Bab III Fotometri Fotometri pita lebar, tidak dapat disanggah lagi, merupakan teknik pengamatan yang paling penting, paling umum, dan paling mudah dalam mempelajari bintang variabel, dan secara tradisional telah menjadi tulang punggung pengamatan bintang variabel. Adalah sebuah keuntungan tersendiri untuk dapat menjaga agar sebagian besar cahaya bintang dapat dianalisis tanpa didispersikan oleh sebuah prisma atau grating, dan juga agar tidak jatuh ke dalam kerumitan prosedural pengamatan dan reduksi data. Fotometri dan spektroskopi sensitif dalam cara yang berbeda untuk tiap-tiap pulsasi bintang, sehingga ketika diaplikasikan pada obyek yang sama akan didapatkan dua pendekatan berbeda yang saling melengkapi.
III. 1. Pengamatan Pengamantan dilakukan pada Senin/Selasa, 3/4 Juli 2006, menggunakan Reflektor Schmidt-Cassegrain GAO-ITB 20,3 cm, Filter Johnson-Bessel BVRI, dan CCD ST-8XME. Tujuan pengamatan fotometri adalah untuk melihat perubahan kecerlangan dari RS Gru dan menentukan periodogramnya. Sepanjang malam pengamatan berhasil diperoleh 40 set citra fotometri dengan total 159 bingkai citra. Detail pengamatan disajikan pada beberapa sub bagian tulisan di bawah ini. III. 1.1. Fotometri Diferensial Pekerjaan ini menyandarkan diri pada teknik fotometri diferensial. Fotometri diferensial adalah teknik fotometri yang dilakukan dengan menentukan perbedaan pengukuran magnitudo antara bintang program (bintang variabel) dan bintang lain (bintang pembanding) yang kedudukannya berdekatan di langit. Teknik ini digunakan secara luas dalam pengamatan bintang variabel khususnya yang
berperiode pendek. Walaupun sederhana namun akurat dalam mendeteksi perubahan kecil kecerlangan. Dalam pengamatan bintang variabel, metode ini memberikan beberapa keuntungan dibandingkan fotometri absolut atau all-sky, khususnya bila pengamatan dilakukan pada teropong kecil. Teknik ini juga toleran terhadap kondisi tranparansi langit yang tidak begitu bagus.
Beberapa keuntungan itu
antara lain: 1. Jika bintang program dan pembandingnya cukup dekat di langit, maka ekstingsi atmosfer mempengaruhi keduanya dengan besar yang sama dan hanya perlu sedikit koreksi untuk memperbaiki perbedaan kecil ekstingsi atmosfer. 2. Jika bintang variabel dan pembandingnya memiliki warna yang hampir sama, maka perbedaan dalam respon panjang gelombang antara sistem instrumental dan sistem standar mempengaruhi keduanya dengan besar yang kira-kira sama dan hanya diperlukan sangat sedikit koreksi untuk memperbaiki perbedaan kecil transformasi. Memilih bintang pembanding barangkali merupakan langkah terpenting dalam fotometri diferensial. Bintang pembading haruslah cukup terang, sebisa mungkin bukan variabel, dan seperti yang telah dikemukakan di atas, harus berada sedekat mungkin dengan bintang program. Kesalahan pemilihan dapat berakibat gagalnya pengamatan. Variabel atau tidaknya bintang pembanding diperiksa dengan menggunakan bintang cek. Jika pembandingan antara bintang pembanding dan bintang cek memperlihatkan perubahan, maka tidak dapat diketahui bintang mana yang variabel. Pada fotometri diferensial menggunakan CCD, dimungkinkan untuk mengambil citra bintang program dan bintang pembanding dalam satu bingkai sekaligus.
III. 1.2. Instrumentasi III. 1. 2. 1.
Teleskop Celestron GAO-ITB 8″
• Jenis
: Schmidt-Cassegrain
• Diameter
: 203,2 mm
• Panjang fokus
: 2032 mm
• Nisbah fokal
: 10
• Skala bayangan
: 101,51″/mm
III. 1.2.2. Analisator : Johnson BVRI Karakteristik dari filter Johnson BVRI diberikan pada tabel 1. Tabel III. 1. Karakteristik sistem Johnson UBVRI Simbol
λ0(nm)
Δλ(nm)
B
440
100
V
550
90
R
720
220
I
900
240
III. 1.2.3. Detektor: kamera CCD SBIG ST-8XME III. 1.2.3.1. Spesifikasi fisik
•
Piksel array
: 1530 x 1020 piksels
•
Ukuran chip
: 13.8 x 9.2 mm
•
Ukuran piksel
: 9 x 9 mikron persegi
•
Full Well Capacity
: ~100,000 e-
•
Dark Current
:1e-/piksel/detik pada 0° C.
