BAB IV ANALISIS
4.1. Analisis Data LIDAR 4.1.1. Analisis Kualitas Data LIDAR
Data LIDAR memiliki akurasi yang cukup tinggi (akurasi vertikal = 15-20 cm, akurasi horizontal = 0.3-1 m), dan resolusi yang bagus. Sensor LIDAR juga memiliki kemampuan
multiple return. Dengan kemampuan LIDAR secara
multiple return memungkinkan untuk menghasilkan data 3D. Selain itu, multiple return juga berfungsi untuk menghasilkan data topografi tanah dan bentuk objek di atasnya. LIDAR juga memiliki kemampuan penetrasi yang cukup baik pada daerah-daerah yang memiliki vegetasi yang rapat. Dengan kemampuan penetrasi yang bagus tersebut, LIDAR bisa mengumpulkan data topografi tanah dan juga bisa mendefenisikan bentuk dan ukuran vegetasi atau objek di atas permukaan tanah. LIDAR memiliki kemampuan untuk memisahkan permukaan tanah dengan objek di atas permukaan tanah tersebut. (Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 4.1). Dengan kemampuan multiple return dan penetrasi yang baik tersebut, kualitas data yang dihasilkan oleh LIDAR akan semakin baik dan akurat.
Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007]
45
Tetapi dibalik kemampuannya tersebut, LIDAR memiliki beberapa sumber kesalahan yang menyebabkan data yang dihasilkan kurang akurat. Berbagai jenis komponen sensor yang dipasang pada instrumen LIDAR memiliki tingkat presisi yang berbedabeda. Contohnya, salah satu sensor LIDAR memiliki akurasi jarak 1-5 cm, akurasi GPS 2-5 cm, akurasi sudut scan 0.010, akurasi IMU untuk pitch/roll adalah 0.0050 dan akurasi heading <0.0080. Selain akurasi dari masing-masing instrumen, LIDAR juga memiliki beberapa sumber kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan waktu melakukan misi penerbangan. Sumber kesalahan itu antara lain: 1. Kesalahan karena posisi sensor yang disebabkan oleh kesalahan pada GPS dan IMU. 2. Kesalahan karena sudut dari perjalanan sinyal laser tidak diluruskan secara sempurna oleh sumbu pitch, roll, dan yaw yang pada pesawat. Hal tersebut menyebabkan perbedaan goncangan pada laser scanner dan IMU, sehingga menyebabkan nilai ukuran dari sudut scan mengalami kesalahan. 3. Kesalahan dalam pengukuran jarak yang disebabkan oleh: kesalahan jam pada alat, kesalahan pada koreksi atmosfer, dan ambiguitas pada permukaan target. Semua kesalahan tersebut menyebabkan jarak yang dihasilkan akan mengalami kesalahan. 4. Sinyal laser akan memantul jika sinar laser tersebut mengenai dinding suatu bangunan, kemudian sinyal laser tersebut akan dikirim ke sensor untuk diterjemahkan. Tetapi, ada kalanya sinyal laser yang mengenai dinding tersebut mengalami difusi sehingga sinyal tersebut dipantulkan kembali ke tanah. Dari permukan tanah kemudian dipantulkan lagi ke sensor, hal tersebut menyebabkan
sinyal
yang
mengalami
difusi
tersebut
dihitung
dan
diterjemahkan oleh sensor yang ada di pesawat, padahal data tersebut tidak diukur oleh sensor LIDAR. Kejadian tersebut akan meyebabkan data LIDAR akan mengalami outlier dan banyak terdapat data palsu. Ilustrasi dari kejadian tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2 di bawah ini.
46
Gambar 4.2. Multipath pada LIDAR yang menghasilkan data palsu [Lohani, 1996]
4.1.2. Analisis Kuantitas Data LIDAR
LIDAR mampu mengumpulkan data topografi yang lebih rapat dan relatif cepat pada daerah yang luas. Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 4.3. Kemampuan LIDAR untuk menghasilkan topografi yang relatif rapat dikarenakan sensor LIDAR dapat memancarkan kira-kira 167.000 pulsa per detik.
Gambar 4.3. Perbandingan antara DEM USGS (30 dan 10 meter) dengan DEM LIDAR (3 meter) [Puget Sound LIDAR Consortium, 2007]
Dari ilustrasi di atas jelas terlihat bahwa DEM yang dihasilkan dari data LIDAR lebih rapat sehingga menghasilkan resolusi yang tinggi. Dengan resolusi yang tinggi, informasi yang diperoleh akan lebih detail dan kompleks.
