/ I DO ESIA
PERA.IRA
.~-~~ -
~
. '"
,
.
"-
"
.~.'
f - ., ~.,
,.
~
\ ..
.~"'-. I
# ,
,
"
fi'~/~;;F'O)" "
. -,,
~,
~
lEJ'v\BAGAIlMU PENGETAHUAN INDONESIA
, PROYEK PENELITIAN PUSAT
PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN
OSEANOLOGI
DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAUT
JAKARTA 1988
IKAN HIAS INDONESIA DAN KELESTARIAN
TERUMBU KARANG 1) oleh M. HUTOMO 2), SUHARSONO 2) dan S. MARTOSEWOJO 2) ABSTRAK Berbicara mengenai ikan hia~ Iaut tidak akan lepas dari terumbu karang yang menjadi habitatnya. Di antara negara-negara di wilayah Indo-Malaya, Indonesia mempunyai \mayah terumbu kanng paling Iuas. Karena itu wajar bahwa perairan Indonesia mengandung potensi sumberdaya ikan hias Iaut yang paling besar juga. Hasil-hasil penelitian telah menunjukkan hal tersebut eli atas, tetapi di antara negara-negara Asia Tenggara, aktivitas perdagangan ikan hias iaut Indonesia jauh lebih kedl dibanding FiIipina dan Singapura. Fakta tersebut memperlihatkan Dahwa potensi lIli belum dimanfaatkan secara maksimal. . Kondisi terurnbu karang dengan kornunitas ikan mempunyai hubungan yang era!. Dalam rnakalah ini, beberapa telaah kasus di beberapa wiJayah Indonesia mengenai hubungan tersebut dikemukakan. Kondisi umum terumbu karang saat ini dipertelakan. Beberapa aktivit~3 rnanusia seperti penambangan karang, penangkapan ikan karang dengan bahan pe1edak dan penggunaan bahan kirnia beracun, pencemaran Iaut, sedirnentasi dan eksploitasi sumberdaya yang berlebihan telah memberikan tekanan terhadap ekosistem ini. Sebagai kesirnpulan dikemuk;akan bahwa kelestarian ikan hias tidak lepas dari kelestarian terumbu karang sebagai habitatnya. Oleh karena itu aktivitasaktivitas yang rnernberikan tekanan terhadap ekosistern ini hendaknya dihentikan.
ABSTRACT INDONESIAN ORNAMENTAL fiSHES AND CORAL REEFS CONSERVATION. Taling about marine ornamental fishes will not apart from coral reefs as their habitat. Among Indo-Malaya countries, Indonesia has the widest coral reefs. Logically, they are inhabited by the most valjed and abundant of m£lrine ornamental fishes. 77zeIndonesian ornamental fish trade, however, is less than those of Singapore and Philippines, since this resources were not flllly exploited. Oose relationship between coral reefs condition and their fish communities can be clearly seen in the case stUdies of several Indonesian waters. 77ze Indonesian coral reef condition in general was also described. Human acitivities sllch as coral mining, explosive flshing, fish poisininf!:. pollution and sedimentation has treated negatively to the ecosystem. It is hoped. therefore, that all the disturbing activities can be controlled in the near future.
PENDAHULUAN Indonesia adalah negara. kepulauan yang 70% wilayahnya terdiri dari perairan. Oleh karena itu Indonesia mempunyai sumberdaya yang cukup berarti. Salah satu sumberdaya bahari yang sampai saat ini belum kita manfaatkan ~cara optimal adalah ikan hias laut. Padahal beberapa negara tetangga kita seperti Filipina dan Singapura telah lebih maju dalam memanfaatkan sumberdaya ini. Beberapa kendala telah menghambat perkembangan perdagangan komoditi ini di Indonesia, misalnya penangkapan dan penanganan ikan hias laut yangrelatif sulit, dan penuh dengan resiko kerugian. Ikan hias laut mempunyai kaitan kehidupan yang erat dengan terumbu karang sebagai habitatnya. Upaya pelestarian ikan hias laut tentunya tidak akan lepas dari upaya pclestarian ekosistem terumbu karang, tetapi pihak ekosistem terumbu karang secara tcrus menerus
,
mendapat tekanan akibat berbagai aktivitas manusia. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan sendirinya membutuhkan berbagai sumberdaya guna memenuhi kebutuhan pangan maupun papan. Ekploitasi sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan ini seringkali tidak memperhatikan kelestariannya. Misalnya 'pengambilan karang batu untuk bahan bangunan terus meningkat, sejalan dengan meningkatnya laju pembangunan. Limbah industri dan rumah tangga serta pencemaran minyak akibat penambangan lepas pantai dan ceceran minyak dari kapal-kapal tangki juga membahayakan kelestarian terumbu karang. Di sarnping itu kesadaran masyarakat yang masih rendah mengenai'azas konservasi menambah sulitnya pengelolaan sumberdaya ini. Tulisan ini menguraikan potensi ikan hias laut Indonesia, kaitan antara komunitas ikan dengan kondisi terumbu karang, kondisi umum terumbu karang Indonesia dan rekanan'lekanan yang dihadapi ekosistem tt:rsebut.
1). Makalah pada Sarasehan Ikan Hias Indonesia, Jakarta, 12 Oktobcr 1985. 2). Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi - LIPI, Jakarta.
