FITOREMEDIASI LAHAN PERTANIAN TERCEMAR LOGAM BERAT KADMIUM DAN TEMBAGA DARI LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL
OLEH: YULIS ANGGUNITA KURNIASIH F14103009
2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FITOREMEDIASI LAHAN PERTANIAN TERCEMAR LOGAM BERAT DARI LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL
SKRIPSI
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
YULIS ANGGUNITA KURNIASIH F14103009
Lahir di Magetan, 26 Juli 1985 Tanggal Kelulusan : __________
Menyetujui,
Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc. ____________________________ Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Nono Sutrisno Sa’ad, MS ___________________________ Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS ______________________________ Ketua Departemen Teknik Pertanian
Yulis Anggunita Kurniasih. F14103009. Fitoremediasi Lahan Pertanian Tercemar Logam Berat Kadmium Dan Tembaga Dari Limbah Industri Tekstil. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono,MSc. dan Dr. Ir. Nono Sutrisno Sa’ad, MS
RINGKASAN Di daerah Sambungmacan (Sragen) terdapat industri tekstil yang limbah cairnya diduga mempengaruhi kondisi tanah sawah di sekitar industri. Analisis awal menunjukkan tanah sawah di sekitar industri tekstil tersebut mengandung logam berat dengan kadar yang cukup tinggi. Jika kondisi ini dibiarkan maka pencemaran tanah akan terus terjadi. Akibatnya selain bisa menurunkan hasil panen dan kualitas produk pertanian juga menyebabkan dampak negatif bagi ekosistem. Sehubungan dengan adanya kerusakan tanah akibat tingginya kandungan logam berat, maka upaya perbaikan yang dapat dilakukan secara biologi antara lain bioremediasi, fitoremediasi dan penggunaan bahan organik. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah teknik fitoremediasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia dari sampel tanah yang diidentifikasi tercemar logam berat dari limbah industri tekstil serta untuk mengetahui kemampuan penyerapan logam berat oleh berbagai jenis tanaman (yang tidak bisa dimakan dan yang bisa dimakan). Penelitian dilakukan pada bulan Maret s/d Agustus 2007 di greenhouse Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, Pati, Jawa Tengah. Sampel lahan pertanian tercemar limbah industri tekstil (jenis tanah vertisol) diambil dari Desa Karanganyar Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen. Kadar logam berat pada tanah dianalisis sebelum dan setelah perlakuan tanaman (fitoremediasi) dengan alat AAS (Atomic Absorption Spectrometer). Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan lima buah perlakuan jenis tanaman fitoremediasi yaitu mendong (Fimbristylis globulosa), eceng gondok (Eichhornia crassipes), sawi (Brassica juncea), bundung (Scirpus sp.) dan padi (Oryza sativa). Setiap perlakuan diulang dalam tiga kelompok atau blok. Analisis data menggunakan program SAS v6.12 (ANOVA, uji Duncan). Tanah sampel yang merupakan jenis tanah vertisol diambil dari lokasi tercemar limbah tekstil, termasuk dalam kondisi tanah tercemar logam berat dengan kadar awal Cu sebesar 31,38 mg/kg dan kadar Cd sebesar 1,18 mg/kg. Perlakuan tanaman fitoremediasi berhasil menurunkan kadar Cd dalam tanah sebesar 36 % oleh eceng gondok, 23 % oleh mendong dan 22 % oleh bundung. Sehingga eceng gondok dan mendong direkomendasikan sebagai tanaman fitoremediasi yang paling efektif. Tanaman yang termasuk komoditi pertanian jenis tanaman pangan (padi dan sawi) terbukti juga menyerap logam berat. Perlakuan tanaman sawi menurunkan kadar Cd sebesar 21 %. Sementara tanaman padi menurunkan sebesar 22 %. Kadar logam berat diserap jauh lebih tinggi pada bagian akar tanaman daripada batang daun (tajuk) tanaman. Dalam penelitian belum terbukti adanya penurunan kadar Cu dalam tanah setelah perlakuan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Magetan, Jawa Timur pada tanggal 26 Juli 1985. Pada tahun 1991 penulis mulai menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak Dharmawanita Desa Ploso, Kendal, Ngawi. Kemudian diteruskan dengan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Ploso I, Kendal, Ngawi pada tahun 1992-1998. Pendidikan menengah ditempuh penulis di SLTP Negeri 1 Magetan, Jawa Timur pada tahun 1998-2001. Kemudian pendidikan penulis dilanjutkan di SMU Negeri 1 Magetan, Jawa Timur pada tahun 2001-2003. Semasa sekolah penulis aktif di organisasi Pramuka dan Drum Band. Pada tahun 2003 penulis mulai menempuh pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB), diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama kuliah penulis pernah menjadi anggota Koperasi Mahasiswa (2004), reporter untuk Koran Kampus (2005), wakil ketua IMPATA (Ikatan Mahasiswa Pelajar Alumni Magetan) periode 2006 dan merupakan anggota HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian). Tugas Praktek Lapang penulis lakukan di PT Saung Mirwan, Bogor dengan Laporan Praktek Lapang berjudul Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian Pada Budidaya Tanaman Krisan Dalam Greenhouse Di PT Saung Mirwan, Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penyusunan Skripsi dengan judul Fitoremediasi Lahan Pertanian Tercemar Logam Berat Dari Limbah Industri Tekstil ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini : 1. Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc., selaku Dosen Pembimbing Utama, atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan selama penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Nono Sutrisno Sa’ad, MS., selaku Dosen Pembimbing Kedua atas bimbingan dan kesempatan sehingga penulis bisa melakukan penelitian di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. 3. Chusnul Arif, STP, MSi., selaku Dosen Penguji atas masukan dan saran yang telah diberikan selama proses perbaikan skripsi. 4. Tim peneliti di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Ir. Mulyadi, Pak Woto, Mbak Dewi, Mbak Ratih), terima kasih untuk kerjasamanya selama ini, mohon maaf untuk setiap kesalahan yang pernah penulis lakukan. 5. Tim laboratorium di Balai penelitian Lingkungan Pertanian (Pak Arif, Bu Yulis, Mas Fitra, Mas Slamet, Mita), atas semua bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan penelitian. 6. Rekan-rekan di Jakenan, Pati (Purwono, Mas Yono, Mas Yanto, Mas FunnY, QQ, Mbak Erna) atas semua bantuan, persahabatan dan dukungan semangat yang tidak akan penulis lupakan. 7. Keluarga Suyono di Ngawi (Bapak, Ibu, Adek) atas semua cinta dan kasih sayang. 8. Rekan-rekan penelitian (Yanu, Tyas, Tini, Rika) untuk sebuah perjuangan dan persahabatan yang tak terlupakan. 9. Teman-teman TEP’40 atas kebersamaan yang manis selama kuliah. 10. The IMPATAers, untuk semua kehebohan, kekeluargaan, ke-ndeso-an dan motto ‘abadi’ kita...Bersama Menggapai Cita. 11. Sahabat-sahabat penulis (Risa, Pury, Dina, Lika, Alin, Chacha, Erfan, Nunus) untuk sebuah ungkapan ‘Friends indeed are friends in need’.
