FORMULASI EDIBLE FILM EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) SEBAGAI ANTIHALITOSIS* Moch. Futuchul Arifin, Liliek Nurhidayati, Syarmalina, Rensy Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta
Email korespondensi:
[email protected]
ABSTRAK Halitosis (bau mulut) merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Bau mulut berasal dari Volatile Sulfur Compond (VSC) yang merupakan hasil penguraian oleh bakteri Streptococcus mutans terhadap sisa makanan yang ada di sela-sela gigi. Daun sirih (Piper betle L.) secara tradisional digunakan sebagai antiseptik mulut karena kandungan minyak atsirinya. Tujuan penelitian ini adalah memformulasi ekstrak daun sirih dalam edible film. Daun sirih dimaserasi dengan etanol 96% selama 24 jam, dan hasil penetapan konsentrasi hambat minimumnya (KHM) terhadap Streptococcus mutans adalah 8,49 x 10-3g/ml. Ekstrak daun sirih dengan kekuatan 4 kali KHM yang setara dengan 0,92% povidon iodin diformulasi dalam edible film. Dalam penelitian ini digunakan rancangan faktorial 23, dengan variabel bebas pati jagung, HPMC dan sorbitol. Waktu pengeringan, kadar air, ketebalan film, waktu hancur, dan kekuatan film merupakan variabel tergantung. Hasil analisis rancangan faktorial 23 menggunakan program MiniTab 15 menunjukkan bahwa HPMC mempercepat waktu pengeringan, menurunkan kadar air, dan memperlama waktu hancur secara signifikan. Sorbitol memperlama waktu pengeringan, meningkatkan kadar air dan kekuatan film secara signifikan. Adapun pati jagung menurunkan kadar air dan memperlama waktu hancur secara signifikan. Optimasi komposisi formula menggunakan contour plot superimposed, tidak dapat ditentukan karena waktu hancur edible film diluar rentang pembanding. Untuk mempercepat waktu hancur disarankan menambahkan superdisintegran.
Kata Kunci: Halitosis, edible Film ekstrak daun sirih, formula optimum.
PENDAHULUAN Latar Belakang Halitosis merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang dikeluhkan sebagian besar masyarakat. Bau pada rongga mulut merupakan hasil pemecahan protein yang mengandung sulfur oleh bakteri anaerob gram negatif. Produk gas yang mudah menguap ini dikenal sebagai Volatile Sulfur Compound (VSC) (1). Hasil survei pengukuran kadar VSC menggunakan sulfid monitor pada masyarakat di kelurahan Tebet Jakarta, ditemukan rata-rata konsentrasi VSC yang lebih tinggi (105 pbb) dari yang ditemukan Miyazaki dkk., pada masyarakat Jepang hanya sekitar 76 pbb (1). Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan perawatan halitosis di Indonesia cukup tinggi. Kebanyakan kasus halitosis disebabkan karies gigi, tempat berkembang biak bakteri anaerob gram negatif. Bakteri ini juga dapat berkembang biak di kantong gusi dan punggung lidah (2).
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009
Sirih (Piper betle L.) merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai anti halitosis. Semua bagian tanaman sirih seperti akar, daun dan bunga dapat digunakan sebagai obat. Daun sirih berkhasiat sebagai karminatif, stimulansia, profilaktik, ekspektoran, tonikum, astringen, antiseptik, bakterisida, fungisida, dan penekan syaraf pusat. Kandungan kimianya, terutama minyak atsiri yaitu kavikol dan eugenol merupakan antiseptik kuat, kavikol mempunyai daya antiseptik 5 kali fenol (3). Penggunaan daun sirih sebagai antihalitosis secara tradisional dilakukan dengan melumat 2 – 4 helai daun dalam mulut atau dalam air panas, setelah dingin digunakan untuk berkumur (4,5). Sediaan ini harus dibuat segar sebelum digunakan, melebihi 24 jam tidak dapat digunakan lagi. Dalam air panas, kandungan minyak menguap yang berkhasiat sebagai antihalitosis mudah menguap dan tidak stabil. Untuk meningkatkan stabilitas minyak menguap, kepraktisan, kemudahan pemakaian dan penerimaan masyarakat maka ekstrak daun sirih hasil maserasi dengan etanol 96%, diformulasikan dalam sediaan edible film. Sebagai pembentuk edible film digunakan pati jagung, HPMC dan sorbitol sehingga dihasilkan film lapis tipis yang dapat digunakan sebagai pembawa ekstrak daun sirih. Tujuan khusus dalam penelitian ini, adalah membuat formula ekstrak daun sirih dalam sediaan edible film yang mudah digunakan, aman, menyenangkan, stabil secara fisika, kimia dan mikrobiologi. Diduga kombinasi