Bab II Tinjauan Pustaka
2.1. Alat Pengkondisian Udara Alat
Pengkondisian
udara
pada
bangunan
mengatur
mengenai
kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara didalam suatu ruangan. Pengkondisian ini bertujuan untuk memberikan kondisi udara yang nyaman bagi orang yang berada didalam suatu ruangan tersebut. Dengan berkembangnya informasi dan teknologi sekarang ini banyak dijumpai alat pengkondisian udara pada ruangan dengan menggunakan refrigeran hidrokarbon seperti musicool yang ramah lingkungan dan tidak merusak lapisan ozon dibandingkan refrigeran sintetik. Alat pengkondisian udara pada AC split yang umum dipakai terdiri dari kompresor, kondensor, evaporator, katup ekspansi dan refrigeran sebagai fluida pendinginnya. Susunan atau rangkaian komponen untuk AC split terlihat seperti pada Gambar 2.1 (http://dc271.4shared.com/doc/1k9wH6L4/preview.html).
Gambar 2.1 Instalasi AC split
6
2.2. Prinsip Kerja Prinsip kerja kondisi refrigeran dari sistem pengkondisian udara pada AC split di tunjukan seperti pada Gambar 2.2 (http://cvastro.com/cara-kerja-sistem-acruangan.htm).
Gambar 2.2 Kondisi Refrigeran di Setiap Komponen
Refrigeran uap bertekanan rendah dan bersuhu rendah dihisap kompresor melalui katup hisap lalu dikompresi menjadi refrigerant uap bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi pada kompresor dan dikeluarkan melalui katup buang menuju kondensor, sehingga pada kondensor tekanan refrigeran mejadi turun begitu juga dengan suhu karena pada kondensor terjadi pelepasan panas dan refrigeran berubah fasa menjadi cair. Sebelum memasuki katup ekspansi, refrigeran terlebih dahulu dilewatkan suatu penyaring (filter drier) yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tetapi tidak berpengaruh pada suhu dan tekanan. Refrigeran cair bertekanan rendah yang keluar dari katup ekspansi kemudian memasuki evaporator, disini terjadi penyerapan kalor dari udara yang dilewatkan pada siripsirip evaporator, sehingga refrigeran berubah fasa menjadi refrigerant uap. Selanjutnya memasuki kompresor melalui sisi hisap, demikian ini berlangsung. 7
2.3. Komponen Utama Pada alat pengkondisian udara secara umum terdapat 5 (lima) komponen utama, yaitu evaporator, kompresor, kondensor, katup ekspansi dan filter drier. Untuk gambar komponen utama pada alat pengkondisian udara dapat dilihat sperti pada Gambar 2.3 (http://dc271.4shared.com/doc/1k9wH6L4/preview.html).
Gambar 2.3 Komponen Utama Alat Pengkondisian Udara
2.3.1. Evaporator Evaporator adalah perangkat air conditioner yang terbuat dari lingkaran tembaga yang dililit dengan serpihan aluminium yang berbentuk kisi-kisi tipis dan rapat yang berfungsi debagai sarana merubah udara ruangan menjadi dingin karena sirkulasi yang dibantu oleh blower indoor. Untuk gambar evaporator dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Evaporator
8
2.3.2. Kompresor Kompresor adalah alat yang paling penting dalam sebuah rangkaian air conditioner dimana kompressor merupakan alat yang berfungsi merubah uap bertekanan rendah dan bertemperatur rendah dari evaporator menjadi uap bertekanan tinggi dan temperatur tinggi menuju kondensor. Untuk gambar kompresor dapat dilihat seperti pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Kompresor
2.3.3. Kondensor Kondensor adalah alat yang mempunyai struktur yang sangat mirip dengan evaporator namun berfungsi untuk mencairkan refrigeran uap bertekanan tinggi dan bertemperatur tinggi dari kompresor dengan melepas panas yang di bantu fan. Untuk gambar kondensor dapat dilihat seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Kondensor
9
2.3.4. Filter Drier Filter drier adalah alat yang berfungsi sebagai penyaring kotoran yang mungkin ada dalam sistem air conditioner. Untuk gambar filter dryer dapat dilihat seperti pada Gambar 2.7 (http://www.cruiseac.com/filter-drier.php).
