BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air yang biasanya terjadi pada dasar sungai yang terdiri dari material alluvial namun terkadang dapat juga terjadi pada dasar sungai yang keras. Pengalaman menunjukkan bahwa gerusan dapat menyebabkan terkikisnya tanah di sekitar fondasi dari sebuah bangunan pada aliran air. Gerusan biasanya terjadi sebagai bagian dari perubahan morfologi dari sungai dan perubahan akibat bangunan buatan manusia. ( Ariyanto, 2010) 1. Mekanisme Gerusan Menurut Miller (2003) dalam Sucipto (2011), jika struktur ditempatkan pada suatu arus air, aliran air di sekitar struktur tersebut akan berubah, dan gradient kecepatan vertikal (vertical velocity gradient) pada ujung permukaan struktur tersebut. Gradient tekanan (pressure gradient) ini merupakan hasil dari aliran bawah yang membentur bed. Pada dasar struktur, aliran bawah ini membentuk pusaran yang pada akhirnya menyapu sekeliling danbagian bawah struktur menyapu dengan memenuhi seluruh aliran. Hal ini dinamakan pusaran tapal kuda (horseshoe vortex), karena dilihat dari atas bentuk pusaran ini mirip tapal kuda. Padan permukaan air, interaksi aliran dan struktur membentuk busur imbak (bow wave) yang di sebut gulungan permukaan (surface roller). Pada saat terjadi pemisahan aliran pada struktur bagian dalam mengalami wake vortices.
Gambar 1. Mekanisme Aliran Akibat Pola Aliran Air di Sekitar Pilar (Sumber: Miller, 2003) 7
8
Pada umumnya tegangan geser (shear stress) meningkat pada dasar saluran bagian depan struktur. Bila dasar saluran mudah tergerus maka lubang gerusan akan terbentuk sekiar struktur. Fenomena ini disebut gerusan local ( local or structureinduced sediment scour). Menurut Breusers dan Raudkivi (1991), proses gerusan dimulai pada saat partikel yang terbawa bergerak mengikuti pola aliran dari bagian hulu kebagian hilir saluran. Pada kecepatan tinggi, partikel yang terbawa akan semakin banyak dan lubang gerusan akan semakin besar baik ukuran maupun kedalamanya. Kedalaman gerusan maksimum akan tercapai pada saat kecepatan aliran mencapai kecepatan kritik. Berikut ini adalah hubungan antara kedalaman gerusan terhadap waktu gambar 3.2 dan hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan geser gambar 3.3.
Gambar 3.2 Hubungan kedalaman gerusan dengan waktu (Breusers dan Raudkivi, 1991)
Gambar 3.3 Hubungan kedalaman gerusan dengan kecepatan geser (Breusers dan Raudkivi, 1991)
9
Grafik diatas meunjukkan bahwa kedalaman gerusan untuk clear water scour dan live-bed scour merupakan fungsi dari kecepatan geser. Kesetimbangan gerusan tergantung pada keadaan yang ditinjau yaitu gerusan dengan air tanpa sedimen (clear-water scour) atau gerusan dengan air besedimen (live-bed scour). Pada clear-water scour, gerakan dasar sungai diasumsikan hanya terjadi pada sekitar pilar. Kesetimbanagn tercapai bila tegangan geser yang terjadi di dekat permukaan lubang gerusan sudah tidak mampu untuk mengangkut material karena clearwater scour cenderung terjadi pada material dasar yang kasar. Sedangkan pada keadaan live-bed scour, gerakan dasar sungai terjadi pada hampir sepanjang dasar sungai. Proses terjadinya gerusan ditandai dengan berpindahnya sedimen yang menutupi pilar jembatan serta erosi dasar sungai yang terjadi akan mengikuti pola aliran. Proses terus berlanjut dan lubang gerusan akan semakin berkembang, semakin lama semakin besar dengan mencapai kedalaman tertentu (maksimum). Melville dalam Miller (2003) menjelaskan tahap-tahap gerusan yang terjadi antara lain sebagai berikut : a. Peningkatan aliran yang terjadi pada saat perubahan garis aliran di sekeliling pilar. b. Pemisahan aliran dan peningkatan pusaran tapal kuda yang lebih intensif sehingga menyebabkan pembesaran lubang gerusan. c. Longsor/turunnya material disekitar lubang gerusan pada saat lubang cukup besar setelah terkena pusaran tapal kuda. Nakagawa dan Suzuki dalam Miller (2003) membedakan gerusan dalam empat tahap : a. Gerusan di sisi (kanan dan kiri) pilar yang disebabkan kekuatan tarikan dari arus utama (main flow). b. Gerusan di depan pilar yang diakibatkan pusaran tapal kuda (horseshoe vortex). c. Pembesaran gerusan oleh pusaran stabil yang mengalir melewati pilar. d. Periode reduksi gerusan selama penurunan kapasitas transpor di lubanggerusan.
10
2. Gerusan Lokal Penggerusan lokal (Garde dan Raju, 1977 dalam Rahmadani, 2014) terjadi akibat adanya turbulensi air yang disebabkan terganggunya aliran, baik besar maupun arahnya, sehingga menyebabkan banyutnya material-material dasar atau tebing sungai. Turbulensi disebabkan oleh berubahnya kecepatan terhadapt waktu, dan keduanya. Penggerusan local pada material dasar dapat terjadi secara langsung oleh kecepatan aliran sedemikian rupa sehingga daya tahan material terlampaui. Secara teoristik tegangan geser yang terjadi lebih besar dari tegangan geser kritis dari butiran dasar. Variabel-variabel yang berpengaruh pada gerusan lokal, meliputi : a.
Kondisi fluida, yaitu : i.
Kerapatan (π)
ii.
Kekentalan (v)
iii. Gravitasi (g) iv. Kecepatan (U) v. b.
Kedalaman aliran (do)
Kondisi dasar sungai i. Diameter butiran sedimen (Ds) ii. Kerapatan massa (ππ ) iii. Distribusi butiran iv. Bentuk butiran
c.
Faktor ginetik pilar i. Tebal pilar (b) ii. Panjang pilar (L) iii. Bentuk muka pilar iv. Sudut arah pilar (πΌ) v. Jenis antar pilar (π)
Karena variable sangat banyak maka dikaji yang relative dominan dan kedalaman gerusan (ds) merupakan fungsi : ds = f (π, vd, Ds, ππ , do, U, b, πΌ, π).
11
3. Pola Gerusan Lokal di Sekitar Pilar Dalam (Ariyanto, 2010) gerusan lokal yang terjadi disekitar pilar akan membentuk suatu pola gerusan tertentu. Pola gerusan setiap pilar diamati setelah proses gerusan terjadi.
Gambar 3.4 Pola kedalaman gerisan lokal pada pilar jajar genjang dengan debit 848 cm3/dtk (Ariyanto, 2010).
Gambar 3.5 Pola kedalaman gerisan lokal pada pilar bulat dengan debit 848 cm3/dtk (Ariyanto, 2010).
Gambar 3.6 Pola kedalaman gerisan lokal pada pilar bujur sangkar dengan debit 848 cm3/dtk (Ariyanto, 2010).