v
12. Rahma Ruly Maharatri (alm.) untuk semua kenangan manis yang pernah terlewati bersama, we will always remember you. Penulis berharap semoga karya kecil ini bisa bermanfaat bagi yang memerlukan. Banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini sangat disadari oleh penulis sehingga saran dan kritik yang membangun akan disambut dengan baik. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Bogor, Maret 2008
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Judul ......................................................................................................................... i Halaman pengesahan............................................................................................... ii Kata pengantar .........................................................................................................v Daftar isi................................................................................................................ vii Daftar gambar....................................................................................................... viii Daftar tabel............................................................................................................. ix Daftar lampiran ........................................................................................................x I. PENDAHULUAN A. Latar belakang .................................................................................................1 B. Tujuan penelitian .............................................................................................2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran lingkungan ..................................................................................3 B. Limbah industri tekstil.....................................................................................4 C. Logam berat.....................................................................................................5 D. Logam berat dalam tanah ................................................................................7 E. Serapan tanaman terhadap logam berat ...........................................................9 F. Fitoremediasi .................................................................................................11 G. Deskripsi tanaman .........................................................................................15 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian ........................................................................17 B. Bahan dan alat ...............................................................................................17 C. Tahap pelaksanaan penelitian........................................................................18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik tanah di lokasi tercemar...........................................................23 B. Logam berat Kadmium (Cd) setelah fitoremediasi .......................................27 C. Logam berat Tembaga (Cu) setelah fitoremediasi ........................................31 D. Translokasi logam berat (Aspek fisiologi tanaman) .....................................34 V. KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................38 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................39 LAMPIRAN...........................................................................................................42
vii
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1. Hubungan antara pH tanah dan kadar logam yang terkandung .........................9 2. Beberapa proses dalam fitoremediasi...............................................................13 3. Diagram alir pelaksanaan penelitian ................................................................22 4. Lokasi pengambilan sampel tanah tercemar logam berat ................................23 5. Air irigasi terkontaminasi logam berat.............................................................24 6. Grafik perbandingan kadar Cd tanah awal dan setelah 2 bulan .......................27 7. Grafik perbandingan kadar Cd dalam tanaman setelah 2 bulan.......................29 8. Grafik perbandingan kadar Cu tanah awal dan setelah 2 bulan .......................31 9. Grafik perbandingan kadar Cu dalam tanaman setelah 2 bulan.......................33 10. Penampang melintang jalur pergerakan air dalam jaringan akar ....................36
viii
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
1. Jenis logam pada zat warna................................................................................5 2. Sifat fisik dan kimia tanah................................................................................25 3. Hasil uji Duncan kadar Cd dalam tanah...........................................................28 4. Hasil uji Duncan kadar Cd dalam tanaman......................................................30 5. Hasil uji Duncan kadar Cu dalam tanah...........................................................32 6. Hasil uji Duncan kadar Cu dalam tanaman......................................................34
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
Halaman