16
Ikan Hias Indonesia dan Kelestarian Terumbu Karang
POMANCENTRIDAE
IKAN HIAS LAUT INDONESIA Kalau kita berbicara tentang ikan hias laut tentunya tidak lepas dari terumbu karang sebagai habitatnya. Di negara-negara yang termasuk kawasan Indo-Malaya, Indonesia mempunyai wilayah terumbu karang yang paling luas. Dengan sendirinya keragaman ikan hias laut di Indonesia jauh lebih besar daripada negara-negara lain di sekitarnya. Tabel ] di bawah ini membuktikan hal tersebut. Sebuah pengusaha ikan hias di Indonesia (PT VIVARIA) telah mendaftar sejumlah 218 jenis ikan hias laut dan 99 biota laut lainnya yang diperdagangkan. Tabel ]. Perkiraan jurnlah jenis ikan hias laut dari berbagai negara (menurut LUBBOCK & POLUNIN dal:>m KUALV AGNAES 1980). Negara Puerto Rico Hawaii Filipina Indonesia Singapura Muangthai Sri langka Kenya Ethiopia
Jumlahjenis
49 60 109 253 32 45 165 95 ]12
Dari satu tempat pengambi]an ikan hias laut saja, sudah didapatkan 61 species ikan. Kenyataan tersebut memperlihatkan betapa besar potensi ikan hias ]aut di Indonesia, tetapi volume perdagangan ikan mas laut di Indonesia di da]am skala perdagangan ikan hias dunia menunjukkan ha] yang sebaliknya. Di antara negara-negara ASEAN, perdagangan ekspor ikan hias Indonesia paling keci!. Dalam tahun ]973, nilai ekspor ikan air tawar dan air laut Singapura. berjumlah 6.2 juta US dollar, sedangkan pada tahun yang sarna, niIai ekspor ikan hias di Indonesia hanya 56.000 US dollar. Dibanding dengan filipina, ni]ai ekspor ikan hias laut Indonesia, dalam US dollar, masih sepersepuluhnya. Kenyataan tersebut menunjukkan betapa besar potensi sumberdaya ikan hias Iaut Indonesia yang be]um dimanfaatkan. Sampai saat ini hanya beberapa daerah saja yang dieksp]oitasi sumber ikan hias lautnya yaitu sekitar Pulau Jawa (perairan Madura, Bangsreng, Banyuwangi, Bali Barat, Teluk Jakarta, Karangantu-Merak, Ujung Genteng, Pelabuhan Ratu dan Pangandaran). Daerah-daerah lain yang berpotensi seperti pantai barat Sumatcra, pulau-pulau di Nusa Tenggara, Sulawesi dan MaM,1ku belum dieksploitasi. Beberapa famili ikan karang yang mengandung banyak jenis ikan hias akan diuraikan secara singkat di bawah ini.
Famili ini dalam bahasa Inggris disebut "Damsel fishes". Nama tersebut mungkin untuk menggambarkan bentuk tubuh yang reIatif kecil dengan warna yang indah menyerupai gadis mungil yang cantik. Di Indonesia, kelompok ikan ini umumnya disebut ikan Betok. Pomacentridae merupakan salah satu famili ikan laut yang mempunyai jumlah jenis yang besar, ALLEN (1975) menyatakan bahwa di perairan Indo-Pasifik Barat yang terletak di beIahan bumi selatan terdapat 2] negara yang mewakili 162 species, 85 species di antara. nya terdapat di perairan Indo-Australia. Ikan Betok umumnya mempunyai teritori yang dipertahankan, mereka bersifat agresif, sehingga kerap kali saling serang di antara mereka. Telur-tdur ikan Betok berbentuk lonjong dan diletakkan di dasar peraira serta dilindungi oleh yang jantan. Amphiprion merupakan salah satu genus yang sudah sagat terkenal di kalangan penggemar ikan hias laut. Genus ini di Indonesia disebut ikan Giru dan dalam oahasa Inggris disebut Glown fish. Species-species Amphiprion umumnya hidup bersama dengan anemon dan bentuk' kehidupan ini merupakan atraksi yang menarik di dalam akuarium. Beberapa species Amphiprion hidup di perairan Indonesia dan yang umum didapatkan adalah A. ocellaris. CHAETODONTIDAE
Orang Inggris menyebutnya Butterfly fish karena mempunyai bentuk tubuh pipih dan lebar dengan warna cemerlang, sehinggabaik gerakan maupun bentuk wananya, menurut mereka, menyerupai kupu-kupu. Ne1ayan Pu1au-Pulau Seribu memberikan nama Kepekepe. Corak warna ikan ini sangat beragam dengan perubahan-perubahan warna selama masa pertumbuhannya . menjadikan kelompok ikan ini sangat menarik perhatian dan sedap dipandang mata. Gerakannya yang tenang dan anggun menjadikannya lebih menarik. Sampai saat ini sepcies Chaetodontidae yang telah dikenal di seluruh dunia berjumlah 114 species. Sebagian besar merupakan penghuni perairan karang, tetapi beberapa species di antaranya mendiami daerah rumput laut dan habitat lainnya. Hampir 90% ikan Kepe-kepe yang telah dikenal terdapat di perairan Indo-Pasifik dan hanya 12 species saja yang hidup di Samudeera, Atlantik. Lima wilayah yang tergolong memiliki jumlah species Chaetodontidae yang terbesar berturut-turut adalah Australia memiliki 50 species, Filipina 45 species, Indonesia 44 species, Taiwan 43 species dan Papua Nugini memiliki 42 species (ALLEN 1979). Bahwasanya perairan Indonesia hanya mempunyai 44 species ikan Kepe-kepe merupakan hal 17
'--.....
