INDUSTRY N o . 0 3 / Ta h u n I I / 2 0 0 7
Menperin ke Jepang dan Korsel: Hasilkan Kesepakatan & Perbarui Komitmen Jepang dan Korea Selatan, dua negara raksasa ekonomi Asia, memiliki pertumbuhan ekonomi dan kemajuan industri yang sangat fantastik. Tak heran, banyak negaranegara sedang berkembang menjalin kerjasama dengannya, dengan harapan bisa mengambil pelajaran dari kisah sukses kedua negara tersebut. saling mengakomodir kepentingan masing-masing, sehingga akan tercapai suatu kesepakatan yang saling menguntungkan. Selama di sana Menperin juga memberikan presentasi dalam seminar yang diselenggarakan Konsulat Jenderal RI di Osaka. Dalam seminar yang dihadiri sekitar 250 para pengusaha dan investor Jepang itu Menperin menyampaikan mengenai berbagai hal yang terkait dengan kebijakan pengembangan sektor industri manufaktur di Indonesia.
Dalam kaitan itu pula, Menteri Perindustrian Fahmi Idris pada 7-11 November 2006 lalu melakukan serangkaian kunjungan kerja ke kedua negara tersebut. Selama lawatan di sana, banyak hal berkaitan dengan kerjasama bilateral, terutama yang menyangkut bidang industri, berhasil dicapai kesepakatan ataupun diperbarui komitmennya. Seperti misalnya, penyelesaian proyek Asahan dengan pemerintah Jepang. Menperin menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia meminta kepada pihak Jepang agar listrik proyek Asahan yang selama ini digunakan untuk memproduksi aluminium dialihkan untuk kepentingan masyarakat Sumut,
mengingat pada saat ini terjadi kekurangan listrik yang sangat besar di daerah tersebut. Pihak Jepang menyatakan kesediaannya untuk membicarakan lebih lanjut penyelesaian proyek Asahan agar kepentingan kedua belah pihak dapat dicarikan solusinya. Selain itu, Indonesia meminta agar pemerintah Jepang dapat membantu mengembangkan industri petrokimia dan biofuel di Indonesia. Soal ini, pihak Jepang menyatakan dukungannya dan meminta Indonesia menyampaikan proposal yang lebih konkret. Sedangkan mengenai kerjasama IJEPA disepakati bahwa masing-masing pihak, baik Indonesia maupun Jepang, akan
Pusat Administrasi Kerjasama Internasional, Departemen Perindustrian
MENU EDISI INI
ramelan s
Gayung pun bersambut. Para pengusaha dan investor Jepang itu sangat antusias menanyakan berbagai hal menyangkut komitmen pemerintah Indonesia. Seperti dalam hal perbaikan infrastruktur, sistem perpajakan, dan 1 | FOKUS
Menperin ke Jepang dan Korsel: Hasilkan Kesepakatan & Perbarui Komitmen
3 | KERJASAMA
SIAP (Strategic Investment Action Plan), Jurus Meningkatkan Investasi Jepang ke Indonesia
5 | REGULASI
Tahun 2008, Batas Akhir Pemberlakuan ASEAN Single Window
6 | HEADLINES
Minister of Industry visit Japan and South Korea to Reach Agreement and Strengthen Commitment
8 | OPINI
Kesiapan Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka Menghadapi Globalisasi
9 | KILAS
Program Country Training Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Gambir
10 | PROMOTION
Tenun: Indonesias High Quality Art Product
11 | AT GLANCE
Jordan and India Seek Industrial Cooperation
12 | COOPERATION
Indonesia & Iran Created Joint Committee to Cooperate SMIs Development
No.03/Tahun II/2007
FOKUS... sistem kepabeanan sehingga dapat mendukung investasi Jepang di Indonesia. Lebih dari itu, mereka meminta pemerintah Indonesia memperhatikan pentingnya suatu sistem peringatan dini (early warning system) secara nasional dan sistem teknologi informasi damage system untuk mendukung data nasional dalam hal terjadinya bencana alam, seperti tsunami dan gempa bumi. Sementara dengan kalangan dunia usaha Jepang yang telah menanamkan investasinya di Indonesia didapat beberapa perkembangan menarik, baik dengan kalangan industri elektronik, baja, peralatan pengeboran minyak, maupun industri kecil. Sanyo, misalnya, yang terkenal dengan produk utamanya pompa air, saat ini sedang merancang pompa air yang sekaligus berfungsi sebagai penjernihan a i r b e r s i h . Pe r u s a h a a n y a n g investasinya di Indonesia mencapai sekitar US$ 146 juta dan menyerap tenaga kerja 10.400 orang itu kini tengah mengembangkan filosofi baru GAIA, dimana perusahaan tidak semata-mata mementingkan masalah produk, tetapi juga masalah-masalah lingkungan, energi dan gaya hidup. Lalu, dengan Patlite, yang telah berinvestasi dan memproduksi lampu signal di Indonesia, pihak Depperin dengan Kadin akan memfasilitasi pihak-
pihak pengguna lampu signal, seperti kepolisian, kereta api, dan mobil unit kesehatan, untuk meningkatkan pemakaian lampu signal produk dalam negeri ini. Berikutnya raksasa elektronik Jepang, Panasonic Matsushita, berniat untuk menjadikan Indonesia sebagai production base untuk battery jenis manganese. Perusahaan yang di negara kita memproduksi battery sebanyak 900 juta buah per tahun itu, di masa mendatang akan meningkatkan terus hasil produksinya dengan menambah jenisnya, seperti battery alkaline dan lithium. Sementara dengan Nippon Steel, Indonesia berharap industri baja Jepang itu agar menanamkan investasinya di bidang industri baja khusus (special steel), seperti untuk peralatan migas dan otomotif, yang hingga saat ini masih harus diimpor. Lalu berkaitan dengan industri kecil, kini terbuka peluang bagi perajin batik Indonesia untuk memasuki pasar pakaian kimono Jepang. Hal ini karena motif batik Indonesia pada pakaian kimono sudah lama dikenal oleh masyarakat negeri sakura itu. Tabata Sensyoku Bijyutsu Kenkyu-Syo, perusahaan pakaian jadi tradisional Jepang yang telah berusia 200 tahun siap bekerja sama dengan para perajin batik Indonesia untuk mengembangkan motif batik pada kimono. ramelan s