1. Batas kritis unsur logam berat (Cd dan Cu) dalam tanah dan tanaman ...........43 2. Hasil analisis kadar logam berat dalam tanah setelah 2 bulan .........................44 3. Hasil analisis kadar logam berat dalam akar tanaman setelah 2 bulan ............45 4. Hasil analisis kadar logam berat dalam tajuk tanaman setelah 2 bulan ...........46 5. Data pertumbuhan tanaman..............................................................................47 6. Data iklim.........................................................................................................48 7. Prosedur persiapan sampel tanah dan tanaman................................................51 8. Prosedur penetapan unsur logam berat pada tanah dan tanaman.....................52 9. Peta lokasi pengambilan sampel tanah tercemar..............................................54 10. Klasifikasi tanaman perlakuan ........................................................................55 10. Alat AAS dan proses destruksi sampel ............................................................57 11. Tanaman perlakuan fitoremediasi ...................................................................58 13. Akar tanaman perlakuan ..................................................................................59 12. Kondisi dalam dan luar greenhouse................................................................60
x
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Industri tekstil merupakan jenis industri yang banyak menyerap tenaga kerja karena sifat produksinya massal. Hal ini tentu saja menjadi dampak positif dengan adanya industri tersebut. Namun berkaitan dengan lingkungan, terdapat dampak negatif yang disebabkan oleh limbah industri tekstil. Meskipun pelaku industri tersebut menyatakan telah melakukan proses pengolahan limbah melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), namun masih saja terdapat sejumlah senyawa (logam berat) yang ikut terbawa aliran air. Berawal dari aliran air ini, ketika aliran air menuju ke persawahan dan petani memanfaatkannya untuk irigasi maka logam berat akan diserap dan terakumulasi dalam tanah. Selanjutnya jika tanah ditanami tanaman pangan (padi misalnya) maka logam berat juga akan terakumulasi dalam padi. Akumulasi akan berlanjut ketika beras masuk ke dalam rantai makanan. Meski perlu waktu yang lama namun dampak akumulasi logam berat dalam tubuh akan sangat merugikan. Umumnya logam berat bersifat karsinogen. Jenis logam berat tersebut antara lain kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) yang dihasilkan oleh limbah industri tekstil. Dalam kasus sebelumnya, pencemaran akibat limbah industri tekstil terjadi di daerah Rancaekek, Bandung (Adji, 2006). Di daerah tersebut berkembang kawasan industri tekstil dengan jumlah pabrik tekstil lebih dari 30 buah. Air sungai Cikijing dan tanah sawah di daerah Rancaekek yang berdekatan dengan industri tekstil tersebut diketahui mengandung logam berat tembaga (Cu), seng (Zn), timbal (Pb), kadmium (Cd), kobalt (Co), krom (Cr) dan nikel (Ni). Adanya logam berat dalam air aliran sungai Cikijing diduga berpengaruh terhadap keberadaan unsur-unsur logam berat dalam tanah sawah yang mendapat pengairan dari sungai tersebut. Kadar unsur Cu dari tanah sawah sekitar industri tekstil diketahui sebesar 58 mg/kg dan kadar unsur Cd sebesar 2,02 mg/kg. Pencemaran Cd melalui pengairan pada dosis >0,005 ppm mengakibatkan akumulasi
Cd
dalam beras dapat mencapai >0,1 ppm (Subowo et al., 1996). Secara terusmenerus mengkonsumsi makanan yang mengandung logam-logam berat tersebut akan menimbulkan kesehatan menurun dan penyakit berbahaya.
1
Hampir
sama
dengan
kasus
di
daerah
Rancaekek,
di
daerah
Sambungmacan (Sragen) terdapat industri tekstil yang limbah cairnya diduga mempengaruhi kondisi tanah sawah di sekitar industri. Analisis awal menunjukkan tanah sawah di sekitar industri tekstil tersebut mengandung logam berat dengan kadar yang cukup tinggi. Jika kondisi ini dibiarkan maka pencemaran tanah akan terus terjadi. Akibatnya selain bisa menurunkan hasil panen dan kualitas produk pertanian, juga menyebabkan dampak negatif bagi ekosistem. Berdasarkan uraian diatas maka pengembangan industri yang berwawasan lingkungan
perlu diusahakan agar pertumbuhan industri tidak hanya untuk
meningkatkan taraf hidup dalam arti material, melainkan juga dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan. Sehubungan dengan adanya kerusakan tanah akibat tingginya kandungan logam berat, salah satu upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah secara biologi antara lain bioremediasi, fitoremediasi dan penggunaan bahan organik. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah teknik fitoremediasi. Pada kasus Rancaekek, teknik ini terbukti bisa menurunkan kadar logam berat dalam tanah tercemar. Kemudian akan dikaji pula kemampuan tanaman pangan dalam menyerap logam berat dalam tanah.
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis sifat fisik dan kimia dari sampel tanah yang diidentifikasi tercemar logam berat dari limbah industri tekstil. 2. Menganalisis kemampuan penyerapan logam berat oleh berbagai jenis tanaman (yang tidak bisa dimakan dan yang bisa dimakan).
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENCEMARAN LINGKUNGAN Menurut UU RI no 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan menurut PP RI no 85 tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP RI no 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Menurut Palar (2004), pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran. Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan hidup, biasanya berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. Limbah-limbah yang sangat beracun pada umumnya merupakan limbah kimia, apakah itu berupa senyawa kimia atau hanya dalam bentuk unsur. Biasanya senyawa kimia yang sangat beracun bagi organisme hidup dan manusia adalah senyawa-senyawa kimia yang mempunyai bahan aktif dari logam berat. Daya racun yang dimiliki oleh bahan aktif dari logam berat akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh. Sehingga proses metabolisme terputus. Disamping itu bahan beracun dari senyawa kimia juga dapat terakumulasi atau menumpuk dalam tubuh, akibatnya timbul masalah keracunan kronis.
