GALATAMA 1979 – 1994 ( PERKEMBANGAN SEPAK BOLA NON AMATIR DI INDONESIA )
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh: ERIK DESTIAWAN NIM. C0502011
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
GALATAMA 1979 – 1994 ( PERKEMBANGAN SEPAK BOLA NON AMATIR DI INDONESIA )
Disusun oleh: ERIK DESTIAWAN NIM. C0502011
Telah Disetujui oleh Pembimbing :
Pembimbing
Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.Hum NIP.19730613 200003 2002
Mengetahui: Ketua Jurusan Sejarah
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP. 19540223 198601 2001
ii
GALATAMA 1979 – 1994 ( PERKEMBANGAN SEPAK BOLA NON AMATIR DI INDONESIA )
Disusun oleh: ERIK DESTIAWAN C0502011 Telah Disetujui Oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Tanggal 2010 Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP. 19540223 198601 2001
........................................
Sekretaris
Penguji I
Penguji II
Dra. Sawitri Pri Prabawati, M. Pd NIP. 19580601 198601 2001 Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.Hum NIP.19730613 200003 2002 Drs. Supariadi, M.Hum NIP. 19620714 198903 1002
Dekan, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A. NIP. 19530314 198506 1001
iii
.........................................
.........................................
.........................................
PERNYATAAN
Nama : ERK DESTIAWAN NIM : C 0502011 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul GALATAMA 1979 – 1994 (Perkembangan Sepakbola Non Amatir di Indonesia) adalah betulbetul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut. Surakarta, April 2010 Yang membuat pernyataan,
Erik Destiawan
iv
MOTTO :
Bersyukurlah pada Yang Maha Kuasa Hargailah orang-orang yang menyayangimu, yang selalu ada setia di sisimu Siapapun yang engkau pernah sakiti, dalam pencarian jati diri dan semua yang engkau impikan Tegarlah sang pemimpi! ( Gigi - Sang Pemimpi )
I will do my best and God will take the rest ( Penulis )
v
PERSEMBAHAN :
Skripsi ini penyusun persembahkan kepada:
Ayah, ibu dan kedua adikku tercinta
Semua orang yang mencintai sepak bola Indonesia
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas berkah, rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “GALATAMA 1979 – 1994 (Perkembangan Sepakbola Non Amatir di Indonesia)”. Skripsi ini penulis ajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Sejarah pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Namun berkat bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulustulusnya kepada:
1. Drs. Sudarno, MA. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.Hum. selaku pembimbing skripsi yang dengan tekun, teliti dan sabar telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini. 4. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd. selaku pembimbing akademis yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani studi di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
vii
5. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis kuliah. 6. Para informan yang telah membantu memberikan informasi yang sangat berharga sebagai bahan penulisan skripsi 7. Bapak, ibu dan kedua adikku yang tidak kenal lelah memberi dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 8. Keluarga besar mahasiswa Ilmu Sejarah FSSR UNS khususnya teman-teman angkatan 2002. 9. Keluarga Bp. Teguh di Depok atas bantuannya selama penulis mencari data sebagai bahan skripsi di Jakarta, khususnya Stefanus Yugo 10. Sahabat-sahabat setia yang selalu memberi semangat agar tidak menyerah 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang dengan segala upaya dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dan menyempurnakan sekripsi ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan jika ada kesalahan dan kekurangan dalam tulisan ini penulis mohon maaf sebesar-besarya. Surakarta, April 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman JUDUL ..................................................................... .............................. i PERSETUJUAN ..................................................................................... ii PERNYATAAN...................................................................................... iii MOTTO .................................................................................................. iv PERSEMBAHAN ................................................................................... v KATA PENGANTAR ............................................................................ vi DAFTAR ISI........................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................... …… xii DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH .............................................. xiii ABSTRAK ............................................................................................... xiv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.....................................................
1
B. Perumusan Masalah ...........................................................
7
C. Tujuan Penelitian ...............................................................
7
D. Manfaat Penelitian .............................................................
8
E. Kajian Pustaka....................................................................
8
F. Metode Penelitian............................................................... 10 G. Sistematika Penulisan ........................................................ 13
BAB II LATAR BELAKANG LAHIRNYA GALATAMA A. Sepakbola Masa Perserikatan …………………………… 14 B. Peran Perserikatan Dalam Sepak Bola Indonesia ………... 21 C. Lahirnya Galatama ............................................................. 23
BAB III PERKEMBANGAN GALATAMA A. Peraturan Dasar Galatama.................................................. 30 B. Perkembangan Kompetisi Galatama .................................. 32
ix
1. Kompetisi I Galatama .................................................... 32 2. Kompetisi II Galatama .................................................. 35 3. Kompetisi III Galatama ................................................. 38 4. Kompetisi IV Galatama ………………………………. 41 5. Kompetisi V Galatama ………………………………. 44 6. Kompetisi VI Galatama ………………………………. 46 7. Kompetisi VII Galatama ……………………………… 49 8. Kompetisi VIII Galatama …………………………….. 51 9. Kompetisi IX Galatama ………………………………. 52 10. Kompetisi X Galatama ………………………………
55
11. Kompetisi XI Galatama ……………………………… 56 12. Kompetisi XII Galatama ……………………………
57
13. Kompetisi XIII Galatama ……………………………
59
14. Lahirnya Liga Indonesia ……………………………… 60 C. Permasalahan Dalam Galatama …………………………… 60 1. Permasalahan Suap di Galatama ……………………… 60 2. Permasalahan Wasit di Galatama……………………… 67 3. Sponsor dan Pendanaan Kompetisi Galatama ………… 68 4. Catatan Lain di Galatama ……………………………… 71 a. Larangan Pemain Asing di Galatama ………………. 71 b. Pengakuan Luar Negeri atas Pemain Galatama ……. 74
BAB IV PERAN GALATAMA DALAM SEPAKBOLA INDONESIA A. Peran Galatama dalam Pembinaan Sepakbola .................. 76 1. Pembinaan Melalui Kompetisi Reguler ………………. 77 2. Pembinaan dan Pembibitan Pemain Usia Dini ……….. 78 3. Klub Sebagai Pusat Pembangkit Kemajuan ………….. 79 B. Peran Galatama dalam meningkatkan Kesejahteraan Pemain................................................................................ 80 C. Peran Galatama dalam Menbantu PSSI Meraih Prestasi .... 82
x
1. Galatama Sebagai Sumber Utama Rekrutmen Pemain Nasional .................................................................. 82 2. Galatama Sebagai Wakil PSSI di Turnamen Internasional 83
D. Peran Galatama Sebagai Landasan ke Arah Sepakbola Profesioanal ....................................................... 84
BAB V KESIMPULAN ........................................................................ 86 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 89 DAFTAR INFORMAN............................................................................ 92 LAMPIRAN............................................................................................ 94
xi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran1.Peraturan Dasar Lembaga Sepakbola Utama ….............................. 94
xii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.Klasemen Akhir Kompetisi I Galatama............................................... 34 Tabel 2. Klasemen Akhir Kompetisi II Galatama …........................................ 36 Tabel 3. Klasemen Akhir Kompetisi III Galatama …...................................... 39 Tabel 4. Klasemen Akhir Kompetisi IV Galatama …...................................... 42 Tabel 5. Klasemen Akhir Kompetisi V Galatama …....................................... 45 Tabel 6. Klasemen Akhir Kompetisi VI Galatama …...................................... 49 Tabel 7. Klasemen Akhir Kompetisi VII Galatama ….................................... 50 Tabel 8. Klasemen Akhir Kompetisi VIII Galatama …................................... 51 Tabel 9. Klasemen Akhir Kompetisi IX Galatama …..................................... 54 Tabel 10. Klasemen Akhir Kompetisi X Galatama …......................................55 Tabel 11. Klasemen Akhir Kompetisi XI Galatama …................................... 57 Tabel 12. Klasemen Akhir Kompetisi XII Galatama …................................. 58 Tabel 13. Klasemen Akhir Kompetisi XIII Galatama ….... .......................... 59
xiii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
AD/ART
: Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga
AFC
: Asian Football Confederation
BPD Jateng
: Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah
Galatama
: Lembaga Sepakbola Utama
Galatama
: Liga Sepakbola Utama
Home Away : Pertandingan yang dilakukan di kandang sendiri dan lawan Home Base
: Wisma administrasi dan latihan dari klub (home ground)
KTB
: Krama Yudha Tiga Berlian
PSSI
: Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia
Liga
: Pengurus liga atau yang berkaitan dengan liga Galatama
Round Robin : Mirip Home Away tapi dapat dilaksanakan ditempat netral Sintelbaan
: Bagian pinggir atau tepi dari lapangan sepak bola
Stedenwedsrtyden :pertandingan antar kota tahunan dan secara bergiliran tiap kota menjadi pemyelenggara. Striker
: Penyerang atau posisi depan dalam formasi sepak bola
TPPKS
: Tim Peneliti dan Penganggulangan Kasus Suap
Top scorer
: Pencetak gol terbanyak
UMS 80
: Union Makes Strengh 80
xiv
ABSTRAK
Erik Destiawan. C0502011. 2010. GALATAMA 1979 – 1994 (Perkembangan Sepakbola Non Amatir di Indonesia). Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarata. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Apa yang melatarbelakangi kompetisi sepak bola non-amatir Galatama oleh PSSI? (2) Bagaimana proses berlangsungnya kompetisi Galatama dan aspek apa saja yang mempengaruhi selama musim kompetisi Galatama? (3) Apa pengaruh Galatama dalam sepak bola nasional Indonesia? (4) Faktor apa saja yang menyebabkan kompetisi sepak bola non-amatir Galatama dibubarkan oleh PSSI? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan:Pertama, Heuristik, yaitu tahap pengumpulan sumber dokumen; kedua, kritik sumber/kritik sejarah, adalah menilai atau mengkritik sumber itu, baik itu ekstern maupun intern; ketiga, interpretasi, yaitu penafsiran sumber yang dapat dipercaya; keempat, historiografi, adalah penulisan sejarah sebagai suatu kisah Hasil penelitian menggambarkan bahwa Galatama merupakan proses perkembangan sistem manajemen dan kompetisi dalam sepak bola Indonesia pada tahun 1979 -1994 sebagai terobosan bagi PSSI untuk dapat kembali berprestasi di ajang internasional. Galatama telah menggelar 13 kompetisi reguler selama 15 tahun. Eksistensi klub-klub Galatama banyak dipengaruhi kondisi finansial klub atau perusahaan yang menaungi. Kasus suap juga melanda banyak klub Galatama, sehingga membuat beberapa pemain dikenakan sanksi dari PSSI. Sebagai bagian dari PSSI, Galatama memikul kewajiban dalam membina sepak bola Indonesia. Selain melalui sistem kompetisi reguler, pembibitan pemain dari usia dini dan menjadikan klub sebagai pembangkit kemajuan sepak bola merupakan agenda utama pembinaan di Galatama. Galatama turut membantu meningkatkan kesejahteraan pemain sepak bola. Galatama memberikan bayaran dalam bentuk gaji dalam jumlah yang lebih besar daripada Perserikatan. Terkait pencapaian prestasi PSSI di ajang internasional, Galatama senantiasa menyumbangkan pemain-pemain terbaik di tim nasonal. Klub juara Galatama berperan sebagai wakil PSSI di kejuaraan Asia. Beban biaya kompetisi dan pengelolaan klub yang besar membuat satu persatu klub Galatama bubar. Jumlah penonton yang sedikit menambah klub semakin sulit bertahan dalam kompetisi. Untuk menjaga eksistensi klub Galatama agar tetap bertahan ditengah kondisi keuangan yang sulit, PSSI melebur Galatama dan Perserikatan kedalam wadah baru bernama Liga Indonesia pada tahun 1994.
xv
ABSTRACT
Erik Destiawan. C0502011. 2010.Galatama 1979 - 1994 (Non-Amateur Football Development in Indonesia). Thesis: Department of History Faculty of Letter and Fine Arts Sebelas Maret University Surakarata Problems in this study were (1) What is behind the competition of non-amateur football Galatama by PSSI? (2) How is the ongoing competition Galatama and aspects of what influences during Galatama season? (3) What Galatama influence in the Indonesian national football team? (4) What factors cause the competition of non-amateur football team was disbanded by the PSSI Galatama? The method used in this research is the history of the following phases: First, heuristics, namely the collection phase of the source document; second, source criticism / historical criticism, is a judge or criticize those sources, both external and internal; third, interpretation, that is the interpretation of the source wich can be trusted; fourth, historiography, the writing of history as a story The results illustrate that Galatama an development process of competition system and football management in Indonesia at 1979 -1994 as a breakthrough for PSSI to be re-achievers in the international arena. Galatama has held the 13th regular competitions for 15 years. Galatama clubs existence is heavily influenced financial condition or companies that overshadowed the club. Bribery cases Galatama also affected many clubs, so made some penalized players from PSSI. As part of PSSI, Galatama assume liability in managing of Indonesian football. Aside from regular competition system, seeding the players from an early age and made progress generating football club as a main agenda in Galatama coaching. Galatama also helped improve the welfare of football players. Galatama provided in the form of salaries paid in amounts greater than United. PSSI related achievements in the international arena, Galatama always donate the best players in the national team. Galatama champions serve as vice of PSSI in the Asian championships. Big amount of competition and the management costs of the clubs to make one by one Galatama club disbanded. The number of spectators who add to the club a little more difficult to survive in the competition. To maintain the club's existence of Galatama to survive amid a difficult financial condition, PSSI Perserikatan. melt Galatama and Perserikatan into a new container called Liga Indonesia in 1994.
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sepak bola merupakan olah raga yang populer dalam masyarakat Indonesia, juga di seluruh dunia. Orang rela berdesak-desakan di tribun stadion, berpawai di jalanan, dan begadang di depan televisi sampai dini hari. Orang juga rela membeli dan memakai segala pernak-pernik sepak bola, seperti kaos beserta nomor punggung pemain kesayangan, celana, stiker, dan foto-foto para jagoan lapangan hijau ini. Tidak cukup sampai di situ. Di sepanjang sejarah perjalanannya, olah raga ini tidak pernah sepi dari gesekan ideologi, kekuasaaan, bisnis, rasial, hegemoni kultural dan juga gender. Sepak bola telah menjadi budaya yang dapat menimbulkan gairah untuk turut serta yang luar biasa di antara penggemarnya. Daya tarik lintas budaya sepak bola meluas, dari budaya orang tertentu di Eropa dan Amerika Selatan ke khalayak kebanyakan di Australia, Afrika, Asia dan bahkan Amerika Serikat. Profil lintas kelas permainan ini di negara Latin mulai ditiru di Eropa Utara dan wilayah sepak bola baru lainnya. Sepakbola juga menunjukkan beragam
xvii
keterlibatan dari kaum perempuan di antara pemain, penonton, komentator, dan ofisial dalam perkembangannya1 Sejauh ini popularitas sepak bola masih tetap terjaga. Termasuk di Indonesia dan kawasan Asia yang lainnya. Bangsa Belanda merupakan yang pertama kali memperkenalkan olah raga ini di Indonesia melalui pegawai mereka yang bekerja di
1
Richard Giulianotti, 2006, Kata Pengantar dalam Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global, Yogyakarta: Apeiron Philotes, halaman v
xviii
instansi pemerintah Hindia Belanda. Mereka memilih permainan yang tengah populer di Eropa saat itu sebagai sarana rekreasi dan menjaga kebugaran. Pada mulanya sepak bola hanya dapat dilakukan oleh orang-orang Barat, terutama Belanda. Kemudian diikuti oleh orang-orang Tionghowa dan baru orangorang bumiputra, namun hal tersebut terbatas bagi orang bumiputra yang setaraf dengan bangsa Belanda. Ketenaran sepak bola yang semula hanya sebagai sarana pelepas lelah, melatih ketangkasan, ketrampilan, dan daya tahan, mulai mendapat perhatian serius. Muncul keinginan dari karyawan-karyawan, pegawai-pegawai, sedadu-serdadu, pelaut-pelaut yang aktif bermain bola untuk membentuk klubklub atau perkumpulan-perkumpulan. Klub sepak bola pertama muncul di Indonesia adalah Road-Wit pada tahun 1884 dan Victory di Surabaya dua tahun sesudahnya. Semenjak saat itu muncullah klub-klub sepak bola yang terbentuk di kantor atau dinas-dinas pemerintah, maskapai-maskapai perdagangan dan lembaga-lembaga pemerintah. Pada masa berikutnya klub-klub sepak bola yang terbentuk di kota-kota pusat kekuasaaan Belanda membentuk bond-bond sepak bola, yakni West Java Voetbal Bond, Soerabajas Voetbal Bond, Bandung Voetbal Bond dan Semarang Voetbal Bond. Pada tahun 1914 di Semarang untuk pertama kali diadakan kejuaraan antar klub-klub lokal empat kota utama di Jawa: Batavia, Bandung Surabaya, dan Semarang. Pertandingan semacam itu awalnya diurus oleh komite ad hoc salah satu anggota keempat bond sepak bola, baru pada atahun 1919
xix
dibentuklah Nedherlandsch Indische Voetbal Bond ( NIVB ) untuk mengorganisir pertandingan antar kota tahunan dengan aturan tetap. 2 Dalam perkembanganya NIVB lebih banyak memperhatikan klub-klub bangsa Belanda sendiri yang ada di Hindia Belanda, sehingga persepakbolaan bumiputra dan Tionghowa tidak begitu mendapat perhatian bahkan lebih dianggap sebagai sepak bola rendahan. Atas keadaan ini kalangan bumi putra dan Tionghowa masing-masing bertekad untuk mendirikan lembaga sepak bola yang independen dan mandiri terhadap NIVB. Keinginan itu terwujud dengan dibentuknya PSSI (Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia) pada 19 April 1930. Organisasi-organisasi sepak bola nasional yang telah ada sebelumnya dilebur ke dalam PSSI. Tujuan dari PSSI adalah untuk mengimbangi monopoli NIVB yang dianggap tidak mampu mengakomodasi kepentingan dan eksisitensi sepak bola bumiputra. Anggota PSSI adalah perserikatan di setiap kotamadya yang sekurangkurangnya mempunyai lima perkumpulan sepak bola. Pada 1931, kompetisi Perserikatan mulai diperkenalkan. Sebuah kompetisi amatir yang diikuti oleh perserikatan mewakili daerahnya masing-masing. Selama 48 tahun Perserikatan adalah satu-satunya kompetisi tingkat nasional di Indonesia. Baru pada tahun 1979 sepak bola Indonesia memasuki era Galatama ( Liga Sepak Bola Utama ). Galatama secara konsep bersifat semi-profesional atau non-amatir. Galatama beranggotidakan klub-klub swasta dan sistem kompetisi yang digelar menggunakan sistem liga (secara penuh) sesuai dengan namanya. Galatama dapat dikatidakan sebagai sebuah revolusi dalam kompetisi dan pembinaan klub sepak 2
S. Agustina Palupi, 2004, Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920 -1942. Yogyakarta: Ombak, halaman 25-27.
xx
bola di Indonesia. Betapa tidak, dibandingkan dengan Perserikatan, satu-satunya barometer sepak bola nasional yang ada sebelumnya, Galatama membawa perubahan besar yang begitu mendasar. Sebagai contoh: Sistem kompetisi yang digunakan adalah format liga dalam satu wilayah. Setiap tim dalam satu wilayah yang mengikuti Galatama demikian dipastikan akan saling bertemu. Tidak disangsikan lagi bahwa yang menjadi juaranya adalah best of the best. Pertandingan seleksi, kepemilikan tim yunior, dukungan dana yang kuat lewat garansi bank dan pengelolaan klub secara profesional adalah contoh lain mengapa Galatama hadir dengan membawa nuansa baru bagi sepak bola Indonesia. Klubklub Galatama didukung perusahaan yang besar pada saat itu. Misalnya Pardedetex dan kelompok usaha Pardede, Krama Yudha dengan kelompok Krama Yudha Tiga Berlian, Warna Agung dengan perusahaan cat Warna Agung. Mereka itulah yang menjadi sponsor bagi klub masing-masing. Terakhir di akhir 1980-an sejumlah BUMN masuk untuk mendanai klubnya seperti Semen Padang dan Pupuk Kaltim. Dari segi pendanaan, era Galatama lebih baik karena tidak mengandalkan uang rakyat. Klub-klub Galatama berada di bawah perusahaan-perusahaan bonafid atau sponsor yang memang mempunyai dana promosi yang besar. Klub yang tergabung dalam kompetisi diwajibkan untuk menyetorkan sejumlah uang sebagai bank garansi dalam partisipasi mereka dalam kompetisi. Manajemen klub juga diminta untuk menjadi badan hukum. Sejumlah pemain asing berkualitas seperti Jairo Matos (Pardedetex Medan) dan Fandy Ahmad (Niac Mitra) hadir di Indonesia. Penggunaan pemain asing yang diharapkan mampu mendongkrak
xxi
kualitas permainan juga turut menggairahkan minat dan antusiasme para pecinta sepak bola untuk menonton pertandingan Galatama. Galatama
sempat
dianggap
sebagai
tempat
yang
menjanjikan
kesejahteraan bagi pemainnya, dengan bergabung dengan klub-klub Galatama setidaknya mereka mendapatkan bayaran yang lebih baik
dibandingkan jika
mereka memperkuat klub-klub Perserikatan. Hal ini jelas karena kebanyakan anggota Galatama adalah klub-klub kaya. Juga Galatama dianggap sebagai 'universitas' nya sepak bola dan Perserikatan adalah ‘sekolah’ yang membina pemain sebelum terjun ke Galatama. Semenjak saat itu juga kompetisi sepak bola nasional terasa terbagi menjadi dua kutub. Galatama dan Perserikatan, masingmasing berjalan secara pararel sebagai dua kompetisi dengan format yang berbeda3. Galatama memiliki muara yang sama dengan Perserikatan sebagai sebuah sistem kompetisi, yaitu turut mewujudkan tujuan PSSI dalam membangun dan meningkatkan kualitas persepakbolaan nasional dengan semangat persaudaraan, persahabatan, kejujuran, sportivitas, nasionalisme dan profesionalisme.4 Galatama memberikan andil besar dalam kemajuan sepak bola nasional. Banyak pemain terbaik Galatama yang dipangil untuk memperkuat tim nasional. Sebagai contoh: Bambang Nurdiansyah, pencetak gol terbanyak empat musim berturut turut dari klub Yanita Utama dan Kramayudha Tiga Berlian, libero berpengalaman dari Niac Mitra Surabaya, Heri Kiswanto, penyerang berbakat Ricky Yacobi dan
3
Sumohadi Marsis, 1992, Sepakbola Kita dalam Catatan Ringan, Jakarta: PT. Gramedia, halaman 7. 4 Pedoman Dasar PSSI Bab I pasal 3.
