FLUTTW2D: SOFTWARE TOOL UNTUK PREDIKSI FLUTTER PADA SAYAP PESAWAT TERBANG Fariduzzaman*
ABSTRAK FLUTTW2D: SOFTWARE TOOL UNTUK PREDIKSI FLUTTER PADA SAYAP PESAWAT TERBANG Sayap pesawat terbang memiliki struktur yang tidak jauh dari cantilever, silinder beam dengan satu ujungnya tetap dan ujung lainnya bebas. Dengan demikian ada 2 arah gerak yang dominan, heaving dan pitching. Untuk jenis sayap tertentu, analisis fenomena flutter dapat dilakukan dengan melihat profil aerofoilnya yang 2D dan karakteristik materialnya. FLUTTW2D adalah suatu software tool praktis, untuk prediksi kecepatan kritis flutter pada sayap seperti ini. Makalah ini akan menguraikan konsep dasar perancangan software berikut batasan-batasan yang digunakan, teori dan persamaan fisik yang menjadi rujukan dalam membuat algorithma atau software FLUTTW2D. Kata kunci : flutter, sayap pesawat terbang, komputasi
ABSTRACT FLUTTW2D : A SOFTWARE TOOL FOR FLUTTER PREDICTION ON AIRPLANE WINGS . The structure of an aircraft wing is relatively similar to a cantilever, a cylindrical beam with one end fixed and the other end free. There are two dominant directions of motion, heaving and pitching. In a certain type of wing, flutter phenomenon can be analyzed from its 2D airfoil profile and its material characteristic. FLUTTW2D is a practical software tool to predict the flutter critical velocity of this typical wing. The following paper describe basic concepts of the software design, including its applied conditions, theory and physical equations which are referenced by the algorithm or FLUTW2D software. Keywords : flutter, airplane wings, computation
PENDAHULUAN Flutter adalah salah satu fenomena aeroelastik dinamik yang sering terjadi pada sayap pesawat terbang. Pada saat fenomena ini timbul, terjadi interaksi timbal-balik antara gaya/momen aerodinamika unsteady dengan sifat inersia struktur yang fleksibel (elastik).
*
UPT-LAGG BPPTeknologi, PUSPIPTEK, Serpong
Secara fisik fenomena ini dapat dijelaskan sebagai berikut: ketika angin mengalir melalui struktur sayap, sebagian energinya akan diserap oleh struktur melalui mekanisme peredaman struktur dan peredaman aerodinamika. Jika energi angin yang tiba di struktur telah sedemikian besarnya sehingga mekanisme peredaman tidak mampu lagi menyerapnya, maka struktur akan bergetar dengan amplitudo semakin besar. Dengan kata lain, sekarang energi terwujud sebagai getaran bebas dari struktur yang amplitudonya semakin besar. Jika fenomena flutter ini timbul, maka pesawat terbang dalam keadaan bahaya dan dapat dipastikan akan jatuh, karena pada fenomena flutter timbul pula fenomena kopling frekuensi antara 2 atau lebih modus gerak. Kopling frekuensi yang sering terjadi adalah antara gerak heaving dan pitching, oleh sebab itu disebut flutter 2 dimensi atau flutter 2 DOF (degree of freedom). Rasio antara 2 frekuensi osilasi heaving terhadap torsion, juga menentukan jenis flutter yang akan terjadi : violent atau mild. Flutter yang violent terlihat dari kurvanya yang berubah drastis dan menekuk dalam jangkauan frekuensinya, sedangkan flutter yang mild terlihat dari kurvanya yang lebih landai dalam jangkauan frekuensinya. Daerah operasi kecepatan pesawat harus berada jauh dibawah batas kritis kemungkinan timbulnya flutter, Uf. Dengan demikian nilai Uf harus dapat diprediksi sejak dari tahap perancangan, jauh sebelum pesawat prototype diterbangkan. FLUTTW2D adalah software tool praktis yang dirancang untuk dapat meramalkan batas kritis flutter dari informasi profil aerofoilnya yang 2D dan bahan (material) yang digunakan. Dengan demikian ada beberapa batasan tertentu yang menentukan berlaku tidaknya penggunaan FLUTTW2D. Batasan tersebut adalah: - Sayap memiliki ketebalan (atau camber) yang uniform sepanjang bentang (span) - Sayap tidak memiliki taper , sehingga panjang chord tetap sepanjang bentang - Distribusi elastisitas (EI) dan rigiditas (GJ) sayap dianggap uniform sepanjang bentang - Aspek Rasio (AR) sayap yang besar (diatas 17) Jadi jelas, bahwa jenis pesawat terbang yang memenuhi kriteria seperti ini umumnya adalah pesawat glider.