12
Dari ketiga gambar di atas dapat dilihat bahwa pola kedalaman gerusan lokal disekitar pilar adalah sama untuk posisi pilar yang sejajar dengan arah aliran yang datang, proses gerusan terjadi pada depan dan belakang pilar , gerusan maksimum terjadi pada depan pilar, tetapi yang berbeda adalah nilai kedalaman gerusan yang berbeda seiring bertambahnya debit ditunjukkan pada gambar 3.5 dan gamabr 3.6. Pola kedalaman gerusan lokal di sekitar pilar yang posisinya membentuk sudut terhadap arah aliran yang datang, proses gerusan terjadi pada depan, samping dan belakang pilar kedalaman gerusan maksimum terjadi di samping pilar seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.4 pola gerusan lokal di sekitar pilar untuk pilar yang sejajar dengan arah aliran dan pilar yang membentuk sudut terhadap arah aliran adalah berbeda. Pilar jajar genjang memiliki karakter yang lain dengan pilar bentuk bulat dan bujur sangkar, karena pilar jajar genjang membentuk sudut terhadap aliran yang dating, sehingga proses gerusan yang terjadi berbeda. Bentuk pilar jajar genjang proses kedalaman maksimum terjadu pada sisi pilar. Semakin besar bentuk sudut yang terjadi terhadap aliran, maka semakin besar kedalaman gerusan yang terjadi pada sisi pilar (Ariyanto, 2010).
4. Faktor yang Mempengaruhi Kedalaman Gerusan Kedalaman gerusan yang terjadi disekitar bangunan air, jembatan dan penyempitan air dipengaruhi beberapa faktor yang antara lain adalah : a. Kecepatan aliran pada alur sungai Kedalaman gerusan lokal maksimum rata-rata di sekitar pilar sangat tergantung pada nilai relatif kecepatan alur sungai (perbandingan antara kecepatan rerata aliran dan kecepatan geser), nilai diameter butiran (butiran seragam/ tidak seragam) dan lebar pilar. Dengan demikian maka gerusan lokal maksimum rerata tersebut merupakan gerusan lokal maksimum dalam kondisi setimbang. b. Gradasi sedimen Gradasi sedimen dari sedimen transpor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kedalaman gerusan pada kondisi air bersih (clear water
13
scour). Dari Gambar 3.4, kedalaman gerusan (ys/b) tak berdimensi sebagai fungsi dari karakteristik gradasi sedimen material dasar (Ο/d50). Dimana Ο adalah standar deviasi untuk ukuran butiran dan d50 adalah ukuran partikel butiran rerata. Nilai kritikal dari Ο/d50 untuk melindunginya hanya dapat dicapai dengan bidang dasar, tetapi tidak dengan lubang gerusan dimana kekuatan lokal pada butirannya tinggi yang disebabkan meningkatnya pusaran air.
Gambar 3.7 Kedalaman gerusan setimbang di sekitar pilar fungsi ukuran butir relative untuk kondisi aliran air bersih (Breusers dan Raudkivi, 1991) c. Ukuran Pilar dan Ukuran Butir Material Dasar Kedalaman gerusan maksimum pada media alir clear water scour sangat dipengaruhi adanya ukuran butiran material dasar relatif b/d50 pada sungai alami maupun buatan. Untuk sungai alami umumnya koefisien ukuran butir relatif b/d50 pada kecepatan relatif U/Uc = 0,90 pada kondisi clear water dan umumnya kedalaman gerusan relatif ys/b tidak dipengaruhi oleh besarnya butiran dasar sungai selama b/d50 > 25. Ukuran pilar mempengaruhi waktu yang diperlukan bagi gerusan lokal pada kondisi clear-water sampai kedalaman terakhir, tidak dengan jarak relatif (ys/b), jika pengaruh dari kedalaman relatif (y0/b) dan butiran relatif (b/d50) pada kedalaman gerusan ditiadakan, maka nilai aktual dari (ys/b) juga tergantung pada peningkatan dari bed material. Pada kasus gerusan yang mengangkut sedimen (live bed), waktu diberikan untuk
14
mencapai keseimbangan gerusan dan tergantung pada rasio dari tekanan dasar ke tekanan kritikal. d. Bentuk Pilar Bentuk pilar akan berpengaruh pada kedalaman gerusan lokal, pilar jembatan yang tidak bulat akan memberikan sudut yang lebih tajam terhadap aliran dating yang diharapkan dapat mengurangi gaya pusaran tapal kuda sehingga dapat mengurangi besarnya kedalaman gerusan.
B. Aliran Kondisi aliran dalam saluran terbuka berdasarkan pada kedudukan permukaan bebas cenderung berubah menurut ruang dan waktu, disamping itu ada hubungan ketergantungan antara lain kedalaman aliran, debit air, kemiringan dasar saluran dan permukaan bebas. Kondisi fisik saluran terbuka jauh lebih bervariasi dibandingkan dengan saluran tertutup. Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola aliran : 1.
Debit Aliran Debit aliran merupakan hubungan perkalian antara kecepatan aliran dengan luas tampang basah saluran. Ven Te Chow (1989), dalam Sudiyono dkk (2014). Q = U . A ............................................................................................ ( 1 ) Dimana :
2.
Q
= Debit aliran, m3/det
U
= Kecepatan aliran rata-rata, m/det
A
= Luas penampang aliran,m2
Kecepatan Aliran Rata-rata Menurut Ven Te Chow (1989), Sudiyono dkk (2014) kecepatan aliran rata-rata merupakan perbandingan antara debit aliran yang melewati saluran (Q) dengan luas tampang basah saluran (A) seperti persamaan dibawah ini: π=
π π΄
=
Dimana :
π π΅ . ππ
...................................................................................... ( 2 )
U = Kecepatan aliran rata-rata, (m/det) Yo = Kedalaman aliran, (m)
15
B = Lebar saluran, (m) Q = Debit, (m3/det) A = Luas penampang aliran, (m2) Keceptan rata-rata menurut Chezy dirumuskan sebagai berikut: π = πΆ βπ
ππ .........................................................................................( 3 ) πΆ = 18 log πΏ=
11,6 π£ ππ
Dimana :
12 ππ π+2
πΏ 7
....................................................................................( 4 )
..............................................................................................( 5 ) C = Koefisien Chezy Sf = Kemiringan garis energi Y0 = Kedalaman aliran R = Jari βjari hidrolik K = Diameter kekasaran dasar Ξ = Batas daerah transisi laminar dan torbulen Ξ₯ = Viskositas
3.
Bilangan Reynolds Tipe aliran dapat dibedakan menggunakan bilangan Reynolds. Menurut Reynolds tipe aliran dibedakan sebagai berikut : a.
Aliran laminer adalah suatu tipe aliran yang ditunjukkan oleh gerak partikelpartikel menurut garis-garis arusnya yang halus dan sejajar. Dengan nilai Reynolds lebih kecil lima ratus (Re<500).
b.
Aliran turbulen mempunyai nilai bilangan Reynolds lebih besar dari seribu (Re>1000), aliran ini tidak mempunyai garis-garis arus yang halus dan sejajar sama sekali.
c.
Aliran transisi biasanya paling sulit diamati dan nilai bilangan Reynolds antara lima ratus sampai seribu (500β€Reβ€1000). Persamaan untuk menghitung bilangan Reynolds yaitu : Re =
π. π π£
Dimana :
.................................................................................................. (6) Re = Bilangan Reynolds U = Kecepatan aliran (m/dtk)
16
l
= Panjang karakteristik (meter)
v = Viskositas kinematik (m2/dtk) 4.