xxii
masih banyak nama-nama lain yang berasal dari Galatama. Bahkan PSSI melalui tim nasional di era Galatama mampu mencatat prestasi mengagumkan di level internasional, yaitu juara SEA Games pada tahun 1987 di Jakarta dan 1991 di Manila Penelitian ini akan membahas tentang kompetisi Galatama yang diselenggarakan dari tahun 1979 – 1994. Rentang waktu tersebut dimulai pada tahun 1979 saat pertama kali digelar kompetisi Galatama dan 1994 adalah masa akhir dari Galatama, ketika PSSI menggabung Galatama dan Perserikatan menjadi satu bernama Liga Indonesia dan mengubah status klub menjadi 'profesional'. Pada awal kompetisi, Galatama mendapatkan sambutan luar biasa dari masyarakat dan dianggap lebih bergengsi dari pada Perserikatan. Ada beberapa catatan buruk terkait Galatama. Galatama dari tahun ke tahun mengalami pasang surut kualitas. Terlebih sejak dikeluarkannya larangan bermain bagi pemain asing, kemudian adanya kecurigaan pengaturan skor pertandingan oleh beberapa klub, dan juga isu suap, Galatama bukan hanya ditinggalkan penonton, satu per satu klub pesertanya mengundurkan diri.5 Selain itu, sejumlah persyaratan yang ketat yang diberlakukan pada klub kala itu tidak diikuti dengan ketegasan turut menjadi penyebab kemunduran Galatama sempat dilanda isu suap yang parah di awal tahun 1980-an. Kekalahan besar klub-klub tertentu dari klub lain sebagai salah satu indikasinya. PSSI mengeluarkan keputusan bahwa pemain asing dilarang untuk bermain di Galatama mulai kompetisi III. Akhirnya kompetisi yang berdesain pro
5
http://id.wikipedia.org/wiki/Galatama
xxiii
itu mulai ditinggalkan penonton. Inilah awal kehancuran klub tersebut. Jumlah peserta yang semula 18 klub terus menciut. Sebagai contoh BBSA Tama adalah klub pertama yang mundur dari kompetisi perdana. Selanjutnya
Galatama
kehilangan
wibawa
dibanding
kompetisi
Perserikatan yang mengutamakan persaingan dan fanatisme kedaerahan. Sponsor dan penonton tidak datang, sementara masalah terus muncul. Meski dikelola dengan profesional, Galatama tidak kuat untuk terus bertahan di tengah situasi yang tidak
menguntungkan. Akhirnya ide peleburan antara Galatama dan
perserikatan muncul tahun 1994 dan bertahan hingga kini.
B. Rumusan Masalah Perumusan masalah dan penelitian yaitu : 1. Apa yang melatarbelakangi kompetisi sepak bola non-amatir Galatama oleh PSSI ? 2. Bagaimana proses berlangsungnya kompetisi Galatama dan aspek apa saja yang mempengaruhi selama musim kompetisi Galatama ? 3. Apa pengaruh Galatama dalam prestasi dan kualitas sepak bola nasional Indonesia ? 4. Faktor apa saja yang menyebabkan kompetisi sepak bola non-amatir Galatama dibubarkan oleh PSSI ?
C. Tujuan Penelitian
xxiv
Penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui latar belakang digelarnya Galatama sebagai kompetisi sepak bola non-amatir oleh PSSI 2. Untuk mengetahui proses berlangsungnya kompetisi Galatama dan dan aspek–aspek apa saja yang mempengaruhi selama musim kompetisi Galatama 3. Untuk mengetahui pengaruh Galatama dalam prestasi dan kualitas sepak bola nasional Indonesia 4. Untuk mengetahui faktor-faktor menyebabkan kompetisi sepak bola nonamatir Galatama dibubarkan oleh PSSI
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi berbagai pihak. Pertama, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut tentang penelitian sejenis. Kedua, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang Galatama ( Liga Sepak Bola Utama ) dan kaitannya dengan sepak bola Indonesia. Ketiga, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna menambah wawasan pengetahuan sejarah sosial yang bertemakan olahraga
xxv
E. Kajian Pustaka Dalam penelitian ini, untuk mendukung dan membahas permasalahanpermasalahan, maka digunakan beberapa literatur sebagai pedoman dan acuan untuk landasan berpikir. Literatur tersebut diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan-permasalahan pokok yang akan diteliti. Adapun yang digunakan adalah sebagai berikut : Buku
PSSI Alat Perjuangan Bangsa, karya Eddi Elison tahun 2005.
Dalam buku tersebut Eddi menguraikan sejarah panjang dari ‘kehidupan’ PSSI semenjak dari masa kolonial hingga era futsal. Perjalanan panjang dari sepak bola nasional dapat ditemukan disini meskipun tidak begitu detail. Dalam salah satu bab dari buku ini bercerita bagaimana ketika sepak bola Indonesia memasuki era Liga. Galatama, Galakarya, Galanita, Galasiswa hingga Ligina dijelaskan secara deskriptif kronologis. Menurutnya, Galatama adalah sebuah babak menuju profesional bagi sepak bola Indonesia yang
sebelumnya
berkutat dengan
pembinaan ala Perserikatan. Meskipun tidak sepenuhnya profesional lantaran masih merupakan batu pijakan ke arah tersebut. Namun, di dalam buku ini, tidak dijelaskan mengenai pengaruh Galatama terhadap
prestasi dan kualitas tim
nasional sepak bola Indonesia dan hal teknis semacam keterkaitan Galatama terhadap tingkat kesejahteraan olahragawan utamanya yang berasal dari sepak bola apabila dibandingkan dengan Perserikatan Sebuah buku terbitan PSSI pada tahun 2001 dengan judul 70 Tahun PSSI: Mengarungi Millenium Baru. Buku ini dapat dianggap sebagai potret perjalanan PSSI semenjak masa kolonial hingga menjelang millenuim baru. Pergulatan sepak
xxvi
bola nasional di bawah PSSI merupakan sebuah lembaran panjang yang layak menjadi bagian dari sejarah negeri ini. Perjuangan awal organisasi di masa-masa sulit, jatuh bangun prestasi sepak bola nasional, profil tokoh PSSI dan pemain yang telah memberikan yang terbaik bagi sepak bola nasional ditulis secara kronologis. Buku ini layak menjadi sebuah pengantar untuk membuat penulisan lebih lanjut tentang galatama yang diuraikan dalam sebuah bab tersendiri sebagai bagian dari agenda PSSI untuk mengangkat kembali prestasi sepak bola yang sempat terpuruk sekaligus memperkenalkan sebuah konsep sepak bola profesional di Indonesia. Namun tidak dijelaskan bagaimana keterkaitan Galatama dengan kualitas prestasi sepak bola nasional. Sebuah buku dari PSSI pada than 1979 yang berjudul Galatama Sepakbola: Mencatat Sejarah. Buku yang merupakan buku panduan tentang kompetisi Galatama di musim pertamanya. Buku ini memuat tentang peraturan organisasi Lembaga Sepakbola Utama (Galatama). Juga disertai profil tentang klub-klub yang akan berlaga di kompetisi perdana Galatama. Galatama menurut buku ini adalah suatu hal baru dalam sepak bola di Indonesia, sebuah catatan baru dalam persepakbolaan Indonesia. Sebagai sebuah lembaga yang muncul oleh semangat profesionalisme yang didukung oleh pihak-pihak swasta dengan dukungan dana yang kuat untuk dapat memajukan sepak bola nasional melalui sebuah kompetisi yang berkualitas. Semua klub yang tergabung dalam Galatama sebelumnya berada dibawah divisi Perserikatan. Level klub-klub terangkat menjadi setara dengan Perserikatan setelah terbentuknya Galatama. Hampir semua pemain bintang yang ada di Perserikatan ditarik ke dalam klub-klub Galatama.
xxvii
Layaknya sebuah pengantar, buku ini kurang dapat menjelaskan peran swasta lebih jauh di musim kompetisi berikutnya dan apakah swasta satu-satunya faktor pendukung jalanya kompetisi di kemudian hari bagi Galatatama itu sendiri dan klub-klub yang tergabung didalamnya. Sebagai tambahan, ada sebuah penelitian sejenis yang mendukung skripsi ini. Penelitian skripsi dari Srie Agustina Palupi yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 2004 berjudul “Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920 – 1942”. Buku ini memberikan informasi yang cukup mengenai sepak bola Indonesia pada masa Perserikatan yang menjadi pembangkit semangat persatuan dan nasionalisme pribumi., yang menjadi bahasan dalam skripsi ini khususnya bab II.
F. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian tentu perlu adanya dukungan dari suatu metode, karena peranan sebuah metode dalam suatu penelitian ilmiah sangat penting. Sebab berhasil tidaknya tujuan yang hendak dicapai, tergantung dari metode yang akan digunakan. Dalam hal ini, suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan objek yang diteliti.. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah kerja yaitu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.6
6
Koentjaraningrat, 1983, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia, halaman 7.
xxvii i
Sesuai dengan tema permasalahan yang akan dibahas, maka metode yang digunakan adalah metode sejarah. Menurut Nugroho Notosusanto, metode sejarah adalah serangkaian prinsip-prinsip atau aturan yang sistematis yang dimaksudkan memberi bantuan secara efektif di dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi penulisan sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa dari pada hasil-hasilnya dalam bentuk tertulis.7
Metode historis ini terdiri dari
empat tahap yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Pertama, adalah heuristik, yaitu suatu proses mencari dan menemukan sumber-sumber atau data bagi penelitian sejarah. Pengumpulan data yang diperoleh dari penggunaan studi dokumen yang merupakan data primer, ini sangat penting bagi penelitian sejarah karena dalam dokumen tersimpan sejumlah fakta yang berguna. Data diperoleh dari Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia, Komite Olahraga Nasional Indonesia, Badan Liga Indonesia dan Perpustidakaan Nasioal Republik Indonesia yang ada di Jakarta, serta Monumen Pers Surakarta. Sumber tertulis yang digunakan adalah dokumen dan surat kabar. Dokumen yang digunakan adalah Katalogus Olahraga Indonesia 1987, Laporan Empat Thaunan PSSI 1983 – 1987 dan Peraturan Organisasi tentang Lembaga Sepakbola Utama. Surat kabar yang digunakan sebagai sumber adalah Pos Kota edisi Januari 1977 sampai dengan Desember 1994 dan majalah Tempo Tahun 1979 – 1994. Selain itu juga diperlukan sumber lisan guna mendukuung bahan penulisan. Hal tersebut diperoleh dengan wawancara dengan narasumber yang 7
Nugroho Notosusanto, 1978, Masalah Penelitian Sejarah: Suatu Pengalaman, Jakarta: Yayasan Idayu, halaman 11.
xxix
berkompeten dan valid atas informasi yang diberikan terkait dengan tema penulisan skripsi. Nama dari informan tersebut adalah Ronny Pattinasarani, Iswadi Idris, Risdiyanto, John Halmahera, Sofyan Hadi, Rudi William Keltjes, Memed Permadi dan Eduard Tjong. Pengumpulan data yang lain adalah dengan studi pustaka yaitu dengan membaca buku, majalah, dan literatur lainnya yang berkaitan dengan topik permasalahan yang akan dikaji. Kedua, adalah kritik sumber, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah untuk mencari otentisitas sumber tertulis, sedangkan kritik intern adalah untuk membuktikan bahwa isi dari suatu sumber itu memang dapat dipercaya. Ketiga, adalah interpretasi yaitu penafsiran keterangan yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh dan merangkainya. Keempat, adalah historiografi yaitu menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk kisah sejarah atau penulisan sejarah.8 Disinilah pemahaman dan interpretasi atas faktafakta sejarah itu ditulis dalam bentuk kisah sejarah yang menarik dan masuk akal. Dalam hal ini historiografi merupakan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini menggunakan sumber tertulis sebagai sumber utama dan saling mengaitkan data yang diperoleh dari sumber tersebut sehingga saling melengkapi. Validitas dan objektifitas data yang diperoleh dari sumber juga turut diperhatikan, sehingga diperoleh fakta yang benar atau mendekati kebenaran. Hal ini terlihat dari bab II, III dan IV, di mana dapat ditarik sebuah tulisan yang faktual. Jika sumber tertulis kurang mencukupi untuk diambil datanya, maka akan
8
Ibid, halaman 36.
xxx
dilengkapi dari sumber lisan hasil wawancara dengan narasumber, seperti yang terlihat dalam bab IV.
G. Sistematika Penulisan Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah serta dukungan datadata yang ada maka akan mengetahui seluruh kajian dalam penulisan skripsi ini dapat dikemukakan dalam sistematika penulisannya sebagai berikut : Bab I : PENDAHULUAN. Berisi pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan beberapa studi yang relevan, metode penelitian dan analisis data. Bab II : LATAR BELAKANG LAHIRNYA GALATAMA. Berisi uraian tentang kondisi sepak bola di Indonesia pada masa kompetisi Perserikatan. Sub bab yang dibahas adalah peran Perserikatan dalam sepak bola Indonesia dan sub bab terakhir adalah latar belakang munculnya Galatama Bab
III
:
PERKEMBANGAN
GALATAMA.
Berisi
tentang
perkembangan Galatama dari awal sampai akhir. Sub bab yang dibahas adalah jalannya kompetisi Galatama, permasalahan yang timbul dan solusinya, Bab IV : PERAN GALATAMA DALAM SEPAK BOLA INDONESIA. Sub bab yang dibahas adalah peranan Galatama dalam pembinaan sepak bola Indonesia, peranan Galatama dalam peningkatan kesejahteraan pemain, peranan Galatama membantu PSSI meraih prestasi. Bab V : KESIMPULAN
xxxi
BAB II LATAR BELAKANG LAHIRNYA GALATAMA A. Sepakbola Masa Perserikatan Sejak diperkenalkan di Indonesia pada masa kolonial, sepak bola telah berkembang dan memasyarakat ke seluruh daerah di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena sepak bola adalah olah raga dengan aturan yang relatif sederhana dan mudah dimainkan. Umumnya sepak bola dimainkan oleh laki-laki sebagai simbol maskulinitas untuk sebuah pengakuan kemenangan atas tim lawan. Terlepas dari latar belakang budaya, bahkan kepentingan politik yang kadang bersembunyi dibelakangnya, sepak bola selalu mampu menarik perhatian dari para pecintanya. Sebelum tahun 1930, segala kegiatan sepak bola dilakukan terpusat dalam wilayah Perserikatan dari daerah yang bersangkutan. Ada tujuh Perserikatan yang berinisiatif untuk membentuk suatu wadah yang menaungi sepak bola secara menyeluruh di Indonesia. VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta), BIVB (Bandoengsche Indonesische Voetbalbond), IVBM (Indonesische Voetbalbond Magelang),
MVN
(MadioenscheVoetbalbond),
SIVB
(Soerabajasche
Indonesische Voetbalbond), VVB (Vorstenlandsche Voetbalbond) Solo dan PSM (Persatuan Sepakbola Mataram) dalam sebuah pertemuan di Yogyakarta memutuskan untuk membentuk PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia),
xxxii
dengan maskud agar sepak bola pribumi tidak tertinggal dengan NIVB (Nederlands Indische Voetbalbond)9. PSSI menyelenggarakan kompetisi rutin yang dikenal dengan nama Perserikatan, dalam upaya meningkatkan kualitas sepak bola pribumi agar tidak jauh tertinggal dengan sepak bola Belanda yang bernaung dibawah NIVB,. Kompetisi ini diikuti oleh bond-bond sepak bola pribumi yang tergabung didalam PSSI. Pada mulanya kompetisi ini hanya diikuti oleh 7 perserikatan yang mendidirkan PSSI tadi. Seiring waktu jumlah peserta pun semakin bertambah. Walaupun kurang berpengalaman dan lemah dibidang keuangan, PSSI pada periode tahun 1931 – 1943 memiliki kelebihan yang menonjol, yaitu pelaksanaan kompetisi dan kejuaraan yang lancar. Kelancaran kompetisi dan peningkatan mutu permainan merupakan hal yang diinginkan oleh PSSI, sebagai tolak ukur kemampuan dalam berorganisasi. Pada periode tersebut tidak satu tahun pun kosong dari pertandingan kejuaraan tahunan PSSI. Demikian juga pelaksanaan kompetisi pendahulunya di setiap distrik dan kompetisi antar klub karena pemain bond diambil dari klub. Terjadi beberapa kejutan di final pada kejuaraan tahunan periode itu10. Sebagai contoh, bond dari Purwokerto, Magelang, Madiun, Cirebon dan Jatinegara dan lainnya terpampang dalam deretan nama juara di samping Jakarta, Surabaya, Bandung atau Yogyakarta. Hal terserbut berarti bahwa bond dari kota kecil pun dapat menghasilkan pemain yang bermutu. Dengan demikian, mereka
9
S. Agustina Palupi, 2004, Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920 -1942. Yogyakarta: Ombak, halaman 35 10 Edy Elison, 2005, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, Jakarta: PSSI, halaman 33
xxxii i
sanggup menyusun suatu kesebelasan yang mengimbangi tim juara seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Surakarta dan Surabaya pada waktu itu. Ini juga berarti bahwa bond kota kecil itu dapat menyelenggarakan program kompetisi regionalnya dengan cukup baik. Semenjak PSSI berdiri, kompetisi Perserikatan merupakan level kejuaraan tertinggi sampai dengan tahun 1978. Sebelum PSSI terbentuk sebenarnya telah ada kejuaraan sepak bola antar kota. Tentunya masih berada dibawah naungan NIVB selaku induk organisasi sepak bola saat itu. Kejuaraan ini hanya mempertemukan kota-kota besar yang ada di Jawa, yaitu Batavia Soerabaja, Bandoeng, Semarang, Malang, Soekaboemi dan Djogjakarta. Hanya ada dua tim yang berbagi trofi, Batavia mengoleksi 10 trofi. Sementara Soerabaja hanya memiliki selisih 3 trofi dari yang dimiliki oleh Batavia. Selain kedua tim tadi, belum pernah ada yang mengangkat trofi di kejuaraan ini. Kejuaraan pertama digelar pada tahun 1914, kemudian berlangsung secara rutin setiap tahunnya tanpa selang sampai dengan tahun 1930.11 Usai
PSSI
terbentuk
pada
tahun
1930,
tidaklah
serta
merta
diselenggarakan sebuah kompetisi bagi Perserikatan. Tentu saja kompetisi menjadi agenda utama setelah terbentuknnya PSSI. Hal ini dilakukan sebagai wujud eksistensi PSSI, disamping mengingat beberapa Perserikatan yang ada diluar Jawa belum mengetahui bahwa PSSI telah terbentuk. Kompetisi sekaligus juga diharapkan menjadi sinyal bagi NIVB, bahwa kekuatan baru sepak bola pribumi telah muncul. Setidaknya diperlukan selang waktu satu tahun untuk mempersiapkannya, mulai dari anjuran bagi Perserikatan untuk menggelar
11 http://www.rsssf.com/tablesi/indoamchamp.html
xxxi v
kompetisi internalnya terlebih dahulu, ketersediaan lapangan yang layak pakai, hingga minimnya pemain pribumi yang akan memperkuat Perserikatan lantaran banyak dari mereka yang tergabung lebih dulu dengan kompetisi NIVB. Setelah persiapan yang dirasa cukup, maka kompetisi yang disebut “Stedenwedsrtyden (Stedenwed)”12, dimantapkan untuk segera digelar. Untuk kali pertama dipilihlah Solo sebagai tuan rumah. Berbekal tekad bulat dan segala kekurangannya, akhirnya kejuaraan Perserikatan yang pertama tersebut dapat terlaksana dengan bertempat di alun-alun yang digunakan sebagai lapangan. Stedenwed di Solo itu berakhir sukses dalam pelaksanaannya. Jakarta, yang tampil dengan pemain andalan Soemo, berhasil menjadi sebagai juara. Yogyakarta dan Solo masing-masing mengakhiri kejuaraan di urutan dua dan tiga setelah Jakarta. Berikutnya, Jakarta menjadi tuan rumah pada kejuaraan tahun 1932. Beberapa pemain pribumi yang tergabung dalam NIVB, tidak dapat mengikuti kejuaraan kali ini. Hal ini disebabkan karena adanya larangan bagi mereka untuk turut serta dalam kejuaraan PSSI. Larangan ini disinyalir sebagai bagian dari upaya NIVB agar PSSI tidak dapat berkembang. Meski larangan tersebut cukup berpengaruh bagi Bandung dan Surabaya sehingga terpaksa menurunkan pemain lapis dua, toh kejuaraan tetap terlaksana dengan lancar. Tiga tim yang maju ke final kala itu adalah Yogyakarta, Madiun dan Jakarta. Bandung dan Surabaya tidak mampu lolos dibabak awal. Usai pertandingan antara ketiga finalis, Yogyakarta mengokohkan diri sebagai jawara baru, disusul Jakarta dan Madiun13.