pati jagung, HPMC dan sorbitol mempengaruhi karakteristik fisik sediaan edible film. Pati jagung sebagai bahan utama pembentuk film dipilih karena sifat higroskopisnya lebih rendah, pada RH (Relative Humidity) 50% sekitar 11%, dibandingkan dengan pati singkong (13%), pati beras (14%) maupun pati kentang (18%). Selain itu, pati jagung mengandung amilose 27% sedangkan pati kentang 22% dan pati singkong hanya 17%. Amilose berperan dalam kekerasan film pada sediaan edible film (6). HPMC sebagai pembentuk film lapis tipis, bahan penstabil, bahan pensuspensi, pengemulsi dan peningkat viskositas (thickening agent) dari bahan tambahan yang lainnya sehingga akan memudahkan dalam pencetakan dan mempercepat pengeringan sediaan. Sorbitol sebagai plasticizer dan pelembab (humektan) serta peningkat kelarutan (kosolven) (6,7). Sebagai humektan, sorbitol akan menahan penguapan minyak atsiri seperti eugenol dan kavikol. Komposisi optimum dari pembentuk film yang terdiri dari pati jagung, HPMC dan sorbitol dalam rancangan faktorial 23, ditentukan menggunakan plot kontur tumpang-tindih (contour plot superimposed). Rancangan faktorial 23 menggunakan 2 level (tinggi dan rendah) dari masing-masing faktor untuk melihat efek faktor dan interaksi faktor-faktor terhadap respon (8,14). Adapun respon yang akan diamati adalah : waktu pengeringan, kadar air, ketebalan film, waktu hancur, perpanjangan dan kekuatan film. Pengembangan obat antiseptik yang mengandung bahan alam yang melimpah di masyarakat seperti daun sirih dalam formulasi edible film, selain membantu pada peningkatan kesehatan rongga mulut dan gigi, juga mempunyai dampak sosial dan ekonomi. Dampak sosialnya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting tumbuhan obat keluarga (TOGA), dengan jalan memanfaatkan pekarangan di sekitar rumah untuk ditanami sirih dan tanaman obat lainnya. Dampak ekonominya selain daun sirih dapat digunakan sendiri, juga dapat menjadi tambahan penghasilan keluarga.
Metodologi Bahan Daun sirih diperoleh dari Balitro, Bogor dan dideterminasi di Herbarium Bogoriense, LBN-LIPI, Bogor, etanol 96% kualitas farmasetis, pati jagung, HPMC, sorbitol, Na-sakarin, minyak permen, mentol, suspensi bakteri Streptococcus mutans, agar darah, nutrient agar, kaldu peptone dan povidon iodine, baku pembanding eugenol, n-heksan, kloroform dan lempeng silika GF 254.
Alat Alat cetak edible film hasil modifikasi, orbital shaker, rotavapor (Buchi R-205), LAF (Lamminer Air Flow), cawan petri dan sengkelit, KLT-Densitometer (CAMAG ), alat uji kadar air (Karl Fischer), alat uji waktu hancur (Omron E5C5) , Alat uji ketebalan film (Mikrometer DIN 863/II) , alat tensile strength and % elongation tester JICA.
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009
Prosedur Penelitian Pembuatan Ekstrak Daun Sirih Daun sirih dicuci, dipotong-potong dan dikeringkan dalam oven suhu 40 – 45 ºC (9) selama 12 jam sambil sesekali dibolak balik dan ditutup kain hitam agar kekeringan daun terjadi secara merata. Terhadap daun yang kering kemudian diblender untuk memperbesar luas permukaan sehingga ekstraksi menjadi efisien. Ekstraksi dipilih secara dingin yaitu maserasi menggunakan etanol 96% selama rentang waktu 24 – 72 jam.
Pengentalan Ekstrak Serbuk daun ditimbang ± 30 gram, ditambahkan 300 ml etanol 96% dalam 3 buah erlenmeyer 600 ml, dimaserasi selama 24, 48 dan 72 jam, disaring dan dikentalkan dengan rotavapor pada tekanan 175 mbar, suhu 60oC dan kecepatan putaran 80 rpm. Terhadap ekstrak kental, dilakukan sentifugasi, bagian supernatan yang mengandung mikromolekul, digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Penentuan Waktu Maserasi Optimum Penelitian dimulai dengan determinasi daun sirih hijau, usia 3- 4 bulan, dikeringkan dalam oven, dimaserasi pada rentang waktu 24 s/d 72 jam. Penentuan waktu maserasi optimum didasarkan pada kadar eugenol dari masing-masing maserat, menggunakan KLT-densitometer. Kadar eugenol ekstrak ditentukan dengan rumus :
Luas bercak maserat x Luas bercak eugenol
% eugenol
Terhadap data kadar masing-masing waktu maserasi dilakukan analisis statistik non parametrik, Kruskal – Wallis, pada taraf kepercayaan 5%, untuk melihat pengaruh waktu maserasi terhadap kadar eugenol. Bila harga H hitung <
χ 22 , hipotesis nol diterima.