Hasil di Korea Selatan Tidak jauh beda dengan hasil yang didapat selama lawatan di Jepang, di negeri ginseng itu delegasi Menperin juga berhasil mencapai kesepakatan di beberapa bidang industri, antara lain i n d u s t r i o t o m o t i f, e l e k t r o n i k , perkapalan, dan forum kerjasama industri. Di bidang industri otomotif, Hyundai berencana menjadikan Indonesia sebagai basis produksinya. Hal ini dapat dijadikan sebagai strategi memasuki pasar ASEAN mengingat penjualan produknya di pasar domestik telah mengalami kejenuhan. Di industri elektronik, LG akan membantu Indonesia mendirikan laboratorium uji barang-barang elektronik untuk mencegah masuknya barang-barang palsu. LG Electronic juga akan mempertahankan Indonesia sebagai basis produk, khususnya untuk produk ekspor serta mengembangkan produk-produk berteknologi digital. Di industri perkapalan, perusahaan Korea Sunwoo Merchant Marine (SWMM) telah bersepakat untuk membeli 4 buah oil/chemical tanker berkapasitas masing-masing 16500 DWT dari PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (DKB), dengan total nilai transaksi sebesar US$ 110 juta. Selanjutnya di IKM, Jeil Amethyst Manufacturing, perusahaan Korea yang memproduksi perhiasan dengan batu mulia amethyst akan memberikan pelatihan seputar teknologi pemotongan, pengasahan, dan pembuatan perhiasan kepada para perajin batu mulia di Indonesia. Terakhir, Korea-Indonesia Industry and Technology Cooperation Center (KITC) menyetujui 4 proposal dari 20 proposal proyek yang diajukan oleh Indonesia. Proyek tersebut meliputi pengembangan nickel-sic composite layer coating process, pengembangan tool steel untuk cold forging, pengembangan post-harvest technology untuk sayuran, serta pengembangan dan pemanfaatan bambu untuk arang dan produk sampingan. W
2 | Industry Going Globally
No.03/Tahun II/2007
KERJASAMA...
SIAP (Strategic Investment Action Plan)
Jurus Meningkatkan Investasi Jepang ke Indonesia ramelan s
Jepang merupakan negara sumber investasi yang penting bagi Indonesia. Sejak tahun 1985 hingga 2005 total investasi Jepang di Indonesia mencapai US$20,1 miliar atau kedua terbesar setelah China dengan investasi sebesar US$30,1 miliar.
ke-5 yang dihadiri unsur pemerintah, sektor swasta dan penasehat senior dari kedua negara. Dari 118 tindakan SIAP, sebanyak 64 kegiatan telah selesai atau m e n c a p a i kemajuan berarti dan 6 di antaranya telah dilaksanakan secara memuaskan.
Meski sudah cukup besar nilai investasi tersebut perlu ditingkatkan di masa mendatang sehingga memberikan manfaat bagi perekonomian kedua negara. Karena itulah kerjasama di bidang investasi antara Indonesia dan Jepang perlu ditingkatkan. Dalam kaitan tersebut saat kunjungannya ke Jepang pada 2 Juni 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang Yunichiro Koizumi menyepakati kerangka kerjasama bidang investasi yang dikenal sebagai SIAP (Strategic investment Action Plan). Ada lima hal pokok yang dilakukan dalam kerangka SIAP, yaitu bidang perpajakan, kepabeanan, ketenagakerjaan, infrastruktur dan peningkatan kompetensi industri industri kecil dan menengah. Untuk melaksanakan action plan tersebut telah dibentuk Planning and Coordination Committee (PCC), Advisory Team dan Working Group untuk masing-masing area yang akan memantau implementasi SIAP dan mendiskusikan isu penting lainnya. Departmen Perindustrian sendiri berperan sebagai coordinator working group on competitiveness yang melibatkan sektor terkait yaitu, Kementerian Koordinator Perekonomian, Bapenas, BSN, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Dalam hal ini Departemen Perindustrian telah melakukan langkah konkret di bidang industri otomotif, elektronik dan tekstil.
Hingga saat ini telah disepakati 10 priority action yaitu review ketentuan withholding tax (pajak yang ditahan), dan sistem penarikan pajak, review pajak pertambahan nilai (PPN) dan review ketentuan pergudangan di kawasan berikat. Selain itu peningkatan transparansi administrasi kepabeanan, review UU ketenagakerjaan, simplifikasi prosedur visa untuk kegiatan bisnis, peningkatan infrastruktur terutama infrastruktur kelistrikan, penanggulangan masalah kemacetan di Jakarta terutama di bagian timur Jakarta yang merupakan zona kawasan industri, implementasi kebijakan industri dan penerapan UU Investasi yang baru. Pengembangan 10 langkah prioritas diperlukan agar Indonesia bisa bersaing dengan negara ASEAN lainnya dalam menarik investasi dari Jepang. Saat ini Indonesia masih kalah dibanding negara ASEAN lainnya seperti Thailand dalam menarik investasi Jepang. Selama tahu 2005 investasi Jepang ke Indonesia mencapai US$311 juta sedang investasi Jepang ke Thailand mencapai US$1.2 miliar. Pada tanggal 6 November 2006 telah diadakan petemuan tingkat Planning and Coordination Committee Meeting
Perkembangan kegiatan SIAP akan dilaporkan kepada Presiden RI dan Perdana Menteri Jepang oleh Menteri Perdagangan RI dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia. Pelaksanaan SIAP dan proses monitoring melalui PCC sendiri akan dikordinasikan oleh Menko Perekonomian. Manfaat bagi Indonesia Indonesia berharap dengan adanya SIAP hubungan ekonomi dan perdagangan antara Indonesia dan Jepang semakin meningkat. Dengan adanya SIAP diharapkan masalahmasalah yang mengganggu investasi seperti masalah perpajakan, kepabeanan, ketenagakerjaan infrastruktur dan daya saing bisa diatasi sehingga iklim investasi di Indonesia semakin membaik. Selain itu melalui SIAP juga diharapkan agar investasi Jepang ke Indonesia meningkat secara signifikan dalam 5 tahun ke depan. Agar kerangka kerja sama melalui SIAP bisa terlaksana dengan baik diperlukan komitmen yang besar dari kedua negara. Indonesia perlu bersungguhsungguh melaksanakan action plan yang telah disepakati, sedang Jepang perlu terus mendorong investornya untuk menanamkann investasinya di Indonesia. W Industry Going Globally | 3
No.03/Tahun II/2007
KERJASAMA...
