FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL FERMENTASI
YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/ 1431 H
FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL FERMENTASI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH 105096003182
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/ 1431 H
FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL FERMENTASI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH 105096003182
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Agustine Susilowati, M.M NIP : 195 808 141 984 022 001
Sri Yadial Chalid, M.Si NIP : 19680313 200312 2 001
Mengetahui, Ketua Program Studi Kimia
Sri Yadial Chalid, M.Si NIP : 19680313 200312 2 001
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dan para makhluk-Nya yang lain. Atas berkat rahmat dan karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi “Formulasi dan Optimasi Proses Pembentukan Flavor Analog Ayam dari Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada para keluarga dan para sahabatnya serta termasuk kita pula selaku ummatnya. Amin. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis sebagai Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Sri Yadial Chalid, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kimia sekaligus Dosen Pembimbing II, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis serta memberikan semangat dan motivasi maupun masukan dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi.
iv
3. Dr. L. Broto S. Kardono sebagai Kepala Pusat Penelitian Kimia-LIPI Serpong. 4. Dr. Muhammad Hanafi, M.Si sebagai Kepala Bidang BAPF Pusat Penelitian Kimia-LIPI 5. Ir. Agustine Susilowati, M.M sebagai Pembimbing I yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Pangan di Pusat Penelitian Kimia-LIPI Serpong serta memberi nasihat dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi. 6. Ayahanda (Yusep Hermansyah), Ibunda (Lia Amaliya) dan adikku tercinta (Badai Sefta Mafarin) yang tiada henti memberi semangat serta dukungan moril maupun materil yang begitu luar biasa selama pelaksanaan tugas akhir. 7. Yati Maryati, S.T dan Pak Aspiyanto yang telah banyak membantu memberikan arahan selama penelitian dilaksanakan. 8. Seluruh Dosen, karyawan dan laboran Program Studi Kimia, terima kasih atas ilmunya yang bermanfaat bagi penulis. 9. Seluruh staf Pusat Penelitian Kimia-LIPI Serpong yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian. 10. Sahabatku di setiap waktu, Devi, Diah, Rani, Ambar dan Chiko, terima kasih atas keceriaan dan kesedihan yang selalu kita bagi bersama, betapa bahagianya aku yang tumbuh besar bersama kalian. Sahabatku yang terpisah jarak namun selalu ada untukku, Anindita, Fajrin, Dindi, Miratna, Intan dan Alhadi, terima kasih atas perhatian, motivasi, semangat dan do’anya. 11. Elly, Susti dan Wardah, teman seperjuanganku yang selalu setia dalam suka dan duka selama menempuh penelitian dan penyusunan skripsi.
vii
12. Teman-teman baikku Fiqi, Nunu, Ade, Ria, Suci, Tika, Ani, Icha, Ummu, Dede, Ika, Ardy, Zeki, Ilham, Fajri, Afit, Aji, Subhan, Adum, Arif, Rizky, Dedi, Hasbi, Ocim, Rauf, Hendro, Salman, Abdul Rohman, Ami dan Wulan Embunsari, terima kasih atas semua ketulusan dan semangat serta perhatian yang kalian berikan selama ini. Kalian takkan pernah terganti. 13. Kakak-kakak kelas Kimia angkatan 2002, 2003 dan 2004 khususnya Kak Amin, Kak Adi dan Kak Ijul, kalian inspirasiku. Adik-adik kelas Kimia angkatan 2006, 2007, 2008 dan 2009, terima kasih untuk selalu berbagi semangat dan keceriaan. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Jakarta, Juni 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................
vi
DAFTAR ISI................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
xii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xv
ABSTRAK ...................................................................................................
xvi
ABSTRACT ................................................................................................. xvii BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1. Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................
2
1.3. Hipotesis...............................................................................................
2
1.4. Rancangan Percobaan ..........................................................................
3
1.5. Tujuan Penelitian ................................................................................
4
1.6. Manfaat Penelitian ..............................................................................
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
6
2.1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Terfermentasi..........................
6
2.2. Autolisis Kaldu Nabati.........................................................................
8
2.3. Flavor (Cita Rasa) ................................................................................
10
2.3.1. Savory Flavor (Rasa Gurih)…………………………………...
12
2.4. Flavor Ayam.........................................................................................
13
2.4.1. Flavor Analog Ayam (Chicken Analogue Flavour).................
16
2.4.2. Prekursor Flavor.......................................................................
16
ix
2.5. Reaksi Flavor (Flavouring Reaction) ..................................................
21
2.6. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)...............................
24
2.6.1. Prinsip Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS).......
24
2.6.2. Bagian Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometer Massa
26
BAB III.METODE PENELITIAN ...........................................................
28
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
28
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................
28
3.2.1. Alat ..........................................................................................
28
3.2.2. Bahan .....................................................................................
28
3.3. Prosedur Kerja .....................................................................................
29
3.3.1. Autolisis Kacang Hijau Terfermentasi Rhizopus-C1................
29
3.3.2. Reaksi Flavoring.......................................................................
29
3.3.2.1. Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik…………………
29
3.3.2.2. Penentuan Kondisi Optimum Reaksi Flavoring (pH dan Waktu)................................................................................
30
3.3.3. Identifikasi Senyawa Volatil dengan GC-MS………………..
31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................
33
4.1. Karakteristik Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati.......................
33
4.2. Reaksi Flavoring………………………………………………………
35
4.2.1. Hasil Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik…………….…
35
4.2.2. Hasil Analisa Variasi pH dan Waktu Kondisi Optimum Reaksi Untuk Formula A4 dan B4.............................................
36
4.2.2.1. Analisa Komposisi Kimia…………………..………….….
36
4.2.2.1.1. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Padatan Kering…………………......
36
4.2.2.1.2. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses
x
x
terhadap Kadar N-Amino……………………………
37
4.2.2.1.3. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi……………….…….. 39 4.2.2.1.4. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Protein Terlarut……………………… 42 4.2.2.1.5. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Total Protein………………………… 44 4.2.2.1.6. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Lemak………………………………. 45 4.2.2.1.7. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Garam………………………………. 46 4.2.2.2. Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS…………………
48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
56
5.1. Kesimpulan ...........................................................................................
56
5.2. Saran ......................................................................................................
56
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
57
LAMPIRAN ................................................................................................
60
xi
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Struktur Kimia Sistein................................................................................. 17 2. Struktur Kimia Taurin................................................................................. 18 3. Struktur Kimia Tiamin-HCl………………………………………….…... 19 4. Struktur Kimia Asam Askorbat (Vitamin C)…………………………….. 20 5. Struktur Kimia D-Glukosa…………………………………………….…. 21 6. Skema Reaksi Strecker pada Proses Flavoring……………………….….. 24 7. Diagram Alir GC-MS………………………………………………….… 27 8. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula A4…............................................................................................. 49 9. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula B4………………………………………………...................….. 52
xii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Matriks Model Pola Faktorial Reaksi Flavoring dengan Variasi pH..................................................................................................
3
2. Komposisi Kimia Kacang Hijau Tiap 100 g……………………………..
7
3. Jenis-jenis Asam Amino yang Terdapat pada Kacang Hijau…………….
8
4. Komposisi Kimia yang Terkandung Dalam Ektrak Daging Ayam……… 14 5. Senyawa-senyawa yang Berperan sebagai Penyumbang Aroma pada Daging Ayam yang Dimasak…………………………………………….. 15 6. Prekursor-prekursor Dasar yang Digunakan dalam Pengembangan Reaksi Flavor…………………………………………………………….. 16 7. Aldehid yang Dihasilkan dari Asam Amino melalui Degradasi Strecker…………………………………………………………………… 22 8. Komposisi Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam…………………... 30 9. Komposisi Kimia Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati…………….. 33 10. Uji Sensori dan Karakteristik Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam Hasil Reaksi Flavoring Selama 3 Jam pada Suhu 100°C............................ 35 11. Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam.......................... 37 12. Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam.................................... 37 13. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam…………………………….. 40 14. Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam.......................... 41 15. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam………………………………. 42 16. Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam......................... 43 17. Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam............................. 44 18. Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam........................................ 46
xiii
19. Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam....................................... 47 20. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog Ayam Formula A4...................................... ……………………………... 50 21. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog Ayam Formula B4.........................................……………………. 54
xiv
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Prosedur Analisa Komposisi Kimia............................................................ 60 2. Hasil Analisa Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik.............................. 67 3. Uji Sensori Autolisat Flavor Analog Ayam................................................ 72 4. Kadar Padatan Kering.................................................................................. 73 5. Kadar Nitrogen Amino................................................................................ 74 6. Kadar Gula Pereduksi ................................................................................. 75 7. Kadar Protein Terlarut................................................................................. 77 8. Kadar Total Protein……………………………….………………………. 79 9. Kadar Lemak................................................................................................ 80 10. Kadar Garam……………………………………………….……………... 81 11. Analisa Sensori dan Lembar Scoresheet Uji Penilaian (Skoring) Aroma Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam…………………………………… 82 12. Perhitungan Formulasi Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam………….. 84 13. Kurva Kalibrasi Gula Reduksi dan Protein Terlarut……………………... 86 14. Diagram Alir Pembuatan Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam dari Autolisat dengan Skala Laboratorium…………………………………… 87 15. Peralatan Penelitian………………………....................………………… 88
xv
ABSTRAK
YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH. Formulasi dan Optimasi Proses Pembentukan Flavor Analog Ayam dari Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi. Di bawah bimbingan Ir. Agustine Susilowati, M.M dan Sri Yadial Chalid, M.Si.
Telah dilakukan penelitian tentang penentuan formulasi dan optimasi proses pembentukan flavor analog ayam dari kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) hasil fermentasi. Variasi konsentrasi dilakukan pada L-Sistein, Tiamin-HCl, Taurin, Glukosa dan Vitamin C sebagai prekursor flavor dengan variasi pH 4, 4,5 dan 5 yang masing-masing dilakukan pada 100°C selama 0, 1, 2 dan 3 jam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh kaldu nabati berflavor analog ayam terbaik berdasarkan komposisi formulasi terbaik dan kondisi optimum reaksi melalui analisa sensori, analisa komposisi kimia serta mengetahui jenis-jenis senyawa volatil dengan GC-MS (Kromatografi Gas-Spektrometer Massa). Hasil penelitian menunjukkan 2 jenis formula terbaik yaitu FAT (Flavor Analog Ayam menggunakan Taurin) dengan komposisi Sistein:Taurin (0,75 %:0,25 %), Tiamin (1 %), Glukosa (0,5 %) pH 4 waktu proses 3 jam dan FAC (Flavor Analog Ayam menggunakan Vitamin C) dengan komposisi Sistein:Vitamin C (0,75 %:0,25 %), Tiamin (1 %), Glukosa (0,5 %) pH 4,5 waktu proses 3 jam. Sebanyak 46 senyawa flavor teridentifikasi pada kaldu nabati FAT yang terdiri atas 7 kelompok senyawa yaitu senyawa sulfur (4 senyawa), asam-asam organik dan ester (18 senyawa), nitrogen (8 senyawa), aldehid dan keton (7 senyawa), alkohol (7 senyawa), piran (1 senyawa) dan furan (1 senyawa), serta 49 senyawa flavor teridentifikasi pada kaldu nabati FAC yang terdiri atas 7 kelompok senyawa yaitu senyawa sulfur (7 senyawa), asam-asam organik dan ester (15 senyawa), nitrogen (10 senyawa), aldehid dan keton (8 senyawa), alkohol (4 senyawa), piran (2 senyawa) dan furan (3 senyawa). Kata kunci : Kaldu nabati, flavor analog ayam, taurin, vitamin c, reaksi flavoring
xvi
ABSTRACT
YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH. Formulation and Optimation Flavouring Process of Chicken Analogue Flavour from Fermented Mung Bean (Phaseolus radiatus L.). Under direction of Ir. Agustine Susilowati, M.M and Sri Yadial Chalid, M.Si.
Formulation and optimation flavouring process of chicken analogue flavour reaction from fermented mung bean (Phaseolus radiatus L.) has been conducted. Concentration of L-Cystein, Thiamine-HCl, Taurine, Glucose and Vitamin C as a flavour precursor has been varieted with pH variety 4, 4,5 and 5 at 100°C for 0, 1, 2 and 3 hours, respectively. The main purpose of research are to find a best vegetable broth with chicken analogue flavour based on best formulation and optimal condition reaction through sensory analysis, chemical composition analysis and to know several volatile compounds with GC-MS (Gas Chromatograph-Mass Spectrometry). The result of experiment showed the best two kinds formula, is that TAF (Chicken Analogue Flavour with Taurine) with composition Cystein:Taurine (0,75 %:0,25 %), Thiamine (1 %), Glucose (0,5 %) pH 4 at 3 hours dan CAF (Chicken Analogue Flavour with Vitamin C) with composition Cystein:Taurine (0,75 %:0,25 %), Thiamine (1 %), Glucose (0,5 %) pH 4,5 at 3 hours. It had been identified on 46 flavour compounds of TAF consisting 7 compound groups, named sulphuric compound (4 compounds), organic acids and esther (18 compounds), nitrogen (8 compounds), aldehyd and ketone (7 compounds), alcohol (7 compounds), pyran (1 compounds) and furan (1 compounds), and 49 flavour compounds of CAF consisting 7 compound groups, named sulphuric compound (7 compounds), organic acids and esther (15 compounds), nitrogen (10 compounds), aldehyd and ketone (8 compounds), alcohol (4 compounds), pyran (2 compounds) and furan (3 compounds). Keywords : Vegetable broth, chicken analogue flavour, taurine, vitamin C, flavoring reaction
xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita rasa merupakan bagian penting pada kualitas suatu makanan selain penampilan dan teksturnya. Selain rasa manis, asam, asin dan pahit yang terdapat pada makanan, masyarakat juga mengenal adanya cita rasa gurih atau “umami”. Pemberi rasa gurih berasal monosodium glutamat maupun dari kaldu ayam atau daging. Tetapi kaldu yang diekstrak dari daging ayam atau daging sapi tidak selamanya dijadikan sebagai pemberi rasa gurih karena biaya produksi yang tinggi, begitu juga flavor ayam sintetik tidak memuaskan karena hanya memberikan cita rasa ayam dan terlalu asin (Nagodawithana, 1994). Untuk mendapatkan makanan dengan rasa gurih yang rendah lemak dan rendah kolesterol, maka dimanfaatkanlah kacang hijau sebagai flavor enchancer yang banyak mengandung protein terutama asam glutamat serta mudah diperoleh. Kandungan asam amino yang tinggi hasil perombakan protein dapat dicapai melalui proses fermentasi pada kacang hijau oleh kapang diantaranya Rhizopus. Kacang hijau terfermentasi ini dikenal sebagai kaldu nabati yang diharapkan menjadi alternatif baru flavor enchancer secara alami (Susilowati, 2007). Kaldu nabati memiliki rasa yang gurih, tetapi tidak dapat menimbulkan suatu citarasa dan aroma analog ayam atau daging tanpa adanya penambahan bahan lain yang disebut prekursor flavor. Prekursor flavor adalah senyawa pembentuk cita rasa. Pada penelitian sebelumnya telah digunakan prekursor flavor sistein, taurin, vitamin C dan xylosa dengan kondisi proses pada pH netral hingga basa. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dengan penggunaan xylosa
1
1
sebagai salah satu komponen prekursor membuat aroma flavor analog ayam pada autolisat setelah proses flavoring timbul dengan cepat dan intensitas aroma kuat namun aromanya tidak bertahan lama (Susilowati, 2009). Penggunaan xylosa juga tidak dapat dijadikan acuan tetap dikarenakan harganya yang cukup mahal serta sulit diperoleh. Dengan mengganti jenis prekursor dengan sistein, taurin, tiamin, vitamin C dan glukosa maka diharapkan aroma yang dihasilkan dapat lebih tahan lama serta memperkecil biaya produksi. Selain mengubah kondisi proses, diperlukan juga variasi konsentrasi prekursor untuk menentukan perbandingan terbaik komposisi prekursor sehingga menghasilkan aroma analog ayam yang diinginkan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian lanjutan untuk mencari perbandingan terbaik komposisi prekursor agar diperoleh aroma flavor analog ayam yang kuat melalui variasi kondisi proses flavoring.
1.2. Perumusan Masalah Apakah konsentrasi formula (campuran sistein:taurin, tiamin, glukosa dan campuran sistein:vitamin C, tiamin, glukosa) dan kondisi reaksi yang meliputi pH dan waktu pemanasan berpengaruh pada pembentukan flavor (flavouring reaction) pada autolisat kaldu nabati kacang hijau terfermentasi?
1.3. Hipotesis H0
: Jenis formula, pH dan lama proses flavoring berpengaruh terhadap komposisi kimia hasil proses flavoring.
H1
: Jenis formula, pH dan lama proses flavoring tidak berpengaruh terhadap komposisi kimia hasil proses flavoring.
2
H0
: Jenis formula, pH dan lama proses flavoring berpengaruh terhadap intensitas aroma hasil proses flavoring.
H1
: Jenis formula, pH dan lama proses flavoring tidak berpengaruh terhadap intensitas aroma hasil proses flavoring.
