P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa i n s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
Formulasi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol Menggunakan Isopropil Miristat sebagai Fase Minyak
dengan
(Formulation of Fluconazole Microemulsion with Isopropyl Mirystat as Oil Phase) Rini Agustin1*, Hestiary Ratih2, Aisah Hadiati2 1Fakultas 2Fakultas
Farmasi, Universitas Andalas Padang Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung
Corresponding email:
[email protected] ABSTRAK Flukonazol adalah obat jamur golongan triazol yang digunakan untuk pengobatan infeksi jamur superfisial dan sistemik. Efek samping yang kurang menyenangkan dari flukonazol dan belum tersedianya produk flukonazol secara topikal menjadi alasan mengapa obat ini perlu dibuat dengan sistem penghantaran obat baru yaitu melalui rute pemberian topikal. Dengan kelarutan flukonazol yang rendah dalam air yaitu 8mg/ml, maka formulasi dalam bentuk mikroemulsi akan menjadi keuntungan tersendiri pada sediaan ini, karena mikroemulsi memiliki kemampuan untuk meningkatkan kelarutan senyawa yang sukar larut. Pada penelitian ini dikembangkan flukonazol topikal dalam bentuk mikroemulsi menggunakan isopropil miristat sebagai fase minyak, Tween 80 dan propilenglikol sebagai surfaktan dan ko-surfaktan. Formulasi yang berbeda dibuat untuk mengevaluasi pengaruh jumlah minyak, konsentrasi surfaktan/kosurfaktan terhadap laju permeasi flukonazol secara in-vitro. Evaluasi mikroemulsi meliputi pengamatan organoleptis, pengukuran pH, pengukuran viskositas selama 28 hari, uji freeze and thaw selama 6 siklus, uji stabilitas dipercepat dengan sentrifugasi, penentuan kadar dan uji difusi. Formulasi terbaik yang diperoleh untuk mikroemulsi flukonazol adalah 5,24% isopropil miristat, Tween 80/propilenglikol 47,13% (2:1) dan air 47,13% dengan tingkat permeasi mencapai 80,58% pada menit 180. Kata Kunci: Flukonazol, mikroemulsi topikal, tingkat permeasi PENDAHULUAN Pemberian obat topikal didefinisikan
infeksi jamur superfisial dan sistemik, seperti pada kandidiasis vagina, orofaringeal dan
sebagai aplikasi formulasi obat pada kulit yang
kandidiasis
ditujukan langsung untuk mengobati gangguan
kriptokokus. Selain itu efektif juga untuk
kulit Kulit merupakan target yang penting pada
pengobatan candida pada infeksi saluran kemih,
aplikasi pengobatan Salah satu obat yang cara
peritonitis,
pemberiannya melalui rute pemberian topikal
termasuk candidema, dan pneumonia. Obat
selain obat-obat untuk analgesik adalah obat
antijamur triazole ini memiliki efek samping
antijamur. (Mantri, S.,et al., 2013; Salimi, A., et
yang kurang menyenangkan berupa rasa mual,
al., 2013).
muntah, diare dan sakit perut (Chandrakant,
Flukonazol adalah obat jamur golongan
esofagus
dan
infeksi
serta
kandida
meningitis
sistemik
M.S., et al., 2009).
triazol yang digunakan untuk pengobatan 401
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa i n s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
Saat ini flukonazol yang banyak tersedia
Tween 80, hal ini menjadi efek sinergis dari
di pasaran adalah dalam bentuk tablet, suspensi
Tween 80 dan propilenglikol dalam tingkat
oral dan larutan steril untuk infus. Efek samping
penetrasi (Pandey A., et al., 2014).
yang kurang menyenangkan dari flukonazol dan
Selama percobaan, karakteristik dan
belum tersedianya produk flukonazol secara
kestabilan mikroemulsi diperhatikan, hal-hal
topikal menjadi alasan mengapa obat ini perlu
tersebut meliputi pengamatan organoleptis,
dibuat dengan sistem penghantaran obat baru
pengukuran pH, pengukuran viskositas selama
yaitu
28 hari, uji freeze and thaw selama 6 siklus, uji
melalui
rute
pemberian
topikal.