12
Stedenwedsrtyden (Stedenwed) adalah pertandingan antar kota tahunan dan secara bergiliran tiap kota menjadi pemyelenggara. 13 Edy Elison, 2005, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, Jakarta: PSSI, halaman 45
xxxv
Setahun kemudian, 1933, giliran Surabaya sebagai tuan rumah. PSSI turut mengundang pengurus NIVB untuk menyaksikan pertandingan, dengan tujuan memperlihatkan
kemampuan
pribumi
untuk
melaksanakan
pertandingan
kejuaraan. Selain itu, pada kejuaraan kali ini NIVB mengijinkan pemain mereka untuk memperkuat Surabaya dan Bandung, sehingga keduanya mampu bermain sampai babak final bersama dua tim lain yaitu, Jakarta dan Surabaya. Keluar sebagai juara adalah Jakarta, dususul Bandung dan Surabaya di posisi berikutnya. Perkembangan PSSI semakin baik dan menyebar ke daerah lain yang belum menjadi anggota. Hal tersebut terlihat pada tahun 1935 dengan bertambahnya bond yang menjadi anggotanya dari 7 menjadi 19. Sebuah perkembangan kuantitatif yang signifikan, meskipun semua bond masih bertempat di pulau Jawa. Pada tahun-tahun berikutnya, kompetisi dapat berjalan rutin dan terencana. Secara bergantian Jakarta, Bandung, Solo, Bandung menjadi juara pada kejuaraan selanjutnya14. Catatan lain adalah tentang persebakbolaan di kota Solo. Setelah stadion Sriwedari diresmikannya oleh Paku Buwono X untuk digunakan sebagai arena olahraga, kota batik ini mampu mencapai prestasi yang membanggakan. Setelah hanya duduk di posisi ketiga di Stedenwed I dan tersisih dalam kejuaraan berikutnya, pada tahun 1935, saat Sriwedari berusia 2 tahun, Solo keluar sebagai kampiun. Gelar itu dipertahankan tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 1943, kecuali pada tahun 1937, Solo harus merelakan gelar tersebut kepada Bandung. Ketersediaan lapangan Sriwedari untuk kegiatan sepak bola turut
14
Ibid, halaman 42
xxxv i
membantu Solo meraih predikat sebagai juara Perserikatan terbanyak yaitu 8 kali. Kegemilangan ini tidak lepas dari kemampuan Solo menggelar kompetisi internalnya secara rutin dan teratur, ditambah fasilitas lampu sorot yang dimiliki stadion Sriwedari sehingga memungkinkan pertandingan digelar pada malam hari. Masa pendudukan Jepang mulai tahun 1942
praktis membuat PSSI
perlahan mengalami kemunduran. PSSI lalu dilebur ke dalam Tai Iku Kai, sebuah organisasi olahraga bentukan Jepang. Posisi PSSI kemudian hanya menjadi salah satu bidang di organisasi tersebut maka kompetisi perserikatan PSSI terhenti sampai dengan tahun 1950. Kongres PSSI tahun 1950 , yang mengubah kepanjangan PSSI dari “Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia” menjadi “Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia” menjadi titik awal kebangkitan kembali persepakbolaan tanah air. Kongres tersebut sekaligus memantapkan PSSI sebagai sepak bola kebangsaan dengan melahirkan pula mukadimah, yang didalamnya tertulis dengan jelas, bahwa PSSI sebagai alat perjuangan bangsa. Semenjak kongres PSSI tahun 1950, kompetisi kembali berjalan lancar. Perserikatan anggota PSSI pun bertambah jumlahnya, semakin meluas dan menjangkau luar pulau Jawa. Medan merupakan wakil dari Sumatra dan Makasar adalah wakil dari Sulawesi. Sementara Kalimatan belum memiliki wakil di PSSI kendati sudah terbentuk perserikatan di sana. Makasar menjadi wakil luar pulau Jawa yang pertama kali menjuarai kompetisi Perserikatan PSSI, tepatnya pada tahun 1957 dan mempertahankannya pada kejuaraan berikutnya pada tahun 1959, juga pada tahun 1965 dan 1966. Medan selaku wakil dari Sumatra baru mampu meraih gelar juara pada kompetisi Perserikatan PSSI tahun 1967. Jayapura turut
xxxv ii
mencatatkan diri sebagai tim luar Jawa yang pernah menjuarai Kompetisi Perserikatan pada tahun 1980. Kejuaraan berikutnya giliran Banda Aceh yang memboyong trofi15. Selama berlangsungnya kompetisi Perserikatan, terjadi sebuah keunikan pada kompetisi tahun 1975. Di bawah kepemimpinan Ketua Umum Bardosono, PSSI memutuskan untuk memberikan gelar
juara bersama kepada Persija -
PSMS pada partai final. Hal ini terpaksa dilakukan lantaran, semua pemain dari kedua tim berkelahi di lapangan saat pertandingan masih berjalan dan wasit tidak dapat mengatasinya. Bardosono harus turun tangan demi mendamaikan kedua belah pihak, akhirnya keduanya ditetapkan sebagai juara kembar sebagai jalan tengah16. Pertandingan final antara PSMS versus Persib di Stadion Utama Senayan dalam kompetisi 1982-1984 menunjukkan bahwa kompetisi di tahun 1931 – 1979 sengaja dilaksanakan PSSI demi membangkitkan nasionalisme, sebaliknya setelah lahirnya
Galatama
(1979),
Kompetisi
Perserikatan
dijadikan
medium
membangkitkan fanatisme kedaerahan. Hal tersebut sangat nampak dalam dua kali final antara Medan vs Bandung, Stadion Utama Senayan tidak mampu menampung penonton baik yang datang dari Bandung ataupun orang-orang Medan yang berdomisili di Jakarta. Jumlah penonton melebihi kapasitas tempat duduk stadion , sampai-sampai sebagian dari mereka ditempatkan di sintelbaan. Kedua final tersebut dimenangkan oleh Medan, tapi yang menjadi terasa luar
15 16
Ibid, halaman 56 PSSI, 2000, 70 Tahun PSSI - Mengarungi Millenium Baru, Jakarta: PSSI, halaman 41
xxxv iii
biasa adalah puluhan ribu penonton pendukung Bandung tidak sampai menimbulkan kerusuhan sedikitpun17. Semenjak tahun 1979 – 1994, Kompetisi Perserikatan berjalan secara pararel dengan kompetisi Galatama. Bandung keluar sebagai juara di musim kejuaraan 1993-1994, dan menjadi pemilik trofi Perserikatan untuk yang terakhir . Akibat memudarnya perhatian masyarakat terhadap kompetisi Galatama, kedua kompetisi ini pun akhirnya dilebur oleh PSSI di bawah kepengurusan Azwar Anas menjadi Kompetisi Liga Indonesia.
B. Peran Perserikatan Dalam Sepak Bola Indonesia Jika berbicara tentang sepak bola Indonesia maka tidak akan lepas dari Perserikatan, setidaknya mulai PSSI berdiri sampai dengan tahun 1978. Perserikatan pulalah yang telah membentuk PSSI, sebuah organisasi resmi yang menaungi segala bentuk kegiatan olahraga sepak bola di Indonesia. Awalnya Perserikatan hanyalah kumpulan klub lokal dari kota-kota besar di Jawa. Perserikatan tumbuh di berbagai daerah sebagai wadah kegiatan sepak bola bagi klub-klub yang bernaung di bawahnya. Sampai akhirnya tercapai kesepakatan melalui pertemuan rapat bertempat di Gedung Handeproyo pada 19 April 1930, yang dihadiri oleh wakil dari 7 perserikatan dari Jakarta, Bandung, Yogya, Solo, Madiun, Surabaya, Magelang18. Kesepakatan tersebut tidak lain adalah membentuk organisasi bernama Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia
17
Edy Elisson, 2005. PSSI Alat Perjuangan Bangsa, Jakarta: PSSI, halaman 60
18
PSSI, 2000, 70 Tahun PSSI - Mengarungi Millenium Baru, Jakarta: PSSI, halaman 48
xxxi x
(PSSI). Jelas peran pertama dan terpenting dari Perserikatan adalah sebagai awal perkembangan sepak bola dan embrio bagi PSSI. Kendati pada permulaan pembentukan PSSI lebih bermotif politis ketimbang olahraga, terbukti Perserikatan telah mampu menggabungkan keduanya dengan baik. Sampai dengan tahun 1942, tujuan utama PSSI selain membangkitkan nasionalisme melalui sepak bola adalah berupaya menaikkan derajat sepak bola pribumi yang dipandang ketinggalan oleh NIVB, melalui kompetisi perserikatan. Kompetisi yang rutin dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan PSSI sebagai wadah yang mengatur kegiatan persepakbolaan. Dengan demikian NIVB lebih mengakui eksistensi dan kemampuan PSSI dalam menjalankan kejuaraan. Di sini tentu Perserikatan lah yang menjadi ujung tombak PSSI dalam mengatur kompetisi lokal sebagai bekal dalam pelaksanaan kompetisi antar bonden yang ada. Setelah vakum selama 4 tahun, kejuaraan Perserikatan kembali bergulir pada 1948. Tiga tahun berselang tepatnya 4 Maret 1951, tim nasional sepak bola Indonesia melakoni partai perdana internasionalnya melawan tuan rumah India di ajang Asian Games. Semenjak itu praktis muara harapan sepak bola Indonesia sudah bukan lagi membangkitkan rasa kebangsaan tapi lebih ke arah prestasi, sebuah upaya untuk mengangkat dan mengharumkan nama bangsa di pentas dunia. Lagi-lagi Perserikatan memegang peran pentingnya. Pemain-pemain yang menunjukkan permainan gemilang bersama Perserikatan-lah yang nantinya akan diseleksi untuk bisa memperkuat tim nasional19.
19
PSSI, 1979, Galatama Mencatat Sejarah, Jakarta: PSSI, halaman 29
xl
Pemilihan pemain dilaksanakan secara bertahap, melalui enam distrik, tiga di Jawa, sisanya dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi. Kemudian dibentuk enam kesebelasan dari enam distrik itu untuk selanjutnya diadu di Jakarta. Dari situ akan dipilih lagi 25 pemain terbaik untuk dikirimkan ke pelatnas di bawah KOI ( Komite Olimpiade Indonesia ) yang kemudian akan dirampingkan jumlahnya menjadi 18 pemain inti yang akan dikirim ke New Delhi (Asian Games). Seterusnya mekanisme seleksi semacam inilah yang digunakan PSSI untuk menentukan siapa yang pantas bermain untuk tim nasional.20 Guna mencapai prestasi yang diharapkan dalam perkembangan sepak bola, tentu diperlukan pembinaan sepak bola nasional yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Bentuk pembinaan yang paling utama adalah pembibitan, pelatihan, dan kompetisi yang rutin. Perserikatan yang tersebar cukup merata di seluruh Indonesia merupakan medium yang efektif untuk menjaring bakat-bakat baru dan kompetisi lokal dan nasional dari tim Perserikatan tentu memberikan pengalaman tanding guna mengangkat mental para pemainnya. Semua itu wajib dilakukan dan menjadi syarat umum bagi pemain yang akan memperkuat tim nasional. Semenjak 1979, Perserikatan sedikit mengalami kemunduran lantaran banyak para pemainnya yang bagus pindah ke Galatama. Kompetisi Perserikatan sempat dianggap sebagai kompetisi yang kualitasnya berada di bawah Galatama. Oleh karena itu Perserikatan lebih menunjukkan fungsinya sebagai wadah dan pembangkit fanatisme kedaerahan dalam hal sepak bola. Perserikatan pun menjadi
20
PSSI, 2000, 70 Tahun PSSI - Mengarungi Millenium Baru, Jakarta: PSSI, halaman 52
xli
simbol milik bersama bagi daerah yang bersangkutan dan kebanggaan tersendiri apabila timnya mampu menorehkan prestasi yang menggembirakan.
C. Lahirnya Galatama Sampai dengan tahun 1978, Perserikatan merupakan satu-satunnya, kompetisi sepak bola tingkat nasional yang diselenggarakan oleh PSSI. Kompetisi tersebut merupakan bagian dari program kerja PSSI dalam pembinaan dan peningkatan kualitas sepak bola nasional. Tentu saja Persrikatan merupakan pemasok utama pemain tim nasional sepak bola dalam berlaga di kejuaraan internasional. Meski demikian perjalanan yang telah dilalui oleh Perserikatan tidak selamanya mulus. Kondisi dan situasi keamanan dan politik di negeri ini turut mempengaruhi kalender kompetisi Perserikatan. Sedikit gambaran persepakbolaan Indonesia pada akhir tahun 1970-an sebelum Galatama berlangsung, adalah minimnya prestasi. Hal tersebut terlihat dari hasil turnamen sepak bola yang diikuti oleh PSSI di dalam maupun luar negeri yang membawa hasil yang mengecewakan. Dari sejumlah turnamen yang diikuti sepanjang tahun 1970 – 1978, PSSI hanya mampu sekali berprestasi sebagai juara selebihnya gagal di babak penyisihan, semifinal dan final 21. Tentu saja hal tersebut cukup mengecewakan bagi publik pencinta sepak bola tanah air mengingat pada dekade sebelumnya Indonesia mencatat prestasi yang membanggakan dalam turnamen antar negara atau internasional yang digelar baik di dalam maupun luar negeri.
21www.rsssf.com/tablesi/indo-intres.html
xlii
Raihan prestasi yang minim selama tahun 1970-an itulah yang kemudian membuat para tokoh-tokoh sepak bola memunculkan wacana sepak bola bayaran sebagai alternatif untuk membuat Indonesia kembali berjaya di level internasional. Melihat kenyataan ini, PSSI melihat kemunduran itu semata-mata disebabkan oleh cara pengelolaan sepak bola, serta tidak adanya jaminan sosial yang konstan bagi pemain, sehingga menimbulkan rasa ketidakseriusan dan enggan untuk berprestasi ke arah yang lebih baik lagi.22 PSSI kemudian mengambil kesimpulan untuk memecahkan persoalan tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya perombakan sistem manajemen yang lebih memperhatikan kehidupan sosial pemain. Terlepas dari permasalahan minimnya prestasi, wacacana tentang sepak bola profesioanal sempat muncul pada pertengahan 1970-an. Menurut rencana liga itu akan dibentuk tanggal 8 Agustus 1976, lengkap dengan pengurusnya dan delapan klub anggota. Kedelapan klub itu adalah Pardedetex, Jayakarta, Warna Agung, Beringin Putra, Bangka Putra, Buana Putra dan Tunas Jaya. Klub-klub tersebut merupakan anggota dari masing-masing perserikatan yang menaunginya. Sebagai contoh Jayakarta, Warna Agung, Beringin Putra, Tunas Jaya adalah anggota dari Persija. Sisanya, Bangka Putra berada dibawah PSBB dan Pardedetex dibawah PSMS. Ide yang dimatangkan lewat diskusi di Balai Sidang Senayan, Jakarta pada tanggal 15 s/d 16 Mei 1976 itu tidak sempat menemui bentuk yang pasti. Kegagalan penuangan bentuk sepak bola professional itu, disebabkan klub-klub yang ingin melepaskan status amatir mereka tersebut belum begitu siap untuk melangkah. Setelah kemungkinan diperhitungkan lewat neraca
22Pos Kota, 1 Maret 1979
xliii
laba-rugi, diperkirakan klub-klub masih membutuhkan dana bantuan untuk mempertahankan hidup. Kurangnya pendanaan merupakan hambatan dari kelahiran sepak bola professional. Akhirnya kompetisi yang semula akan digelar seusai PON IX bulan Agustus 1977, sementara gagal terlaksana23. Namun demikian, hal tersebut tidak sepenuhnya memupus ide sepak bola profesional. Setelah Bardosono melepas kewenangannya sebagai ketua umum PSSI, melalui Kongres PSSI 1977 di Semarang, terpilih Ali Sadikin sebagai penerus jabatan ketua umum PSSI lima tahun ke depan terhitung sejak bulan September 1977. Setahun kemudian, melalui SK ketua umum PSSI bernomor 27XII/1977 tertanggal 18 Desember 1977, ditetapkanlah Kadir Yusuf sebagai Ketua Komisi Sepakbola Profesional. Dengan demikian sejak dikeluarkannya SK tersebut PSSI tidak lagi hanya membina sepak bola amatir, tetapi juga memberdayakan sepak bola profesional, sebagai bagian dari wahana menyeleksi pemain untuk dipilih memperkuat tim nasional. Kadir Yusuf yang dikenal begitu mendalami sepak bola, mencoba mempersiapkan
perangkat peraturan dan segala sesuatunya yang diperlukan
untuk mewujudkan konsep sepak bola profesional yang telah diusung dalam rapat sebelumnya. Hal ini terutama terkait dengan masalah manajemen sepak bola. Berangkat dari hasil bahasan dan penelitian, bisa dirasakan bahwa pada saat itu Indonesia belum mungkin terjun langsung ke dalam dunia sepak bola profesional seperti di Eropa, sehingga kemudian diputuskan, bahwa pengurus PSSI belum bisa merealisasikan sepak bola profesional. Namun demikian pengurus PSSI 23 PSSI, 1987, Laporan Empat Tahunan PSSI 1983-1987, Jakarta: PSSI, halaman 30
xliv
menyetujui lahirnya sistem pembinaan sepak bola semacam profesional dengan sebuah konsepsi dasar yang menyeluruh. Berkenaan dengan hal itu, salah satu topik yang akan disampaikan pimpinan
PSSI
dalam
sidang
paripurna
tahun
1978
adalah
masalah
pengembangan sepak bola ke arah profesional atau non-amatir. Perumus konsep tersebut adalah Ketua Bidang Organisasi PSSI, Soeparjo Poncowinoto, berdasarkan bahan-bahan dari Kadir Yusuf. Dari inti permasalahan yang akan dituangkannya dalam sidang paripurna PSSI, Soeparjo mengatakan bahwa perkembangan sepak bola di Indonesia menuntut adanya suatu lembaga untuk mengurus persoalan yang timbul dengan kaitan non-amatir. Wacana pembentukan lembaga profesional sebagai jalan keluar terkait masalah sepak bola non-amatir memang sempat diutarakan dalam siding paripurna. Namun, Poncowinoto menjelaskan bahwasanya untuk saat itu belum bisa diterapkan secara langsung. Beberapa alasannya antara lain, dikatakan bahwa klub profosional itu belum mungkin hidup dari hasil penjualan karcis pertandingan semata. Bagi PSSI, pemain yang sudah meneken kontrak dalam klub profosional, tidak mungkin bisa dimanfaatkan lagi untuk memperkuat tim dalam turnamen yang bersifat amatir. Oleh karena itu Poncowinoto mengusulkan sebuah jalan tengah24. Jalan tengah yang akan diperkenalkan itu bernama Liga Sepakbola Utama (Galatama). Menurut Poncowinoto, pemain dari klub yang akan bergabung dalam liga itu nantinya masih berstatus amatir, hanya saja klubnya ditata secara
24
PSSI, 1979, Galatama Mencatat Sejarah, Jakarta: PSSI, halaman 29
xlv
profesional. Penataan secara profesional itu, antara lain, adalah diperkenalkannya sistim kontrak bagi pemain. Dengan sistim kontrak ini diharapkan bisa diselesaikan masalah pelanggaran disiplin atas pemain. Selama ini tidak pernah ada ikatan khusus antara pemain dengan suatu klub, sehingga mereka hanya terikat secara moril. Rencananya, Liga ini nanti, sebagaimana juga perserikatan, akan mempunyai kompetisi sendiri. Pemain dari klub yang memilih bergabung dengan Liga tidak mungkin lagi bermain dalam kompetisi perserikatan. Inilah sebagian hal yang akan ditertibkan lewat Liga25. Akhirnya, melalui Sidang Pengurus Paripurna tahun 1978, PSSI membentuk Komisi Galatama. Tidak hanya Galatama, PSSI juga menetapkan lahirnya tiga lembaga lain yaitu Galakarya, Galasiswa, dan Galanita26. Untuk pimpinan Bidang Lembaga-lembaga tersebut selama tiga bulan dipegang langsung oleh Ketua Umum PSSI, dalam hal ini Ali Sadikin. Disusul kemudian ditetapkannya Sjarnoebi Said, sebagai Ketua Pelaksana Bidang Lembagalembaga. Pemilihan tersebut beralasan, mengingat sebelum digelarnya Sidang Pengurus Paripurna 1978, Sjarnoebi Said telah diangkat sebagai Ketua Bidang Liga. Selama dalam jabatan tersebut Sjarnoebi bertugas melakukan kunjungankunjungan ke daerah-daerah mensosialisasikan konsep Galatama, selain ingin mendapatkan dukungan dari Komda PSSI27. Untuk
menindaklanjuti
konsep
Galatama,
Sjarnoebi
mengadakan
pertemuan pertama dengan para calon anggota Galatama pada 17 Oktober 1978 di
25 26
Ibid Galakarya: Liga Sepakbola Karyawan, Galasiswa: Liga Sepakbola Mahasiswa Galanita : Liga Sepakbola Wanita 27 Edy Elison, 2005, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, Jakarta: PSSI, halaman 42
xlvi
kantor PSSI. Rapat lanjutan digelar ditempat yang sama sampai dengan 8 kali untuk membahas masalah, mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, selain memantapkan peraturan yang sudah dipersiapkan oleh Komisi Galatama sebelumnya. Melalui pertemuan-pertemuan itulah akhirnya ditetapkan laga Kompetisi Galatama pertama akan dimainkan pada 22 s/d 24 Desember 197828. Ternyata rencana semula untuk menggelar laga perdana kompetisi Galatama sebelum tahun 1979, tidak dapat dilaksanakan, mengingat pembenahan administrasi klub, termasuk setiap peserta diwajibkan memiliki deposit uang di bank sebagai persyaratan belum terpenuhi secara keseluruhan. Rapat Pengurus Harian PSSI akhirnya menetapkan 17 Maret 1979 sebagai hari pembukaan Kompetisi Galatama dengan peserta 14 klub, menggunakan sistem kompetisi home and away, setiap klub akan saling bertemu dua kali.
