BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptis memiliki peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptis dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu, dan kerusakan lainnya dari produk. Hasil yang didapat adalah berwarna putih keruh, berbau sedikit etil asetat, dan berbentuk suspensi. Bentuk suspensi terlihat dari adanya partikel terdispersi. Suspensi terbentuk setelah pelarut fase organik terangkat melalui proses evaporasi. Setelah etil asetat menguap, PLGA akan menarik diri dari fase air, sehingga terbentuk suspensi. Untuk mengonsumsi sediaan tersebut perlu dilakukan resuspensi (penggojokan).
Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.
26
27
4.2 Karakteristik Nanopartikel Polimer PLGA 4.2.1 Ukuran Globul Penentuan ukuran globul nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat dilakukan dengan menggunakan alat particle size analyzer (Horiba Scientific, Nano Particle Analyzer SZ-100). Nilai ukuran globul dan indeks polidispersitas nanoaprtikel sampel FI, FII, dan FIII dapat dilihat pada tabel III. Tabel III. Nilai Ukuran Globul dan Indeks Polidispersitas Nanopartikel Polimer PLGA. Formula
Ukuran Globul (nm)
Indeks Polidispersitas
I
799,6
0,256
II
465,7
0,006
III
468,9
0,228
Keterangan : FI : Formula nanopartikel dengan jumlah PVA 25 mg FII : Formula nanopartikel dengan jumlah PVA 62,5 mg FIII : Formula nanopartikel dengan jumlah PVA 125 mg Pada formula nanopartikel dengan jumlah PVA 25 mg menghasilkan ukuran partikel terkecil. Penambahan konsentrasi PVA dapat menurunkan rata-rata diameter partikel. Hal ini dipengaruhi oleh sifat adesif (perekat) dari PVA. Stabilisator PVA akan teradsorbsi pada permukaan nanopartikel dengan membentuk lapisan film pelindung. Lapisan film PVA memiliki sifat adesif yang baik serta memiliki stabilitas yang baik terhadap bahan dengan indeks polaritas rendah(44). Film PVA memiliki daya tegang atau tensile strength yang tinggi serta tahan terhadap abrasi. Terjadinya peningkatan (improving) sifat mekanik pada film PVA disebabkan oleh interaksi antara gugus hidroksil pada PVA dan amina pada kitosan melalui ikatan hidrogen. Selain itu, tegangan permukaan polimer ini juga rendah sehingga dapat memfasilitasi emulsifikasi yang baik dan memiliki sifat sebagai
28
protective colloid(44). Sampel FI dan FIII menghasilkan dua puncak, sedangkan sampel FII menghasilkan I puncak seperti yang terlihat pada gambar 4.2-4.4.
Gambar 4.2 Kurva Distribusi Ukuran Partikel Nanopartikel dengan Jumlah PVA 25 mg.
Gambar 4.3 Kurva Distribusi Ukuran Partikel Nanopartikel dengan Jumlah PVA 62,5 mg.
Gambar 4.4 Kurva Distribusi Ukuran Partikel Nanopartikel dengan Jumlah PVA 125 mg.
29
Kurva membentuk satu puncak pada nanopartikel dengan jumlah PVA 62,5 mg, sedangkan pada nanopartikel dengan jumlah PVA 25 mg dan 125 mg kurva membentuk dua puncak. Hal ini berarti ukuran partikel nanopartikel dengan jumlah PVA 62,5 mg memiliki keseragaman yang paling baik dibandingkan nanopartikel dengan jumlah PVA 25 mg dan 125 mg. Puncak-puncak pada kurva tersebut menggambarkan area distribusi ukuran partikel. Pada sampel yang menghasilkan dua puncak artinya distribusi ukuran partikel tersebar pada dua area sehingga memiliki indeks polidispersitas yang besar. Nilai indeks polidispersitas (PI) memberikan gambaran luas atau sempitnya distribusi ukuran partikel, dengan nilai <0,1 menunjukkan distribusi yang sangat sempit. Semakin tinggi nilai PI yang dihasilkan maka semakin tidak stabil formula tersebut. Hal ini dikarenakan jika ketidakseragaman partikel tinggi maka terbentuknya flokulasi dan koalesens formula akan semakin cepat. Sampel nanopartikel dengan jumlah PVA 62,5 mg cenderung memiliki ukuran partikel yang lebih seragam dibandingkan dengan nanopartikel dengan jumlah PVA 25 mg dan 125 mg. Hal ini terkait dengan keseimbangan muatan pada komposisi formula dalam nanopartikel. PVA memiliki gugus vinil yang akan bergerak ke arah PLGA sedangkan gugus hidroksil pada PVA akan menjembatani air dan PLGA, sehingga PVA akan membentuk crosslink antara fase air dan fase organik dengan membentuk layer yang seragam(34). Dengan ukuran yang lebih seragam, partikel dalam suspensi akan stabil dikarenakan simpangan ukuran lebih rendah. Apabila simpangan ukuran partikel tinggi, maka partikel akan lebih mudah mengalami aglomerasi dalam waktu yang lebih cepat. Distribusi ukuran partikel yang luas akan menyebabkan rendahnya stabilitas suspensi. Nilai PI yang rendah menunjukkan bahwa stabilisator mampu mencegah terjadinya aglomerasi antar partikel(45).