Flukonazol mempunyai kelarutan yang rendah
stabilitas
dipercepat
dengan
dalam air yaitu 8mg/ml, maka formulasi dalam
penentuan kadar dan uji difusi.
sentrifugasi,
bentuk mikroemulsi akan menjadi keuntungan
Penelitian ini bertujuan untuk membuat
tersendiri pada sediaan ini, karena mikroemulsi
sediaan dengan sistem penghantaran baru pada
memiliki
kemampuan
flukonazol yaitu melalui rute pemberian secara
kelarutan
senyawa
untuk
(
topikal, yang diharapkan dengan formulasi
Chandrakant, M.S., et al. 2009; Glujoy M. et al.,
mikroemulsi ini dapat meningkatkan kelarutan
2014).
flukonazol, Sediaan
yang
meningkatkan
topikal
sukar
larut
dalam
bentuk
mikroemulsi telah banyak dibuat terutama pada produk kosmetik dan
obat-obatan, karena
sehingga
menghasilkan
sediaan
topikal yang baik dalam penetrasi, stabil secara fisik dan kimia serta dapat bermanfaat.
selain
dapat meningkatkan kelarutan, sediaan ini
METODE PENELITIAN
dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam
1. Alat dan Bahan
kulit dikarenakan dalam mikroemulsi terjadi
Alat-alat
yang
digunakan
dalam
penggabungan bagian hidrofilik dan lipofilik
penelitian ini terdiri dari alat-alat gelas yang
(Shah, R.R. et al., 2009; Laksmi J., et al.,2013).
biasa digunakan di Laboratorium Teknologi
Pada penelitian ini dilakukan percobaan
Farmasi, alat uji pelepasan modifikasi dari sel
pembuatan sediaan mikroemulsi tipe minyak
difusi (modifikasi sel difusi franz), pH meter
dalam air (m/a), air dalam minyak (a/m), dan
(Meter Taledo), timbangan analitik (Sartorius
tipe
BL 2105), pemutar dan pemanas magnetik
bikontinyus
miristat
sebagai
dilakukan
dengan
menggunakan fase
minyak.
variasi
isopropil Percobaan
jumlah
minyak
(Thermolyne), tampak
spektrofotometer
(Shimadzu
UV-1601
UV-sinar PC),
alat
isopropil miristat, hal ini bertujuan untuk untuk
sentrifugasi, viskometer (Brookfield RVT), XRPD
mengetahui konsentrasi minyak terbaik dalam
(X-Ray Powder Difraction).
mempengaruhi tingkat permeasi dari obat flukonazol ke dalam kulit. Penggunaan surfaktan dan ko-surfaktan
Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari flukonazol yang diperoleh melalui PT.Kimia Farma dengan produsen berasal dari Chermo-
yaitu Tween 80 dan propilen glikol memiliki
Switzerland,
isopropil
miristat,
interaksi positif, dimana terbukti bahwa dengan
propilen glikol dan air suling
tween
80,
penambahan propilenglikol pada mikroemulsi dapat meningkatkan tingkat Konsentrasi Misel Kritis (KMK) dari surfaktan non-ionik seperti 402
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa i n s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
2. CARA KERJA
mikroemulsi flukonazol 100 gram dan setiap
a.
formula masing-masing ditambahkan flukonazol
Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan
flukonazol
dilakukan
0,5 gram.
untuk mengidentifikasi bahan baku flukonazol, meliputi pemerian, kelarutan, dan penetapan
Tabel 1. Formula Mikroemulsi Flukonazol
kemurnian flukonazol. Diagram fasa terner dibuat untuk menentukan komposisi-komposisi yang tepat dari fase air, minyak dan surfaktan/kosurfaktan yang
akan
membentuk
mikroemulsi
dengan
suatu
sistem
menggunakan
Prosim
Ternary Diagram. c.
