BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Pada pembuatan nanofiber Poly(ethylene oxide)(PEO)/TiO2, ada beberapa proses yang harus dilewati. Proses pertama yang dilakukan melakukan fabrikasi
nanofiber
PEO
5
wt%
yang
bertujuan
untuk
mengetahui
electrospinability nanofiber, selanjutnya persentase larutan yang telah ditetapkan sebelumnya dicampurkan dengan TiO2 untuk menghasilkan larutan PEO/TiO2 dan dielektrospinning menjadi nanofiber TiO2. Setelah dilakukan bebrapa pengujian terhadap nanofiber PEO/TiO2, dari data hasil pengujian diolah menjadi hasil yang dibahas pada bab ini. 5.1. Proses fabrikasi nanofiber PEO Hasil elektrospinning nanofiber PEO 5 wt% diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 20 kali. Dari hasil mikroskop didapatkan citra pada Gambar 5.1 yang menunjukkan larutan PEO 5 wt% dapat dielektrospinning dan tidak mengandung beads. Selanjutnya nanofiber PEO dikarakterisasi menggunakan SEM dan FTIR.
Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt%
32
24
Distribusi
20 16 12 8 4 00
100
200
300
400
500
600
Diameter (nm)
Gambar 5.2 SEM nanofiber PEO 5% wt Hasil SEM nanofiber PEO 5 wt% (Gambar 5.2) menunjukkan fiber yang dihasilkan mempunyai ukuran yang sangat beragam. Pengukuran diameter dari hasil SEM menunjukkan distribusi diameter fiber berkisar dari 82-590 nm dan diameter fiber rata-rata nya sebesar 0,3±0,1 µm. Grafik yang terbentuk tersebut dijadikan
fungsi
Gaussian.
Bentuk
fiber
yang
dihasilkan
memiliki
ketidakseragaman diameter. Fiber yang dihasilkan secara keseluruhan memiliki bentuk nonwoven dan memiliki fiber nanonet di beberapa titik. Diameter rata-rata diperoleh dari seluruh rata-rata dibagi jumlah data dan ketidakpastian diameternya diperoleh dari FWHM Gaussian. 5.2. Proses fabrikasi nanofiber PEO/TiO2 Larutan PEO 5 wt% diicampurkan dengan TiO2. Perbandingan massa PEO/TiO2 yang digunakan adalah 1:1, 2:1, 3:1 dan 4:1. Proses pencampuran larutan dengan memanaskan alkohol 96% di atas hotplate stirrer pada suhu 40 ºC selama kurang lebih 10 menit, setelah sepuluh menit bubuk PEO dan TiO2 dimasukkan dan diaduk dengan kecepatan 900 rpm pada suhu 40º C selama 3 jam. Setelah proses pengadukan, akan terbentuk larutan PEO/TiO2 yang berwarna putih susu yang diakibatkan adanya bubuk TiO2. Untuk menghomogenkan TiO2 tersebar rata, larutan disonikasi menggunakan sonikator selama 1 jam. Selanjutnya larutan PEO/TiO2 dielekstrospinning dengan tegangan 12 kV. Pada proses elektrospinning yang telah dilakukan, ketika nanofiber terbentuk di
33
atas kolektor atau pada saat larutan yang tertarik dari tip ke kolektor, tarikan ini menimbulkan bunyi desis. Ketika larutan dielektrospinning pada tegangan 9 kV larutan tidak sepenuhnya tertarik menuju kolektor. Pada tegangan 15 kV elektrospinnig larutan tidak keluar secara lancar/tersendat. Nanofiber hasil elektrospinning memiliki bentuk tipis seperti tisu. 5.3. Morfologi nanofiber PEO/TiO2 Setelah proses elektrospinning dan nanofiber terbentuk, kemudian nanofiber karakterisasi menggunakan SEM dan EDX di Laboratorium Universitas Negeri Malang dengan perbesaran 10000 kali. Hasil SEM menyajikan