Bilangan Froude Menurut Chow (1959) dalam buku Open Channel Hydraulics dalam Mulyandari (2010) dijelaskan bahwa akibat gaya tarik bumi terhadap aliran dinyatakan dengan rasio gaya inersia dengan gaya tarik bumi (g). Rasio ini diterapkan sebagai bilangan Froude (Fr). Bilangan Froude untuk saluran terbuka dinyatakan sebagai berikut, yaitu : a.
Aliran kritis, jika bilangan Froude sama dengan satu (Fr = 1) dan gangguan permukaan misal, akibat riak yang terjadi akibat batu yang dilempar ke dalam sungai tidak akan bergerak menyebar melawan arah arus.
b.
Aliran subkritis, jika bilangan Froude lebih kecil dari satu (Fr < 1). Untuk aliran subkritis, kedalaman biasanya lebih besar dan kecepatan aliran rendah (semua riak yang timbul dapat bergerak melawan arus).
c.
Aliran superkritis, jika bilangan Froude lebih besar dari satu (Fr > 1). Untuk aliran superkritis, kedalaman aliran relatif lebih kecil dan kecepatan relatif tinggi (segala riak yang ditimbulkan dari suatu gangguan adalah mengikuti arah arus). Persamaan untuk menghitung bilangan Froude, yaitu : Fr =
π βπ . β
Dimana :
................................................................................................. (7) Fr = Bilangan Froude U = Kecepatan aliran (m/dtk) g = Percepatan gravitasi (m/dtk2) h = Kedalaman aliran (m)
Nilai kecepatan (U) diperoleh dengan rumus : π
U = π΄ ....................................................................................................... (8) Dimana :
Q = Debit aliran (m3/dtk) A = Luas saluran (m2)
Nilai luas saluran (A) diperoleh dengan rumus :
17
A = b. h .................................................................................................... (9) Dimana :
h = Hinggi aliran (m) b = Lebar saluran (m)
5.
Koefisien Kekasaran Manning Menurut Chow (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi kekasaran Manning adalah sebagai berikut : a.
Kekasaran permukaan, yang ditandai dengan ukuran dan bentuk butiran bahan yang membentuk luas basah dan menimbulkan efek hambatan terhadap aliran. Secara umum dikatakan bahwa butiran halus menyebabkan nilai n yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki nilai n yang tinggi.
b.
Tetumbuhan yang juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat aliran.
c.
Ketidakteraturan saluran, yang mencakup pula ketidakteraturan keliling basah dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran. Secara umum perubahan lambat laun dan teratur dari penampang 62 ukuran dan bentuk tidak terlalu mempengaruhi nilai n, tetapi perubahan tiba-tiba atau peralihan dari penampang kecil ke besar memerlukan penggunaan nilai n yang besar.
d.
Trase saluran, dimana kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang besar akan mengakibatkan nilai n yang relatif rendah, sedangkan kelengkungan
ang tajam dengan belokan-belokan yang patah akan
memperbesar nilai n. e.
Pengendapan dan penggerusan. Secara umum pengendapan dapat mengubah saluran yang sangat tidak beraturan menjadi cukup beraturan dan memperkecil n, sedangkan penggerusan dapat berakibat sebaliknya dan memperbesar n. Namun efek utama dari pengendapan akan tergantung dari sifat alamiah bahan yang diendapkan.
18
f.
Hambatan, berupa balok sekat, pilar jembatan dan sejenisnya yang cenderung memperbesar nilai n. Besarnya koefisien dasar saluran dapat dihitung menurut Chow, (1989)
dalam Koyari dkk (2012) dengan rumus : 1
π=
π£
2
1
π
3 πΌ 2 ..........................................................................................(10)
Dimana :
n = Koefisien kekasaran Manning V = Kecepatan aliran (m/dt) R = Jari-jari hidrolik (m) I = Kemiringan Saluran
Nilai jari-jari hidraulik (R) diperoleh dengan rumus : π΄
R = π ......................................................................................................(11) Dimana :
P = Keliling tampang basah (m) A = Luas saluran (m2)
Nilai kemiringan saluran (I) diperoleh dengan rumus : I=
Ξh π
.......................................................................................................(12)
Dimana :
Ξh = Beda tinggi saluran hulu dan hilir (m) s = Panjang tinjauan hulu dan hilir (m)
Tabel 3.1 Koefisen kekasaran Manning Bahan
n
Besi tulang lapis
0,014
Kaca
0,010
Saluran beton
0,013
Bata dilapis mortar
0,015
Pasangan batu disemen
0,025
19
Tabel 3.1 Lanjutan Saluran tanah bersih
0,022
Saluran tanah
0,030
Saluran dengan dasar batu
0,040
dan tebing rumput Saluran pada galian batu
0,040
padas Sumber : Triatmodjo, 2008 C. Pilar Jembatan Menurut Mukti (2016) mendefinisikan pilar suatu bangunan bawah yang terletak di tengah β tengah bentang antara dua buah abutment yang berfungsi juga untuk memikul beban β beban bangunan atas dan bangunan lainnya dan meneruskannya ke pondasi serta disebarkan ke tanah dasar yang keras. Wibowo (2007) menyebutkan pengaruh bentuk pilar berdasarkan potongan horizontal dari pilar telah diteliti oleh Laursen dan Toch (1956), Neil (1973) dan Dietz (1972). Menurut Wibowo (2007) kedalaman gerusan lokal tergantung pada kedudukan / posisi pilar terhadap arah aliran yang terjadi serta panjang dan lebarnya pilar. Karena kedalaman gerusan merupakan rasio dari panjang dan lebar serta sudut dari tinjauan terhadap arah aliran. Bentuk pilar akan berpengaruh pada kedalaman gerusan lokal, pilar jembatan yang tidak bulat akan memberikan sudut yang lebih tajam terhadap aliran datang yang diharapkan dapat mengurangi gaya pusaran tapal kuda sehingga dapat mengurangi besarnya kedalaman gerusan. Masing-masing bentuk mempunyai koefisien faktor bentuk Ks menurut Dietz (1971) dalam Breuser dan Raudkivi (1991) di tujukan dalam tabel berikut :
20
Tabel 3.2. Koefisien faktor bentuk pilar Bentuk Pilar
π π
πβ² πβ²
Silinder
Persegi (Rectangular)
Gambar Bentuk Ks
1.0 1:1
1.22
1:5
0.99
1:3
0.90
1:5
0.86
Persegi dengan ujung setengah lingkaran (rectangular with semi circular nose) Ujung setengah lingkaran dengan bentuk belakang lancip (semi circular nose with wedge shape tail) Persegi dengan sisi depan miring (rectangular with
1:3
1:2
0.76
1:4
0.65
wedge shape nose)
Elips (Elliptic)
Lenticular Aerofoil
1:2
0.83
1:3
0.80
1:5
0.61
1:2
0.80
1:3
0.70
1 : 3.5
0.80
(Sumber : Breuser dan Raudkivi, 1991)
Pilar
21
5. iRIC Nays2DH 1.0 iRIC Nays2DH merupakan Software yang dibuat oleh Dr. Yasuki Shimizu (Hokkaido University) dan Hirhosi Takebayasi (Kyoto University). Nasy2DH adalah model komputasi untuk mensimuasikan aliran memanjang dua dimensi (2D), angkutan sedimen (sediment transport), perubahan morfologi dari kedalaman dasar dan erosi di sungai. iRIC Nays2DH ini merupakan gabungan dari Nays2D dan Morpho2D. Nays2D dikembangkan oleh Dr. Yasuki Shimizu di Hokkaido Unversity Jepang, adalah software 2D solver untuk menghitung aliran, angkutan sedimen (sediment transport), kedalaman gerusan dan erosi tebing sungai dan lainnya. Morpho2D adalah metode penganalisa permasalahan perubahan dasar sungai/saluran pada aliran unsteady (aliran tidak tetap) perhitungan dua dimensi dalam arah horizontal. Program/metode perhitungan ini dikembangkan oleh Hiroshi Takebayashi dari Kyoto University. Persamaan yang mengatur/digunakan dalam metode tersebut telah ditulis sesuai dengan batas sistem koordinat secara umum. Di tahun 2009, metode perhitungan ini digunakan pada RIC-Nays Versi 1.0 yang merupakan program software yang dikembangkan oleh RIC. Beberapa fungsi baru ditambahkan untuk pengembangan dari versi sebelumnya yang kemudian menghasilkan program iRIC Versi 2.0 pada Maret 2011. IRIC Nays2DH 1.0 dapat menganalisa aliran tidak seragam dan menghasilkan luaran berupa sebaran material dasar sungai secara horizontal. Sebagai tambahan, generasi, proses perkembangan dan migrasi/perpindahan pada ambang sungai dapat ditiru/dimodelkan. IRIC Nays2DH 1.0 biasanya diaplikasikan/digunakan untuk simulasi sungai-sungai alami. Efek dari vegetasi/tanaman pada perubahan dasar sungai dan proses transportasi sedimen pada dasar sungai yang kasar (contoh: bebatuan) dapat disimulasikan atau dimodelkan. 1. Karakteristik Model Aliran a. Sistem koordinat yang digunakan adalah sistem koordinat secara umum. Bentuk (batas) sungai yang kompleks dapat diperhitungkan / dipertimbangkan pada permodelan.