Pemilihan
Pembawa
Sediaan
Mikroemulsi Orientasi
pembawa
sediaan
mikroemulsi bertujuan untuk mencari formula mikroemulsi yang terbaik, yaitu transparan, stabil,
dan
jernih
dengan
mengevaluasi
kestabilan sediaan selama 1 minggu. Penangas
air
dipanaskan
dengan
sampai suhu 70°C dengan pemanas thermolyne, Tween 80 dan propilenglikol dicampurkan dan diaduk
sampai
homogen
menggunakan
homogenizer dengan kecepatan 1000 putaran per menit di penangas air. Isopropil miristat sebagai fasa minyak sedikit
demi
kemudian didispersikan
sedikit
kedalam
campuran
tersebut, diaduk sampai didapat campuran yang homogen. Tambahkan air sedikit demi sedikit dengan spuit (metode titrasi) sampai diperoleh larutan yang jernih, dan transparan. Kemudian dicatat jumlah air yang digunakan. d. Formulasi
Sediaan
Mikroemulsi
Flukonazol Formula flukonazol
sediaan
diambil
dari
mikroemulsi hasil
orientasi,
kemudian dari hasil orientasi dipilih 3 formula yang dilihat berdasarkan tingkat kejernihan dan kestabilannya.
Kemudian
dibuat
Formulasi (gram) % b/b
Bahan
b. Pembuatan Diagram Fasa Terner
FA
FB
FC
Flukonazol
0,5
0,5
0,5
Isopropil miristat Tween 80Propilenglikol Air suling
5,24
20,45
33,17
47,13
61,34
59,7
47,13
17,72
6,63
e. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol Pemeriksaan
meliputi
pemeriksaan
organoleptis (bau, warna dan kejernihan), pemeriksaan pH dan viskositas. Uji stabilitas sediaan mikroemulsi dengan sentrifugasi Pengujian
sentrifugasi
dilakukan
dengan kecepatan 3000 putaran per menit selama 30 menit Uji stabilitas sediaan mikroemulsi dengan metode freeze and thaw Pengujian
dilakukan
dengan
memasukkan sediaan mikroemulsi ke dalam vial yang ditempatkan pada suhu rendah ± 4°C selama 24 jam. Lalu sediaan dipindahkan pada suhu tinggi ± 40°C selama 24 jam, dilakukan selama 6 siklus. Penetapan kadar flukonazol dalam sediaan mikroemulsi Sampel diekstraksi dan sentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 4000 putaran per menit, fase jernihnya dipipet kemudian diukur serapannya pada panjang
formula 403
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa i n s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
gelombang maksimum flukonazol dalam air 260,6 nm. Pengujian Laju Difusi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol Uji difusi flukonazol dilakukan dengan menggunakan
metode
flow-through
yang
dimodifikasi dari sel difusi Franz. Sediaan ditempatkan pada membran selulosa asetat yang telah diimpregnasi dengan cairan spangler dan dibiarkan terjadi proses difusi selama 3 jam. Suhu sistem 37 ± 1°C dengan cairan reseptor 330 ml. Selama proses difusi, diambil sebanyak
Gambar 1. Diagram fasa terner mikroemulsi flukonazol Keterangan: Titik yang dilewati garis adalah daerah mikroemulsi
3 ml sampel pada selang waktu tertentu dan penggantian
Formula mikroemulsi yang diperoleh
cairan dengan larutan dapar fosfat pH 7,4
adalah formula 1 (47,37 % : 5,26 %), formula 2
sebanyak 3 ml. Pengambilan cuplikan dilakukan
(62,5 % : 13,88 %), formula 3 (62,07 % : 17,24
pada menit ke 10, 15, 20, 30, 60, 90, 120, 150
%), formula 4 (61,64 % : 20,55%), formula 5 (60
dan 180. Setelah itu serapan sampel diukur
% : 33,33 %). Pengamatan basis mikroemulsi
dengan
spektrofotometri
pada
dilakukan pengamatan secara organoleptis baik
panjang
gelombang
dengan
warna, bentuk dan baunya untuk mengetahui
setiap
pengambilan
dilakukan
UV-Visible
260,80
nm
kestabilan dari basis. Formula 1 termasuk ke
menggunakan blanko dapar fosfat pH 7,4.
dalam tipe minyak dalam air (m/a) dengan fraksi air > 25% b/b, formula 2, formula 3, dan
HASIL DAN DISKUSI Flukonazol
merupakan
obat
yang
memiliki kelarutan rendah dalam air yaitu 8mg/ml (Chandrakant M.S. et al., 2009). Banyak tersedia dalam bentuk tablet, suspensi oral dan sebagai larutan steril untuk infus. Pembuatan mikroemulsi flukonazol ini bertujuan untuk membuat sediaan dengan sistem pengahantaran obat
baru
yaitu
melalui
topikal
dimana
kelarutan flukonazol dapat meningkat dan dapat berpenetrasi baik pada lapisan kulit sehingga diharapkan dapat memberikan efek sistemik. Pembuatan
mikroemulsi
dilakukan
dengan
pembuatan fasa terner antara isopropil miristat, Tween 80-Propilen glikol dan air.