M. Hutomo
yang meragukan. Penulis menduga jumlah species yang ada di Indonesia lebih besar dari itu. Menurut para pedagang ikan hias laut yang sudah berpengalaman, speciesspecies seperti Forcipiger 10ngirostris, Heniochus diprellthus, Chaetodon falcula, Chaetodon fasciotus dan masih banyak lagi species lain, yang tidak terdapat dalam tulisan STEEN (1977) dan ALLEN (1979). tetapi kerapkali mereka jua\. Hal tersebut merupakan tantangan bagi ilmuwan Indonesia untuk mengungkapkannya. Genus Chaetodon memiliki species paling banyak dan hampir semua mempunyai warna yang menarik, sehingga merupakan potensi yang besar sebagai ikan hias. Genera lain adalah Parachaetodon, Coradion, Chelmon, Forcipiger dan Hemitaurichthys. POMACHANTIDAE Orang Inggris I1}enyebutnya "Angelfish" dan dari nama tersebut dapat dibayangkan species-species ikan ini mempL:nyai bentuk yang sangat cantik. Umumnya hidup di perairan karang, soliter, berpasangan at au dalam kelompok keci\. Anggota famili ini tersebar di seluruh perairan tropik, meskipun pada umumnya melimpah di perairan Indo-Pasifik. Di perairan Indo-Pasifik Barat telah dikenal sebanyak 40 species atau 54.05% dari seluruh species yang ada di dunia. Di Australia di dapatkan 23 species, Indonesia 21 species, Taiwan 20 species dan Filipina 19 species. Kelompok ikan ini umumnya hidup di daerah yang mempunyai tempat berlindung, di batu-batu yang besar atau di lubang-Iubang dan celah-celah karang. Hampir sepanjang hidupnya dilewatkan di dasar perairan untuk mencari makan. Hanya pada saat-saat tertentu ia bersembunyi di tempat perlindungail. Genera yang termasuk suku Pomacanthidae dan umumnya merupakan ikan hias ialah : Centropyge, Euxiphigos, Chaetodontoplus, Genicanthus, Pygoplytes, dan Holocanthus. . LABRIDAE
Ikan-ikan hias anggota famili ini di kalangan pedagang ikan hiaslndonesia dikenal sebagai Ikan Keling. Warna dan ukuran ikan ini sangat beragam mulai dari Minilabms striatus yang panjangnya kurang dari 10 cm sampai Cheilinus undulatus yang dapat mencapai hampir 2 m panjangnya. L
et al.
gerak cepat baru sirip ekornya digunakan. lkan keling umumnya bersifat karnivor, beberapa di antaranya seperti Cirrhilabms, misalnya merupakan pemakan zooplankton. Labroides dimidiotus dan individu muda dari Labaricus quadrilineatus, Thallasoma ll/nare dan Thalossoma klunzingeri merupakan ikan pembersih. SCORPAENIDAE Dalam bahasa Inggris disebut Scorpion fish karena sengatannya yang sangat menyakitkan seperti sengatan kalajengking. Di Indonesia anggota-anggota famili Scorpaenidae disebut Ikan Lepu. Ciri khas famili ini ialah bermulut besar dengan gerigi kecil-kecil pad a rahangnya dan pada pipinya terdapat lempeng tulang yang keras. Ikan ini umumnya hidup di dasar perairan serta menyukai daerah pantai yang berbatu, sehingga mereka disebut Rock fish. Mereb termasllk ikan-ikan karang dan makanan utamanya adalah ikan-ikan ked dan invertebrata. Anggota kelompok ikan ini yang merupakan ikan hias t,idak terlaIu banyak. Umumnya mereka hidup di . perairan terumbll karang. Species-species yang biasa dipelihara sebagai ikan hias ialah Pterois volitans dan Dendrochints zebm. Pterois valitans tersebar luas di perairan IndoPasifik. la tercatat didapatkan mulai dari perairan pantai di bagian timur Afrika sampai ke Papua Nugini dan Australia. la tercatat pula didapatkan di Filipina. Orang barat menyebutnya sebagai Red fire fish karena warnanya merah seperti api yang membara. Di Pulau Seribu disebut l.epu Ayam, tetapi pra pedagang ikan hias di Jakarta menyebutnya Barong volitans.
BALlSiIDAE Kelompok Seribu disebut
ikan ini oleh penduduk Kepulauan ikan Pakol. Nama tersebut diberikan
karena bila terkena pancing dan sempat masuk lubang karang, segera men"cantol"kan duri punggung dan perutnya pada karang, sehingga tidak mungkin lagi ditarik. Dalam bahasa Inggris ia disebut "Trigger fish" karena adanya kedua duri tersebut di atas yang mirip sebagai pelatuk senjata api. Ikan hias biasanya hidup soliter, kalau berenang hanya menggunakan sirip punggung kedua, sirip dubur dan sirip dadanya saja. Sirip ekor hanya digunakan apabila ia bergerak cepat. Umumnya bersifat karnivor dan makanan utamanya adalah zooplankton, udang, kepiting, moluska, bulu babi, echinodermata dan karang. Beberapa species merupakan pemakan algae bentik. Jumlah species dari famili ikan ini yang berpotensi sebagai ikan hias laut hanya sedikit, tetapi ada satu jenis yang sangat berharga yaitu Balistoides conspicullum.
.