22
b. Skema TVD-MacCormack (orde ketelitian tingkat 2) biasa digunakan untuk jangka konfeksi pada persamaan momentum sebagai perbedaan metode yang digunakan. c. Model persamaan 0 biasa digunakan untuk perhitungan pada difusi/persebaran aliran turbulen. d. Kondisi batas spasial meliputi kedalaman air bagian hilir akhir dan debit air pada bagian hulu akhir. e. Kedalaman normal rata-rata secara longitudinal/memanjang digunakan sebagai kedalaman air awal. Kemiringan dasar sungai rata-rata secara longitudinal digunakan untuk menghitung kedalaman normal. Ketika elevasi air mula-mula di dalam grid numerik lebih rendah dari elevasi air mula-mula pada bagian hilir, elevasi air mula-mula pada bagian hilir akan digunakan untuk kondisi awal kedalaman air dalam grid numerik. f. Hukum Manning digunakan untuk memperkirakan tegangan geser pada dasar sungai. Angka koefisien Manning dapat didistribusikan secara horizontal. g. Hambatan
dalam
suatu
domain/daerah
perhitungan
dapat
dipertimbangkan berdasarkan data ketinggian area yang tidak tererosi. Dengan menggunakan data tersebut, pilar pada jembatan dan bangunan lainnya dapat dipertimbangkan dalam perhitungan. h. Tanaman vegetasi dapat diperhitungkan/dianggap sebagai gaya tarik atau gaya penahan yang bekerja pada arus aliran. Tingkat/jumlah lapisan yang tertutupi oleh tanaman dan tinggi tanaman dapat digunakan untuk estimasi besarnya gaya tarik atau gaya penahan yang bekerja. 2. Karakteristik Pemodelan Transportasi Sedimen dan Perubahan Dasar Sungai a. Pengguna dapat memilih untuk simulasi/perhitungan aliran air atau simulasi/perhitungan untuk analisa perubahan dasar sungai. b. Pengguna dapat memilih untuk menggunakan simulasi/perhitungan bed load atau bed load + suspended load.
23
c. Aliran sedimen seragam (uniform sediment) dan tidak seragam (nonuniform sediment) dapat disimulasikan. Ketika menggunakan simulasi sediment tidak seragam (non-uniform sediment), ukuran gradasi butiran / ukuran distribusi sedimen dapat diperhitungkan (dijadikan data input untuk analisa perhitungan simulasi). d. Erosi pada bagian tepi/sisi sungai dapat diperhitungkan dengan mempertimbangkan sudut sedimentasi yang terbentuk. Ketika kemiringan dasar sungai lokal (di suatu bagian tertentu) lebih besar dari sudut sedimentasi yang terbentuk, sedimen pada grid numerik yang lebih tinggi akan berpindah ke grid numerik yang lebih rendah untuk menjaga nilai kemiringan dasar sungai lokal lebih kecil dari pada nilai sudut sedimentasi yang terbentuk. 3. Lain-lain Fungsi simulasi berkelanjutan dapat digunakan. Simulasi / perhitungan yang baru dapat dimulai dengan menggunakan kondisi akhir dari simulasi sebelumnya. 4. Persamaan dalam Aliran a. Persamaan dalam Koordinat Kartesius (Cartesian Coordinate) Pertama, persamaan dalam koordinat Kartesius (x, y) akan ditransformasikan/dirubah ke sistem koordinat umum. [Persamaan Continuum (Rangkaian Kesatuan)] Ξ ππ§π‘ + π
π (π’β) ππ₯
+
π (π£β) ππ¦
+
π (π’π βπ ) ππ₯
+
π (π£π βπ ) ππ¦
=0
................... (1)
[Persamaan Momentum] π ππ‘
(βπ’) +
= βπβ
π ππ₯
π (β ππ₯
(βπ’π’) +
π ππ¦
(βπ’π£)
+ π§π ) β ππ₯ + π
π (βππ₯π₯ ) ππ₯
π π π (βπ£) + (βπ’π£) + (βπ£π£) ππ‘ ππ₯ ππ¦
+
π (βππ¦π₯ ) ππ¦
β
πΉπ£π₯ π
.......................... (2)
24
= βπβ
π ππ¦
(β + π§π ) β ππ¦ + π
π ππ₯
(βππ₯π¦ ) +
π ππ¦
(βππ¦π¦ ) β
πΉπ£π¦ π
....................... (3)
dimana, π’π
ππ₯ = ππ
,ππ¦ = ππ
βπ’2 +π£ 2 π
ππ₯π₯ = 2π
βπ’2 +π£ 2 π π
π
π ππ₯
π£π
π
, ππ = π’β2 ................................................. (4)
.ππ¦π¦ = 2π ππ¦π¦,ππ₯π¦ = ππ¦π₯ (ππ£π₯ + ππ’π¦) ......................................... (5) π
π’
πΉπ₯π¦ = πΉπ£ βπ’2
+π£ 2
π
π£
,πΉπ£π¦ = πΉπ£ βπ’2
+π£2
,
πΉπ π
π
1
= 2 πΆππ£ ππ£ (π’2 + π£ 2 )βπ£ .................... (6)
Dimana, t adalah waktu, x adalah koordinat di sepanjang arah memanjang dan y untuk arah melintang. u mewakili/mempresentasikan kecapatan aliran pada kedalamanan rerata di dasar sungai sepanjang aliran arah memanjang dan v untuk arah melintang. Kedalaman rerata- untuk rembesan air dari kecepatan aliran sepanjang koordinat x dan y pada sistem koordinat Kartesius ditunjukkan sebagai ug dan vg secara berturut-turut. z adalah elevasi muka air, zb adalah elevasi dasar sungai. Kedalaman aliran dari permukaan air ditunjukkan sebagai h dan kedalaman rembesan aliran ditunjukkan dengan hg. g adalah nilai untuk gravitasi, Ο adalah kerapatan (massa jenis) air. Οx adalah tegangan geser sepanjang arah memanjang dan Οy untuk arah melintang. Οb adalah tegangan geser di dasar sungai. Ι adalah nilai koefisien viskositas eddy. u* adalah nilai kecepatan gesekan, ub and vb menunjukkan kecepatan di dekat permukaan dasar sungai pada arah memanjang dan melintang secara berurutan. Fvx dan Fvy adalah gaya geser sebagai akibat dari vegetasi sepanjang arah memanjang dan melintang. Cdv (β1.0) adalah nilai koefisien dari bentuk gesekan, Ξ»v adalah kerapatan (massa jenis) vegetasi. hv adalah kedalaman air pada daerah/bidang yang ditumbuhi vegetasi. Ketika tinggi tanaman vegetasi lebih besar/tinggi daripada kedalaman air, hv bernilai sama dengan kedalaman air. Ketika tinggi tanaman vegetasi lebih rendah dari kedalaman air, hv bernilai sama dengan tinggi tanaman vegetasi. Ι