formula 4 termasuk kedalam fase bicontinous dengan fraksi air 15-25 % b/b, sedangkan untuk formula 5 termasuk ke dalam tipe air dalam minyak (a/m) dengan fraksi air <25% b/b (Basheer, S.H., et al., 2013). Kelima orientasi yang dibuat diagram fasa terner hasil spotnya berada pada rentang mikroemulsi yang stabil. Hasil organoleptis dari orientasi basis mikroemulsi yang disimpan dalam waktu 1 minggu
memperlihatkan
bahwa
dari
5
perbandingan orientasi basis menghasilkan kestabilan yang sama yaitu kelima basis tersebut memiliki warna kuning transparan, bau yang khas, dan tidak adanya pemisahan. Hal ini dikarenakan
dalam
kelima
basis
tersebut
terdapat surfaktan dan kosurfaktan yang dapat 404
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa i n s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
menurunkan tegangan permukaan antara fase
Selama penyimpanan 28 hari menunjukkan pH
minyak dan fase air, selain itu fase air yang
sediaan tidak berubah besar walaupun terjadi
ditambahkan tepat pada titik dimana untuk
peningkatan
membentuk mikroemulsi. Nilai keseimbangan
penyimpanan, tetapi pH tersebut masih berada
lipofilik hidrofilik (HLB) juga telah terbukti
pada kisaran rentang 5 – 10 yang merupakan
sangat berguna dalam memilih jenis surfaktan
persyaratan pH sediaan topikal, dari data yang
terbaik yang diperlukan untuk pembentukan
diperoleh bahwa FC memperoleh nilai pH
langsung tetesan (droplet) dari tipe m/a atau
tertinggi dibandingkan dengan FB dan FA.
dengan cepat terjadi penyebaran sediaan dalam
Sampel dengan tipe mikroemulsi a/m akan
lingkungan yang berair, serta memberikan hasil
memiliki nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan
yang baik dan transparan. Surfaktan yang tepat
dengan
nilai
bicontinyus.
HLBnya
adalah
faktor
kunci
untuk
dan
penurunan
mikroemulsi Hal
ini
dan
disebabkan
adanya
Kemudian dari kelima orientasi basis dipilih tiga
eksternal yang bersifat alkali, sehingga dapat
formula yang akan dibuat menjadi sediaan
meningkatkan
mikroemulsi
mikroemulsi. (Basheer S.H., et al., 2013)
dan
FC
dengan
minyak
tipe
pengaruh
FB
fase
m/a
selama
pembentukan emulsi dengan tetesan kecil.
FA,
dari
tipe
pH
nilai
pH
sebagai dari
fase
sediaan
perbandingan berturut-turut dari formula 1
Nilai viskositas dari ketiga formula
(47,37 % :5,26 %), formula 4 (61,64 % : 20,55
berbeda-beda, FB memiliki nilai viskositas
%), dan formula 5 (60 % : 33,33 %). Formula
tertinggi kemudian diikuti dengan FA dan FC.
tersebut
Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara
dipilih
berdasarkan
kejernihan,
kestabilan dan perbedaan jumlah fase minyak
viskositas
yang berat selisih tiap formulanya sama.
surfaktan/kosurfaktan
serta
mikroemulsi
ditambahkan,
banyak
0,5%
surfaktan/kosurfaktan
Hasil
ketiga
formula
dengan kandungan flukonazol
tidak
dengan
jumlah
semakin
yang
komponen air
karena flukonazol terlarut pada komponen
viskositas dari sediaan mikroemulsi tersebut.
mikroemulsi,
dan
Jumlah % minyak tidak berpengaruh terhadap
surfaktan/kosurfaktannya. Pengadukan selama
hasil viskositas (Moghimipur, E., et al., 2013, hal
proses penambahan minyak dapat memperkecil
ini dapat terlihat bahwa semakin besar jumlah
ukuran
minyak
minyak yang ditambahkan dalam formulasi,
ditambahkan ke dalam campuran fase air,
viskositas dari sediaan mikroemulsi tidak
minyak lebih memilih larut di dalam misel
mengalami kenaikan.
partikel
minyak.