III. 1.2.3.2 Spesifikasi optik gabungan (untuk f = 2032 mm)
•
Medan pandang
: 1400,84″ × 933,89″
III. 1.3. Obyek Pengamatan Bintang program: • Nama
: RS Gru (HD 206379)
• α2000
: 21h43,07m
• δ2000
: -48d11,4m
• mV(maks)
: 7,92
• mV(min)
: 8,51
• Kelas spektrum : A6 - A9IV – F0 • Periode
: 3,5 h
• Amplitudo
: 0,59
Bintang pembanding • Nama
: HD 206584
• α2000
: 21h44,41m
• δ2000
: -48d18,5m
• mV
: 8,57
• Kelas Spektrum : G8III Bintang cek • Nama
: HD 206628
• α2000
: 21h44,7m
• δ2000
: -48d06,2m
• mV
: 9,63
• Kelas spektrum : G8IV/V CN • type
: standard fotoelektrik
III. 1.4. Pengambilan Data
Kegiatan pengamatan dilakukan pada 3 dan 4 Juli 2006. Citra yang diambil adalah 10 citra bias di awal, citra mentah untuk masing-masing filter (BVRI) dalam 40 set pengambilan (total 159 citra), citra gelap dengan waktu eksposur yang sesuai, citra medan datar untuk masing-masing filter dan 10 citra bias di akhir. Waktu bukaan untuk citra mentah adalah 30 detik untuk filter B, 30 detik untuk V, 20 detik untuk R dan 30 detik untuk I. III. 1.4.1.
Jurnal Pengamatan
Jurnal pengamatan disajikan dalam tabel 2 di bawah ini. Tabel III. 2. Jurnal pengamatan fotometri pada 3/4 Juli 2006. Waktu
Kegiatan
22.30
instalasi instrumen
22.37
test pointing
00.12
pointing ke RS Gru
00.19
setting CCD, temp : -15°C
00.22
Bias1
00.29
test fokus CCD
00.43
data set 1 (BVRI) ...
02.52
data set 24 obyek transit
03.21
data set 25 …
04.52
data set 40
05.00
citra gelap, medan datar, dan bias2
Gambar III. 1. Salah satu bingkai citra dalam filter Bessell R dari RS Gru (HD 206379), bintang pembanding (HD 206584), dan bintang cek (HD 206628). III. 2. Metode Analisis : Fotometri bukaan Fotometri bukaan biasa digunakan dalam fotometri CCD. Metode fotometri bukaan adalah dengan mendefinisikan 3 anulus digital untuk mengukur kecerlangan suatu objek sumber titik. Anulus terdalam digunakan untuk mengukur kecerlangan total objek sedangkan anulus kedua dan ketiga digunakan untuk mengukur kecerlangan langit latar belakang. Ukuran ke-3 anulus ini bisa diubah-ubah menurut kehendak pengamat. Perangkat lunak IRAF menyediakan task untuk melakukan fotometri bukaan ini. III. 3. Reduksi menggunakan IRAF Reduksi terhadap derau instrumen dilakukan dengan mengurangkan citra mentah terhadap citra gelap dan membagi hasilnya dengan citra medan datar yang sudah dikurangi dengan citra bias.