bentuk permukaan nanofiber dan pada hasil EDS terlihat gumpalan-gumpalan TiO2 yang terbentuk sekaligus nilai konsentrasi TiO2 dalam fiber. Dari pencitraan SEM dapat diukur diameter nanofiber menggunakan program ImageJ yang selanjutnya dihitung diameter rata-rata dari distribusi 100 titik pengukuran diameter. Citra SEM (Gambar 5.3 (a)) yang dihasilkan oleh nanofiber PEO/TiO2 dengan perbandingan 1:1 memiliki ukuran fiber yang tidak seragam berdiameter rata-rata 0,4±0,1 µm (nanometer). Banyak sekali gumpalan dan nanonet yang terbentuk pada beberapa titik dalam fiber. Gumpalan-gumpalan ini adalah TiO2 (Gambar 5.3 (c)). Dari tabel pada Gambar 5.3(d), kadar massa Ti sebesar 43,82 %. Konsentrasi TiO2 saat pencampuran dengan PEO memiliki perbandingan 1:1, hal ini berarti konsentrasi massa TiO2 sebesar 50% dari total konsentrasi PEO dan TiO2. Nilai awal yaitu 50% dibandingkan 43,82% dari hasil spektroskopi EDS tidaklah jauh berbeda. Dari tabel (Gambar 5.3 (d)) terdapat presentase C dan O masing-masing sebesar 23,94% dan 32,23%. PEO merupakan polimer yang mempunyai elemen C dan O. Persentase O dalam tabel (Gambar 5.3 (d)(f)) merupakan gabungan O dari PEO dan TiO2. Pada Gambar 5.3 (e), hasil EDX menunjukkan bukti bahwa gumpalan pada nanofiber merupakan TiO2 yang agglomerasi yang dijelaskan pada tabel disampingnya. Dari tabel (Gambar 5.3 (f)) gumpalan bertanda merah memiliki Ti 47,38% dan sisanya adalah C dan O.
34
a
b
24
Distribusi
20 16 12 8 4 00
100
200
300
400
500
600
700
Diameter (nm)
d
c
Element
Wt%
At%
CK
23.94
40.49
OK
32.23
40.92
TiK
43.82
18.58
Matrix
Correction
ZAF
f
e
Element
Wt%
At%
CK
09.28
17.28
OK
43.34
60.60
TiK
47.38
22.13
Matrix
Correction
ZAF
Gambar 5.3 (a) SEM, (b) Distribusi diameter, (c) EDS keseluruhan, (d) Tabel hasil EDS keseluruhan, (e) EDS suatu titik, dan (f) EDS suatu titik nanofiber PEO/TiO2 1: 1
SEM (Gambar 5.4 (a)) yang dihasilkan oleh nanofiber PEO/TiO2 2:1 juga memiliki ukuran fiber yang tidak seragam, tampak ada fiber yang berukuran
35
sangat besar dan juga ada fiber yang kecil, pada fibernya juga terbentuk nanonet pada beberapa titik. Ketika proses elektrospinning pelarut akan menguap ketika menuju kolektor yang menyebabkan ukuran dan bentuk nanofiber menyusut. Gumpalan TiO2 yang ada dalam fiber ini tidak sebanyak dalam nanofiber dengan konsentrasi PEO lebih sedikit. Dari grafik distribusi diameter nanofiber, diameter nanofiber dengan rentang 132 hingga 1000 nm. Hasil perhitungan menggunakan fungsi Gaussian didapatkan diameter rata-rata fiber sebesar 0,3±0,1 µm. Dalam nanofiber PEO/TiO2 dengan perbandingan 2:1, konsentrasi awal PEO berbanding TiO2 adalah kurang lebih 66,67% : 33,33%. Pada tabel (Gambar 5.4 (d)) dibawah ini ditunjukkan konsentrasi Ti sebesar 31,33%. Jumlah TiO2 di awal dengan Ti dari hasil spektroskopi tidaklah berbeda jauh. Dari tabel (Gambar 5.4 (d)) terdapat presentase C dan O masing masing sebesar 33,57% dan 35,10%. PEO merupakan polimer yang mempunyai elemen C dan O. Persentase O dalam tabel merupakan gabungan O dari PEO dan TiO2. Penambahan TiO2 di dalam larutan PEO/TiO2 menyebabkan peningkatan konduktivitas larutan.