Gambar 2.7 Filter Drier
2.3.5. Katup Ekspansi Katup ekspansi merupakan komponen penting dalam sistem air conditioner. Katup ini dirancang untuk mengontrol aliran cairan pendingin melalui katup orifice yang merubah wujud cairan menjadi uap ketika zat pendingin meninggalkan katup pemuaian dan memasuki evaporator Untuk gambar
katup
ekspansi
dapat
dilihat
seperti
pada
Gambar
2.8
(http://www.partsnetcn.com/id/expansion-valve-191.html).
Gambar 2.8 Katup Ekspansi
2.4. Refrigeran Refrigeran adalah substansi yang dipakai dalam sistem pengkondisian udara. Refrigeran yang akan dibicarakan di sini adalah refrigeran primer yaitu refrigeran yang dipakai dalam sistem, bukan refrigeran sekunder yang berperan sebagai media pada perpindahan panas dari obyek pendinginan.
10
Persyaratan refrigeran ideal antara lain (Arismunandar Wiranto, Saito Heizo, 2005) : 1. Tekanan penguapan harus cukup tinggi. Sebaiknya refrigeran memiliki temperatur penguapan pada tekanan yang lebih tinggi, sehingga dapat dihindari kemungkinan terjadinya vakum pada evaporator dan turunnya efesiensi volumetric karena naiknya perbandingan kompresi. 2. Tekanan pengembunan yang tidak terlampau tinggi. Apabila tekanan pengembunan rendah, maka perbandingan kompresinya menjadi lebih rendah sehingga penurunan prestasi kompresor dapat dihindarkan. Selain itu, dengan tekanan kerja yang lebih rendah, mesin dapat lebih aman karena kemungkinan terjadinya kebocoran, kerusakan, ledakan dan sebagainya. 3. Kalor laten penguapan harus tinggi. Refrigeran yang memiliki kalor laten penguapan yang tinggi lebih menguntungkan karena kapasitas refrigerasi yang sama, jumlah refrigeran yang bersikulasi lebih kecil. 4. Volume spesifik (terutama dalam fasa gas) yang cukup kecil. Refrigerasi yang memiliki kalor laten penguapan yang tinggi lebih menguntungkan karena kapasitas refrigerasi yang sama, jumlah refrigeran yang bersikulasi lebih kecil. 5. Koefisien prestasi harus tinggi. Dari segi karakteristik termodinamika dari refrigerant, koenfisien presentasi merupakan parameter terpenting untuk menentukan biaya operasi. 6. Konduktivitas termal yang tinggi. Sifat ini mempengaruhi kinerja penukar kalor (evaporator dan kondensor). Refrigeran dengan konduktivitas termal tinggi, lebih diinginkan dalam suatu refrigerasi. Oleh karena itu dapat menghasilkan kinerja penukar kalor yang baik (pada beda temperatur yang kecil antara penukar kalor (refrigeran) dan lingkungan, mampu menghasilkan laju perpindahan panas yang besar). 7. Viskositas yang rendah dalam fasa cair maupun fasa gas.
11
Refrigeran dengan viskositas rendah lebih baik dalam sistem refrigerasi, karena dalam alirannya akan mengalami tahanan yang kecil. Hal tersebut akan memperkecil kerugian tekananya dalam pipa. 8. Konstanta dielektrika dari refrigerant yang kecil, tahanan listrik yang besar, serta tidak menyebabkan korosi pada material isolator listrik. 9. Refrigeran tidak beracun dan berbau merangsang. 10. Refrigeran tidak boleh mudah terbakar dan mudah meledak 11. Refrigerant hendaknya stabil dan tidak bereaksi dengan material yang dipakai dan juga tidak menyebabkan korosi. 12. Refrigerant harus mudah dideteksi, jika terjadi kebocoran 13. Harganya tidak mahal dan mudah diperoleh. Refrigeran dalam perdagangan telah diklasifikasikan oleh ASRE (American Sociaty Of refrigerant Enginering). Standard ASRE membagi refrigerant dalam beberapa kelompok penting yaitu refrigeran halokarbon, refrigeran anorganik dan refrigeran hidrokarbon.