Reduksi data fotometri dilakukan dengan menjalankan task apphot dalam perangkat lunak IRAF. Dalam melakukan fotometri bukaan, pertama-tama citra diperiksa dengan mengunakan perintah imexamine untuk mendapatkan terkaan awal posisi bintang, magnitudo langit latar belakang, dan FWHM. Harga terkaan awal FWHM diperlukan dalam menentukan jari-jari anulus dalam, anulus ke-2 dan anulus luar. Jari-jari anulus dalam ditentukan sebesar 1,7 FWHM dan anulus ke-2 sebesar 2,5 FWHM. Untuk anulus ke-3 ditentukan berjarak 10 – 15 piksel dari anulus ke-2. Tabel III. 3. Hasil pengamatan dan reduksi data fotometri JD2453920,5+
ΔB
ΔV
ΔR
ΔI
0,32171296281740
0.357
1.289
0.622
1.419
0,32674768567085
0.562
1.196
0.621
1.375
0,32979166693985
0.412
1.412
0.525
1.403
0,33258101856336
0.272
0.953
0.537
1.482
0,33638888876885
0.492
1.428
0.564
1.611
0,33913194481283
0.627
1.43
0.697
1.584
0,34192129690200
0.469
1.281
0.71
1.609
0,34462962951511
0.683
1.671
0.645
1.652
0,34800925944000
0.61
1.396
0.749
1.833
0,35356481466442
0.731
1.402
0.742
1.946
0,35707175964490
0.557
1.397
0.95
1.986
0,36564814765006
1.043
1.718
1.004
2.055
0,36914351861924
0.831
1.675
0.904
2.02
0,37282407376915
0.939
1.547
0.932
2.087
0,37668981449679
0.657
1.572
0.818
1.895
0,37946759257466
0.849
1.752
0.823
1.875
0,38313657371327
0.557
1.592
0.806
2.094
0,38872685190290
0.652
1.603
0.849
1.696
0,39215277787298
0.722
1.923
0.713
1.793
0,39579861052334
0.605
1.533
0.611
1.688
0,39906249940395
0.578
1.645
0.811
1.706
0,40326388878748
0.561
1.57
0.703
1.85
0,40695601888001
0.681
1.606
0.648
1.637
0,41171296266839
0.499
1.435
0.779
1.6
0,43153935158625
0.255
0.89
0,43495370354503
0.275
0.767
-0.079
1.623
0,44208333361894
0.296
0.61
-0.238
1.686
0,44561342569068
0.121
0.797
-0.125
1.673
0,44923611078411
0.068
0.6
-0.098
1.604
0,45267361076549
0.003
0.628
-0.146
1.668
0,46067129680887
0.09
0.597
0.046
1.601
0,46425925940275
-0.206
0.442
-0.145
1.582
0,46828703675419
-0.111
0.918
-0.206
1.644
0,47156249964610
-0.205
1.01
-0.129
1.684
0,47517361072823
-0.104
1.026
-0.14
1.656
0,48033564770594
0.018
1.081
-0.127
1.438
0,48428240790963
-0.058
1.159
-0.145
1.718
0,48775462992489
-0.213
1.243
-0.048
1.684
0,49100694479421
0.03
1.134
0.001
1.781
0,49461805541068
0.111
1.229
0.009
1.995
-
1.788
Gambar III. 2. Plot hasil pengamatan fotometri diferensial dari RS Gru pada filter B (×), V(+), R(*), dan I(Δ).
III. 4. Analisis Periodogram Ada dua analisis periodogram yang dicobakan. Yang pertama adalah Phase Dispersion Minimization (PDM) dan yang kedua adalah Date Compensated Discrete Fourier Transform (DCDFT). III. 4. 1. Phase Dispersion Minimization (Widjaja, 1998) Phase Dispersion Minimization atau PDM adalah metode penentuan periode dari suatu deret waktu dengan meminimisasi sebaran data pada domain fasa (Wijaya, 1998). Jika terdapat N buah data pengamatan dalam deret waktu (ti, xi) dengan i = 1 … N, maka variansi total dapat dihitung melalui rumus
N
!2 =
2
# (x " x ) i
i =1
(1)
N "1
dengan x adalah rata-rata dari xi x=
1 N ‡”x N i =1 i
(2)
sehingga variansi dapat dituliskan: N " N # N ) xi2 $ % ) xi & ' i =1 ( ! 2 = i =1 N (N $ 1)
2
(3)