adalah parameter yang terkait dengan
25
porositas dalam tanah, dimana Ι
= 1 jika z β₯ zb dan Ι
= Ξ» jika z < zb, dimana zb adalah level/elevasi dasar sungai dan Ξ» adalah porositas dalam tanah. Rembesan aliran diasumsikan sebagai kejenuhan air/aliran dalam dua dimensi arah horizontal. b. Perubahan ke Sistem Koordinat Umum Selanjutnya, persamaan yang mengatur dari aliran dua dimensi arah horizontal dalam sistem koordinat Kartesius dirubah kedalam bentuk sistem koordinat umum (ΞΎ , Υ²). Dengan menggunakan sistem- koordinat umum, maka grid numerik yang kompleks dapat digunakan. Hubungan antara sistem koordinat Kartesisus dengan sistem koordinat umum adalah berdasarkan: π ππ₯ π ππ¦
= =
ππ
π
ππ₯ ππ ππ
π
ππ₯ ππ
ππ π
+ ππ₯
ππ
+ ππ¦
ππ π ππ
............................................................................. (7)
............................................................................... (8)
atau, π ππ₯ π ππ¦
ππ₯ ( )=( ππ¦
π
ππ₯ ππ ) ( π ) ........................................................................ (9) ππ¦ ππ
dimana, ππ
ππ
ππ
ππ
ππ₯ = ππ₯ , ππ₯ = ππ¦ , ππ₯= ππ₯ , ππ₯= ππ₯ , ......................................................(10) sejalan dengan, π ππ π ππ
= =
atau
ππ₯
π
ππ ππ₯ ππ₯
π
ππ ππ₯
ππ¦ π
+ ππ¦
ππ¦
ππ¦ π
+ ππ
ππ¦
............................................................................(11) ............................................................................(12)
26
π π₯π ( ππ π ) = (π₯
π π¦π ππ ) ( π ) .......................................................................(13) π¦π
π
ππ
ππ
dimana π
ππ₯
ππ₯
π₯π = ππ , π₯π = ππ , π¦π = ππ , ................................................................(14) karenanya, π
( ππ ) = π
1
π₯ ππ¦ βππ¦ ππ₯
ππ
ππ¦ (βπ π¦
π βππ₯ π₯π ππ₯ ) ( ) = ( π π₯π ππ₯ ππ¦
π π¦π ππ₯ ) ( π ) ................ (15) π¦π ππ¦
dimana, dengan menggunakan hubungan ππ¦ ( π½ βπ
1
π¦
βππ₯ π₯π ) = ( π₯ ππ₯ π
π¦π π¦π ) ................................................................. (16)
karenanya, 1
1
1
1
π₯π = π½ ππ¦ , π¦π = β π½ ππ₯ ,π₯π = β π½ ππ¦ , π¦π = β π½ , ππ₯ , ...................... (17) atau, ππ¦ = π½π₯π ,ππ₯ = βπ½π¦π ,ππ¦ = βπ½π₯π , ππ₯ = π½π¦π ....................................... (18) π½ = ππ₯ ππ¦ β ππ¦ ππ₯ = π½2 (π₯π π¦π β π₯π π¦π ) ............................................... (19) karena itu, π½ = (π₯
1 π π¦π βπ₯π π¦π )
.................................................................................. (20)
(ΞΎ , Υ²) komponen dari kecepatan dinyatakan sebagai ( u ΞΎ , u Υ² ), π’π = ππ₯ π’ + ππ¦ π£ ................................................................................ (21) π’π = ππ₯ π’ + ππ¦ π£ ................................................................................ (22) atau,
27
π π (π’π ) = (ππ₯ π₯ π’
ππ¦ π’ ππ¦ ) (π£ ) ........................................................................ (23)
π’ 1 ππ¦ ( ) = π½( π£ βππ₯
βππ¦ π’π ) ( π ) .................................................................(24) ππ₯ π’
c. Persamaan dalam Sistem Koordinat Umum Persamaan dalam Sistem Koordinat Umum yang dirubah dari sistem koordiat Kartesius (x, y) adalah sebagai berikut: [Persamaan Continuum (Rangkaian Kesatuan)] π
π§
π
βπ
π
βπ£
π
Ξ ππ‘ (π½ ) + ππ ( π½ ) + ππ ( π½ ) + ππ (
βπ ππ π½
π
βπ ππ
) + ππ (
π½
) = 0 ................ (25)
[Persamaan Momentum] π ππ‘
β
βπ
π
βπ
( π½ ) + ππ (π βπ’ π½
π
π½
π
) + ππ (π
ππ
π
βπ π½
)
ππ
(π ππ (ππ₯) + π ππ (ππ₯)) β 1
ππ 2
ππ 2 ππ§
βπ£ π½
π
ππ
π
ππ
(π ππ (ππ¦) + π ππ (ππ¦))
1 ππ ππ
ππ ππ ππ§
βπβ (π½ ((ππ₯) + (ππ¦) ) πππ + π½ (ππ₯ ππ₯ + ππ¦ ππ¦) πππ ) β 1 ππ 2 π
+ π½ (ππ₯) 1 ππ ππ π
π½ ππ¦ ππ₯ ππ
π ππ‘ βπ£ π½
βπ
ππ
(βππ₯π₯ ) +
π½ ππ₯ ππ₯ ππ
(βππ₯π₯ ) +
1 ππ ππ π π½ ππ¦ ππ₯ ππ
π
βπ
ππ
π½
π
) + ππ (π π
βπ π½
)β
ππ
βπ’ π½
ππ 2 ππ§π
)β ππ
1 ππ ππ π π½ ππ¦ ππ₯ ππ 1 ππ ππ π
πΉπ£π ππ½
(βππ₯π¦ ) +
π
ππ
π
πβπ ππ½
β
πΉπ£π
1 ππ ππ
ππ½
1 ππ ππ π
ππ ππ ππ§π 1
ππ 2
) ((ππ₯ ) + ππ π½
1 ππ 2 π
+ π½ ππ₯ ππ₯ ππ (βππ₯π₯ ) + π½ (ππ₯ )
1 ππ ππ π
ππ
(π ππ (ππ₯ ) + π ππ (ππ₯ )) β
(π ππ (ππ¦) + π ππ (ππ¦)) βπβ (π½ (ππ₯ ππ₯ + ππ¦ ππ¦)
(ππ¦)
ππ½
β
(βππ₯π¦ ) ......................................................................................(26)
( π½ ) + ππ (π π
1 ππ ππ π
πβπ
ππ
(βππ₯π₯ ) +
1 ππ ππ π
(βππ¦π₯ ) + π½ ππ¦ ππ₯ ππ (βππ¦π₯ ) + π½ ππ₯ ππ¦ ππ (βππ₯π¦ ) + 1 ππ ππ π
1 ππ 2 π
(βππ₯π¦ ) + + π½ ππ¦ ππ¦ ππ (βππ¦π¦ ) + π½ (ππ¦) π½ ππ₯ ππ¦ ππ
ππ
(βππ¦π¦ ) ............... (27)
28
dimana, U dan V menunjukkan kecepatan aliran pada kedalaman rerata contravariant di dasar sungai sepanjang koordinat ΞΎ dan Υ², berurutan. Kecepatan tersebut didefinisikan sebagai ππ