2.4.1. Refrigeran Halokarbon Refrigeran jenis ini tersusun dari campuran satu atau lebih atom halogen seperti fluorine, chlorine, iodine dan bromine. Beberapa refrigeran yang termasuk kelompok ini dapat dilihat pada Tabel 2.1, Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 (Arismunandar Wiranto, Saito Heijo, 2000). 1. Methana series Table 2.1 Methana series Penomoran
Nama kimia
Nama kimia
11
Trikloromonofluoromethana
CCl3F
12
Diklorodifluoromethana
CCl2F2
13
Monoklorotrifluoromethana
CClF3
22
Monoklorodifluorometahana CHClF2
23
Trifluoromethana
CHF3
32
Difluoromethana
CH2F2
12
2. Ethana series Tabel 2.2 Ethana series Nama kimia
Penomoran
Rumus kimia
113
1,1,2-trichlorofluoromethana CCl2FCClF2
114
1,2-dichlorodifluoromethana CClF2CClF2
125
Pethafluoroethana
CHF2CF3
134a
1,1,1,2-tetrafluoroethana
CH2FCF2
141b
1,1-dichloro-1-fluoroethana
CH3CClF
142b
1-chloro-1,1-difluoroethana
CH3CClF2
152a
1,1-difluoroethana
CH3CHF2
3. Azetropic blend Tabel 2.3 Azetropic blend Penomoran
Komposisi
Rumus kimia
500
26,2% R-152a dan 73,8% R-12 CCl2F2/CH3CHF2
502
51,2% R-115 dan 48,8% R-22
CHCl2F2/CCF2CF3
503
40,1% R-23 dan 59,9% R-13
CHF3/CClF3
504
48,2% R-32 dan 52,8% R-115
CH2F2/CF3CClF2
2.4.2.
Refrigeran Anorganik Refrigeran ini banyak digunakan pada awal alat pengondisia udara, yang
termasuk refrigeran anaorganoik ini antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.4 (Stoecker, Wilbert F, Jones Jerold W, Supratman Hara, 1992).
13
Tabel 2.4 Refrigeran Anorganik Penomoran
Nama kimia
Rumus kimia
717
Ammonia
NH3
718
Air
H2O
729
Udara
744
Karbon dioksida
CO2
764
Sulfur dioksida
SO2
-
2.4.3. Refrigeran Hidrokarbon Banyak senyawa hidrokarbon yang cocok digunakan sebagai refrigeran, khususnya dipakai pada industri perminyakan dan petrokimia, yang termasuk kelompok refrigeran hidrokarbon dapat dilihat pada Tabel 2.5 (Bejo Nugroho, 2002). Table 2.5 Refrigeran Hidrokarbon Penomoran Nama kimia
Rumus kimia
50
Methana
CH4
170
Ethana
C2H6
290
Propana
C3H8
600
n-butana
CH3CH2CH2CH3
600a
Isobutana
CH(CH3)3
1150
Ethylena
CH2=CH2
1270
Propylena
CH3CH=CH2
14
2.5. Refrigeran yang digunakan didalam Pengujian 2.5.1. Refrigeran R-22 Refrigerant R-22 termasuk dalam refrigeran halokarbon, refrigeran ini banyak digunakan karena mempunyai kelebihan diantaranya tidak berbau, tidak mudah
terbakar
dan
sangat
stabil.
Nama
kimia
dari
R-22
adalah
monoklorodifuorometana dengan rumus kimia CHCFL2. R-22 merupakan sistem penomoran dalam kelompok halokarbon mengikuti pola sebagai berikut : angka pertama darikanan adalah jumlah atom flourin dalam ikatan, angka kedua dari kanan merupakan jumlah atom hidrogen ditambah angka satu dan angka ke tiga darikanan adalah jumlah atom karbon dikurangi satu (Stoecker, Wilbert F, Jones Jerold W, Supratman Hara, 1982). Untuk sifat fisik dan termodinamika R-22 dapat dilihat pada Tabel 2.6 (Ginanjar, 2013). Tabel 2.6 Sifat Fisik dan Termodinamika R-22 Propertis
R-22
Normal boiling point (NBP), oC
-40.80
Temperatur kritis, oC
96
Tekanan kritis, psia
723.7
