2
Halley mengemukakan teori bahwa Monsun terjadi akibat adanya perbedaan panas antara daratan dengan lautan sebagai hasil dari zenithal march matahari (Chang 1984). Terdapat dua ciri utama iklim Monsun, yaitu adanya perbedaan yang tegas antara musim basah (wet season) dan musim kering (dry season) yang umumnya terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari (DJF) dan Juni, Juli, Agustus (JJA) (Chao et all 2001). Terdapat tiga mekanisme Monsun menurut Kyung Jin, pertama perbedaan panas antara benua dan samudra, kedua gaya coriolis akibat rotasi bumi dan yang ketiga peran serta air sebagai pelepas energi. Pada garis khatulistiwa, angin yang berada dibawah pengaruh efek coriolis akan berhembus ke kanan dan tertarik ke arah sel tekanan rendah dan menjadi angin Monsun barat-daya yang kuat dan yang membawa hujan deras ke selatan, ke Asia Tenggara dan Timur pada saat angin itu bergerak ke
3. Rata-rata resultan angin dalam sebulan lebih dari 3 m/s 4. Sekurang-kurangnya satu siklonantisiklon terjadi bergantian di daerah 50 lintang dan bujur. Pada musim dingin, massa udara mengalir dari pusat tekanan udara tinggi ke pusat tekanan udara rendah ke arah selatan dan tenggara melewati Korea, Cina, dan Jepang. Massa udara yang ke arah tengggara mengalami konvergensi di Laut Cina Selatan dengan massa udara timur dari Samudra Pasifik (Ding Y etc all 2004). Kemudian dua massa udara (massa udara yang mengalami konvergensi dan massa udara yang ke arah selatan) bergabung menuju tenggara dan membentuk Monsun timur laut dan selanjutnya menjadi baratan di Indonesia (setelah melewati equator) (Jhuan JP 2003). Angin Monsun pada musim panas berasal dari 3 sumber udara yaitu, pertama massa udara Samudra Hindia yang bersifat lembab, hangat, dan mengalami konvergensi
Gambar 1 Pola Monsun Asia dan Monsun Australia dilihat dari pergerakan matahari sepanjang tahun (22180.com) arah selatan. Di dekat Jepang, angin tersebut berayun ke arah timur laut dan bergerak ke arah kawasan kutub (Riwu 2009). Menurut Ramage (1971) daerah Monsun ditandai oleh; 1. Arah angin utama berubah sekurangkurangnya 1200 dari bulan Januari dan Juli 2. Rata-rata keseringan (frequensi) angin utama dalam bulan Januari dan Juli lebih dari 40%
setelah mendekati equator. Kedua bersumber dari tekanan tinggi Benua Australia, massa sumber udara ini memiliki sifat lembab dan tidak stabil. Ketiga bersumber dari Samudra Pasifik, massa udaranya bersifat lembab, hangat, dan lebih stabil namun ketika melewati Samudra massa udaranya menjadi tidak stabil. Dalam pengertian iklim klasik Indonesia, bulan Januari semestinya termasuk dalam periode Monsun Asia. Kenyataannya, berdasarkan analisis angin ECMWF 850 mb. Monsun Asia ada pada
3
bulan NDJFM. Daerah yang paling berdekatan dengan asal Monsun Asia (Kepulauan Riau) justru memiliki curah hujan yang lebih rendah. Sedangkan jika dilihat dari analisis angin, daerah ini memang mensuplai massa udara basah tetapi kecepatan angin terlalu tinggi sehingga mengurangi kemungkinan hujan di daerah tersebut. Jika melihat posisi Indonesia yang berada di equator maka pertukaran kelembaban, panas, dan momentum antara permukaan atmosfer dengan lapisan di atasnya dan antara laut dengan atmosfer yang memiliki arti penting dalam pembentukan awan berlangsung di lapisan batas atmosfer. Sehingga kajian tentang lapisan ini sangat penting terutama kaitannya dengan konveksi. Konveksi di Indonesia aktif pada siang hari, yang ditandai dengan nilai maksimum OLR pada tengah hari sesaat setelah terjadi radiasi