ππ
ππ
ππ
π = ππ₯ π’ + ππ¦ π£, π = ππ₯ π’ + ππ¦ π£ ......................................................... (28) Ug dan Vg menunjukkan kecepatan aliran rembesan kedalaman rerata contravariant sepanjang koordinat ΞΎ dan Υ², berurutan. Kecepatan ini didefinisikan sebagai ππ
ππ
ππ
ππ
ππ = ππ₯ π’π + ππ¦ π£π , ππ = ππ₯ π’π + ππ¦ π£π ............................................... (29) ΟbΞΎ dan ΟbΥ² menunjukkan contravariant tegangan geser sepanjang ΞΎ dan Υ², berurutan. Tegangan geser tersebut didefinisikan sebagai ππ
ππ
ππ
ππ
π ππ = ππ₯ πππ₯ + ππ¦ πππ¦ , πππ = ππ₯ πππ₯ + ππ¦ πππ¦ ....................................... (30) Hukum Manning digunakan untuk memperhitungkan kecepatan gesekan (u*) berdasarkan, π’β2 =
2 π ππ 1 π
β3
(π’2 + π£ 2 ) ............................................................................... (31)
dimana, nm adalah koefisien kekasaran Manning, R adalah radius hidraulika, ks adalah tinggi kekasaran, ub dan vb menunjukkan kecepatan di dekat permukaan dasar sungai sepanjang sumbu x dan y secara berurutan. Fv ΞΎ dan Fv Υ² menunjukkan contravariant gaya geser sebagai akibat dari tanaman vegetasi sepanjang ΞΎ dan Υ², secara berurutan. Gaya geser/seret tersebut didefinisikan sebagai ππ
ππ
ππ
ππ
πΉ π£π = ππ₯ πΉπ£π₯ + ππ¦ πΉπ£π¦ , πΉπ£π = ππ₯ πΉπ£π₯ + ππ¦ πΉπ£π¦ ........................................ (32) Persamaan momentum dari rembesan aliran air adalah berdasarkan, ππ ππ§π
π’π = βπππ₯ (ππ₯
ππ
ππ ππ§π
+ ππ₯
ππ
ππ ππ§π
), π£π = βπππ¦ (ππ¦
ππ
ππ ππ§π
+ ππ¦
ππ
) ............... (33)
29
dimana, kgx dan kgy secara berturut-turut adalah koefisien permeabilitas sepanjang arah longitudinal/memanjang dan melintang. d. Metode Perhitungan pada Aliran Turbulen Model persamaan 0 digunakan untuk perhitungan tekanan turbulen di dalam Morpho2D. Secara umum, koefisian viskositas eddy (Ι) dapat dianggap sebagai hasil dari representasi kecepatan vt dan panjang l berdasarkan persamaan π = π£π‘ π ................................................................................................... (34) Dalam bidang/daerah aliran yang mana kedalaman air dan kekasaran pada dasar sungai secara bertahap berubah dalam arah melintang, urutan koefisien viskositas eddy dalam arah horizontal dan vertikal diasumsikan sama dan koefisien viskositas eddy Ι yang diasumsikan bergantung pada kecepatan gesekan dan kedalaman air. π = ππ’β β ................................................................................................ (35) dimana, a adalah nilai konstan. Percobaan yang telah dilakukan oleh Fisher dan Webel * Schatzmann mengindikasikan
bahwa
nilai
a
konstan
karena
terkait
dengan
perpindahan/transportasi momentum vertikal sebesar 0.07. Karena itu, koefisien viskositas eddy Ι dapat ditunjukkan dengan menggunakan nilai konstan dari Karman, Π , (0.4) berdasarkan persamaan π
π = π’β β ................................................................................................ (36) 6
Persamaan pergerakan/perpindahan (transpor) aliran turbulen secara nilai statistik tidak digunakan pada permodelan ini. Karena itu, permodelan disebut dengan persamaan model 0.
30
e.
Persamaan Tegangan Geser pada Dasar Sungai Tegangan geser pada dasar sungai dirumuskan berdasarkan Hukum
Manning dalam Morpho2D. Koefisien kekasaran Manning dapat didistribusikan secara spasial. Tegangan geser dasar Οx, Οy diperhitungkan berdasarkan kecepatan gesekan u* . Hubungan antara kecepatan gesekan u* dan kekasaran Manning nm adalah berdasarkan persamaan berikut, π’β2 =
2 π ππ 1 π
β3
(π’2 + π£ 2 ) ............................................................................... (37)
f. Persamaan Gaya Geser/Penahan dari Tanaman Vegetasi Gaya geser (penahan) yang diakibatkan oleh tanaman vegetasi dapat diperhitungkan dengan menggunakan nilai koefisien gaya geser Cdv , rapat massa tanaman vegetasi Ξ»v dan area proyeksi (tinggi) hv dalam Morpho2D. Rapat massa vegetasi Ξ»v dapat diperhitungkan dengan menggunakan tingkat pelapisan/permukaan yang ditutupi dari tanaman vegetasi pada sel perhitungan cav dan rapat massa maksimum vegetasi Ξ»vb berdasarkan persamaan sebagai berikut, ππ£ = ππ’π£ ππ£π ........................................................................................... (38) Distribusi spasial dari vegetasi dapat dipertimbangkan berdasarkan perubahan secara horizontal tingkat pelapisan/permukaan yang tertutupi tanaman cav . Sebagai tambahan, dengan menggunakan data tinggi tanaman vegetasi hv , proyeksi area (tinggi) dapat diestimasi lebih akurat. g.
Persamaan Transportasi Sedimen Sebagai salah satu permodelan transpor sedimen, Morpho2D dapat
menggunakan simulasi [hanya bed load] dan [bed load + suspended load]. Sebagai tambahan, jenis material dasar dapat dipilih dari [sedimen seragam (uniform sediment)] dan [sedimen tidak seragam (non-uniform sediment)].
