1
Studi Eksperimental Laju Keausan (Specific Wear Rate) antara Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE) dengan Stainless Steel sebagai Sendi Lutut Buatan (Total Knee Joint Replacement ) Manusia Moch. Solichin, Yusuf Kaelani Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Jalan Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Penelitian tentang total knee joint replacement sudah banyak dibahas, akan tetapi kajian tentang keausan antara permukaan prosthesis masih jarang dikaji. Penelitian ini menguji laju keausan antara femur yang ditutup steel dan tibial yang terbuat dari polyethylene, yaitu Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE). Analisa tribology dilakukan untuk mengkaji aspek gesekan. Metode yang dilakukan adalah pengujian eksperimental menggunakan tribometer tipe pin-on disk. Material UHMWPE digunakan sebagai pin yang merepresentasikan material tibial dan stainless steel sebagai disk merepresentasikan permukaan femur. Pada penelitian ini digunakan panjang lintasan 600 m sedangkan pembebanan yang diberikan dibuat bervariasi yaitu, 2 kg, 4 kg, 6 kg, 8 kg, dan 10 kg, demikian juga digunakan variasi kecepatan 0,13 m/s dan 0,23 m/s. Perlakuan gesekan yang terjadi yaitu dengan pelumas (lubricated) dan tanpa pelumas (Dry Sliding). Setelah UHMWPE selesai dilakukan pengujian, selanjutnya dianalisa mekanisme keausan dari hasil foto mikro dari permukaan. Dari penelitian ini didapatkan Specific Wear Rate yang semakin turun yaitu rata-rata sebesar 10-5 /Nm. Laju keausan semakin meningkat dengan naiknya beban baik kondisi Dry Sliding maupun Lubrication. Sedangkan untuk kondisi Lubrication laju keausan bisa memperpanjang umur UHMWPE sampai 8 kali umur kodisi Dry Sliding. Selain itu, diketahui juga mekanisme keausan UHMWPE yang mendominasi adalah abrasive dan adhesive dari hasil foto mikro.
disebut sebagai kerusakan bahan sebagai hasil gangguan berulang pada ikatan friksi. Keausan terjadi apabila terdapat dua buah benda saling menekan dan saling bergesekan. Keausan yang lebih besar terjadi pada bahan yang lebih lunak. Faktor-faktor yang mempengaruhi keausan adalah kecepatan, tekanan, kekasaran permukaan dan kekerasan bahan. Gesekan yang terjadi akan menimbulkan panas dan juga menyebabkan keausan. Dampak dari gesekan antara dua material bisa diatasi dengan memberikan pelumasan pada bagian yang mengalami kontak. Salah satu contoh keausan yang terjadi adalah pada sendi lutut buatan manusia. Sendi lutut manusia yang mengalami kerusakan harus segera diganti, misalnya seperti post trauma arthritis. Salah satu contoh kerusakan sendi adalah post trauma arthritis dapat dilihat pada Gambar 1.
Kata Kunci— Dry, Lubricated, Prosthesis, UHMWPE, dan Specific Wear rate
I. PENDAHULUAN
S
etiap peralatan yang bergerak selalu mengalami kerusakan. Hal ini dikarenakan adanya dua benda yang saling berkontak atau bergesekan. Masalah utama yang dihadapi oleh dunia industri selama ini adalah bagaimana cara mengurangi atau mencegah kerugian energi akibat adanya gesekan. Gesekan biasanya didefinisikan sebagai gaya lawan (opposing force) yang terjadi bilamana dua permukaan saling bergerak relatif antara satu dengan yang lainnya. Gesekan yang terjadi ini bisa menimbulkan rusak atau hilangya partikel dari suatu material yang dinamakan dengan keausan. Keausan juga
Gambar 1. Post Trauma Arthritis [1] Penggantian sendi lutut atau Total Joint Replacement secara keseluruhan dimulai pada tahun 1938 dengan kedua komponen terbuat dari metal. Pemilihan material menggunakan metal sebagai total joint replacement, saat ini telah ditinggalkan karena friksi yang tinggi dan keausan yang cepat antar kedua permukaan. Sedangkan pada tahun 1960 sampai dengan sekarang, total joint replacement menggunakan
2 prinsip plastik dengan metal. Material yang digunakan pada waktu itu adalah plastik High Density Polyethylene. Penggunaan material ini merupakan material yang paling aman yang digunakan sampai saat ini [2]. Material polimer dan stainless steel mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan lainnya. Keunggulan tersebut diantaranya adalah fleksibel, lebih ringan, pemuaian yang kecil, mudah dibentuk, tahan tekanan, tahan cuaca dan harganya relatif murah untuk polimer. UHMWPE adalah polyethylene yang digunakan pada penelitian ini. UHMWPE adalah salah satu pasangan material yang paling sering digunakan untuk menggantikan sendi lutut tiruan pada manusia [3]. Dari penelitian sebelumnya dapat dilihat nilai specific wear rate-nya cenderung turun dengan semakin besar beban yang diberikan.