LATAR BELAKANG TEORI Program komputasi dapat dibuat setelah persamaan fisik yang mendasari seluruh perhitungan flutter dapat didefinisikan. Persamaan-persamaan ini disusun dengan anggapan bahwa flutter sayap didominasi oleh dua modus gerak : heaving dan pitching.
Z
X L h
MAC AC EA CG ec
ab
xαα b b
b
Gambar 1. Definisi parameter Tinjau suatu gambaran penampang aerofoil sayap pesawat terbang, dengan definisi parameter seperti ditunjukkan di Gambar 1 dan modus geraknya ditunjukkan di Gambar 2. Dengan demikian persamaan gerak dinamik-nya dapat ditulis dalam bentuk matriks 2 dimensi [1] :
m S θ
Sθ &h& k h + Iθ θ&& 0
0 h h = [A] kθ θ θ
di mana, m : masa sayap per-satuan panjang e : faktor eksentrisitas Iθ : momen inersia masa sayap per-satuan panjang Sθ : momen statik terhadap sumbu elastik, = m.xα.b h, θ : perpindahan arah heaving dan arah pitching kh ,kθ : stiffness heaving (bending) dan pitching (torsional) [A] : matriks gaya/momen aerodinamika unsteady
(1)
Gambar 2. Modus gerak sayap 2D dan posisi penampang strip Secara umum, solusi persamaan differensial orde 2 di atas dapat ditulis sebagai :
{x }= x est
di mana,
(2)
s = σ + iω
Elemen-elemen matriks [A] dapat ditentukan dengan metoda yang diusulkan oleh Theodore Theodorsen [4], disebut dengan teori aerodinamika strip. Pada teori ini, dianggap bahwa karakteristik aerodinamika unsteady sepanjang bentang sayap dapat diwakili dengan karakteristik aerodinamika unsteady di suatu strip yang posisinya di 75% bentangan sayap (span). Sedangkan, penyelesaian persamaan eigen (1) dapat diperoleh dengan menggunakan metoda penyelesaian yang paling luas diterapkan, yakni Metoda K (atau metoda U-G/metoda American). Metoda ini disusun dengan konsep sebagai berikut : q Peredaman viscous [D] = 0 ( berarti σ=0), yang kemudian peredamannya diganti dengan peredaman struktur q Dianggap bahwa gerakan struktur harmonik dengan menambahkan ‘artificial damping’ : g Sehingga persamaan matriks (1) tersebut dapat ditulis kembali menjadi:
[− [M]ω + (1 + ig )[K]]{xˆ} = [A]{xˆ} 2
(3)
dengan menggunakan metoda pendekatan di rujukan [2], maka suku sebelah kanan adalah matriks 2 elemen :
[A ]{xˆ } =
L M
(4)
k
k
k h di mana, L = − πρ b3ω 2 a − (0.5 + a )αˆ + b αˆ 2 2 k
ˆ
b
m hˆ m M = Le + πρ b 4ω 2 a − (0.5 + a )αˆ + b αˆ k 2 b k 2
(5)
(6)
di mana, a : faktor pengali, jarak sumbu elastik ke titik tengah chord
k=
bω , frekuensi reduksi (bilangan Strouhal) U
(7)
ka = Lhk 2 ,
ma = M k 2 h
(8)
k = L k2, b θ
m = Mθ k 2 b
(9)
dengan, v Ck bω
Lh
=
1 − 2i
Lθ
=
1 v v − i [1 + 2Ck ]− 2 2 bω bω
M
1 = h 2
Mα
=
3 − v i 8 bω
(10)
2 Ck
(11) (12) (13)
Fungsi Ck disebut koeffisien Theodorsen, yang nilainya lebih tepat ditentukan melalui eksperimen. Namun R.T Jones, telah membuat pendekatan untuk fungsi Ck di [2] dan [3].