28
PSSI, 1979, Galatama Mencatat Sejarah, Jakarta: PSSI, halaman 30
xlvii
BAB III PERKEMBANGAN KOMPETISI GALATAMA A. Peraturan Dasar Galatama Pasal 1 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama menyebutkan bahwa : “Lembaga Sepakbola Utama, selanjutnya disingkat GALATAMA,
adalah
wadah
dalam
lingkungan
organisasi
PSSI
bagi
penyelenggaraan, pengurusan dan pembinaan kegiatan sepak bola melalui Perkumpulan-perkumpulan Sepakbola Anggota GALATAMA, di mana para pemainnya menjadikan sepak bola sebagai jenjang karir. Di lingkungan organisasi PSSI, GALATAMA adalah satu bagian dari Bidang Lembaga-lembaga Sepakbola, wadah kegiatan sepak bola yang berciri khusus”. Beberapa pihak dalam kalangan sepak bola juga ada yang menyebut Galatama sebagai kepanjangan dari Liga Sepakbola Utama. Secara organisasi, dalam PSSI kedudukan Galatama merupakan bagian dari Bidang Lembaga-lembaga Sepakbola PSSI yang mengurus penyelenggaraan kegiatan perkumpulan anggota Galatama sebagai anggota penyokong PSSI.29 Galatama dipimpin oleh Ketua Bidang Lembaga-lembaga Sepakbola yang dibantu oleh unsur staf yang terdiri atas staf sekretariat, komisi Galatama dan komisi lain yang dianggap perlu. Sementara untuk pengurusan dan penyelenggaraan administrasi Galatama dilaksanakan oleh sekretariat bidang. Di tingkat kongres
29 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama, Pasal 3
xlvii i
PSSI, kepentingan perkumpulan anggota Galatama diperhatikan dan diwakili oleh pengurus PSSI.30 Sebagaimana juga diatur dalam Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama, syarat-syarat bagi perkumpulan sepak bola untuk menjadi anggota antara lain: CI. Memiliki Badan Hukum dengan modal kerja sekurang-kurangnya dua puluh lima juta rupiah. CII.
Memiliki sekurang-kurangnya dua kesebelasan masing-
masing Senior dan Yunior sebagai anggota perkumpulan. CIII.
Membayar uang muka kepada PSSI sebesar seratus ribu
rupiah dan iuran bulanan dua puluh lima ribu rupiah. CIV.
Menyatakan kesediaan untuk mengutamakan kepentingan
nasional dalam sepak bola (PSSI) CV.
Mendapat
persetujuan
pengurus
PSSI
berdasarkan
pertimbangan kekuatan perkumpulan CVI.
Memiliki peraturan tentang jaminan kesejahteraan pemain
CVII.
Menyatakan
perkumpulannya
kesediaan
kepada
memberikan
Perserikatan
pemain
anggota
anggota
PSSI,
jika
diperlukan dalam pertandingan resmi yaitu Kompetisi Nasional Utama dan Pekan Olahraga Nasional
30 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama, Pasal 4
xlix
CVIII.
Mengajukan permohonan menjadi anggota Galatama
dengan mengisi
formulir
yang disediakan
oleh Pengurus
PSSI/Bidang lembaga-lembaga Sepakbola31 Dalam peraturan, disebutkan bahwa yang diakui sebagai pemain Galatama adalah seorang pria berumur sekurang-kurangnya 18 tahun, berbadan sehat yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter dan berkelakuan baik. Melalui pengurus, PSSI dapat memberi dispensasi bagi pemain dibawah umur. Pemain harus terdaftar sebagai anggota perkumpulan yang tergabung dalam Galatama dan didaftarkan pada Pengurus PSSI. Pemain tersebut menyatakan ikatannya pada perkumpulan Galatama dalam suatu naskah perjanjian yang ditandatangani sendiri. Mentaati segala peraturan Perkumpulannya dan PSSI, serta memberikan segala kemampuannya dalam sepak bola kepada perkumpulannya dan PSSI. Status yang dimiliki pemain Galatama adalah tetap sebagai pemain amatir, namun memiliki nilai kontrak dan bayar sesuai kesepakatan dengan pihak klub .32 Perkumpulan Galatama juga dibenarkan mempergunakan pemain asing dengan syarat pemain yang bersangkutan telah mendapatkan izin dari pemerintah Republik Indonesia dengan rekomendasi dari PSSI serta persetujuan dari federasi sepak bola negara asalnya.33 B. Perkembangan Kompetisi Galatama 1. Kompetisi I Galatama (17 Maret 1979 s/d 06 Mei 1980)
31 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama, Pasal 9 32 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama, Pasal 15 33 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama, Pasal 18
l
Satu minggu sebelum partai perdana Galatama digelar, Syarnoebi Said, selaku ketua bidang lembaga-lembaga PSSI berkeyakinan dan berharap bahwa dengan adanya Galatama prestasi olahraga khususnya sepak bola akan meningkat. Jumlah perkumpulan yang akan berpartisipasi dalam kompetisi perdana Galatama berjumlah 14. Mereka adalah Jayakarta (Jakarta), Indonesia Muda (Jakarta), Warna Agung (Jakarta), Pardedetex (Medan), Parkesa 78 (Bogor), Arseto (Jakarta), Tunas Inti (Jakarta), Jaka Utama (Lampung), Sari Bumi Raya ( Bandung), Niac Mitra (Surabaya), BBSA Tama (Jakarta), Cahaya Kita (Jakarta), Tidar Sakti (Magelang), Buana Putra (Jakarta). Dari keempat belas klub, yang paling diunggulkan menjadi juara adalah Warna Agung, Indonesia Muda, Niac Mitra, Jayakarta, Padedetex, mengingat banyak pemainnya yang memperkuat tim nasional34. Beberapa klub peserta kompetisi I telah memasang target. Warna Agung berharap Galatama akan tetap eksis, untuk itu perlu adanya keseimbangan didalamnya. Keseimbangan yang dimaksud adalah meratanya kekuatan diantara perkumpulan, sehingga Warna Agung sangat mendukung bila ada perpindahan pemain berkualitas yang menyebar diantara perkumpulan.35 Berbeda dengan Parkesa 78, sebelum kompetisi dimulai, sang direktur Acub Zainal telah memasang target untuk berada di empat besar teratas saat kompetisi berakhir. Sementara itu, Jayakarta menyebut bahwa mereka telah menanti bentuk kompetisi semacam Galatama ini selama 9 tahun sehingga dapat dikatakan Jayakarta adalah tim paling siap secara pembinaan dan modal prestasi di Galatama. Berbekal dua 34Pos Kota, 19 Februari 1979 35Pos Kota, 14 Februari 1979
li
kali menjuarai kompetisi Persija divisi I, Jayakarta bersama Warna Agung dan Indonesia Muda disebut sebagai tim favorit juara untuk kompetisi perdana Galatama36. Perkumpulan lain meski tidak mematok prestasi yang jelas, tetap berpartisipasi dalam Galatama guna meningkatkan prestasi sepak bola Indonesia37.
Tabel 1 Klasemen Akhir Kompetisi I Galatama
36Pos Kota, 19 Februari 1979 37Pos Kota, 20 Februari 1979
lii
No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Warna Agung
25
17
4
4
62
24
38
2
Jayakarta
25
14
9
2
36
8
37
3
Indonesia Muda
25
15
6
4
62
28
36
4
Niac Mitra
25
13
8
4
62
19
34
5
Pardedetex
25
10
8
7
37
21
28
6
Jaka Utama
25
10
5
10
30
33
25
7
Perkesa '78
25
10
4
11
33
30
24
8
Arseto
25
7
10
8
34
33
24
9
Tunas Inti
25
7
7
11
34
39
21
10
Sari Bumi Raya
25
7
7
11
26
42
21
11
Cahaya Kita
25
8
5
12
28
58
21
12
Tidar Sakti
25
4
5
16
30
74
13
13
Buana Putra
25
3
6
16
19
52
12
14
Bbsa Tama
13
2
0
11
10
42
4
503
503
Jumlah Gol
=
Pencetak Gol Terbanyak : Hadi Ismanto ( 22 Gol ) Indonesia Muda
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Perebutan juara kompetisi I ditentukan dalam pertandingan antara Jayakarta dan Warna Agung yang berlangsung di Senayan. Berada di posisi teratas klasemen dengan hanya selisih satu poin membuat keduanya memiliki peluang yang sama untuk menjadi juara. Melalui skor tipis 1-0, Warna Agung akhirnya berhasil menggenggam gelar juara kompetisi I Galatama. Catatan lain menunjukkan, Indonesia Muda, Warna Agung dan Niac Mitra menjadi tim produktif selama kompetisi dengan masing-masing mencetak 64 gol, sementara Jayakarta memiliki pertahanan paling kokoh dengan kemasukan 8 gol. Meski
liii
hanya berakhir di posisi 3 Indonesia Muda boleh berbangga, karena penyerang mereka Hadi Ismanto menjadi pencetak gol terbanyak dengan 22 gol38.
2. Kompetisi II Galatama ( 11 Oktober 1980 s/d 13 Maret 1982 ) Dalam rapat anggota Galatama tanggal 5 Juni 1979 di Senayan untuk persiapan Kompetisi II, Nabun Noor selaku perwakilan dari Parkesa 78 terpilih menjadi ketua liga. Selanjutnya akan dipersiapkan seleksi bagi calon anggota baru Galatama. Minat untuk membentuk sebuah klub Galatama terus saja muncul, kendati banyak permasalahan yang muncul pada musim pertama. Tidak kurang ada 7 klub baru yang ingin bergabung menjadi anggota Galatama. Tidak semua calon tersebut langsung bergabung secara otomatis menjadi anggota baru Galatama, meski telah mendaftarkan diri secara resmi ke PSSI. Untuk kali ini, Liga lebih selektif dalam memilih tim yang layak menjadi anggota baru39. Dari 7 calon anggota baru diadakan seleksi untuk menentukan 5 tim yang berhak berpartisipasi dalam kompetisi II. Penyaringan itu dilakukan melalui pertandingan seleksi.40 Lima tim terbaik yang lolos menjadi anggota baru Galatama sesuai urutan adalah Angkasa, UMS 80, Mertju Buana, Bintang Timur dan Makasar Utama. Sementara dua tim lain gagal karena berada di posisi terbawah klasemen dalam pertandingan seleksi, keduanya adalah Jakarta Putra dan Sawunggaling41.
38Rekap Kompetisi I Galatama 39Pos Kota, 18 Juni 1980 40Pos Kota, 15 September 1980 41Pos Kota, 3 Oktober 1980
liv
Dalam kompetisi II kali ini, beberapa klub ada yang berpindah home base. Berikut adalah daftar lengkap peserta kompetisi II Galatama : Warna Agung, Jayakarta, Tunas Inti, UMS 80, Arseto, Angkasa (Jakarta), Pardedetex, Mertju Buana (Medan), Jaka Utama (Lampung), Niac Mitra, Indonesia Muda, Parkesa 78 (Surabaya), Cahaya Kita (Semarang), Bintang Timur (Cirebon), Sari Bumi Raya (Yogyakarta), Buana Putra (Bogor), Tidar Sakti (Magelang), Makasar Utama (Makasar)42. Ada 18 tim yang berlaga di kompetisi II kali ini dan masih menggunakan sistem klasemen penuh. Tabel 2 Klasemen Akhir Kompetisi II Galatama N0
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Niac Mitra
34
25
5
3
102
21
55
2
Jayakarta
34
22
8
3
50
12
52
3
Indonesia Muda
34
21
9
4
66
18
51
4
Warna Agung
34
18
9
7
74
30
45
5
Pardedetex
34
17
10
7
54
21
44
6
Mertju Buana
34
16
11
7
45
29
43
7
Perskasa '78
34
14
11
9
48
34
39
8
Makassar Utama
34
13
13
8
34
26
39
9
Arseto
34
14
7
13
53
41
35
10
U.M.S. ' 80
34
14
7
13
48
38
35
11
Tunas Inti
34
13
9
12
46
41
35
12
Jaka Utama
34
8
16
10
44
45
32
13
Angkasa
34
10
9
15
35
44
29
14
Sari Bumi Raya
34
5
10
19
29
75
20
15
Bintang Timur
34
5
9
20
19
53
19
16
Tidar Sakti
34
3
12
19
23
75
18
17
Buana Putra
34
2
10
22
23
73
14
18
Cahaya Kita
34
1
3
30
23
140
5
42Pos Kota, 7 Juli 1980
lv
Jumlah Gol
=
816
816
Pencetak Gol Terbanyak : Syamsul Arifin ( 30 Gol ) Niac Mitra
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Dalam kompetisi II, sempat ada kekecewaan dari beberapa perkumpulan Galatama terhadap PSSI. Kekecewaan itu berdasar atas mekanisme pemanggilan pemain untuk pelatnas guna memperkuat tim PSSI Utama. Di tahun 1980, banyak sekali agenda pertandingan dari PSSI yang bersamaan dengan jadwal kompetisi Galatama, alhasil beberapa klub Galatama tidak diperkuat oleh pemain andalannya karena harus memperkuat tim nasional. Tentu saja hal ini merugikan beberapa klub Galatama. Mengingat dalam peraturan organisasi ada kewajiban untuk mengutamakan kepentingan tim nasional dan Galatama sendiri merupakan salah satu elemen dari PSSI maka tidak dapat dihindari beberapa klub kehilangan pemainnya sementara waktu tanpa dispensasi apapun sedangkan kompetisi terus berjalan43. Gambar I Foto pertandingan Warna Agung dan Arseto pada Kompetisi II Galatama
43Pos Kota, 15 April 1981
lvi
Sumber : Pos Kota, 18 April 1981 Sejak pertengahan kompetisi Niac Mitra memang difavoritkan menjadi juara. Dengan menyisakan satu laga sisa, Niac Mitra berhasil mengunci gelar juara kompetisi II Galatama44. Gelar tersebut dilengkapi dengan kemenangan di sisa laga, menundukkan Jayakarta yang berada di posisi runner up dengan skor 10. Titel juara Niac Mitra makin sempurna dengan raihan 30 gol yang dicetak Syamsul Arifin sebagai top scorer. Raihan Syamsul Arifin pun akhirnya menjadi rekor abadi pencetak gol terbanyak selama kompetisi Galatama digelar. Niac Mitra juga tercatat sebagai tim paling offensive sepanjang kompetisi, 102 gol berhasil dicetak. Jayakarta yang gagal menjadi juara dan berada di posisi kedua menjadi tim paling kokoh pertahanannya, 12 kali gawang mereka kemasukan gol lawan45. 3. Kompetisi III Galatama (28 Agustus 1982 s/d 28 Mei 1983) Menginjak kompetisi III, Galatama akan memberlakukan pembagian divisi. Hanya ada 15 tim yang akan berlaga di kompetisi III divisi I Galatama, semuanya adalah tim yang berada dperingkat 1 sampai 15 klasemen akhir kompetisi II. Tiga tim sisa (Cahaya Kita, Buana Putra, dan Tidar Sakti) kompetisi II dipastikan degradasi dan direncanakan untuk bergabung dalam divisi II46. Untuk divisi II ada 6 tim yang akan berlaga Semen Padang (Padang), Bima Kencana (Ujung Pandang), Caprina Bali (Sukabumi), Tempo Utama (Bandung),
44 Pos Kota, 10 Maret 1982 45 Rekap Kompetisi II Galatama 46 Pos Kota, 16 Maret 1982
lvii
Cahaya Kita (Jakarta) dan Mataram Putra (Yogyakarta). Buana Putra dan Tidar Sakti yang semula direncanakan bergabung di divisi II mengundurkan diri47. Pada kompetisi III, antusiasme masyarakat semakin meluas, karena 2 klub yakni Pardedetex dan Niac Mitra mulai menggunakan jasa pemain asing. Jairo Matos (Brasil) dan Ulrich Wilson (Jerman Barat) merupakan pemain yang dikontrak Pardedetex. Keduanya mampu memberikan peran yang berarti bagi tim dan kontrak keduanya bukanlah hal yang mubazir. Menurut TD Pardede, merupakan sosok pemain kunci bagi Pardedetex. Jairo selalu tampil bagus di setiap laga yang dijalani Pardedetex. Pujian yang diberikan kepada Jairo tidaklah berlebihan. Tanpa merendahkan peran pemain lain, terbukti untuk kompetisi III, Pardedetex yang dua musim sebelumnya selalu berada di posisi 5, setelah kehadiran Jairo dan Ulrich berada di ranking 3 klasemen akhir48. Tabel 3 Klasemen Akhir Kompetisi III Galatama
No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Niac Mitra
28
18
6
4
57
18
42
2
U.M.S. ' 80
28
15
9
4
40
21
39
3
Pardedetex
28
16
7
5
38
20
39
4
Warna Agung
28
14
7
7
45
23
35
5
Indonesia Muda
28
15
4
9
42
29
34
6
Perkesa '78
28
11
11
6
27
22
33
7
Tunas Inti
28
12
8
8
37
30
32
8
Arseto
28
9
11
8
42
37
29
9
Makassar Utama
28
10
7
11
26
21
27
10
Mertju Buana
28
7
12
9
24
25
26
47 Pos Kota, 3 Maret 1983 48 Edy Elison, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, 2005, Jakarta: PSSI, halaman 83
lviii
11
Jaka Utama
28
9
4
15
26
40
22
12
Sari Bumi Raya
28
7
7
14
25
41
21
13
Angkasa
28
4
8
16
18
46
16
14
Jayakarta
28
0
13
15
11
43
13
15
Bintang Timur
28
7
6
19
23
65
12
481
481
Jumlah Gol
=
Pencetak Gol Terbanyak : Dede Sulaiman (17 Gol ) Indonesia Muda
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Jika di Pardedetex ada Jairo dan Ulrich, maka di Niac Mitra ada Fandi Ahmad dan David Lee yang berasal dari Singapura. Keduanya adalah pemain asing termahal yang pernah dimiliki Galatama. Niac Mitra berani membayar mahal keduanya, untuk satu musim kompetisi tidak kurang dari 22,5 juta rupiah dikeluarkan sebagai bayaran Fandi Ahmad dan 15 juta rupiah untuk David Lee. Agustinus Wenas, sang pemilik klub, tanpa keraguan berani mengeluarkan uang dalam jumlah besar melihat kemampuan keduanya setimpal dengan bayarannya. Niac Mitra, kampiun musim sebelumnya kembali mengangkat trofi juara. Selama kompetisi III, Niac Mitra hanya mampu menorehkan 57 gol, hampir separuh lebih sedikit dari yang mampu dicetak di kompetisi sebelumnya. Tetap saja capaian itu membuat Niac Mitra sebagai tim paling produktif sekaligus defensive di lini belakang dengan kemasukan 18 gol49. Penampilan bagus selama kompetisi ini tidak lepas andil dua pemain asingnya yang begitu memegang peran penting selama kompetisi.
Fandi Ahmad, yang bertugas sebagai playmaker,
awalnya belum begitu menyatu dengan permaiman tim, masih terlihat canggung. 49 Rekap Kompetisi III Galatama
lix
Beruntung banyak pemain-pemain Niac Mitra yang terus memberi dukungan dan membantu Fandi untuk beradaptasi serta menunjukkan kemampuan terbaiknya50. Torehan gol terbanyak pada kompetisi III dimiliki oleh Dede Sulaiman, ujung tombak Indonesia Muda. Kejutan muncul dari pendatang baru UMS 80 yang berhasil duduk di posisi 2 klasemen akhir. Lima besar hasil kompetisi III secara berurutan adalah: Niac Mitra, UMS 80, Pardedetex, Warna Agung, Indonesia Muda. Tiga urutan terbawah adalah Angkasa, Jayakarta, Bintang Timur.51 Divisi II yang baru diadakan pada kompetisi III memiliki kisah sendiri. Semen Padang yang sejak awal kompetisi menunjukkan dominasinya mampu meraih gelar juara divisi II. Langkah Semen Padang ke tangga juara tidak mudah. Tempo Utama yang duduk di urutan 2 memiliki poin yang sama yaitu 16. Semen Padang didaulat menjadi kampiun berkat keunggulan selisih gol sebanyak plus 22 gol, sedangkan Tempo Utama hanya plus 10 gol dari 10 kali pertandingan. Semen Padang dan Tempo Utama berhak masuk ke divisi I kompetisi berikutnya. Bima Kencana akan memainkan playoff segitiga bersama Jayakarta dan Bintang Timur untuk merebut satu tiket sisa untuk masuk sebagai tim ke 16 kompetisi divisi I berukitnya52. 4. Kompetisi IV Galatama (30 November 1983 s/d 20 Mei 1984) Kompetisi IV yang semula diadakan pada akhir Agustus 1983, diundur menjadi akhir November pada tahun yang sama. Pemanggilan pemain dari klub
50Wawancara dengan Rudy Ketjes, 25 Agustus 2007 51Rekap Kompetisi III Galatama 52 Jawa Pos , 7 Juni 1983
lx
Galatama untuk masuk pelatnas guna persiaan pra Olympiade menyebabkan jadwal
mundur
dari
seharusnya.