Selanjutnya data tersebut dikelompokkan ke dalam M sampel yang masingmasing mempunyai variansi s 2j (j = 1...M ). Variansi rata-rata dari keseluruhan sampel adalah M
2
s =
" (n
j
j =1 M
"n
j
! 1)s j
(4)
!M
j =1
Jika Π adalah periode yang diujicobakan, maka fasa untuk tiap periode adalah
!i =
ti "t # $ int % i & ' (')
(5)
Untuk satu harga fasa yang didapatkan dari masukan ujicoba Π pada persamaan (5), pengelompokan ke dalam M buah sampel dilakukan dengan cara berikut: 1. data dikelompokkan ke dalam Nb buah bin. 2. dilakukan pengcoveran sebanyak Nc kali. 3. pengcoveran pertama sama dengan pengelompokkan yang dilakukan pada langkah 1. 4. pengcoveran ke-2 digeser sebesar 1 N N fasa dari pengcoveran pertama, b c pengcoveran ke-3 digeser sebesar 1 N N fasa dari pengcoveran kedua, b c dan seterusnya hingga Nc kali, sehingga sampel keseluruhan berjumlah M = NbNc dengan lebar interval untuk tiap sampel adalah 1 N fasa. b
Besaran Θ kemudian didefinisikan sebagai
È=
s2 ó2
(6)
Jika Π bukan periode benar, maka s 2 ¡Öó 2 dan È ¡Ö1 , tetapi jika Π adalah periode benar, maka È ¡Ö0 . Langkah – langkah PDM dapat dirangkum sebagai berikut 1. Masukan data : (ti, Δmi) 2. Hitung variansi total dari data masukan 3. Masukan : periode (dicobakan) 4. Data dipecah/dibagi menjadi Nb buah bin dan Nc buah cover, dengan Nb. Nc = M buah sampel. 5. Hitung variansi dari tiap sampel 6. Hitung variansi rata-rata dari keseluruhan sampel 7. Definisikan Θ sebagai perbandingan variansi rata-rata seluruh sampel dengan variansi total. 8. Perioda benar jika Θ kecil III. 4. 1. 1. Hasil analisis PDM Perhitungan dilakukan dengan membangun program dalam MATLAB. Periode yang dicobakan terentang dari 0 hingga 0,2 hari, dengan ukuran langkah 0,0002 hari. Gambar III. 3 mengetengahkan hasil analisis PDM untuk Nb = 3 dan Nc = 1, dengan hasil sebagai berikut: • filter B (kurva biru),
Θmin = 0.91152, P = 0.08636 hari
• filter V (kurva hijau),
Θmin1 = 0.90841, P1 = 0.08007 hari Θmin2 = 0.94954, P2 = 0.15096 hari
• filter R (kurva merah), Θmin = 0.91611, P = 0.07888 hari • filter I (kurva hitam),
Θmin1 = 0.93686, P1 = 0.04029 hari Θmin2 = 0.95960, P2 = 0.07939 hari
plot antara theta - periode benar 1.2
1.15
1.1
a t e h t
1.05
1
0.95
0.9
0.85
0
0.02
0.04
0.06
0.08 0.1 periode benar
0.12
0.14
0.16
0.18
Gambar III. 3. Hasil analisis PDM untuk filter B (biru), V(hijau), R(merah), dan I(hitam), dengan Nb = 3 dan Nc = 1. Gambar III. 4 mengetengahkan hasil analisis PDM untuk Nb = 4 dan Nc = 2 (sampel = 8). Tampak bahwa tidak ada Θmin yang meyakinkan untuk filter B, V, dan R. Hasil meyakinkan hanya dimiliki oleh filter I (kurva warna hitam) dengan hasil Θmin = 0.91152, P = 0.1530 hari. Gambar III. 5 mengetengahkan hasil analisis PDM untuk Nb = 5 dan Nc = 2 (sampel = 10). Seperti halnya untuk Nb = 4 dan Nc = 2, hasil meyakinkan hanya dimiliki oleh filter I (kurva warna hitam) dengan hasil Θmin = 0.92764, P = 0.1384 hari.
Gambar III. 4. Hasil analisis PDM untuk filter B (biru), V(hijau), R(merah), dan I(hitam), dengan Nb = 4 dan Nc = 2.
Gambar III. 5. Hasil analisis PDM untuk filter B (biru), V(hijau), R(merah), dan I(hitam), dengan Nb = 5 dan Nc = 2.