Dengan mensubstitusikan persamaan (5) dan (6) ke persamaan (4), maka diperoleh bahwa matriks [A] adalah :
ka 3 2 πρ b ω b [A ] = k 2 − ek a + b
− (0.5 +
b.ma
− e.k b +
a )k a + k b
b.mb − ( 0.5 + a )( − ek a
(14) + b.m a )
dan persamaan (4) adalah persamaan eigen yang akan mempunyai elemen-elemen matriks berikut :
c11 =
3 1 πρ b k a m + kh k2 b
3 1 πρ b [− ( 0.5 + a ) k a + k b ] c12 = Sθ + 2 kh k 3 1 πρ b − ek a + b.m a c 21 = Sθ + kθ k 2 b 3 1 πρ b [(− ek b + b.mb ) − ( 0.5 + a) (− e.k a + b.ma )] c 22 = Iθ + 2 kθ k
(15) (16) (17) (18)
Nilai eigennya adalah : λn = λ
Rn
+λ
In
i
(19)
di mana, ωn =
(20)
1 λ
Rn
gn = ω n2.λ
In
=
λ λ
In Rn
(21)
Jadi dengan mendapatkan parameter ωn dan gn maka diagram flutter dapat dibuat, dengan cara membuat kurva antara ω terhadap U/bω dan g terhadap U/bω. ALGORITHMA PROGRAM
Algorithma disusun dengan urutan logis sesuai dengan persamaan (1) sampai dengan (21) Program Mulai Tentukan jenis aerofoil dan definisikan variabel: span, rapat udara, rapat jenis bahan sayap, jarak a, jarak xαα , jarak b, bilangan Reynolds, viskositas kinematik, frekuensi rujukan ω θθ , panjang chord, tebal camber, rapat masa per-satuan panjang, faktor excentrisitas, momen statik terhadap sumbu elastik Hitung: Sθθ , Iθθ , k θθ , k h , Ck Hitung: Lh, Lθθ , M h, M θθ , k a , k b, ma , mb Hitung: c11 , c12 , c21 , c22 n=1(0.5)N Hitung : λ n, ω n dan gn Sampai batas kritis flutter jelas terdeteksi Program Selesai Gambar 3. Algorithma
PENERAPAN, HASIL DAN DISKUSI Dengan menggunakan algorithma pada Gambar 3, maka dapat disusun program dalam Fortran untuk menghasilkan nilai ωh, ωθ, g h, dan g θ . Hasilnya ditunjukkan di Gambar 4 dan 5. Sebagai sayap prototype, adalah suatu sayap yang memiliki chord 0.146 m dan bahan yang memiliki rapat masa persatuan panjang 0.294. Kecepatan angin yang melalui sayap adalah sedemikian sehingga memiliki bilangan Reynolds 300000. Tampak bahwa fenomena flutter terjadi pada saat kurva damping (g vs. U/bω) melintasi garis sumbu horizontal, dengan demikian seluruh peredaman sistem akan menjadi nol (g = 0) pada saat batas kritis flutter tercapai. Nilai U/bω pada g=0 ini adalah 4.25. Dengan merujuk pada ωθ dan b yang telah ditentukan, maka diperoleh bahwa Uf = 42.3 m/sec.
ω ω
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6
heaving
0.4
torsion
0.2 0 0
2
4
6
8 U/bωω
Gambar 5. Kurva frekuensi
g
2 1 0 0
2
4
-1
6
U/bωω
8
-2
heaving -3
torsion
-4 -5
Gambar 6. Kurva redaman Hal ini juga ditandai dengan garis kurva osilasi heaving dan torsion yang saling mendekat satu sama lainnya pada kurva frekuensi (ω vs. U/bω), dengan demikian telah terjadi kopling frekuensi osilasi antara heaving dan torsion.
KESIMPULAN Metoda analisa yang digunakan telah mampu memberikan karakteristik aeroelastik dinamik yang diharapkan, di mana batas keadaan kritis dapat ditentukan dengan hasil yang cukup realistis untuk pesawat glider. Akan tetapi hasil ini masih merupakan hasil analisa secara 2D sehingga perlu penyempurnaan lebih lanjut, terutama dalam perumusan persamaan gerak disertai dengan validasi melalui eksperimen. Dengan melalui validasi, maka penentuan anggapan, batas-batas penyederhanaan yang diambil dan hubungan beberapa parameter analisis 2D dengan parameter sebenarnya yang 3D dapat dilakukan secara tepat. Dari kurva-kurva redaman yang diperoleh menunjukkan bahwa kurva g sebelum flutter cukup landai, sehingga secara kualitatif dapat dikatakan bahwa sepanjang bentangan sudu yang ditinjau flutter yang mungkin terjadi adalah mild.
DAFTAR PUSTAKA 1. ZWAAN, R.J., Course Notes on Aeroelasticity of Aircraft, ITB, Bandung, (1989) 2. SCANLAN, ROBERT H. and ROSENBAUM, ROBERT, Introduction to The Study of Aircraft Vibration and Flutter, Dover Publications Inc, New York, (1968) 3. FUNG, Y.C., An Introduction to The Theory of Aeroelasticity, Dover Publication Inc., New York, (1969) 4. DOWELL, EARL H., A Modern View of Theodore Theodorsen: Physicist and Engineer, AIAA, Washington, (1992)
HOME
KOMPUTASI DALAM SAINS DAN TEKNOLOGI NUKLIR XIII