Indonesia-Iran Bentuk Join Committee Untuk Kerjasama Pengembangan IKM dok djikm
berperanserta dalam pengembangan desain dan teknologi ini. Selanjutnya, kedua pihak juga sepakat untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan layanan konsultasi. Untuk ini, mereka sepakat untuk saling transfer informasi, menggelar seminar, menyelenggarakan training dan diskusi bisnis maupun saling mengadakan kunjungan. Indonesia mengusulkan ISIPO dan para pebisnis Iran mengunjungi Pusat Riset dan Pengembangan Tekstil di Bandung.
Industri kecil dan menengah (IKM) di Iran dan Indonesia memainkan peranan yang penting di dalam pembangunan ekonomi, dimana ia telah memberikan kontribusi yang besar bagi penciptaan lapangan kerja, penyebaran distribusi pendapatan dan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Untuk mempromosikan dan memperkuat IKM, kedua negara berusaha untuk melakukan kerjasama ekonomi dan perdagangan yang lebih erat dalam bentuk aksi konkret. Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan MoU kerjasama IKM antara Menteri Industri dan Pertambangan Iran dengan Menteri Perindustrian Indonesia di Bali pada 10-11 Mei 2006 lalu, maka dibentuk Joint Committee (Komisi Bersama) pertama di Teheran Iran pada 10-12 September 2006 lalu. Di dalam komisi ini kedua pihak merancang action plan dengan maksud untuk melaksanakan beberapa bidang kerjasama yang telah disepakati bersama. Pada pertemuan Joint Committee I ini delegasi Iran dipimpin oleh Dr. Mohamamad Reza Notash, Deputi Menteri /CEO ISIPO (Iran Small Industries and Industrial Parks Organization), sementara delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Sakri Widhianto, Deputi Menteri/Direktur 4 | Industry Going Globally
Jenderal IKM Depperin. Kedua delegasi saling memaparkan pengalamannya di dalam membangun IKM dan sepakat untuk saling tukarmenukar pengalaman di dalam mengelola dan mendukung IKM. Pihak Iran akan memberikan informasi tentang pengalamannya dalam mendesain dan mengelola kawasan industri, teknologi dan klaster. Sementara Indonesia akan memberikan informasi mengenai model subkontraktor. Dalam hal ini kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan seminar di Iran pada April 2007 mendatang. Seminar ini akan memberikan peluang yang besar bagi IKM kedua pihak untuk mengambil manfaat dari praktek di masing-masing negara. Kesepakatan Lain Kedua delegasi juga sepakat berbagi informasi mengenai peraturan dan regulasi yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi maupun informasi pasar melalui akses website masing-masing. Lebih dari itu, kedua pihak akan memulai kerjasama yang lebih erat dalam hal pengembangan riset, desain, standar dan teknologi. Mereka akan mengajak sektor swasta untuk
Kedua delegasi juga sepakat untuk saling tukar-menukar pengalaman dalam pengembangan kawasan industri dan klaster. Pihak Iran menjelaskan pengalaman suksesnya di dalam mendesain, mensupervisi dan mengembangakan kawasan industri, teknologi dan klaster di negaranya. Sedang Indonesia menjelaskan tentang pengalamannya di dalam mengembangkan kawasan industri di Batam. Untuk hal ini kedua belah pihak sepakat untuk menggelar seminar di Indonesia pada pertemuan Join Committee II. ISIPO akan mengirim para pakarnya ke Indonesia untuk menghadiri seminar tersebut. Kemudian, kedua delegasi juga bersepakat untuk mengimplementasikan usaha bersama dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi serta kawasan/pusat teknologi. Untuk ini kedua pihak sepakat untuk kerjasama di dalam pengembangan pusat inkubator, pusat IT, ekspor software, dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Mereka juga sepakat untuk saling bertukar informasi melalui website dan media mereka masing-masing. Walhasil, untuk mematangkan dan menindaklanjuti hasil-hasil dari pertemuan di Teheran ini mereka bersepakat untuk mengggelar pertemuan Joint Committe kedua di Jakarta pada Juni 2007 mendatang. W
No.03/Tahun II/2007
REGULASI...
Tahun 2008, Batas Akhir Pemberlakuan ASEAN Single Window google.com
Ide Awal ASW Ide menciptakan ASW berawal dari hasil pertemuan kepala-kepala negara ASEAN di Bali yang menghasilkan The Declaration of Asean Concord II (Bali Concord II) pada Oktober 2003. Para pemimpin ASEAN waktu itu sepakat untuk membuat suatu sistem yang terintegrasi. Dalam pertemuan ini semua negara ASEAN setuju memberlakukan satu sistem dalam upaya menangani kegiatan ekspor/impor.
Tahun depan adalah batas akhir bagi enam negara ASEAN Brunei , Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand dan Filipina untuk dapat memberlakukan ASEAN Single Window (ASW) di negaranya masing-masing. Hal ini sesuai kesepakatan semua Menteri Ekonomi ASEAN di Kuala Lumpur pada akhir Desember 2005 silam.