Gambar 2. Specific Wear Rate Material Polyamid 66 [4] Parameter tribologi yang diperoleh dari hasil eksperimen diatas berupa specific wear rateK, dari persamaan Archard dirumuskan :
murah dibandingkan yang lain, dan sifat weldabilitynya yang bagus [5]. Selain itu, stainless steel ini memiliki kemampuan untuk menanggung tegangan maksimum yang terjadi pada sendi lutut manusia. Tegangan maksimum yang terjadi pada sendi lutut manusia adalah 119,5 Mpa [6]. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengkaji laju keausan antara UHMWPE dengan stainless steel.
2. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan melalui beberapa langkah kerja sebagai studi eksperimental. Awalnya melakukan persiapan spesimen, yaitu membuat pin yang terbuat dari Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE) dan disk terbuat dari stainless steel. Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat uji tribometer tipe Pin on Disk [7]. Pin diletakkan diatas disk yang diputar dengan menggunakan motor. Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yaitu variasi kecepatan sebesar 0,13 m/s (speed control 40) dan 0,23 m/s (speed control 100). Variasi pembebanan sebesar 2 kg, 4 kg, 6 kg, 8 kg, dan 10 kg. Variasi kondisi yaitu kontak dua material yang diberi pelumas dan dry sliding (tanpa pelumas). Pelumas yang digunakan pada penelitian ini adalah Bovine Serum, dimana bovine serum ini digunakan sebagai pengganti synovial fluid, yaitu cairan yang memberi pelumasan pada sendi lutut manusia sebenarnya. Bovine serum memiliki kesamaan karakteristik dengan synovial fluid pada sendi lutut manusia [8]. Serum berasal dari darah sapi kemudian diekstraksi menggunakan alat centrifuge yang akan memisahkan serum dari sel darah [9]. Keausan dilihat dari perubahan massa yang terjadi pada pin antara sebelum dan sesudah pin dilakukan pengujian. Setelah dilakukan pengujian permukaan pin akan di foto mikro untuk mengetahui mekanisme keausan yang terjadi. Alat tribometer yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihata pada Gambar 3.
(1) Perubahan massa Δm dibagi dengan massa jenis ρ adalah perubahan volume ΔV, sehingga persamaan (2) dapat dituliskan sebagai berikut : (2) Keterangan: K = Specific Wear Rate (mm3/Nm) ∆m = perubahan massa (kg)
Gambar 3. Tribometer Tipe Pin on Disk
∆V = perubahan volume (mm3) F = gaya (N) ρ = massa jenis benda (kg/mm3) Sedangkan material sebagai pengganti tulang femur adalah stainless steel. Stainless steel memiliki ketahanan korosi dan biocompatibility yang baik, harganya relatif lebih
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas dan dianalisa hasil eksperimen tentang laju keausan antara Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE) dengan Stainless Steel AISI
3 304. Pembahasan dimulai dengan penelitian laju keausan dengan kondisi dry sliding dan berikutnya kondisi lubrication. A. Analisa Dry Sliding Hasil dari pengujian laju keausan pada Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE) dengan Stainless Steel AISI 304 tanpa menggunakan pelumas (Dry Sliding). Perbandingan Specific Wear Rate antara Speed Control 40 (kecepatan 0,13 m/s) dengan Speed Control 100 (0,23 m/s) pada pembebanan yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 4.