Bagaimanapun
juga
Galatama
wajib
mengutamakan kepentingan nasional. Larangan pemain asing telah diberlakukan. Tanpa pemain asing pun Niac Mitra, Tunas Inti dan Pardedetex tetap optimis meraih hasil gemilang di kompetisi IV. Rencana seleksi klub Galatama untuk kompetisi IV dibatalkan, karena Buana Putra dan Tidar Sakti mengundurkan diri. Perkembangan selanjutnya divisi II batal diadakan. Semua klub divisi II otomatis masuk ke divisi I, sehingga peserta kompetisi IV menjadi 18 klub lagi. Berdasarkan pengalaman pada kompetisi sebelumnya, ada klub yang kalang kabut menghimpun dana untuk pertandingan tandang, sehingga disinyalir terjadi jual beli gol sekedar untuk menutupi biaya akomodasi. Atas pertimbangan dari aspek finansial agar tidak memberatkan peserta, maka diputuskan kompetisi IV dibagi dalam 2 wilayah, Timur dan Barat. Tabel 4 Klasemen Akhir Kompetisi IV Galatama Wilayah Barat No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Yanita Utama
15
9
4
2
34
11
22
2
Indonesia Muda
15
6
8
1
28
18
20
3
U.M.S '80
15
6
6
3
32
18
18
4
Mertju Buana
15
5
8
2
21
14
18
5
Semen Padang
15
4
8
3
17
16
16
6
Tempo Utama
16
4
5
7
14
24
13
7
Perdedetex
9
3
5
1
10
10
11
8
Sari Bumi Raya
15
1
4
10
13
28
6
9
Angkasa
15
1
4
10
9
39
6
178
178
Jumlah Gol =
lxi
Wilayah Timur No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Tunas Inti
16
11
5
0
42
8
27
2
Perkesa '78
16
7
6
3
35
11
20
3
Makassar Utama
16
5
10
1
17
5
20
4
Caprina
16
8
3
5
21
19
19
5
Warna Agung
16
6
4
6
29
12
16
6
Arseto
16
4
8
4
22
12
16
7
Niac Mitra
16
6
3
7
16
12
15
8
Bima Kencana
16
3
3
10
10
27
9
9
Cahaya Kita
16
1
0
15
7
93
2
199
199
Jumlah Gol =
Babak 8 Besar Gruop A No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Tunas Inti
6
2
3
1
8
4
7
2
Mertju Buana
6
2
2
2
9
5
6
3
Indonesia Muda
6
2
2
2
3
7
6
4
Makassar Utama
6
2
1
3
3
7
5
23
23
Jumlah Gol =
Babak 8 Besar Gruop B No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
U.M.S.'80
6
5
1
0
9
2
11
2
Yanita Utama
6
3
2
1
9
5
8
3
Perkesa'78
6
1
2
3
4
5
4
4
Caprina Bali
6
0
1
5
1
11
1
23
23
Jumlah Gol =
Semi Final U.M.S. '80
Final 3 & 4 1
U.M.S.'80
lxii
1
Vs Mertju Buana
Vs 3
Tunas Inti
2
Final 1 & 2 Yanita Utama
7
Yanita Utama
Vs
Adu Pinalti
Vs
Tunas Inti
6
Mertju Buana
1
0
Pencetak Gol Terbanyak :Bambang Nurdiansyah (13 Gol ) Yanita Utama
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Pembagian dua wilayah tersebut ditetapkan sebagai berikut : Barat: Yanita Utama, Indonesia Muda, UMS 80, Mertju Buana, Semen Padang, Tempo Utama, Pardedetex, Sari Bumi Raya, Angkasa Timur: Tunas Inti, Parkesa Mataram, Makasar Utama, Caprina, Warna Agung, Arseto, Niac Mitra, Bima Kencana, Cahaya Kita. Terjadi perpindahan home base di antara klub perserta kompetisi IV. Caprina yang sebelumnya bermarkas di Sukabumi kini pindah ke Bali. Parkesa 78 pindah ke Yogyakarta, sehingga berganti nama menjadi Parkesa Mataram. Arseto pun turut hijrah dari Jakarta ke Solo. Yanita Utama adalah tim baru bermaterikan sebagian besar pemain Jaka Utama yang dibubarkan oleh Marzli Warganegara, sang pemilik klub. Yanita Utama tetap bermarkas di Bogor53. Kompetisi IV kali ini terbagi dalam dua wilayah, sehingga dipastikan setiap klub tidak akan saling bertemu. Menurut aturan liga, empat tim teratas dari masing-masing wilayah berhak masuk ke babak play-off 8 besar dengan sistem silang yag juga terbagi dalam dua grup. Dua klub teratas dari masing-masing grup akan melaju ke semi final dan yang menang selanjutnya masuk ke final. Di babak
53 http://www.rsssf.com/tablesi/indo84a.html
lxiii
8 besar, UMS 80, Yanita Utama, Parkesa Mataram, Caprina berada di grup A. Penghuni grup B adalah Tunas Inti , Mertju Buana, Indonesia Muda dan Makasar Utama. Pada pertandingan semifinal UMS 80 melawan Metju Buana, sedangkan Yanita Utama bertemu Tunas Inti. Di final, Yanita Utama berhasil menyandang gelar juara setelah menaklukan Merju Buana dengan skor tipis 1-054. 5. Kompetisi V Galatama (04 Agustus 1984 s/d 3 Desember 1984) Galatama semakin mundur di kompetisi V. Kali ini hanya ada 12 klub yang turut ambil bagian. Hanya ada satu klub baru, Bali Yudha. Bali Yudha merupakan ‘reinkasnasi’ dari Caprina yang dilepas oleh Herlina Kasim pada musim sebelumnya. Sebelas tim lainnya adalah: Yanita Utama, U.M.S. '80, Makassar Utama, Tunas Inti, Warna Agung, Semen Padang, Mertju Buana, Perkesa'78, Indonesia Muda, Niac Mitra, Arseto. Liga memutuskan untuk menggelar kompetisi V dalam satu wilayah, karena hanya diikuti oleh 12 klub55.
Tabel 5 Klasemen Akhir Kompetisi V Galatama
No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Yanita Utama
22
12
7
3
37
17
31
2
U.M.S. '80
22
11
7
4
36
16
29
3
Makassar Utama
22
9
11
2
25
14
29
4
Tunas Inti
22
11
5
6
30
19
27
5
Warna Agung
22
9
7
6
28
16
25
54 Rekap Kompetisi IV Galatama 55 Edy Elison, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, 2005, Jakarta: PSSI, halaman 86
lxiv
6
Semen Padang
22
9
5
8
22
21
23
7
Mertju Buana
22
6
9
7
24
20
21
8
Perkesa'78
22
7
7
8
28
25
21
9
Indonesia Muda
22
7
5
10
25
29
19
10
Niac Mitra
22
4
8
10
17
24
16
11
Arseto
22
5
3
14
18
34
13
12
Bali Yudha
22
3
4
15
13
68
10
303
303
Jumlah Gol
=
Pencetak Gol Terbanyak :Bambang Nurdiansyah (13 Gol ) Yanita Utama
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Klasemen akhir liga menunjukkan Yanita Utama keluar sebagai juara dengan raihan 31 poin hasil dari 22 laga. Di tempat kedua dan ketiga bersaing ketat antara UMS 80 dan Makassar Utama dengan koleksi poin yang sama, 29. Bali Yudha dan Arseto berada di posisi terbawah. Nasib buruk rupanya sedang berpihak pada Niac Mitra. Kembali juara kompetisi II dan III harus menerima posisi 3 dari dasar klasemen akhir. Yanita Utama juga mencatat hasil baik, penyerang andalan Bambang Nurdiansyah kembali bertengger sebagai pencetak gol terbanyak. 13 gol dari 22 pertandingan berhasil dibuat oleh Bambang56. Setalah kompetisi V berakhir, salah satu klub perintis Galatama dipastikan mundur dari kompetisi VI. Klub perintis itu dalah Indonesia Muda. Selama Galatama berlangsung Indonesia Muda termasuk tim papan atas. Hanya sekali terseok diperingkat 9 kompetisi V dan ujungnya adalah pengunduran diri dari liga. Di dalam surat pengunduran diri yang diajukan ke PSSI, Indonesia Muda beralasan telah mengalami kerugian dalam membiayai partisipasi mereka dalam Galatama. Sejak berdiri tahun 1930, Indonesia Muda tidak hanya membina 56 Rekap Kompetisi V Galatama
lxv
cabang sepak bola saja, namun juga renang dan atletik. Jika hanya mengurusi sepak bola saja dapat menggangu pembinaan cabang olahraga lainnya. Menurut M.A. Rais, pemilik klub, untuk membiayai sepak bola selama setahun saja, Indonesia Muda rata- rata menghabiskan dana sebanyak 150 juta rupiah. Ditambah cabang olahraga lain, yang masuk dalam binaan, mencapai 200 juta rupiah. Hasil terakhir dari kompetisi V, dirasakan amat mengecewakan pengurus Indonesia Muda. Di tengah kondisi Liga yang sedang meredup akibat kasus suap, klub yang mendapat dukungan dana dari Pertamina ini, akhirnya memutuskan untuk menarik diri dari kompetisi. Secara pribadi, Stanley Gouw (manajer Tunas Inti) mengutarakan, mundurnya Indonesia Muda berarti liga telah kehilangan satu tim tangguh. Pada akhir tahun 1984, sempat merebak kabar Galatama akan bubar. Hal ini disebabkan anggota Galatama tersisa 8 klub saja. Konsistensi dan semangat yang tersisa dari anggota yang masih bertahan membuat Galatama tetap berjalan meski sedikit klub yang masih eksis57. 6. Kompetisi VI Galatama (22 September 1985 s/d 24 Desember 1985) Semarak sepak bola kembali hadir menjelang kompetisi VI Galatama, sayang itu semua hanya berlaku di Perserikatan. Sejak dimulainya kompetisi 12 besar Perserikatan pada awal Januari 1985, selera menonton pertandingan dari para pecandu bola kembali kembali bangkit, jika dibandingkan dengan Galatama yang sering sepi penonton di kompetisi V. Galatama, wadah sepak bola nonamatir ini kian tenggelam wibawanya, justru saat minat penonton datang ke stadion di
Perserikatan mulai tumbuh kembali. Harus diakui mutu pemain
57 Majalah Tempo, 22 Desember 1984, hal 70
lxvi
Galatama semakin menurun saja, terbukti banyak sekali pemain yang terlibat kasus suap, bahkan bisa disamakan dengan Perserikatan. Terbukti dari hasil turnamen Perserikatan 1985. Persija, yang diperkuat sedikitnya delapan eks pemain Galatama tidak bisa berbuat banyak. Tim yang diperkuat oleh pemain tenar semacam Hadi Ismanto dan Didik Darmadi ini tersingkir di babak 6 besar Kejuaraan Nasional Perserikatan 1985. Di tengah sorotan miring terhadap kemampuan pemain eks Galatama, kembali muncul kabar menyedihkan buat Galatama, Yanita Utama, klub yang telah dua kali juara kompetisi, mengirimkan surat pemberitahuan kepada PSSI yang ditandatangan oleh Boesairi Abdullah selaku manager tim. Dalam surat itu tertulis bahwa sejak tanggal 12 Februari 1985, Yanita Utama dibubarkan. Alasan pembubaran itu adalah pimpinan klub yang sedang sakit dan bisnisnya mengalami kemunduran karena terlalu lama ditinggalkan untuk kegiatan bola. Yanita Utama dinaungi oleh grup Yanita yang bergerak di perkebunan tebu dan pabrik gula. Pitoyo Haryanto mendirikan klub Yanita Utama pada 1983. Pitoyo membeli klub yang sebelumnya bernama Jaka Utama dari Marzoeli Warganegara, pengusaha asal Lampung. Keberhasilan Yanita Utama tidak lepas dari besarnya biaya yang dikeluarkan untuk menghidupi klub. Menurut pengakuan Pitoyo, gaji pemain terendah di Yanita Utama adalah 200 ribu rupiah, tidak termasuk bonus. Selain itu, khusus kepada pemain beberapa pemain top, klub bersedia membayar kontrak sebesar 3 sampai 5 juta rupiah selama setahun. Dengan fasilitas yang menggiurkan itu, dalam waktu beberapa bulan saja, banyak pemain tenar pindah
lxvii
ke Yanita Utama. Maka wajar bila klub ini cepat menanjak dan langsung jadi juara berturut-turut dalam dua musim kompetisi. Pembubaran Yanita Utama menambah panjang daftar klub yang angkat kaki dari Galatama. Klub lain, Tunas Inti juga telah menyatidakan mengundurkan diri dan tidak ikut kompetisi VI58. Pembubaran Yanita Utama, menarik keprihatinan dan simpati dari Syarnoebi Said. Syarnoebi merasa menyayangkan pembubaran klub dan tidak tega melihat nasib para pemain Yanita Utama, yang umumnya adalah pemain nasional, maka Syarnoebi pun memutuskan untuk menghimpun kembali para pemain yang tercecer dan membentuk mereka dalam sebuah tim baru. Semua pemain eks Yanita Utama, ditampung ke dalam klub baru yang diberi nama Kramayudha Tiga Berlian (KTB). KTB selanjutnya berada dibawah naungan PT. Krama Yudha Tiga Berlian Motors, agen tunggal mobil Mitsubishi59. Dengan diikuti 8 peserta, kompetisi VI kali ini berjalan singkat. KTB menunjukkan dominasi dalam kompetisi. Semenjak laga pertama kompetisi VI, KTB selalu berada di dua besar klasemen. KTB, tim baru bentukan Syarnoebi Said, keluar sebagai juara.Kembali Bambang Nurdiansyah, penyerang andalan KTB, menyandang titel sebagai pencetak gol terbanyak. Gelar juara KTB semakin sempurna dengan catatan selama kompetisi VI memiliki agregat gol 20-5. Secara berurutan urutan klasemen akhir kompetisi VI adalah: KTB, Arseto, Parkesa 78, Makassar Utama, Semen Padang Niac Mitra, Warna Agung, Tunas Inti60.
58 Majalah Tempo, 23 Februari 1985, hal 60 59 Edy Elison, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, 2005, Jakarta: PSSI, halaman 87 60Rekap Kompetisi VI Galatama ,
lxvii i
Tabel 6 Klasemen Akhir Kompetisi VI Galatama No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Krama Yudha TB
14
10
2
2
20
5
22
2
Arseto
14
9
1
4
19
11
19
3
Perkesa'78
14
5
5
4
13
13
15
4
Makassar Utama
14
6
2
6
13
13
14
5
Semen Pandang
14
4
6
4
13
14
14
6
Niac Mitra
14
4
4
6
14
17
12
7
Warna Agung
14
1
8
5
8
16
10
8
Tunas Inti
14
2
2
10
5
16
6
105
105
Jumlah Gol
=
Pencetak Gol Terbanyak : Bambang Nurdiansyah (13 Gol ) Krama Yudha
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
7. Kompetisi VII Galatama (31 Agustus 1986 s/d 16 November 1986) Kondisi ekonomi yang sulit di Indonesia, ditambah makin suramnya Galatama, ternyata tidak menjadi penghalang bagi keluarga pengusaha dibawah nuangan PT. Bakrie Bersaudara untuk terus meningkatkan kegiatan mereka dalam olahraga. Setelah sebelumnya pada 1983, Abu Rizal Bakrie (putra sulung Achmad Bakrie, pemilik grup perusahaan), mendirikan klub bulutangkis dengan nama Pelita Jaya, kini giliran Nirwan Bakrie (putra ketiga Achmad Bakrie) mencoba di cabang sepak bola dengan membentuk klub dengan nama yang sama.
lxix
Masuknya Pelita Jaya kedalam Galatama, otomatis menambah jumlah peseta kompetisi VII menjadi 9 klub61. Menjelang kompetisi berakhir, ada sedikit pertikaian antara Syarnoebi Said dengan Acub Zainal, selaku ketua lembaga Galatama PSSI. Ketegangan ini berawal dari keikutsertaan KTB dalam turnamen antar klub se-Asia. Semula Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) menjanjikan KTB langsung lolos ke putaran final bila mampu menang dalam babak penyisihan di Bangkok. AFC tiba-tiba merubah keputusannya. KTB diharuskan menjalani pertandingan segitiga terlebih dahulu di Hongkong. Perubahan keputusan ini tidak dapat diterima Syarnoebi, kemudian dia memutuskan KTB batal ke Hongkong sebagai tanda protes. Tabel 7 Klasemen Akhir Kompetisi VII Galatama
No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Krama Yudha Tb
16
10
4
2
26
7
35
2
Pelita Jaya
16
10
4
2
25
9
34
3
Arseto
16
7
6
3
22
13
31
4
Niac Mitra
16
5
7
4
19
17
23
5
Makassar Utama
16
5
3
8
14
13
20
6
Semen Pandang
16
5
4
7
15
25
20
7
Perkesa '78
16
4
6
6
13
17
17
8
Warna Agung
16
2
8
6
8
19
17
9
Tunas Inti
16
1
4
11
10
32
7
152
152
Jumlah Gol
=
Pencetak Gol Terbanyak : Ricky Yacob ( 9 Gol ) Arseto
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
61 Majalah Tempo, 23 Februari 1985, hal 60
lxx
Ditempat lain PSSI memutuskan untuk mengirim Pelita Jaya yang sedang naik daun sebagai pengganti. Syarnoebi merasa keberatan karena Acub justru memilih Pelita Jaya, bukannya KTB sebagai wakil Indonesia. Menurut Acub, Pelita Jaya akan menjadi opsi terakhir bila KTB benar-benar batal bermain di Hongkong. Pelita Jaya sendiri mengiginkan agar tetap KTB yang mewakili Indonesia. Kesalahpaham ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan, dan KTB bersedia berlaga di Hongkong62. 8. Kompetisi VIII Galatama (03 Oktober 1987 s/d 06 April 1988) Tabel 8 Klasemen Akhir Kompetisi VIII Galatama
No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Niac Mitra
26
19
3
4
44
13
61
2
Pelita Jaya
26
18
3
5
51
20
57
3
Arseto
26
13
9
4
50
18
48
4
Krama Yudha
26
11
8
7
21
15
41
5
Makassar Utama
26
12
5
9
21
24
41
6
Arema
26
10
10
6
33
20
40
7
Palu Putra
26
10
10
6
25
15
40
8
Semen Padang
26
11
4
11
27
30
37
9
Perkesa Mataram
26
8
9
9
26
27
33
10
Medan Jaya
26
6
6
14
18
32
24
11
Pusri Palembang
26
5
6
15
22
52
21
12
Lampung Putra
26
5
5
16
17
42
20
13
Warna Agung
26
4
7
15
11
33
19
14
Bandung Raya
26
4
6
16
20
45
18
386
386
Jumlah Gol
=
Pencetak Gol Terbanyak : Nasrul Koto ( 16 Gol ) Arseto
62 Majalah Tempo, 26 November 1986, hal 61
lxxi
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Berkat Pelita Jaya yang sedikit mampu menghidupkan kembali gairah sepak bola, beberapa pihak
ada yang mencoba kembali membentuk klub
Galatama. Kali ini ada enam tim pendatang baru yang mencoba menyemarakkan Galatama. Keenam tim itu adalah Bandung Raya, Lampung Putra, Pusri Palembang, Medan Jaya, Palu Putra. Kali ini para pendatang baru sedikit berupaya mencuri fanatisme Perserikatan. Lihat saja nama-nama dari keenam klub baru itu. Semuanya menggunakan nama daerah asal63. Pada kompetisi kali ini Niac Mitra di luar dugaan keluar sebagai kampiun. Melihat perjalanan Niac Mitra di kompetisi sebelumnya, tidak banyak yang menjagokan Niac Mitra sebagai juara. KTB secara mengejutkan hanya finish di tempat ke 4 di bawah Arseto. Sementara Pelita Jaya harus puas berada di nomor 2. Nasrul Koto, striker Arseto keluar sebagai top scorer dengan raihan 16 gol64. 9. Kompetisi IX Galatama (15 Oktober 1988 s/d 01 April 1989) Gambar 2 Foto dari pertandingan Pelita Jaya vs Parkesa Mataram pada Kompetisi IX
63Pos Kota, 29 September 1987 64Rekap Kompetisi VIII Galatama
lxxii
Sumber : Pos Kota, 2 Januari 1989 Kompetisi IX Galatama, juga disebut dengan Kompetisi Bentoel Galatama IX. Hal ini disebabkan kompetisi disponsori oleh perusahaan rokok PT. Bentoel. Selama gelaran kompetisi IX, tercipta 554 gol dari 18 klub peserta. Empat klub pendatang baru adalah Barito Putra, Petrokimia Putra, BPD Jateng dan Pupuk Kaltim. Dari keempatya Petrokimia Putra memberi kejutan denga duduk di posisi 5 klasemen akhir. Pelita Jaya,yang diasuh Benny Dolo, untuk pertama kalinya menjuarai kompetisi Galatama setelah bersaing ketat sepanjang musim dengan Niac Mitra. Gelar juara diperoleh Pelita Jaya dengan susah payah hingga laga pamungkas kompetisi. Selisih gol, yang menjadikan Pelita Jaya juara, karena keduanya memiliki poin yang sama 42. Di kelompok pencetak gol, Dadang Kurnia (Bandung Raya) dan Micky Tata (Arema Malang) memimpin dengan 18 gol. Menyusul di belakang keduanya ada Ricky Yacob (Arseto) degan 15 gol65. Gelar juara Pelita Jaya bukan satu-satunya penutup kompetisi IX Galatama. Kejadian memalukan dan tidak senonoh turut menutup kompetisi X. Tidak lama berselang dari laga akhir, PSSI menjatuhkan sanksi kepada pemain Galatama atas tindakan tidak senonoh di lapangan. Hal yang tidak pantas dilakukan bagi siapapun, terlebih seorang pemain tim nasional. Pemain yang
65Pos Kota. 8 April 1989
lxxii i
dimaksud adalah Elly Idris (Pelita Jaya). Melalui komisi hukum dan disiplin PSSI, Elly dikenai skorsing selama 2 tahun. Putusan ini meralat putusan yang sebelumnya dijatuhkan, skorsing 1 tahun percobaan 2 tahun.
Elly terbukti
bersalah melakukan perbuatan tidak senonoh di hadapan official Petrokimia pada laga pertengahan Maret 198966.