Ikan Hias Indonesia dan Kelestarian Terumbu Karang
HUBUNGAN
KOMUNIT AS IKAN DAN
TERUMBU
KARANG
. Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai pelindung pantai dan habitat biota termasuk ikan. Sebagai habitat ikan, ekosistem ini merupakan tempat mencari makan, memperbedar anak, berlindung dan memijah. J adi ikan rnempunyai keterg:tntungan yang sangat erat terhadap terumbu karang. Beberapa telaah kasus (case study) di berbagai wilayah perairan Indonesia mendukung pendapat tersebut. Hasil penelitian di perairan Kabil, Pulau Batam mengenai hubungan antara kondisi terumbu karang dan komunitas ikan tercanturn pada Gambar I. Sejumlah 71 species karang batu dari 36 genera dan 16 famili tidak termasuk karang batu. Farni1i MilJeporidae dan He1ioporieae telah diidentifikasi dari perairan tersebut. Persentase tutu pan karang hidup berkisar antara 8.1% dan 29.84%. Hasi1 sensus visual ikan pada lokasi yang sarna ada]ah 51 species yang mewakili 22 famili. Jumlah species dari hasil sensus yang terbesar terdapat pada CS5 (33 species) dan species terkeci1 didapat pada CS3 (17 species). Pada Garnbar 1A terlihat bahwa adanya hubungan positif antara persentase tutupan karang dan jumlah species ikan, sedangkan pada gambar 1B memperlihatkan hasil analysis klaster spatial yang memisahkan lokasi CS3 dengan lokasi yang lain (CS2, CS4, CSI, danCS5). tlasil penelitian tersebut memperlihatkan tidak hanya jumlah species saja yang dipengaruhi oleh kondisi terumbu karang, tetapi juga komunitasnya. Telaah kasus di Bali juga memperlihatkan hal yang sejalan dengan kasus di atas. Daerah yang diteliti meliputi empat lokasi di Bali Selatan, dua lokasi di Bali Timur dan lima lokasi di Bali Barat. Jumlah species ikan terendah (22 species) terdapat di Nusa Dua, Bali Timur). Perairan Pulau Serangan ini merupakan sumber ikan hias yang paling potensial di Bali Selatan. Persentasi tutupan karang batu terendah didapatkan di Sengkidu (4.26%) dan tertinggi di Padang Bai. Rendahnya persentase tutupan karang hidup di Sengkidu adalah wajar, karena daerah ini merupakan penambangan daerah karang yang paling intensif di Bali. Meskipun Padang Bai mempunyai persentase tutupan karang yang tinggi, tetapi kelimpahan ikannya relatif tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan karena hempasan ombak di tempat ini cukup kuat. Keadaan tersebut sejalan dengan pendapat AMES BURY (1978) dan TAY & KHO (1984) yang menyatakan bahwa komunitas ikan selain ditentukan o!eh keadaan topografi, dalarn hal ini tutupan karang hidup, tetapi juga oleh kekuatan ge!cmbang. Gambar 2 menunjukkan h~ungan positif yang cukup kuat antara persentase tutupan karang hidup danjumlah species ikan di perairan Bali yang di tunjukkan oleh persamaan regresi Y = 24.7084 + 0.4805 X dengan koefi-
sien regresi r = 0.5407. Ba nyak ahli sepakat bahwa kelimpahan ikan Chaetodontidae merupakan indikator kondisi terumbu karang. Gambar 3 menunjukkan hubungan positif antara persentase tutup karang hidup dan kelimpahan Chaetodontidae yang ditunjukkan oleh persamaan regresi (r) = 0,6171. Telaah kasus di Kepulauan Seribu memperlihatkan hubungan yang lebi erat antara kondisi terumbu karang dan komunitas ikan. Gambar 4 memperlihatkan hubungan positif antara persentase tutu pan karang hidup dan jumlah species ikanli Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu (Y = 12,3630 + 0.6669 X, r = 0.8222). Gambar 5 adalah hubungan posit if antara persentase tutu pan karang hidup dan kelimpahan Chaetodontidae (Y = 0.8127 + 0.5984 X, r = 0.6400). Hasil sensus menunjukkan bahwa species ikan terendah didapatkan di Pulau Onrust (6 species) tertinggi di Pulau Ayer dan Pulau Belanda (masing-masing 39 species). Pada umumnya pulau-pulau di Teluk Jakarta kondisi terumbu karangnya sangat jelek (persentase tutupan di bawah 10%) kecuali Pulau Dapur (22%) dan Pulau Damar Besar (18.88%). Di Iuar Teluk Jakarta persentase tutu pan terendah didapatkan di Pulau Hantu Besar (8.5%) dan tertinggi di Pulau Jukung (41.8%). Umumnya kerusakan terumbu karang di Kepulauan Seribu disebabkan oleh penangkapan ikan dengan bahan peledak. KONDISI KARANG Dl INDONESIA Karang hampir tersebar di seluruh perairan pantai Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena kondisi lingkungan mendukung pertumbuhannya. Temperatur laut yang hangat di atas 20" C, air yang jernih, arus laut yang tidak terlalu kuat dan salinitas yang normal, menyebabkan karang dapat tumbuh subur di seluruh perairan pantai Indonesia. Karang tumbuh di perairan dangkal dan mencapai pertumbuhan yang optimum pada kedalaman kurang dari 30 meter. Karang batu merupakan komponen utama dalam suatu terumbu karang yang dapat disamakan dengan pohon sebagai penyusun ekosistemhutan. Berapa luas terumbu karang di Indonesia hingga sekarang belum ada yang menghitung secara pasti. Sebagai gambaran Indonesia terdiri dari 13.677 buah pulau dan mempunyai panjang pantai 81.000 km, tetapi tidak semua pantai dapat ditumbuhi karang. Sebagai contoh Pulau Bali mempunyai panjang pantai :t 470 km dan hanya 40 km saja yang merupakan pantai berkarang (SASTROW ARDOYO, 1980). Kondisi umum terumbu karang di Indonesia sangat bervariasi dan tergantung pada ]okasi setempat. Pad a umumnya ten.m:bu kar:wg yang befbeda di suatu pu!au yang terisolir darijangkauan penduduk, kondisi terumbu karangnya masih relatif baik, sedang yang dekat pemukiman biasanya mengalami kerusakan. Persentasi tutupan karang batu yang masih hidup pada suatu daerah 19
M. Hutomo
-6. Jumlah
.c
I
0
0
et ai.
spesies
() persentase
ikan
tutu pan karanq
E
::J e 0 1:J
30
C7e
e 0 e:0 0'-
'" ell 20
0..'" ::J
-; '" .... ell
'" 0
A 10
... e ell '" I.-
ell
0.. C52
C54
C5S
C5,
C53
Lokasi
tran sek
0.7 0.6 0.5
'"
.... I.::J u
>0 I.-
m
I
0.4 0.3
B
0.2
'"
.::,,/. 0.' ell
-
1:J C
CS2
Gambar 1. A. B.
20
CS"
CSs
CSl
CS3
Hubungan antara persentase tutupan karang dan jumlah jenis di perairan Kabil, Batam. Dendogram hasH analisis spatial dari sensus visual ikan yang menunjukkan eutitas dan ketidakmiripannya.
kelompok
Ikan Hias Indonesia dan Kelestarian Ternmbu Karang
40
24.7084 + 0.480 X
y
=
r
= 0.51.07
n
=
0
12
0
30
c 0
0. ~ ..... ~
0
0 0
20
GI
In 0 .... C GI In ~
0
0
GI a..