3
B. LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian,
proses
penghilangan
kanji,
penggelantangan,
pemasakan,
pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasilkan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat daripada limbah dari proses penyempurnaan bahan sistesis. Masalah lingkungan yang utama dalam industri tekstil adalah limbah dari proses pencelupan. Pencemaran air dari industri tekstil dapat berasal dari buangan air proses produksi, buangan sisa-sisa pelumas dan minyak, buangan bahan-bahan kimia sisa proses produksi, sampah potongan kain, dan lainnya. Zat warna, logam berat dan konsentrasi garam yang tinggi merupakan polutan air. Limbah yang dihasilkan antara lain : logam berat arsen (As), kadmium (Cd), krom (Cr), timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing), pigmen, zat warna, tensioactive (surfactant) dan pelarut organik (Kementrian Lingkungan Hidup, 2005). Sumber logam dari proses tekstil sulit untuk diidentifikasi karena memerlukan analisis dari seluruh aspek produksi. Kemungkinan sumber untuk logam berat ini berasal dari serat yang digunakan, air, zat warna, atau sebagai impurities pada bahan kimia. Kehadiran logam berat dalam air limbah telah menjadi perhatian masyarakat diseluruh dunia. Beberapa zat warna mengandung logam yang dikenal sebagai senyawa yang bersifat racun. Logam terkandung dalam zat warna karena dua penyebab. Pertama merkuri atau logam lain digunakan sebagai katalis selama proses pembuatan zat warna dan juga dapat hadir sebagai hasil samping (by product). Kedua, sebagian zat warna mempunyai logam didalamnya sebagai bagian dari molekul zat warna tersebut. Sebagai contoh kandungan logam pada zat warna dapat dilihat pada Tabel 1. Sumber logam dari pencelupan tidak selalu hanya berasal dari zat warna yang digunakan, tetapi dapat juga berasal dari proses afterkrom untuk serat wool, ketidakmurnian dalam serat, garam, soda kaustik juga dari senyawa oksidator dan reduktor (dikromat dan permanganat sebagai oksidator, zinc sulfoxylate formaldehidyde sebagai reduktor pada proses afterclearing atau discharge printing dan stripping). Logam berat
4
juga dimungkinkan terdapat dalam serat alam seperti katun dan wool yaitu arsen (As) dari defoliant dan pestisida. (Kementrian Lingkungan Hidup, 2005).
Tabel 1. Jenis logam pada zat warna Jenis zat warna
Jenis logam yang terdapat dalam struktur zat warna
Direk
Cu
Reaktif
Cu, Ni
Bejana
Tidak ada
Disperse
Tidak ada
Asam
Cu, Cr, Co
Premet
Cu, Cr, Co
Mordan
Cr
Pigmen
Pb, Cr, Mo, Cd
Sumber : Panduan teknis ekolabel industri tekstil, KLH (2005)
C. LOGAM BERAT Menurut Palar (2004), logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Secara umum karakteristik logam berat antara lain memiliki berat jenis lebih dari 5 gram/cm3, mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan aktinida, mempunyai respon biokimia khas (spesifik) pada organisme hidup. Saeni (2002) menjelaskan bahwa unsur-unsur logam berat yang potensial menimbulkan pencemaran pada lingkungan adalah besi (Fe), arsen (As), kadmium (Cd), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), krom (Cr), seng (Zn) dan tembaga (Cu). Dalam hal ini yang akan dibahas hanya logam berat Cd dan Cu.
5
1. Logam berat Cd Logam berat Cd termasuk golongan II B dalam tabel periodik, memiliki berat atom 112,40. Berdasarkan sifat-sifat fisiknya, Cd merupakan logam yang lunak, berwarna putih perak. Prinsip dasar dalam penggunaan Cd adalah sebagai bahan ‘stabilisasi’, sebagai bahan pewarna dalam industri plastik, tekstil dan pada elektroplating. Campuran Cd-Ni banyak digunakan dalam industri baterai, pesawat terbang dan industri senjata berat. Alloy Cd dengan logam Cu, Pb, Sn dan Ag banyak digunakan sebagai bahan solder. Senyawa Cd-stearat banyak digunakan dalam industri PVC sebagai bahan yang berfungsi untuk stabilizer. Selain itu Cd banyak digunakan dalam industriindustri ringan, seperti pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman dan industri tekstil. Sistem-sistem tubuh yang dapat dirusak oleh keracunan kronis logam Cd ini adalah sistem urinaria (ginjal), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah, jantung). Kerusakan yang terjadi pada sistem ginjal dapat dideteksi dari tingkat atau jumlah kandungan protein yang terdapat dalam urine. Proteinuria itu merupakan gejala-gejala awal dari kerusakan sistem ginjal. Gejala-gejala lain adalah timbulnya asam aminouria dan glokosuria, terjadinya ketidaknormalan kandungan asam urat, Ca dan P dalam urine. Keracunan kronis yang disebabkan oleh CdO dapat mengakibatkan penyakit anemia. Serangan yang paling hebat dari keracunan yang disebabkan oleh logam Cd adalah kerapuhan pada tulang. Seperti yang terjadi di Jepang (penyakit itai-itai). Penyakit ini mirip dengan ostemalacia (sejenis penyakit tulang) yang mendatangkan rasa sakit pada persendian tulang belakang dan tulang kaki. Logam Cd juga merupakan zat karsinogen (Palar, 2004). Logam berat Cd tidak ada manfaatnya bagi makhluk hidup, sangat toksik bagi tanaman dan hewan. Makanan menjadi sumber utama masuknya Cd ke dalam tubuh. Kontaminasi Cd di lingkungan meningkat beberapa dekade terakhir seiring meningkatnya konsumsi Cd oleh berbagai industri (Alloway, 1995).
6
2. Logam berat Cu Unsur logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan, termasuk golongan I B, nomor atom 29 dan berat atom 63,5. Secara alamiah, Cu dapat masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat dari berbagai peristiwa alam. Unsur ini dapat bersumber dari erosi batuan mineral, debu atau partikulat Cu di udara yang dibawa turun oleh air hujan. Secara non alamiah, Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat dari aktivitas manusia. Sebagai contoh adalah buangan industri yang memakai Cu dalam proses produksinya, seperti industri galangan kapal, industri pengolahan kayu, buangan rumah tangga, industri cat sebagai antifoling, industri insektisida dan fungisida. CuO banyak digunakan sebagai katalis, baterai, elektroda, penarik sulfur. Turunan senyawa Cu karbonat banyak digunakan sebagai pigmen pada industri tekstil, insektisida, fungisida dan pewarna kuningan. Senyawa khloridanya banyak digunakan dalam bidang metalurgi, fotografi, pemurnian air dan aditif bahan makanan. Selain itu, senyawa Cu sulfat juga banyak digunakan dalam bidang pertanian, peternakan, industri petroleum (Palar, 2004). Gejala toksisitas Cu pada manusia dikenal dengan penyakit Wilson, ditemukan pertama tahun 1912. Penyakit ini menyebabkan Cu terakumulasi pada organ liver (Alloway, 2005).