2.2 Iklim Indonesia Iklim merupakan keseluruhan cuaca yang meliputi jangka waktu panjang di suatu wilayah, biasanya diikhtisarkan menurut rata-rata dan ukuran statistik keragaman. Unsur-unsur utama iklim yaitu suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, tekanan udara, angin, dan intensitas matahari (Handoko 1995). Indonesia yang memiliki kompleksitas atmosfer yang ditandai oleh pertemuan tiga sirkulasi yaitu meridional (Hadley), zonal (Walker), dan sirkulasi konveksi dalam periode normal. Wilayah Indonesia termasuk daerah equatorial yang dikenal sebagai daerah yang konveksinya paling aktif dibandingkan daerah-daerah equatorial dunia. Wilayah Indonesia menerima sinar matahari yang sangat tinggi, karena berada
Gambar 2 Pola curah hujan di Indonesia (Kadarsah.wordpress.com) maksimum matahari. Aktivitas konveksi lautan lebih aktif dibanding dengan daratan dan dengan variasi yang besar (Kadarsah 2008). Iklim Monsun ini dipengaruhi oleh gerak semu matahari yang setiap enam bulan berganti posisi. Pada sekitar awal bulan Oktober sampai bulan April matahari berada di belahan bumi selatan dan pada bulan Maret sampai bulan Agustus matahari berada di belahan bumi utara. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan tekanan antara bumi belahan utara dan selatan. Ketika matahari berada di belahan selatan, maka angin akan bergerak dari utara ke selatan dimana bumi belahan utara sedang mengalami musim dingin sedangkan selatan musm panas. Sehingga pada saat itu posisi silang benua dan samudra berperan dalam pergerakan angin.
di equator atau daerah khatulistiwa. Tetapi berbeda suhunya antara siang dan malam, walaupun tidak seekstrim daerah gurun pasir. Namun, perbedaan suhu pada malam dan siang hari memberi ciri yang kuat berupa variasi harian unsur cuaca, terutama pada suhu, tekanan, angin, dan kelembaban (Wirdjohamidjojo 2010). Karakteristik utama wilayah Indonesia adalah campuran antara permukaan darat dan laut yang membentuk benua maritim. Distribusi darat-laut, variasi ukuran pulau dan karakter pegunungan menyebabkan variasi iklim lokal cukup besar, terutama bergantung pada ketinggian tempat dan eksposur terhadap Monsun. Di Indonesia terdapat dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Seperti diketahui, bahwa musim yang berada di Indonesia berkaitan dengan Monsun.
4
Musim hujan dipengaruhi oleh Monsun barat yang membawa uap air dari Laut Cina Selatan. Sedangkan musim kemarau dipengaruhi oleh Monsun timur yang tidak mengandung uap air, sehingga membawa udara kering menuju Indonesia. BMG berdasarkan distribusi data rata-rata curah hujan bulanan, umumnya wilayah Indonesia dibagi menjadi tiga pola hujan, yaitu: 1. Pola hujan Monsun, yang wilayahnya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dengan periode musim kemarau. 2. Pola hujan equatorial, yang wilayahnya memiliki distribusi hujan bulanan bimodial dengan dua puncak musim hujan maksimum dan hampir sepanjang tahun masuk dalam criteria musim hujan. Pola ini mengalami dua puncak sekitar bulan Maret dan Oktober. 3. Pola hujan lokal, yang wilayahnya memiliki distribusi hujan bulanan kebalikan dengan pola Monsun. Pola lokal ini dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan), tetapi benttuknya berlawanan dengan tipe huja Monsun. Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama. Namun, masih tergolong cukup banyak, yaitu ratarata 2000-3000 mm/tahun. Begitu pula antara tempat yang satu dengan tempat yang lain rata-rata curah hujannya tidak sama. Ada beberapa daerah yang mendapat curah hujan sangat rendah dan ada pula daerah yang mendapat curah hujan tinggi, yaitu; 1. Daerah yang mendapat curah hujan ratarata per tahun kurang dari 1000 mm, meliputi 0.6% dari luas wlayah Indonesia diantaranya Nusa Tenggara, Palu, dan Luwak. 2. Daerah yang mendapat curah hujan antara 1000-2000 mm/tahun diantaranya sebagian Nusa Tenggara, sebagian kecil Merauke, Kepulauan Aru, dan Tanibar. 3. Daerah yang mendapat curah hujan tahunan antara 2000-3000 mm/tahun meliputi Sumatra Timur, Kalimantan Selatan dan Timur, sebagian Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebagian Irian Jaya, Kepulauan Maluku, dan sebagian besar Sulawesi. 4. Daerah yang mendapat curah hujan yang lebih dari 3000 mm/tahun meliputi daratan tinggi di Sumatra Barat,
Kalimantan Tengah, daratan tinggi Irian Jaya bagian tengah, beberapa daerah di JAwa, Bali, Lombok dan Sumba. Sumber lain yaitu Eguich (1988-yang dikutip Yamanaka) dengan menggunakan data 669 stasiun hujan membagi Indonesia dalam tiga wilayah (tidak termasuk Irian Jaya), yaitu; 1. Jawa-Bali-Nusa Tenggara, yang musim hujannya lebih pendek dari musim kemarau, bersamaan dengan musim barat di Australia. Semakin ke timur semakin sedikit curah hujannya. 2. Sumatra dan Kalimantan bagian barat, yang mempunyai maksimum curah hujan dua kali dalam musim panas di belahan Bumi selatan (Oktober – Februari). 3. Kalimantan bagian timur, Sulawesi, dan Maluku yang mempunyai satu atau dua kali periode hujan dengan maksimum bulanannya terdapat dalam bulan musim semi atau musim panas di belahan bumi utara (Maret – Juli) dan dikuasai oleh pasat Pasifik yang membawa hujan sedikit. 2.3 Kondisi kota Pontianak, Manado, dan Biak 2.3.1 Kota Pontianak Kota Pontianak merupakan Ibukota Propinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari 6 (enam) Kecamatan dan terbagi menjadi 29 (dua puluh sembilan) kelurahan dengan luas 107,82 Km2. Kota Pontianak terletak pada lintasan garis Khatulistiwa dengan ketinggian berkisar antara 0.10 meter sampai dengan 1.50 meter di atas permukaan laut. Kota Pontianak dipisahkan oleh Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak dengan lebar = 400 Meter, kedalaman air antara 12 sampai dengan 16 meter, sedangkan cabangnya mempunyai lebar 250 meter. Tinggi permukaan tanah dari permukaan alut antara 0,8 sampai dengan 1,5 meter. Kota Pontianak termasuk beriklim tropis dengan suhu yang tertinggi (berkisar antara 28 0C – 32 0C) .Rata-rata temperatur harian minimum sebesar 22.9 0C dan temperatur maksimumnya sebesar 31,05 0C. sedangkan temperatur rata-rata secara umum sebesar 29,5 0C. Besarnya curah hujan di kota Pontianak berkisar antara 3000 mm – 4000 mm per tahun. Curah hujan terbesar (bulan basah) jatuh pada bulan Mei dan Oktober, sedangkan curah hujan terkecil (bulan kering) jatuh pada bulan Juli. Jumlah
5
hari hujan rata-rata per bulan berkisar 15 hari. Kota Pontianak terletak pada garis lintang 00 bertepatan dengan garis Khatulistiwa dan 1090, 20 menit, 00 detik Bujur Timur. Tepatnya posisi kota Pontianak berada pada 00 02’ 24” LU – 00 01’ 37” LS dan 1090 16’ 25” BT – 1090 23’ 04” BT. Rata-rata kelembaban nisbi dalam daerah kota Pontianak maksimum 99,58 % dan minimum 53 % dengan rata-rata penyinaran matahari minimum 53 % dan maksimum 73 % (pemerintah kota Pontianak). 