Ketika
semakin
yang
ditambahkan
minyak.
akan
air
%
menunjukan kekeruhan, hal tersebut terjadi seperti
maka
dan
dari
tinggi
karena sifatnya hidrofobik. Misel-misel ini melarutkan
tetesan-tetesan
minyak
yang
ukurannya sangat kecil sehingga campuran menjadi jernih. Lapisan pelindung misel cukup kuat untuk menghalangi penggabungan miselmisel atau fase dalam ke dalam bentuk yang lebih besar (Jufri, M., dkk., 2009).
405
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa i n s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
Tabel 2. Hasil Pengukuran pH dan Viskositas Sediaan Mikroemulsi Flukonazol pH
Hari ke-
FA
FB
6,878±0,0
0
8,211±0,0
3
6,893±0,2
19
7,965±0,27
41
7,993±0,0
1
7,047±0,1
14
FC
8,149±0,10
67
7
Viskositas (cP)
27
7,722±0,28
21
8,085±0,0
0
21
7,073±0,0 16
28
7,044±0,1 05
91
7,618±0,13
7,830±0,0
7
56
7,637±0,07
7,727±0,0
3
27
Pada uji difusi penelitian ini hasil yang diperoleh hanya terlihat pada menit 30 sampai menit 180, hal ini dikarenakan pada menit 10 sampai
20
hasil
spektrofotometri
serapan
UV-Visible
menggunakan yang diperoleh
sangatlah kecil sehingga memberikan nilai negatif pada persentase jumlah flukonazol yang terpemeasi. Berdasarkan jurnal penelitian yang ada, bahwa pengukuran hasil uji difusi untuk mikroemulsi
flukonazol
menggunakan
High
yaitu
dengan
Performance
Liquid
Chromatography (HPLC) dan untuk pengukuran hasil
uji
difusi
yang
menggunakan
spektrofotometri UV-Visible dilakukan pada menit 30 sampai dengan jam ke-6 (Salerno, C., et.al., 2010). diperoleh
Pada penelitian ini, data yang
pada
menit
30
sampai
180
menunjukan bahwa FA memiliki laju difusi yang lebih baik dibandingkan dengan FB dan FC. Hal tersebut diduga karena dalam FA memiliki komponen isopropil miristat yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan FB dan FC. Jumlah
minyak
pembawa
pada
yang
besar
FB
dan
sebagai FC
FA
FA
FA
6,878±0,0
6,878±0,0
6,878±0,0
67
67
67
6,893±0,2
6,893±0,2
6,893±0,2
41
41
41
7,047±0,1
7,047±0,1
7,047±0,1
21
21
21
7,073±0,0 16
7,073±0,0 16
7,073±0,0 16
7,044±0,1 05
7,044±0,1 05
7,044±0,1 05
flukonazol
banyak
terlarut
dalam
minyak
sebagai fase pembawa dibandingkan dalam lapisan tanduk. Jumlah isopropil miristat sebagai fase minyak yang sedikit dan jumlah air yang cukup banyak,
maka
mikroemulsi
bagian
dapat
hidrofilik
menghidrasi
dari
stratum
korneum dengan jumlah yang lebih besar, yang bersifat melembabkan sehingga senyawa aktif dapat lebih mudah menyerap melalui jalur dari subkutan(12). Hal ini pula yang terjadi pada FA sediaan mikroemulsi flukonazol. jumlah
minyak
yang
sedikit,
Selain dari penggunaan
surfaktan dan ko-surfaktan yaitu Tween 80 dan propilen
glikol
memiliki
interaksi
positif,
dimana terbukti bahwa dengan penambahan propilenglikol
pada
mikroemulsi
dapat
meningkatkan tingkat Konsentrasi Misel Kritis (KMK) dari surfaktan non-ionik seperti Tween 80, hal ini menjadi efek sinergis dari Tween 80 dan propilenglikol dalam tingkat penetrasi (Pandey A. et al., 2014).
fase
diduga
mempengaruhi hasil difusi yang menyebabkan
406
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa i n s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
KESIMPULAN Mikroemulsi
yang
mengandung
flukonazol diformulasikan untuk penggunaan topikal.