Tabel 9 Klasemen Akhir Kompetisi IX Galatama
No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Pelita Jaya
34
17
12
5
46
21
46
2
Niac Mitra
34
18
10
6
44
21
46
3
Arseto
34
16
9
9
38
24
41
4
Petrokimia Putra
34
15
10
9
32
26
40
5
Medan Jaya
34
15
9
10
41
32
39
6
Semen Padang
34
14
9
11
35
27
37
7
Bandung Raya
34
13
10
11
33
27
36
8
Arema
34
14
8
12
33
32
36
9
Pupuk Kaltim
34
11
12
11
26
28
34
10
Makassar Utama
34
12
10
12
29
38
34
11
Krama Yudha TB
34
9
14
11
36
31
32
12
Warna Agung
34
10
12
12
29
33
32
13
Pusri Palembang
34
12
7
15
28
34
31
14
BPD Jateng
34
10
10
14
28
31
30
15
Palu Putra
34
8
13
13
19
30
29
66Majalah Tempo. 6 Mei 1989
lxxiv
16
Perkesa Mataram
34
8
13
13
20
35
29
17
Lampung Putra
34
8
11
15
23
37
27
18
Barito Putra
34
3
8
23
14
47
14
554
554
Jumlah Gol
=
Pencetak Gol Terbanyak : 1. Micky Tata
(18 Gol ) Arema
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
10. Kompetisi X Galatama (07 Januari 1990 s/d 08 Agustus 1990) Tabel 10 Klasemen Akhir Kompetisi X Galatama
No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Pelita Jaya
34
16
14
4
45
19
46
2
Krama Yudha Tb
34
19
6
9
53
27
44
3
Pupuk Kaltim
34
15
11
8
36
19
41
4
Arema
34
15
11
8
31
26
41
5
Arseto
34
14
12
8
39
29
40
6
Niac Mitra
34
15
8
11
43
31
38
7
Semen Padang
34
14
10
10
42
31
38
8
Petrokimia Putra
34
13
8
13
32
32
34
9
Pusri Palembang
34
11
12
11
31
32
34
10
Lampung Putra
34
10
13
11
27
31
33
11
Palu Putra
34
12
9
13
33
38
33
lxxv
12
Medan Jaya
34
11
10
13
38
40
32
13
Makassar Utama
34
7
15
12
26
37
29
14
BPD Jateng
34
11
7
16
27
39
29
15
Perkesa Mataram
34
6
14
14
25
33
26
16
Barito Putra
34
8
10
16
30
47
26
17
Bandung Raya
34
8
9
17
36
56
25
18
Warna Agung
34
7
9
18
24
51
23
618
618
Jumlah Gol
=
Pencetak Gol Terbanyak : Bambang Nurdiansyah ( 15 Gol ) Pelita Jaya
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Masih dibawah bendera sponsor PT. Bentoel, kompetisi X juga masih diikuti oleh semua klub peserta kompetisi sebelumnya. Dengan percaya diri, Pelita Jaya untuk kali kedua menjuarai kompetisi Galatama, memenuhi target mereka di awal musim. Selama kompetisi X Galatama tercatat 618 gol tercipta. Selisih 2 poin dari rivalnya, KTB, Pelita Jaya mengoleksi 46 poin dengan agregat gol 45 – 19. Pelita Jaya mengukuhkan diri sebagai tim dengan produktivitas gol tertinggi, sekaligus paling sedikit kemasukan gol. Bambang Nurdiansyah, penyerang Pelita Jaya membekukan 15 gol selama kompetisi dan menjadi top scorer. Di posisi terakhir, ada Warna Agung. Juara edisi perdana Galatama itu kian melorot prestasinya67. 11. Kompetisi XI Galatama (11 November 1990 s/d 27 Februari 1992) Masih ada banyak klub yang bermain di kompetisi XI meskipun sponsor PT. Bentoel menarik diri dari Galatama. Kompetisi XI Galatama diikuti oleh 20 klub. 13 klub berasal dari kompetisi X. 7 klub sisanya pendatang baru. Ada 5 klub yang mengundurkan diri di kompetisi XI, yaitu Lampung Putra, Makassar Utama, 67 Rekap Kompetisi X Galatama
lxxvi
Palu Putra, Pusri Palembang dan Niac Mitra. 7 klub pendatang baru adalah Aceh Putra, Assyabaab SGS, Bentoel Galatama, Putra Mahakam dan Mitra Surabaya. Kompetisi XI diwarnai pembubarkan KTB oleh pemilik pada paruh kompetisi68. Kompetisi XI merupakan kompetisi terbaik berdasarkan kans rivalitas dari 5 tim teratas, karena saat meyisakan 4 laga sisa kelima tim memiliki peluang juara69. Klasemen akhir menempatkan klub asal kota Solo, Arseto sebagai juara. Persaingan ketat meraih gelar juara ada di tiga besar. Pupuk Kaltim dan Pelita Jaya adalah rival berat Arseto dalam meraih gelar juara. Raihan 53 poin mengukuhkan Arseto di puncak klasemen dengan agregat 48 -21, sekaligus sebagai tim dengan kemasukan gol terendah. Arema yang menempati posisi 4 klasemen justru menjadi tim dengan produktivitas tertinggi. Pemain Arema, Singgih Pitono, berhasil menjadi pencetak gol terbanyak dengan 21 gol70.
Tabel 11 Klasemen Akhir Kompetisi XI Galatama
No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Arseto
37
23
7
7
48
21
53
2
Pupuk Kaltim
37
22
7
8
50
24
51
3
Pelita Jaya
37
20
10
7
43
23
50
4
Arema
37
18
11
8
54
29
47
5
Petrokimia Putra
37
15
16
6
42
24
46
6
Medan Jaya
37
17
9
11
45
29
43
68
Rekap Kompetisi XI Galatama Wawancara dengan Eduard Tjong, 24 Oktober 2007 70 Rekap Kompetisi XI Galatama 69
lxxvi i
7
Barito Putra
37
13
16
8
37
25
42
8
Gelora Dewata
37
13
13
11
34
27
39
9
Mitra Surabaya
37
12
13
12
39
31
37
10
Perkesa Mataram
37
13
11
13
25
30
37
11
Semen Padang
37
12
12
13
35
32
36
12
BPD Jateng
37
12
12
13
28
36
36
13
Assyabaab
37
12
9
16
41
47
33
37
9
14
14
21
32
32
14
Bentoel Galatama
15
Putra Mahakam
37
8
14
15
32
47
30
16
Aceh Putra
37
8
12
17
24
57
28
17
Bandung Raya
37
7
10
20
22
40
24
18
Gajah Mungkur
37
6
11
20
20
53
23
19
7
5
7
25
18
19
37
6
4
27
20
60
16
685
685
19 20
Krama
Yudha
TB Warna Agung Jumlah Gol
=
Pencetak Gol Terbanyak : Singgih Pitono (21) Arema
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
12. Kompetisi XII Galatama (10 September 1992 s/d 12 Agustus 1993) Ada 17 klub yang bertahan dari kompetisi sebelumnya. 3 klub yang mengundurkan diri adalah Bentoel Galatama, Mitra Surabaya dan
KTB.
Kompetisi XII membawa klub asal kota Malang, Arema menjadi juara. Arema telah resmi menjadi juara saat kompetisi masih menyisakan 1 laga. 45 poin dengan agregat 53 – 22, membawa Arema di puncak klasemen. Juara sebelumnya Arseto gagal mempertahankan gelar dengan menempati posisi 10. Pupuk Kaltim
lxxvi ii
dan Barito Putra bersama Arema di tiga besar klasemen. Pemain Arema, Singgih Pitono, kembali menjadi pencetak gol terbanyak71. Tabel 12 Klasemen Akhir Kompetisi XII Galatama
No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Arema
32
18
9
5
53
22
45
2
Pupuk Kaltim
32
17
7
8
48
23
41
3
Barito Putra
32
17
6
9
36
21
40
4
Assyabaab Sgs
32
14
10
8
41
32
38
5
Gelora Dewata
32
12
14
6
33
24
38
6
Pelita Jaya
32
14
8
10
32
26
36
7
BPD Jateng
32
10
15
7
34
23
35
8
Semen Padang
32
11
13
8
29
30
35
9
Aceh Putra
32
9
14
9
29
31
32
10
Mitra Surabaya
32
12
7
13
39
34
31
11
Arseto
32
8
14
10
25
27
30
12
Petrokimia Putra
32
8
12
12
32
33
28
13
Medan Jaya
32
11
6
15
24
39
28
14
Mataram Putra
32
6
14
15
24
34
26
15
Putra Mahakam
32
7
12
13
20
31
26
16
Bandung Raya
32
6
9
17
23
51
21
17
Warna Agung
32
3
8
21
15
56
14
537
537
Jumlah Gol
=
Pencetak Gol Terbanyak : Singgih Pitono ( 16 Gol ) Arema
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
71
Rekap Kompetisi XII Galatama
lxxix
13. Kompetisi XIII Galatama (4 September 1993 s/d 8 Juli 1994) Tabel 13 Klasemen Akhir Kompetisi XIII Galatama Wilayah Barat No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Medan Jaya
32
18
10
4
37
17
46
2
Pelita Jaya
32
17
10
5
49
23
44
3
Semen Padang
32
16
9
7
50
23
41
4
Arseto
32
15
6
11
41
35
46
5
Mataram Putra
32
11
10
11
23
31
32
6
BPD Jateng
32
9
10
13
34
41
28
7
Aceh Putra
32
6
14
11
27
33
26
8
Bandung Raya
32
5
12
15
23
34
22
9
Warna Agung
32
4
5
23
19
66
13
303
303
Jumlah Gol =
Wilayah Timur No
Klub
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol
Nilai
1
Pupuk Kaltim
28
12
11
5
32
19
35
2
Gelora Dewata
28
11
11
6
29
21
33
3
Assyabaab Sg
28
10
12
6
30
24
32
4
Mitra Surabaya
28
7
13
8
35
36
27
5
Barito Putra
28
8
11
9
26
35
27
6
Arema
28
5
17
6
19
23
27
7
Petrokimia Putra
28
6
12
10
26
31
24
8
Putra Samarinda
28
5
9
14
26
34
19
223
223
Jumlah Gol =
Putaran Final 2 Juli S/D 6 Juli 1994 1
Pelita Jaya
3
2
0
1
2
1
6
2
Gelora Dewata
3
1
2
0
2
1
5
lxxx
3
Pupuk Kaltim
3
0
2
1
3
4
2
4
Medan Jaya
3
0
2
1
2
3
2
9
9
Pencetak Gol Terbanyak : Ansyari Lubis ( 19,Gol ) Pelita Jaya
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Kompetisi XII digelar dengan membagi pesertanya ke dalam dua wilayah, Barat dan Timur. Kebijakan ini diambil untuk menghemat pengeluaran klub Galatama dalam membiayai pertandingan lawatan. Dua tim teratas dari masingmasing wilayah akan dipertemukan dalam satu grup di putaran final. Pelita Jaya, Gelora Dewata, Pupuk Kaltim dan Medan Jaya bertemu di putaran final. Pelita Jaya keluar sebagai kampiun setelah mengalahkan Gelora Dewata di fnal dengan skor tipis 1-0. Penyerang andalan, Pelita Jaya, Ansyari Lubis menempati tempat tertinggi di jajaran pencetak gol72. 14. Lahirnya Liga Indonesia 13 Kompetisi dalam kurun 15 tahun adalah usia Galatama mewarnai pentas sepak bola Indonesia. Tidak lama setelah akhir kompetisi XIII, PSSI memutuskan untuk melebur Galatama dan Perserikatan ke dalam wadah baru bernama Liga Indonesia. Keputusan ini didasari oleh keadaan klub-klub Galatama yang semakin sepi penonton, PSSI ingin menampilkan kualitas pemain-pemain Galatama dan fanatisme penonton di Perserikatan sekaligus dalam satu wadah baru.
C. Permasalahan dalam Galatama
72
Rekap Kompetisi XIII Galatama
lxxxi
1. Permasalahan Suap di Galatama Belum genap putaran pertama edisi perdana kompetisi Galatama terlewati, kabar mengejutkan datang dari Parkesa 78. Melalui surat pemberitahuan resmi bernomor 07/U/PA/VII/79 tanggal 14 Juli 1979 yang ditandatangani Acub Zainal selaku pimpinan Parkesa 78, menyebutkan bahwa kesebelasan Galatama Parkesa 78 dinyatakan bubar oleh karena kasus suap yang melibatkan para pemainnya73. Tentu saja kabar tersebut mengejutkan banyak pihak, mengingat dalam urutan klasemen sementara Parkesa 78 berada di empat besar. Aneh rasanya sebuah klub yang berada dipapan atas klasemen secara tiba-tiba dibubarkan oleh sang pemilik. Kasus ini berawal dari upaya seorang bandar judi yang menyuap Yafeth Sibi, seorang pemain Parkesa 78, agar mengalah dalam pertandingan melawan Cahaya Kita pada awal Juli. Upaya suap terhadap para pemain Parkesa 78 kembali terbongkar saat ucapan Chaidir yang juga pemain Parkesa 78 terekam oleh media. Dari pihak Parkesa 78 meminta yang bersangkutan agar diberi kelonggaran untuk tidak bermain selama 2 bulan. Akibat dari pembubaran ini beberapa pemain telah dipulangkan. Tercatat 15 orang kembali ke Jayapura, 1 pulang ke Medan, 9 lainnya asal Bogor kembali ke rumah masing-masing74. Dua hari kemudian, kabar baik datang dari Parkesa 78. Melalui surat pemberitahuan resmi 08/U/PA/VII/79 tertanggal 16 Juli 1979, pembubaran Parkesa 78 dibatalkan. Pembatalan tersebut didasari oleh perkembangan kondisi dan situasi terbaru dari pihak klub. Mengingat hasrat yang menyala-nyala dari 73 Pos Kota, 15 Juli 1977 74 Pos Kota, 7 Juli 1977
lxxxi i
sebagian besar pemain Parkesa 78 yang tidak terlibat skandal suap, yang mengharapkan Parkesa tetap utuh dan melanjutkan pertandingan sisa dalam kompetisi, bahkan banyak desakan dan saran dari berbagai pihak agar Parkesa 78 tetap bejalan terus75. PSSI, sendiri selaku induk organisasi, melalui Ali Sadikin turut gembira atas pembatalan pembubaran Parkesa 78. PSSI sendiri termasuk pihak yang mendesak agar Parkesa 78 tetap utuh, namun tidak berarti melepas sanksi bagi pemainnya yang terlibat suap. PSSI menyarankan kepada Parkesa78 agar menyelesaikan masalah suap secara intern, dan bila perlu diambil tindakan tegas bagi pemain yang terlibat suap. Tidak sampai di situ, dalam rapat pengurus harian tanggal 20 Juli 1979, PSSI memutuskan pengukuhan pemecatan terhadap Yafeth Sibi sebagai pemain Parkesa 78, serta tidak diperkenankan untuk memperkuat kembali Perserikatan maupun klub Galatama yang menjadi anggota PSSI. Empat orang pemain Parkesa 78 lainnya diberi peringatan keras, mereka adalah Baco Ivak Dalam, Frederik Sibi, Saul Sibi, dan Yulius Wolf. Ali Sadikin juga meminta bantuan polisi dalam mengungkap kasus suap ini secara tuntas76. Terlepas sanksi yang dijatuhkan oleh PSSI, kemelut di Parkesa 78 dapat dikatakan terselesaikan secara silaturahmi dan kekeluargaan dengan saling memaafkan. Hal tersebut terlihat dari pembicaran secara kekeluargaan dari pihak klub dan Yafeth Sibi serta beberapa pemain yang diduga terlibat suap. Pihak klub sendiri masih menginginkan Yafeth Sibi kembali untuk menjadi keluarga Parkesa
75 Surat Pemberitahuan Resmi Parkesa 78 nomor 08/U/PA/VII/79 tertanggal 16 Juli 1979 76 Pos Kota, 21 Juli 1979
lxxxi ii
78, namun keputusan dari PSSI berkata lain. Usai kasus suap ini Parkesa 78 memutuskan untuk pindah markas ke Palembang77. Setelah Parkesa 78, kini giliran Warna Agung yang dilanda isu suap. Dugaan suap dalam tubuh Warna Agung sebenarnya sudah lama berhembus, hampir bersamaan ketika melanda Parkesa 78. Namun saat itu masih samar, dan tidak ada kelanjutan yang berarti sampai kompetisi menginjak bulan November 1979. Pada 16 November 1979 PSSI secara resmi menjatuhkan skorsing terhadap Marsely Tambayong 2 tahun dan Endang Tirtana 1 tahun dalam masa percobaan 6 bulan. Skorsing ini dijatuhkan terkait kasus suap yang melanda Warna Agung dalam lanjutan kompetisi Galatama saat melawan Niac Mitra bulan sebelumnya. Kedua pemain tersebut menurut Ali Sadikin terbukti bersalah meski belum menerima uang dari bandar, dan niat untuk disuap sudah ada. Ali Sadikin menilai kasus suap yang menimpa Warna Agung tidak lepas dari tanggung jawab pelatih. Sebagaimana diketahui melalui penyelidikan, Jefri Suganda, yang dikenal sebagai tukang judi, dapat dengan bebas keluar masuk mess dan bergaul dengan para pemain Warna Agung. Jefri Suganda adalah orang yang sama yang diketahui melakukan suap terhadap Yafeth Sibi, pemain Parkesa 79. Kecurigaan suap muncul dari pihak klub yang menilai pertandingan kontra Niac Mitra berjalan tidak beres. Warna Agung yang lebih dulu unggul dengan skor 3-1 mampu disamakan oleh Niac Mitra. Proses terjadinya dua gol penyeimbang inilah yang dianggap oleh pihak Warna Agung tidak wajar.
77 Pos Kota, 27 Juli 1979
lxxxi v
Ternyata dalam penyelidikan diketahui muncul nama seorang makelar dari bandar judi, tidak lain adalah Jefri Suganda78. Jefri hanya seorang makelar kecil, di belakangnya baik yang terkait langsung dengan Jefri maupun tidak, diketahui ada 14 orang lagi yang berasal dari Jakarta dan Semarang. Mereka sudah tidak asing lagi di kalangan judi bola, termasuk juga yang terlibat dalam kasus suap Merdeka Games 1978. Nama-nama bandar dan makelar yang ada dalam daftar PSSI adalah: Ya Sen, Tje Sen, Tje Khong, Jefry Gunawan, Bie Tek, Bon Hin , Yusin,
Siddik, Oker, Akian (
Jakarta), Oey Tjon Liat alias Arief Hidayat, Samino Budiman, Oey Tjien Hiang, Tek Kong ( Semarang )79. Terkait kasus suap yang melanda klub Galatama dan diduga juga terjadi di Perserikatan, PSSI mengeluarkan sebuah pernyataan resmi tanggal 16 November 1979 berjudul “Pendirian dan Sikap PSSI Terhadap Kemelut Suap”. Dalam pernyataan tersebut PSSI menegaskan bahwa persoalan suap yang terjadi di dunia olahraga, khususnya sepak bola, bukanlah semata-mata persoalan olahraga saja, namun juga telah menjadi persoalan masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai tindak lanjut, PSSI mengundang setiap elemen masyarakat untuk mendorong pemerintah ataupun lembaga negara menciptakan suatu peraturan perundang-undangan
yang memberikan
kepastian
hukum
bahwa
atau tindak
penyuapan di bidang olahraga merupakan pelanggaran tindak pidana dan diancam dengan sanksi yang sesuai dan dapat dibenarkan oleh ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Secara organisatoris ke dalam, PSSI dalam menegakkan 78 Pos Kota, 17 November 1979 79 Pos Kota, 18 November 1979
lxxx v
disiplin organisasi serta perwujudan dari pendirian dan sikap, sesuai dengan keputusan Sidang Pengurus Paripurna PSSI ke III/1979, segera mengeluarkan surat keputusan yang mengatur ketentuan hukum dan disiplin organisasi atas setiap tindakan suap dalam linkungan organisasi PSSI80. Meski sudah lama tidak muncul, kini kembali terdapat upaya penyuapan yang melibatkan klub Jaka Utama. Secara internal, pihak klub telah menjatuhkan skorsing bagi pemainnya. PSSI sendiri telah mengambil upaya lebih serius dalam mengatasi kasus suap. Berdasarkan surat keputusan no. 21/9/81, pada tanggal 9 Oktober 1981 dibentuk dan dilantik Tim Peneliti dan Penanggulangan Kasus Suap (TPPKS) yang terdiri atas Mursanto selaku ketua. Keempat anggota lainnya adalah Sardjono , Hadi Suwarno, Mus Sobagjo, Lucien Pahala. TPPKS bertugas untuk meneliti setiap kasus suap yang muncul sampai tuntas.