a)
b) Gambar 5. Foto mikro perbesaran 150X UHMWPE pembebanan 10 kg pada Speed Control 40 a) sebelum dan b) sesudah pengujian Gambar 4. Grafik hubungan Specific Wear Rate dengan Load pada dua Speed Control yang berbeda Pada Gambar 1. dapat dilihat bahwa pada Speed Control yang lebih tinggi, yaitu 100 laju keausan akan berlangsung lebih cepat. Pada kecepatan yang lebih besar akan mempercepat laju keausan, hal ini dikarenakan temperatur UHMWPE akan semakin cepat mengalami kenaikkan. Ketika temperatur UHMWPE tinggi maka permukaan UHMWPE akan semakin mudah terabrasi. Oleh karena itu, volume aus akan lebih besar pada Speed Control yang lebih besar juga. Volume yang aus pada material (UHMWPE) terjadi tidak terlalu signifikan perubahannya. Pada pembebanan yang lebih besar yaitu, mulai dari 2 kg, 4 kg, 6 kg, 8 kg, dan 10 kgnilai specific wear rate semakin turun. Nilai specific wear rate semakin turun dengan semakin besar beban yang diberikan, hal ini terjadi karena besar pembebanan berbanding terbalik dengan specific wear rate. Sedangkan laju keausan akan semakin besar dengan semakin besar beban yang diberikan. Hal itu sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa laju keausan semakin besar dengan semakin besar juga pembebanan yang diberikan. Pada beban yang rendah material yang terkikis masih rendah juga, namun pada beban yang tinggi volume UHMWPE yang terkikis semakin banyak. Volume aus ini disebabkan karena adanya mekanisme ironing, yaitu kerusakan yang tidak begitu parah dan terjadi pada beban dan kecepatan rendah. Secara fisik tidak tampak deformasi permanen tetapi hanya efek permukaan yang halus karena deformasi permukaan asperitisnya. Berikut ini adalah foto mikro UHMWPE dengan perbesaran 150 kali yang menunjukkan adanya perubahan permukaan setelah dilakukan pengujian dapat dilihat pada Gambar 5
Pada foto mikro UHMWPE pembebanan 10 kg setelah dilakukan pengujian pada Gambar 5.b). terlihat bahwa keausan yang terjadi akibat abrasive yang ditunjukkan diatas garis merah permukaan UHMWPE yang memiliki guratan lurus (sejajar garis merah). Wear debris yang terjebak didalam permukaan UHMWPE juga terlihat pada foto mikro yang ditunjukkan dengan terdapat banyak bintik-bintik wear debris yang mengindikasikan adanya mekanisme keausan adhesif juga. Foto mikro dengan pembebanan rendah, yaitu 2 kg dapat dilihat pada Gambar 6.
a)
4
b) Gambar 6. Foto mikro perbesaran 150X UHMWPE pembebanan 2 kg dan Speed Control 40 a) sebelum dan b) sesudah pengujian Pada Gambar 6.a). dapat dilihat bahwa permukaan masih belum terjadi deformasi. Pada Gambar 6.b). permukaan UHMWPE telah terdeformasi pada asperity-nya saja. Permukaan asperity terlihat terdeformasi karena gesekan dari material Stainless Steel yang lebih keras. Pada Gambar 6.b) kondisi permukaan UHMWPE setelah pengujian terlihat terjadi pergeseran permukaan asperity. Selain itu, dapat diketahui pada Gambar 6.b) terlihat guratan lurus yang mengindikasikan juga terdapat mekanisme keausan abrasif dan terlihat juga mekanisme adhesif yang ditunjukkan dari permukaan yang seperti terkelupas dan bergelombang. Bergelombangnya permukaan kontak dikarenakan beban yang diberikan mengalami osilasi. Mekanisme keausan pada kecepatan 0,13 m/s kondisi Dry Sliding dengan variasi beban dapat dilihat pada Gambar 7 dibawah ini.
a) b) c) Gambar 7. Foto mikro pada kecepatan 0,13 m/s kondisi Dry Sliding dengan variasi beban a) beban 2 kg; b) beban 6 kg; c) beban 10 kg Pada Gambar 7.a) terlihat bahwa kontur permukaan tidak memiliki keteraturan. Tampak terlihat terdapat mekanisme abrasif yang ditunjukkan dari guratan-guratan lurus namun terlihat juga bahwa pada permukaan material sedikit terkelupas karena tergeser oleh tekanan pembebanan yang berosilasi. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental pengambilan data secara langsung. Ketika penelitian dilakukan dengan pemberian beban, penekanan dari beban tersebut tidak dapat memberikan penekanan yang sempurna. Penenkanan dari beban seharusnya terjadi secara konstan, namun pada kenyataannya penekanan beban yang terjadi mengalami osilasi. Pada Gambar 7.b), yaitu pembebanan sedikit dinaikkan dari kondisi beban Gambar 7.a). Pada Gambar 7.b) terlihat secara jelas bahwa mekanisme keausan yang terjadi hanya abrasif. Mekanisme abrasif ini dapat dilihat dari guratan lurus sejajar yang mengindikasikan bahwa material terkikis atau terabrasi.