Panas jenis cairan jenuh pada 37.8 oC, Kj/Kg
1.325
Panas jenis uap jenuh pada 37.8 oC, Kj/Kg
0.9736
Tekanan cairan jenuh pada 37.8 oC, Psia
210.7
Kerapatan cairan jenuh pada 37.8 oC, kg/m3
1138
Kerapatan uap jenuh pada 37.8 oC, kg/m3
62.46
Kerapatan uap jenuh pada NBP, kg/m3
4.705
Konduktivitas Termal cairan jenuh pada 37.8 oC, w/mk
0.0778
Konduktivitas Termal uap jenuh pada 37.8 oC, w/mk
0.0211
Viskositas cairan jenuh pada 37.8 oC, uPa-s
84.58
Viskositas uap jenuh pada 37.8 oC, uPa-s
9.263
15
2.5.2. Refrigeran Musicool MC-22 Refrigeran Musicool MC-22 adalah refrigeran dengan bahan dasar hidrokarbon yang dihasilakan dari kilang migas yang dirancang sebagai pengganti refrigeran sintetik R-22 yang masih memiliki potensi merusak lingkungan dalam hal penipisan lapisan ozon dan pemansan global (Global Warming) (Raharjo, Samsudi, 2010). Komposisi refrigeran musicool terdiri dari 99,7% adalah propana, 0,15% adalah butana, dan 0,15% adalah iso butana. Karena 99,7% komposisi refrigeran musicool adalah propana, maka musicool dapat disebut juga sebagai propana (Firdaus, 2010). Refrigeran musicool MC-22 mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Raharjo, Samsudi, 2010) : 1. Refrigeran musicool tidak berbau dan tidak berwarna serta tidak beracun. 2. Rfrigeran musicool tidak mudah terbakar karena hanya kecil kemungkinan untuk terbakar. 3. Sifat kecepatan penguapan refrigeran musicool sangat cepat serta kecilnya volume gas musicool terhadap udara. 4. Tekanan yang diterima AC lebih ringan atau lebih rendah dengan menggunakan refrigeran musicool dibanding saat menggunakan refrigeran sintetik. Untuk sifat fisik dan termodinamika MC-22 dapat dilihat pada Tabel 2.7 (Ginanjar, 2013).
16
Tabel 2.7 Sifat Fisik dan Termodinamika MC-22 Propertis
MC-22
Normal boiling point (NBP), oC
-32.90
Temperatur kritis, oC
115.5
Tekanan kritis, psia
588.6
Panas jenis cairan jenuh pada 37.8 oC, Kj/Kg
2.701
Panas jenis uap jenuh pada 37.8 oC, Kj/Kg
2.003
Tekanan cairan jenuh pada 37.8 oC, Psia
134.4
Kerapatan cairan jenuh pada 37.8 oC, kg/m3
503.5
Kerapatan uap jenuh pada 37.8 oC, kg/m3
17.12
Kerapatan uap jenuh pada NBP, kg/m3
1.642
Konduktivitas Termal cairan jenuh pada 37.8 oC, w/mk
0.0898
Konduktivitas Termal uap jenuh pada 37.8 oC, w/mk
0.0194
Viskositas cairan jenuh pada 37.8 oC, uPa-s
103.6
Viskositas uap jenuh pada 37.8 oC, uPa-s
7.997
2.6. Retrofit Retrofit adalah cara mengganti atau memasukan refrigeran lama dengan refrigeran yang baru. Misal dari bahan pendingin jenis sintetik dengan bahan pendingin hidrokarbon pada unit mesin pendingin. Pada proses retrofit hal-hal yang perlu dilakukan yaitu pengambilan data awal dan pengecekan kinerja kemudian recovery (pengambilan refrigeran lama), selanjutnya pemvakuman sistem, pengisian refrigeran dan pemeriksaan kinerja akhir setelah retrofit (Widodo, 2009). Sebelum kita melakukan retrofit perlu diketahui terlebih dahulu prosedur umum retrofit dengan refrigeran hidrokarbon (Widodo, 2009) : 1. Ruang kerja harus berventilasi cukup.