Penentuan KHM dan Dosis Formula Terhadap ekstrak etanol daun sirih dilakukan karakterisasi dan uji konsentrasi hambat minimum (KHM). Karakterisasi ekstrak meliputi : kadar air, susut pengeringan, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol dan reaksi warna (12). Pemeriksaan KHM ekstrak etanol daun sirih menggunakan teknik penipisan seri kaldu pepton cara tabung menggunakan mikroba uji Streptococcus mutans yang telah diremajakan (umur 24 jam) dengan kerapatan 25% transmitan (13). Nilai KHM yang diperoleh digunakan untuk menentukan dosis ekstrak dalam formula.
Kesetaraan dengan Povidon iodin Kesetaraan daya antimikroba ekstrak ditentukan dengan membuat seri kadar baku povidon iodin dari rentang 500 – 8000 ppm dan diukur diameter daerah hambat (DDH) dengan metode difusi cakram kertas. Di pasaran, povidon iodin merupakan bahan aktif yang diformulasi dalam bentuk larutan, sebagai larutan antiseptik dengan kadar 10%, yang setara dengan 1% iodin. Kesetaraan daya antimikroba dihitung dengan membuat kurva baku antara DDH dengan seri kadar povidon iodin. Dengan memasukkan nilai DDH ekstrak daun sirih pada persamaan kurva baku maka dapat diperoleh nilai kesetaraannya dengan povidon iodin.
Rancangan Faktorial 23 Dalam penelitian ini digunakan rancangan faktorial 23, artinya ada 3 faktor (variabel bebas) yaitu tepung jagung, HPMC dan sorbitol, masing-masing dengan 2 level (rendah dan tinggi), yaitu: pati jagung (2 dan 4 g), HPMC (1,5 dan 3 g) dan sorbitol (3 dan 5 g), dengan demikian terdapat 8 formula(tabel 1.). Respon (variabel bebas) dalam penelitian ini adalah : waktu pengeringan, kadar air, ketebalan film, waktu hancur, perpanjangan dan kekuatan edible film. Optimasi komposisi formula diperoleh dengan melakukan analisis seluruh respon menggunakan program Minitab 15.
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009
Tabel 1. Rancangan formula edible film dengan rancangan faktorial 23. (1)
a
b
Formula c ab
ac
bc
abc
1
Ekstrak etanol daun sirih* (ml)
10
10
10
10
10
10
10
10
2
Pati jagung (g)
2
4
2
4
4
4
2
4
3
HPMC (g)
1,5
1,5
3
1,5
3
1,5
3
3
4
Sorbitol (ml)
3
3
3
5
3
5
5
5
5
Na. Sakarin (g)
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
6
Mentol (ml)
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
7
Minyak permen (ml)
1
1
1
1
1
1
1
1
8
Nipagin (g)
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
9
Nipasol (g)
0,03
0,03
0,03
0,03
0,03
0,03
0,03
0,03
10
Air suling (ml)
50
50
50
50
50
50
50
50
No
Bahan
Pembuatan Sediaan Edible Film Ekstrak Daun Sirih Natrium sakarin dilarutkan dalam air, digunakan untuk mengembangkan pati jagung dan HPMC. Pati yang terdispersi kemudian dipanaskan di atas api langsung, diaduk hingga terbentuk gel jernih pada suhu ± 60 ºC (6), ditambahkan ekstrak daun sirih. HPMC dibasahi dengan sorbitol, dikembangkan dalam larutan natrium sakarin, diaduk, suhu dijaga ± 60ºC. Ke dua gel ditambahkan pada suhu ± 60 ºC, ditambahkan bahan tambahan yang lain pada suhu kamar, diaduk homogen dan disebarkan pada cetakan 15 x 20 x 0,1 cm. Dikeringkan dalam oven dengan suhu 40 – 45 ºC selama waktu tertentu sesuai dengan hasil optimasi waktu pengeringan masing-masing formula.
Evaluasi Fisik Sediaan Edible Film Ektraks Daun Sirih Evaluasi dilakukan dengan mengamati karakteristik fisik meliputi : organoleptik berupa bau, warna, rasa dan homogenitas, waktu pengeringan, kadar air, ketebalan film, waktu hancur, perpanjangan dan kekuatan film.
Analisis Data Data hasil pengujian fisik, selain organoleptik, merupakan respon dalam rancangan faktorial, dianalisis menggunakan program MiniTab 15, untuk melihat pengaruh efek utama suatu faktor dan interaksinya, serta menentukan komposisi formula optimum.