2.3.2 Kota Manado Kota Manado terletak diantara 10 30’ 0 – 1 40’ Lintang Utara dan 1240 40’ – 1260 50’ Bujur Timur. Secara administrasi kota Manado terbagi kedalam sembilan wilayah kecamatan dan delapan puluh tujuh kelurahan/desa. Kota Manado memiliki luas wilayah sebesar 157,26 Km2. Kota Manado memiliki topografi tanah yang bervariasi untuk tiap kecamatan. Secara keseluruhan kota Manado sebesar 92,15 persen dari luas wilayah Kota Manado terletak pada ketinggian 0 – 240 dari permukaan laut. Hal ini disebabkan tekstur alam kota Manado yang berbatasan dengan pantai dan dengan kontur tanah yang berombak dan bernukit. Sebagai daerah yang terletak di garis Khatulistiwa, maka kota Manado hanya mengenal dua musim yaitu musim basah dan musim kemarau. Curah hujan di suatu tempat antara lain tentukan oleh keadaan iklim, keadaan orographi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan. Berdasarkan pengamatan di Stasiun Meteorologi Manado, rata-rata curah hujan selama tahun 2007 berkisar antara 67 mm (bulan September) sampai 574 mm (bulan Januari). Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun 2007, suhu udara rata-rata pada siang hari berkisar antara 31,6 0C sampai 34,9 0C, sedangkan suhu udara pada malam hari berkisar antara 19,1 0C sampai 22 0C. Suhu udara maksimum terdapat pada bulan Oktober 34,9 0C, sedangkan suhu udara minimum terdapat pada bulan September 19,1 0C. Kota Manado mempunyai kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata berkisar antara
71 persen pada bulan September sampai 86 persen pada bulan Januari – Februari. 2.3.3 Kota Biak Wilayah administrasi kabupaten Biak Numfor dibentuk oleh kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil. Letak geografisnya dekat dengan lintang 00 Khatulistiwa dan dikelilingi oleh Samudra Pasifik. Secara umum pola iklim dipengaruhi oleh Monsun dan maritime, dimaa besaran pengaruhnya adalah pada maritimnya. Sebagai akibatnya, curah hujan yang jauh relatif merata sepanjang tahun, sehingga batas antara musim kemarau dan musim penghujan di kabupaten Biak Numfor tidak tampak tegas. Secara umum curah huja tahunan di Biak Numfor rata-rata 309,3 mm. Suhu rata-rata di kabupaten Biak Numfor mencapai 25,5 0C dengan iklim kisaran rata-rata antara 21 0C sampai dengan 32 0C. Tingkat kelembaban udara di wilayah kabupaten Biak Numfor sangat tinggi, yaitu berkisar antara 85 % - 88% dengan kecepatan angin 3,2 knot. Penyinaran matahari rata-rata mencapai 49% - 62%, sehingga kabupaten Biak Numfor termasuk dalam daerah dengan iklim panas sedang. Keadaan topografi kabupaten Biak Numfor sangat bervariasi mulai daerah pantai yang terdiri dari dataran rendah dengan lereng dan landai sampai dengan daerah pedalaman yang memiliki kemiringan terjal. Berdasarkan ketinggiannya, kabupaten Biak Numfor berada pada ketinggian 0 sampai dengan 92 meter dari permukaan laut. Ketinggian daerah pantai sebesar 0 – 5 dpl, seperti daerah pantai pada Pulau Biak dan Pulau Numfor. Sedangkan ketinggian daerah pedalamannya sendiri untuk Pulau Biak 10 – 600 m dpl dan Pulau Numfor 10 – 201 m dpl. Secara morfologi, Pulau Biak terbagi dalam 3 satuan, yaitu daratan, daerah bergelombang, dan perbukitan. Daerah daratan dengan tingkat kemiringan 0 -2 % dengan luas kira-kira 5% dari total luas Pulau Biak. 2.4 Monsun di Indonesia Kawasan Indonesia memang bukan sumber Monsun, tetapi terletak dalam daerah kekuasaan Monsun Asia Selatan, Monsun Asia Tenggara, dan Monsun Australia. Ketiga sistem Monsun tersebut saling berinteraksi membentuk sistem
6