1.4. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan analisis ragam Rancangan Petak-Petak Terbagi (RPPT) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) (Gazpersz, 1995). Matriks model pola faktorial penelitian ditunjukkan oleh Tabel 1. Tabel 1. Matriks Model Pola Faktorial Reaksi Flavoring dengan Variasi pH** Formula (X)* Lama Proses Taurin (X1) Vitamin C (X2) (jam) pH (Y) (Z) 4 (Y1) 4,5 (Y2) 5 (Y3) 4 (Y1) 4,5 (Y2) 5 (Y3) 0 (Z1) X1Y1Z1 X1Y2Z1 X1Y3Z1 X2Y1Z1 X2Y2Z1 X2Y3Z1 1 (Z2) X1Y1Z2 X1Y2Z2 X1Y3Z2 X2Y1Z2 X2Y2Z2 X2Y3Z2 2 (Z3) X1Y1Z3 X1Y2Z3 X1Y3Z3 X2Y1Z3 X2Y2Z3 X2Y3Z3 3 (Z4) X1Y2Z4 X1Y2Z4 X1Y3Z4 X2Y1Z4 X2Y2Z4 X2Y3Z4 Keterangan : * Jenis Formula FAT dan FAC Terbaik dari Penelitian Pendahuluan ** Rancangan Penelitian RAK (Rancangan Acak Lengkap)
Jumlah perlakuan pada percobaan ini adalah 2x3x4=24 dengan dua kali ulangan, dimana X1 = Jenis Formula A (FAT) terbaik X2 = Jenis Formula B (FAC) terbaik Y1 = pH 4 Y2 = pH 4,5 Y3 = pH 5 Z1 = waktu reaksi flavoring 0 jam Z2 = waktu reaksi flavoring 1 jam Z3 = waktu reaksi flavoring 2 jam
3
Z4 = waktu reaksi flavoring 3 jam Model rancangan percobaan dari rancangan diatas adalah sebagai berikut : Y(ijl) = µ + Kl + Xi + Yj + Zk + (XY)ij + (XZ)ik + (YZ)jk + (XYZ)ijk + εijl Y(ijl)
= nilai pengamatan dari kelompok ke-l yang memperoleh taraf ke-i dari faktor X
µ
= nilai rata-rata yang sebenarnya
Kl
= pengaruh dari kelompok ke-l
Xi
= pengaruh jenis formula pada taraf ke-i (i = 1, 2)
Yj
= pengaruh pH pada taraf ke-j (j = 1, 2, 3)
Zk
= pengaruh waktu reaksi flavoring pada taraf ke-k (k = 1, 2, 3, 4)
(XYZ)ijk = pengaruh interaksi taraf ke-i dari jenis formula, taraf ke-j dari pH dan taraf ke-k dari waktu proses εijkl
= pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-l yang memperoleh taraf ke-i dari faktor X, taraf ke-j dari faktor Y dan taraf ke-k dari faktor Z dengan ulangan l (l = 2)
1.5. Tujuan Penelitian Mencari kondisi optimum proses flavoring melalui variasi formulasi prekursor, pH dan waktu reaksi untuk memperoleh kaldu nabati berflavor analog ayam.
1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang komposisi prekursor dan kondisi optimum reaksi. Kondisi tersebut mempengaruhi intensitas aroma flavor analog ayam yang dihasilkan sehingga
4
tidak atau sedikit mengalami penurunan intensitas aroma jika dilakukan proses pembuatan kaldu nabati berflavor analog ayam dalam bentuk pasta maupun bubuk.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Terfermentasi Fermentasi adalah sebuah proses yang melibatkan mikroorganisme untuk mendapatkan produk, mikroorganisme tersebut mengurai substrat kompleks menjadi molekul sederhana. Fermentasi karbohidrat, protein dan lemak dengan adanya oksigen atau tanpa oksigen menghasilkan energi. Fermentasi bertujuan untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya cerna, mengubah penampakan serta memperbaiki sifat dari bahan pangan. Bahan pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Fermentasi juga merupakan perubahan kimia pada bahan pangan oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme maupun telah ada pada bahan pangan tersebut. Proses fermentasi terjadi karena kontak antara mikroba dengan substrat yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba tersebut. Fermentasi juga menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan (Winarno dan Fardiaz, 1984). Kacang hijau yang difermentasi oleh kapang Rhizopus-C1 melalui fermentasi garam (moromi) selama kurang lebih 18 minggu menghasilkan produk yang disebut kaldu nabati. Kaldu nabati ini yang berpotensi sebagai bahan penyedap rasa (seasoning). Potensi kaldu nabati sebagai bahan penyedap (seasoning) disebabkan proses fermentasi yang menyertainya dimana aktifitas enzim protease dari kapang Rhizopus menghidrolisis protein kacang menjadi asam-asam amino dengan berat molekul rendah terutama asam glutamat. Kacang hijau digunakan pada pembuatan kaldu nabati karena kaya karbohidrat, protein,
6
6
vitamin, mineral serta mengandung sedikit lemak. Kandungan gizi yang terdapat pada kacang hijau secara umum adalah seperti yang terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia Kacang Hijau Tiap 100 g
Komposisi Kimia
Jumlah
Air Protein Lemak Karbohidrat Serat Energi Mineral Karoten Kalsium Fosfor Besi Sumber : Muchtadi, 2006
10,1 g 24,5 g 1,2 g 59,9 g 0,8 g 348 kkal 3,5 g 49 mg 75,0 mg 40,5 mg 8,5 mg
Kacang hijau memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi (lebih dari 55%), terdiri dari pati, gula dan serat sehingga dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan (dietary fiber). Pati kacang hijau terdiri dari amilosa (28,8%) dan amilopektin (71,2%). Pati kacang hijau sangat baik untuk dijadikan bahan makanan karena memiliki daya cerna yang tinggi (99,8%). Protein merupakan penyusun utama kedua (20-25%). Daya cerna protein pada kacang hijau mentah sekitar 77%, hal ini disebabkan oleh adanya zat antigizi seperti antitripsin dan tanin. Untuk meningkatkan daya cerna protein maka kacang hijau harus diolah terlebih dahulu (Muchtadi, 2006). Pada Tabel 3 dapat dilihat beberapa jenis asam amino yang terdapat pada kacang hijau.
7
Tabel 3. Jenis-jenis Asam Amino yang Terdapat pada Kacang Hijau
Jenis Asam Amino Aspartat Glutamat Serin Treonin Alanin Valin Leusin Isoleusin Arginin Histidin Fenilalanin Triptofan Lisin Prolin Metionin Tirosin Sumber : Muchtadi, 2006
Kadar (mg/100 g) 196 279 89 95 68 94 79 100 64 75 49 96 197 64 69 75
Kandungan asam glutamat kacang hijau yang sangat tinggi menjadi alasan utama digunakannya kacang hijau sebagai flavor enhancer (pembangkit cita rasa) alami yang memiliki kandungan gizi tinggi. Kadar lemak yang rendah pada kacang hijau menjaga bahan makanan dan minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik. Lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak jenuh seperti oleat (20,8%), linoleat (16,3%) dan linolenat (37,5%) serta 27% asam lemak jenuh (Muchtadi, 2006).
2.2. Autolisis Kaldu Nabati Autolisis merupakan suatu proses mencerna sendiri (self-digestion atau autodigesti) pada khamir atau kapang yang memerlukan enzim endogenus pendegradasi. Proses autodigesti dapat dilakukan dengan suhu dan pH, hal ini menyebabkan
kematian
sel
tetapi
tidak
menginaktifkan
enzim-enzim
pendegradasinya. Tujuan proses autolisis ini adalah untuk memperoleh autolisat
8
ekstrak khamir yaitu hasil proses autolisis dengan kandungan peptida terlarut sebagai savory flavor non volatil penghasil rasa gurih. Autolisat digunakan secara luas pada produk-produk pangan (khususnya daging sapi dan ayam) yang diformulasikan
karena
kapasitas
pengikatan
airnya
yang
tinggi
serta
kemampuannya untuk meningkatkan rasa gurih (Nagodawithana, 1994). Menurut Susilowati (2007), autolisis kaldu nabati kacang hijau yang terfermentasi garam oleh kapang Rhizopus C1 juga bertujuan untuk meningkatkan kandungan fraksi gurih berupa peptida terlarut sebagai sumber flavor gurih. Proses autolisis dilakukan pada kacang hijau terfermentasi melalui pemanasan pada suhu, waktu dan pH tertentu disertai pengadukan. Kfondisi ini menyebabkan lisis pada sel kapang tanpa merusak enzim-enzim yang dihasilkan. Saat sel mengalami lisis terjadi suasana ketidakberaturan sistem sel dan menyebabkan membran internal terdisintegrasi dan melepaskan enzim-enzim degeneratif terutama protease dan glukanase ke matriks sel. Selanjutnya enzim tersebut bekerja terhadap substrat makromolekul yang akhirnya menyebabkan pelarutan kandungan sel. Komponen sel terlarut akan masuk dalam sistem substrat yang ditandai dengan kenaikan kandungan fraksi gurih sebagai asam-asam amino, peptida terlarut dan perubahan komposisi keseluruhan substrat. Perbedaan utama antara autolisis kaldu nabati dari kacang hijau dengan ekstrak khamir yaitu substratnya berupa padatan campuran kacang-kacangan (kacang hijau, garam dan inokulum dari kapang Rhizopus C1) berbentuk semi solid sebagai kaldu kasar (crude kaldu) yaitu kacang terfermentasi garam selama waktu tertentu, sedangkan autolisis sel khamir adalah substrat berupa bubur ekstrak sel khamir yang ditumbuhkan pada media tertentu dengan tujuan untuk
9
memperoleh ekstrak khamir sebagai savory flavor (Susilowati, 2008). Untuk menciptakan kaldu nabati dengan flavor analog ayam atau daging, maka dibutuhkan suatu prekursor flavor.
2.3. Flavor (Cita Rasa) Menurut Winarno (1997) dan Sinki (2002), flavor atau cita rasa merupakan sensasi yang dihasilkan oleh bahan makanan ketika diletakkan di dalam mulut terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan bau. Ada 3 komponen yang berperan yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Komposisi makanan dan senyawa pemberi rasa dan bau berinteraksi dengan reseptor organ perasa dan penciuman menghasilkan sinyal yang dibawa menuju susunan syaraf pusat untuk memberi pengaruh dari flavor atau cita rasa. Secara umum flavor terdiri dari 4 rasa utama yaitu manis, asam, asin dan pahit. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Senyawa kimia a. Rasa asam disebabkan oleh donor proton, intensitas rasa asam tergantung pada ion H+ yang dihasilkan dari hidrolisis asam. b. Rasa asin dihasilkan oleh garam-garam anorganik yang umumnya adalah NaCl murni. c. Rasa manis ditimbulkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus OH seperti alkohol, beberapa asam amino, aldehid dan gliserol. Sumber rasa manis yang terutama adalah gula atau sukrosa dan monosakarida atau disakarida.
10
d. Rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-alkaloid, misalnya kafein, teobromin, kuinon, glikosida, senyawa fenol seperti naringin, garam-garam Mg, NH4 dan Ca. 2. Suhu Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh manusia di bawah 20°C atau di atas 30°C. 3. Konsentrasi Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan. Batas ini disebut Threshold. Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan Threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. 4. Interaksi dengan komponen rasa lain. Komponen rasa lain akan berinteraksi dengan komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa. Flavor dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Flavor alami terkandung dalam bahan makanan itu sendiri, sedangkan flavor buatan diperoleh dari reaksi senyawa kimia yang menghasilkan senyawa aromatik (biasanya berupa ester-ester). Flavor makanan dapat dihasilkan dari berbagai proses yang terjadi pada bahan pangan seperti : 1. Pemanasan atau pemasakan menimbulkan senyawa baru atau yang disebut reaksi pencoklatan (browning).
11
2. Melalui pembentukan prekursor kimia non-volatil selama fermentasi mikrobial dan diubah menjadi komponen flavor melalui pemanasan. 3. Metabolit sekunder dari fermentasi mikrobial, reaksi enzim endogen, serta penambahan enzim selama proses dan produk akhir metabolisme tanaman. 2.3.1.Savory Flavor (Rasa Gurih) Seiring berkembangnya industri pangan maka dikenal istilah rasa gurih (umami) atau savory flavor yang bukan campuran dari keempat rasa utama. Savory flavor merupakan salah satu jenis flavor yang banyak digunakan secara luas pada industri pangan dan tergolong flavor enchancer atau flavor potentiator (pembangkit cita rasa) yang bekerja dengan cara meningkatkan rasa enak atau menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan padahal bahan itu sendiri tidak atau sedikit memiliki cita rasa (Sugita, 2002). Dua jenis bahan pembangkit cita rasa (flavor) yang umum adalah asam amino L atau garamnya, misalnya monosodium glutamat (MSG) dan jenis 5’nukleotida seperti inosin 5’-monophosphat (5’-IMP), guanidin 5’-monophosphat (5’-GMP) (Winarno, 1997). Senyawa nukleotida ini mulai dari yang paling efektif adalah guanosin-5’-monophosphat (GMP), inosin-5’-monophosphat (IMP) dan xantosin-5’-monophosphat (XMP), sedangkan adenosin-5’-monophosphat (AMP) tidak memiliki aktivitas sebagai bahan pembangkit flavor. Produksi purin nukleotida dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya degradasi asam nukleat secara enzimatik atau kimia dan proses fermentasi langsung (Mottram, 1991). Flavor ini memiliki peranan penting terhadap produk-produk pangan seperti makanan ringan, bumbu instan, mi instan, dan kecap. Untuk aplikasinya,
12
savory flavor digunakan tidak sendiri. Pada satu formulasinya bisa terdapat berbagai macam komposisi, diantaranya ekstrak daging, rempah-rempah, savory flavor sintetik atau alami dan asam amino. Savory flavor tersedia dalam bentuk bubuk (garam, gula, pati dan MSG), pasta (terdiri dari campuran fraksi padatan dan cair, yang dapat terdiri dari minyak dan pati) dan cair (minyak pada mie instan), dimana penggunaannya tergantung dari jenis produk. Seiring dengan semakin pentingnya peranan savory flavor dalam cita rasa makanan, maka dibuatlah kaldu nabati sebagai alternatif sumber alami rasa gurih.
2.4. Flavor Ayam Flavor pada daging sapi maupun unggas akan timbul setelah mengalami pemanasan atau pemasakan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mempelajari flavor yang terbentuk pada daging unggas khususnya ayam (Gallus domesticus), yaitu dengan menganalisa senyawa-senyawa larut air dari ekstrak daging ayam yang telah matang dan merekombinasikan beberapa asam amino, metabolit adenosin trifosfat dan ion-ion anorganik untuk mengimbangi sifat sensori pada ekstrak ayam. Hasil yang diperoleh hanya inosin monofosat, asam glutamat dan ion kalium yang memiliki efek terhadap rasa. Asam glutamat dan inosin 5’-monofosfat memberi rasa “umami” dan asin. Ion kalium memberi rasa manis, asin dan pahit (Farmer, 1999). Komposisi kimia yang terkandung dalam ekstrak daging ayam ditunjukkan pada Tabel 4.
13
Tabel 4. Komposisi Kimia yang Terkandung Dalam Ektrak Daging Ayam
Senyawa Konsentrasi Asam amino (µg/gr) Lisin 58 Asam glutamat* 53 Glisin 42 Treonin 40 Alanin 36 Prolin 34 Serin 33 Metionin 29 Arginin 24 Tirosin 20 Asam aspartat 14 Leusin 13 Fenilalanin 10 Valin 7 Histidin 5 Metabolit ATP (mg/gr) IMP* 3,3 Inosin 0,15 AMP 0,10 ADP 0,033 Hipoksantin 0,014 ATP 0,012 Ion anorganik (mg/gr) K+ * 2,8 PO432,0 Cl0,28 Na+ 0,27 2+ Mg 0,045 Ca2+ 0,0003 * (berpengaruh terhadap cita rasa) Sumber : Farmer, 1999. Menurut Farmer (1999), perubahan gula, asam amino dan nukleotida yang terukur selama pemasakan akan berimbas tidak hanya pada rasa daging ayam tetapi juga aroma dan cita rasa secara keseluruhan, karena sebagaian besar substansi ini merupakan prekursor bagi reaksi kimia yang bertanggung jawab atas pembentukan senyawa aroma. Flavor dan aroma ayam yang dimasak bergantung pada cara pemasakan. Ayam yang direbus, dipanggang atau digoreng memiliki
14
kandungan senyawa volatil yang berbeda-beda. Senyawa volatil yang timbul berasal dari reaksi Maillard, oksidasi lemak maupun degradasi tiamin yang terjadi selama pemasakan. Tabel 5 menunjukkan gambaran umum senyawa yang terkandung di dalam daging ayam yang dimasak. Tabel 5. Senyawa-senyawa yang Berperan sebagai Penyumbang Aroma pada Daging Ayam yang Dimasak. Senyawa Deskripsi Aroma Mengandung Sulfur Hidrogen sulfida Sulfur, telur Dimetilsulfida Seperti logam 3-merkapto-2-pentanon Sulfur Metional Kentang yang dimasak Furantiol dan disulfida 2-metil-3-furantiol Daging, manis 2,5-dimetil-3-furantiol Daging 2-furanmetantiol Ayam panggang 2-metil-3-(metiltio)furan Daging, manis 2-metil-3-(etiltio)furan Daging 2-metil-3-metilditiofuran Daging, manis bis (2-metil-3furil) disulfida Daging panggang Senyawa heterosiklik lainnya 2-formil-5-metil tiofen Sulfur Trimetiltiazol Seperti tanah 2-asetil-2-tiazolin Daging panggang 2,5(6)-dimetil-pirazin Seperti kopi, daging panggang 2,3-dimetil-pirazin Daging panggang 2-etil-3,5-dimetil-pirazin Roti panggang 3,5(2)-dietil-2(6)-metil-pirazin Manis, daging panggang 2-asetil-pirolin Popcorn Aldehid, keton dan lakton 1-okten-3-on Jamur Trans-1-nonenal Lemak Nonanal Lemak Lemak Trans, trans-2,4-dekadienal Lemak, manis 2-dekenal Seperti-peach γ -dekalakton Lemak, seperti buah γ -dodekalakton Senyawa Lain 2,3-butanadion Karamel 14-metil-pentadekanal Lemak atau minyak 14-metil-heksadekanal Lemak, seperti jeruk 4-metilfenol Fenolik
Sumber : Farmer,1999.