Hasil dan Pembahasan Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Sirih Pengeringan daun sirih dilakukan dalam oven yang dilengkapi dengan pengatur sirkulasi udara, pada suhu 40 – 45 ºC selama 12 jam. Dengan oven maka suhu pengeringan dapat dikendalikan dibandingkan dengan di bawah sinar matahari (9). Pengentalan ekstrak etanol daun sirih menggunakan rotavapor dilakukan pada tekanan 175 mbar, suhu 60oC dan kecepatan putaran rpm 80. Efisiensi proses maserasi ditentukan dengan menentukan kadar eugenol masing-masing maserat pada waktu 24, 48 dan 72 jam (tabel 2).
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009
Tabel 2. Kadar Eugenol Ekstrak Etanol Daun Sirih 24, 48 dan 72 jam No. Ekstrak 24 jam Ekstrak 48 jam Ekstrak 72 jam 1. 0,3670 % 0,3444 % 0,1846 % 2. 2,9119 % 2,9807 % 1,2655 % 3. 0,8860 % 0,9372 % 0,7229 % 4. 0,8269 % 0,9595 % 1,0402 % 5. 7,5898 % 5,4714 % 5,6823 %
6.
0,2191 %
2,1543 %
1,2314 %
7. x SD
2,3440 % 2,1635 % 2,5969
2,0050 % 2,1218 % 1,7265
1,8227 % 1,7071 % 1,8243
Data dianalisis dengan Kruskal-Wallis Test, pada taraf kepercayaan 5%. Harga H hitung = 0,45. Harga Chi Kuadrat tabel ( χ 2 ) dengan derajad kebebasan 2 adalah 5,99. Oleh karena H hitung < χ 2 , maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh waktu maserasi terhadap kadar eugenol, sehingga waktu maserasi yang dipilih adalah 24 jam, yaitu waktu maserasi paling pendek. Hasil karakterisasi simplisia dan ekstraks daun sirih adalah : kadar air 10%, susut pengeringan 12,19%, kadar sari larut air 17,5%, kadar sari larut etanol 7,5%, sedangkan organoleptik ekstrak adalah : cairan kental, berbau khas aromatis, berwarna coklat tua dan berasa pahit. 2
2
Penentuan nilai KHM dan Kesetaraan Ektraks dengan Povidon iodin Dalam pengujian nilai KHM, digunakan metode teknik penipisan seri kaldu pepton cara tabung dengan mikroba uji Streptococcus mutans, terjadi penghambatan pada konsentrasi 5% (tabel 3.) Tabel 3. Hasil KHM Ekstrak Etanol Daun Sirih terhadap Streptococcus mutans Kadar ekstrak etanol daun sirih
Waktu maserasi
24 jam
+
80%
40%
20%
10%
5%
2,5%
1,25%
0,625%
0,3125%
0,1563%
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
: tidak ada pertumbuhan : ada pertumbuhan
Kadar ekstrak etanol daun sirih yang digunakan untuk penetapan KHM = 0,1698 gram/ ml. Jadi kadar untuk menghambat bakteri Sterptococcus mutans adalah 5 % x 0,1698 gram/ml = 8,4885 x 10-3 gram / ml (0,84885 %). Dalam formulasi dosis yang digunakan ditingkatkan 4 kali KHM sehingga dosisnya menjadi : 8,4885 x 10-3 gram/ml x 4 = 0,0340 gram/ml. Dalam penelitian ini digunakan baku povidon iodin sebagai pembanding daya antimikroba terhadap ekstrak etanol daun sirih. Untuk itu, dibuat kurva baku povidon iodin, dengan sumbu X adalah konsentrasi povidon iodin dan sumbu Y adalah DDH povidon iodin. Kurva baku povidon iodin terhadap DDH dapat dilihat pada gambar 1. Kurva Baku Povidon Iodine
DDH = 0,6954 + 0,000049 Konsentrasi Povidon Iodine 1,1
S R-Sq R-Sq(adj)
0,0142923 99,3% 99,1%
DDH (cm)
1,0
0,9
0,8
0,7 0
1000
2000 3000 4000 5000 6000 7000 Konsentrasi Povidon Iodine (ppm)
8000
Gambar 1. Kurva Baku konsentrasi povidon iodine terhadap nilai DDH
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009
Persamaan regresi liniernya adalah : DDH = 0,6954 + 0,000049 [ povidon iodin] dan nilai koefisien korelasi, r = 0,9965, n = 5. Ekstrak etanol daun sirih dengan KHM 0,84885 % menghasilkan DDH rata-rata 0,808 cm. Untuk melihat kesetarannya, DDH tersebut disubstitusikan ke persamaan regresi linier. Hasilnya, 0,84885% ekstrak etanol daun sirih setara dengan 0,2298 % povidon iodin. Berdasarkan pada nilai KHM dan kesetaraan ekstrak etanol terhadap povidon iodin, maka dosis ekstrak daun sirih dalam formula ditentukan sebesar 4 x KHM.