0
10
I
10
20
30
50
40
X Jumlah spesies
Gambar 2. Hubungan antara persentase tutupan karang hidup dan jumlah jenis ikan di perairan Bali.
1.0
c
0 0. ~ ..... ~
~
0 ..... C GI VI ~
5.9586 + 0.6929 X = 0.6171 =11
y r n
=
0
0
30
0 0
20
0
.,
0.
0
10 0 I
10
,
X
20 30 40 50 Jumloh individu Choetodon ti doe
Gambar 3. Hubungan antara persentasc tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan Chaetodontidae di perairan Bali.
21
.--'--
~ "'...
L.a
M. Hutomo et al.
y = 12.3630 of-0.6669 r n
40
= 0,8222 = 21
0
0
0
c 30 0
a. ::J
..... ::J
~
0
20
0
0 ..... C QI V\ ~ QI
a.
0
0
10 0 0 0
20 Gambar
30
40
Jumlah
X spesi e s
4. Hubungan antara persentase tutupan karang dan jumlah jenis ikan di Kepulauan Seribu.
y 40
/
0 0
0
c 0
a.
30
I
/ 0
0
::J ...
0
::J .....
0
QI V)
0 ..... c GI In
20
QI
a.,
10
I
I
I -
y = 0.8127+0.5984 r = 0.6400 .....
/0
n = 17
0
x 10 20 30 40 Jumtah individu Chaetodontidae Gambar 5. Hubungan antara persentase tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan Chaetodontidae di Kepulauan Seribu.
:j. : .', ~.1
22
Ikan Hias Indonesia dan Kelcstarian Terumbu Karang
dapat dipergunakan sebagai ukuran untuk mengetahui kondisi terumbu karang dan dapat juga dipakai sebagai petunjuk adanya degradasi terumbu karang. Untuk menilai secara tepat kondisi terumbu karang tentunya tidak hanya persentasi tutupan, tetapi masih banyak faktor-faktor lain yang harus' diperhatikan, misalnya keanekaragaman jenis, kekaY3an jenis, adanya asosiasi dan interaksi dengan biota lain dan hin-lain. Kadangkadang dapat terjadi bahwa pada suatu terumbu karang yang mempunyai persentasi tutupan sangat rendah tetapi mempunyai keanekaragaman dan kekayaan jenis yang tinggi atau sebaliknya. Pengamatan persentase tutupan dengan menggunakan garis transek telah dilakukan di beberapa pulaupulau di Indonesia, antara lain: Pulau-pulau Maisel, Pulau-pulau Tukang Besi, Pulau Sumba, Pulau Komodo, Pulau-pulau Taka Bane Rata, Pulau Selayar, Pulau Bali, Pulau-pulau Seribu, seluruhnya meliputi 42 pulau. Kondisi umum terumbu karang di ketiga kelompok lokasi yaitu Pulau-pulau Seribu, Pulau Bali dan pulaupulau yang terletak di perairan Indonesia Timur men unjukkan adanya struktur dan penyebaran yang berbeda, hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berbeda. Terumbu karang di Pulau-pulau Seribu khususnya dan pulau-pulau di l..aut Jawa pada umumnya merupakan terumbu karang tepi (fringing reefs), geomorfologi Pulau-pulau Seribu dipengaruhi o]eh angin musim barat dan musim timur. Angin musim timur bertiup lebih kuat jika dibandingkan angin musim barat. Pantai pada umumnya sempit dengan dasar pasir kasar. Rataan terumbu karang dengan kalenan (moat) dan gudus (reef rampart) berada dekat dengan tubir, tubir dengan kemiringan 30-60°, tempat karang tumbuh dan kedalaman 1-20 meter. Rataan terumbu dan tubir bagian atas
pada umumnya
didominasi
oleh Acropora
dan
Montipora. Persentase tutupan berkisar antara 0,33
-
41,8%. Pulau-pulau Seribu dapat dibagi dalam tiga zona (mintakat) yaitu 1. pulau-pulau yang terletak di Teluk Jakarta, 2. pulau-pulau yang terletak di luar Teluk Jakarta tetapi masih terpengaruh oleh limbah kota Jakarta, dan 3. pulau yang jauh dan sudah tidak terpengaruh oleh limbah kota Jakarta. Hampir semua pulau yang terletak di Teluk Jakarta mempunyai kondisi terumbu karang yang kurang baik dengan persentase tutupan sangat rendah sebagai contoh Pulau Bidadari (1,66%) dan Pulau Ubi Besar (0,3%). Rendahnya persentase tutupan ini akibat adanya aktivitas manusia seperti adanya limbah industri dan lirnbah kota Jakarta, serta pengambilan karang sebagai bahan bangunan. Pulau yang terletak agak jauh dari Jakarta seperti Pulau Pari (25,27%) dan Pulau Dapur(22,0%) mempunyai kondisi karang dalam kriteria sedang. Sedang pulau-pulau yang relatif jauh dari kota Jakarta mempunyai kondisi karang