15
2.4.1.Flavor Analog Ayam (Chicken Analogue Flavour) Menurut Heinze (1978), analog ayam dapat diartikan sebagai produk nutrisi yang ekivalen dengan padanannya (kaldu ayam) tetapi sama sekali tidak mengandung ekstrak ayam maupun produk-produk dari ayam lainnya. Flavor analog ayam (chicken analogue flavour) dapat diperoleh melalui pemanasan sistein, tiamin, taurin dan HVP (Hydrolyzed Vegetable Protein) dengan bahan lain seperti β-alanin, taurin, glisin dan asam askorbat maupun gula reduksi yang disebut prekursor flavor, kemudian campuran tersebut dipanaskan pada suhu 100°C dengan pH berkisar antara 4-5,5. 2.4.2.Prekursor Flavor Prekursor flavor adalah senyawa pembentuk cita rasa. Senyawa-senyawa ini akan saling berinteraksi pada kondisi yang sesuai untuk membentuk flavor yang khas dari suatu bahan pangan seperti kaldu nabati. Beberapa jenis prekursor dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Prekursor-prekursor Dasar yang Digunakan dalam Pengembangan Reaksi Flavor
Jenis Prekursor Asam Amino
Contoh Sistein, asam glutamat, valin, glisin, ekstrak yeast, hidrolisat protein nabati (HVP), hidrolisat protein hewani Gula Pereduksi Glukosa, xylosa, ribosa, ribosa-5fosfat Vitamin Tiamin Senyawa-senyawa yang mengandung Furanon, sulfida, tiol (sistein, tiamin) sulfur Nukleotida Inosin 5’-monofosfat, guanosin 5’monofosfat Asam Asam laktat, asam karboksilat alifatik, asam asetat Sumber : Nagodawithana, 1994 Prekursor yang dibutuhkan untuk membuat kaldu nabati dengan flavor analog ayam antara lain sistein, taurin, tiamin atau vitamin C, serta glukosa.
16
1. Sistein Sistein tergolong asam amino non esensial (asam amino yang dapat diganti) yang memiliki gugus R polar tidak bermuatan. Gugus R dari asam amino polar lebih larut di dalam air atau lebih hidrofilik, dibandingkan dengan asam amino non polar, karena golongan ini mengandung gugus fungsional yang membentuk ikatan hidrogen dengan air. Polaritas sistein dalam air disebabkan oleh gugus sulfihidril atau gugus tiol. Sistein mempunyai gugus R yang cenderung melepas ion H+, tetapi gugus tiol dari sistein hanya sedikit terionisasi pada pH 7,0. Senyawa ini dapat berada dalam dua bentuk pada protein, yaitu sebagai sistein atau sistin, yang dihasilkan bila dua molekul sistein diikat secara kovalen oleh jembatan disulfida yang dibentuk oleh oksidasi gugus tiol (Lehninger, 1982). Struktur kimia sistein ditunjukkan oleh Gambar 1. O OH H2N
(R)
SH
Gambar 1. Struktur Kimia Sistein
2. Taurin Taurin merupakan suatu asam organik turunan asam amino yang mengandung gugus sulfihidril yaitu sistein serta memiliki struktur molekul yang sederhana. Berbagai cara untuk mensintesis taurin sebagian besar terdiri dari reaksi dua tahap. Etilen klorida (CH2 = CH – Cl) direaksikan dengan natrium sulfit untuk menghasilkan asam 2-kloroetilsulfonat (Cl – CH2 – CH2 – SO3H) setelah direfluks selama 72 jam lalu kemudian direaksikan dengan ammonia untuk menghasilkan taurin sebanyak 75 %. Reaksi antara etanolamin dan tionilklorida
17
menghasilkan 2-kloroetilamin (80 %) kemudian natrium bisulfit ditambahkan untuk menghasilkan taurin sebanyak 40 %. Taurin juga dapat disintesis dengan mereaksikan etanolamin dan dietil karbonat untuk menghasilkan 2-oksazolidon, lalu ditambahkan natrium hidrogen sulfit untuk menghasilkan taurin sebanyak 85 %. Dari ketiga prosedur yang telah disebutkan diatas, prosedur yang kedua menghasilkan rendemen yang rendah sedangkan prosedur yang pertama dan ketiga menggunakan bahan pemula yang sulit diperoleh dan lebih karsinogenik, reaksinya membutuhkan waktu yang lama pada temperatur tinggi dan berada dalam fase gas. Jika etilen klorida dan natrium klorida digunakan dalam reaksi maka pengaturan agar diperoleh asam 2-kloroetil sulfonat (Cl – CH2 – CH2 – SO3H) serta pemurniannya sulit. Jika tionil klorida yang digunakan, bahan ini sulit diperoleh dan bersifat karsinogenik (Widiyarti, 2003). Struktur kimia taurin ditunjukkan oleh Gambar 2. O
OH S
H2 N
O
Gambar 2. Struktur Kimia Taurin 3. Tiamin
Tiamin dikenal juga sebagai vitamin B1, bentuk murninya adalah tiamin hidroklorida (Tiamin-HCl) dan tergolong vitamin yang larut dalam air. Dalam makanan, tiamin dapat ditemukan dalam bentuk bebas atau dalam bentuk kompleks dengan protein atau kompleks protein-fosfat. Bentuk yang terikat akan segera terpisah setelah terserap di duodenum atau jejunum. Tiamin tidak dapat disimpan banyak oleh tubuh, tetapi dalam jumlah terbatas dapat disimpan dalam hati, ginjal, jantung, otak dan otot. Bila tiamin terlalu banyak dikonsumsi,
18
kelebihannya akan dibuang melalui air kemih. Tiamin aktif dalam bentuk kokarboksilase dikenal juga sebagai tiamin pirofosfatase (TPP). Pada prinsipnya tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa kaya energi yang disebut ATP (adenosin trifosfat). Tiamin dapat diperoleh dari biji-bijian, daging, unggas, ikan dan telur (Winarno, 1997). Struktur kimia tiamin ditunjukkan oleh Gambar 3.
N+
HO
S
N
H2N HCl
N
Gambar 3. Struktur Kimia Tiamin-HCl
4. Vitamin C Dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Di samping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C berada pada suasana asam atau pada suhu rendah. Vitamin ini dapat berbentuk sebagai asam Laskorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno, 1997). Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari buah-buahan terutama buahbuahan segar dan juga sayuran. Buah yang masih mentah lebih banyak kandungan
19
vitamin C-nya, semakin tua buah semakin berkurang kandungan vitamin C-nya. Bayam, brokoli, cabe hijau dan kubis juga merupakan sumber vitamin C yang baik bahkan setelah dimasak. Sebaliknya beberapa jenis bahan pangan hewani seperti susu, telur, daging, ikan dan unggas sedikit sekali kandungan vitamin Cnya. Air susu ibu yang sehat mengandung enam kali lebih banyak vitamin C dibanding susu sapi. Struktur kimia asam askorbat (vitamin C) ditunjukkan oleh Gambar 4. OH HO
HO
(Z) (R) (S)
O
O
OH
Gambar 4. Struktur Kimia Asam Askorbat (Vitamin C)
5. Glukosa Glukosa merupakan monosakarida tidak berwarna, kristal padat yang bebas larut di dalam air, tetapi tidak larut di dalam pelarut nonpolar. Kebanyakan mempunyai rasa manis. Kerangka monosakarida adalah rantai karbon berikatan tunggal yang tidak bercabang. Satu diantara atom karbon berikatan ganda terhadap suatu atom oksigen, membentuk gugus kabonil masing-masing atom karbon lainnya berikatan dengan gugus hidroksil. Jika gugus karbonil berada pada ujung rantai karbon, monosakarida tersebut adalah suatu aldehid dan disebut aldosa, jika gugus karbonil berada pada posisi lain, monosakarida tersebut adalah suatu keton dan disebut suatu ketosa. Glukosa tergolong monosakarida dengan 6 atom C (heksosa) dan berperan penting saat reaksi Maillard (Lehninger, 1982). Struktur kimia D-glukosa ditunjukkan oleh Gambar 5.
20
OH HO
HO
(R)
(S) (R)
O HO
(R)
OH
Gambar 5. Struktur Kimia D-Glukosa
2.5. Reaksi Flavor (Flavouring Reaction) Pada beberapa kondisi, kandungan gula pereduksi pada bahan pangan menghasilkan warna coklat yang diharapkan dan penting bagi makanan. Warna coklat ini terbentuk melalui proses pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama. Umumnya pencoklatan pada makanan yang dipanaskan atau yang disimpan akan mengalami reaksi antara gula pereduksi (misalnya D-glukosa) dengan asam amino bebas atau gugus amino bebas dari asam amino yang merupakan bagian dari rantai protein. Reaksi pencoklatan non-enzimatik ini disebut dengan reaksi Maillard, reaksi ini sangat berperan dalam pembentukan warna, aroma dan flavor (BeMiller, 1996). Ada 3 jalur utama yang terlibat pada pembentukan flavor. Semua jalur ini dimulai dari reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino membentuk imina. Produk-produk penataan ulang Amadori (dari aldosa) atau Heyns (dari ketosa) merupakan intermediet yang penting dari fase awal reaksi Maillard (Kerler, 2002). Ketiga jalur utama yaitu : 1. Diawali pembentukan 1- dan 3-deoksioson yang mengalami siklisasi, reduksi, dehidrasi dan atau reaksi dengan hidrogen sulfida yang menghasilkan senyawa-senyawa aromatik heterosiklik. 2. Karakterisasi melalui fragmentasi rantai gula yang mengalami retro-aldolisasi atau pemutusan α-/β-. Dengan kondensasi aldol dari dua fragmen gula atau
21
fragmen gula dengan fragmen asam amino, senyawa-senyawa aromatik heterosiklik terbentuk melalui reaksi siklisasi, dehidrasi dan atau oksidasi. Kemungkinan lainnya, fragmen-fragmen tersebut dapat bereaksi dengan hidrogen sulfida membentuk substansi flavor alisiklik yang sangat kuat. 3. Degradasi Strecker asam-asam amino yang dikatalisis oleh senyawa-senyawa dikarbonil
atau
hidroksikarbonil.
Reaksinya
disebut
“dekarboksilasi
transaminasi” dan menghasilkan Strecker aldehid yang merupakan senyawasenyawa flavor yang kuat. Strecker aldehid juga dapat dibentuk secara langsung dari produk-produk penataan ulang Amadori atau Heyns. Degradasi Strecker pada asam amino merupakan reaksi kunci dari pembentukan senyawa-senyawa aroma yang kuat selama proses pengolahan pangan yang bertipe Maillard. Asam-asam amino tertentu (seperti leusin, valin, metionin atau fenilalanin) diketahui menghasilkan senyawa yang disebut Strecker aldehid dengan aroma yang kuat seperti 3-metilbutanal, metilpropanal, metional atau fenilasetaldehid. Senyawa-senyawa aldehid ini telah diyakini sebagai kontributor utama terhadap berbagai makanan yang diproses secara termal. Pada Tabel 7 dapat dilihat jenis Strecker aldehid yang dihasilkan dari beberapa asam amino. Tabel 7. Aldehid yang Dihasilkan dari Asam Amino melalui Degradasi Strecker.
Asam Amino Alanin Valin Leusin Isoleusin Fenilalanin Metionin Sistein Sumber : Ziegler, 1998.
Aldehid Asetaldehid Isobutanal 3-metilbutanal 2-metilbutanal Fenilasetaldehid Metional 2-merkaptoasetaldehid
22
Selain pembentukan aldehid, degradasi Strecker juga berkontribusi terhadap pembentukan flavor selama reaksi Maillard dengan mereduksi dikarbonil dan
hidroksikarbonil
atau
dengan
menghasilkan
senyawa-senyawa
α-
aminokarbonil yang merupakan prekursor pirazin. Jumlah prekursor hanya salah satu faktor yang akan mempengaruhi tingkat aroma dan reaksi pembentukan flavor. Faktor fisik dan kimia lainnya yang juga akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas flavor akhir yaitu pH, suhu dan waktu proses. 1. pH Kisaran pH saat reaksi flavoring sangat mempengaruhi senyawa-senyawa yang terkandung pada ayam. Beberapa senyawa furantiol, di-, trisulfida berperan sebagai aroma “daging” terbentuk pada pH rendah. Pirazin dan tiazol jumlahnya meningkat seiring penurunan pH. Senyawa-senyawa sulfur pada ayam terbentuk pada kisaran pH 2-10. Oksidasi lemak juga dipengaruhi oleh pH. Pembentukan aldehid tak jenuh terjadi pada kisaran pH 4-5,5. 2. Suhu Peningkatan suhu dari 60°-80° C menyebabkan reaksi Maillard dan oksidasi lipid pada daging ayam meningkat pula. Suhu yang lebih tinggi tidak hanya meningkatkan reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas dan prekursor lainnya pada daging. 3. Waktu Proses Lamanya proses pemanasan daging ayam yang berlangsung akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas serta variasi senyawa-senyawa volatil
23
yang terdeteksi. Identifikasi senyawa-senyawa volatil dilakukan dengan Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS). Reaksi Strecker yang terjadi pada pembentukan flavor ditunjukkan pada Gambar 6. SH
O O
NH2
CH2 – CH – COOH
H
HO
R2 – C – C – R3
HS – CH2 – C = O
(α-dikarbonil)
(2-merkapto asetaldehid)
(sistein)
+
R3
R2 – C = C – NH2 (enaminol)
O R H2S
+
(hidrogen sulfida)
H3C – CH = O
+
R – C – C = NH
(asetaldehid)
Gambar 6. Skema Reaksi Strecker pada Proses Flavoring (Acree, 1993)
2.6. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS) Kromatografi gas adalah metode analisa, dimana sampel terpisahkan secara fisik menjadi molekul-molekul lebih kecil. Sedangkan spektrometri massa adalah metode analisis, dimana sampel yang dianalisis akan diubah menjadi ionion gasnya dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa. Sampel-sampel yang dianalisis dengan GC-MS harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut (Mulja, 1995) : 1. Dapat diuapkan hingga suhu kurang lebih 400°C. 2. Secara termal stabil (tidak terdekomposisi pada suhu 400°C). 3. Sampel-sampel lainnya dapat dianalisa setelah melalui tahap preparasi yang khusus. 2.6.1.Prinsip Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS) Transfer massa antara fase gerak dan fase diam (cairan dengan titik didih tinggi) terjadi bila molekul-molekul campuran terserap di dalam pori-pori partikel,
24
laju perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam kolom berhubungan dengan bagian molekul-molekul tersebut diantara fase gerak dan fase diam. Jika ada perbedaan penahanan secara selektif, maka masing-masing komponen akan bergerak sepanjang kolom dengan laju yang bergantung pada karakteristik masing-masing penyerapan. Jika pemisahan terjadi, masing-masing komponen keluar dari kolom pada interval waktu yang berbeda (Khopkar, 1990). Di dalam detektor, sampel dalam keadaan gas dibombardir dengan elektron yang berenergi cukup tinggi untuk mengalahkan potensial ionisasi pertama senyawa tertentu. Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul itu dan terbentuknya suatu ion organik. Ion organik yang dihasilkan oleh pembombardir elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan pecah menjadi fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain (Fessenden, 1986). Ionisasi dari molekul berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion molekul bermuatan positif dan proses lain, molekul tersebut menangkap elektron, membentuk ion radikal bermuatan negatif. e− M ⎯⎯→ M
+
e+ M ⎯⎯→ M
-
Energi bekas elektron yang diperlukan untuk melepaskan satu elektron adalah 1015 eV. Oleh karena itu, jika energi kurang dari 10 eV tidak akan membentuk fragmen ion-ion, tetapi energi lebih besar dari 15 eV dapat memutuskan satu ikatan atau lebih pada ion molekul (Sudjadi, 1985).
25
2.6.2.Bagian Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometer Massa Bagian instrumentasi kromatografi gas-spektrometer massa sebagai berikut : a. Pengatur aliran gas (Gas Flow Controller). Tekanan diatur sekitar 1-4 atm sedangkan aliran diatur 1-1000 L gas per menit. Fase gerak adalah gas pembawa, yang paling lazim digunakan adalah He, N2, H2, Ar, tetapi untuk detektor konduktivitas termal, He lebih disukai karena konduktivitasnya yang tinggi, gas pembawa dialirkan lebih dahulu pada suatu silinder berisi molekuler sieve untuk menyaring adanya kontaminasi pengotor. b. Tempat injeksi sampel (Injector). Sampel diinjeksikan dengan suatu mikro syringe melalui suatu septum karet silikon ke dalam kotak logam yang panas. Banyaknya sampel berkisar 0,5-10 µL. c. Kolom kromatografi. Tempat berlangsungnya proses kromatografi, kolom memiliki variasi dalam ukuran dan bahan pengisi, ukuran yang umum sepanjang 6 kaki dan berdiameter dalam
1
4
inci, terbuat dari tabung tembaga
atau baja tahan karat, berbentuk spiral. Tabung diisi dengan suatu bahan padat halus dengan luas permukaan besar yang relatif inert. Cairan ini harus stabil dan nonvolatil pada temperatur ruang dan harus sesuai untuk pemisahan tertentu. d. Interface. Berfungsi untuk mengirimkan sampel dari GC ke MS dengan meminimalkan kehilangan sampel saat pengiriman. e. Sumber ion (Ion Source), tempat terjadinya proses ionisasi dari molekul yang berupa uap, molekul tersebut akan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion
26
molekul bermuatan positif. Proses lain, molekul menangkap satu elektron bermuatan negatif. f. Pompa vakum (Vacuum Pump). Pompa vakum tinggi untuk mengurangi dan mempertahankan tekanan pada MS saat analisis dan pompa vakum rendah untuk mengurangi tekanan udara luar MS. g. Penganalisis massa (Mass Analyzer). Susunan alat untuk memisahkan ion-ion dengan perbandingan massa terhadap muatan yang berbeda. Penganalisis massa harus dapat membedakan selisih massa yang kecil serta dapat menghasilkan arus ion yang tinggi. h. Detektor. Peka terhadap komponen-komponen yang terpisahkan di dalam kolom serta mengubah kepekaannya menjadi sinyal listrik. Kuat lemahnya sinyal bergantung pada laju aliran massa sampel dan bukan pada konsentrasi sampel gas penunjang. Diagram alir kromatografi gas-cair dan spektrometri massa ditunjukkan pada Gambar 7.