Diharapakan
melalui TPPKS kasus suap dapat diminimalisir bahkan dihilangkan jika mampu. Tentunya TPPKS tidak berkerja sendiri tapi bersama-sama dengan Galatama dan Persrikatan dalam menangani kasus suap. Pembentukan TPPKS merupakan sebuah langkah maju dan kongkret dari PSSI81. Kasus suap tetap saja terjadi dalam kompetisi IV, salah satu korbannya kali ini adalah Pardedetex. TD Pardede, pemilik klub terpaksa membubarkan klub dan mengundurkan diri dari kompetisi, lantaran beberapa pemainnya diyakini terlibat suap. Kasus yang menimpa Pardedetex ini menambah daftar panjang skandal suap yang menimpa persepakbolaan Indonesia82. Antusias penonton
80Pendirian dan Sikap PSSI Terhadap Kemelut Suap, 16 November 1979 81Pos Kota, 10 Oktober 1981 82Majalah Tempo, 18 Februari 1984, hal 60
lxxx vi
Galatama pada kompetisi kali ini mulai menurun dibandingkan kompetisi sebelumnya. Galatama perlahan mengalami kemunduran karena kasus suap terus saja terjadi dan pemain asing tidak lagi bermain. Keadaannya sangat berbeda seperti saat Niac Mitra diperkuat pemain asing, tim tuan rumah yang menjamu Niac Mitra, selalu mendapat penonton yang lebih banyak dari biasa. Tidak diragukan bahwa pemain asing memang memiliki daya tarik bagi penonton untuk datang ke stadion83. Pardedetex bukan satu-satunya korban suap di kompetisi IV, Cahaya Kita juga terlibat. Bedanya, Cahaya Kita diputus terlibat suap olah PSSI setelah merampungkan seluruh pertandingan di grup timur. Dalam surat kepuusan PSSI bernomor 28/IV/1984 yang ditandatangani oleh Kardono memutuskan untuk membekukan segala kegiatan klub Cahaya Kita. Inilah untuk pertama kali PSSI menindak anggota Galatama. Menurut Nugraha Besoes, keputusan ini diambil PSSI karena semenjak tahun 1979 sampai 1984, Cahaya Kita terlibat kasus suap. Hal itu didasarkan pada laporan pemain dan pengurus klub itu sendiri. Secara materi Cahaya Kita juga telah kehilangan banyak pemain. Banyak dari mereka yang dipecat oleh Kaslan Rosidi (Bos Cahaya Kita) sendiri karena dugaan terlibat suap84. Mohammbad Barmen, ketua klub Assyabab, menilai masih suburnya praktek suap tidak lepas dari kurang tegasnya sikap yang diambil oleh PSSI. Selanjutnya Barmen mengambil contoh, M Asik , Budi Santoso dan Bujang Nasril ( pemain Jaka Utama) yang terkena skorsing 5 tahun karena suap, ternyata 83Wawancara dengan Rudi William Ketjes, , 25 Agustus 2007 84Majalah Tempo , 21 April 1984, hal 64
lxxx vii
direhabilitasi dan memperkuat Yanita Utama pada musim berikutnya. Kelonggaran dan ketidak-tegasan sikap semacam inilah yang tidak memberikan efek jera bagi pemain yang terlibat suap. Contoh lain adalah Ronny Paslah yang belum selesai menjalani skorsing 5 tahun telah diminta kembali oleh PSSI untuk memperkuat tim nasional. Penganganan lain yang lebih parah, Iswadi Idris yang tersangkut suap saat masih membela Persija. Dalam masa hukuman, Iswadi justru menuju ke Australia, memperkuat klub Western Suburbs. Ketika pulang ke tanah air Iswadi justru dijadikan pelatih tim nasional85. Pada waktu yang hampir bersamaan ‘pengadilan’ anti-suap PSSI, menjatuhkan skorsing kepada Jimmy Sukisman, bendahara Caprina. Jimmy terbukti berusaha melakukan suap terhadap para pemain Makassar Utama, pada pertengahan Maret 1984. Bagi Herlina Kasim, pemilik Caprina, menilai sanksi atas Jimmy sebagai langkah gegabah. Jimmy hanya pemain kecil, bandar besar masih berkeliaran diluar sama. Apapun keputusan PSSI, Herlina tetap saja kecewa. Tidak kurang dari 120 juta rupiah digelontorkan untuk membina Caprina, tapi tidak cukup mehanan praktik suap yang melibatkan Caprina86. Merasa tidak sanggup lagi membina Caprina, Herlina lalu memutuskan untuk melepas Caprina, dan pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat Bali. 2. Permasalahan Wasit di Galatama Kinerja wasit pada semenjak kompetisi III, memang mendapat sorotan dari Liga dan PSSI sendiri. Ketegasan sikap dan prinsip keadilan yang dinilai kurang, sering menjadi penyulut keributan dalam pertandingan. Kondisi serupa juga 85Ibid, hal 65 86Ibid, hal 66
lxxx viii
terjadi di Perserikatan. Beberapa pertandingan di Galatama dan Perserikatan, diwarnai keributan baik yang melibatkan pemain, official, maupun penonton. PSSI sendiri mengakui kericuhan dalam pertandingan itu banyak yang bermula dari kepemimpinan wasit yang buruk. Usaha meningkatkatkan prestasi melalui Galatama terancam tidak akan berhasil jika tidak diimbangi kualitas wasit yang baik. Sampai dengan kompetisi VII belum ada upaya menyeluruh yang dilakukan PSSI terkait kualitas wasit. Tindakan yang diambil PSSI hanya sebatas teguran, peringatan, dan skorsing terhadap wasit-wasit bermasalah87. Joppie
De Fretes, selaku Ketua Komisi Wasit PSSI di bawah
kepemimpinan Kardono periode 1987-1991, mengakui wibawa ‘korps baju hitam’ memang sedang anjlok dan kualitasnya dinilai masih rendah. Memasuki tahun 1988, sebuah langkah maju ditempuh PSSI guna meningkatkan mutu wasit. Sebanyak 34 wasit terbaik pemegang lisensi C-1 dari seluruh Indonesia dikumpulkan di Senayan. Mereka adalah saringan dari 351 wasit C-1 yang aktif di Indonesia. Dalam pertemuan itu, dibahas segala macam masalah perwasitan, tukar pengalaman sembari memperdalam pengetahuan tentang peraturan dalam pertandingan. PSSI mengharapkan ada penyeragaman pemahaman bagi wasit tentang peraturan pertandingan sekaligus pola bertindak dalam kepemimpinan dalam sebuah laga. Melalui penataran ini, para wasit diharapkan untuk bersikap tegas tanpa keraguan dalam setiap keputusannya di lapangan. Kamarudin Panggabean, tokoh bola asal Medan, mengingatkan segala upaya dalam
87 Majalah Tempo. 8 Januari 1988 hal 37
lxxxi x
peningkatan mutu wasit akan sia-sia bila tidak disertai kesadaran dari manajer, pelatih, pemain dan penonton untuk lebih memahami aturan permainan88. 3. Sponsor dan Pendanaan Kompetisi Galatama Beberapa klub di Galatama umumnya merupakan suatu perkumpulan sepak bola dibawah naungan dari perusahaan. Pendanaan untuk membiayai sebuah klub Galatama ditanggung oleh manajemen klub. Uang untuk membiayai klub Galatama bersumber pada alokasi dana yang diberikan oleh perusahaan atau badan yang menaunginya. Alternatif lain adalah donasi dan penjualan tiket. Cara memperoleh pendanaan sepenuhnya diserahkan pada masing-masing klub. Klubklub Galatama tentu saja tidak memiliki kemampuan memperoleh pendanaan yang sama. Selama kompetisi I sampai V ada beberapa klub yang mengundurkan diri dari Galatama disebabkan masalah finansial. Tingginya biaya untuk mengelola klub dalam kompetisi menjadi penyebab beberapa klub menarik diri dari Galatama. Pihak Liga menyadari sepenuhnya, jika tidak ada upaya pendanaan secara menyeluruh dalam Galatama, eksistensi klub akan semakin berkurang. Pada tahun 1985 upaya Galatama dalam mencari pendanaan menemui hasil positif. Piala Liga, kompetisi extra Galatama, berhasil memperoleh sponsor. Sebuah perusahaan susu dengan nama produk Milo, sanggup memberikan dana 75 juta rupiah untuk satu musim kompetisi Piala Liga. Keberhasilan dalam memperoleh sponsor ini berlanjut hingga kompetisi Piala Liga V.
88Ibid
xc
Kompetisi reguler Galatama baru mendapat bantuan dana dari sponsor pada kompetisi IX dan X. Kali ini sebuah perusahaan rokok asal kota Malang, PT. Bentoel bersedia menjadi sponsor. Andi Darussalam, sekretaris Liga, mengakui bahwa Galatama hampir tenggelam dan suntikan dana dari Bentoel memberi dukungan yang sangat berarti bagi Galatama. Dana yang dianggarkan Bentoel untuk menyokong Galatama cukup banyak . Jumlah alokasi dana dari Bentoel untuk Galatama tidak kurang dari 350 juta rupiah. Di tengah tren penonton yang menurun, upaya Bentoel mendanai Galatama ini terbilang nekat. Kris Bintoro, kepala bagian promosi Bentoel, mengatidakan bahwa perusahaan melihat sepak bola masih bisa diandalkan sebagai media promosi, selain juga ingin mengankat kembali semarak yang ada di Galatama89. Upaya dari Bentoel ini tentunya diimbangi dengan timbal balik wajib dari Galatama. Klub Galatama yang menjadi tuan rumah dalam laga kompetisi harus memasang umbul-umbul, spanduk, dan alat-alat promosi lainnya yang bertuliskan Bentoel. Liga juga harus mengupayakan agar setidaknya delapan pertandingan diliput penuh dan masuk siaran TV. Galatama tidak hanya menjadi penerima dana sponsor saja dari pihak Bentoel, tapi juga secara aktif sebagai agen penjualan produk rokok. Setiap klub ditargetkan menjual 50.000 pak rokok kepada penonton. Pemilik klub tidak kurang akal tentunya dengan penjualan ini. Setiap rokok akan dijual satu paket dengan karcis tertentu90. Terlepas dari penjualan rokok, setiap klub tentunya berupaya mendapatkan penonton sebanyak mungkin. Semakin banyak penonton berarti semakin banyak 89Majalah Tempo, 3 Desember 1988, hal 40 90Ibid
xci
pendapatan klub. Untuk memikat penonton agar datang ke stadion, selain rokok, klub juga menyediakan semacam undian berhadiah. Salah satu klub yang getol untuk urusan undian adalah BPD Jateng, pendatang baru di Galatama. Selain rokok yang sudah satu paket dengan tiket, BPD Jateng juga memberikan rumah BTN tipe 21, sepeda motor, sepeda BMX dan lainnya sebagai hadiah undian. Tidak heran penonton tampak berjubel setiap kali BPD Jateng bermain di kandang91. Kompetisi XI dan XII tidak lagi mendapat bantuan dari sponsor. Klub kembali mengandalkan pemasukan dari penonton. Kompetisi XIII, sponsor kembali lagi ke Galatama. Sebuah perusahaan besar Spectrum dengan produk bernama Kodak sanggup membantu Liga membiayai kompetisi dengan dana 1,25 milyar rupiah. Bantuan dana terbesar yang pernah diterima Galatama. Sebagai konsekuensi, Spectrum menginginkan upaya promosi yang besar pula lewat Galatama, sehingga pada kompetisi XIII digunakan sistem double round robin, setiap klub bertemu dengan lawan yang sama sebanyak empat kali dalam satu wilayah dalam babak penyisihan92. Pendanaan dalam mengelola klub Galatama ada yang dilakukan secara mandiri. Sebagai contoh adalah Pelita Jaya. Klub yang berada dibawah asuhan Bakrie Bersaudara itu mampu sedikit mendobrak kelesuan yang dalam dua musim sebelumnya melilit Galatama. Yaitu kurang ketatnya persaingan antar tim dan sedikitnya penonton. Stadion Menteng Jakarta, tidak kurang didatangi 10.000
91Ibid, halaman 41 92 Majalah Sportif, No.238 tahun 1993, hal 50
xcii
penonton dalam kompetisi, sejak Pelita Jaya turun ke liga. Ini bisa dijadikan sebagai tolak ukur pasang naik bagi Galatama. Bahkan Abu Rizal, berani mengatakan bahwa dengan sepinya penonton Pelita Jaya masih tetap untung. Tidak ada klub Galatama lain yang berani bicara seperti ini. Sudah banyak contoh klub Galatama gulung tikar karena masalah keuangan. Ucapan Abu Rizal ini tidak asal-asalan, bukan dengan didukung Bakrie Bersaudara lantas klub ini jauh dari merugi. Kunci utama pembiayaan Pelita Jaya terletak pada multi sponsor. Tidak kurang dari 21 sponsor yang mengontrak Pelita Jaya dengan total pemasukan 300 juta rupiah93. Klub ini turun ke lapangan dengan peralatan lengkap. Ada beberapa ribu suporter datang menggunakan kaos bertuliskan nama klub di setiap laga kandang. Para sponsor selalu mengelilingi pemain saat berlaga di kandang, terserak di stadion, berjejer dalam berbagai bentuk papan iklan. Misalnya: Panin Bank, Garuda Indonesia Airways, British Petrolium dan Indo Milk. Khusus Indo Milk, kontraknya bernilai 150 juta rupiah setahun, sebagai timbal balik, nama perusahaan susu ini terpampang jelas di bagian depan kostum Pelita Jaya. Selama setahun pengeluaran klub mencapai sektar 150 juta rupiah dengan demikian baru kali ini ada klub Galatama mampu mendapatkan laba, dalam jumlah besar pula. Abu Rizal menyebutkan bahwa dalam mengelola klub bola harus bisa menggabungkan 3 aspek: olahraga, bisnis, dan hiburan. Prinsip itulah yang selalu dipegang Bakrie Bersaudara dalam mengelola Pelita Jaya94. 4. Catatan Lain di Galatama 93Majalah Tempo, 25 Oktober 1986, hal 33 94 Ibid
xciii
a. Larangan Pemain Asing di Galatama AD/ART PSSI maupun peraturan organisasi liga menyebutkan bahwa penggunaan pemain asing diperbolehkan dalam Galatama. Sejak 7 Juni 1983,pemain asing sudah tidak lagi diperbolehkan dalam Galatama. Keputusan resmi PSSI ini sudah diduga banyak kalangan Galatama, lantaran isu larangan pemain asing sudah berhembus kencang di Senayan sejak awal Januari. Tetap saja bagi klub yang menggunakan jasa pemain asing, keputusan ini dirasakan sepihak. Niac Mitra, Pardedetex, dan Tunas Inti yang mengunakan pemain asing, sama sekali tidak pernah diajak berunding soal larangan ini. Justru yang diajak berembug soal pemain asing oleh Syranoebi Said adalah Nabun Noor ( Parkesa 78) dan Sigit Harjojudanto (Arseto) yang sama sekali tidak memiliki pemain asing. Soeparjo Pontjowinoto sendiri memiliki pandangan lain soal pemain asing. Asalkan pemain asing itu berkualitas maka tidak ada masalah. Jika pandangan semua orang di PSSI seperti Soeparjo, maka pemain sekaliber Fandi Ahmad tidak perlu pulang kampung. Dalam surat keputusan itu tercantum pertimbangan yang menyebut bahwa Pemain asing dapat merupakan hambatan dan saingan bagi pertumbuhan potensi pemain-pemain nasional (lokal). Banyak kalangan merasa janggal atas keputusan itu. Liga Utama yang telah memperoleh hak otonomi memiliki AD/ART yang membenarkan impor pemain asing. Justru aturan itu didobrak sendiri oleh PSSI dari atas95. Padahal hanya ada 6 pemain asing yang memperkuat 3 klub Galatama.
95Majalah Tempo, 25 Juni 1983, hal 69
xciv
Kalangan sepak bola sendiri ada yang kurang sependapat dengan keputusan larangan pemain asing. Kadir Yusuf, orang yang oleh Ali Sadikin diserahi tugas menyusun konsep Galatama, merasa terpukul. Bagi Kadir, Galatama ibarat seorang bayi di mana ia telah menjadi bidan yang membantu kelahirannya. Menurut Kadir, untuk menggairahkan persepakbolaan, pemain asing secara selektif mutlak diperlukan, apalagi menuju arah professional. Pemain asing juga dapat dijadikan teladan bagi pemain lokal. Maladi, sesepuh PSSI, justru menegaskan bahwa pemain asing itu lebih baik dari pelatih asing. Lain lagi dengan Kosasih Purwanegara (mantan Ketua Umum PSSI) yang menilai bahwa pemain asing bukan saja menjadi contoh ikut menunjang persepakbolaan Indonesia. Asal dibatasi dan dilihat dulu mutunya, kehadiran mereka tidak apaapa96. Banyak yang mengharapkan agar pemain asing tidak dilarang, hanya saja perlu selektif bagi klub Galatama. Terkait larangan pemain asing, surat resmi PSSI baru diterima Niac Mitra pada 16 Juni 1983, ketika pertandingan melawan Arsenal. Pertandingan yang menjadi laga perpisahan bagi Fandi Ahmad dan David Lee. Pada saat laga berjalan, Fandi Ahmad yang mendapat kepungan dari 3 pemain belakang Arsenal (Graham Rix, David O’leary, Chris Whyte), mampu lolos dan mencetak gol pertama di menit 37. Pada menit ke-83, pemain ujung kanan, Djoko Malis, mencetak gol kedua setelah menerima umpan manis dari Fandi Ahmad. Sepanjang pertandingan David Lee mampu meredam sejumlah serangan yang dibangun oleh Arsenal. Sampai peliut akhir dibunyikan skor bertahan 2-0 untuk
96Ibid
xcv
Niac Mitra. Pertandingan ini diakhiri dengan kegembiraan sekaligus kesedihan bagi Niac Mitra97. Sedikit catatan, Arsenal merupakan tim papan atas divisi utama liga Inggris. Sepanjang kompetisi tahun 1981 – 1984, Arsenal berada di posisi 5, 10, dan 698. Saat pertandingan melawan Niac Mitra, Arsenal diperkuat oleh 4 pemain internasional (Pat Jennings, Graham Rix, Kenny Sansom dan Alan Sunderland). Materi pemain Arsenal saat dikalahkan Niac Mitra sama dengan yang diturunkan saat mengalahkan PSSI Selection 5-0. Dapat dikatakan pertandingan ini sebagai sindiran halus bagi PSSI dari Fandi Ahmad99. b. Pengakuan dari Luar Negeri atas Pemain Galatama Untuk kesekian kalinya pemain sepak bola Indonesia, mencoba mengadu nasib di negara lain. Pemain itu adalah Ricky Yacob (Arseto). Sebelum Ricky bermain di luar negeri, Risdianto, Iswadi Idris, Abdul Kadir, Ristomoyo dan Robby Darwis terlebih dahulu bermain di negara tetangga. Bedanya, jumlah transfer dan gaji pemain tidak pernah diumumkan.
Sebuah klub sepak bola
ternama Jepang, Matsushita mengontrak Ricky selama 1 tahun. Sebelumnya pemain Thailand, Withaya juga menandatangani kontrak dengan klub yang sama. Kepindahan Ricky ke Jepang merupakan buah rekomendasi dari Withaya kepada Yoji Mizugichi, bos Matsushita. Menurut Withaya, Ricky adalah pemain berbakat dengan kemampuan luar biasa. Ricky boleh berbangga, selain kemampuannya diakui klub Jepang, nilai kontrak dan gajinya pun bernilai tinggi. Untuk
97Jawa Pos, 17 Juni 1983 98 http://www.rssf.com/engpaul/FLA/1983-84.html, 99Wawancara dengan Rudy William Keltjes, 25 Agustus 2007
xcvi
mendapatkan Ricky, Matsushita membayar 3 juta yen kepada Arseto. Ricky mendapat bayaran 9 juta yen untuk nilai kontrak satu tahun,100. Kepindahan Ricky merupakan kehilangan bagi Arseto dan tim nasional. Selama ini Ricky adalah pemain kunci Arseto. Sinyo Aliandoe, selaku pelatih melihat hal ini tetap positif demi perkembangan karir bagi Ricky dan kebanggaan bagi Arseto. Ricky juga tergabung dalam tim nasional juara SEA Games 1987101. Keberadaannya di Jepang tidak berlangsung lama, Ricky hanya beberapa bulan saja memperkuat Matsushita. Cedera membuat Ricky tidak mampu memberikan penampilan terbaiknya di Jepang. Setelah kembali ke Indonesia, dengan cedera yang masih membekap, Ricky memutuskan untuk kembali ke Arseto102.