Hasil Evaluasi Edible Film ekstrak Daun Sirih Hasil pengamatan oganoleptik terhadap 8 formula sediaan edible film ekstrak daun sirih mempunyai karakter seperti yang direncanakan, yaitu : film berwarna coklat bening, berbau khas aromatis minyak atsiri, berasa mint dan homogen. Hasil evaluasi fisik sediaan sangat dipengaruhi oleh komposisi formulanya (tabel 4). Tabel 4. Hasil evaluasi fisik edible film ekstrak etanol daun sirih
(1)
Waktu pengeringan (jam) 46,67±1,15
9,25±0,43
0,23±0,03
2,20±0,40
1,00
4.51±0,52
a
47,67±0,58
7,92±0,34
0,20±0,05
2,27±0,20
1,00
0,90±0,20
b
43,33±1.53
6,61±0,26
0,27±0,03
3,29±0,52
1,00
2,25±1,25
c
73,00±1,73
15,61±0,20
0,18±0,03
2,28±0,10
1,00
7,90±1,71
ab
40,67±1,15
5,03±0,17
0,33±0,03
3,37±0,33
1,17±0,29
5,98±1,5
ac
70,33±0,58
10,86±0,25
0,15
1,47±0,13
1,00
2,47±0,62
bc
48,67±1,15
6,37±0,41
0,25
1,82±0,33
1,83±0,29
5,28±1,07
abc
49,33±58
9,44±0,36
0,37±0,03
4,22±0,17
1,00
6,18±1,16
Formula
Kadar air (%)
Ketebalan
Waktu hancur
Perpanjangan
Kekuatan film
film (cm)
(menit)
(cm)
(kgf)
Waktu pengeringan dan kadar air sediaan edible film sangat dipengaruhi oleh kandungan sorbitol. Pada formula ab (pati jagung dan HPMC level tinggi, sorbitol level rendah) waktu pengeringannya paling cepat (40 – 42 jam), sedangkan yang paling lama ditunjukkan oleh formula c yang mengandung sorbitol level tinggi, yaitu antara 72 – 75 jam. Demikian juga dengan kadar air sediaan. Kadar air sediaan edible film semua formula ada pada rentang 4,84 – 15,84. Kadar air terendah ditunjukkan formula ab (4,84 – 5,17) dan tertinggi oleh formula c (15,46 – 15,84). Hal ini berhubungan dengan kandungan sorbitol yang tinggi dan sangat higroskopis sehingga kadar airnya tinggi dan memerlukan waktu pengeringan lebih lama. Waktu hancur sediaan edible film tercepat diperlihatkan formula ac (pati jagung dan sorbitol level tinggi) dan yang terlama oleh formula abc (pati jagung, HPMC dan sorbitol level tinggi). Artinya peningkatan level HPMC memperlama waktu hancur sediaan. Pengaruh sorbitol sebagai plastisaiser terhadap kekuatan film secara nyata ditunjukkan oleh formula c (sorbitol level tinggi) dengan rentang 5,92 – 8,89 kgf dibandingkan dengan formula a (pati jagung level tinggi) yang hanya mempunyai kekuatan dalam rentang 0,71 – 1,12 kgf. Efek utama faktor (variabel bebas) terhadap respon (variabel tergantung) yang diuji disajikan pada tabel 5.
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009
Tabel 5. Efek pati jagung, HPMC dan sorbitol terhadap waktu pengeringan, kadar air, ketebalan film, waktu hancur, perpanjangan dan kekuatan film. Respon Waktu Ketebalan Waktu Kekuatan Kadar air Perpanjangan Faktor pengeringan film hancur film Pati jagung
-0,917
-1,150
0,02917
0,4377
-0,00000
-0,8048
HPMC
-13,917
-4,049
0,11250
1,1220
0,41667
0,3258
Sorbitol
15,750
3,371
-0,02083
-0,3347
0,33333
2,4967
-0,083
1,895
0,06250
0,8032
-0,00000
2,4742
-0,083
0,306
0,01250
0,3595
-0,08333
-0,0163
-8,750
-1,283
0,02917
0,0255
0,33333
-0,2417
1,750
2,018
0,01250
0,7997
-0,08333
-0,3480
Interaksi patiHPMC Interaksi patisorbitol Interaksi HPMC-sorbitol Interaksi patiHPMC-sorbitol
Tabel 6. Hasil analisis anova pada α = 0,05 faktor terhadap respon Respon
Waktu
Ketebalan
Waktu
Faktor
pengeringan
film
hancur
Pati jagung
0,066
0,000
0,025
0,003
1,000
0,282
HPMC
0,000
0,000
0,000
0,000
0,001
0,658
Sorbitol
0,000
0,000
0,096
0,016
0,005
0,003
0,860
0,000
0,000
0,000
1,000
0,003
0,860
0,031
0,305
0,011
0,426
0,982
0,000
0,000
0,025
0,840
0,005
0,742
0,002
0,000
0,305
0,000
0,426
0,637
Kadar air
Perpanjangan
Kekuatan film
Interaksi patiHPMC Interaksi patisorbitol Interaksi HPMCsorbitol Interaksi patiHPMC-sorbitol
