W/m2 dimulai dari pukul 18.00 sesuai cuaca pada saat itu. Nilai iradiasi yang berfluktuasi dikarenakan waktu pengambilan data yang berbeda. Nilai iradiasi maksimum terjadi pada pukul 12.00 WIB. Dibandingkan dengan percobaan lainnya, percobaan IV memberikan fluktuasi radiasi matahari tertinggi. Lama penyinaran pada tiap percobaan adalah berbeda-beda. Begitu pula dengan total iradiasi surya pada tiap percobaan. Data nilai iradiasi maksimum, iradiasi minimum, iradiasi rata-rata, lama penyinaran, dan enrgi radiasi surya disajikan dalam Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Nilai iradiasi maksimum, iradiasi minimum, iradiasi rata-rata, lama penyinaran, dan energi radiasi surya I max
I min
Percobaan
I ratarata
W/m2
Lama penyinaran
Energi Radiasi
(Jam)
Surya (kWh/m2)
1
615.714
212.857
418.7
9
4.61
2
624.286
161.429
391.0
9
4.30
3
657.143
78.571
423.8
11
5.51
4
677.143
0.000
384.5
12
6.92
5
658.571
60.000
425.7
11
5.53
49
Lama penyinaran yang diterima saat berlangsungnya pengeringan sangat berpengaruh terhadap total iradiasi yang diterima (Gambar 39). Penerimaan iradiasi rata-rata selama pengeringan berlangsung lebih rendah dibandingkan dengan peneimaan rata-rata iradiasi surya di Indonesia 562.5 W/m2 . Hal ini dikarenakan sebagian sinar matahari terhalang oleh awan selama pengeringan berlangsung.
Gambar 39. Lama penyinaran, total, dan rata-rata iradiasi selama pengeringan berlangsung untuk tiap-tiap percobaan
Data dan performansi pengeringan pada model pengering ERKhybrid tipe rak berputar untuk pengeringan jamur tiram dapat dilihat pada Tabel 6. Energi surya terbesar yang diterima model pengering terdapat pada percobaan IV dengan nilai total energi sebesar 6899.16 kJ.
C.2. Energi Listrik Alat-alat yang terdapat pada mesin pengering ini yang menggunakan energi listrik yaitu kipas outlet (60 W), pompa (125 W), heater (1000 W), kipas radiator (60 W), dan motor penggerak rak (40 W). Energi listrik yang digunakan merupakan suplai dari listrik PLN. Energi listrik digunakan untuk menghailkan energi termal dan energi mekanik. Penggunaan energi listrik sebagai energi thermal dilakukan dengan menggunakan heater dengan daya sebesar 1000 W. Suhu air yang dipanaskan oleh heater berkisar antara 65OC- 80OC. Sedangkan penggunaan energi listrik untuk menghasilkan energi mekanik antara lain motor
50
penggerak rak, kipas outlet, kipas radiator dan pompa. Kebutuhn energi listrik dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu kebutuhan energi listrik untuk unit pemanas, energi listrik untuk penggerak rak, dan energi listrik untuk sirkulasi udara. Energi listrik untuk unit pemanas terdiri dari heater, pompa, dan kipas radiator. Adapun komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 40, 41, 42, 43, dan 44 di bawah ini.