Pengatur Tekanan
Kolom
Injektor
Mass Analyzer
Sumber Ion
Interface
Sistem Inlet
Tabung Gas Detektor
Amplifier
Recorder
Gambar 7. Diagram Alir GC-MS
27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan antara bulan Mei 2009 hingga November 2009 di Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.Alat Peralatan yang digunakan pada proses autolisis dan flavoring antara lain Waterbath (Memmert), homogenizer (Ultra Turrax), spatula kayu, wadah plastik besar, neraca analitik, blender, erlenmeyer, botol kaca, aluminium foil, sumbat gabus, hot plate, kondensor, selang plastik, pH-meter dan termometer raksa. Sedangkan peralatan yang digunakan pada analisa komposisi kimia antara lain peralatan gelas, vortex shaker, kertas saring, buret, mikropipet dan tip, cawan, desikator, Salinometer PCE-028, penjepit cawan, penjepit crucible, tabung Kjeldahl, alat destilasi SIBATA SI-315, crucible, alat soxhlet Soxtec system HT 2 1045, GC-MS Shimadzu QP-2010, kolom C18 dan spektrofotometer UV-Visible Hitachi U 2000. 3.2.2.Bahan Bahan yang digunakan pada proses autolisis dan flavoring antara lain kaldu nabati dari kacang hijau terfermentasi Rhizopus-C1 dari Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong, Taurin dari Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong, L-Sistein dari Biogen, Tiamin-HCl dari Brataco, Asam Askorbat (Vitamin C) dari Brataco, D-Glukosa (p.a) dari Merck, NaOH dari Merck, HCl dari Merck, aquadest.
28
28
Sedangkan bahan yang digunakan pada analisa komposisi kimia antara lain H2SO4 dari Merck, CuSO4 dari Merck, K2SO4 dari Merck , NaOH dari Merck, Na2SO4 dari Merck, methyl blue, methyl red, n-heksan dari Merck, HCl dari Merck, Natiosulfat dari Merck , Folin ciocalteau dari Merck, asam asetat dari Merck, CuCl2 dari Merck, buffer borat, trisodium fosfat, asam borat, timolftalein, KI, aquadest, NaK-tartrat dari Merck, amilum dan etanol dari Merck .
3.3. Prosedur Kerja 3.3.1. Autolisis Kacang Hijau Terfermentasi Rhizopus-C1 Autolisat kaldu nabati diperoleh dengan cara melumatkan 6 kg kacang hijau terfermentasi (kaldu kasar) lalu ditambahkan 4 L air kemudian dihaluskan dengan blender hingga membentuk suspensi kaldu, setelah itu pH diatur 5,5 dengan penambahan HCl atau NaOH. Suspensi ini selanjutnya diautolisis dalam water bath beragitator mekanik dengan kecepatan 4000 rpm pada suhu 50°C selama 8 jam, kemudian dilakukan inaktivasi kapang pada suhu 70°C selama 5 menit. Suspensi kaldu yang telah mengalami autolisis disebut autolisat. Analisa proksimat dilakukan terhadap autolisat yang meliputi kadar padatan kering, Namino, gula pereduksi, protein terlarut, protein total, lemak dan kadar garam. Prosedur analisa ditunjukkan pada Lampiran 1. 3.3.2. Reaksi Flavoring 3.3.2.1.Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik Sebanyak 150 gram autolisat dengan pH 5 masing-masing dimasukkan ke dalam 20 buah erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan prekursor flavor yaitu formula FAT (Flavor Analog dengan Taurin terdiri dari sistein : taurin, tiamin dan glukosa) atau FAC (Flavor Analog dengan Vitamin C terdiri dari sistein : Vitamin
29
C, tiamin dan glukosa) dengan komposisi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8. Masing-masing campuran dihomogenisasi selama 15 menit lalu dipanaskan pada suhu 100° C selama 3 jam, didiamkan hingga suhu kamar dan dilakukan analisa sensori serta analisa komposisi kimia (cara kerja ditunjukkan pada Lampiran 1) untuk mendapatkan komposisi prekursor terbaik. Tabel 8. Komposisi Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam Jenis Formulasi Formula Tiamin-HCl L-sistein : Taurin A (% bk N-amino (% bk N-amino autolisat) autolisat) A1 1:0 1 FAT A2 0,25 : 0,75 1 A3 0,5 : 0,5 1 A4 0,75 : 0,25 1 A5 0:1 1 Tiamin-HCl L-sistein : Vitamin C (% bk N-amino B (% bk N-amino autolisat) autolisat) B1 1:0 1 FAC B2 0,25 : 0,75 1 B3 0,5 : 0,5 1 B4 0,75 : 0,25 1 B5 0:1 1
D-Glukosa (% bk N-amino autolisat) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 D-Glukosa (% bk N-amino autolisat) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
3.3.2.2.Penentuan Kondisi Optimum Reaksi Flavoring (pH dan Waktu). Variasi pH adalah 4, 4,5 dan 5, dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 150 gram autolisat dengan pH 4 masing-masing dimasukkan ke dalam 16 buah erlenmeyer 250 mL, pH 4 diperoleh melalui penambahan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Ditambahkan prekursor flavor yaitu formula FAT atau FAC dengan komposisi terbaik dari tahap penentuan komposisi prekursor (ditunjukkan pada Tabel 8). Masing-masing campuran dihomogenisasi selama 15 menit lalu dipanaskan pada suhu 100° C. Dilakukan sampling pada 0, 1, 2 dan 3 jam. Sampling 0 jam dilakukan saat suhu pemanasan tepat 100° C. Perlakuan yang sama dilakukan pada autolisat dengan pH 4,5 dan autolisat pH 5. Autolisat pH 4,5
30
dan 5 diperoleh dengan cara penambahan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Untuk perlakuan dibuat rancangan penelitian secara RAK (Rancangan Acak Lengkap) (Gazpersz, 1995). Setelah sampel didiamkan pada suhu kamar, dilakukan analisa sensori dan analisa komposisi kimia terhadap sampel yang disampling serta analisa senyawa flavor dengan GC-MS. Analisa sensori dilakukan untuk mengetahui intensitas aroma daging ayam pada kaldu nabati (prosedur analisa ditunjukkan pada Lampiran 9), sedangkan analisa komposisi kimia yang dilakukan meliputi analisa kadar air, padatan kering, N-amino, gula pereduksi, protein terlarut, protein total, lemak dan kadar garam (NaCl) (prosedur analisa ditunjukkan pada Lampiran 1). 3.3.3. Identifikasi Senyawa Volatil dengan GC-MS Analisa senyawa volatil yang terdapat pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam dilakukan dengan GC-MS terhadap sample terbaik (pH dan waktu optimum). Ektraksi dilakukan dengan menambahkan 2 mL etanol p.a. ke dalam 2 gram sampel terbaik kemudian divortex selama 20 menit. Campuran ini didiamkan semalam kemudian disaring untuk memisahkan endapan dengan filtrat. Filtrat yang diperoleh selanjutnya diinjeksikan sebanyak 0,2 µL ke dalam GC-MS. Berikut adalah kondisi GC-MS saat analisa sampel : Gas pembawa
:
Helium (He)
Kolom
:
nonpolar (C18 ) dimetil polisiloksan dari Rtx-1MS (panjang kolom 30 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan kolom 0,25 µm df).
Suhu kolom
:
40° C
Suhu injeksi
:
280° C
31
Mode injeksi
:
Split
Tekanan
:
86,9 kPa
Total aliran
:
82,4 mL/menit
Kecepatan aliran :
1,56 mL/menit
Suhu sumber ion :
250° C
Suhu interface
260° C
:
Dari kromatogram yang dihasilkan dapat ditentukan nilai % mk, yaitu perbandingan yang % area peak kromatogram dengan % total area peak kromatogram. Untuk memperoleh nilai % mk dari kromatogram yaitu : %mk = (area (%) / total area (%)) x 100 %
32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati Hasil analisa proksimat crude kaldu dan autolisat kaldu nabati ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Komposisi Kimia Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati
Jenis Komponen Padatan Kering (%) N-Amino (mg/mL, Berat Kering) Gula Pereduksi (mg/mL) Protein Terlarut (mg/mL) Total Protein (% Protein Kering ) Lemak (%) Garam (NaCl) (%)
Crude Kaldu 51,16 5,98 18,12 0,30 19,13 0,44 3,7634
Autolisat 20,24 19,85 48,12 1,80 19,73 0,13 5,96
Penurunan kadar padatan kering dipengaruhi oleh perlakuan fisik yaitu penghalusan crude menjadi autolisat menggunakan blender yang menyebabkan partikel autolisat menjadi kecil. Peningkatan kadar garam (NaCl) dipengaruhi oleh pecahnya sel karena penghalusan yang menyebabkan komponen ion-ion di dalam sel keluar, diantaranya ion Na+ dan Cl- (Winarno dan Fardiaz, 1984). Selama proses autolisis terjadi peningkatan pada kadar N-amino, protein terlarut dan protein total. Peningkatan ini disebabkan oleh pelepasan enzim endogenus milik kapang Rhizopus-C1 yaitu enzim protease yang memecah protein menjadi polipeptida dan peptida kemudian menjadi asam amino. Proses autolisis adalah proses enzimatis oleh enzim endogenus kapang dimana enzim pada umumnya berada dalam kompartemen matriks sel hidup, sehingga pada saat terjadinya proses pemanasan disertai pengadukan sel kapang mengalami lisis. Kematian sel berpeluang untuk menghambat aktivitas enzim endogenus kapang
33
33
yang bersifat intraseluler dan terdapat dalam vakuola, sedangkan inhibitornya terdapat dalam sitoplasma diluar vakuola. Proses inaktivasi pada suhu 70°C selama 5 menit dengan pH 5,5 akan membentuk kompleks enzim inhibitor yang menyebabkan terjadinya inaktivasi inhibitor dan selanjutnya terjadi hidrolisis protein kapang (Reed, 1991). Adanya hidrolisis protein kapang juga ikut mempengaruhi hasil pengukuran saat analisa kadar N-amino, protein terlarut dan protein total dimana hasil yang terukur pada autolisat menjadi lebih tinggi. Peningkatan kadar gula pereduksi disebabkan oleh pelepasan enzim sukrase yang memecah karbohidrat menjadi monomer-monomernya. Sedangkan penurunan kadar lemak pada autolisat disebabkan oleh pelepasan enzim lipase endogenus yang menghidrolisis asam lemak menjadi gliserol (Winarno dan Fardiaz, 1984). Hasil penelitian ditunjukkan pada Lampiran 2.
34
4.2. Reaksi Flavoring 4.2.1. Hasil Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik Hasil uji sensori dan analisa proksimat kaldu nabati berflavor analog ayam setelah reaksi flavoring ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Uji Sensori dan Karakteristik Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam Hasil Reaksi Flavoring Selama 3 Jam pada Suhu 100°C. Jenis Komponen Padatan Kering (%) N-Amino (mg/mL, Berat Kering) Gula Pereduksi (mg/mL) Protein Terlarut (mg/mL) Protein Total (% Protein Kering ) Lemak (%) Garam (%) Deskripsi Aroma Analog Ayam**
Jenis Formula A1
A2
FAT* A3
A4
A5
B1
B2
FAC* B3
B4
B5
22,44
19,88
21,89
19,19
21,45
20,27
21,45
21,29
17,18
22,14
2,40
6,32
3,08
4,30
2,59
2,98
7,74
3,17
5,29
2,75
33,75
31,25
44,37
30,62
33,75
40,00
47,50
39,37
35,00
35,62
20,50
18,50
21,50
21,25
19,50
21,00
20,75
21,00
18,75
22,25
19,09
29,64
13,41
25,64
24,66
23,29
23,88
22,80
28,18
20,63
0,14
0,24
0,19
0,23
0,18
0,14
0,25
0,18
0,24
0,16
4,34
3,18
4,71
2,91
3,58
4,31
3,04
4,35
2,38
4,37
-
1
2
3
-
-
1
2
3
-
*
FAT : Flavor Analog dengan formula mengandung Taurin; FAC : Flavor Analog dengan formula mengandung Vitamin C ** 1 = Agak Kuat, 2 = Kuat, 3 = Sangat Kuat , 4 = Tajam
Berdasarkan hasil analisa sensori dan komposisi kimia diperoleh 2 jenis komposisi formulasi terbaik yaitu FAT formula A4 ( campuran sistein:taurin (0,75 % : 0,25 %), tiamin (1 %), glukosa (0,5 %)) dan FAC formula B4 (campuran sistein:vitamin C (0,75 % : 0,25 %), tiamin (1 %), glukosa (0,5 %)). Formula
35
terbaik diperoleh karena intensitas aroma analog daging ayam yang kuat serta kandungan N-amino, protein dan gula reduksi yang tinggi. 4.2.2. Hasil Analisa Variasi pH dan Waktu Kondisi Optimum Reaksi Untuk Formula A4 dan B4. Analisa yang dilakukan pada setiap sampel autolisat formula A4 dan B4 hasil sampling meliputi analisa sensori, komposisi kimia dan analisa GC-MS. Hasil analisa sensori ditunjukkan pada Lampiran 3. 4.2.2.1 Analisa Komposisi kimia 4.2.2.1.1. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Padatan Kering. Kadar padatan kering berhubungan erat dengan kadar air bahan. Padatan kering dihitung berdasarkan pengurangan berat sampel setelah dipanaskan dengan kadar air. Semakin besar jumlah padatan kering maka kadar air menjadi lebih kecil sehingga dapat menambah keawetan produk pangan. Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho diterima (ditunjukkan pada Tabel 32 Lampiran 4). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu reaksi (BC) terhadap kadar padatan kering autolisat berflavor analog ayam. Kadar padatan kering autolisat Flavor Analog Ayam (FAA) secara umum mengalami penurunan. Tabel 11 menunjukkan bahwa formula A4 mengalami penurunan kadar padatan total secara umum pada kondisi pH 4 dan 5, sedangkan pada kondisi pH 4,5 kadar padatan total meningkat pada waktu proses 1 jam kemudian mulai menurun pada waktu proses 2 dan 3 jam. Sedangkan kadar padatan kering formula B4 mengalami penurunan pada semua kondisi pH mulai dari 0, 1, 2 dan 3 jam. Penurunan ini juga diduga karena adanya penambahan
36
padatan yang berasal dari prekursor flavor yaitu sekitar 4 gram sehingga menyebabkan kadar air menjadi berkurang. Tabel 11. Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam.
Jenis Form.ula
pH 4 4,5 5 4 4,5 5
FAT (A4) FAC (B4)
0 22,45 21,43 21,74 21,43 22,18 22,61
Kadar Padatan Kering (%) Waktu Proses (jam) 1 2 21,99 21,17 22,71 22,66 21,65 20,11 21,63 21,11 22,49 21,63 21,10 18,88
3 20,81 20,22 19,19 21,24 20,82 17,18
Jumlah rata-rata kadar padatan kering FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga karena adanya perbedaan komposisi masing-masing formula, dimana pada formula
A4
pengaruh
penambahan
taurin
sebagai
pendukung
sistein
meningkatkan massa padatan karena adanya protein yang terdenaturasi atau mengendap akibat proses pemanasan. 4.2.2.1.2. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar N-Amino Kandungan Nitrogen amino dalam autolisat Flavor Analog Ayam (FAA) merupakan hasil hidrolisis protein menjadi asam amino, sehingga berperan juga sebagai pemberi cita rasa terhadap autolisat FAA. Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho diterima (ditunjukkan pada Tabel 33 Lampiran 5). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu reaksi (BC) terhadap kadar N-amino autolisat berflavor analog ayam. Kadar N-Amino pada autolisat berflavor analog ayam bersifat fluktuatif. Tabel 12 menunjukkan kadar N-amino autolisat FAA formula A4 pada pH 4
37
mengalami peningkatan pada waktu reaksi 1 jam dan 2 jam kemudian mengalami penurunan saat 3 jam. Pada pH 4,5 kadar N-amino mengalami penurunan pada jam ke-1, tetapi kadarnya semakin meningkat pada jam ke-2 dan ke-3. Pada pH 5 kadar N-amino menurun saat waktu reaksi 1 jam lalu meningkat pada saat 2 jam dan terjadi penurunan kembali saat 3 jam. Fluktuasi ini dapat disebabkan oleh lamanya pemanasan dan suhu proses flavoring. Peningkatan suhu dari 60-80°C menyebabkan reaksi Maillard meningkat, dan pemanasan pada suhu yang lebih tinggi serta waktu pemanasan yang semakin lama tidak hanya meningkatkan reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas. Pemecahan protein menjadi asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor pada terjadi pada jam ke1 dan ke-2, kemudian terjadi penurunan pada jam ke-3 karena asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor telah habis bereaksi (Schieberle, 1992). Tabel 12. Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam.