4.2.2 Nilai Zeta Potensial Pengukuran zeta potensial nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat dilakukan dengan menggunakan alat Particle Size Analyzer (Horiba Scientific, Nano Particle Analyzer SZ-100) pada suhu 25ºC. Preparasi dilakukan
30
dengan menimbang sediaan nanopartikel 25 mg dalam kuvet. Kuvet di masukkan kedalam alat particle size analyzer dan didapatkan nilai zeta potensial. Zeta potensial merupakan ukuran repulsive force diantara partikel(46). Nilai zeta potensial diatas 30 mV menunjukkan stabilitas yang baik dari sebuah sistem. Pengujian zeta potensial dilakukan menggunakan tegangan sebesar 150 V. Nilai tegangan
ini
didapatkan
dari
data
konduktivitas
sediaan
nanopartikel.
Konduktivitas adalah ukuran seberapa kuat suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik. Peningkatan nilai konduktivitas diikuti dengan peningkatan nilai zeta potensial. Untuk nilai konduktivitas <5 mS/cm maka tegangan yang digunakan untuk mengukur zeta potensial adalah 150 V, sedangkan untuk nilai 5 – 30 mS/cm dan >30 mS/cm masing - masing tegangan yang digunakan adalah 50 V dan 10 V(39). Nilai zeta potensial dan konduktivitas nanopartikel polimer PLGA pembawa deksametason natrium fosfat dapat dilihat pada tabel IV. Tabel IV. Nilai Zeta Potensial dan Konduktivitas Nanopartikel Polimer PLGA. Formula
Zeta Potensial (mV)
Konduktivitas (mS/cm)
I
-5
0,272
II
-4,5
0,156
III
-4,3
0,146
Keterangan : FI : Formula nanopartikel dengan jumlah PVA 25 mg FII : Formula nanopartikel dengan jumlah PVA 62,5 mg FIII : Formula nanopartikel dengan jumlah PVA 125 mg Nilai zeta potensial pada ketiga formula tergolong rendah dan dapat dikatakan kurang baik. Meskipun zeta potensial relatif lemah, namun nanopartikel akan distabilkan oleh lapisan PVA melalui stabilisasi sterik. Nanopartikel PLGA memiliki muatan negatif karena adanya gugus karboksil yang terionisasi. Adanya polimer ampifilik seperti PVA akan membentuk jaringan yang stabil pada permukaan polimer. Jaringan ini akan melindungi muatan permukaan dan bergeser dari permukaan partikel, yang mengakibatkan zeta potensial sedikit negatif(44).
31
Besarnya zeta potensial memberikan indikasi stabilitas potensi sistem koloid. Nilai zeta potensial yang baik yaitu -30 ≤ atau ≥ 30. Jika semua partikel memiliki potensial zeta besar negatif atau positif maka partikel akan saling tolak menolak dan dispersi sediaan akan stabil, sedangkan jika nilai zeta potensial rendah maka tidak ada kekuatan untuk mencegah partikel berkumpul dan sistem dispersi cenderung menjadi tidak stabil(39).