Analisis Efek Utama Faktor dan Interaksinya terhadap Respon Waktu Pengeringan dan Kadar Air Edible Film Ekstrak Daun Sirih HPMC, sorbitol dan interaksi keduanya mempengaruhi secara signifikan waktu pengeringan (tabel 5, 6). Efek HPMC adalah menurunkan waktu pengeringan, sebaliknya sorbital memperlama waktu pengeringan, namun interaksi keduanya menurunkan waktu pengeringan. Artinya HPMC merupakan faktor
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009
penting untuk menurunkan waktu pengeringan pembuatan edible film. Hal ini berhubungan dengan kemampuan HPMC menjerat air hingga 20-30% akibatnya air dalam sediaan berkurang dan waktu pengeringan menjadi lebih singkat (6). Pati jagung, HPMC, sorbitol dan interaksinya mempunyai pengaruh signifikan terhadap kadar air sediaan. Peningkatan HPMC dari level rendah ke tinggi, menurunkan kadar air, oleh karena kemampuan menjerat air 20-30 %. Sebaliknya peningkatan sorbitol dari level rendah ke level tinggi, meningkatkan kadar air karena sorbitol bersifat humektan yang menjaga kelembaban sediaan tetap tinggi (6,12). Efek HPMC-pati jagung dan sorbitol terhadap waktu pengeringan dan kadar air bersifat berlawanan, HPMC dan pati jagung menurunkan waktu pengeringan dan kadar air, sebaliknya dengan sorbitol. Pada formulasi edible film ini, diharapkan waktu pengeringan cepat dan kadar air rendah. Oleh karena itu HPMC dan pati jagung dipertahankan pada level tinggi dan sorbitol diturunkan levelnya, sebagai saran penelitian selanjutnya.
Waktu Hancur, Ketebalan dan Kekuatan Film Edible Film Ekstrak Daun Sirih Pati jagung, HPMC dan interaksinya mempengaruhi secara signifikan waktu hancur dan ketebalan film. Efek pati jagung dan HPMC terhadap peningkatan ketebalan film dapat dijelaskan melalui fungsi keduanya sebagai thickening agent dalam sediaan farmasi. Akibat peningkatan ketebalan karena pengaruh kedua bahan itu maka waktu hancurnya menjadi lebih lama. Diduga mekanisme hancurnya film melalui mekanisme swelling dan wicking. Setelah kontak dengan air maka terjadi penetrasi air karena kapilerisasi sehingga film mengembang (12). Film tidak segera hancur akibat ketebalannya, maka dalam hal ini waktu hancur merupakan fungsi dari ketebalan. Sementara itu, secara signifikan peningkatan level sorbitol akan meningkatkan kekuatan film. Hal ini sesuai dengan fungsinya dalam formulasi farmasi, sorbitol merupakan plastisaiser yang membuat film tidak mudah putus karena elastis. Selain itu, sorbitol juga sebagai humektan sehingga meningkatkan stabilitas ekstrak etanol daun sirih yang mengandung minyak atsiri mudah menguap.
Optimasi Komposisi Formula Edible Film Ekstrak Etanol Daun Sirih Analisis rancangan faktorial berikutnya adalah membuat persamaan regresi sehingga dapat dibuat grafik contour plot masing-masing respon. Persamaan regresi masing-masing respon dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Persamaan Regresi rancangan faktorial masing-masing respon Respon Waktu
Persamaan Regresi Y = 52,458 – 0,458 X1– 6,958 X2 + 7,875X 3– 0,042X1X2 – 0,042X1X3 – 4,375X2X3 + 0,875X1X2X3
pengeringan Kadar air
Y = 8,884 – 0,575X 1 – 2,024X 2 + 1,685X 3+ 0,947X 1X2 + 0,153X 1X3 – 0,642X 2X3 + 1,009X1X2X 3
Ketebalan film
Y = 0,24792 + 0,01458X 1 + 0,05625X 2 – 0,01042X 3 + 0,03125X1X 2 + 0,00625X1X 3 – 0,642X2X 3 + 0,00625X1X2X 3
Waktu hancur
Y = 2,6159 + 0,2188X 1 + 0,5610X 2 – 0,1673X 3 + 0,4016X1X 2 + 0,1798X1X 3 + 0,0128X2X 3 + 0,3998X1X2X 3
Perpanjangan
Y = 1,20833 + 0,20833X 2 – 0,16667X 3– 0,04167X1X 3 + 0,16667 X2X3– 0,04167X1X2X 3
Kekuatan film
Y = 4,2328 – 0,4024X 1 + 0,1629X 2 + 1,2483X 3 + 1,2371X1X 2 – 0,0082X1X3– 0,1208 X2X3– 0,1740 X1X2X3
Keterangan : X1= pati jagung, X2 = HPMC, X3 = sorbitol, X1X2= pati jagung-HMPC dst.