III. 4. 2. Date Compensated Discrete Fourier Transform (Ferraz-Mello, 1981) Teknik
penentuan
periodogram
yang
diadopsi
adalah
DCDFT
(Date
Compensated Discrete Fourier Transform) dari Ferraz-Mello (1981). Teknik ini adalah metode penentuan periodogram dengan menggunakan Transformasi Fourier Diskret yang mencari keberadaan periodisitas dengan memperhitungkan ketidakteraturan distribusi data, variasi kecil dari kuantitas terukur, dan memperhitungkan jumlah pengamatan yang sedikit. DCDFT dapat disamakan dengan pencocokan kurva yang didekati menggunakan model sinusoidal ditambah sebuah konstanta. Untuk sebuah frekuensi ujicoba ω, sebuah koefisien korelasi spektral S ditentukan dengan rumus berikut (Ferraz-Mello, 1981):
a0!2 = N 2
a1!2 = " cos 2 xi ! a02 (" cos xi )
(7)
2
a2!2 = " sin 2 xi ! a02 (" sin xi ) ! a12 M 2 dimana M = " cos xi sin xi ! a02 (" sin xi )(" cos xi ), dan c1 = a1 " fi cos xi c2 = a2 " fi sin xi ! a1a2 c1M S=
(8)
c12 + c22 " f12
dengan N adalah jumlah titik pengamatan di dalam deret waktu, ti adalah waktu pengamatan, xi = 2!ù t i dan fi adalah pengukuran magnitudo diferensial di sekitar harga rata-rata mereka, yaitu tergeser dengan cara sedemikian sehingga ‡” f i = 0 . Langkah pertama penerapannya dalam program komputer adalah memilih rentang frekuensi yang ingin diselidiki. Biasanya kita mempertimbangkan rentang frekuensi dari 0 hingga frekuensi Nyquist. Setelah itu menentukan jumlah langkah iterasi yang akan digunakan dalam memindai rentang frekuensi; dimana langkah iterasi ini harus cukup kecil untuk menghindari hilangnya sebuah puncak penting spektrum. Pertimbangan waktu perhitungan membuat pemilihan langkah yang terlalu kecil sebaiknya dihindari. Sekali rentang frekuensi dan langkah pemindaian telah dipilih, harga S dapat dihitung untuk setiap frekuensi ujicoba.
Pemeriksaan kesignifikanan puncak dari grafik yang diperoleh diperiksa dengan kuantitas-kuantitas berikut: N #3 ln (1 # S ) 2 N #4 H= G + e # G # 1) ( N #3 2 (N # 3)$t.$" != 3 (N # 4 ) G=#
(9)
!
C = (1 # e # H )
dimana ΔT adalah interval waktu yang diliput oleh pengamatan dan Δω adalah rentang frekuensi yang diambil. Besaran C adalah tingkat kepercayaan dari hasil, dimana (1 – C) dapat diinterpretasikan sebagai kemungkinan memiliki ketinggian puncak tertinggi. Pada kasus pengamatan RS Gru, hasil pengamatan fotometri diferensial disajikan dalam tabel 3, yang menampilkan 40 pengukuran magnitudo relatif, masingmasing untuk filter B, V, R, dan I. Dari hasil analisis periodogram didapatkan harga periode sebagai berikut: • PB = 0,19455252918288 hari • PV = 0,16249593760156 hari • PR = 0,19098548510313 hari • PI = 0,12923235978289 hari
Gambar III. 6. Hasil analisis DCDFT, plot antara frekuensi dan nilai S, menunjukkan puncak-puncak frekuensi paling mungkin untuk filter B (kurva biru), V (kurva kuning), R (kurva merah), dan I (kurva hitam).
Gambar III. 7. Hasil analisis DCDFT, plot antara harga frekuensi dan H, menunjukkan puncak-puncak frekuensi paling mungkin untuk filter B (kurva biru), V (kurva kuning), R (kurva merah), dan I (kurva hitam).
Gambar III. 8. Hasil analisis DCDFT, plot antara harga periode dan H, menunjukkan puncak-puncak periode paling mungkin untuk filter B (kurva biru), V (kurva kuning), R (kurva merah), dan I (kurva hitam).
Gambar III. 9. Hasil analisis DCDFT, plot antara harga periode dan H, menunjukkan puncak-puncak periode paling mungkin untuk filter B (kurva biru), V (kurva kuning), R (kurva merah), dan I (kurva hitam).