Jenis Formula FAT (A4) FAC (B4)
pH 4 4,5 5 4 4,5 5
Kadar N-Amino (mg/mL, Berat Kering) Waktu Proses (jam) 0 1 2 3 3,65 3,84 4,10 3,29 4,29 3,24 3,67 3,81 10,33 7,06 8,73 4,30 3,29 4,35 3,94 3,96 3,52 3,08 4,02 4,18 4,95 3,53 7,48 5,29
Tabel 12 menunjukkan kadar N-amino autolisat FAA formula B4 pada pH 4 mengalami peningkatan pada waktu proses 1 jam kemudian mengalami penurunan saat 2 jam. Pada pH 4,5 kadar N-amino autolisat mengalami penurunan pada jam ke-1, tetapi kadarnya semakin meningkat pada jam ke-2 dan ke-3. Pada pH 5 terjadi penurunan kadar N-amino saat 1 jam lalu terjadi peningkatan drastis pada saat 2 jam dan terjadi penurunan kembali saat 3 jam. Fluktuasi ini juga dapat
38
disebabkan oleh lamanya pemanasan dan suhu proses flavoring. Peningkatan suhu dari 60-80°C menyebabkan reaksi Maillard meningkat, dan pemanasan pada suhu yang lebih tinggi serta waktu pemanasan yang semakin lama tidak hanya meningkatkan reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas. Pemecahan protein menjadi asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor pada terjadi pada jam ke-1 dan ke-2, kemudian terjadi penurunan pada jam ke-3 karena asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor telah habis bereaksi (Schieberle, 1992). Jumlah rata-rata kadar nitrogen amino FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring lebih rendah dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini terjadi karena kandungan protein pada formula A4 telah habis bereaksi sebelum mencapai waktu 3 jam, sehingga kadar nitrogen amino yang terukur saat 3 jam lebih rendah (Schieberle, 1992). 4.2.2.1.3. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi Gula pereduksi merupakan hasil kerja enzim amilase yang mereduksi karbohidrat. Gula pereduksi merupakan molekul gula yang memiliki gugus karboksil bebas yang reaktif seperti glukosa dan fruktosa (Winarno, 1989). Dari uji statistik diperoleh Fhitung B > Ftabel B pada taraf nyata 5 %, maka Ho ditolak (ditunjukkan pada Tabel 34 Lampiran 6). Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan nyata dari variasi pH terhadap kadar gula pereduksi autolisat FAA. Setelah itu dilakukan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh variasi pH (B) yang ditunjukkan pada Tabel 35 Lampiran 6. Keseluruhan rata-rata pengaruh waktu dan pH reaksi flavoring terhadap kadar gula pereduksi autolisat FAA ditunjukkan pada Tabel 13.
39
Tabel 13. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam
pH 4 4,5 5
0 31,25 a 51,25 ab 75 e
Nilai Rata-rata Perlakuan Waktu Proses (jam) 1 2 a 38,125 45 a 85,625 f 66,875 e 76,25 65 c
d
3 35,625 54,375 65,625
a b c
Keterangan : Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% Uji LSR.
Perlakuan pH 4 tidak memberikan perbedaan nyata pada kadar gula pereduksi autolisat FAA selama 0, 1, 2 dan 3 jam reaksi tetapi pH 4,5 memberikan perbedaan nyata pada kadar gula pereduksi selama waktu reaksi flavoring 0, 1, 2 dan 3 jam, sedangkan pada perlakuan pH 5 perbedaan nyata ditunjukkan pada waktu proses 0-1 jam serta 2-3 jam. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh jenis formula yang ditambahkan ke dalam autolisat. Semakin rendah pH dan semakin lama pemanasan menyebabkan senyawa-senyawa karbonil yang dihasilkan semakin banyak karena molekul glukosa semakin terurai (Acree, 1993). Tabel 14 menunjukkan kadar gula pereduksi autolisat FAA formula A4 mengalami fluktuasi. Kadar gula pereduksi pada pH 4 terus mengalami peningkatan saat reaksi flavoring hingga 2 jam, kemudian mengalami penurunan setelah 3 jam. Sedangkan kadar gula pereduksi pada pH 4,5 mengalami peningkatan saat 1 jam pemanasan, lalu semakin menurun hingga jam ke-3. Pada pH 5 terus mengalami penurunan sejak awal proses jam ke-1 hingga jam ke-3. Menurunnya kadar gula pereduksi saat 3 jam proses secara umum disebabkan oleh telah habisnya gula yang terpakai dalam reaksi Maillard (Acree, 1993).
40
Tabel 14. Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam.
Jenis Formula FAT (A4) FAC (B4)
pH 4 4,5 5 4 4,5 5
0 14,37 30,00 36,87 16,87 21,25 38,12
Kadar Gula Pereduksi (mg/mL) Waktu Proses (jam) 1 2 16,25 17,50 36,87 24,37 35,62 30,00 21,87 27,50 48,75 42,50 40,62 35,00
3 11,87 20,62 30,62 23,75 33,75 35,00
Tabel 14 menunjukkan adanya peningkatan kadar gula pereduksi autolisat FAA formula B4 pada pH 4 mengalami peningkatan 2 jam reaksi flavoring, kemudian mengalami penurunan setelah 3 jam reaksi. Pada pH 4,5 kadar gula pereduksi mengalami peningkatan saat 1 jam pemanasan, lalu mengalami penurunan sampai jam ke-3. Pada pH 5 kadar gula pereduksi mengalami peningkatan saat 1 jam reaksi, kemudian stabil pada saat 2 jam dan 3 jam reaksi. Menurunnya kadar gula pereduksi saat 3 jam proses secara umum disebabkan oleh telah habisnya gula yang terpakai dalam reaksi Maillard (Acree, 1993). Jumlah rata-rata kadar gula pereduksi FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring lebih rendah dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga karena adanya vitamin C pada formula B4 yang bekerja sebagai agen pereduksi sama seperti glukosa, sehingga kadar gula pereduksi yang terukur setelah reaksi menjadi lebih besar dibandingkan kadar gula pereduksi pada formula A4 yang tidak ditambahkan vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversibel menjadi asam L-dehidroaskorbat. Seperti halnya gula pereduksi yang memiliki gugus karbonil, maka semakin lama waktu pemanasan akan menyebabkan gugus-gugus karbonil hasil pemecahan dari glukosa dan vitamin C semakin banyak (Fessenden, 1982).
41
4.2.2.1.4. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Protein Terlarut Kadar protein terlarut pada autolisat Flavor Analog Ayam (FAA) ditentukan dengan menggunakan metode Lowry. Protein terlarut merupakan seluruh peptida yang terlarut dalam air dan menjadi indikasi terjadinya hidrolisis dimana pada proses pemanasan yang semakin lama memungkinkan terjadinya denaturasi (Reed, 1991). Dari uji statistik diperoleh Fhitung B > Ftabel B pada taraf nyata 5 %, maka Ho ditolak (ditunjukkan pada Tabel 36 Lampiran 7). Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan nyata dari variasi pH terhadap kadar protein terlarut autolisat FAA. Setelah itu dilakukan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh variasi pH (B) yang ditunjukkan pada Tabel 37 Lampiran 7. Keseluruhan rata-rata pengaruh waktu dan pH reaksi flavoring terhadap kadar protein terlarut autolisat FAA ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam
pH 4 4,5 5
0 35,75 34,10 39,50
a a a
Nilai Rata-rata Perlakuan Waktu Proses (jam) 1 2 a 34,75 36 a 34,25 a 36,25 a 45 b 41,25 ab
3 36,75 36,75 40 b
a a
Keterangan : Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% Uji LSR.
Perlakuan pH 4 dan 4,5 serta 5 dengan waktu reaksi flavoring 0 jam tidak memberikan perbedaan nyata pada kadar protein terlarut, tetapi pada pH 5 dengan waktu reaksi 1, 2 dan 3 jam memberikan perbedaan nyata pada kadar protein terlarut. Adanya kemungkinan bahwa kandungan protein pada pH 5 yang belum sepenuhnya terurai menjadi senyawa-senyawa flavor menyebabkan jumlah
42
kandungan protein terlarut yang terukur saat analisa memberikan perbedaan yang signifikan. Tabel 16 menunjukkan terjadinya penurunan kadar protein terlarut pada waktu reaksi flavoring 2 jam kemudian meningkat pada waktu proses 3 jam untuk formula A4 pada kondisi pH 4. Peningkatan kadar protein terlarut terus menerus selama proses terjadi pada formula A4 dengan kondisi pH 4,5. Sedangkan penurunan kadar protein terlarut hanya terjadi pada waktu proses 2 jam untuk formula A4 dengan kondisi pH 5. Autolisat FAA formula B4 mengalami kenaikan kadar protein terlarut hanya terjadi pada waktu reaksi 2 jam dengan kondisi pH 4 dan 4,5. Sementara pada pH 5 hanya terjadi peningkatan kadar protein terlarut pada waktu reaksi 1 jam. Perubahan ini dapat terjadi karena semakin lamanya waktu pemanasan dan semakin tingginya suhu pemanasan yang meningkatkan jumlah asam amino, sehingga asam amino yang dapat larut didalam air akan mengalami reaksi lanjutan dengan gula pereduksi untuk membentuk senyawa flavor (Reed, 1991). Tabel 16. Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam.
Jenis Formula FAT (A4) FAC (B4)
pH 4 4,5 5 4 4,5 5
0 18,25 15,60 19,25 17,50 18,50 20,25
Kadar Protein Terlarut (mg/mL) Waktu Proses (jam) 1 2 17,75 17,50 16,75 17,75 21,75 19,25 17,00 18,50 17,50 18,50 23,25 22,00
3 18,25 19,50 21,25 18,50 17,25 18,75
Jumlah rata-rata kadar protein terlarut FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini disebabkan karena adanya kontribusi taurin pada formula A4 sehingga kadar protein terlarut
43
yang terukur setelah reaksi menjadi lebih besar dibandingkan kadar protein terlarut pada formula B4 yang tidak ditambahkan taurin. 4.2.2.1.5. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Total Protein. Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho diterima (ditunjukkan pada Tabel 38 Lampiran 8). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu reaksi (BC) terhadap kadar total protein autolisat berflavor analog ayam. Tabel 17 menunjukkan kadar total protein autolisat FAA formula A4 mengalami peningkatan pada pH 4 dari waktu reaksi 1 jam hingga 3 jam. Pada pH 4,5 hanya terjadi penurunan kadar total protein pada waktu proses 2 jam, sedangkan pada kondisi pH 5 terjadi penurunan kadar total protein hanya pada waktu proses 3 jam. Peningkatan kadar total protein pada 1 jam proses disebabkan karena terjadi pemecahan seluruh protein menjadi asam amino maupun senyawasenyawa prekursor flavor akibat semakin lamanya pemanasan yang menyebabkan protein terhidrolisis sehingga saat proses 3 jam kadar protein terlarut semakin lama semakin menurun karena telah habis bereaksi membentuk senyawa flavor (Reed, 1991). Tabel 17. Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam.
Jenis Formula FAT (A4) FAC (B4)
pH 4 4,5 5 4 4,5 5
Kadar Total Protein (% Protein Kering) Waktu Proses (jam) 0 1 2 3 25,04 26,23 26,41 27,63 24,50 27,82 25,78 28,09 17,85 26,69 27,96 25,64 23,18 27,18 26,81 27,35 25,92 26,12 24,43 23,43 24,22 26,36 24,95 28,18
44
Tabel 17 menunjukkan kadar total protein autolisat FAA formula B4 terus mengalami penurunan selama reaksi flavoring pada kondisi pH 4,5, sedangkan pada kondisi pH 4 dan 5 penurunan kadar total protein hanya pada waktu proses 2 jam. Fluktuasi ini juga dapat disebabkan oleh pemecahan seluruh protein menjadi asam amino maupun senyawa-senyawa prekursor flavor akibat semakin lamanya pemanasan yang menyebabkan protein terhidrolisis sehingga kadar protein terlarut semakin lama semakin menurun karena telah habis bereaksi membentuk senyawa flavor (Reed, 1991). Jumlah rata-rata kadar total protein FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga karena adanya kontribusi taurin pada formula A4 sehingga kadar total protein yang terukur setelah reaksi menjadi lebih besar dibandingkan kadar total protein pada formula B4 yang tidak ditambahkan taurin. 4.2.2.1.6. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Lemak. Lemak atau lipid merupakan suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh. Fungsi lemak adalah sebagai sumber energi, pelindung organ tubuh, pembentukan sel, sumber asal lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, pemberi rasa lezat (terutama gurih) dan memelihara suhu tubuh (Lehninger, 1982). Salah satu metode penentuan kadar lemak adalah ekstraksi Soxhlet. Cara ini sering digunakan untuk menganalisa kadar lemak dari suatu sampel karena cukup efisien dimana pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali. Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 % maka Ho diterima (ditunjukkan pada Tabel 39 Lampiran 9). Hal ini menunjukkan tidak ada
45
perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu reaksi (BC) terhadap kadar lemak autolisat berflavor analog ayam. Tabel 18 menunjukkan kadar lemak autolisat berflavor analog ayam bervariasi. Kadar lemak autolisat FAA formula A4 dengan pH 4 tidak mengalami perubahan yang signifikan selama reaksi flavoring , sedangkan pada kondisi pH 4,5 dan 5 kadar lemak cenderung menurun pada waktu proses 1 atau 2 jam. Tabel 18. Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam.
Jenis Formula FAT (A4) FAC (B4)
pH 4 4,5 5 4 4,5 5
0 0,06 0,06 0,24 0,06 0,12 0,26
Kadar Lemak (%) Waktu Proses (jam) 1 2 0,07 0,07 0,06 0,08 0,22 0,16 0,06 0,02 0,11 0,21 0,26 0,25
3 0,08 0,09 0,23 0,02 0,17 0,24
Tabel 18 menunjukkan bahwa autolisat FAA formula B4 dengan kondisi pH 4 dan 5 kadar lemaknya cenderung terus menurun, sedangkan peningkatan terjadi pada pH 4,5 saat reaksi flavoring 2 jam. Penurunan kadar lemak yang terjadi pada FAA formula A4 dan B4 dapat disebabkan oleh teroksidasinya lemak menjadi asam lemak maupun ester asam lemak yang berperan sebagai flavor gurih pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Sugita, 2002). Jumlah rata-rata kadar lemak FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring tidak jauh berbeda dengan FAC formula B4, karena pada umumnya kadar lemak tidak dipengaruhi oleh penambahan komponen-komponen prekursor. 4.2.2.1.7. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Garam. Kadar garam yang terdapat pada autolisat berflavor analog ayam (FAA) berasal dari proses fermentasi garam (moromi). Garam yang digunakan selain
46
berfungsi sebagai pemberi rasa gurih tetapi juga berfungsi untuk meminimalkan jumlah mikroba tidak tahan garam maupun mikroba patogen yang dapat mengkontaminasi kaldu kasar selama proses fermentasi berlangsung. Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 % maka Ho diterima (ditunjukkan pada Tabel 40 Lampiran 10). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu reaksi (BC) terhadap kadar garam autolisat berflavor analog ayam. Kadar garam cenderung sangat bervariasi untuk kedua jenis formula dengan berbagai kondisi pH serta di setiap waktu sampling seperti yang ditunjukkan olah Tabel 19. Kadar garam autolisat FAA formula A4 mengalami penurunan saat reaksi flavoring 2 jam pada pH 4 dan pH 5, sedangkan kadar garam mengalami peningkatan saat reaksi flavoring 2 jam pada pH 4,5. Tabel 19. Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam.
Jenis Formula FAT (A4) FAC (B4)
pH 4 4,5 5 4 4,5 5
0 3,05 3,18 3,05 2,65 2,91 2,55
Kadar Garam (NaCl) (%) Waktu Proses (jam) 1 2 3,31 3,18 3,05 3,44 3,18 2,78 3,18 3,44 2,65 2,78 3,44 2,65
3 3,31 3,31 2,91 3,44 2,65 2,38
Tabel 19 menunjukkan kadar garam autolisat FAA formula B4 mengalami peningkatan saat 2 jam reaksi flavoring pada pH 4 dan 4,5, sedangkan kadar garam mengalami penurunan saat 2 jam reaksi flavoring pada pH 5. Fluktuasi yang terjadi pada kedua jenis formula diduga karena pengaruh kadar air autolisat yang juga dapat mempengaruhi rasa kaldu berflavor analog ayam. Selain itu diduga berasal dari penambahan NaOH saat pengaturan pH dan penggunaan
47
tiamin-HCl, sehingga terjadi reaksi asam-basa antara Na+ dan Cl- menghasilkan garam NaCl (Heinze, 1978). Na+OH- + H+Cl- → NaCl + H2O 4.2.2.2. Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Analisa ekstrak metanol dari autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam menggunakan GC-MS dilakukan untuk mengetahui senyawa volatil apa saja yang terkandung di dalam autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam. Pemilihan sampel yang akan diinjeksikan ke dalam GC-MS didasarkan atas analisa deskriptif, kadar N-amino dan gula reduksi. Sampel yang dipilih adalah yang memiliki intensitas flavor analog ayam sangat kuat, hal ini bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan berkurang ataupun hilangnya flavor jika autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam mengalami proses lanjutan seperti pengeringan maupun pembuatan pasta. Sedangkan pemilihan sampel yang didasarkan
atas
kadar
N-amino
dan
gula
pereduksi
dilakukan
untuk
mengindikasikan senyawa-senyawa flavor apa saja yang dihasilkan akibat reaksi Maillard antara asam amino dengan gula pereduksi selama proses flavoring berlangsung. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, kemudian ditetapkan dua sampel yang diinjeksikan ke dalam GC-MS yaitu formula A4 (sistein 0,75% : taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4 serta waktu proses 3 jam dan formula B4 (sistein 0,75% : vitamin C 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4,5 serta waktu proses 3 jam. Konsentrasi maupun jenis prekursor sangat berpengaruh terhadap intensitas dan kualitas flavor yang terbentuk, namun ada pula faktor fisik dan kimia lainnya yang berpengaruh terhadap intensitas dan kualitas flavor akhir yaitu
48
pH dan temperatur. pH proses flavoring yang semakin rendah akan meningkatkan jumlah senyawa karbonil, selain itu akan meningkatkan jumlah senyawa yang mengandung sulfur dan nitrogen. Peningkatan temperatur bukan hanya mempengaruhi intensitas flavor tetapi juga keseimbangan senyawa flavor. Selain meningkatkan laju reaksi tetapi juga menguraikan asam amino bebas dan prekursor lainnya. Efek antioksidatif produk reaksi Maillard mulai menghambat reaksi oksidasi lemak pada suhu diatas 77° C (Farmer, 1999). Dari hasil analisa formula A4 (sistein 0,75% : taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4 pada waktu proses 3 jam dengan GC-MS, diperoleh 46 senyawa yang ditunjukkan oleh 46 puncak pada kromatogram GCMS. Kromatogram formula A4 ditunjukkan oleh Gambar 8.