Monsunal Indonesia. Misalnya, pada waktu Asia musim dingin di sebagian besar Indonesia terjadi musim angin barat (musim barat) dan sebagian kecil di bagian barat terjadi musim angin timur laut (musim timur laut), dan ketika Asia musim panas, disebagian besar Indonesia terjadi musim angin timur tenggara (musim timur) dan sebagian kecil dibagian barat terjadi musim angin barat daya (musim barat daya) (Wirjohamidjojo 2010). Musim barat seperti diketahui membawa uap air dari Laut Cina Selatan, sehingga menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan. Sedangkan musim timur membawa udara kering karena berasal dari wilayah Australia yang sebagian besar gurun dan hanya dibatasi selat kecil antara wilayah Indonesia dengan Australia, sehingga menyebabkan Indonesia terutama Indonesia bagian selatan dan timur mengalami musim kering. Menurut Wirjohamidjojo, selama Monsun barat, PPAT (Pias Pumpun Antartropik) / ITCZ terdapat di kawasan Indonesia. Sedangkan dalam musim timur berada di luar sebelah utara. Mulai masuk Indonesia sekitar bulan November dan bergerak umumnya dari utara ke selatan sampai bulan Januari. Kemudian kembali ke utara, tetapi gerak hariannya tidak tetap ada kalanya hari ini ke utara besoknya ke selatan dan sebaliknya. Wirjohamidjojo menyebutkan awal Monsun (southwest monsoon) di suatu tempat ditandai dengan: 1. ITCZ berada di tempat tersebut 2. ITCZ bergerak terus ke utara 3. Datangnya ITCZ ditandai dengan; a. Angin baratan (westerly) disebelah selatan ITCZ dengan kecepatan sekitar 20 knot; tebal lapisan angin baratan sampai 6 km dari permukaan laut b. Palung khatulistiwa berimpit dengan ITCZ c. Terjadi hujan lebat dan badai Guntur Surutnya Monsun (southwest monsoon) di suatu tempat ditandai dengan: 1. ITCZ mulai bergerak ke selatan, berawal dari akhir bulan Agustus, mulai dari utara dan sekitar tanggal 15 Oktober Monsun timur laut berakhir di semua tempat. Tetapi di ujung selatan semenanjung daratan India hujan masih ada meskipun tidak ada kaitannya dengan ITCZ melainkan berkaitan dengan palung khatulistiwa. 2. Sering disertai dengan kilat dan guntur.
3. Paling akhir Monsun barat daya mulai 18 Juni (197). Bila Monsun panas (southwest monsoon) kuat dan banyak hujan di pantai barat India, musim kemarau di Indonesia mundur dan kering sebaliknya jika southwest monsoon lemah. Namun, Monsun Asia Tenggara terutama Monsun timurlaut yang berbeda dengan Monsun di India memiliki pengaruh yang lebih dominan bagi Indonesia. Ternyata pemanasan musiman di atas Kalimantan yang ditutupi hutan hujan tropis, mempunyai peran penting dalam kaitannya dengan timbulnya Monsun panas Asia (Murakamin T dan J Matsumoto 1994). Di Indonesia di kenal dua musim, yakni musim hujan dan musim kemarau. Umumnya musim hujan berkaitan dengan Monsun (Monsun barat). Pun dengan musim kering juga dipengaruhi oleh Monsun (Monsun timur). Pengkajian tentang Monsun telah lama dilakukan, antara lain oleh Walker (1924), Ramage (1967) dan lainnya. Demikian juga pengkajian mengenai hubungan dan kaitan antara Monsun Asia dan Australia dengan sistem cuaca dan iklim di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Boerema (1926), de Boer (1948). 2.5 Struktur Lapisan Atmosfer Atmosfer merupakan selimut yang menyelimuti dan melindungi Bumi dari pengaruh radiasi maupun benda asing di luar Bumi dengan ketebalan lebih dari 650 km. Gerakan udara yang terjadi pada atmosfer terjadi karena pengaruh pemanasan oleh sinar matahari dan perputaran Bumi (rotasi). Tiap lapisan yang menyelimuti Bumi memiliki sifat dan fungsinya masingmasing. 