31
1. Tegangan Geser Non-Dimensional (Besarnya Tanpa Batas) Tegangan geser non-dimensional digunakan untuk memperhitungkan tingkat transpor sedimen. Ketika nilai tegangan geser non-dimensional ini besar, maka tingkat transpor sedimen juga besar. Begitu pula ketika nilai tegangan geser non-dimensional bernilai kecil, maka tingkat transpor sedimen juga kecil. Tegangan geser non-dimensional menggunakan diameter rata-rata dari material dasar sungai dalam perpindahan/pertukaran lapisan material dengan berdasarkan persamaan, π’2
πβπ = π ππβ
........................................................................................... (39)
π
dimana, dm adalah diameter sedimen rata-rata dari pertukaran lapisan, s adalah nilai berat spesifik dari sedimen dalam air. 2. Bed load Debit aliran dengan input bed load dalam arah bed load qbk diperhitungkan oleh Ashida Michiue dengan persamaan sebagai berikut3, 4 dan 5) 3 ππ’βπ
πππ = 17 (π
π
(1 β βπΎπΆ βπ)π
π’βππ π’β
)(1 β πΎπ
2 π’βππ
π’β2
)πππ ππ .............................. (40)
dimana, Οs adalah kerapatan/rapat massa sedimen, dan u*c adalah kecepatan gesekan efektif yang besarnya adalah berdasarkan persamaan π’β2 =
π’2 +π£ 2 β )2 ππ (1+2πβπ )
(6+2.5ππ
........................................................................ (41)
Kecepatan gesekan kritis dari kelas ukuran sedimen k berdasarkan persamaan3) 2 2 π’βππ = π’βππ [πππ
πππ10 19
π
]2 π π ππ /ππ β₯ 0.4 ................................... (42)
10 (19ππ /ππ )
π
2 2 π’βππ = 0.85π’βππ ππ /ππ β€ 0.4 ............................................................ (43)
32
Kecepatan gesekan kritis dari diameter rata-rata sedimen dihitung dengan menggunakan persamaan dari Iwagaki6) sebagai berikut 2 π’βππ = 80.9ππ ππ β₯ 0.303 ............................................................... (44) 31β 22
2 π’βππ = 134. 6π
0.118 β€ ππ < 0.303 .......................................... (45)
2 π’βππ = 55.0ππ 0.0565 β€ ππ < 0.118 ............................................. (46) 11β 32
2 π’βππ = 8. 41ππ
0.0065 β€ ππ < 0.0565 ........................................(47)
2 π’βππ = 226ππ ππ < 0.0065(ππππ‘: ππ) ...........................................(48)
rb adalah fungsi dari ketebalan pertukaran lapisan berdasarkan ππ = 1 , πΈπ π β₯ πΈππ ................................................................................ (49) πΈ
ππ = πΈ π , πΈπ π β€ πΈππ ............................................................................. (50) ππ
Kc adalah fungsi modifikasi dari pengaruh kemiringan dasar sungai lokal pada transpor sedimen ditunjukkan dengan persamaan, 1
πΎπ = 1 + π [(π
π
π βπ
π
+ 1) πππ πΌ. π‘ππππ¦ + π πππΌ. π‘ππππ¦ ] ......................... (51)
dimana Ξ± adalah sudut deviasi didekat/sekitar aliran dasar sungai dari arah sumbu x yang ditunjukkan dengan persamaan π£
πΌ = arctan(π’π ) .......................................................................................(52) π
ΞΌs adalah koefisian gesek statis, Ο΄x dan Ο΄y secara berurutan adalah kecenderungan dasar sungai pada arah x dan y. Kecenderungan ini dievaluasi berdasarkan persamaan ππ ππ§π
ππ₯ = arctan (ππ₯
ππ
ππ ππ§π
+ ππ₯
ππ
ππ ππ§π
) , ππ¦ = arctan(ππ¦
ππ
ππ ππ§π
+ ππ¦
ππ
) ............... (53)
33
qbΞΎk dan qbΥ²k secara berurutan adalah bed load dari ukuran kelas k pada arah ΞΎ dan Υ², yang dihitung dengan persamaan ππ
ππ
ππ
ππ
ππππ = ππ₯ πππ₯π + ππ¦ πππ¦π , ππππ = ππ₯ πππ₯π + ππ¦ πππ¦π ...........................(54) qbxk dan qbyk secara berurutan adalah bed load dari ukuran kelas k pada arah x dan y yang dihitung berdasarkan persamaan3, 4 dan 5) πππ₯π = πππ πππ π½π , πππ¦π = πππ π πππ½π .................................................... (55) Kemiringan dasar sungai lokal sepanjang arah bed load dengan diameter rerata sedimen (Ο΄) didapatkan berdasarkan persamaan π πππ = πππ π½π π ππππ₯ + π πππ½π π ππππ¦ ..................................................... (56) dimana Ξ²m adalah sudut deviasi/penyimpangan dari bed load dengan diameter rerata untuk arah sumbu x. Sudut deviasi dari bed load dengan kelas ukuran k untuk arah x (Ξ²k), yang bergantung pada aliran di sekitar dasar sungai dan kecenderungan/condong ke dasar, dihitung dengan persamaan 2
π‘πππ½π =
π’ π πππΌβπ±π©π¦ ( βππ 2 )π‘ππππ¦ π’β π’2 πππ πΌβπ±π©π₯ ( βππ )π‘ππππ₯ π’2 β
................................................................. (57)
π± = πΎππ + 1βπ’π ..................................................................................... (58) Ξy = 1+ tanΒ²
π ππ₯ + tanΒ² ππ¦
,
Ξy= Ξy +π
π
π₯ βπ
πππ 2 ππ₯ ................................ (59)
dimana, KId (β0.85) adalah rasio gaya angkat untuk gaya gesek/seret. 3. Perhitungan Kecepatan di sekitar Dasar Sungai Kecepatan aliran di sekitar dasar sungai dievaluasi menggunakan radius/jari-jari lengkung dari garis/batas sungai berdasarkan persamaan ub = ubs cos Ξ±s - vbs sin Ξ±s οΌvb = ubs sin Ξ±s + vbs cos Ξ±s ............... (60) β
ubs = 8.5u* οΌVbs = - π’ππ ................................................................... (61) π
34
dimana, ub dan vb secara berurutan menunjukkan kecepatan di dekat permukaan dasar sungai sepanjang koordinat x dan y. Ξ±s = arctan (v/u), NΠ€ sebesar 7.07) dan r jari-jari lengkung dari garis/batas sungai yang didapatkan dari kedalaman digabungkan dengan bidang aliran. 4. Jari-jari Lengkung dari Garis/Batas Sungai Jari-jari lengkung dari garis/batas sungai r dihitung dengan menggunakan hubungan persamaan sebagai berikut 1 π
1
π£
π’
π£
π’
= (π’2 + π£2 )3/2 {π’ (π’ ππ₯ β ππ₯ ) + π£ (π’ ππ¦ β ππ¦)}...................................... (62) π
π
π
π
5. Suspended Load / Beban Sedimen yang Tersuspensi Pengguna dapat memilih persamaan dari Lane & Kalinske9) atau persamaan dari Itakura dan Kishi10) . Konsentrasi keseimbangan dari suspended load pada ketinggian referansi (csbek) dari persamaan Lane & Kalinske9) menggunakan persamaan 1 π’π₯
csbek = 5.55(2 π€ ππ₯π (β ππ
πππ π’π₯
1.61
))
πππ rb
(Unit;ppm) .........................(63)
Ketika konsentrasi dari distribusi arah vertikal pada sedimen tersuspensi diasumsikan sebagai distribusi eksponen (uraian distribusi), hubungan antara konsentrasi suspensi pada kedalaman rerata (csk) dan konsentrasi tersuspensi dari sedimen dengan kelas ukuran k pada tingkat referansi (csbk) dihitung dengan persamaan πΆ
csk = π½π ππ (1 β π (βπ½π π) ) ............................................................................ (64) π π
π€ππ β
π½π π =
π·β
................................................................................................. (65)
dimana, Dh adalah koefisien penyebaran/dispersi pada arah vertikal. Untuk penyederhanaan, Ι digunakan sebagai Dh . Kecepatan pengendapan dari sedimen
yang tersuspensi
persamaan11)
(wfk)
diestimasi
dengan
menggunakan
35
Wfk =(β23 +
36π£2 ππ ( )ππ3 π πβ1
36π£2 ππ ( )ππ3 π πβ1
ββ
π
π ) β(πβ1 ) πππ ......................................................... (66)
Keseimbangan konsentrasi dari suspended load pada tinggi referansi (csbck) dari persamaan Itakura dan Kishi10) dihitung sebagai berikut qsu =ππβ K [πβ
ππ βπ ππ ππ
.