Gambar 8. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula A4 (sistein 0,75% : taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4 dan waktu proses 3 jam.
Senyawa volatil yang terdapat pada autolisat formula A4 (sistein 0,75% : taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%), pH 4 dan waktu proses 3 jam terdiri dari beberapa jenis senyawa diantaranya senyawa yang mengandung sulfur (4 senyawa) (Tabel 20). Senyawa flavor yang mengandung sulfur dihasilkan dari
49
reaksi termal antara sistein, tiamin dan taurin dengan senyawa-senyawa dikarbonil hasil reaksi Maillard. Senyawa ini berperan sebagai penyumbang aroma “daging” pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999). Senyawa yang termasuk asam-asam organik dan ester (18 senyawa) (Tabel 20), senyawa-senyawa ini dihasilkan dari oksidasi lipid dan gula pereduksi. Senyawa yang mengandung nitrogen (7 senyawa) (Tabel 20). Senyawa-senyawa ini dihasilkan dari reaksi termal antara sistein, tiamin dan taurin dengan senyawasenyawa dikarbonil hasil reaksi Maillard. Selain senyawa yang mengandung sulfur, senyawa-senyawa ini juga berperan sebagai penyumbang aroma “daging” pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999). Senyawa aldehid dan keton (7 senyawa) (Tabel 20). Senyawa ini terutama dihasilkan dari oksidasi lipid. Produk oksidasi lipid dipengaruhi pH dalam pembentukan aldehid tak jenuh, selain itu juga berperan sebagai penyumbang aroma “gurih” pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999). Senyawa alkohol (7 senyawa) (Tabel 20) yang berasal dari oksidasi lipid dimana terjadi pemecahan triasilgliserol menjadi gliserol maupun berasal dari gula pereduksi (Lehninger, 1982). Selain itu diduga berasal dari masa fermentasi kacang hijau yang terlalu lama. Senyawa piran (1 senyawa) dan senyawa furan (1 senyawa) (Tabel 21) yang dihasilkan dari reaksi termal gula pereduksi, vitamin C maupun asam amino (Schieberle, 1992). Tabel 20. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog Ayam Formula A4, pH 4 pemanasan 3 jam. Jenis Senyawa/ Jumlah Senyawa Sulfur/ 31,99 %
Nomor Puncak
Waktu Retensi
12
12,878
13
13,450
17
14,875
Nama Senyawa - 5-(2-kloroetil)-4-metil tiazol - 4-metil-5-(2-hidroksietil tiazol) - 5-metil-4-tiazol etanol
Rumus Molekul
BM
(% m.k)
C6H8ClNS
161
0,12
C6H9NOS
143
31,64
C8H11NO2S
185
0,11
50
Asamasam Organik dan Ester/ 11,72 %
Senyawa Nitrogen/ 4,8 %
Aldehid dan Keton/ 3,13 %
Alkohol/ 47,13 %
39
23,052
6 15
8,418 14,457
16 23 26 28 29 34 35 36 37 38 40
14,700 17,194 18,567 19,217 19,446 21,184 21,502 21,851 22,824 22,915 23,224
41 42 43 44 46 8
23,311 23,611 23,696 24,058 27,295 10,806
18
15,203
20
15,883
22 30
16,222 19,567
32
20,585
33
20,818
45
24,669
2 4 5 11
2,176 7,170 7,548 12,063
24
18,200
25 31
18,345 19,616
1
2,068
3 7 14 19
4,185 10,391 13,982 15,389
asetat - 2-hidroksimetil-5tionorbornan - Asam 2-oksopentandioat - 3-alliloksi-1,1-dimetilbutil ester - Asam dekanoat - Asam laurat - Lauril asetat - Asam 8-feniloktanoat - Asam miristat - Metil pentadekanoat - Asam palmitat - Etil palmitat - 9-dodesinil dikloroasetat - Metil-trans9-oktadekenoat - Asam 9,12oktadekadienoat - Asam oleat - Asam oktadekanoat - Asam E-11-heksadekenoat - Etil stearat - Dioktil ptalat - Asam siano-asetat (4benziloksi-3-metoksibenziliden)-hidrazid - 2-(3-metilbutil)-3, 5dimetilpirazin - 2-(furfurildehidrazino)2okso-n-propilasetamid - 1,3,5-triaza adamantan - Pirolo[1,2-a]pirazin-1,4dion, heksahidro-3-(2metilpropil)- 3-isobutilheksahidropirolo [1,2-a] pirazin - 5,10-dietoksy-2,3,7,8tetrahidro-1H, 6H-dipirolo [1,2-a;1’,2’-d] pirazin - 1-etil-3-metil-4pirazilmetanamina - Dietil asetal - 2-metilsiklopentanon - 4-sec-butoksi-2-butanon - 4-(1-hidroksi-etil) gamma butanolakton - 4-metil sikloheksanon, semi karbazon - Heptanal - 4vinilbisiklo[3,3,1]nonane2, 7-dion - 2-hidroksimetil-3-metil oksiran - 2,3-butanediol - Gliserol - 1,2,3,4-butanetetrol - 4-hidroksi-benzen etanol
C8H14OS
158
0,12
C5H6O5 C11H20O3
146 200
0,25 0,11
C10H20O2 C12H24O2 C14H28O2 C14H20O2 C14H28O2 C16H32O2 C16H32O2 C18H36O2 C14H22Cl2O2 C19H36O2 C19H34O2
172 200 228 220 228 256 256 284 292 296 294
0,10 0,67 0,19 0,10 0,36 0,21 2,18 0,16 0,06 0,12 2,22
C16H30O2 C18H36O2 C18H34O2 C20H40O2 C24H38O4 C18H17N3O3
254 284 282 312 390 323
1,52 3,17 0,12 0,06 0,12 0,14
C11H18N2
178
1,40
C8H8N2O4
223
0,05
C7H13N3 C11H18N2O2
139 210
2,00 0,05
C11H18N2O2
210
0,20
C14H22N2O2
250
0,10
C7H13N3
139
0,86
C6H14O2 C5H6O2 C8H16O2S C6H10O3
118 98 14 130
1,99 0,20 0,48 0,15
C8H15N3O
169
0,05
C12H24 C11H14O2
114 178
0,17 0,09
C4H8O2
88
0,54
C4H10O2 C3H8O3 C4H10O4 C8H10O2
90 92 122 138
0,44 43,42 2,32 0,16
51
Piran/ 1,20 % Furan/ 0,03 %
21
15,959
27 9
18,975 11,309
10
12,025
- 2-metil-2-[(2-metil-2propenil)oksi]-1-propanol - 2-O-nonil- L-treitol, - 2,3-dihidro-3,5-dihidroksi6-metil-4H-piran-4-on - 2,4-dihidroksi-2,5-dimetil3(2H)-furanon
C8H16O2
147
0,05
C13H28O4 C6H8O4
248 144
0,20 1,20
C6H8O4
144
0,03
Dari hasil analisa formula B4 (sistein 0,75% : vitamin C 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4,5 pada waktu proses 3 jam dengan GCMS, diperoleh 49 senyawa yang ditunjukkan oleh 49 puncak pada kromatogram GC-MS. Kromatogram formula B4 ditunjukkan oleh Gambar 9.
Gambar 9. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula B4 (sistein 0,75% : taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4,5 dan waktu proses 3 jam.
Kandungan senyawa volatil yang terdapat pada autolisat formula B4 (sistein 0,75% : vitamin C 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%), pH 4,5 dan waktu proses 3 jam terdiri dari beberapa jenis senyawa diantaranya senyawa yang mengandung sulfur (6 senyawa) (Tabel 21). Senyawa flavor yang mengandung sulfur dihasilkan dari reaksi termal antara sistein, tiamin dan taurin dengan senyawa-senyawa dikarbonil hasil reaksi Maillard. Senyawa ini berperan sebagai
52
penyumbang aroma “daging” pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999). Senyawa yang termasuk asam-asam organik dan ester (15 senyawa) (Tabel 21) yang dihasilkan dari oksidasi lipid dan gula pereduksi. Senyawa yang mengandung nitrogen (10 senyawa) (Tabel 21) yang dihasilkan dari reaksi termal antara sistein, tiamin dan taurin dengan senyawa-senyawa dikarbonil hasil reaksi Maillard. Selain senyawa yang mengandung sulfur, senyawa-senyawa ini juga berperan sebagai penyumbang aroma “daging” pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999). Senyawa aldehid dan keton (8 senyawa) (Tabel 21) yang dihasilkan dari oksidasi lipid. Produk oksidasi lipid dipengaruhi pH dalam pembentukan aldehid tak jenuh, selain itu juga berperan sebagai penyumbang aroma “gurih” pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999). Senyawa alkohol (4 senyawa) (Tabel 21) yang timbul dari hasil pemecahan makromolekul menjadi mikromolekul selama proses fermentasi kacang hijau oleh kapang Rhizopus-C1, selain itu juga merupakan hasil oksidasi lipid dimana terjadi pemecahan triasilgliserol menjadi gliserol maupun berasal dari gula pereduksi maupun gula pereduksi saat reaksi flavoring (Lehninger, 1982). Senyawa piran (2 senyawa) dan senyawa furan (3 senyawa) (Tabel 21). Senyawa piran dan furan terutama dihasilkan dari reaksi termal gula pereduksi, vitamin C maupun asam amino (Schieberle, 1992).
53
Tabel 21. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog Ayam Formula B4, pH 4,5 pemanasan 3 jam. Jenis Senyawa/ Jumlah Senyawa Sulfur/ 63,94 %
Asamasam Organik dan Ester/ 16,22 %
Senyawa Nitrogen/ 6,48 %
Nomor Puncak
Waktu Retensi
6 18
7,538 12,889
19
13,493
20 24
13,788 14,878
32
17,592
44
23,060
7 14 22 23 28
7,892 11,925 14,449 14,703 16,372
29
16,568
31 33 37 41 43 45 46 47 48
17,204 17,725 19,448 21,505 22,476 23,216 23,305 23,359 23,615
10
10,517
25 27
15,244 16,226
30 34
17,067 18,208
38
19,620
39
20,586
40
20,818
42 49
21,697 24,675
Nama Senyawa - 3-merkaptoheksil asetat - 5-(2-kloroetil)-4-metilthiazol - 4-metil-5-hidroksietil tiazol - 4-metil-5-viniltiazol - 5-metil-4-tiazol etanol asetat - 2-(5-metil-1,3-tiazol-4il) etil asetat - 2-hidroksimetil-5tionorbornan - Asam 2oksopentandioat - Asam heptanoat - 2-heksil asetat - Asam decanoat - Etil 2-hidroksi siklopentan karboksilat - Etil 2-formil-4-metil pentanoat - Asam Laurat - Etil kaprilat - Asam miristat - Asam palmitat - Asam heptadekanoat - Asam linoleat - Asam 9-heksadekenoat - Asam oleat - Asam stearat - 5-amino-6-nitroso2,4(1H,3H)pirimidindion - 2,3,5-trimetil pirazin - Piperidin-4-on, 1,2,5trimetil-tiosemikarbazon - 2-allil-3,5-dimetilpirazin - Metil 2-sikloheksanon semikarbazon - 4-amino-5, 6dimetiltiofeno [2,3-d] pirimidin - Heksahidro-3-(2metilpropil)-pirolo [1,2a] pirazin-1, 4-dion - 5,10-dietoksi-2,3,7,8tetrahidro-1H, 6Hdipirolo [1,2-A;1’,2’-D] pirazin - 5-dimetilaminopirimidin - 1-etil-3-metil-4pirazolilmetanamina
Rumus Molekul
BM
(% m.k)
C8H16O2S C6H8ClNS
176 161
0,57 0,24
C6H9NOS
143
61,85
C6H7NS C8H11NO2S
125 185
0,47 0,62
C8H11NO2S
185
0,10
C8H14OS
158
0,09
C5H6O5 C7H14O2 C9H20O C10H20O2 C8H14O3
146 130 144 172 158
0,69 0,10 0,16 0,21 0,08
C9H16O3
172
0,11
C12H24O2 C10H20O2 C14H28O2 C16H32O2 C17H34O2 C18H32O2 C16H30O2 C22H42O2 C18H36O2
200 172 228 256 270 280 254 338 284
2,53 0,21 0,91 3,52 0,13 0,55 0,48 1,15 5,39
C4H4N4O3
156
0,39
C7H10N2 C9H18N4S
122 214
1,27 2,48
C9H12N2 C8H15N3O
148 169
0,31 0,17
C8H9N3S
179
0,24
C11H18N2O2
210
0,38
C14H22N2O2
250
0,10
C6H9N3
123
0,17
C7H13N3
139
0,97
54
Aldehid dan Keton/ 2,06 %
Alkohol/ 8,74 % Piran/ 1,89 % Furan/ 0,68 %
1 2 5 16
2,181 2,287 7,252 12,078
-
17 26
12,408 15,958
-
35 36
18,357 18,546
-
3 8 11 21 9 13
4,395 8,457 10,610 14,050 8,610 11,234
-
4 12 15
5,950 11,234 12,033
-
Dietil asetal 3-hidroksi-2-butanon 2-metilsiklopentanon 4-(1-hidroksi-etil) gamma butanolakton 5-hidroksimetilfurfural 1,3-dioksolan-4-on, 2(1,1-dimetiletil)-5-(1metiletil)-, (2s-cis)Heptanal 2-(2-bromo-4, 4diklorobutil) sikloheksanon 2,3-butanediol 2,4-dimetil-1, 3-dioksan Gliserol 1,2,3,4-butanetetrol 2H-piran-2, 6(3H)-dion 2,3-dihidro-3,5dihidroksi-6-metil-4Hpiran-4-on 2-furanmetanol Tetrahidro-3, 4-furandiol 4-aminodihidro-2(3H)furanon
C6H14O2 C4H8O2 C5H6O2 C6H10O3
118 88 98 130
0,20 0,11 0,28 0,24
C6H6O3 C10H18O3
126 186
0,20 0,35
C7H14O C10H15BrCl2O
114 300
0,30 0,38
C4H10O2 C6H12O2 C3H8O3 C4H10O4 C5H4O3 C6H8O4
90 116 92 122 112 144
0,95 0,47 5,73 1,59 0,13 1,76
C5H6O2 C4H8O3 C7H12O2
98 104 128
0,43 0,19 0,06
Dari kedua hasil analisa dengan GC-MS, ada 3 kelompok senyawa utama penyumbang aroma analog ayam pada autolisat FAA yaitu senyawa yang mengandung sulfur, nitrogen, serta aldehid dan keton. Hal ini ditunjukkan melalui kromatogram melalui besarnya persentase senyawa-senyawa tersebut dalam sampel autolisat yang diinjeksikan ke dalam GC-MS. Jika dibandingkan antara FAA formula A4 dengan B4, variasi dan jumlah senyawa lebih banyak ditemukan pada FAA formula B4. Hal ini disebabkan adanya vitamin C yang digunakan berperan sebagai gula pereduksi dalam reaksi Strecker dan Maillard sehingga senyawa flavor yang dihasilkan semakin banyak dan bervariasi (Schieberle, 1992). Tingginya kandungan senyawa-senyawa flavor ini dapat menjadi pertimbangan digunakannya jenis prekursor sistein, tiamin, taurin, vitamin C dan glukosa dalam proses lanjutan seperti pembuatan pasta maupun bubuk kaldu nabati berflavor analog ayam.
55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Deskripsi aroma paling kuat serta kandungan gizi terbaik pada proses penentuan komposisi prekursor terbaik untuk dijadikan variasi tetap dalam penelitian selanjutnya yaitu FAT formula A4 dan FAC formula B4 dengan kondisi reaksi yaitu suhu 100° C dan pH 5. Dari variasi pH yang dilakukan yaitu pH 4, 4,5 dan 5 pada kondisi reaksi bersuhu 100° C, diperoleh autolisat berflavor analog ayam terbaik untuk diinjeksikan ke dalam GC-MS berdasarkan deskripsi aroma paling kuat serta adanya perbedaan nyata dari hasil uji statistik pada kadar protein terlarut dan gula pereduksi yaitu autolisat FAT dengan kondisi pH 4 pada waktu proses 3 jam dan autolisat FAC dengan kondisi pH 4,5 pada waktu proses 3 jam. Berdasarkan kromatogram GC-MS dapat dilihat bahwa ada 46 senyawa flavor yang terkandung dalam autolisat FAT dengan kondisi pH 4 pada waktu proses 3 jam dan ada 49 senyawa flavor yang terkandung dalam autolisat FAC dengan kondisi pH 4,5 pada waktu proses 3 jam.
5.2. Saran Mempergunakan jenis prekursor lainnya agar dapat mengetahui variasi kandungan senyawa flavor pada autolisat berflavor analog ayam serta mengganti kacang hijau dengan jenis kacang lainnya seperti kacang tanah, kacang merah, kacang kedelai dan lain-lain.