D. LOGAM BERAT DALAM TANAH Secara alami tanah telah mengandung berbagai unsur logam, unsur logam dominan adalah silikon (Si), aluminium (Al), besi (Fe), kalsium (Ca), natrium (Na), kalium (K), dan magnesium (Mg). Unsur-unsur logam pada tanah ini berasal dari pelapukan batu-batuan (batuan induk) dan keberadaan unsur ini akan besar pengaruhnya terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Alloway, 1995). Sedangkan jenis logam berat, jika jumlahnya berlebih (sifatnya akumulatif)
akan
menyebabkan terjadinya pencemaran dalam tanah. Yaron et al., (1996) menjelaskan logam berat dalam tanah terdiri atas berbagai bentuk, seperti bentuk yang terikat pada partikel organik, bentuk tereduksi (hidroksida), bentuk karbonat, bentuk sulfida dan bentuk larutan dalam
7
tanah. Logam berat termasuk zat pencemar karena sifatnya yang stabil dan sulit untuk diuraikan. Logam berat dalam tanah yang membahayakan pada kehidupan organisme dan lingkungan adalah dalam bentuk terlarut. Secara umum, kation logam berat lebih banyak bergerak dalam kondisi asam. Proses kimia terpenting yang mempengaruhi perilaku dan ketersediaan logam berat dalam tanah berkaitan dengan adsorpsi logam berat dari fase cair ke fase padat. Proses-proses ini mengontrol konsentrasi ion logam berat dan menjadi kompleks dalam tanah sehingga berpengaruh terhadap penyerapan logam berat oleh akar tanaman (Alloway, 1995). Selanjutnya dalam Alloway (1995), terdapat mekanisme yang bisa menjelaskan proses adsorpsi ion logam berat dalam tanah, yaitu pertukaran kation/ cation exchange (non-specific adsorption) dan adsorpsi spesifik (specific adsorption). Dalam hal ini pertukaran kation berarti pertukaran antara kation logam berat dengan anion koloid tanah. Kebanyakan logam berat bertahan sebagai kation dalam tanah dan kemampuan adsorpsinya tergantung dari densitas muatan negatif (anion) pada permukaan koloid tanah. Untuk menjaga ke-elektronetral-an, maka muatan negatif permukaan diimbangi oleh kation dengan jumlah yang sama. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Wild (1993), logam berat dalam tanah umumnya berbentuk kation (ion positif) dan akan diikat oleh anion (ion-ion negatif) dari partikel tanah. Adsorpsi spesifik merupakan pertukaran kation logam berat dan kebanyakan anion dengan ligand permukaan untuk membentuk sebagian ikatan kovalen. Efek toksik logam berat lebih ditentukan oleh bentuknya daripada konsentrasinya. Bentuk ion utama Cd dalam tanah adalah Cd2+ tapi bisa juga membentuk ion kompleks seperti CdCl+, CdOH+, CdHCO3+, CdCl3-, CdCl42-, Cd(OH)3- dan Cd(OH)42-. Cd cenderung lebih mobil dalam tanah sehingga lebih tersedia untuk tanaman. Sama seperti Cu, jika pH menurun maka kadar Cd akan cenderung meningkat. Logam Zn diketahui memiliki efek antagonistik terhadap penyerapan Cd dalam tanah artinya adanya Zn bisa mengurangi keberadaan Cd dalam tanah (Alloway, 1995). Ketersediaan Cu dalam tanah yang bisa diserap tanaman berada dalam bentuk ion Cu2+. Biasanya konsentrasi Cu dalam tanaman berada pada rentang 5-
8
20 mg/kg. Akumulasi Cu berbeda-beda pada tanaman tergantung spesies dan kultivarnya. Ion-ion yang bisa mengurangi penyerapan Cu adalah Ca2+, K+ dan NH4+. Pergerakan dan ketersediaan Cu dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah, kandungan bahan organik, keberadaan unsur besi (Fe), mangan (Mn) dan alumunium oksida. Sementara penurunan pH justru akan meningkatkan penyerapan Cu2+ oleh akar tanaman karena penurunan pH akan meningkatkan aktivitas Cu2+. Logam berat Cu relatif tidak mobil dalam tanaman (Alloway, 1995). Pengaruh pH tanah terhadap kadar logam berat disajikan pada Gambar 1.
Kadar logam berat (mg/kg)
Kadar logam berat (mg/kg)
pH tanah
Gambar 1. Hubungan antara pH tanah dan kadar logam yang terkandung Sumber : Wild (1993)
E. SERAPAN TANAMAN TERHADAP LOGAM BERAT Pengikatan logam berat pada tanaman diantaranya melalui pembentukan senyawa kompleks. Dengan adanya eksudat akar maka akar tanaman mengeluarkan sejumlah asam organik misalnya asam malat, sitrat, fumarat, fenolat yang menyebabkan pH di sekitar perakaran menurun. Akibatnya banyak senyawa dan ion logam berat menjadi terlarut sehingga terserap oleh akar tanaman. Logam berat yang terserap oleh akar selanjutnya akan tertranslokasi dan terakumulasi dalam akar, batang, daun, buah dan biji (Tan, 2000).