dengan kriteria scdang dan beberapa pu]au seperti Pulau Jukung (41,8%) dan Pulau Belanda (39,73%), masih relatif cukup bail. Terumbu karang Pulau Bali rnerupakan terumbu karang tepi (fringing reef). Pantai karang pada umumnya mempunyai rataan terurnbu yang relatif sempit dan kalenan (moat) berada dekat dengan rataan terumbu pantai. Di beberapa tempat rata an terumbu mempunyai gudus (reef rampart) yang sempit dan sejajar garis pantai. Sebagian tubir landai dan turun secara bertingkat. Pertumbuhan brang dimulai pada kedalaman :t I 15 m. Kondisi perairan jernih dengan hempan ombak yang cukup kuat hanya Bali barat merupakan daerah yang terlindung dan relatif tenang. Kondisi karang batu pada umumnya sedang. Persentase tutupan karang berkisar antara 4,26 - 40,1 6%. Persentase tutu pan karang terendah adalah di daerah Sengkidu 4,26% dan yang tertinggi di Tanjung Bingsi1 (Padang Bai) 40,16%. Pertumbuhan karang di rataan terumbu pada umumnya ditempati oleh Stylopora, Seriatopora, Pocillopora serta Montipora dan Porites yang tumbuh merayap dan menempel mengikuti profil permukaan tempat tumbuh. Kondisi karang di Pulau Menjangan (Bali Barat) yang merupakan kawasan PPA, jika dilihat dari komunitas karangnya saja, adalah jelek. Persentase tutu pan krang rendah (17,64%) dan karang hanya hidup di tubir bagian atas. Jika dilihat dari komposisi biota-biota penyusun yang lain seperti gorgonian, algae, karang lunak, anemon dan yanga lain, masih cukup baik. Adanya biota-biota lain yang terpadu sedemikian rupa sehingga ini membentuk suatu pemandangan yang artistik pada lereng terumbu yang tegak. Pemandangan terlihat sangat menarik, sehingga banyak orang menganggap pemandangan Pulau Menjangan sangat baik. Kematian karang akibat pemboman masih terlihat jelas. Terumbu karang di perairan Indonesia timur mempunyai struktur yang sangat bervariasi. Pulau-pulau Tukang Besi dan Pulau-pulau Taka Bone Rata merupakan suatu atol yang terletak di laut terbuka. Sedang Pulau-pulau Meisel, Pulau Sumba, Komodo, Selayar, merupakan terumbu karang tepi. Pada umumnya rataan terumbu sempit tidak dijumpai gudus dan tubir hampir tegak lurus. Pertumbuhan karang di beberapa pulau didominasi oleh Pocillopora dan Acropora dan di beberapa pulau yang mempunyai hempasan ombak yang kuat umumnya ditempati oleh pertumbuhan karang yang membentuk bongkah-bongkah (boulder). Persentase tutupan karang berkisar antara 14,6 - 43,1%. Oada umumnya kondisi karang di Indonesia tirnur masih relatif baik. Pulau Taka Galarang yang berpenduduk padat mempunyai persentase tutupan yang rendah 14,6%. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan tampak adanya kecenderungan mengenai rendahnya persentase tutupan ini mempunyai korelasi positif dengan aktivitas manusia. Pengukuran persentase tutupan
23
-
..;
,', '--'-""
dengan menggunakan mctode garis transek mcnunjukkan
bahwa persentase (0 kondisi
jelek
sepeni
Persentase (20
-
20%) mewakili daerah dengan
-
pulau-pulau
di Teluk
Jakarta.
30%) adalah daerah dengan kondisi
karang sedang, misaJnya daerah Bali. Terumbu karang yang cukup (30 - 40%) dijumpai pada kelompok Pulaupulau Maisel. Kumodo, Sumba. dan Sclayar. Kondisi
yang baik (40
-
5070)dijumpai di Pulau Tinanja, dan
Pulau Bali Timur (Padang Bai).
TEKANAN TERHADAP EKOSISTEM TERUMBU KARANG I.
Penambangan karang Pembongkaran dan pengambilan karang sudah tcrjadi sejak lama. HARDENBERG (da]am UMBGROVE 1947) melaporkan adanya pcnambangan di dacrah terumbu karang Teluk Jakarta dan Pulaupulau Seribu. SOERYODINOTO (1954) mencatat bahwa pcngambiJan karang sudah dibkukan sejak tahun 1640. Pengambilan karang batu masih terus berlangsung sampai saat ini, meskipun ada undangundang atau peraturan yang membatasinya. Data volume karang yang diambil sekarang ini sukar diperolch. Padahal bisa diduga bahwa pengambilan karang tcrjadi di mana-mana di wilayah perairan Indonesia. Akibat yang pal ing parah da ri aktivitas ini ialah di Pulau Bali. Dalam hubungan ini, beberapa daerah pantai di Bali sudah terkena pengikisan crosi ganas. PRASENO & SUKARNO (1977) me]aporkan tentang pengikisan pantai di Sengkidu, Labuhan Amuk, pantai timur Bali akibat perusakan karang. Akibat aktivilas ini terhadap sistem ekologik terumbu karang adalah terutama terhadap "fishing ground" berbagai jenis ikan dan biota karang yang lain.
2.
Penangkapan ikan karang a.
Penggunaall bahall peledak
Menurut nelayan di Maluku, kebiasaan meledakkan karang untuk mendapatkan ikan dimulai oleh orang Jepang pada tahun merubah atau merusak komunitas terumbu karang. Apabila habitat berubah maka sebagian besar dari ikan dan invertebrata akan menghilang dan selanjutnya diganti oleh komunitas yang didominasi oleh karang dari marga Fungia, buill babi (marga Diadema) dan berbagai jenis teripang. Dalam hal ini tcrtentu, pecahanpecahan karang ditumbuhi oleh algae (Cladophora spp) yang clapat rnenghalangi berkembangnya larva karang batu (Planula), sehingga rekolonisasi karang menjadi terhambat. 24
b.