Gambar 40. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan I
Gambar 41. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan II
51
Gambar 42. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan III
Gambar 43. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan IV
Gambar 44. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan V
52
Pada percobaan I, II, dan III, persentase penggunaan energi terbesar pada energi surya. Hal ini dikarenakan percobaan tidak dilakukan sampai malam energi yang membutuhkan pemanas tambahan berupa heater. Sedangkan pada percobaan IV dan V persentase penggunaan energi terbesar adalah energi listrik untuk heater, hal ini dikarenakan pengeringan dilakukan sampai malam hari. Konsumsi energi listrik yang besar ini dapat mengakibatkan peningkatan biaya pengeringan. Penggunaan heater sebagai pemanas tambahan ini dapat digantikan dengan tungku yang berbahan dasar biomassa untuk mengurangi biaya pengeringan. Beberapa pengering Efek Rumah Kaca-Hybrid yang menggunakan pemanas tambahan berupa biomasa yang menggunakan tungku sebagai media pembentukan panasnya adalah sebagai berikut : a. Pengering Efek Rumah Kaca-Hybrid Tipe Terowongan ERK-Hybrid tipe terowongan menggunakan energi surya dan energi biomassa sebagai sumber energi termal dan photovoltaic sebagai penghasil energi listrik untuk menggerakkan kipas. Komponenkomponen utama dari sistem pengering ini mencakup bangunan terowongan transparan, rak sebagai wadah, penukar panas, tungku, dan kipas. Suhu ruang pengering tipe ini dapat mencapai 60OC pada kondisi cerah tanpa menggunkan pemanas tambahan. Untuk pengeringan ikan ukuran kecil sebagai pakan ternak waktu pengeringan yang dibutuhkan adalah 5 jam. b. Pengering Efek Rumah Kaca-Hybrid Tipe Kabinet Pengering cabinet sangat sesuai digunakan untuk bahan yang membutuhkan pengeringan tanpa ditumpuk. Komponen-komponen utama dari sistem pengering ini mencakup bangunan transparan, rak sebagai wadah, penukar panas, tungku, dan kipas. Waktu pengeringan bergantung dari jenis produk yang dikeringkan. Efisiensi penggunaan energi pada mesin pengering sebesar 6.73%-8.06%. c. Pengering Efek Rumah Kaca-Hybrid dengan Wadah Silinder Berputar Pengering ini menggunakan energi surya dan biomassa sebagai sumber energi termal dan energi listrik untuk menggerakkan kipas dan
53
memutar silinder. Komponen-komponen utama dari sistem pengering ini mencakup bangunan transparan, dua buah drum silinder, penukar panas, tungku, kipas, dan motor pemutar drum. Produk yang dapat dikeringkan mencakup jagung, gabah, kakao, kopi, dan produk lain yang berbentuk biji-bijian atau produk lain yang tahan terhadap benturan.
C.3.
Energi Total Energi total yang masuk ke sistem adalah gabungan antara energi
surya yang diterima model pengering dan energi listrik yang digunakan untuk heater, menggerakkan kipas outlet, menggerakkan kipas pada penukar panas, motor listrik untuk menggerakkan rak, serta untuk pompa. Besarnya energi total pada tiap percobaan dapat dilihat dalam Gambar 45 di bawah ini.
Gambar 45. Besarnya Energi Total pada Tiap Percobaan
C.4.
Efisiensi Penggunaan Energi Efisiensi energi pada proses pengeringan adalah perbandingan antara
total input energi pada sistem pengering ERK tersebut dengan output energi yang terpakai oleh produk yang dikeringkan. Input energi yang digunakan berupa energi panas dari matahari dan energi listrik. Sedangkan outputnya berupa energi yang yang digunakan utuk menaikkan suhu bahan dan menguapkan air pada bahan. Semakin tinggi efisiensi, maka akan semakin kecil energi yang yang dibutuhkan untuk mengeringkan tiap kg bahan.
54
Efisiensi ini menunjukkan baik tidaknya performansi alat untuk pengeringan atau efektif tidaknya energi panas yang termanfaatkan. Performansi mesin pengering ERK secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Besarnya efisiensi total sistem pengering tiap percobaan berturut-turut adalah sebagai berikut 52.94%, 54.35%, 43.24%, 37.79%, dan 41.37%. Efisiensi terbesar dicapai pada percobaan II, dan efisiensi terkecil dicapai pada percobaan IV. Nilai efisiensi mesin pengering ERK-hybrid tipe rak berputar untuk mengeringkan jamur tiram lebih besar daripada efisiensi mesin pengering tersebut untuk mengeringkan kapulaga, rosela, dan cengkeh. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi alat pengering adalah kehilangn panas dari alat, jumlah bahan yang dikeringkan, kadar air awal, iradiasi surya, suhu, dan RH lingkungan.
C.5.