4.2.3 Morfologi Nanopartikel Sampel yang digunakan untuk pengujian morfologi partikel nano dengan alat transmission electron microscopy (TEM) adalah sampel FII. Sampel FII dipilih karena memiliki indeks polidispersitas yang lebih baik dibandingkan dengan kedua formula lainnya. Hasil pengamatan dengan TEM dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.5 Hasil Observasi Morfologi Partikel Nano Menggunakan Transmission Electron Microscopy. Gambar 4.3 menunjukkan bahwa ukuran partikel berada dalam kisaran 5070 nm dengan bentuk yang spheris. Noah et al (2007), melakukan karakterisasi nanopartikel PLGA yang dilapisi oleh kitosan dengan stabilisator PVA, hasilnya menunjukkan nanopartikel memiliki bentuk yang spheris. Sifat fisikokimia partikel mempengaruhi absorbsi pada saluran pencernaan. Dua faktor utama yang
32
berpengaruh adalah morfologi partikel yang meliputi ukuran partikel dan sifat polimer yang digunakan. Partikel dengan bentuk yang spheris memiliki keunggulan dalam transfeksi secara seluler. Partikel akan melewati pori (tight junction) dengan mekanisme difusi pasif. Partikel dengan bentuk yang spheris akan lebih mudah bergerak dan menembus membran seluler serta membantu mencapai targeted systems untuk rute oral(30). Ukuran partikel dari hasil TEM lebih kecil dari hasil pengukuran dengan PSA. Hal tersebut karena untuk observasi TEM, sampel perlu ditipiskan sampai ketebalan lebih tipis dari 100 nanometer. Pengukuran pada PSA merupakan pengukuran yang bersifat hidrodinamik artinya densitas dari fluida akan menambah diameter ukuran partikel(20). Dalam pengoperasian TEM yang paling sulit dilakukan adalah mempersiapkan sampel. Sampel harus setipis mungkin sehingga dapat ditembus elektron. Sampel ditempatkan diatas grid TEM yang terbuat dari tembaga atau karbon. Jika sampel berbentuk partikel, biasanya partikel didispersi didalam zat cair yang mudah menguap seperti etanol lalu diteteskan ke atas grid TEM. Jika sampel berupa komposit partikel di dalam material lunak seperti polimer, komposit tersebut harus diiris tipis (beberapa nanometer). Alat pengiris yang digunakan adalah mikrotom(47).
4.2.4 Persen Efisiensi Enkapsulasi (%EE) Pengukuran kadar zat aktif dalam sampel maupun dalam supernatan dilakukan menggunakan spektrofotometer UV/Vis. Sebelum dilakukan pengukuran kadar, terlebih dahulu dilakukan validasi metode spektrofotometer UV/Vis. Grafik kurva baku dapat dilihat pada gambar 4.6. 0,8 0,6 y = 0,025x + 0,027 R² = 0,9994
0,4 0,2 0 0
10
20
30
Gambar 4.6 Kurva Baku Nanopartikel Polimer PLGA(43).
33
Efisiensi enkapsulasi menunjukkan jumlah deksametason natrium fosfat yang dapat terjerat dalam matriks nanopartikel polimer. Semakin tinggi efisiensi enkapsulasi berarti menunjukkan bahwa semakin banyak obat yang terjerat dalam sediaan nanopartikel polimer. Nilai persen efisiensi enkapsulasi dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel V. Nilai Persen Efisiensi Enkapsulasi Nanopartikel Polimer PLGA. Efisiensi Enkapsulasi (%) FI
FII
FIII
27,9
34,67
14,85
Keterangan : FI : Formula nanopartikel dengan jumlah PVA 25 mg FII : Formula nanopartikel dengan jumlah PVA 62,5 mg FIII : Formula nanopartikel dengan jumlah PVA 125 mg Diperoleh efisiensi enkapsulasi tertinggi pada sampel FII, kemudian diikuti oleh sampel FI dan FIII. Dari nilai efisiensi ini mengindikasikan masih adanya obat yang tidak terenkapsulasi pada pembuatan nanopartikel polimer. Hasil yang diperoleh tersebut dapat dikatakan sudah sangat baik untuk penggunaan zat aktif yang bersifat polar, seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Mardiyanto et al (2010) dengan zat aktif rifampisin diperoleh persen efisiensi enkapsulasi sebesar 37%(20). Semakin besar konsentrasi PVA maka semakin banyak obat yang terjerat dalam matriks nanopartikel polimer, hal ini karena PVA merupakan polimer yang mempunyai rantai karbon (gugus hidrofob) yang panjang dan berat molekul yang tinggi dan bisa membentuk rintangan sterik yang besar disekeliling droplet sehingga mencegah bergabungnya droplet emulsi (coalesense) dan obat akan terjerat dengan baik. Faktor lain adalah laju penguapan pelarut akan mempengaruhi karakteristik nanoenkapsulasi yang dihasilkan. Jika pelarut menguap dengan cepat maka dapat menyebabkan permukaan matriks nanopartikel berongga, sehingga bisa menyebabkan enkapsulasi kurang sempurna(44).