β πβ
β¦ β π€] .................................................................(67)
β
π
1 ππ₯π[ββ° 2 ]πβ° βπ β 1 β β«πΌ β° ππ₯π[ββ° 2 ]πβ° βπ
β¦=π΅β .
β«πΌ β°
π΅
π
+ π΅ πβ β 1 .........................................................(68) β π
1
Ξ±β= π β β π , ππ = 0.5, πΌβ = 0.14 ,K=0.008 ........................................... (69) β
π
dimana, qsu adalah beban sedimen tersuspensi dari dasar sungai per unit area, wf adalah kecepatan pengendapan dari suspended load yang menggunakan persamaan dari Rubey12). B* adalah koefisien konversi dengan nilai yang biasa digunakan sebesar B* = 0.143. 6.
Persamaan Transportasi Sedimen Tersuspensi Kedalaman rerata konsentrasi tersuspensi pada ukuran kelas k
dievaluasi dengan rangkaian persamaan dari sedimen tersuspensi sebagai berikut : π βπΆπ π π π ( )+ (πβπΆπ π) + (πβπΆπ π) ππ‘ π½ πβ° ππ π½ π½ 1
= π½ [πππ (πΆπ πππ β πΆπ ππ )] 1 π½
π π
π 2
1
π 2
+ ππ (π½ (π·π₯ (ππ₯ ) + π·π¦ (ππ¦) ) ππΆππ π + π
π
π
π
π π
(π·π₯ ππ₯ ππ₯ + π·π¦ ππ¦ ππ¦) ππΆππ π ) ................................................................. (70) π π
π π
π
dimana, Dx dan Dy secara berurutan adalah koefisien dispersi/penyebaran dalam arah x dan y. (untuk penyederhanaan disini maka, Dx = Dy = Ι). 7. Persamaan Continuum (Rangkaian) Sedimen
36
Persamaan continuum (kesatuan rangkaian) sedimen untuk bidang dua dimensi arah horizontal dalam sistem koordinat Kartesius adalah sebagai berikut π ππ‘ π ππ¦
(πΆπ πΈπ ) + (1 β π)
ππ§π ππ‘
π
+ (ππ₯ (βππ=1 πππ¦π ) +
(βππ=1 πππ¦π ) βππ=1 π€π (ππ πππ β ππ ππ )) = 0 ..................................... (71)
Sedangkan persamaan continuum (kesatuan rangkaian) sedimen untuk bidang dua dimensi arah horizontal dalam sistem koordinat umum menggunakan persamaan berikut π
(( ππ‘
πΆπ πΈπ π½
π
π§
)) + (1 β π) ππ‘ ( π½π) + (
π
ππππ
π
π½
(βππ=1 π
π
) + ππ (βππ=1
ππππ π½
)+
1
βππ=1 π€π (ππ πππ β ππ ππ )) = 0 π½ πΈπ π β₯ πΈππ π
π§
( π) = 0 ππ‘ π½ 8.
πΈπ π β₯ πΈππ
ππ 1βπ ππ 1βπ
.........................................................(72) .........................................................(73)
Permodelan Aliran Sedimen Tidak Seragam (Non-uniform Sediment) Untuk menghasilkan perhitungan analisa numerik yang melibatkan ukuran distribusi sedimen, maka ukuran distribusi sedimen di bagi kedalam n ukuran kelas sedimen. Ukuran kelas sedimen menunjukkan ukuran sedimen yang direpresentasikan/digunakan dk dan konsentrasi dari k sebagai ukuran kelas sedimen fbk. Ukuran diameter rata-rata dm ditunjukkan berdasarkan persamaan berikut π·π = βππ=1 πππ π·π ..................................................................................(74) dimana, dk menunjukkan ukuran sedimen dari kelas ukuran sedimen k. Persamaan kekekalan/konservasi massa (mass conservation equation) dari
37
setiap ukuran kelas sedimen dalam lapisan pertukaran dan lapisan deposisi/pengendapan adalah berdasarkan persamaan berikut13) π πΆπ πΈπ πππ π ππ ( ) + (1 β π)πΉππ ( ) ππ‘ π½ ππ‘ π½ +(
ο πΉππ= πΉπ1π , ο πΉππ= ππ ,
π
(
ππ‘
ππ§π
πΆ
ππ§π ππ‘
πΈπ1 ππ1π π½
πΉππ= πΉπ1π , πΉππ= πΉππ ,
πΆ
π β€ 0, πΈπ π β₯ πΈππ 1βπ
π β€ 0, πΈπ π β€ πΈππ 1βπ
ππ‘
ο πΉππ= πππ ,
ππ‘
ππ§π
π ππππ π ππππ 1 ( )+ ( ) + π€π (ππ πππ β ππ ππ )) = 0 ππ π½ ππ π½ π½
β₯ 0 .....................................................................................(75) π
πΈπ1
) β πΉππ ππ‘ (
ππ§π ππ‘
ππ§π ππ‘
π½
)=0
β€0
β₯ 0 .................................................................................... (76)
dimana, fbk adalah konsentrasi dari bed load pada kelas ukuran k dalam lapisan bed load, fc adalah konsentrasi sedimen pada kelas ukuran k dalam lapisan sedimen kohesif, fdmk adalah konsentrasi sediment pada kelas ukuran k dalam lapisan dasar mth, cb adalah konsentrasi kedalaman rerata dari bed load. Ebc adalah keseimbangan/kesetimbangan (equilibrium) dari ketebalan lapisan bed load; yang dihitung berdasarkan persamaan12) πΈπ π·π
=
1 π πΆπ πππ π(π‘πππβπ‘πππ) βπ
................................................................ (77)
dimana, dm adalah diameter rerata dari bed load, Π€ adalah sudut peletakan (pengendapan) dan ΟΠ€m adalah tegangan geser non-dimensional (besarnya tanpa batas) dari diameter rerata. Esd adalah ketebalan lapisan sedimen pada dasar sedimen kohesif. Eb adalah ketebalan lapisan bed load yang dihitung dengan persamaan
38
πΈπ = πΈππ πΈπ = πΈπ π
πΈπ π β₯ πΈππ πΆπ 1βπ
πΆπ
....................................................................(78)
1βπ
πΈπ π β€ πΈππ
πΆπ 1βπ
..............................................................(79)
9. Permodelan Erosi Tepi Sungai Erosi
pada
tepi
sungai
dapat
diperhitungkan
dengan
mempertimbangkan sudut peletakan/pengendapan dari sedimen yang terjadi. Ketikan kemiringan dasar sungai lokal (pada daerah tertentu) nilainya
lebih
besar
dari
pada
sudut
pembentukkan
(peletakan/pengendapan), sedimen pada grid numerik yang bernilai besar akan bergerak/berpindah ke grid numerik yang lebih kecil untuk menjaga kemiringan dasar sungai lokal tetap lebih kecil dari sudut pengendapan.