9
Kadar logam berat dalam tanaman dipengaruhi oleh jangka waktu tanaman kontak dengan logam berat, kadar logam berat dalam tanah, morfologi dan fisiologi tanaman, umur tanaman serta jenis tanaman yang tumbuh di sekelilingnya. Akar tanaman secara langsung dapat menyerap logam berat larut, khususnya kation logam berat bebas. Logam berat dalam tanah dapat berdifusi ke permukaan akar melalui pertukaran ion dan melalui hubungan langsung antara akar dengan fraksi liat tanah. Logam berat dapat pula masuk ke dalam sistem perakaran karena adanya asam-asam organik yang dikeluarkan oleh akar. Asamasam organik tersebut berikatan dengan logam dan bergerak masuk ke dalam vakuola sel (Ferguson, 1991). Menurut Alloway (1995), serapan tanaman terhadap ion logam berat dalam tanah secara luas ditentukan oleh jumlah total ion logam berat dalam tanah, tapi dalam kasus ion yang teradsorpsi secara kuat, penyerapan lebih tergantung pada jumlah akar yang diproduksi tanaman. Mikoriza adalah jamur simbiosis yang secara efektif meningkatkan daerah penyerapan pada akar. Penyerapan logam berat oleh akar tanaman bisa berbentuk proses pasif atau aktif (metabolik). Penyerapan pasif (non-metabolik) termasuk difusi ion-ion dalam tanah ke dalam endodermis akar. Dengan kata lain, penyerapan aktif terjadi melawan suatu gradien konsentrasi tapi membutuhkan energi metabolik dan karena itu bisa dihalangi oleh racun-racun. Penyerapan Pb termasuk proses pasif. Penyerapan Cu, Mo, Zn termasuk proses aktif atau keduanya. Mekanisme penyerapan bisa beragam untuk ion-ion logam berat yang berbeda, tapi ion-ion yang diserap akar dengan mekanisme sama akan cenderung berkompetisi satu sama lain. Misalnya : penyerapan Zn dihalangi oleh Cu dan H+, penyerapan Cu dihalangi oleh Zn, NH4+, Ca, K. Perbedaan relatif dalam penyerapan ion-ion logam berat antara spesies-spesies tanaman dan kultivar-kultivar secara genetik dipengaruhi oleh faktor-faktor : daerah permukaan akar, KTK akar, eksudat akar dan kecepatan evapotranspirasi. Penyerapan logam berat melalui daun dipengaruhi oleh : spesies tanaman, status nutrisi tanaman, ketebalan lapisan kutikula, umur daun, keberadaan stomata, kelembaban pada permukaan daun dan sumber unsur. Sekali ion logam berat terserap melalui akar atau daun dan diangkut ke xylem, maka ada kemungkinan akan menyebar ke seluruh tanaman.
10
F. FITOREMEDIASI Berawal pada pertengahan tahun 1990-an, seorang profesor agronomi dari Universitas Purdue menanam rumput jenis St. Augustine dan rye (gandum hitam) di lahan pertanian yang terkontaminasi minyak. Perusahaan minyak telah melakukan pembersihan sebagian besar minyak, tapi banyak kontaminan bersifat karsinogen yang disebut Polynuclear Aromatic Hydrocarbons (PAHs) tertinggal dalam tanah. Inilah pertama kalinya teknik fitoremediasi digunakan untuk membersihkan sisa-sisa minyak pada lahan pertanian. Teknik ini berhasil dengan baik. Dua tahun kemudian 75 % kontaminan berhasil dibersihkan (hilang). Fitoremediasi makin berkembang karena diketahui beberapa tanaman juga bisa menyerap logam berat (Gardiner, 2004). Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tumbuhan dan bagian-bagiannya untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan. Proses fitoremediasi dapat dilakukan dengan menggunakan tumbuhan secara langsung, dengan menggunakan ekstrak tumbuhan yang mengandung berbagai enzim degradator maupun dengan menggunakan kultur jaringan tumbuhan (Subroto, 1996). Menurut Chappel (1977), fitoremediasi adalah penggunaan secara langsung tumbuhan hidup untuk mendegradasi dan meremediasi tanah, lumpur, sedimen dan perairan yang tercemar secara in-situ. Fitoremediasi dapat digunakan untuk membersihkan logam, pestisida, pelarut, minyak mentah, PAH (polycyclic aromatic hydrocarbons) dan limbah cair yang dihasilkan oleh sebuah tempat penampungan sampah. Teknologi ini mulai berkembang dan banyak digunakan karena memberikan banyak keuntungan. Teknologi ini potensial untuk diaplikasikan, aman untuk digunakan dan dengan dampak negatif relatif kecil, biaya relatif rendah, mampu mereduksi volume kontaminan, dan memberikan keuntungan langsung bagi kesehatan masyarakat. Schoor (1997) menyebutkan bahwa beberapa jenis tumbuhan yang digunakan untuk fitoremediasi mempunyai sifat sebagai hiperakumulator logam karena memiliki kemampuan untuk menampung sejumlah besar logam, bahkan logam yang tidak dibutuhkan oleh tumbuhan. Chappel (1997) berpendapat bahwa tumbuhan dapat digunakan untuk mendegradasi polutan organik atau mengikat
11
dan menstabilkan kontaminan logam. Dalam hal ini tumbuhan berperan sebagai filter (penyaring) dan penyerap kontaminan logam. Terdapat beberapa proses yang berkaitan dengan fitoremediasi. Prosesproses tersebut antara lain fitoekstraksi, rizofiltrasi, fitostabilisasi, rizodegradasi, fitodegradasi dan fitovolatisasi. Fitoekstraksi yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga hyperacumulation. Rizofiltrasi (rhizo=akar) adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan pada akar (menempel pada akar). Fitostabilisasi yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media. Rizodegradasi (enhanced rhizosphere biodegradation) yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bacteri. Fitodegradasi (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzim berupa bahan kimia yang mempercepat proses degradasi. Fitovolatisasi yaitu proses menarik dan transpirasi zat kontaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke atmosfir (Oppelt, 2000).