17
2. Dilarang merokok saat bekerja. 3. Hindari percikan api dalam radius minimal 10 meter dari daerah pengisian atau pembuangan refrigeran. 4. Menonaktifkana saklar listrik radius 2 meter dari daerah kerja pada saat pengisian atau pembuangan refrigeran . 5. Siapkan pemadam kebakaran manual (dari jenis powder). 6. Gunakan sarung tangan, kacamata dan peralatan keamanan yang lain untuk keselamatan kerja. Adapun beberapa prosedur yang harus dilakukan pada saat melakukan retrofit dengan menggunakan refrigeran hidrokarbon sebagai berikut (Widodo, 2009) : 1. Usahakan memperhatikan prosedur umum bekerja dengan refrigeran hidrokarbon. 2. Lakukan pemeriksaan fisik pada unit indoor dan unit outdoor pada alat pengkondisian udara. 3. Lakukan pemeriksaan fungsi komponen (catat performasi jika mungkin). 4. Lakukan pemeriksaan terhadap instalasi listrik seperti isolasi, saambungan kabel dan instalasi pemipaan pastikan tidak ada yang bocor. 5. Recovery. 6. Pemvakuman sistem. Recovery adalah proses pengambilan refrigeran dari dalam unit alat pengkondisian udara dipindahkan kedalam tabung penampung dengan bantuan mesin recovery. Refrigeran harus ditampung sesuai dengan jenisnya tidak boleh dicampur dan dibuang ke udara bebas (Widodo, 2009). Recovery dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Siap kan mesin recovery, manifold gauge, tabung penampung dan peralatan pendukung lainya. 2. Matikan alat pengkondisian udara dan tunggu 5 sampai 10 menit. 3. Siapkan manifold gauge dan sambungkan selang warna merah pada posisi tekanan tinggi, selang warna biru pada sisi tekanan hisab dan selang warna kuning disambungkan pada mesin recovery.
18
4. Siapkan mesin recovery lakukan proses recovery berlahan-lahan dan hati-hati dengan memperhatikan tekanan pada mesin recovery. Untuk lebih mempermudah recovery berikan pendingin pada tabung penampung.
2.7. Analisa Sistem Kompresi Uap 2.7.1. Siklus Carnot Siklus carnot secara termodinamika bersifat reversible secara skema siklus mesin kalor carnot dapat dilihat seperti pada Gambar 2.9 (Stoecker, Wilbert F, 1992). kalor dari sumber bersuhu tinggi 2 3 Kompresor
Turbin
1
4 Kalor ke penguap (lingkungan) bersuhu rendah
Suhu (oK) 2
3
1
4 Enntropi (Kj/kg K)
Gambar 2.9 Skema Mesin Carnot
Mesin Carnot menerima energi kalor pada suhu tinggi dan merubah sebagian menjadi kerja, kemudian mengeluarkan sisanya sebagai kalor pada temperatur yang lebih rendah. Siklus refrigasi Carnot merupakan kebalikan dari siklus mesin Carnot. Karena siklus refrigasi menyalurkan energi dari suhu rendah
19
menuju suhu yang lebih tinggi. Siklus refrigasi membutuhkan kerja luar untuk mendapatkan kerja. Diagram peralatan, diagram entalpi suhu dari siklus refrigasi dapat dilihat seperti pada Gambar 2.10 (Stoecker, Wilbert F, 1992).
Kalor menuju lingkungan yang bersuhu tinggi 3 Kondensor 2 Katup Ekspansi Kerja
Kerja
Kompresor
Evaporator 4
1 Kalor dari sumber bersuhu rendah
Suhu (oK)
Siklus proses refrigerasi carnot : 3
2 Kerja bersih
4
1-2 kompresi adiabatic 2-3 pelepasan kalor isotermal
1
3-4 ekspansi adiabatic 4-1 pemanasan kalor isothermal
Entropi (Kj/kg K) Gambar 2.10 Siklus Refrigerasi Carnot dan Diagram Siklus Refrigerasi
Tujuan utama sistem refrigasi carnot adalah proses 4-1 penyerapan dari sumber bertemperatur rendah. Seluruh proses lainnya pada siklus tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga energi bertemperatur rendah dapat dikeluarkan ke lingkungan yang bertemperatur lebih tinggi.