Foto mikro dengan beban yang paling tinggi yaitu 10 kg, dapat dilihat pada Gambar 7.c). Pada Gambar 7.c) dapat dilihat bahwa permukaan UHMWPE mengalami mekanisme abrasif dari guratan yang terlihat. Selain itu, terlihat bahwa permukaan tidak terlalu mengalami deformasi karena beban yang terlalu tinggi. Besar kecepatan suatu material yang bergerak dan mengalami kontak mempengaruhi laju keausan spesifik (Specific Wear Rate). Pada penelitian ini dilakukan dua variasi kecepatan yaitu pada kecepatan 0,13 m/s (31, 3 rpm) dan pada kecepatan 0,23 m/s (59, 6 rpm). Berikut grafik hubungan kecepatan dengan Wear Rate dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik hubungan Specific Wear Rate terhadap kecepatan Pada Gambar 8. terlihat bahwa tren grafik semakin naik. Nilai Specific Wear Rate semakin besar dengan semakin memperbesar kecepatan. Hal ini dikarenakan UHMWPE yang diuji dengan kecepatan yang lebih tinggi akan lebih cepat mengalami peningkatan temperatur pada permukaan kontaknya. Sehingga material menjadi lebih mudah terkikis karena akan lebih lunak. B. Analisa Lubrication Perbandingan specific wear rate antara Speed Control 40 dengan Speed Control 100 kondisi Lubrication pada pembebanan yang sama dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik hubungan Specific Wear Rate dengan Load pada dua Speed Control yang berbeda Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa pada beban yang sama nilai Specific Wear Rate dengan Speed Control 100 memiliki nilai lebih besar dari pada Specific Wear Rate dengan Speed Control 40. Hal ini disebabkan karena dengan Speed Control yang lebih besar maka material akan lebih cepat
5 mengalami aus dibandingkan dengan Speed Control yang lebih rendah. Selain itu, dengan kecepatan yang lebih tinggi, maka material UHMWPE akan lebih cepat mengalami kenaikkan temperatur. Pada kondisi lubrication, keausan yang terjadi tidak sebesar pada kondisi dry sliding. Pemberian pelumas dapat mengurangi temperatur dan mengurangi gesekan yang terjadi antara UHMWPE dengan stainless steel. Efek dari pemberian pelumas dapat dilihat dari hasil foto mikro. Berikut adalah foto mikro kondisi Lubrication pada beban 10 kg.
a)
b) Gambar 10. Foto mikro perbesaran 150X UHMWPE pembebanan 10 kg pada Speed Control 100 a) sebelum dan b) sesudah pengujian kondisi Lubrication Pada foto mikro UHMWPE pembebanan 10 kg setelah dilakukan pengujian pada Gambar 10.b). terlihat bahwa keausan yang terjadi disebabkan oleh besarnya pembebanan dan kecepatan. Oleh karena itu, setelah pengujian permukaan UHMWPE menjadi terlihat merata. Pembebanan dan kecepatan yang tinggi, meskipun permukaan kontak diberi pelumasan keausan masih tetap terjadi. Hal ini dikarenakan asperity dari permukaan masih tetap terkikis karena beban dan kecepatan yang tinggi tersebut. Pelumas pada permukaan kontak ikut menanggung beban yang dibeikan dan menjaga kontak secara langsung antara UHMWPE dengan stainless steel. Keausan tidak begitu terlihat pada permukaan kontak karena efek pemberian pelumas Oleh karena itu, gesekan yang terjadi dapat diredam. Mekanisme keausan yang terjadi dapat dilihat dari hasil foto mikro permukaan UHMWPE. Foto mikro permukaan kondisi Lubrication pada Speed Control 100 dapat dilihat pada Gambar 11.
a)
b) Gambar 11. Foto mikro perbesaran 150X UHMWPE pembebanan 2 kg pada Speed Control 100 a) sebelum dan b) sesudah pengujian kondisi Lubrication Pada foto mikro Gambar 11.a). dan Gambar 11.b). UHMWPE sebelum dilakukan pengujian masih terlihat memiliki kontur yang tidak merata. Namun, setelah dilakukan pengujian UHMWPE terlihat menjadi lebih merata pada permukaannya. Meskipun demikian, pada foto mikro juga masih terlihat terjadi gesekan meskipun sangat kecil. Permukaan yang lebih merata ini diakibatkan karena pelumas yang tertekan oleh stainless steel terhadap UHMWPE dan yang bergesekan adalah antara pelumas dengan UHMWPE itu sendiri. Sehingga keausan abrasive yang terjadi pada UHMWPE sangatlah kecil. Mekanisme keausan yang terjadi dengan variasi beban yang diberikan memiliki kontur permukaan yang berbeda. Mekanisme keausan pada kecepatan 0,13 m/s kondisi Lubrication dengan variasi beban dapat dilihat pada Gambar 12 dibawah ini.