Dengan ASW negara-negara ASEAN akan dapat untuk meningkatkan kinerja pelayanan kepabeanan berdasarkan pada pendekatan supply chain management, seperti mempersingkat proses dan prosedur kepabeanan untuk efisiensi perdagangan yang diinginkan dan untuk menekan biaya serta menciptakan daya saing yang positif di kawasan Asia Tenggara.
Pelaksanaan ASEAN Single Window di negara anggota perhimpunan Asia Tenggara itu sangat penting karena dimaksudkan untuk mendukung percepatan integrasi ekonomi ASEAN pada 2010, serta merupakan bentuk bagian dari kerangka kerja perjanjian ASEAN mengenai prioritas integrasi di 11 sektor.
Manfaat utama yang dirasakan oleh negara anggota ASEAN dengan adanya ASW ini adalah kecepatan dalam proses pengeluaran dan pemasukan barang, dimana prioritasnya adalah untuk menekan biaya dalam pelaksanaan perdagangan di kawasan ASEAN.
Perjanjian yang ditandatangani semua menteri ekonomi ASEAN di Kuala Lumpur Convention Centre itu menyebutkan setiap negara ASEAN dapat mendirikan ASEAN Single W indow paling lambat 2008. Sementara untuk Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Laos diberi batas toleransi hingga 2012. Para menteri ekonomi ASEAN yang hadir dalam pertemuan informal itu menandatangani sejumlah dokumen berkaitan dengan kerjasama ASEAN bidang kepabeanan, standarisasi dan perdagangan jasa.
Dengan adanya kerja sama antar institusi kepabeanan di kawasan ASEAN, maka akan menghasilkan suatu standar dan prosedur kepabeanan yang mengacu pada standar internasional. Tapi perlu diingat, ASW bukan hanya untuk program kepabeanan saja tetapi juga menyangkut sektor lain. Contohnya, ASW juga memerlukan kerjasama antar lembaga terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Kementerian lainnya dengan institusi kepabeanan ASEAN.
Dari Bali Concord II, kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuanpertemuan berikutnya. Dan pada pertemuan yang ke-7 di Filipina diterjemahkan apa saja yang perlu disiapkan untuk ASW. Namun demikian, sebelum melaksanakan ASW, masing-masing negara harus lebih dahulu memiliki National Single Window (NSW). Saat ini, sistem penanganan dan pelayanan lalu lintas barang belum seluruhnya dilakukan secara elektronik. Yang sudah melakukan secara elektronik baru Ditjen Bea Cukai, Pelindo dan beberapa perusahaan (pelayaran). Namun sistem ini juga belum terintegrasi (stand alone system). Selama ini terlalu banyak instansi pemerintah dan swasta yang terkait dengan ekspor/impor, terutama instansi yang menerbitkan perizinan ekspor/ impor (Government Agency/GA). Indonesia memiliki lebih 30 GA, sehingga sangat perlu dibangun integrasi sistem secara nasional. Di negara manapun, Bea Cukai melaksanakan sistem pelayanan utama. Jadi, kelak semua instansi yang terkait atau GA, harus memiliki sistem yang konek dengan BC. Dengan demikian, departemen terkaitnya nyantol dengan NSW. Hanya melalui NSW ini nantinya semua kegiatan perdagangan baik ekpor/impor atau yang berkaitan dengan perizinan bisa dikerjakan dengan cepat dan cermat. W Industry Going Globally | 5
No.03/Tahun II/2007
HEADLINES...
Minister of Industry visit Japan and South Korea to reach agreement and strengthen commitment Japan and South Korea are major economic players in Asia. They have fantastic economic growth and strong industrial development. Therefore it is not surprising that many developing countries wish to pursue good relations with the two countries. They hoped to learn something from Japan and South Korea to develop their countries. Thus in this context, Minister of Industry Fahmi Idris visited Japan and South Korea. The visit was held from November 7 until November 11, 2006. During the visit, the minister has reached agreement on bilateral relation in industrial sector. The visit also has succeeded in strengthening the commitment between the two countries. During the visit, the minister asked Japan to channel power supply from the Asahan project to the people in North Sumatera which is currently experiencing deficiency. Responding to the demand, Japan said it would thoroughly discuss the request. Japan has promised to find a solution which will benefit both sides. Besides that, minister Fahmi Idris also asked Japan to develop petrochemical and bio-fuel plants in the country. Japan agrees to the proposal and ask Indonesia to submit detail and concrete proposal for the projects.