12
Gambar 2. Beberapa proses dalam fitoremediasi (Sumber : www.mediaworkshop.org/.../images/phytorem.gif)
Keuntungan fitoremediasi selain mudah juga merupakan alternatif yang murah dibandingkan dengan cara remediasi fisika-kimia maupun bioremediasi yang menggunakan mikroorganisme (bakteri, kapang dan jamur). Adapun keterbatasan fitoremediasi adalah terutama yang berhubungan dengan batasan konsentrasi kontaminan yang dapat ditolerir oleh tumbuhan, masalah kebocoran kontaminan yang sangat larut dalam air dan lamanya waktu yang diperlukan pada fitoremediasi tanah yang tercemar (Subroto, 1996). Berdasarkan logam yang diperlukan untuk pertumbuhannya dikenal beberapa jenis tanaman yaitu serpentine (memerlukan tanah yang kaya akan unsur Ni, Cr, Mn, Mg, Co), seleniferous (memerlukan tanah yang kaya akan unsur Se), uraniferous (memerlukan tanah yang kaya akan unsur uranium), dan calamine (memerlukan tanah yang kaya akan unsur Zn dan Cd). Para peneliti masih terus mencari, menyeleksi dan mengidentifikasi sejumlah tanaman dari seluruh belahan bumi untuk digunakan dalam fitoremediasi. Penelitian dibutuhkan sebelum aplikasi di lapangan untuk menghindari dampak negatif yang mungkin timbul (Brooks, 1998). Rismana (2001) menjelaskan ada empat informasi penting yang dicari dalam penelitian. Pertama, kemampuan daya akumulasi berbagai jenis tanaman untuk berbagai jenis logam dan konsentrasi, sifat kimia dan fisika tanah, dan sifat fisiologi tanaman. Kedua, spesifikasi transpor dan akumulasi logam. Ketiga,
13
mekanisme akumulasi ditinjau secara fisiologi, biokimia dan molekuler. Keempat, kesesuaian sistem biologi dan evolusi pada akumulasi logam. Tanaman yang digunakan untuk fitoremediasi yaitu tanaman yang mempunyai penyerapan yang tinggi dan mampu tumbuh dengan baik pada tanah yang terkontaminasi. Tanaman tersebut memindahkan kontaminan dari zona perakaran menuju daun lalu daun dapat dipanen, dibakar dan dihilangkan (Food & Fertilizer Technology Centre, 2002). Menurut Oppelt (2000), ada beberapa karakteristik tanaman yang biasa digunakan untuk fitoremediasi (fitoekstraksi), diantaranya adalah (1) kemampuan penyerapan dan akumulasi logam berat tinggi; (2) kecepatan pertumbuhan tinggi sehingga produksi biomassa juga tinggi dan (3) tidak dikonsumsi makhluk hidup. Dari proses fisiologis tanaman, beberapa faktor yang mempengaruhi adalah (Oppelt, 2000) : 1. Tipe akar. Sistem perakaran serabut memiliki akar-akar halus yang tersebar di dalam tanah sehingga akan terjadi kontak maksimum dengan tanah karena besarnya luasan akar. 2. Kedalaman akar. Kedalaman akar berbeda untuk berbagai jenis tanaman, dipengaruhi oleh kondisi lokal diantaranya adalah : kedalaman air, KA tanah, struktur tanah, densitas tanah, kedalaman hard pan, kesuburan tanah, tekanan tanaman (cropping pressure). Kedalaman efektif tanaman fitoremediasi (tidak berkayu) adalah 1 – 2 ft (30-60 cm). 3. Kecepatan pertumbuhan. Kecepatan pertumbuhan secara langsung akan mempengaruhi kecepatan remediasi. Untuk fitoekstraksi, yang diharapkan adalah kecepatan pertumbuhan tanaman di atas tanah. Dengan tingginya massa akar dan tingginya biomassa tanaman maka akan meningkatkan besarnya kontaminan yang diakumulasi, meningkatkan transpirasi air, meningkatkan asimilasi dan metabolisme kontaminan atau untuk meningkatkan produksi eksudat dan enzim. Kecepatan tumbuh yang tinggi akan memperpendek waktu yang diperlukan untuk mencapai biomassa yang tinggi. 4. Kecepatan transpirasi. Kecepatan transpirasi tanaman penting untuk teknologi fitoremediasi yang mempengaruhi pengangkutan kontaminan
14
dan kontrol hidrolik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan transpirasi antara lain spesies tanaman, umur, massa, ukuran, faktor iklim dan musim. G. DESKRIPSI TANAMAN Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan rawa atau air, mengapung di atas permukaan air. Batangnya tidak tampak, 0.4-0.8 m tingginya. Daun tersusun di pangkal batang membentuk rozet, tumbuh tegak, bentuk daun bulat telur melebar. Daun berwarna hijau, tepi daun rata, panjang 7-25 cm, lebar 3-7 cm. Tangkai daun panjang dan menggelembung. Tunas tumbuh dari ketiak daun merayap di permukaan air menjadi tumbuhan baru. Akar panjang dan lebat tumbuh dari pangkal batang di dalam air. Bunga tumbuh dari ketiak daun, berada dalam bulir, berjumlah 6-12 kuntum, panjang 13-30 cm. Bunga berwarna ungu. Buah bulat panjang, persegi, didalamnya terdapat banyak biji. Eceng gondok tumbuh liar di air payau seperti di rawa dan bendungan. Tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1600 m dpl. Termasuk keluarga Pontederiaceae, berbentuk bundar serta tangkai yang menyangga, daun tampak menggembung seperti balon karena tersusun dari rongga udara. Tanaman ini mempunyai akar berambut dan menggantung pada pangkal batang. Panjang akar rata-rata 30-60 cm bahkan bisa lebih. Perbanyakan eceng gondok dengan menggunakan sulur atau anak cabang yang keluar dari tanaman induk (Steenis, 1987) Mendong (Fimbristylis globulosa) termasuk rumput semu, berlempung, batangnya cukup kuat, tumbuh tegak dan berkembang dengan akar serabutnya membentuk rumpun besar. Daun mendong menyerupai tabung menumpuk miring pada batang dan berbulu pada tepinya. Daun mendong tumbuh pada pucuk batang dengan jumlah beberapa helai. Tanaman mendong dapat tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai ketinggian 300-700 meter di atas permukaan laut, tersedia air yang cukup dan terkena sinar matahari secara penuh. Mendong adalah salah satu tumbuhan yang hidup di rawa, tanaman ini tumbuh didaerah yang lembek dan memiliki air yang cukup. mendong merupakan salah satu jenis rumput, dan biasanya tumbuh dengan panjang lebih kurang 100 cm (Steenis, 1987).