Dengan
beberapa
komponen
dan
jumlahnya yang diformulasikan pada diagram fase terner. Kemudian dievaluasi secara in-vitro besar permeasi dari flukonazolnya. Formulasi terbaik yang diperoleh untuk mikroemulsi flukonazol adalah 5,24% IPM, Tween 80/PPG Gambar 2. Profil laju difusi sediaan mikroemulsi flukonazol
47,13 % (2:1) dan air 47,13%.
DAFTAR PUSTAKA Chandrakant, M.S., Nilofar N., & Rohit R.S. (2009). Preparation and Evaluation of Fluconazole Topical Microemulsion. Journal of Pharmacy Research. 2(3), 557-562 Glujoy, M., Salerno C., Bregni C., & Garlucci A.M. (2014). Percutaneous Drug Delivery Systems for Improving Antifungal Therapy Effectiveness: A Review. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6(6), 8-16 Jufri, M., Djadjadisastra J. & Maya L. (2009). Pembuatan Mikroemulsi dari Minyak Buah Merah. Majalah Ilmu Kefarmasian, 6(1), 18-27 Laksmi, J., Kumar B.A., & Gupta S. Investigation of Microemulsion as a Potential Carrier for Advanced Transdermal Delivery: An Overview. Int. J. Pharm. Sci. Rev. Res., 20(2), 51-59 Mantry, S., Patnaik A., Sriram N., Raju B.V. (2013). Formulation and Evaluation of Bifonazole Organogel as A Novel Topical Drug Delivery System. Ijpjournal, 3(10), 393-409 Moghimipour. E., Salimi A., & Eftekhari S. (2013). Design and Characterization of Microemulsion Systems for Naproxen. Advanced Pharmaceutical Bulletin, 3(1), 63-71 Pandey, A., Mitlal A., Chaucan N., & Alam S. (2014). Role of Surfactants as Penetration Enhancer in Transdermal Drug Delivery System. Molecular Pharmaceutics & Organic Process Research, 2(2), 2-10 Shah R.R., Magdum C.S., Wadkar K. A., & Naikwade N.S. Fluconazole Topical Microemulsion:
Preparation and Evaluation. Research J. Pharm. and Tech., 2(2), 353-357 Basheer. H.S., Noordin M.I., & Ghareeb M.M. (2013). Characterization of Microemulsion Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and Cosurfactants. Tropical Journal of Pharmacetical Research, 12(3), 305-310 Salerno, C., Carluci A.M., & Bregni C. (2010). Study of In Vitro Drug Release and Percutaneous Absorption of Fluconazole from Topical Dosage Forms. AAPS PharmSciTech. 11(2), 986-993 Salimi, A., Zadeh B.S.M., Savavi G. (2013). Effect of Formulation Components on the In Vitro Skin Permeation of Microemulsion Drug Delivery System of Piroxicam. Int. Res J Pharm. App Sci., 3(4), 152160 Maggie, S. Langlois, J.A. & Minicuci, N. 1998. Sleep Complaints in Community Dwelling Older Persons: Prevalance Associated Factors and Reported Causes. J. Am. Geriatry, 46(2): 161-168. May, R.J. 1997. Pharmacotherapy Apathophysiologic Approach. Adverse Drug Reactions and Interactions. Stamford, CT: Appleton and Lange Paradiso, S. & Robinson, R.G. 1998. Gender Differences in Poststroke Depression. The Journal of Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences, 10: 41-47. Quinn D.I & Day R.O. 1997. Clinically Important Drug Interactions, in Avery’s Drug Treatment,4th Edition. Aucland New Zealand: Adis International Limited.
407
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa i n s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
Rianjani, E. 2010. Kejadian Insomnia Berdasarkan Karakteristik dan Tingkat Kecemasan pada Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang. Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah. Zhan, C. Sangael, J. Bierman, A.S. Miler, M.R. Friedman, B. Wickizer, S.W. & Meyer, G.S. 2001. Potentially Inappropriate Medication Use in The Community-Dwelling Elderly. JAMA, 286(22): 28232829.
408