pay attention to the ministers explanation. They welcome Indonesian government effort to improve infrastructure, streamline licensing producers and revamp tax system and custom procedures. The initiative will help Japanese companies who operate in Indonesia. They also support the government effort to develop early warning system to detect the occurrence of natural disasters such as tsunami and earthquake. The system will help the government handle the disaster. During the seminar, the minister briefed the businessmen that Japans investment in Indonesia is rising. Japans investment in electronic, steel and oil drilling shows a rising trend. As an example, Sanyo which is known as the manufacturer of water pumping
machines is now designing a pumping machines which can also function as purifying equipment. The company which has invested up to US$146 million of funds and employs 10,400 people in Indonesia is now adopting the so called GAIA philosophy. Based on the philosophy, the company not only produces high quality products but also take into account environment and lifestyle. With Patlite, signal lamp producer, Ministry of Industry and the Indonesian Chamber of Commerce (KADIN) will encourage Indonesian consumers such as National Police, Railway operator and health mobile unit to use domestic signal lamp. Meanwhile, Japanese electronic giant such as Panasonic Matsushita plans to use Indonesia as production base for the manganese battery. The
Regarding the Indonesia Japan Economic Partnership (IJEPA), Indonesia and Japan have agreed to accommodate the interests of the both sides so that the economic partnership will bring benefit to both sides. During his visit to Japan, Minister of Industry Fahmi Idris attended a seminar organized by Indonesian consulate general office in Osaka. At the seminar, attended by 250 businessmen from Japan, the minister unveiled the government policies to develop industrial sector. The Japanese businessmen seriously ramelan s
6 | Industry Going Globally
No.03/Tahun II/2007
company which produces 900 million units of battery per year intends to increase production of alkaline and lithium battery in Indonesia. With Nippon Steel, Indonesia expects the company to invest in the production of special steel such as the steel for automotive and oil and gas sectors. Indonesia currently has to import the product from other countries. Further cooperation is set up with Tomoe, producer of mechanical valve. The company currently produces 600,000 units of valves per year and plan to increase production to 3 million units in 2010. Local content of the product currently reached between 10% and 80%. Labor force will also increase from 100 currently to 400 in 2010. In the medium and small industry, Japan has agreed to open its market for Indonesian batik product. In this case Indonesian batik producer will make kimono using batik as material. The Kimono batik has been very well known in Japan. Tabata Sensyoku Bijyutsu Kenkyu-Syo, major producer of traditional cloth in Japan has set up cooperation with batik makers in Indonesia to develop Kimono batik for Japanese market. The South Korean Visit Like in Japan, Minister of Industrys visit to South Koreas was also used to strengthen relation between the two countries. During the visit, the minister also has signed agreement on cooperation with the country such as
ramelan s
automotive, electronic and ship building. In the automotive industry, Hyunday plans to use Indonesia as production of its car. Hyunday will use Indonesia as an entry gate to penetrate South East Asian Market considering that domestic market in South Korea is saturating. In electronic industry, LG will help Indonesia set up testing laboratory for electronic product to prevent the influx of fake electronic product. LG is also committed to maintain Indonesia as its manufacturing base particularly for the digital products. In ship building industry, South Korean ship builder Korea Sunwoo Merchant Marin (SWMM) has agreed to build 4 oil/chemical tankers from Indonesian ship building company PT Dok Dan
Perkapalan Koja Bahari. Each of the tanker will have16,500 DWT. Transaction of the four tanker reached US$110 million. In jewelry industry, Jeil Amethyst Manufacturing, South Korean jewelry specialist, will give training on jewelry production to Indonesian jewelry makers. The training is focused on skills of scraping, sharpening and the making of jewelry. The last cooperation is IT sector, I his case Korea-Indonesia Industry and Technology Cooperation Center (KITC), has agreed on four proposed cooperation. The cooperation involve nickel-sic composite layer coating process, development of tool steel for clod forging, post harvest technology for vegetable and development of bamboo for charcoal and other products. W
GLOSSARY Preferential Trade Agreement: Kesepakatan dagang untuk memberikan perlakuan khusus kepada partner dagang baik berupa tarif bea masuk yang rendah maupun kuota pembelian. PTA biasanya dilakukan antar negara yang terikat dalam Free Trade Agreement atau blok dagang seperti Uni Eropa, North America Free Trade Area (NAFTA) maupun AFTA (ASEAN Free Trade Area). Early Harvest Program: Kesepakatan dagang antara dua negara, dimana masing-masing negara menyepakati percepatan penurunan tarif untuk produk-produk tertentu, seperti produk pertanian dan produk hasil industri. EHP merupakan embrio dari kesepkatan Free Trade Agreement (FTA) yang lebih luas.
Industry Going Globally | 7
No.03/Tahun II/2007 dezet
OPINI...
Kesiapan Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka Menghadapi Globalisasi Oleh Ansari Bukhari Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Depperin Industri yang berada dalam pembinaan Ditjen ILMTA seperti industri logam, permesinan, tekstil dan aneka terutama industri alas kaki, merupakan industri yang sudah lama berada di Indonesia. Sejak dimulainya pembangunan nasional pada awal 1970 an industri tersebut sudah ada di negeri kita. Seiring berjalannya waktu terjadi perubahan-perubahan baik pada tingkat nasional maupun global.
bagus. Mereka mempunyai ketrampilan yang bisa diandalkan. Selain itu bahan baku juga banyak tersedia di dalam negeri. Peluang pengembangan industri sepatu semakin besar dengan dikenakannya tindakan anti dumping terhadap produk sepatu asal China dan Vietnam oleh Uni Eropa. Peluang ini harus kita manfaatkan untuk mengisi pasar yang sebelumnya diisi oleh produsen China dan Vietnam.
Permasalahan yang kita hadapi sekarang, kalau kita ibaratkan sebuah kurva, titik optimal industri-industri di atas sudah terlewati dan saat ini pada kurva menurun. Meski demikian industri tersebur masih bisa didorong untuk masuk pada siklus yang kedua karena pada dasarnya industri industri diatas tidak akan hilang.
Sama dengan industri lain, industri logam mempunyai potensi besar. Ke depan kebutuhan baja semakin tinggi, bukan hanya untuk sektor konstruksi, tetapi juga untuk produk spesial, seperti otomotif, elektronika, dan permesinan.