20
2.7.2. Siklus Kompresi Uap Teoritis Siklus teoritis mengasumsikan bahwa uap refrigeran yang keluar dari evaporator dan masuk kompresor merupakan uap jenuh pada tekanan dan temperatur penguapan, refrigeran yang keluar kondensor dan masuk ke katup ekspansi berupa caiaran jenuh pada tekanan dan temperatur pengembunan. Untuk skema siklus kompresi uap teoritis dapat dilihat seperti pada Gambar 2.11 (Stoecker, Wilbert F, 1992). 3
2
Kondensor
Katup ekspansi
Evaporator
1
4
Kompresor
Suhu (oK)
Entalpi (Kj/kg) Suhu (oK)
Entropy (Kj/kg K) Gambar 2.11 Siklus Kompresi Uap Teoritis
21
Beberapa proses yang bekerja pada siklus refrigerasi : 1. Proses kompresi, berlangsung dari titik 1-2. Pada siklus teoritis diasumsikan refrigeran tidak mengalami perubahan kondisi selama mengalir di jalur hisap. Pada proses ini uap refrigeran pada tekanan evaporasi dikompresi sampai pada tekanan kondensasi. Proses kompresi diasumsikan isentropik sehingga pada diagram tekanan entalpi, titik 1-2 berada pada satu garis entropi konstan. Pada titik 2 uap refrigeran berada pada kondisi superheat. Proses kompresi memerlukan kerja luar, entalpi uap naik yaitu dari h1 ke h2. Besarnya kenaikan ini sama dengan besarnya kerja mekanis yang dilakukan pada uap refrigeran. 2. Proses kondensasi, proses 2-2’ dan 2’-3 terjadi di kondensor. Uap panas refrigeran yang keluar dari kompresor didinginkan sampai pada temperatur kondensasi dan kemudian di kondensasikan. Titik 2 adalah kondisi refifigeran yang keluar dari kompresor. Pada titik 2’ refrigeran berada pada kondisi uap jenuh pada tekanan dan temperatur kondensasi. Jadi proses 2-2’ merupakan proses pendinginan sensible dari temperatur keluar kompresor menuju temperatur kondensasi. Proses ini terjadi pada tekanan konstan. Jumlah panas yang dipindahkan selama proses ini adalah beda entalpi antara titik 2 dan 2’. Proses 2’-3 adalah proses kondensasi uap didalam kondensor. Proses kondensasi terjadi pada tekanan konstan. Jumlah panas yang dipindahkan selama proses ini adalah beda entalpi antara 2’-3. Besarnya panas total yang dikeluarkan di kondensor adalah jumlah antara panas yang dikeluarkan pada proses 2- 2’ ditambah panas yang dikeluarkan pada proses 2’- 3. Panas total ini berasal dari panas yang diserap oleh refrigeran yang menguap di dalam evaporator dan panas yang masuk karena adanya kerja mekanis pada kompresor. 3. Proses Ekspansi, berlangsung dari titik 3-4. Pada siklus standar diasumsikan tidak terjadi perubahan kondisi cairan refrigeran yang mengalir di dalam jalur cairan sampai ke throttling device. Kondisi refrigeran masuk ke alat pengontrol dinyatakan oleh titik 3. Pada proses ini terjadi penurunan tekanan refrigeran dari tekanan kondensasi titik 3 menjadi tekanan evaporasi titik 4. Pada Waktu cairan di ekspansikan melalui alat ekspansi ke evaporator,
22
temperatur refrigeran juga turun dari temperatur kondensasi ke temperatur evaporasi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penguapan sebagian cairan refrigeran selama proses ekspansi. Proses 3-4 merupakan proses ekspansi adiabatik di mana entalpi fluida tidak berubah disepanjang proses. Refrigeran pada titik 4 berada pada kondisi campuran cair dan uap. 4. Proses Evaporasi, pada proses 4-1 adalah proses penguapan refrigeran pada evaporator atau disebut juga efek refrigerasi (RE). Proses ini berlangsung pada temperatur dan tekanan tetap.
2.7.3. Siklus Kompresi Uap Nyata Siklus kompresi uap yang sebenarnya terjadi (nyata) berbeda dari siklus teoritis. Perbedaan ini muncul karena adanya asumsi-asumsi yang ditetapkan di dalam siklus standar. Pada siklus nyata terjadi pemanasan lanjut uap refrigeran yang meninggalkan evaporator sebelum masuk ke kompresor. Pemanasan lanjut ini terjadi akibat tipe peralatan ekspansi yang digunakan atau dapat juga karena penyerapan panas di jalur masuk antara evaporator dan kompresor. Refrigeran cair sebenarnya juga mengalami subcooling sebelum masuk alat ekspansi. Perbedaan siklus kompresi uap yang sebenarnya terjadi (nyata) dengan siklus teoritis dapat dilihat seperti pada Gambar 2.12 (Stoecker, Wilbert, 1992). Tekanan (kPa) bawah dingin 3
2’
penurunan tekanan
3’
2 siklus standar
siklus nyata
4’
1’ penurunan tekanan
1
panas lanjut
Entalpi kJ/kg Gambar 2.12 Perbandingan antara siklus standard dan siklus nyata
23
2.8. Efek Kenaikan Tekanan Hisap Kompresor Terhadap Kinerja Alat Pengkondisian Udara Semakin
besar tekanan hisap kompresor maka semakin besar pula
Coeffisient Of Performance (COP), peningkatan COP disebabkan karena adanya peningkatan efek refrigerasi dan penurunan dari kerja kompresor yang dihasilkan akibat perubahan enthalpi pada sisi masuk dan keluaran kompresor, begitu juga pada kondisi keluaran kondensor terjadi penurunan enthalpi, hal tersebut disebabkan karena perubahan tekanan. Semakin besar tekanan hisap kompresor maka efek refrigerasinya semakin besar pula, akibat dari peningkatan enthalpi pada titik hisap kompresor atau titik pada keluaran evaporator dan penurunan enthalpi pada titik sebelum masuk evaporator, yang disebabkan oleh perningkatan tekanan hisap kompresor. Tekanan hisap kompresor berbanding terbalik dengan daya kompresor diakibatkan oleh semakin kecil perubahan tekanan sehingga menyebabkan perubahan enthalpi dan perubahan penurunan laju aliran massa sehingga daya kompresor juga semakin menurun (Adi Purnawan, Suarnadwipa, I K.G. Wirawan, 2010).