36
a
b 44 40 36 32
Distribusi
28 24 20 16 12 8 4 00
100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Diameter (nm)
c
d Element
e
Wt%
At%
CK
33.57
49.53
OK
35.10
38.88
TiK
31.33
11.59
Matrix
Correction
ZAF
f Element
Wt%
At%
CK
06.49
12.34
OK
45.29
64.66
TiK
48.22
23.00
Matrix
Correction
ZAF
Gambar 5.4 (a) SEM, (b) Distribusi Diameter, dan (c) EDS keseluruhan, (d) Tabel EDS keseluruhan, (e) EDS suatu titik, dan (f) Tabel EDS suatu titik nanofiber PEO/TiO2 2:1 Perbedaan ukuran nanofiber yang sangat besar, dimungkinkan karena fiber yang berukuran kecil berasal dari permukaan larutan jet yang tidak stabil sehingga
37
mengeluarkan jet kecil (cabang). Nanofiber PEO/TiO2 3:1 (Gambar 5.5 (a)) memiliki distribusi ukuran 100-800 nm, rentang ini sangat besar, yang berarti ukurannya lebih beragam dari nanofiber PEO/TiO2 1:1 dan 2:1 yang memiliki rentang 150-500 nm. Dari hasil perhitungan besar diameter rata-rata nanofibernya adalah 0,3±0,1 µm. Dalam nanofiber PEO/TiO2 dengan perbandingan 3:1, persentase TiO2 sebesar 25% dari total massa PEO dan TiO2. Dalam tabel (Gambar 5.5 (d)) , massa Ti sebesar 23,19%, persentase ini tidak berbeda jauh dengan persentase massa awal TiO2 sebesar 25%. Tabel (Gambar 5.5 (d)) menunjukkan presentase C dan O masing masing sebesar 39,58% dan 37,23%. PEO merupakan polimer yang mempunyai elemen C dan O. Presentase O dalam tabel (Gambar 5.5 (d)(f)) merupakan gabungan O dari PEO dan TiO2.
38
a
b 30
25
Distribusi
20
15
10
5
00
100
200
300
400
500
600
Diameter (nm)
d
c
Element
e
Wt%
At%
CK
39.58
53.96
OK
37.23
38.11
TiK
23.19
07.93
Matrix
Correction
ZAF
f Element
Wt%
At%
CK OK
29.48 34.43
45.80 40.15
TiK
36.09
14.06
Matrix
Correction
ZAF
Gambar 5.5 (a) SEM, (b) Distribusi Diameter, (c) EDS keseluruhan, (d) Tabel EDS keseluruhan, (e) EDS satu titik, dan (f) Tabel EDS suatu titik nanofiber PEO/TiO2 3:1
39
700
800
a
b
30
25
Distribusi
20
15
10
5
00
100
200
300
400
500
600
Diameter (nm)
d
c
Element
Wt%
At%
CK
44.21
57.32
OK
37.84
36.84
TiK
17.95
05.84
Matrix
Correction
ZAF
Element
Wt%
At%
CK
16.29
30.44
OK
32.46
45.54
TiK
51.25
24.02
Matrix
Correction
ZAF
f
e
Gambar 5.6 (a) SEM, (b) Distrusi Diameter, (c) EDS keseluruhan, (d) Tabel EDS keseluruhan, (e) EDS satu titik, dan (f) Tabel EDS suatu titik nanofiber PEO/TiO2 4:1
40
Sama halnya dengan bentuk nanofiber sebelumnya, nanofiber memiliki bentuk yang hampir sama namun memiliki konsenrasi yang lebih rendah. Terlihat dari hasil SEM (Gambar 5.6 (a)), gumpalan di titik tertentu hanya berkisar lima gumpalan yang juga diunjukkan pada hasil EDS. Pada tabel hasil EDS (Gambar 5.6 (d)), nilai konsentrasi menunjukkan 17,95% TiO2 sedangkan dari persentase massa awal TiO2 sebesar 20%. Perbandingan nilai tersebut tidak terlalu signifikan mengingat TiO2 merupakan gabungan senyawa Ti dan O. Diameter fiber yang dihasilkan memiliki jangkauan dari 150 hingga 600 nm dan diameter rata-ratanya sebesar 0,3±0,1 nm. Terdapat juga nanonet walaupun dalam jumlah yang kecil. Dari tabel (Gambar 5.6 (d)) terdapat presentase C dan O masing masing sebesar 44,21% dan 37,84%. PEO merupakan polimer yang mempunyai elemen C dan O. Presentase O dalam tabel (Gambar 5.6 (d)(f)) merupakan gabungan O dari PEO dan TiO2.