Berdasarkan persamaan regresi linier pada tabel 7, dibuat grafik plot kontur seperti pada gambar 2.
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009
plot kontur waktu pengeringan
plot kontur kadar air
1.0
waktu pengeringan < 41 41 – 42 42 – 43 43 – 44 44 – 45 45 – 46 46 – 47 > 47
0.0
kadar air < 6 6 – 7 7 – 8 8 – 9 > 9
0.5
HPMC
0.5
HPMC
1.0
Hold Values sorbitol -1
-0.5
Hold Values sorbitol -1
0.0
-0.5
-1.0 -1.0
-0.5
0.0 pati
0.5
-1.0 -1.0
1.0
-0.5
A
1.0
plot kontur waktu hancur
plot kontur ketebalan film
0.0
Hold Values sorbitol -1
1.0
waktu hancur < 2.2 2.2 – 2.4 2.4 – 2.6 2.6 – 2.8 2.8 – 3.0 3.0 – 3.2 > 3.2
0.5
HPMC
ketebalan film < 0.20 0.20 – 0.22 0.22 – 0.24 0.24 – 0.26 0.26 – 0.28 0.28 – 0.30 0.30 – 0.32 > 0.32
0.5
HPMC
0.5
B
1.0
0.0
Hold Values sorbitol -1
-0.5
-0.5
-1.0 -1.0
-0.5
0.0 pati
0.5
-1.0 -1.0
1.0
-0.5
C
0.5
1.0
plot kontur kekuatan tarikan
plot kontur perpanjangan 1.0
Perpanjangan < 1.02 1.02 – 1.05 1.05 – 1.08 1.08 – 1.11 1.11 – 1.14 > 1.14 Hold Values sorbitol -1
0.0
Kekuatan tarikan < 1 1 – 2 2 – 3 3 – 4 > 4
0.5
HPMC
0.5
Hold Values sorbitol -1
0.0
-0.5
-0.5
-1.0 -1.0
0.0 pati
D
1.0
HPMC
0.0 pati
-0.5
0.0 pati
0.5
1.0
-1.0 -1.0
E
-0.5
0.5
1.0
F
Gambar 2. Grafik plot kontur respon waktu pengeringan (A), kadar air (B), hancur (D), perpanjangan (E) dan kekuatan film (F).
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009
0.0 pati
ketebalan film (C), waktu
Persyaratan mutu edible film sebagai sediaan farmasi belum ditetapkan, oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan uji mutu sediaan edible film di pasaran sebagai acuannya. Setelah masing-masing respon diplot contour, ditentukan batas maksimum dan minimum dari respon yang diinginkan, berdasarkan persyaratan SNI (Standard Nasional Indonesia) dan hasil pengukuran sediaan dipasaran sebagai pembanding. Respon waktu pengeringan sediaan edible film ekstrak etanol daun sirih yang diinginkan adalah 40 – 45 jam. Rentang waktu tersebut dipilih berdasarkan orientasi bahwa untuk proses pengeringan di oven pada suhu 40 – 45 ºC dibutuhkan waktu antara 40 – 72 jam. Respon kadar air dikehendaki di bawah 20% sesuai dengan persyaratan SNI (13), dalam penelitian ini respon kadar air dipilih 7 – 8%. Dengan rentang tersebut dihasilkan edible film yang tidak terlalu kering sehingga tidak rapuh dan tidak lembab, selain itu kadar air yang tinggi rentan terhadap pertumbuhan mikroba. Respon ketebalan film yang dikehendaki adalah 0,1 – 0,20 cm sesuai dengan hasil uji pengukuran sediaan di pasaran. Dengan ketebalan tersebut diharapkan waktu pengeringan dan waktu hancur sediaan edible film berlangsung secara cepat. Respon waktu hancur dikehendaki 0,5 – 0,8 menit. Rentang respon tersebut merupakan hasil uji edible film di pasaran. Semakin cepat hancur edible film tersebut maka semakin cepat pula melepaskan zat anti halitosis, mempercepat efek dan meningkatkan kenyamanan dalam pemakaian. Respon perpanjangan dan kekuatan film dikehendaki masing-masing adalah 1 – 1,08 cm dan 0,4 – 0,8 kgf, sesuai dengan hasil uji produk pasaran. Respon perpanjangan dan kekuatan film berhubungan dengan sifat elastisitas film. Dengan rentang perpanjangan dan kekauatan film tersebut maka edible film yang dihasilkan tidak rapuh, kuat, cukup elastis tetapi mudah hancur saat kontak dengan air liur, dengan demikian akan dihasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu fisik, segera melepaskan zat aktif dan nyaman digunakan. Setelah batas minimum-maksimum masing-masing respon yang dikehendaki ditetapkan (gambar 2, arsiran hitam), maka dapat ditentukan daerah komposisi optimum. Untuk itu, terhadap semua plot kontur yang telah ditetapkan batas minimum-maksimum, saling ditumpang-tindihkan (contour plot superimposed) sehingga akan didapatkan daerah irisan yang merupakan daerah komposisi optimum, hasilnya adalah gambar 3.