2.9. Persamaan Matematika Siklus Kompresi Uap 2.9.1. Persamaan Energi Aliran Staedy Pada sistem refrigerasi, laju aliran massa tidak berubah dari waktu ke waktu (kalaupun ada hanya perubahan kecil), karena itu laju aliran dapat steady yang dilukiskan secara simbolis yang dapat dilihat pada Gambar 2.13. Keseimbangan energinya dapat dinyatakan sebagai berikut: besarnya energi yang masuk bersama aliran di titik 1 ditambah dengan besarnya energi yang ditambahkan berupa kalor dikurangi dengan besarnya energi yang ditambahkan berupa kalor dikurangi dengan besarnya energi yang meninggalkan sistem pada titik 2 sama dengan besarnya perubahan energi di dalam volume kendali. Ungkapan matematika untuk keseimbangan energi ini adalah dirumuskan seperti pada Persamaan 2.1 (Stoecker, Wilbert F, 1992).
24
2 2 v1 v2 dE mh1 gz1 q mh2 gz 2 W 2 2 d
................(2.1)
Gambar 2.13 Keseimbangan energy pada seluruh volume atur yang sedang mengalami laju alirana steady Dimana :
m
= Laju aliran massa refrigeran [kg/s]
h
= Entalpi [J/Kg]
v
= Kecepatan [m/s]
z
= Ketinggian [m]
g
= Percepatan gravitasi = [9,81 m/s2]
Q
= Laju aliran energi dalam bentuk kalor [w]
W
= Laju aliran energi dalam bentuk kerja [w]
E
= Energi dalam sistem [j]
Oleh karena dibatasi pada masalah proses aliran steady. Maka tak ada perubahan harga E terhadap waktu, karena itu dE/d = 0, dan persamaan energi aliran steady menjadi seperti pada Persamaan 2.2. 2 2 v1 v2 mh1 gz1 q m h2 gz 2 W 2 2
25
..........................(2.2)
2.9.2. Proses Kompresi Proses kompresi dianggap berlangsung secara adiabatik artinya tidak ada panas yang dipindahkan baik masuk ataupun keluar sistem. Dengan demikian harga q = 0. Perubahan energi kinetik dan potensial juga diabaikan, sehingga kerja kompresi dirumuskan seperti pada Persamaan 2.3 dan Persamaan 2.4 (Stoecker, Wilbert F. 1992).
W = m (h2-h1)
......................................................................... (2.3)
Wc = m ref (h2-h1)
..........................................................................(2.4)
Di mana: Wc
= Daya kompresor [kj/s]
h1
= Entalpi refrigeran pada titik 1 [kj/kg]
h2
= Entalpi refrigeran pada titik 2 [kj/kg]
m ref = Laju aliran massa refrigeran [kg/s]
2.9.3. Proses Evaporasi dan Kondensasi Pada proses evaporasi dan kondensasi perubahan energi kinetik dan energi potensial diabaikan sehingga harga v2/2 dan g.z pada titik 1 dan titik 2 dianggap 0. Dari gambar 2.25 dan persamaan 2.1, laju aliran kalor pada proses evaporasi (kapasitas pendinginan) dirumuskan seperti pada Persamaan 2.5 (Stoecker, Wilbert F, 1992).