Kebutuhan Energi Untuk Menguapkan Air dari Produk Besarnya kebutuhan energi untuk menguapkan air dari produk pada
tiap percobaan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut : Tabel 7. Kebutuhan energi untuk menguapkan air dari jamur tiram Percobaan Keterangan
Satuan I
II
III
IV
V
Energi surya
kJ
5576.25
5207.84
6899.16
6828.09
4942.28
Energi listrik untuk heater
kJ
0
0
0
10.800
10.800
Energi listrik untuk kipas
kJ
1944
1944
2376
2592
2592
0
0
0
648
648
0
240
288
816
576
0
0
0
1350
1350
outlet Energi listrik untuk kipas
kJ
pada penukar panas Energi
listrik
untuk
kJ
Energi listrik untuk pompa
kJ
menggerakkan rak
air Energi total
kJ
7520.25
7391.84
9563.16
23034.09
20332.28
Massa uap dari produk
kg
1.63
1.65
1.64
3.56
3.45
4.61
4.48
5.83
6.47
5.89
Kebutuhan energi
MJ/kg uap
55
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kebutuhan energi pengeringan terkecil didapatkan pada percobaan II, dan kebutuhan energi terbesar terdapat pada percobaan IV. Hal ini disebabkan karena digunakannya pemanas tambahan pada pecobaan IV. Triwahyudi (2009) menyampaikan bahwa kebutuhan energi untuk mengapkan air dari produk berkisar antara 21.1-29.6 MJ/kg uap. Data dan performansi pengeringan pada model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar untuk pengeringan Jamur Tiram secara lengkap disajikan dalam Lampiran 8.
D.
Analisis Mutu Jamur tiram segar mengandung protein sebesar 30.4% dan karbohidrat sebesar 57.6% per berat kering dengan kadar air 90.8% (Rismunandar, 1982 dalam Rachmat, E.A., 1997). Setelah mengalami beberapa proses dalam pengeringan, kandungan protein yang terkandung dalam jamur tiram kering ini pun akan berkurang karena terurai selama proses pengeringan. Setelah dilakukan analisis protein dengan menggunakan metode AOAC.991.20.1999, protein yang terkandung oleh jamur tiram kering 21.18% untuk JA1 dan 26.79% untuk JA2 per berat kering. Tabel 8 menunjukkan hasil analisis mutu protein pada jamur tiram kering.
Tabel 8. Hasil Analisa Mutu Jamur Tiram Hasil Penelitian Per Satuan Berat Kering. No
1
Parameter
Protein
Satuan
%bb
Hasil Pemeriksaan JA1
JA2
(Lama)
(Baru)
21.18
26.79
Metoda
AOAC.991.20.1999
Ket : Lama (bulan Juli, tahun 2009) Baru (bulan Maret, tahun 2010)
Penurunan kandungan protein setelah dilakukan proses pengeringan ini adalah disebabkan oleh adanya panas pada proses pengeringan yang dapat menyebabkan protein yang dikandung jamur tiram menjadi rusak dan mengalami penggumpalan yang mengakibatkan protein kehilangan fungsi
56
dan aktivitas biologisnya (Yuliati, 2002). Gambar 46 menunjukkan hasil pengeringan jamur tiram.
Gambar 46. Jamur tiram kering JA1 (kiri) dan JA2 (kanan)
Kandungan protein JA1 berbeda dengan kandungan protein pada JA2. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan terjadi reaksi pencoklatan dan non enzimatis, yaitu reaksi Maillard. Reaksi tersebut mudah terjadi pada kadar air rendah dan waktu penyimpanan yang lama. Reaksi Maillard dapat terjadi antara gula pereduksi dengan asam amino primer, yaitu lisin. Salah satu akibat dari reaksi tersebut adalah kehilangan asam amino esensial, yaitu lisin, sistein, dan metionin (Yuliati, 2002). Kadar air akhir bahan pada percobaan I, II, III, IV, dan V adalah berkisar antara 7.43%bb-11.55%bb (Tabel 4) dengan rata-rata 9.742 %bb. Sedangkan nilai kadar air akhir control percobaan I, II, III, IV, dan V berkisar antara 5.65%bb-35.49%bb (Tabel 4) dengan rata-rata 15.698%bb. Hasil tersebut menunjukan bahwa jamur tiram yang dikeringkan dengan menggunakan mesin pengering ERK memiliki kadar air akhir yang lebih rendah bila dibandingkan dengan dijemur. Nilai kadar air yang rendah ini dapat
menghambat
aktivitas
mikroorganisme
sehingga
dapat
memperpanjang umur simpan jamur tiram.
57