Peluang Pengembangan Industri logam, permesinan, tekstil dan industri alas kaki sangat potensial dikembangkan di Indonesia. Industri tekstil, misalnya terus berkembang, baik dari jenis, kualitas, maupun volumenya. Hal ini tergambar dari perkembangan nilai produksi maupun dari nilai ekspornya yang terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 ekspor kita mencapai US$ 8,5 miliar sampai Oktober tahun ini sudah meningkat menjadi US$ 9,40 miliar dan pada tahun 2009 kita harapkan akan meningkat menjadi US$ 11,8 miliar. Dalam 5 tahun ke depan tenaga kerja yang terserap pada industri tekstil mencapai 400 ribu. Untuk industri alas kaki dulu kita pernah menjadi pemain yang besar di dunia sekarang merosot keposisi 13. Tapi bukan berarti kita tidak bisa kembali ke posisi sebelumnya karena banyak faktor yang mendukung. Industri alas kaki adalah industri padat karya dan kita punya tenaga kerja yang sangat 8 | Industry Going Globally
Untuk industri permesinan peluang pengembangannya sangat besar. Perkembangan kebutuhan industri ini meningkat sangat besar tetapi kemampuan industri dalam negeri masih relatif kecil. Ekspor barang modal dan mesin kita hanya mencapai US$ 1,8 miliar per tahun sedang impornya lebih dari US$ 9,1 miliar pada tahun 2006. Masalah dan Pemecahannya Dalam pengembangan industri tekstil, logam, mesin dan alas kaki terdapat berbagai masalah yang harus diselesaikan. Untuk industri tekstil masalah yang dihadapi adalah sebagain besar industri kita menggunakan teknologi yang ketinggalan, yang telah dipakai lebih dari 20 tahun untuk itulah kita dorong agar industri kita memperbaharui teknologi dan mesin-mesinnya sehingga bisa menghasilkan produk yang berkualitas. Untuk industri logam, masalah yang dihadapi adalah ketergantungan kita pada bahan baku impor. Saat ini keseluruhan bahan baku untuk baja yang berupa pelet harus kita impor dari
luar negeri. Kalau kita bisa membangun industri bahan baku maka struktur industri baja kita menjadi semakin kuat. Kita melihat ada potensi bijih besi yang ada di beberapa daerah seperti Kalimantan, Jawa, Sumatera dan Papua yang bisa diolah menjadi pelet. Untuk industri sepatu masalah yang dihadapi adalah ketergantungan pada prinsipal seperti Adidas, Nike dan Reebok. Untuk mengatasi hal tersebut kita harus mendorong munculnya brand lokal sehingga ketergantungan pada prinsipal bisa dikurangi. Untuk industri permesinan masalah yang dihadapi adalah kurangnya daya tarik untuk mengembangkan industri ini di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah kebijakan kita menurunkan bea masuk untuk impor mesin dan barang modal hingga mencapai 0%. Selain itu kita masih membuka impor mesin bekas. Tahun depan kita akan melarang impor mesin bekas. Selain itu kita juga akan lihat bagaimana struktur tarifnya untuk memproteksi industri permesinan di dalam negeri. Persaingan Global Pesaing kita untuk industri tekstil, logam mesin dan alas kaki yaitu negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan di luar ASEAN seperti China dan India serta negara yang lebih maju seperti Korea dan Jepang. Dengan China saat ini kita masih kalah jauh terutama untuk industri tekstil. Untuk industri permesinan dan industri yang padat teknologi kita masih kalah dengan Thailand dan Singapura. Jadi kita harus mengembangkan industri yang berbasis sumber daya alam, karena comparative advantage kita ada di situ. Jadi jangan terlalu berharap akan bersaing di teknologi karena persaingan sangat cepat. W
No.03/Tahun II/2007
KILAS...
Geliat Program SENADA SENADA yang merupakan program peningkatan daya saing Indonesia, hasil kerjasama USAID dan Departemen Perindustrian, kiprahnya makin menggeliat saja. Selama tahun 2006 berhasil dilakukan pembinaan pada perusahaan-perusahaan di 3 klaster industri, yakni industri alaskaki, teknologi informasi, dan komponen otomotif. Sebanyak 77 perusahaan yang sebelumnya mengalami permasalahan di bidang manajemen berhasil dilakukan pembinaan. Fokus utama pembinaan antara lain menyusun Stategic Action Plan (SAP), pelatihan dan konsultasi di bidang marketing, operasional dan keuangan. Selain itu, selama 2006 SENADA berhasil membuka kantor Perwakilan Regional (Regional Competitiveness Center/RCC) di 5 kota, yakni Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan dan Bandung. Lebih dari itu, Departemen Perindustrian berkoordinasi dengan Bappenas dan Sekretariat Negara telah memfasilitasi pembelian 5 unit kendaraan Toyota Kijang Innova untuk meningkatkan mobilitas proyek SENADA di 5 kantor RCC tersebut. Di tahun 2007 SENADA berencana memperluas pengembangan 3 klaster lainnya, yaitu garmen, furnitur, dan keramik, serta membuka kantor RCC baru di Makassar dan Yogyakarta. Program senilai US$ 22 juta yang hendak dilaksanakan hingga tahun 2009 itu, dengan target utama berkembangnya 6 klaster industri mencakup 500-700 perusahaan di bawah naungan Departemen Perindustrian tersebut agaknya tingkat keberhasilannya tinggal menunggu waktu saja. W
Program Country Training Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Gambir Pusakin Depperin bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Badan Riset dan Standarisasi Industri Padang menggelar kegiatan Country Training (Pelatihan di Daerah) tentang upaya peningkatan kualitas dan produktivitas komoditi gambir pada 16-19 Januari 2007 di Padang.
google.com
Training dihadiri oleh para peserta yang dinominasikan perusahaannya dengan kualifikasi antara lain minimal lulusan SLTP, berusia tidak lebih dari 30 tahun, kondisi kesehatan baik, dan lolos seleksi panitia. Materi yang disampaikan meliputi penggunaan gambir di industri farmasi, prospek ekspor gambir mentah dan produk diversifikasinya, problem teknologi gambir, rekayasa model dan prosesing pengambilan ekstrak/sari gambir, standarisasi mutu gambir dan lain-lain. Alasan pengambilan lokasi di Padang karena gambir merupakan salah satu komoditi ekspor potensial provinsi Sumataera Barat yang tersebar di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Pesisir Selatan. Memiliki area tanaman gambir seluas 15.000 hektar atau hampir 85% dari seluruh area gambir yang ada di Indonesia. Kebutuhan gambir dunia mencapai 160.000 tons pada tahun 1997, dimana 80% nya berasal dari Indonesia dan sebagian besar berasal dari Sumatera Barat. Indonesia adalah negara pengekspor gambir terbesar di dunia. Mayoritas produk gambir Sumbar diekspor ke India, Pakistan, Singapore, Bangladesh, Taiwan, Malaysia, dan sebagian kecil ke Jepang. Kondisi ini selayaknya memberikan keuntungan bagi petani gambir. Namun kenyataannya, nilai tambah yang didapat para petani sangat kecil. Hal ini disebabkan beberapa faktor, pertama, kualitas gambir yang diproduksi petani tidak seragam, baik itu warnanya maupun bentuknya. Alhasil, gambir yang ada tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas gambir yang diproduksi menjadi semacam itu, seperti usia daun gambir, proses, dan peralatan yang digunakan. Kedua, kekuatan pasar petani gambir sangat lemah disebabkan sistem broker. Akibatnya, keuntungan lebih besar justru diperoleh para broker atau eksportir dibanding petani sendiri. Hingga kini pasar ekspor gambir masih dikuasai pasar broker yang ada di India maupun Singapore. Selain itu, gambir asal Indonesia selalu mendapat komplain dari para buyer karena tidak ada konsistensi dalam hal kualitas produksinya. Dalam perdagangan internasional, kualitas gambir tergantung pada kandungan catechin. Gambir Indonesia rata-rata memiliki kandungan catechin rendah antara 30%-70%, padahal yang dipersyaratkan adalah minimum 60% untuk kualitas I dan 50% untuk kualitas II. Di samping problem di atas, sampai sekarang komoditi gambir masih diekspor dalam bentuk bahan mentah. Agar bisa memberikan nilai tambah maka diperlukan produk divesifikasinya. Salah satunya adalah memproduksi gambir murni kualitas tinggi dengan kandungan catechin lebih dari 90%. W
Industry Going Globally | 9
No.03/Tahun II/2007
PROMOTION...