plot kontur tumpang-tindih
HPMC
3.00 2.75
waktu pengeringan 40 45
2.50
kadar air 7 8 ketebalan film 0.14 0.15
2.25
waktu hancur 0.5 0.8
2.00 1.75 1.50 2.0
Perpanjangan 1 1.08
2.5
3.0 pati
3.5
4.0
kekuatan film 0.4 0.8
Gambar 3. Plot kontur tumpang-tindih dari masing-masing respon terpilih
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009
Dari grafik plot kontur tumpang-tindih, tidak diperoleh daerah irisan yang merupakan daerah komposisi formula optimum. Hal ini disebabkan respon ketebalan film, waktu hancur dan kekuatan film di luar batas minimum-maksimum yang telah ditentukan. Film yang tebal dan kuat menyebabkan waktu hancurnya menjadi lama. Oleh karena itu disarankan untuk menambahkan superdisintegran, menurunkan level sorbitol sehingga kekuatan film diturunkan dan film cepat hancur.
Kesimpulan 1. Ekstrak etanol daun sirih dengan waktu maserasi 24 jam mampu menghambat Streptococcus 2. 3. 4. 5. 6.
mutans dengan KHM 8,49 x 10-3g/ml Ekstrak etanol daun sirih dengan 4 x KHM yang setara dengan 0,92% povidon iodin dapat diformulasi dalam sediaan edible film. HPMC mempercepat waktu pengeringan, menurunkan kadar air, dan memperlama waktu hancur secara signifikan. Sorbitol memperlama waktu pengeringan, meningkatkan kadar air dan kekuatan film secara signifikan. Pati jagung menurunkan kadar air dan memperlama waktu hancur secara signifikan. Tidak ditemukan komposisi formula optimum sediaan edible film ekstrak etanol daun sirih.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional yang telah mendanai penelitian ini pada tahun anggaran 2009, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor : 029/SP2H/PP/DP2M/IV/ 2009 tanggal 6 April 2009.
Daftar Pustaka 1. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Bau Mulut tak Sebatas Urusan Kosmetik. Jakarta : Pusat Data dan Informasi. 2. Bau Mulut Tak Sebatas Urusan Kosmetik. 2008; [1 tayangan]. Diambil dari: http://www.depkes.go.id/index.articles&task=viewarticle&artid=332&Itemid=3. Diakses 29 November, 2008. 3. Suprihati IT, Sunarminingsih R, Ristanto. 1990. Pengaruh Teknik Penyimpanan Daun Sirih sebagai Obat Kumur terhadap Akumulasi Plak Gigi dan Pertumbuhan Bakteri. Laporan Penelitian. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. 4. Cara Cepat Terhindar dari Bau Mulut. 2008; [1 tayangan]. Diambil dari: http://www.Decha Care.com/artikel I/2008/350.htm. Diakses 18 November, 2008. 5. Soedibyo M. 2000. Alam Sumber Kesehatan. Jakarta; Balai Pustaka, hlm 347-9. 6. Wade A, Weller PJ, editors. 1994. Handbook of pharmaceutical excipient. Second edition. London: The Pharmaceutical Press. hlm 78-80, 191-3, 304-5, 411-3, 477-9, 483-7, 500-5. 7. Film coatings and Film Forming Materials: Evaluation to Generic Drugs and Generic Equivalency. 1990. In: James Swarbrick, James C. Boylan, editor. Encyclopedia of pharmaceutical technology. Volume 6. New York; Marcel Dekker, Inc. hlm. 1-5
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009
8. Bolton S. Pharmaceutical statistic. 1999. Second edition. New York: Marcel Dekker. Inc. hlm 308-10, 317-9. 9. Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar Tanaman http://Balitro/Tanaman obat. Diakses : 29 Januari, 2009.
Obat
dari
:
10. Departeman Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Direktorat Jendaral Pengawasan Obat dan Makanan. hlm 92-9. 11. Lennette E. Manual of Clinical Microbiology. 1974. 2nd. Washington DC. hlm 410-1. 12. Kroctha J. 1994. Edible coatings and film to improve food quality. Pennsylvania: Technomic Publishing co. Inc. Lan caster. hlm 1-8, 230. 13. Badan Standarisasi Nasional. 1994. SNI 01-3547-1994. Mutu dan Cara Uji Kembang Gula. Jakarta : Badan Standar Nasional. hlm 1-2. 14. Armstrong N.A., 2006. Pharmaceutical Experimental Design and interpretation, 2nd New York : Taylor and Francis group. hlm 83-133.
*Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-9 Desember 2009