1. Troposfer Lapisan ini merupakan lapisan yang paling bawah, berada antara permukaan Bumi sampai 8 km di daerah kutub dan 16-18 km di daerah equator. Pada lapisan ini tempat terjadinya dinamika cuaca dan lapisan yang bersentuhan langsung dengan makhluk hidup. 2. Stratosfer Pada lapisan ini terdapat lapisan ozon yang berguna untuk menyerap radiasi ultraviolet, sehingga hanya sebagian kecil saja yang diteruskan ke permukaan Bumi. Lapisan ini tidak mengandung uap air, sehingga lapisan ini hanya mengandung uap kering. 3. Mesosfer
7
Lapisan tengah yang mengalami penurunan suhu seiring dengan kenaikan ketinggian. 4. Thermosfer Lapisan terluar yang bersentuhan langsung dengan udara vakum dan merupakan lapisan pertama yang melindungi Bumi dari radiasi dan pengaruh benda asing. Dari pembagian lapisan pada
langit-langit atmosfer, pola yang terjadi menjadi netral, artinya tidak dipengaruhi oleh ketinggian lapisan, sehingga lapisan ini dijadikan sebagai lapisan pembatas. Pada lapisan, bertambahnya nilai suhu udara diduga didapatkan dari proses yang terjadi pada ke dua lapisan yakni Stratosfer dan Thermosfer. Pada lapisan Stratosfer terjadi pengurangan ozon (O3) oleh radiasi ultra violet menjadi O2 + O
Gambar 3 Struktur atmosfer Bumi (tandiarrang.blogspot.com) atmosfer, dapat dibagi lagi dengan melihat pola suhu. Ana Turyanti dan Sobri Effendy (2006) dalam pengantar meteorologi membagi lapisan atmosfer Bumi menjadi 3 bagian berdasarkan pola suhu. 1. Pola lapse rate yakni pola turunnya suhu udara dengan bertambahnya ketinggian dari permukaan, pola ini berlaku di lapisan Troposfer dan Mesosfer. Secara matematis ditulis sebagai: dT/dZ < 0 2. Pola isothermal yakni pola suhu udara yang relative konstan pada berbagai ketinggian. Pola ini terjadi di lapisan langit-langit atmosfer seperti; Tropopause, Stratopouse, dan Mesopouse. Secara sistematika dituliskan sebagai: dT/dZ = 0 3. Pola inverse merupakan pola naiknya suhu udara dengan bertambahnya ketinggian. Pola ini terjadi di lapisan Stratosfer dan Thermosfer. Secara matematika dituliskan sebagai: dT/dZ > 0. Pola lapse rate terjadi naiknya udara membutuhkan energi, sementara energi yang digunakan adalah energi yang dikandung oleh udara itu sendiri, sehingga terjadilah pengurangan energi yang menyebabkan turunnya nilai suhu udara. Pada lapisan
sehingga terjadi hamburan energi yang menyebabkan udara mengalami peningkatan dan hal ini terjadi dengan peningkatan ketinggian. Pada lapisan Thermosfer banyaknya kejadian kelistrikan, sehingga setiap kandungan gas di udara berwujud ionion yang dikenal sebagai proses ionisasi. Proses ini menghamburkan banyak energi, sehingga menyebabkan bertambahnya nilai suhu udara dengan makin bertambahnya ketinggian. 2.6 Metode Analisis Spectral 2.6.1 Wavelet Transformasi wavelet mulai diperkenalkan pada tahun 1980-an oleh Morlet dan Grossman sebagai fungsi matematis untuk merepresentasikan data atau fungsi sebagai alternatif transformasi matematika yang lahir sebelumnya untuk menangani masalah resolusi. Wavelet merupakan gelombang singkat (small wave) yang energinya terkonsentrasi pada suatu selang waktu untuk memberikan kemampuan analisis transien, ketidakstasioneran, atau fenomena berubah terhadap waktu (time varying) (Surbakti P 2010). Karakteristik dari wavelet antara lain adalah berosilasi singkat , translasi (pergeseran), dan dilatasi (IT Telkom 2006).