Tenun: Indonesias High Quality Art Product dok djikm
Tenun, or woven cloth, is an indigenous art product of Indonesia. It can be found in almost all regions in the country. Indonesian people acquire the skill of making tenun from their ancestors hundreds of years ago. Despite the strong presence of manufactured textile products, tenun remains a favorite product in several regions in Indonesia such as West Nusatenggara, West Java and South Sulawesi. In West Nusatenggara province, tenun production is concentrated in Ende regency. The regency is known for its Tenun Ende Lio. To produce a Ende Lio tenun, cotton is spun into thread and the thread is then woven into the tenun. Ende Lio Tenun is mostly made by women who live in coastal area of Ende. In west Java, tenun production is located in Majalaya regency where about 150 small scale industries are involved in the tenun business. They use traditional woven equipment to process cotton into tenun. In South Sulawesi, tenun production is concentrated in the regencies of Wajo, Mandar and Polewali were thousands of residents are involved in the production of silk tenun. Using traditional equipment they wave the silk into final products such as silk coat, sarong, and scarf. Investment in silk tenun in South Sulawesi reaches Rp5,5 billion while sales reach Rp11.6 billion, according South Sulawesi Industry and Trade Office. The raw material for the silk tenun, which is silk worm, comes from the neighboring regency of Sopeng where thousands of residents cultivate silkworm. Silkworm cultivation area in Sopeng reaches 1,000 hectares or 25% of total cultivation area in South Sulawesi which reaches 4,000 hectares. South Sulawesi has the biggest acreage of silkworm cultivation followed by West Java with 2,000 hectares of cultivation area. Silk worm production in South Sulawesi reaches 10 | Industry Going Globally
260,000 kilogram per year while silkworm production in West Java reaches 65,000 kg. Tenun has potentials to be developed in Indonesia. According to data from the Ministry of Industry there are 160,000 tenun industries in Indonesia employing more than 347,000 people. The business generates business valued at Rp3.4 trillion per year. Due to its big potential the government has planned to encourage the development
of tenun industry in Indonesia. Director General of Small and Medium Scale Industry, Ministry of Industry Sakri Widhianto said the government will help tenun industries improve their design so that they can make better products. The government will also help improve the management of the industries. By improving the design and management it is expected that tenun industry will develop so that it can give greater contribution to the national economy. W
Agenda JADWAL SIDANG / PERTEMUAN BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 (TENTATIVE) NO A.
B. C. D.
NAMA SIDANG/PERTEMUAN ASEAN AANZ-8 AITNC ke-16 ROO TF ke-20 CCCA ke-44 ASEAN-CHINA TNG ke-28 ASEAN-CHINA TNC ke-26 SEOM 2/38 & Concultation SEOM-MOFCOM SEOM-METI SEOM-ROK SEOM+3 SEOM-INDIA SEOM-CANADA SEOM-CER (Australia-New Zealand) SEOM-ERIA Representatives Meeting ASEAN KOREA AKTNC ke 17 CCS ke-50 BILATERAL TNC Indonesia-Pakistan ke-3 MULTILATERAL GSTP Putaran ke-3 Sidang D-8 Ke-8 HLTO APEC Senior Official Meeting II
TEMPAT
WAKTU
Wellington, NZ tbc Manila, Philipina Manila, Philipina Manila, Philipina Manila, Philipina Manila, Philipina Manila, Philipina Manila, Philipina Manila, Philipina Manila, Philipina Manila, Philipina Manila, Philipina Manila, Philipina Manila, Philipina Seoul, Korea Seoul, Korea Manila, Philipina
4-9 Maret 20 23 Maret 19-21 Maret 22 24 Maret 24 26 Maret 24 26 Maret 27 29 Maret 30 Maret 30 Maret 30 Maret 30 Maret 31 Maret 31 Maret 31 Maret 31 Maret 9-13 April 10-13 April 9-12 April
Islamad, Pakistan
12-13 Maret
Geneva, Swiss Islamad, Pakistan
28 Feb-1Maret 9-11 April
Adelaide, USA
16-24 April
No.03/Tahun II/2007
AT GLANCE...