Penggunaan bahall kimia beracun
SUGONOO (1976) melaporkan bahwa tcrdapat peningkatan penggunaan bahan kimia beracun untuk menangkap ikan karang di pulau-puJau di sekitar Ujung Pandang (Pulau Koclingareng, Pulau Barang Ca'di, Pulau Badik, clan lain-lain). Bahan kimia terscbut dikenal dcngan nama potas yang dipcrdagangkan dalam bentuk tepung putih kckuningan. Serbut tersebut sebagai Kalium Cyanida yang sanga! toksik. Ikan yang ditangkap sclain ikan hias adalah ikan Kerapu (Epinephelus spp) yang bernilai ckonomi tinggi dan ikan Sunu (Plectropoma spp). Menurut nelayan di Pulau-pulau Seribu penangkapan ikan hias dengan bahan kimia yang disebut potas, telah berlangsung lama. Hasilanalysis oleh P4L (dulu PPMPL) dari contoh yang dikirim dari Balai Penclitian Perikanan L'lut menunjukkan bahwa bahan terscbut adalah N3CN dengan ph ]0. Racun tersebut tidak hanya menyebabkan ikanikan mabuk dan kemudian mati lemas, tetapi juga menghall1bat pcnull1buhan dan perkembangan serta metabolisll1e sel-sel biota lain. Ion Cyanida merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas enzyma (enzymatic cytochrome
1942 (KUALV AGNAES &
HALIM 1979). Sejak saat ini pembornan karang meningkat dan merupakan salah satu cara penangkapan ikan yang dipakai secara meluas di Indonesia dan ncgara-negara tetangganya. Oi Indonesia, berdasarkan pengalaman penulis, kerusakan karang scbagai akibat dari cara penangkapan ikan dengan bahan peledaki sudah meJuas. Oi pulau-pulau di lepas pantai Ujung Pandang kerusakan karang akibat penggunaan bahan peledak ini banyak sekaJi dijumpai bahkan rneJuas sampai ke pulau-pulau di Sulawesi Tenggara. Bahkan pulaupulau yang disarankan dijadikan Taman Nasiona] Laut seperti Pulau Pombo dan Pulau Komodo telah mengalami kerusakan berat akibat perusakan dengan cara ini. Menurut Ir. R.S. SASTROW ARDOYO dari Dinas P.U. Bali (komunikasi pribadi) hampir sepanjang malarn terdengar suara pemboman ikan pacla waktu ia berkunjung ke Pulau Komodo. Pulau Benda yang terkenal dengan taman lautnya tidak lagi mempunyai terumbu karang yang indah karena tidak luput dari kerusakan akibat penggunaan bahan peledak. Cara penangkapa!1 ikan dengan rnenggunakan bahan pcledak bertentangan dengan peraturan yang ada, tetapi sejauh peJaksanaannya tidak dijalankan dengan baik, maka peraturan-peraturan tersebut rnenjadi beku, sehingga seolah-olah tidak berguna. Kehancuran yang diakibatkan tidak hanya terbatas pada ikan, larva-larva atau telur-telurnya saja, tetapi
. Ikan Hias Indonesia dan Kelcstarian Ternmbu. Karang
juga pada karang dan seluruh ekosistem terumbu karang. Pemulihan dari kehancuran tersebut memerlukan waktu yang relatif lama. Menurut LANGHAM & MATHIAS (\978) penggunaan peledak dapat oxydase), yang dapat menyebabkan biota laut menjadi kering dan akhirnya mati. Keadaan ini sangat berbahaya meskipun kerusakan yang ditirnbulkan tidak segera terlihat, karena terjadinya akumulasi .
racun pacla hewan-hewan invertebrata termasuk karang, sehingga kerusakan yang ditirnbulkan d ipulihkan kernbali.
3.
suIit
Pencemaran laut Laut sudah sejak lama dipergunakan manusia sebagai tempat pembuangan sampah domestik maupun limbah industri. Kegiatan manusia yang dapat menimbulkan pencemaran laut antara lain ialah pemukiman, industri, pertambangan, tumpahan minyak. dan intensifikasi pertanian. Bahan pencemar yang potensial ganas ialah limbah industri, lirnbah air panas (pLTU, PLTN) uan zat radioaktif. Pencemaran laut di Indonesia dewasa ini belum mencapai tingkat yang membahayakan. Namun beberapa perairan telah menunjukkan kadar hidrokarbon yang menuekati titik maksimum yang uiperbolehkan, yaitu di Selat Malaka, Selat Singapura, Kepulauan Riau, Bangka-Belitung, Teluk Jakarta, Pantai Utara Jawa, Sulawesi Utara, Lombok Utara, dan Kepala Burung Irian Jaya (SOEGIARTO &SOEGIARTO 1976). Berdasarkan pengalaman para penulis, pencemaran yang sering terjadi, terutama di Kepulauan Seribu adalah pencemaran minyak. Sering kali di Pantai pulau-pulau Seribu dijumpai gumpalangumpalan minyak (tar ball). Pencemaran laut oleh minyak bumi dapat teIjadi antara lain oleh adanya kecelakaan kapal tanker (menyebabkan tumpahan minyak), kebocoran pada ladang-Iadang minyak di laut, dan ceceran dari kapat yang berlalu-lalang. Tumpahan minyak yang telap terapung di pernmkaan, oleh adanya arus, angin dan pasang-surut, sebagian akan sampai di pantai. Tumpahan minyak maupun partikel minyak yang rnelekat pada sedimen jika mengenai karang yang hidup dapat menyebabkan kerusakan berat pada karang batu. Marga karang batu yang sangat peka terhadap bahan pencernar ini adalah Acropora spp dan Pocillopora spp.
4.