47
4.2. Analisis Hasil Pemodelan dan Simulasi Kenaikan Permukaan Air Laut
1. DEM yang digunakan untuk pemodelan banjir dibuat dengan menggunakan software ArcGIS dan Global Mpper. ArcGIS memiliki beberapa keunggulan dalam melakukan analisis 3D, tetapi memiliki kelemahan dalam tampilan 3D. Untuk menutupi kelemahan ArcGIS tersebut dapat digunakan software lain, seperti: Global Mapper, 3D DEM, dan software lainnya yang bisa mendukung tampilan 3D yang lebih baik. Pada studi kasus ini, software yang digunakan untuk tampilan 3D adalah Global Mapper (lihat gambar 4.4). Penggunaan software Global Mapper memiliki keunggulan dari segi tampilan 3D dan tidak perlu dilakukan proses konversi ke format data lain. Global Mapper bisa membaca berbagai macam format data, termasuk DEM USGS. Dengan keunggulan yang dimiliki oleh software Global Mapper tersebut, tentu sangat mempermudah dan mempercepat dalam proses pengolahan data. Selain memiliki keunggulan, Global Mapper juga memiliki kelemahan, diantaranya: keterbatasan dalam melakukan analisis, dan tidak memiliki kemampuan dalam melakukan animasi.
Gambar 4.4. Tampilan DEM di Global Mapper
2. Perluasan banjir akan menvisualisasikan secara detail daerah-daerah yang akan berpotensi terkena banjir. Pemodelan
dan simulasi yang dilakukan
memiliki kelemahan dalam segi informasi yang disajikan. Data yang dipakai dalam pemodelan tersebut hanya data DEM dari LIDAR. Hal tersebut tentunya mengurangi detail informasi yang disajikan.
Untuk menambah
48
kelengkapan informasi yang disajikan, maka data DEM dari LIDAR seharusnya digabungkan dengan layer-layer lain, seperti: jaringan jalan, land use, jumlah penduduk, dan lain sebagainya. Dengan menggabungkan data DEM dengan layer-layer tersebut, maka informasi yang disajikan akan lebih akurat dan detail.
3. Pemodelan kenaikan permukaan air laut di Google Earth akan memberikan kelengkapan dan tambahan informasi tentang objek-objek yang terlihat, seperti: jalan, bangunan, jembatan, sungai, dan lain sebagainya. Hasil akhir dari pemodelan banjir di Google Earth tersebut akan akan memberikan gambaran secara lebih baik tentang daerah dan detail objek yang terkena banjir,
hal
tersebut
dikarenakan
kemampuan
Google
Earth
dalam
menampilkan objek di permukaan bumi secara 3D.
4. Perluasan banjir akan menyebabkan perubahan di daerah pinggiran pantai. Batas pantai sekarang tidak berarti memiliki kontur nol meter, tetapi tinggi tanah sama dengan pasang tertinggi. Dalam hal ini, jika muka air laut naik sebesar 1 m, maka garis pantai akan pindah ke garis kontur yang sesuai dengan pasang tertinggi sekarang ditambah 1m. Daerah yang bisa terkena banjir juga ikut bergeser naik ke atas, berarti sebagian daerah yang sekarang masih aman akan menjadi daerah yang terkena banjir. Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.5. Letak garis pantai dan garis kontur 1m [Gunawan, 2001]
49
Gambar 4.6. Perubahan garis pantai dan garis kontur sesudah kenaikan muka air laut [Gunawan, 2001]
5. Dari proses animasi yang dilakukan dapat dianalisis bahwa DEM yang dihasilkan dari data LIDAR tersebut tidak bisa langsung diimpor pada software 3DSMAX, hal tersebut dikarenakan keterbatasan software tersebut untuk membaca format data lain. Animasi yang dilakukan memperlihatkan detail tentang arah pergerakan banjir, dan detail-detail objek yang terkena banjir. Animasi yang dilakukan memiliki sedikit keterbatasan dari segi: tampilan, dan
penyajian informasi ketinggian pada saat air mulai naik.
Pemodelan dan simulasi banjir tersebut seharusnya menggunakan software khusus pemodelan banjir yang ada di pasaran. Software khusus tersebut memiliki kemampuan dalam hal tampilan dan penyajian informasi yang lebih kompleks.
50