1.0
0.8
Diameter
0.6
0.4
0.2
0.0 PEO 5%
PEO/TiO2 1:1
PEO/TiO2 2:1
PEO/TiO2 3:1
PEO/TiO2 4:1
Jenis Nanofiber
Gambar 5.7 Grafik Perbandingan Diameter rata-rata nanofiber PEO dan PEO/TiO2
41
Pada Gambar 5.7, grafik diameter kelima nanofiber tidak jauh berbeda. Penambahan konsentrasi TiO2 tidak mempengaruhi besar diameter nanofiber, perubahannya hanya terdapat dalam jumlah gumpalan nanofibernya. 5.4. Ikatan molekul Spektroskopi FTIR digunakan untuk menentukan ikatan molekul yang terjadi di dalam nanofiber. Pada hasil FTIR akan tampak nilai panjang gelombang dan intensitas dimana terjadinya ikatan tersebut. Hasil spektroskopi FTIR ini akan digunakan untuk membandingkan gugus penyusun kimia nanofiber dengan bahan penyusunnya. Hasil grafik FTIR keenam sampel sebagai berikut:
Gambar 5.8 Grafik panjang gelombang FTIR Puncak karakteristik Ti terletak pada 300-800 cm-1 (NIST, 1970) memiliki intensitas yang cukup tinggi. PEO memiliki ikatan C-C, C-H dan C-O dan ethanol memiliki ikatan C-H, C-C, C-O dan O-H. Ikatan O-H pada semua nanofiber
42
memiliki intensitas yang lemah karena sebagian alkohol telah menguap mengingat titik didih alkohol hanya sekitar 78,29 ºC. Tabel 5.1 Beberapa jenis ikaan gugus fungsi hasil spekroskopi FIR Nanofiber PEO dan PEO/TiO2 Gugus Bubuk Fungsi PEO PEO 5% 1:1 2:1 3:1 4:1
Jenis Jenis Vibrasi Senyawa
3572,17 3348,42 3302,13 3425,58 3332,99 Alkohol
Sedang
C-O
1103,28 1103,28 1095,57 1087,85 1103,28 1095,57 Alkohol
Tajam
C-H
2893,22 2877,79 2877,79 2862,36 2877,79 2877,79 Alkana Sedang/tajam
C-C
1280,73 1280,73 1280,73 1280,73 1280,73 1280,73 Alkana
O-H
-
Tajam
5.5. Agglomerasi dan dispersi TiO2 TiO2 powder anatase yang dipakai dalam penelitian ini memiliki ukuran nano yakni <25 nm. Berbeda dengan partikel yang berukuran besar, partikel berukuran nano memiliki permukaan partikel yang lebih luas. Karena itu reaksi partikel nano terhadap sesuatu jauh lebih besar daripada partikel besar. Partikel nano memiliki dorongan untuk membentuk agglomerasi, agglomerasi merupakan penggumpalan partikel nano sehingga partikel-prtikel tersebut membentuk suatu gumpalan tak beraturan yang disebabkan interaksi antar partikelnya. Luas permukaan partikel agglomerasi berkurang dari jumlah luas permukaan partikel-partikel penyusunnya. Pada kasus agglomerasi TiO2, partikel dengan ukuran <25 nm dapat membentuk agglomerasi hingga 2,5 µm. Namun, untuk mengetahui bentuk pasti agglomerasi partikel dan partikel-partikel penyusun didalamnya harus dilakukan analisa TEM. Hasil elektrospinning nanofiber PEO/TiO2 menunjukkan nanoparikel TiO2 tidak terdispersi sempurna oleh PEO. Dalam kasus ini PEO tidak berhasil mendispersikan nanopartikel TiO2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fouda, et al.
tahun
2012,
PEO
dicampurkan
dengan
nanopartikel
AgNPs
dan
dielektrospinning. Namun, sebelum dicampurkan kedalam PEO, nanopartikel
43
AgNPs ditanamkan kedalam Carboxymethyl Chiosan (CMCTS). Penambahan CMCTS tersebut bertujuan sebagai agen pereduksi dan stabilisator nanopartikel AgNPs (Fouda, et al.2012). Ketika AgNPs ditambahkan kedalam PEO, konduktivitas larutan akan bertambah sehingga menyebabkan diameter nanofiber yang dihasilkan lebih kecil dibanding nanofiber PEO sendiri (Sheikh et al., 2010).Dari beberapa refrensi di atas diambil kesimpulan bahwa PEO tidak sepenuhnya dapat mendispersikan nanopartikel tanpa adanya agen stabilisator.
44