Vietnam & Lao Ink Deal on Industrial Cooperation Vietnamese Industry Minister Hoang Trung Hai and Lao Energy and Mining Minister Bosaikham Vongdara signed in Hanoi on Sept. 30 a memorandum of understanding on cooperation in industrial development. The two sides agreed to cooperate in developing the electricity sector; exploring, exploiting and processing coal and minerals in Laos, particularly at potassium mines in central Laos. The two sides will focus on the construction of Xekaman 3 hydro-power plant, which has started and is scheduled to complete in 2009. Vietnam and Laos will continue other hydro-power projects and build power transmission lines, including those from Xekaman, and Attopeu of Laos to Da Nang and Pleiku of Vietnam. The Lao ministry also asked for Vietnam's assistance in training managers for energy, mining and information technology sectors. W google.com
ECO Resolves to Boost Industrial Cooperation The 3rd Economic Cooperation Organization (ECO) Ministerial Meeting on Industry underlined on November 30, 2006, the importance of enhancing cooperation among member states at bilateral and multilateral levels for efficient interaction and exchange of knowledge and experience and resolve to consider developing conducive environment and appropriate mechanisms. The meeting, which considered the Draft Statute of Regional Institute of Standardisation, Conformity Assessment, Accreditation and Metrology (RISCAM), agreed that the headquarters of the central secretariat and Conformity Assessment Board would be set up in Tehran. The standardisation and Accreditation Board will be located in Turkey while the Meteorology Board in Kazakhstan. It also decided to form a Task Force comprising Iran, Kazakhstan, Pakistan and Turkey with a view to working out statutes of the headquarters and central secretariat. The task force will convene a meeting in January 2007 in Turkey and complete its tasks in 17th meeting of Regional Planning Council on February 18-22, 2007 at Tehran. The ministerial meeting also discussed the draft plan of action on establishment of ECO Technology Centre which will facilitate technical cooperation and transfer of technology including licensing among member states. W google.com
China & Findland Develop Industrial Cooperation The Twelfth Joint Session under the Scientific and Technological Cooperation Agreement between Finland and China was arranged in Beijing in May 2006, under the leadership of Shang Yong, the Vice Minister of MOST. The Finnish side was chaired by Erkki Virtanen, the Permanent Secretary of the Ministry of Trade and Industry. Finland and China have been co-operating intensely over technology issues since 1986, when the countries signed a Scientific and Technological Co-operation Agreement. The Sessions, held at two-year intervals, review the implementation of agreed projects, agree on new major technological and economical focus areas as well as promoting action and measures. As well as Chinas vigorous economic growth, Finns are interested in the countrys rapidly advancing technological expertise. Enabled by the bilateral technology co-operation with China, Finland will have the opportunity to take advantage of ever intensifying globalisation in the best possible way. Environmental technology, nanotechnology and health technology are examples of areas covered by Finnish-Chinese bilateral co-operation. Currently more than 70 listed co-operation projects are underway. W Industry Going Globally | 11
No.02/Tahun I/2006
COOPERATION...
Indonesia & Iran Set up Joint Committee to Cooperate SMIs Development google.com
Small and Medium Industries (SMIs) in Iran and Indonesia play an important role in economic development as they give great contribution to the job creation, expand income distribution and improve economic welfare to society. To promote and strengthen the SMIs, especially in line with the efforts of both countries to establish closer trade and economic cooperation, both parties need to determine concrete actions to implement SMIs cooperation. To follow up the signing of the MoU on SMIs Cooperation between Ministry of Industry and Mines, Islamic Republic of Iran and Ministry of Industry, Republic of Indonesia, in Bali on 10-11 May 2006, the 1st joint committee was held on 10-12 September 2006 in Tehran, Iran. In this committee, both parties have set up an action plan with the intention too axecute some areas of cooperation agreed during the mentioned meeting. In the 1st Joint Committee meeting, Dr. Mohammad Reza Notash, Deputy Minister/CEO of Iran Small Industries and Industrial Parks Organization (ISIPO) led the Iranian delegation. And Mr. Sakri Widhianto, Deputy Minister/ Director General of Small and Medium Industry, led the Indonesian delegation. Both delegations axplained their experiences about the development of SMIs and agreed to exchange experiences on managing and supporting of SMIs. Iranian side will provide further information on the experiences in designing and managing industrial estates, technology parks and cluster. And Indonesia side will provide information on models of subcontracting. In this regard, both delegations agreed to hold the seminar by the end of April 2007 in Tehran, Iran.This seminar will provide great opportunities for SMIs to gain benefits from the practices. 12 | Industry Going Globally
Other Deal Both delegations agreed to share information regarding rules and regulations related economic development as well as market information by accessing each other website. Both delegations restated their willingness to cooperate closely in standard, research, design and technology development. They amphasized the important role of standard and conformity assessment to support trade and investment between two countries and participant of private sector to deal with design and technology development. Both side discussed the experiences in their respective countries and emphasized on the importance of capacity building of human resources and consultancy services. They agreed on transferring information, holding seminars, conducting training courses and commercial discussions as well as visiting of each other centers. In this regard, Indonesia side proposed ISIPO and Iranian business persons to visit Textile R & D Center in Bandung. Both side agreed to exchange experiences on industrial estate and cluster development. Iranian side explained about successful experiences in designing, supervising and developing industrial estate, technology parks and clusters around the country. Indonesia side explained about the experiences of developing industrial zone in Batam area. In this regard, they agreed to arrange a seminar in Indonesia during the 2nd Joint Committee meeting. For this purpose, ISIPO will send experts to Indonesia to attend the above seminar. They also agreed to implement joint efforts for developing information and communication technology (ICT) and
technology parks. Regarding ICT, the agreed to cooperate in the field of Incubator Centers, IT Parks, Software Export and ICT development in the rural areas. Finally, to follow up the results of that meeting in Tehran both delegations agreed to hold the 2nd Joint Committee meeting in June 2007 in Jakarta. W INDUSTRY
Pemimpin Umum : Agus Tjahajana Pemimpin Redaksi : Ramelan Subagyo Dewan Redaksi : A. Riyanto, Euis Saedah Anggota Dewan Redaksi : Mediarman, Hamzah, Dani Rudiawan Sekretaris Redaksi : Riris Marhadi Tata Usaha : Tatang Hidayat, Tri Sopandi, Purwina, Sukiman Diterbitkan oleh : Pusat Administrasi Kerjasama Internasional, Departemen Perindustrian Alamat Redaksi : Gedung Depperin, Lt.4 Jl. Gatot Subroto Kav.52-53, Jakarta Telp./Fax.: (021) 525 1438, 525 5509 Redaksi menerima artikel, naskah dan foto, serta berhak menyuntingnya tanpa mengubah isi.