8
Analisis wavelet dapat digunakan untuk menunjukkan kelakuan sementara pada suatu sinyal, misalnya dalam bidang geofisika (sinyal seismik), fluida, medis dan lainnya. Metode transformasi wavelet ini dapat digunakan untuk meningkatkan mutu kualitas data, mendeteksi kejadian-kejadian tertentu, serta pemampatan data (Foster 1994). Selain itu, transformasi wavelet juga dapat digunakan untuk analisis sinyal-sinyal non-stasioner (sinyal yang kandungan frekuensinya bervariasi terhadap waktu, karena berkaitan dengan kemampuannya untuk memisah-misahkan berbagai macam karakteristik pada berbagai skala (Anant 1997). 2.6.2 Power Spectral Density (PSD) Radar yang dibangun dalam payung kerja sama antara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Radio Science for Space and Atmosphere (RASC), Universitas Kyoto, Jepang. Telah dimulai pengoperasiannya sejak tanggal 26 Juni 2001 setelah diremsikan pembukaannya oleh Menteri Riset dan Teknologi Dr AS Hikam. Pembangunan radar ini dipicu oleh pemahaman para ahli bahwa secara khusus, atmosfer di atas wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah di khatulistiwa lainnya. Spesifikasi Radar Atmosfer Khatulistiwa (RAK) yaitu merupakan pengembangan dari BLR yang merupakan Doppler Pulse monostatik radar yang beroperasi pada frekuensi sekitar 47 MHz dengan menggunakan three-element Yagi antenna squered array sebanyak 560 buah pada ketinggian sekitar 900 m dari permukaan laut. Wind Profile Radar (WPR) adalah salah satu instrument yang dapat mengamati gerakan udara pada berbagai lapisan atmosfer (khususnya troposfer) dengan ketelitian dan resolusi waktu yang tinggi. WPR dapat memberikan struktur tiga dimensi dari arah dan kecepatan angin dari tiap lapisan atmosfer secara realtime. BPPT saat ini memiliki tiga unit WPR yang berlokasi di tiga kota strategis, umumnya berada di dekat khatulistiwa (ekuator) untuk mengamati karakteristik arah dan kecepatan angin pada berbagai lapisan atmosfer untuk daerah ekuator tropis. Kota-kota tersebut adalah; Pontianak, Manado, dan Biak.
Tabel 1 Spesifikasi WPR Property Value Center Frequency 1357.5 MHz Antenna Active Phased Array Aperture 3.5 m2 (2.5 m in diameter) Beam Width 6 degrees Beam Directions (Azimuth, Zenith) = (0.0),(0.10), (90,10),(180,10),(270,10) Polarization Linear Transmitter Transistor Aplifier (A-class) Peak Power 2100 W Average Power 700 W (Maximum) Band Width 15 MHz (Maximum) Pulse Length 2/3, 1, 4/3, 2, 4 micro sec (variabel) IPP 50, 80, 100, 120, 200 micro sec (variabel) Observation Range 300 -5000 m (typical) 2.7 Metode Analisis Statistik Korelasi Silang Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi/hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik korelasi yang sangat popular sampai sekarang, yaitu korelasi Pearson product Moment dan korelasi Rank Spearman. Selain kedua teknik tersebut, terdapat pula teknik-teknik korelasi lain, seperti Kendal, Chi-Square, Phi Coefficient, Goodman_Kruskal, Somer, dan Wilson. Selain itu, korelasi juga merupakan derajat keeratan hubungan (kuat lemahnya hubungan) dapat dilihat dari tebaran datanya. Semakin rapat lebarnya, semakin kuat hubungannya dan sebaliknya semakin melebar tebarannya menunjukkan hubungannya semakin lemah. Nilai korelasi (r) berkisar 0 sampai 1 atau bila disertai arahnya nilai antara -1 sampai +1. Nilai korelasi 0 menandakan tidak adanya hubungan linier, nilai korelasi 1 menandakan hubungan linier negatif sempurna demikian juga dengan +1 yang menyatakan bahwa hubungan linier positif sempurna. Menurut Colton, kekuatan hubungan 2 variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam 4 area, yaitu; 1. r = 0 – 0.25 : tidak ada hubungan atau hubungan rendah/lemah 2. r = 0.26 - 0.5 : hubungan sedang 3. r = 0.51 – 0.75 : hubungan kuat