a) b) c) Gambar 12. Foto mikro pada kecepatan 0,13 m/s kondisi Lubrication dengan variasi beban a) beban 2 kg; b) beban 6 kg; c) beban 10 kg Material yang dilumasi akan memberikan fluid film yang membatasi atau memisahkan material satu dengan yang lainnya yang sedang kontak. Oleh karena itu, pada kondisi pelumasan, permukaan kontak terlihat lebih halus dan sedikit mengalami aus. Hal ini dikarenakan gesekan yang terjadi antara dua permukaan yang saling kontak sangat kecil, sehingga dari hasil foto mikro permukaan kontur terlihat lebih halus dan merata. Pada Gambar 12. terlihat bahwa sedikit
6 perubahan yang terjadi. Meskipun demikian, setiap kenaikkan beban pada kondisi lubrication masih mengalami deformasi permukaan. Pada Gambar 12. b) dan c) terlihat lebih terdapat gesekan, karena pada beban yang tinggi maka pelumas yang diberikan akan semakin berat untuk menahan beban yang ada. Kecepatan yang ditunjukkan dengan Speed Control memeiliki pengaruh terhadap laju keausan. Hubungan keduanya dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Grafik Hubungan Specific Wear Rate dengan Speed Control Pada Grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin besar kecepatan maka, Specific Wear Rate juga akan semakin meningkat. Namun pada beberapa Load saja yang tidak mengalami perubahan kenaikkan laju keausan. Pada pembebanan 4 kg dan 6 kg laju keausan memiliki nilai yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena pada pembebanan 4 kg pelumasan yang diberikan tidak bisa merata, sehingga laju keausan yang terjadi memiliki nilai yang sama dengan UHMWPE dengan pembebanan 6 kg.
4. KESIMPULAN Pada bagian ini dapat disimpulkan: 1. Nilai Specific Wear Rate antara UHMWPE dengan Stainless Steel yang mengalami kontak akan semakin turun , yaitu rata-rata sebesar10-5 /Nm. 2. Gesekan antara UHMWPE dengan stainless steel yang mengalami kontak pada kondisi lubrication dapat memperpanjang umur 8 kali lebih panjang daripada kondisi dry slyding. 3. Mekanisme keausan yang terjadi pada material UHMWPE yang kontak dengan Stainless Steel didominasi mekanisme abrasive dan adhesive. 5. DAFTAR PUSTAKA [1] Rose f. Riemer, Tammy L. Haut Donahuephd, Kenton R. Kaufman, PhD. 2003. Tibiofemoral Load Distribution during Gait of Normal Subjects. Michigan. [2] Ssjahrul, Annas. Concept Design Manufacturing Biomedical Products (A Case Study of Artificial Knee Component). Thesis UI. Jakarta. 1998. [3] H. Fang, SM Hsu and JV Sengers, Ultra-High Molecular Weight Polyethylene Wear Particle Effects on Bioactivity, NIST Special Publication 1002, 2003.
[4] Jia, Bin-Bin, Tong-Sheng Li, Xu-Jun Liu, and Pei-Hong Cong, tribological behaviors of polymer-polymer sliding Several combinations under dry friction and oil-lubricated condition, the Journal at , Wear 262 pp 1353-1359, Elsevier, 2007. www.sciencedirect.com [5] Farid, Moch.Zamil. Stainless Steel and weldability properties. PT. ENERGITAMA dynamics of the archipelago. Surabaya. [6] Adinda, Dwi. Analysis of Strength of Materials in Total Knee Joint Replacement prosthesis. Tugas Akhir Teknik Mesin ITS Surabaya. 2010. [7] Prayogi, Tegar. Design of Tribometer Pin Type Disk and Experimental Study on Tribology Characteristics of polymers. Tugas Akhir Teknik Mesin ITS Surabaya. 2010. [8] Darmanto. Effect on Lubricant Protein Concentration of UHMWPE wear by 316L Stainless Steel with Nitrogen Ion Implantation for Application of Artificial Knee Joints. Thesis UGM .2009. Yogyakarta. [9] Dharmastiti, R., Barton, DC, Fisher, J., Eddin, A., and Kurtz, S., The Wear of UHMWPE Oriented under Isotropically Rough and Scratched Counterface Test Conditions, Bio-Medical Materials and Engineering 11, thing. 241-256, 2001.