Eksploitasi yang berIebihan Eksploitasi yang berlebihan uapat disebabkan oleh adanya permintaan yang banyak; dengan harga yang menggiurkan terhadap jenis biota tertentu, oleh keadaan yang memaksa uan tekanan pendu-
duk yang berlebihan membuat nelayan rnencari at au memungut apa saja dari terumbu karang demi kelangsungan hidupnya. Penurunan stok sumber daya bentik kerapkali menurun dengan cepat karena sumberdaya ini mudah dieksploitasi. Pada tahun 1973 nelayan pengu~pul teripang di Pulau-Pulau Seribu dengan mudah dapat mengumpulkan 14.000 ekor teripang lotong, Holothww (Microthela) nobilis, dalam waktu 14 hari (ROMlHOHTARTO 1977), tetapi sekarang sulit untuk rnemperoleh beberapa ekor saja. Hal ini mungkin karena stok yang ada, pada waktu itu, dipungut dengan seenaknya, sehingga menjadi sangat berkurang. Untuk memulihkan kembali stok tersebut diperlukan waktu yang sangat lama. Ikan pangan terpenting sebagai penghuni perairan terumbu karang adalah Kerapu, Lencam dan Kakap. Beberapa ikan pelagik seperti Kuw..: (Carangidae) dan Alu-alu (Sphyraenidae) seringka]i !TIemangsa sangat !:>anyak ikan-ikan karang yang kecil; jadi dilihat dari sudut struktur trophik mereka adalah anggota dari komunitas terumbu karang. Ikanikan karnivor besar adalah yang pertama kali dipanen dari habitat terumbu karang, baik dengan bubu, pancing, jaring atau tombak (Spear fishing). Dengan pengurangan predator puncak tersebut keseimbangan alam berubah. Sebagai akibatnya maka jumlah herbivor dan omnivor menjadi melimpah sehingga dapat menyebabkan "overgrazing" terhadap algae bentik dan menghalangi penempelan larva hewan bentik. Dampak terhadap komunitas dengan berkurangnya seperti Kerapu dan Sunu (Epinephelus spp., Cepalopholis spp.) perlu mendapat perhatian. Kedua kelompok ikan tersebut bersifat hermaphrodit protoginous (protogynous hermaphrodites) mernulai hidup dewasa sebagai betina dan beru'bah rnenjadi jantan setelah berumur lebih tua. Apabila usaha penangkapan dilakukan terus menerus terhadap mereka, terutama yang berukuran besar, akan menyebabkan mengecilnya jurnlah jantan dalarn populasiyang dengan sendirinya akan mempunyai efek sangat jelek terhadap siklus reproduksinya. Di Pulau-Pulau Seribu hal ini harus sudah mendapat perhatian yang serius, karena permintaan akan ikan Kerapu dan Sunu sangat kuat untuk mensuplai "sea food restaurant" di Jakarta yang jumlahnya makin :ama makin banyak. Hal serupa juga JiaJallli oleh populasi ikan Kerapu dan Sunu di pulau-pulau sekitar Ujung Pandang. lkan Cina-cina (Labridae) dan Kakatua (Scaridae) juga bersifat hermaphrodit protoginous. 25
-
...--
M. Hutomo
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dan disarankan beberapa hal sebagai berikut : ].
2.
3.
AMES BURY, S.S. 1978. Studies on the biology of the reef fishes on guam. University of Guam Marine Laboratory. Technical Report 49 : 65 pp. JOHANNES, R.E., J. MARAGOS and S.L. COLES. 1972. Oli damages corals exposed to air. Mar. Poll. Bull. 3 : 29 - 30.
Perairan Indonesia mempunyai potensi sebagai penghasil ikan hias laut terbesar di wiJayah IndoMalaya, tetapi pemanfaatan sumberdaya ini masih rendah. Hal ini tercermin dari volume perdagangan ikan-ikan tersebut.
KUAL V AGNAES, K. and M.H. HALIM. 1979. Report on a preliminary survey of the Pombo and Kassa marine reserve Maluku. UNDP/F AO National park Development Project. FOINS/78/016. Field Report Doc No.1: 29 hal.
Sebagian besar terdiri dari ikan-ikan karang. Karena itu kelestarian sumberdaya ikan hias laut sangat tergantung pada kelestarian terumbu karang sebagai habitatnya. Hasil-hasil penelitian di berbagai wilayah Indonesia memperlihatkan hal tersebut di atas.
ROMfMOHTARTO, K. 1977. Sumberdaya bentik dari Pulau Pari dan masafah-masalahnya. Oseana 3 (4&5): 33 -42.
Perusakan terhadap ekosistem terumbu karang makin lama makin meningkat. Berbagai aktivitas manusia seperti penambangan karang batu, penangkapan ikan dengan racun dan bahan peledak, eksploitasi sllmberdaya yang tidak terkendali serta pencemaran laut dan sedimentasi telah banyak merusak ekosistem ini. Karena itu aktivitas-aktivitas tersebllt di atas sebaiknya dikendalikan agar ekosistem ini dapat dimanfaatkan secara luas.
DAFT AR REFERENS ALLEN, G.R. 1975. Damselfishes of the south seas. T.F .H. Publications, Inc., 240 hal. ALLEN, G.R. 1979. Butterfly and angelgishes of the world, Vol. 2. A Wiley-Interscience Publication John Wiley & Sons. New York: 252 hal.
26
et al.
PRASENO, D.P. and SUKARNO. 1977. Observation on the beach erosion and coral destruction by remote sensing techniques. Mar. Res. Indonesia 17 : 59 - 68.
SASTROWARDOYO,R.S. 1980. Masalahpantai pasir putih di Bali. Rapat kerja Pefestarian Pantai, Bandung, 12 - 18 September 1980. SOEGIARTO, A. dan K.A. SOEGIARTO 1976. Bibliografi beranotasi IV. Lingkungan Laut dan pencemaran laut. Lem-
baga OseanofogiNasional- LIPI : 96 hal. SOERYODINOTO, 1954. Karang dan soal-soal di sekitarnya. Berita Perikanan 6 (9) : 136 - 140. STEENE, R_C. 1978. Bu tterfly and Angelfishes of the world. A. Wiley - fnterscience Publication John Wiley & Sons, New York: 144 hal. SUGONDO, H. 1976. Pencemaran laut dan suatu penggunaan bahan kimia (racun) dalam penangkapan ikan-ikan karang di sekitar perairan lepas pantai Ujung Pandang. Prosiding Seminar Pencemaran Laur, Buku II : 233 - 240. T AY, S.W. and H.W. KHOO, 1984. The distribution of coral reef fishes at Pulau Salu, Singapore. In: Recent research activities on coral reef in Southeast Asia. (K. Sumawidjaya; S. Rahardjo & D.M. Sitompul eds.). Seameo Biotrtop : 27 - 40. UMBGROVE, J.H.F. 1947. Coral reefs in the east Indies. Bull. Geo!. Soc. A mer. 58 : 729 -777.