100 Majalah Tempo, 12 Agustus 1989, hal 39 101Ibid 102PSSI. 70 Tahun PSSI, 2001, Jakarta: PSSI, hal 150
xcvii
BAB IV PERAN GALATAMA DALAM SEPAK BOLA INDONESIA
A. Peran Galatama Dalam Pembinaan Sepak Bola Pola pembinaan sepak bola nasional mengenal adanya sistem utama dan ekstra dalam sepak bola. Sistem utama dibagi menjadi tiga sub sistem yaitu wadah utama, pengelola sepak bola, sarana utama. Ketiganya saling berhubungan erat dan tidak terpisahkan satu sama lain. Klub Galatama dan Perserikatan dalam tingkat sejajar berada dalam sub sistem wadah utama. Pengurus, pelatih , wasit, pemain, pers, penonton berada dalam satu sub sistem pengelola sepak bola. Sub sistem sarana utama diisi oleh pendidikan dan pelatihan, pertandingan, peraturan, lapangan dan peralatan. Semuanya menyatu dalam satu sistem utama yang bersama-sama bekerja dengan sistem ekstra. Sistem ekstra dibagi atas dua sub sistem, subjek dan aktivitas. Terdapat instansi-instansi pemerintah, kelompok masyarakat, perusahaan-perusahaan, dan lembaga penelitian olahraga dalam sub sistem subjek. Segala kegiatan pendukung semacam sepak bola pelajar, Galakarya dan Galanita berada dalam sub sistem aktivitas103. Galatama dalam posisi tersebut tidak hanya sekedar sekumpulan klub yang menggelar kompetisi reguler untuk meraih prestasi lewat gelar juara, namun juga memikul kewajiban yang lebih utama sebagai bagian dari pembinaan sepak bola nasional. Pembinaan sepak bola merupakan upaya jangka panjang yang hasilnya tidak bisa dirasakan secara instan. Sebagai salah satu unsur pokok dalam sub 103
PSSI, 1982, Konsep Pola Pembinaan Sepak Bola Nasional, Jakarta: PSSI, halaman
12
xcvii i
sistem wadah utama, Galatama secara berkesinambungan melakukan upaya pembinaan dengan tetap mengutamakan fungsinya sebagai pusat pembangkit kemajuan sepak bola. Pembinaan dilakukan dengan cara pembenahan pola latihan, memberikan pemahaman aturan sepak bola dengan benar, adanya sistem kompetisi reguler yang menunjang prestasi dan pembibitan bakat-bakat sejak usia dini104. 1. Pembinaan Melalui Kompetisi Reguler Sejak kehadirannya dalam persepakbolaan Indonesia, Galatama membawa beberapa contoh pembinaan yang baru. Klub memiliki jadwal rutin dan pola latihan yang disesuaikan dengan sistem kompetisi yang digelar oleh Galatama. Kompetisi dengan sistem home away mengharuskan setiap klub untuk saling bertemu dan membuat jumlah pertandingan yang banyak. Untuk itu perlu kesiapan dari setiap klub menjelang sebuah laga digelar agar mendapatkan hasil maksimal. Jadwal latihan yang rutin akan membuat tim lebih siap dalam pertandingan. Ada dua kompetisi dalam Galatama, kompetisi liga dan piala liga. Kompetisi liga adalah suatu bentuk kompetisi reguler yang diadakan oleh Galatama diikuti oleh anggotanya. Kompetisi liga menggunakan sistem klasemen dan home away, dengan sistem poin yang diperoleh dari tiap pertandingan. Klub yang memiliki poin tertinggi di akhir klasemen berhak menyandang gelar juara kompetisi. Piala liga memiliki kesamaan dengan kompetisi liga, bedanya tidak menggunakan sistem turnamen round robin, atau biasa dikenal dengan sistem
104
Ibid, hal 15
xcix
gugur. Masing-masing klub akan berhadapan dengan klub yang sama dua kali, bermain tandang dan kandang. Klub yang unggul secara skor hingga partai final berhak menjadi juara Piala Liga. Pembinaan semacam ini membawa efek positif di tim nasional. Pemain akan memiliki pengalaman tanding yang cukup sebagai bekal untuk memperkuat tim nasional. Kebugaran dan kondisi fisik pemain lebih terjaga karena pola latihan rutin. Atas dasar inilah pembinaan dalam Galatama dirasakan lebih efektif dibandingkan dengan Perserikatan, sehingga tidak heran jika banyak pemain Galatama yang memperkuat tim nasional. Sejak Galatama bergulir, pemainpemainnya selalu mejadi prioritas bagi PSSI, karena tidak ada pilihan lain yang memiliki pola latihan teratur dan sistem kompetisi yang panjang. PSSI membutuhkan pemain yang siap secara mental maupun fisik untuk bertanding kapanpun dan dalam agenda turnamen manapun. Selain mendukung faktor fisik dan pengalaman, sistem kompetisi Galatama juga mirip dengan sistem kejuaraan tingkat internasional yang dikuti oleh PSSI. Kejuaraan semacam Merdeka Games, Annie Cup, SEA Games, Pra Olimpiade, King’s Cup mempunyai sistem kompetisi yang sama atau kombinasi keduanya. Nilai positifnya adalah para pemain Galatama yang memperkuat PSSI di ajang internasional sudah terbiasa dengan pola kompetisi yang hampir sama. 2. Pembinaan dan Pembibitan Pemain Usia Dini Pembinaan secara terpadu tidak terlepas dari pembinaan usia dini. Ketentuan dalam Galatama mewajibkan setiap klub memiliki tim yunior, sebagai usaha regenerasi internal pemain. Jayakarta merupakan salah satu klub dengan
c
pembinaan tim yunior yang baik. Sekolah sepak bola yang berada di bawah asuhan Jayakarta adalah salah satu contoh upaya pembinaan usia dini. Jayakarta meniru pola pembinaan junior seperti yang diterapkan di klub Ajax Amsterdam. Contohnya: menggunakan asrama dalam pembinaannya sehingga pemain yunior dapat lebih optimal dalam belajar sepak bola. Di awal kompetisi Galatama, Jayakarta lebih banyak diisi oleh pemain didikannya sendiri atau yang sudah terlebih dahulu tergabung sejak pertengahan tahun 1970-an105. Dalam pembinaan dan pembibitan usia dini dikenal dalam 4 tahapan berdasarkan jenjang usia. Kelompok anak-anak (usia 8 – 12 tahun ), yang menitikberatkan pembinaan dalam menciptakan berbagai permain dengan bola untuk merangsang motivasi keikutsertaan sebanyak mungkin dari anak-anak dengan
ekspetasi
hasil
mendapatkan
anak-anak
yang
potensial
untuk
dikembangkan menjadi pemain yang baik. Kelompok remaja (usia 12 -16 tahun), yang mengimplementasikan aspek lebih dalam tentang sepak bola dan merangsang kecintaan terhadap permainan sepak bola. Ekspetasi yang diharapkan dari pembinaan kelompok remaja adalah menciptakan pemain yang ingin serius meningkatkan diri dalam keterampilan bermain bola. Pembinaan usia dini semacam ini tentu memberikan peran secara keseluruhan bagi sepak bola Indonesia, selain motif pribadi klub-klub Galatama sebagai langkah regenerasi. Tidak semua klub-klub Galatama memiliki sekolah sepak bola yang secara intensif memberikan pembinaan usia dini. Beberapa diantaranya klub yang memiliki sekolah sepak bola guna pembinaan usia dini
105
Wawancara dengan Memed Permadi, 25 Juli 2007
ci
adalah Jayakarta, Niac Mitra, Arseto, UMS 80, Indonesia Muda, Tunas Inti, Pelita Jaya, Arema106. 3. Klub sebagai pusat pembangkit kemajuan Sebagai upaya lanjutan dari pembinaan usia dini, klub juga memiliki peran sebagai pusat kemajuan. Kelompok taruna atau lebih dikenal dengan tim yunior, merupakan bagian strategi pembinaan yang menitikberatkan pada pemantapan dan pematangan. Pada tahap yunior, pemain akan dipacu menimbulkan perasaan fanatik terhadap sepak bola dan menanamkan sikap bahwa tanpa latihan serius, pemain tidak akan sampai ke puncak kemampuan. Pemain mulai diarahkan untuk memilih sepak bola sebagai karir. Tahap akhir sebagai pemain adalah masuk dalam kelompok senior. Penggalangan prestasi menjadi strategi pembinaan yang utama di tahap ini. Pokok implementasi dalam tahap ini adalah menegakkan sikap mental juara dan memaksimalkan kemampuan pemain dalam kompetisi untuk meraih prestasi.107. Semua klub yang tergabung di Galatama telah menjalankan fungsi ini, karena sesuai ketentuan Liga, klub diwajibkan memiliki tim yunior dan senior untuk tergabung dalam Galatama.
B. Peran Galatama Dalam Meningkatkan Kesejahteran Pemain Galatama selain menjadi upaya untuk membantu meningkatkan prestasi tim nasional, juga sempat menjadi tujuan baru pemain-pemain yang berasal dari Perserikatan karena menjanjikan bayaran yang lebih besar. Gaji yang lebih besar dibandingkan saat bermain di Perserikatan turut membawa kesejahteraan pemain 106 107
Wawancara dengan John Halmahera, 23 Juli 2007 Konsep Pola Pembinaan Sepak Bola Nasional, hal 69
cii
menjadi lebih baik lagi. Besar kecilnya gaji seorang pemain Galatama tidak lepas dari kemapuan finansial sebuah klub. Semakin kuat dan bonafit perusahaan atau lembaga yang menaungi, semakin besar pula anggaran yang diberikan untuk mengelola klub Galatama108. Besaran rata-rata gaji yang diterima pemain Pardedetex, Niac Mitra, Warna Agung, KTB tentu lebih besar dari yang diterima pemain dari klub Cahaya Kita, BBSA Tama ataupun Tidar Sakti. Umumnya klub yang berani memberi gaji besar kepada pemain adalah yang ditopang oleh perusahaan besar. Pardedetex di awal kompetisi Galatama termasuk salah satu klub yang membayar tinggi gaji pemainnya. Tidak kurang 300 ribu sampai 500 ribu rupiah dikeluarkan Pardedetex untuk seorang pemain setiap bulan. Jika ada pemainnya yang mencetidak gol dan memberi kemenangan, Pardedetex akan memberi bonus mencapai 250 ribu rupiah. Di tempat lain, Warna Agung yang berada di bawah perusahaan cat, menggaji pemainnya 250 ribu sampai 400 ribu rupiah. Pada tahun 1986, KTB, klub asal Bogor, membayar 300 ribu sampai 600 ribu rupiah setiap bulan untuk seorang pemain. Klub-klub ‘kecil’ semacam BBSA Tama dan Cahaya Kita paling tinggi memberi gaji bulanan pemain sampai 300 ribu rupiah untuk seorang pemain. Secara rata-rata pemain mendapatkan bayaran yang lebih besar saat menjadi pemain Galatama dibandingkan saat masih berada di Perserikatan. Tidak dapat dipungkiri Galatama turut meningkatkan kesejahteraan pemain saat masih memperkuat klub bersangkutan. Namun tidak ada jaminan
108
Wawancara dengan Ronny Pattinasarani, Iswadi Idris, Risdianto, 23 Juli 2007
ciii
masa depan bagi pemain manapun yang ada di Galatama109. Ikatan antara pemain dan klub hanya sebatas waktu saat masih aktif bermain bersama klub yang dibela. Jika sudah tidak ada ikatan sebagai pemain ada yang kemudian dijadikan karyawan pada perusahaan yang membawahi klub Galatama bersangkutan. Umumnya pemain yang sudah tidak terpakai di Galatama kembali ke Perserikatan atau memperkuat klub Galakarya. Pilihan terbaik adalah bergabung di Galakarya. Selain masih mendapat gaji dari bermain bola meski dalam jumlah kecil dibandingkan Galatama, pemain akan mendapat status karyawan110.
C. Peran Galatama dalam Membantu PSSI Meraih Prestasi Motif utama dibentuknya Galatama adalah sebagai jalan pintas untuk mewujudkan harapan PSSI dalam meraih prestasi di ajang internasional. Gelar juara memang bukanlah patokan tunggal untuk kesuksesan meraih prestasi, namun tetap menjadi tolak ukur yang paling sederhana. PSSI memberikan ekspetasi tinggi terhadap Galatama sebagai kunci utama dalam meraih prestasi dalam kejuaraan tingkat internasional. Hadirnya Galatama dalam persepakbolaan Indonesia tidaklah serta merta menghasilkan capaian prestasi secara instan seperti yang diharapkan. Perlu adanya sebuah proses bagi Galatama membantu sepak bola nasional ke arah prestasi. 1. Galatama Sebagai Sumber Utama Rekrutmen Pemain Nasional Sebelum tahun 1979, praktis Perserikatan memiliki andil terbesar sebagai sumber pemain dalam tim nasional karena satu-satunya kejuaraan tingkat tertinggi 109 110
Wawancara Eduard Tjong 24, Oktober 2007 Wawancara Memed Permadi, 25 Juli 2007
civ
ada di Perserikatan. Memasuki tahun pertama
dan kedua Galatama, terjadi
peralihan fungsi dari Perserikatan ke Galatama sebagai sumber pemain nasional. Hal tersebut dinilai wajar, karena semua pemain terbaik Perserikatan yang bermain untuk tim nasional pindah ke Galatama111. Pada tahun ketiga sampai enam
Galatama tetap menjalankan perannya secara tunggal sebagai sumber
utama pemain nasional secara mandiri dengan mencetidak pemain hasil binaannya. Berikutnya baik Galatama dan Perserikatan kembali bersama-sama sebagai sumber utama pemain nasional dalam porsi yang berimbang112.
2. Galatama Sebagai Wakil PSSI di Turnamen Internasional Sebagai bagian dari Asosiasi Sepakbola Asia (AFC), PSSI diwajibkan untuk ikut serta dalam kejuaraan yang diselenggarakan di bawah AFC. AFC selain menggelar kejuaraan yang diikuti oleh tim nasional juga memberi kesempatan kepada klub-klub sepak bola negara anggota dalam kejuaraan antar klub Asia. AFC menyelenggarakan kejuaraan antar klub Asia sejak tahun 1967 bernama Asian Champions' Cup. PSSI sebagai anggota AFC wajib mengirimkan wakil yang diambil dari Galatama113. Klub yang terpilih menjadi wakil PSSI dalam Asian Champions' Cup adalah juara kompetisi Galatama, dengan memberikan klub terbaik diharapkan akan memberi hasil positif bagi pencapaian prestasi.
111 112
113
Wawancara dengan Ronny Pattinasarani, Iswadi Idris, Risdianto, 23 Juli 2007 Wawancara dengan Rudy William Keltjes, 25 Agustus 2007 www.rsssf.com/tablesa/as1.html
cv
Gambar 3 Foto pertandingan KTB dalam kejuaraan Asian Champion’s Cup
.
Sumber : Pos Kota, 25 Juni 1986
Hasil yang diperoleh klub-klub Galatama dalam kejuaraan AFC berbeda di setiap turnamen. Catatan terbaik selama era Galatama dimiliki oleh klub KTB (Yanita Utama)114. KTB berhasil mencapai semi final dan mengalahkan Al Ittihad, wakil dari Arab Saudi, dengan skor 1-0 di tahun 1986115. Capaian tersebut merupakan rekor terbaik yang pernah diraih klub asal Indonesia di tingkat Asia. Belum ada klub Indonesia lain yang menyamai prestasi KTB di Asian Champions'
114
KTB terdaftar dalam Asian’s Champoins Cup dengan nama Yanita Utama. Yanita Utama kemudian dibubarkan lalu dibentuk klub baru dengan nama KTB dengan materi pemain yang sama. 115 Wawancara dengan Sofyan Hadi, 24 Juni 2007
cvi
Cup (AFC Cup) sampai dengan tahun 2010116. Klub Galatama lain yang pernah bermain di Asian Champions' Cup adalah Niac Mitra, Pelita Jaya dan Arseto.
D. Peran Galatama Sebagai Landasan ke Arah Sepakbola Profesioanal Konsep sepak bola profesional yang dituangkan lewat Galatama adalah langkah maju bagi persepakbolaan di Indonesia. Galatama memang belum bisa murni professional, oleh karena itu disebut dengan non-amatir atau semi professional. Kehadiran sepak bola professional murni di Indonesia belum mencapai bentuk yang sesungguhnya. Liga Indonesia yang menjadi gabungan dari Perserikatan dan Galatama sesungguhnya merupakan upaya penyelamatan klubklub Galatama agar tetap eksis dan mengenalkan pembinaan profesional bagi Perserikatan. Sepakbola Indonesia patut berterima kasih kepada Galatama sebagai perwujudan konsep sepak bola professional, meski penerapannya belum sempurna. Setidaknya Galatama dapat dijadikan evaluasi bagi PSSI untuk perencanaan dan penerapan sepak bola professional yang lebih baik. 15 tahun Galatama dapat dijadikan pembelajaran bagi PSSI dan masyarakat pencinta sepak bola agar sepak bola professional dapat terwujud secara optimal di Indonesia dengan tetap mengutamakan kepentingan sepak bola nasional117.
116 117
Sejak tahun 2004, Asian Champions' Cup beganti nama menjadi AFC Cup Wawancara dengan Sofyan Hadi, 24 Juni 2007
cvii
BAB V KESIMPULAN Minimnya prestasi yang diraih PSSI pada tahun 1970-an, membuat PSSI memutuskan untuk menerapkan konsep sepak bola profesional di Indonesia sebagai jalan pintas agar dapat kembali berprestasi di ajang internasional. Konsep tersebut diwujudkan dalam Lembaga Sepakbola Utama (Galatama), dengan pola pembinaan klub secara profesional, namun status pemain masih sebagai amatir. Oleh karena itu, Galatama disebut sebagai sepak bola non-amatir atau semi profesional. Galatama menitikberatkan pembinaan klub sebagai pusat kemajuan sepak bola melalui sistem kompetisi reguler, dan pembinaan pemain sejak usia muda. Selama kurang lebih 15 tahun, Galatama telah menggelar 13 kompetisi reguler dengan jumlah peserta yang berubah di setiap penyelenggaraannya. Galatama merupakan penerapan manajemen profesional dalam sepakbola yang menitikberatkan pendanaan mandiri di bawah lembaga atau perusahaan. Eksistensi klub-klub Galatama sangat dipengaruhi oleh kemampuan finansial lembaga atau perusahaan yang menaunginya, mengingat diperlukan dana yang besar dalam keikutsertaan dalam kompetisi. Terlihat bahwa yang mampu bertahan dalam 13 kali penyelenggaraan kompetisi, hanya klub-klub yang memiliki dukungan finansial yang kuat. Terlepas dari sisi pendanaan, semua klub Galatama memiliki peluang resiko yang sama atas kasus suap dalam sepak bola. Kasus suap yang sempat melanda tim nasional PSSI dan Perserikatan pada tahun 1970-an, juga terjadi di
cviii
Galatama. Sejumlah bandar dan makelar judi berada dibalik kasus suap. Tim peneliti dan penanggulangan kasus suap dibentuk PSSI untuk menyelidiki dan mengatasi kasus suap yang terjadi. Beberapa pemain yang terbukti terlibat suap dijatuhi sanksi oleh PSSI, sementara bandar dan makelar judi diajukan ke pengadilan. Upaya pemberantasan suap ini tidak diiringi ketegasan sikap PSSI dalam menjatuhkan sanksi kepada pemain yang terbukti terlibat kasus suap. Sanksi yang dijatuhkan dapat dengan mudah kurangi oleh PSSI. Tidak adanya efek jera dalam sanksi yang berikan oleh PSSI, membuat kasus suap terus saja terjadi tidak hanya di Galatama, tapi juga di Perserikatan. Suap yang terus terjadi di Galatama membuat penonton kehilangan minat untuk menyaksikan pertandingan di stadion. Sepinya penonton otomatis membuat pemasukan klub mengalami penurunan, yang berimbas pada kemampuan untuk bertahan di Galatama. Beberapa pemilik klub Galatama mengaku semakin merugi dalam mengelola klub Galatama, sehingga lebih memilih untuk membubarkan klubnya. Sponsor yang sempat hadir di tahun-tahun akhir Galatama ternyata tidak mampu menolong klub-klub dari kesulitan keuangan. Pada tahun 1994, PSSI memutuskan untuk menggabungkan teknik permainan yang ada di Galatama dan fanatisme penonton di Perserikatan ke dalam satu wadah bernama Liga Indonesia. Terlepas dari pasang surut yang dialami, Galatama tetap memberikan andil besar dalam sepak bola Indonesia. Sumber utama rekrutmen pemain nasional adalah Galatama. Hal ini tetap bertahan selama era Galatama. Peran dasar lain yang dijalankan Galatama adalah sebagai pusat pembinaan sepak bola. Pengiriman klub-klub terbaik dalam turnamen tingkat Asia semakin menguatkan
cix
peran Galatama untuk berprestasi di tingkat Internasional Galatama, meski belum sepenuhnya profesional, layak diberi apresiasi sebagai landasan sepak bola Indonesia menuju bentuk profesional murni. PSSI sebaiknya menjadikan Galatama sebagai evaluasi dan pertimbangan dalam perencanaan dan penerapan sepak bola profesional di Indonesia.
cx
DAFTAR PUSTAKA
A. Dokumen Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama Laporan Empat Tahunan PSSI 1983 - 1987 Manual Kompetisi Liga Bentoel Galatama 1990 Surat Pemberitahuan Resmi Parkesa 78 nomor 08/U/PA/VII/79 tertanggal 16 Juli 1979 Rekap Kompetisi I – X Galatama B. Buku Amir Machmud. 1994. Potret Olahraga ( Kumpulan Kolom ). Semarang: Yayasan Panca Agni. Eddi Elison, 2005. PSSI Alat Perjuangan Bangsa. Jakarta: PSSI. Foer, Franklien. 2006. Memahami Dunia Lewat Sepak Bola: Kajian Tak Lazim tentang Sosial-Politik Globalisasi. Yogyakarta: Marjin Kiri. Giulianotti, Richard. 2006. Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global. Yogyakarta: Aperion Philotes. Gottschalk, Louis. 1969. Mengerti Sejarah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Kadir Yusuf. 1982. Sepak Bola Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Koentjaranigrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia. Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia, 1979. Galatama Sepakbola: Mencatat Sejarah. Jakarta: PSSI. _______, 2000, 70 Tahun PSSI: Mengarungi Millenium Baru. Jakarta: PSSI _______, 1981, Konsep Pola Pembinaan Sepakbola Nasional, Jakarta: PSSI
cxi
Sartono
Kartodirdjo.
1982.
Pemikiran
dan
Perkembangannya
Historiografi. Jakarta: PT. Gramedia. Srie Agustina Palupi. 2004. Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920 – 1942. Yogyakarta: Ombak. Sumohadi Marsis. 1992. Catatan Ringan. Jakarta: PT. Gramedia Sutopo, H.B. 2002. Metode Penelitian Kuantitatif : Dasar dan Teori dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press. C. Majalah Majalah Tempo, 22 Desember 1984 Majalah Tempo, 23 Februari 1985 Majalah Tempo, 23 Februari 1985 Majalah Tempo, 26 November 1986 Majalah Tempo, 18 Februari 1984 Majalah Tempo , 21 April 1984 Majalah Tempo. 8 Januari 1988 Majalah Tempo, 25 Juni 1983 Majalah Tempo, 3 Desember 1988 Majalah Tempo, 25 Oktober 1986 Majalah Tempo. 6 Mei 1989 Majalah Tempo, 12 Agustus 1989
Majalah Sportif, No.238 tahun 1993
D. Surat Kabar
Pos Kota, 7 Juli 1977 Pos Kota, 15 Juli 1977 Pos Kota, 14 Februari 1979 Pos Kota, 19 Februari 1979 Pos Kota, 20 Februari 1979 Pos Kota, 19 Februari 1979
cxii
Pos Kota, 27 Juli 1979 Pos Kota, 21 Juli 1979 Pos Kota, 17 November 1979 Pos Kota, 18 November 1979 Pos Kota, 18 Juni 1980 Pos Kota, 15 September 1980 Pos Kota, 3 Oktober 1980 Pos Kota, 7 Juli 1980 Pos Kota, 15 April 1981 Pos Kota, 10 Oktober 1981 Pos Kota, 10 Maret 1982 Pos Kota, 16 Maret 1982 Pos Kota, 3 Maret 1983 Pos Kota, 29 September 1987 Pos Kota. 8 April 1989
Jawa Pos , 7 Juni 1983 Jawa Pos, 17 Juni 1983
E. Situs Web
The Rec.Sport.Soccer Statistics Foundation. http://rsssf.com Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia. http://pssi-football.com Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Liga_Sepak_Bola_Utama Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Piala_Galatama Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Perserikatan Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Liga_Indonesia
cxiii