Qe = m ref (h1-h4)
............................................................................(2.5)
Di mana: Qe
= Laju perpindahan kalor evaporasi (kapasitas pendinginan) [kw]
h1
= Entalpi refrigeran pada titik 1 [kj/kg]
h2
= Entalpi refrigeran pada titik 4 [kj/kg]
m ref = Laju aliran massa refrigeran [kg/s]
26
Laju aliran kalor pada proses kondensasi (kapasitas pengembunan) dirumuskan seperti pada Persamaan 2.6 (Stoecker, Wilbert F, 1992).
Qk = m ref (h2-h3)
............................................................................(2.6)
Di mana: Qk = Laju perpindahan kalor kondensasi (kapasitas pengembunan) [kw] h1 = Entalpi refrigeran pada titik 2 [kj/kg] h2 = Entalpi refrigeran pada titik 3 [kj/kg]
m ref = Laju aliran massa refrigeran [kg/s]
2.9.4. Throttling Process Proses ini terjadi pada pipa kapiler atau pada katub ekspansi. Pada proses ini tidak ada kerja yang dilakukan atau ditimbulkan sehingga w = 0. Perubahan energi kinetik dan potensial dianggap nol. Proses dianggap adiabatik sehingga q = 0. Persamaan energi aliran menjadi seperti pada Persamaan 2.7 (Stoecker, Wilbert F, 1992). h3 = h4 [kj/kg]
............................................................................(2.7)
2.9.5. Efek Refrigerasi Efek refrigerasi adalah besarnya kalor yang diserap oleh refrigeran dalam evaporator pada proses evaporasi, dirumuskan seperti
pada Persamaan 2.8
(Stoecker, Wilbert F, 1992). RE = h1-h4
............................................................................(2.8)
Di mana: RE
= Efek refrigasi [kj/kg]
h1
= Entalpi refrigeran pada titik 1 [kj/kg]
h4
= Entalpi refrigeran pada titik 4 [kj/kg]
27
2.9.6. Koefisien Kinerja (COP) Koefisien kinerja dari sistem refrigerasi adalah perbandingan besarnya panas dari ruang pendingin (efek refrigerasi) dengan besarnya kerja yang dilakukan
kompresor.
Koefisien
kinerja
(COP)
dirumuskan
seperti
padaPersamaan 2.9 (Stoecker, Wilbert F, 1992). COP
h1 h4 h2 h1
............................................................................(2.9)
Sedangkan untuk kerja aliran massa udara dapat ditentukan dari hukum kontinuitas seperti pada Persamaan 2.15 dan Persamaan 2.16 (Stoecker, Wilbert F, 1992). Q = A.V
………..........................................................................(2.15)
m Q. ( AV . )
..........................................................................(2.16)
Di mana: Q
= Debit aliran udara [m3/det]
A
= Luas penampang [m2]
V
= Kecepatan udara [m/det] = Massa jenis udara [kg/m3)
m
= Laju aliran massa udara [kg/det]
2.10. Efektivitas Perpindahan Panas Efektifitas perpindahan panas merupakan perbandingan laju perpindahan pana yang sebenarnya terhadap laju perpindahan maksimum yang mungkin terjadi. Panas yang diserap oleh evaporator untuk mendidihkan refrigeran sebesar jumlah efektifiltas perpindahan panas yang diberikan oleh udara. Sehingga menaikan suhu refrigeran sebagai penyebab turunnya temperatur udara pada keluaran evaporator. Besarnya nilai efektifitas perpindahan panas dapat dihitung dengan mengunakan Persamaan 2.17 (William C Reynolds, 1996).
28
Laju perpindahan kalor sesungguhnya Q ….(2.17) Laju perpindahan kalor maksimum yang mungkin Q maks
Laju perpindahan kalor yang mungkin dapat dihitung dengan mengunakan Persamaan 2.18.
Qmaks Cc Th
masuk
Tc
masuk
..................................................(2.18)
Sedangkan, laju perpindahan kalor sesungguhnya dapat dihitung dengan mengunakan Persamaan 2.19.
Q C h Th
masuk
Tc
keluar
..............................................................(2.19)
Di mana: ε
= Efektifitas perpindahan panas
Ch
= mh.cph, Laju aliran kapasitas panas [kj/s oC]
Cc
= mc.cpc, Laju aliran kapasitas dingin [kj/s oC]
Th
= Temperatur panas [oC]
Tc
= Temperatur dingin [oC]
29