56
56
DAFTAR PUSTAKA
Acree, Terry E. & Roy Teranishi.1993. Flavour Science, Sensible Principles and Techniques. USA : ACS Professional Reference Book Apriyantono, Anton. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor BeMiller dan Whistler. 1996. Carbohydrates, didalam Owen R. Fennema, Food Chemistry. New York : Marcel Dekker, Inc Farmer, L.J. 1999. Poultry Meat Flavour, didalam R.I. Richardson & G.C. Mead., Poultry Meat Science. United Kingdom : CABI Publishing Fessenden, Ralph J. dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik jilid 2. Jakarta : Erlangga Gazpersz, Vincent. 1995. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Bandung : Tarsito Heinze, R.F. 1978. Flavoring Vegetable Protein Meats Analog, didalam George Charalambous & G.E Inglet., Flavor of Foods and Beverages. USA : Academic Press, Inc Kerler, Josef dan Chris Winkel. 2002. The Basic Chemistry and Process Conditions Underpinning Reaction Flavour Production, didalam Andrew J. Taylor, Food Flavour Technology. United Kingdom : CRC Press Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta : Erlangga Mottram, Donald S. 1991. Meat, didalam Henk Maarse, Volatile Compounds in Food and Beverages. New York : Marcel Dekker, Inc Muchtadi, Tien R. 2006. Pengetahuan Bahan Pangan Nabati. Jakarta : Universitas Terbuka Mulja, Muhammad dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press Nagodawithana, Tilak W. 1994. Savory Flavours, didalam Alan Gabelman, Bioprocess Production of Flavor, Fragrance, and Color Ingredients. Kanada : John Wiley & Sons, Inc 57
57
Pope, C.G dan M.F. Stevens. 1986. The Determination on Amino-Nitrogen Using A Copper Method. Biochemical Journal, 33, p 1071-1076 Reed, G dan Nagodawithana, T.W. 1991. Yeast Technology. New York : Van Nostrad-Reinhold Schieberle, Peter. 1992. Formation of Furaneol in Heat-Processed Foods, didalam Roy Teranishi, Gary R. Takeoka, dan Matthias Güntert, Flavor Precursors, Thermal and Enzymatic Conversions. USA : American Chemical Society Sinki, Gabriel S. dan Robert J. Gordon. 2002. Flavoring Agents, didalam A. Larry Branen, Food Additive, second edition. New York : Marcel Dekker, Inc Soekarto, T. Soewarno dan Musa Hubeis. 1992. Metodelogi Penelitian Organoleptik. Bogor : Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta : Ghalia Indonesia Sugita, Yoshi-hisa. 2002. Flavour Enchancers, didalam A. Larry Branen, Food Additive, second edition. New York : Marcel Dekker, Inc Susilowati, Agustine, Aspiyanto, Yati Maryati. 2007. Peningkatan Fraksi Gurih Melalui Proses Autolisis Kaldu Nabati dari Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L) Menggunakan Inokulum Rhizopus-C1 dan Aspergillus spK3. Puspiptek, Serpong Susilowati, Agustine, Aspiyanto, Hakiki M. 2008. Pembentukan Ester dan Asam-asam Organik Sebagai Komponen Flavor Savory Melalui Fermentasi Garam pada Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L) oleh Inokulum Rhizopus sp-PL7. Puspiptek, Serpong Susilowati, Agustine, Aspiyanto, Yati Maryati. 2009. Flavoring Reaction on Autolysate of Fermented Mung Bean (Phaseolus radiatus L.) by Rhizopus-C1 as Vegetable Broth with Meat Analogue Flavor. Puspiptek, Serpong Widiyarti, Galuh, dkk. 2003. Study on Pre-Production Process of Taurine. Pusat Penelitian Kimia LIPI Puspiptek, Serpong Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
58
Winarno, F.G. dan S. Fardiaz. 1984. Biofermentasi dan Biosintesis Protein, cetakan ke-3. Bandung : Penerbit Aksara Ziegler, Erich and Herta Ziegler. 1998. Flavouring : Production, Composition,Applications, Regulations. Netherlands : WILEY
59
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Analisa Komposisi Kimia
1. Penentuan Kadar Padatan Kering Metode Gravimetri (AOAC, 1980) Cawan dipanaskan dalam oven dengan temperatur 110° C selama 1 jam. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga konstan. Sampel autolisat sebanyak ± 1 gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Sampel dipanaskan dalam oven bersuhu 110° C selama 3 jam. Didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Dipanaskan kembali dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator lalu timbang hingga diperoleh bobot konstan. Pengurangan bobot merupakan banyaknya air dalam sampel. Kadar air (%) =
ws − ( wa − wc ) x 100 % ws
Kadar Padatan Total (%) = 100 % - (% Kadar Air Sampel) Keterangan : Ws = berat sampel Wa = berat akhir setelah pemanasan (cawan + sampel) Wc = berat cawan kosong
2. Penentuan Kadar N-amino Metode Cu (Pope, 1986) Prinsip analisa dengan metode Cu adalah NH2 dari asam amino dalam bahan makanan apabila direaksikan dengan Cu2+ dalam suasana basa akan berubah menjadi Cu kompleks. Kompleks yang terbentuk dapat dianalisa secara iodometri. 1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diencerkan dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga terpisah bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel
60
60
dalam analisa. Sampel dipipet sebanyak 2,5 mL lalu dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL, ditambahkan 3 tetes indikator timolftalein dan beberapa tetes NaOH 1 N sampai berwarna biru. Tambahkan 15 mL suspensi Copper (dibuat dari campuran larutan CuCl2 0,16 M, larutan trisodium fosfat dan ditambahkan buffer borat dengan perbandingan volume masing-masing 1 : 2 : 2), dikocok lalu ditera dengan aquadest hingga tanda batas. Dihomogenkan lalu disaring. Diambil 10 mL filtrat dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 0,5 mL CH3COOH pekat dan 1 gram KI lalu dititrasi dengan Na-tiosulfat 0,01 N yang telah distandarisasi. Saat hampir mencapai titik akhir titrasi ditambahkan 4 tetes larutan pati 1 %, lanjutkan titrasi hingga warna biru tepat hilang. Catat mL titran (Natiosulfat) yang dibutuhkan.
(ml )titran sampel x
N Na −tiosulfat s tan darisasi
0,01N ( gr ) sampel
Kadar N-amino (mg/gr) =
x0,28 xfp
Keterangan : konsentrasi Na-tiosulfat standarisasi = 0,0132 N
3. Penentuan Kadar Gula Pereduksi Metode Somogy-Nelson (AOAC,1990)
Pembuatan larutan standar : dibuat larutan glukosa 1 %, 1 mL larutan ini dipipet dan masukkan dalam labu takar 100 mL, tanda bataskan dengan aquadest. Larutan standar 0,1 mL 0,2 mL 0,3 mL 0,5 mL 0,7 mL
H2O + + + + +
0,9 mL 0,8 mL 0,7 mL 0,5 mL 0,3 mL
1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diencerkan dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga terpisah
61
bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel dalam analisa. Dipipet 1 mL sampel ke dalam labu ukur 25 mL ditambahkan aquadest sampai tepat tanda batas. Dari hasil pengenceran diambil 0,1 mL dan ditambahkan aquadest 0,9 mL ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 1 mL larutan Nelson campuran (Nelson A + Nelson B), tutup tabung reaksi dengan sumbat kapas, dipanaskan 20 menit, lalu dinginkan. Ditambahkan 1 mL arseno molibdat, kocok, ditambahkan aquadest sampai volumenya 10 mL, dihomogenkan. Baca absorbansinya pada λ 520 nm, warna kompleks yang terbentuk hijau. Kadar gula pereduksi = konsentrasi x fp Keterangan : Konsentrasi = konsentrasi gula pereduksi sampel yang tertera pada spektrofotometer fp = faktor pengenceran
4. Penentuan Kadar Protein Terlarut Metode Lowry (AOAC, 1990)
Prinsip penentuan kadar protein terlarut metode Lowry yaitu reagen FolinCiocalteau dapat mendeteksi residu tirosin yang mengandung gugus fenolik melalui reaksi reduksi oksidasi dimana gugus fenolik tirosin akan mereduksi fosfotungstat dan fosfomolibdat yang terdapat pada reagen tersebut menjadi tungsten dan molibden yang berwarna biru. Pereaksi : Larutan I = Na2CO3 2 % dalam NaOH 0,1 N Larutan II = CuSO4 0,5 % dalam NaK-tartrat 1 % Larutan III = 50 mL larutan I + 1 mL larutan II Larutan IV = Folin Ciocalteu + aquadest (1:1) Larutan V = Standar protein BSA 0,25 mg/mL Pembuatan kurva standar :
62
Larutan BSA (bovine serum albumin) dimasukkan masing-masing ke dalam tabung reaksi : 0 mL (blanko); 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mL protein standard kemudian ditambah aquadest sampai volume 4 mL. Larutan III ditambahkan ke dalam tabung sebanyak 5,5 mL lalu dikocok dan dibiarkan selama 15 menit. Ditambahkan larutan IV ke dalam tabung sebanyak 0,5 mL, kemudian dikocok dan dibiarkan selama 30 menit sampai terbentuk warna biru. Kemudian diukur absorbansinya pada 650 nm. Penetapan sampel: 1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diencerkan dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga terpisah bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel dalam analisa. Dipipet sampel sebanyak 0,1 mL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air 0,9 mL. Tambahkan 5,5 mL larutan III dan biarkan selama 10-15 menit pada suhu kamar. Tambahkan 0,5 mL larutan IV ke dalam masing-masing tabung reaksi, vortex segera setelah penambahan lalu diamkan 30 menit pada suhu kamar sampai warna biru terbentuk. Ukur absorbansinya pada 650 nm. Kadar Protein Terlarut (mg/mL) = konsentrasi x fp Keterangan : Konsentrasi = konsentrasi protein terlarut sampel yang tertera pada spektrofotometer fp = faktor pengenceran
5. Penentuan Kadar Protein Total Metode Kjeldahl (AOAC, 1990)
Penetapan kadar protein total dengan metode ini didasarkan pada oksidasi bahan mengandung karbon dan konversi nitrogen menjadi ammonia. Selanjutnya ammonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk ammonium sulfat. Larutan
63
dibuat menjadi basa dan ammonia diuapkan untuk kemudian diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan dapat ditentukan jumlahnya dengan titrasi menggunakan HCl. Sebanyak 1 gram autolisat ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl (labu destruksi), kemudian tambahkan 0,5 gram garam Kjeldahl (dibuat dari campuran Na2SO4 dan CuSO4.5H2O dengan perbandingan 2:1 sebagai katalisator). Ditambahkan 5 mL H2SO4 pekat lalu sampel didestruksi selama ± 2 jam sampai diperoleh larutan berwarna hijau bening dan asapnya hilang semua. Hasil destruksi diencerkan dengan aquadest 50 mL. Dilakukan destilasi dengan penambahan NaOH 30 % ke dalam labu destruksi ± 25-40 mL selama 5 menit sampai diperoleh cairan destilat sebanyak 100 mL. Cairan destilat ditampung dalam erlenmeyer berisi H3BO3 3 % sebanyak 15 mL yang telah diberi 4 tetes indikator MM dan MB. Kelebihan H3BO3 pada destilat dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N. Kadar N total (%) =
(VHCLsampel − VHCLblanko ) xN HCLs tan dar x14.007 Wsampel (mg )
x 100 %
Kadar protein (%) = % N x faktor konversi Kadar protein total (% berat kering) =
100% x % kadar protein 100% − % A
Keterangan : V HClblanko = 0,05 mL
N HCls tan dar = 0,1397 Faktor konversi kacang = 6,25 % A = kadar air yang telah diukur
6. Penentuan Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC,1990)
Crucible dipanaskan dalam oven selama 15 menit kemudian ditimbang, hal ini dilakukan berulang-ulang sampai tercapai berat konstan. Ditimbang sampel
64
dalam kertas saring sebanyak 1 gram lalu masukkan ke dalam timbel. Dinyalakan alat (Soxtec System HT 2 1045) tekan tombol power, atur suhu sampai 120°C tunggu hingga ready. Timbel yang telah diisi sampel dipasang adapter dan masukkan ke dalam kondensor dan dicelupkan ke dalam crucible yang telah berisi n-heksan sebanyak 50 ml di dalam alat ekstraksi. Extraction dalam posisi boiling (posisi pendidihan) dengan mengatur waktu selama 40 menit dimana posisi kran terbuka, setelah itu pindahkan ke posisi rinsing dan waktu di atur selama 20 menit. Setelah selesai rinsing, kran ditutup dan nyalakan blower selama 15 menit dan tombol udara dibuka. Setelah selesai crucible diangkat dan masukkan ke dalam oven untuk menguapkan sisa n-heksan dan air yang masih terdapat pada
crucible selama 1 jam pada suhu 100-110°C. Kemudian timbang hingga konstan. Kadar lemak (%) =
W3 − W2 x 100% W1
Keterangan : W1 = berat sampel W2 = berat crucible kosong dan kering W3 = berat crucible setelah ekstraksi lemak dan pendinginan dalam eksikator 7. Penentuan Kadar Garam dengan Refraktometer
1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diencerkan dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga terpisah bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel dalam analisa. Sebelum dilakukan pengukuran kadar garam, buka penutup lensa refraktometer terlebih dahulu lalu dibersihkan dengan beberapa tetes aquadest dan dikeringkan. Teteskan sampel diatas lensa refraktometer, rapatkan penutup lensa kemudian baca skala yang tertera di dalam refraktometer. Kadar garam (%)
65
sampel diperoleh dari skala yang terbaca pada salinometer dikalikan faktor pengenceran sampel lalu dikonversikan sesuai faktor konversi kadar garam pada skala tertentu. Skala salinometer = Skala terbaca x fp Tabel 22. Nilai Konversi Kadar Garam pada Salinometer.
Salt in Solution (%) 0,265 0,53 0,795 1,06 1,325 1,59 1,855 2,12 2,385 2,65 2,915 3,18 3,445 3,71 3,975 4,24 4,505 4,77 5,035 5,3 5,565 5,83 6,095 6,36 6,625 6,89 7,155 7,42 7,91 8,48
Salinometer Reading Degree 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 30 32
66
Lampiran 2. Hasil Analisa Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik 1. Uji Sensori Tabel 23. Pengamatan Sensori Autolisat FAT dan FAC Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C selama 3 jam reaksi flavoring. Deskripsi Jenis Formula Aroma*** A1
A2
FAT*
A3
A4
A5
B1
B2 FAC*
B3
B4
B5
(L-sistein 1 % : Taurin 0 %, Tiamin-HCl 1 %, D-Glukosa 0,5 %)** (L-sistein 0,25 % : Taurin 0,75 %, Tiamin-HCl 1 %, DGlukosa 0,5 %)** (L-sistein 0,5 % : Taurin 0,5 %, Tiamin-HCl 1 %, DGlukosa 0,5 %)** (L-sistein 0,75 % : Taurin 0,25 %, Tiamin-HCl 1 %, DGlukosa 0,5 %)** (L-sistein 0 % : Taurin 1 %, Tiamin-HCl 1 %, D-Glukosa 0,5 %)** (L-sistein 1 % : Vitamin C 0 %, Tiamin-HCl 1 %, DGlukosa 0,5 %)** (L-sistein 0,25 % : Vitamin C 0,75 %, Tiamin-HCl 1 %, D-Glukosa 0,5 %)** (L-sistein 0,5 % : Vitamin C 0,5 %, Tiamin-HCl 1 %, DGlukosa 0,5 %)** (L-sistein 0,75 % : Vitamin C 0,25 %, Tiamin-HCl 1 %, D-Glukosa 0,5 %)** (L-sistein 0 % : Vitamin C 1 %, Tiamin-HCl 1 %, DGlukosa 0,5 %)**
1 2 3 1 2 3 -
*
FAT : Flavor Analog dengan formula mengandung Taurin; FAC : Flavor Analog dengan formula mengandung Vitamin C ** % berat kering N-amino autolisat *** 1 = Agak Kuat, 2 = Kuat, 3 = Sangat Kuat , 4 = Tajam
67
2. Kadar Padatan Kering Tabel 24. Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C selama 3 jam reaksi flavoring.
Jenis Formula
FAT
FAC
A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5
0 22,38 22,39 22,32 21,74 22,59 24,30 20,56 22,99 22,61 22,07
Padatan Kering (%) Waktu Proses (jam) 1 2 25,11 21,46 21,20 21,12 23,20 22,81 21,65 20,11 23,54 23,41 23,71 22,02 21,50 19,93 22,80 21,34 21,10 18,88 22,00 21,84
3 22,43 19,88 21,88 20,98 21,45 20,26 21,45 21,29 17,18 22,13
3. Kadar Nitrogen Amino Tabel 25. Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C selama 3 jam reaksi flavoring.
Jenis Formula
FAT
FAC
A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5
0 4,01 3,05 2,80 10,33 2,24 3,27 6,08 5,68 4,95 2,68
N-Amino (mg/mL, Berat Kering) Waktu Proses (jam) 1 2 2,58 2,22 7,53 9,95 3,19 2,85 7,06 8,73 2,15 2,22 3,12 3,70 9,15 7,00 2,77 2,53 3,53 7,48 2,93 2,66
3 2,40 6,32 3,08 4,30 2,59 2,98 7,74 3,17 5,29 2,75
68
4. Kadar Gula Pereduksi Tabel 26. Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C selama 3 jam reaksi flavoring.
Jenis Formula
FAT
FAC
A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5
0 30,00 31,87 39,37 36,87 39,37 42,50 44,37 51,25 38,12 43,12
Gula Pereduksi (mg/mL) Waktu Proses (jam) 1 2 43,75 33,75 34,37 30,62 48,12 38,75 35,62 30,00 29,37 35,00 43,12 35,00 46,87 50,62 45,62 40,62 40,62 35,00 64,37 34,37
3 33,75 31,25 44,37 30,62 33,75 40,00 47,50 39,37 35,00 35,62
5. Kadar Protein Terlarut Tabel 27. Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C selama 3 jam reaksi flavoring.
Jenis Formula
FAT
FAC
A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5
0 19,25 18,25 19,75 19,25 17,25 24,75 19,50 22,25 20,25 22,25
Protein Terlarut (mg/mL) Waktu Proses (jam) 1 2 24,00 23,00 19,25 18,50 20,75 19,25 21,75 19,25 16,25 22,75 22,25 22,25 19,75 18,50 23,25 21,50 23,25 22,00 24,75 20,50
3 20,50 18,50 21,50 21,25 19,50 21,00 20,75 21,00 18,75 22,25
69
6. Kadar Total Protein Tabel 28. Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C selama 3 jam reaksi flavoring.
Jenis Formula
FAT
FAC
A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5
0 18,51 27,06 25,73 17,85 27,12 20,28 25,83 17,00 24,32 15,00
Total Protein (% Protein Kering) Waktu Proses (jam) 1 2 22,24 26,75 24,72 26,40 20,63 24,89 26,69 27,96 25,03 23,84 22,87 25,53 23,83 24,78 12,82 22,24 26,36 24,95 20,74 21,73
3 19,09 29,64 13,41 25,64 24,66 23,29 23,88 22,80 28,18 20,63
7. Kadar Lemak Tabel 29. Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C selama 3 jam reaksi flavoring.
Jenis Formula
FAT
FAC
A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5
0 0,10 0,30 0,17 0,24 0,20 0,14 0,22 0,19 0,26 0,16
Lemak (%) Waktu Proses (jam) 1 2 0,10 0,09 0,29 0,23 0,15 0,18 0,22 0,16 0,23 0,23 0,17 0,16 0,26 0,23 0,22 0,18 0,26 0,25 0,16 0,20
3 0,08 0,24 0,19 0,23 0,18 0,15 0,25 0,18 0,24 0,17
70
8. Kadar Garam Tabel 30. Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C selama 3 jam reaksi flavoring.
Jenis Formula
FAT
FAC
A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5
0 4,14 2,78 3,66 3,05 4,38 3,30 2,91 4,25 2,91 4,38
Garam (NaCl) (%) Waktu Proses (jam) 1 2 4,90 4,46 2,78 2,91 4,59 4,53 3,18 2,78 3,92 3,05 4,11 4,77 3,18 2,91 4,25 4,14 3,44 2,65 4,22 3,82
3 4,35 3,18 4,72 2,91 3,58 4,32 3,05 4,35 2,38 4,37
71
Lampiran 3. Uji Sensori Autolisat Flavor Analog Ayam Tabel 31. Hasil Uji Sensori Autolisat FAA setelah 3 Jam Reaksi Flavoring pada Suhu 100° C dengan Variasi pH 4, 4,5 dan 5.
Jenis Formula*
pH
4
FAT
4,5
5
4
FAC
4,5
5
Waktu Proses (jam) 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3
Deskripsi Aroma**
1 2 3 1 2 2 1 1 2 1 2 2 1 2 3 1 1 2
*
FAT : Flavor Analog dengan formula mengandung Taurin; FAC : Flavor Analog dengan formula mengandung Vitamin C ** 1 = Agak Kuat, 2 = Kuat, 3 = Sangat Kuat , 4 = Tajam
72
Lampiran 4. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Padatan Kering Tabel 32. ANOVA Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam Sumber Keragaman Petak utama : Kelompok Jenis Formula (A) Galat (a) Anak Petak : pH (B) Interaksi (AB) Galat (b) Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) Interaksi (AC) Interaksi (BC) Interaksi (ABC) Galat (c) Total
F tabel 5%
DB
JK
KT
F hitung
1 1 1
0,496133333 1,222408333 0,0147
0,49613333 1,22240833 0,0147
33,7505669 83,1570295 tn
161,4
2 2 4
19,15882917 1,174279167 2,070441667
9,57941458 0,58713958 0,51761042
16,3153956 tn 1,13432722 tn
19,25 19,25
3 3 6 6 18 47
34,437225 1,436225 16,9296375 6,1577875 1012618,383 1012701,48
11,479075 0,47874167 2,82160625 1,02629792 56256,5768
0,00020405 tn 8,51E-06 tn 5,0156E-05 tn 1,8243E-05 tn
8,676 8,676 3,98 3,98
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar padatan kering sehingga tidak dilakukan uji Duncan.
73
Lampiran 5. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Nitrogen Amino Tabel 33. ANOVA Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam Sumber Keragaman Petak utama : Kelompok Jenis Formula (A) Galat (a) Anak Petak : pH (B) Interaksi (AB) Galat (b) Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) Interaksi (AC) Interaksi (BC) Interaksi (ABC) Galat (c) Total
F tabel 5%
DB
JK
KT
F hitung
1 1 1
29,84630208 6,343802083 8,832252083
29,8463021 6,34380208 8,83225208
3,3792403 0,7182542 tn
161,4
2 2 4
77,51877917 14,82127917 106,7854083
38,7593896 7,41063958 26,6963521
5,2302354 tn 0,27759 tn
19,25 19,25
3 3 6 6 18 47
12,67067292 12,93065625 23,00822083 11,5917875 48769,30739 49073,65655
4,22355764 4,31021875 3,83470347 1,93196458 2709,40597
0,0015589 tn 0,0015908 tn 0,0014153 tn 0,0007131 tn
8,676 8,676 3,98 3,98
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar Namino sehingga tidak dilakukan uji Duncan.
74
Lampiran 6. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Gula Pereduksi Tabel 34. ANOVA Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam Sumber Keragaman Petak utama : Kelompok Jenis Formula (A) Galat (a) Anak Petak : pH (B) Interaksi (AB) Galat (b) Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) Interaksi (AC) Interaksi (BC) Interaksi (ABC) Galat (c) Total
F tabel 5%
DB
JK
KT
F hitung
1 1 1
15,75520833 533,3333333 6,380208333
15,75520833 533,3333333 6,380208333
2,469387755 83,59183673 tn
161,4
2 2 4
2470,507813 48,11197917 112,6302083
1235,253906 24,05598958 28,15755208
51,34912043 * 0,85433526 tn
19,25 19,25
3 3 6 6 18 47
428,3854167 297,1354167 508,1380208 189,3880208 1860115,234 1864725
142,7951389 99,04513889 84,68967014 31,56467014 103339,7352
0,001381803 tn 0,000958442 tn 0,000819527 tn 0,000305446 tn
8,676 8,676 3,98 3,98
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung > FTabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor B terdapat perbedaan nyata sehingga dilakukan uji Duncan. SE LSR
= =
3,752169511 SE x SSR
75
76
Lampiran 7. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Protein Terlarut Tabel 36. ANOVA Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam Sumber Keragaman Petak utama : Kelompok Jenis Formula (A) Galat (a) Anak Petak : pH (B) Interaksi (AB) Galat (b) Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) Interaksi (AC) Interaksi (BC) Interaksi (ABC) Galat (c) Total
F tabel 5%
DB
JK
KT
F hitung
1 1 1
17,88520833 1,801875 8,926875
17,88520833 1,801875 8,926875
2,003524003 0,201848351 tn
161,4
2 2 4
92,10166667 1,26 22,41166667
46,05083333 0,63 5,602916667
73,09656085 * 0,112441437 tn
19,25 19,25
3 3 6 6 18 47
4,713958333 15,755625 21,42166667 15,03 794157,9213 794359,2298
1,571319444 5,251875 3,570277778 2,505 44119,88451
3,56148E-05 tn 0,000119036 tn 8,09222E-05 tn 5,67771E-05 tn
8,676 8,676 3,98 3,98
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung > FTabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor B terdapat perbedaan nyata sehingga dilakukan uji Duncan. SE LSR
= =
1,673755757 SE x SSR
77
78
Lampiran 8. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Total Protein Tabel 38. ANOVA Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam Sumber Keragaman Petak utama : Kelompok Jenis Formula (A) Galat (a) Anak Petak : pH (B) Interaksi (AB) Galat (b) Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) Interaksi (AC) Interaksi (BC) Interaksi (ABC) Galat (c) Total
F tabel 5%
DB
JK
KT
F hitung
1 1 1
4,851408333 0,190008333 32,93453333
4,851408333 0,190008333 32,93453333
0,147304602 0,005769274 tn
161,4
2 2 4
7,950116667 17,61326667 70,91523333
3,975058333 8,806633333 17,72880833
0,451370936 tn 0,496741415 tn
19,25 19,25
3 3 6 6 18 47
87,39341667 19,06324167 41,56858333 52,36373333 1494759,697 1495094,54
29,13113889 6,354413889 6,928097222 8,727288889 83042,20537
0,000350799 tn 7,65203E-05 tn 8,34286E-05 tn 0,000105095 tn
8,676 8,676 3,98 3,98
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar protein total sehingga tidak dilakukan uji Duncan.
79
Lampiran 9. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Lemak Tabel 39. ANOVA Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam Sumber Keragaman Petak utama : Kelompok Jenis Formula (A) Galat (a) Anak Petak : pH (B) Interaksi (AB) Galat (b) Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) Interaksi (AC) Interaksi (BC) Interaksi (ABC) Galat (c) Total
F tabel 5%
DB
JK
KT
F hitung
1 1 1
0,00020213 0,009500627 0,010827017
0,00020213 0,009500627 0,010827017
0,01866906 0,87749257 tn
161,4
2 2 4
0,255517546 0,025194721 0,022058294
0,127758773 0,012597361 0,005514574
10,1417096 tn 2,28437621 tn
19,25 19,25
3 3 6 6 18 47
0,000673459 0,002487391 0,014811795 0,005271234 40,7957091 41,14225332
0,000224486 0,00082913 0,002468633 0,000878539 2,266428284
9,9048E-05 tn 0,00036583 tn 0,00108922 tn 0,00038763 tn
8,676 8,676 3,98 3,98
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar lemak sehingga tidak dilakukan uji Duncan.
80
Lampiran 10. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Garam Tabel 40. ANOVA Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam Sumber Keragaman Petak utama : Kelompok Jenis Formula (A) Galat (a) Anak Petak : pH (B) Interaksi (AB) Galat (b) Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) Interaksi (AC) Interaksi (BC) Interaksi (ABC) Galat (c) Total
F tabel 5%
DB
JK
KT
F hitung
1 1 1
0,110208333 0,75751875 0,011102083
0,110208333 0,75751875 0,011102083
9,92681554 68,2321261 tn
161,4
2 2 4
0,875688542 0,434665625 1,763058333
0,437844271 0,217332812 0,440764583
2,01462571 tn 0,49308139 tn
19,25 19,25
3 3 6 6 18 47
0,349654167 0,18066875 1,569336458 0,606959375 20580,32031 20586,97917
0,116551389 0,060222917 0,261556076 0,101159896 1143,351128
0,00010194 tn 5,2672E-05 tn 0,00022876 tn 8,8477E-05 tn
8,676 8,676 3,98 3,98
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar garam sehingga tidak dilakukan uji Duncan.
81
Lampiran 11. Analisa Sensori dan Lembar Scoresheet Uji Penilaian (Skoring) Aroma Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam
Pada analisa sensori dibutuhkan 6 orang panelis terlatih yang telah peka terhadap aroma daging ayam. Sebelumnya panelis telah dikenalkan dengan beberapa jenis aroma seperti aroma kacang hijau rebus, kacang hijau terfermentasi, dan aroma daging ayam rebus. Selanjutnya panelis disuguhkan sampel (kaldu nabati berflavor analog ayam) (Soekarto, 1992). Panelis diminta mengisi lembar scoresheet untuk memberikan skor pada kaldu nabati berflavor analog ayam seperti yang ditunjukkan berikut ini.
82
UJI PENILAIAN (SKORING)
Nama Panelis
: ………………………………………..
Tanggal Pengujian
: ………………………………………..
Jenis Sampel
: Kaldu nabati berflavour analog daging instan
Instruksi:
Dihadapan saudara terdapat tujuh sampel berkode. Nilailah intensitas aroma daging ayam pada sampel tersebut dengan nilai sebagai berikut: Intensitas aroma daging
727
825
Kode Sampel 531 678 580
629
776
1= Kuat 2= Agak kuat 3= Sangat kuat 4= Tajam
Komentar:
……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
Tanda tangan panelis
83
Lampiran 12. Perhitungan Formulasi Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam
* Konsentrasi N-amino autolisat dari 10 L autolisat. Kadar Air = 80,5 % Berat basah N-amino = 3,87 mg/mL 100 Berat kering N-amino = x 3,87 mg/mL 100 − 80,5 = 19,85 mg/gr = 0,01985 gr/gr * Referensi 3,15 gram L-Sistein = 9,0175 mg/gr N-amino 2,5 gram Tiamin-HCl = 9,0175 mg/gr N-amino 0,5 gram Glukosa = 9,0175 mg/gr N-amino *
Untuk feed 150 gram autolisat dengan 19,85 mg/gr N-amino memerlukan : 9,0175 - L-Sistein = x 3,15 gram = 1,43 gram 19,85 9,0175 - Tiamin-HCl = x 2,5 gram = 1,136 gram 19,85 9,0175 - Glukosa = x 0,5 gram = 0,23 gram 19,85
*
Persentase Formulasi 1,43 x 100 = 0,95 % (b.k. N-amino) ≈ 1 % - L-Sistein = 150 1,136 - Tiamin-HCl = x 100 = 0,76 % (b.k. N-amino) ≈ 1 % 150 0,23 x 100 = 0,5 % (b.k. N-amino) ≈ 0,5 % - Glukosa = 150
84
Tabel 41. Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam Jenis Formula
FAT
FAC
Formulasi A
L-sistein : Taurin (% bk N-amino autolisat)
A1 A2 A3 A4 A5
1:0 0,25 : 0,75 0,5 : 0,5 0,75 : 0,25 0:1
B
L-sistein : Vitamin C (% bk N-amino autolisat)
B1 B2 B3 B4 B5
1:0 0,25 : 0,75 0,5 : 0,5 0,75 : 0,25 0:1
Tiamin-HCl (% bk N-amino autolisat) 1 1 1 1 1 Tiamin-HCl (% bk N-amino autolisat) 1 1 1 1 1
Glukosa (% bk N-amino autolisat) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Glukosa (% bk N-amino autolisat) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
* Perhitungan Neraca Bahan Untuk 150 gram Autolisat : 1 1). L-Sistein = 1 % (b.k. N-amino) = x 150 gram = 1,5 gram 100 1 2). Taurin = 1 % (b.k. N-amino) = x 150 gram = 1,5 gram 100 1 3). Vitamin C = 1 % (b.k. N-amino) = x 150 gram = 1,5 gram 100 1 4). Tiamin-HCl = 1 % (b.k. N-amino) = x 150 gram = 1,5 gram 100 0,5 5). Glukosa = 0,5 % (b.k. N-amino) = x 150 gram = 0,75 gram 100 Tabel 42. Neraca Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam pada Autolisat dengan Basis 150 gram Autolisat per Perlakuan. Jenis Formula
Formulasi A
FAT
A1 A2 A3 A4 A5 B
FAC
B1 B2 B3 B4 B5
L-sistein : Taurin (gr/ 150 gr autolisat) 1,5 : 0,0 0,375 : 1,125 0,75 : 0,75 1,125 : 0,375 0,0 : 1,5 L-sistein : Vitamin C (gr/ 150 gr autolisat) 1,5 : 0,0 0,375 : 1,125 0,75 : 0,75 1,125 : 0,375 0,0 : 1,5
Tiamin-HCl (gr/ 150 gr autolisat) 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 Tiamin-HCl (gr/ 150 gr autolisat) 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Glukosa (gr/ 150 gr autolisat) 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75 Glukosa (gr/ 150 gr autolisat) 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75
85
Lampiran 13. Kurva Kalibrasi Gula Reduksi dan Protein Terlarut
a). Kurva Standar Gula Reduksi ID Standar Absorbansi Konsentrasi 1. 0,000 0,000 2. 0,035 0,020 3. 0,143 0,040 4. 0,329 0,080 5. 0,509 0,120 6. 0,653 0,160 7. 0,805 0,200 K1 = 0,238 K0 = 0,004 Abs = K0 + K1(konsentrasi)
b). Kurva Standar Protein Terlarut ID Standar Absorbansi Konsentrasi 1. 0,000 0,000 2. 0,064 0,001 3. 0,097 0,005 4. 0,162 0,010 5. 0,214 0,015 6. 0,279 0,020 7. 0,315 0,025 K1 = 0,080 K0 = -0,001 Abs = K0 + K1(konsentrasi)
86
Lampiran 14. Diagram Alir Pembuatan Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam dari Autolisat dengan Skala Laboratorium
Kaldu nabati kasar dari kacang hijau terfermentasi Rhizopus-C1 + air (2 :3) Dilumatkan dan pH diatur 5,5 (+NaOH/HCl) Dipanaskan pada 50°C, diaduk pada 4000 rpm selama 8 jam Inaktivasi pada suhu 70°C selama 5 menit Analisa komposisi kimia
Autolisat kaldu nabati pH diatur menjadi 5 (+NaOH/HCl) 150 g autolisat + formula FAT dan FAC Dipanaskan pada 100°C, 3 jam
Kaldu nabati dengan FAA (Flavor Analog Ayam) Seleksi formula terbaik melalui uji sensori dan analisa komposisi kimia
Kaldu nabati dengan formula FAA terbaik
formula terbaik
Autolisat + komposisi formula terbaik dari A&B pH diatur 4, 4,5 dan 5 (+NaOH/HCl), diaduk 15 menit Dipanaskan pada 100°C, sampling pada 0, 1, 2 dan 3 jam
Kaldu nabati dengan FAA Uji sensori, analisa komposisi kimia dan analisa senyawa volatil dengan GC-MS
Kaldu nabati FAA dengan jenis formula dan kondisi reaksi optimum (jenis senyawa dan kadar komposisi kimia diketahui)
87
Lampiran 15. Peralatan Penelitian
Soxhlet (Soxtec System HT 2 1045)
Destilator SIBATA SI-315
GC-MS Shimadzu QP-2010
Destruktor
Spektrofotometer UV-Visible Hitachi U 2000
Neraca Analitik
Salinometer PCE-028
Kacang Hijau Terfermentasi Rhizopus-C1
Autolisis Kaldu Nabati
Autolisat Kaldu Nabati
Proses Flavoring Skala Laboratorium
Autolisat Kaldu Nabati FAA
88