15
Bundung (Scirpus sp.) merupakan herba kokoh, tegak, berumpun kuat dengan tunas menjalar di bawah tanah. Sejenis tanaman rumput yang tingginya 0,8-2 m. Daun berjejal di pangkal batang, permukaan daun halus. Pangkal batang ini diselimuti oleh pangkal daun yang berbentuk pelepah seperti daun rumput gajah. Tanaman ini biasa hidup di daerah rawa Kalimantan. Padi (Oryza sativa) merupakan jenis rumput berumpun kuat, berumur 1 tahun, dari ruas keluar banyak batang yang berakar ; tinggi 1.5-2 m. Lidah tumbuh kuat, panjang 1-4 mm, bercangap 2. Helaian daun berbentuk garis, panjang 15-80 cm, kebanyakan dengan tepi kasar. Malai panjang 15-40 cm, tumbuh ke atas akhirnya ujung menggantung. Cabang malai kasar. Anak bulir sangat aneka ragam ; tidak berjarum, berjarum pendek atau panjang, berjarum licin atau kasar, hijau atau cokelat, gundul atau berambut ; panjang 7-10 mm, lebar lingkar 3 mm. Pada waktu masak buah kuning rontok atau tidak. Buah berbeda, kadang kaya pati, kadang kaya perekat (ketan). Dipelihara atau liar ; kebanyakan di tempat yang basah atau rawa (Steenis, 1987) Sawi (Brassica juncea) merupakan tanaman semusim yang berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Sawi dapat di tanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Akan tetapi, umumnya sawi diusahakan orang di dataran rendah, yaitu di pekarangan, di ladang, atau di sawah, jarang diusahakan di daerah pegunungan. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan. Sehingga ia dapat ditanam di sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah yang dikehendaki adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, dan drainase baik dengan derajat keasaman (pH) 6-7 (portal Iptek).
16
III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret s/d Agustus 2007 di greenhouse Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, Pati, Jawa Tengah. . B. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel lahan pertanian tercemar limbah industri tekstil (jenis tanah vertisol) yang diambil dari Desa Karanganyar Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen. Lokasi tersebut tercemar limbah yang berasal dari pabrik tekstil. Tanamantanaman yang digunakan untuk fitoremediasi yaitu mendong, eceng gondok, sawi dan padi. Selain itu bahan penunjang proses pertumbuhan tanaman di greenhouse (ember, pipa dan kain kasa untuk saluran limpasan air, pupuk organik, air untuk penyiraman). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi termometer, pH meter, AAS (Atomic Absorption Spectrometer) Varian AA 240 FS untuk mengukur kandungan logam berat dalam tanah dan jaringan tanaman (akar, tajuk), alat-alat penunjang persiapan sampel tanah dan tanaman yang akan dianalisis (kantong plastik, botol plastik, tampah, oven pengering yang dilengkapi dengan penghisap udara, timbangan analitik, ayakan 2.0 dan 5.0 mm, alat tumbuk tanah porselin atau marmer, papan kayu, kantong kertas, spidol, top-pan balance), alat-alat penunjang proses analisis logam berat (Neraca Analitik 4 desimal, tabung Digestión / Kjeldahl 200 ml, Block Digestión atau Electric Digestión, labu ukur 25 ml, corong gelas, kertas saring Whatman No. 41), alat-alat penunjang proses penanaman (sabit, cangkul, gunting, sprayer) serta alat tulis.
17
C. TAHAP PELAKSANAAN PENELITIAN Tahap pertama : 1. Persiapan awal penelitian, yaitu pembuatan blok-blok tanam yang akan digunakan sebagai lahan perbanyakan tanaman fitoremediasi (kebun koleksi). 2. Identifikasi tanaman-tanaman fitoremediasi disertai dengan survey lapang. Terdapat enam jenis tanaman berasal dari Kalimantan dan enam jenis berasal dari Jawa. Tanaman-tanaman tersebut adalah : a) Tanaman dari Kalimantan : - Purun tikus (Eleocharis dulcis) - Karapiting (Polygonum hydropiper) - Bundung (Scirpus sp.) - Hiring hiring (Rhynchosphora corynbosa) - Purun kudung (Leperonia mucrunata) - Bundung ganal (Scleria poaeformis) b) Tanaman dari Jawa : - Mendong (Fimbristylis globulosa) - Rumput (Cyperus platystylis) - Eceng gondok (Eichhornia crassipes) - Jugul (Borreria laevis) - Bayam (Amaranthus spp.) - Sawi (Brassica juncea) - Padi (Oryza sativa) 3. Perbanyakan tanaman fitoremediasi di kebun koleksi (lahan yang tidak tercemar). 4. Pengambilan sampel tanah yang tercemar logam berat hasil limbah industri tekstil. Sampel tanah vertisol diambil dari Desa Karanganyar Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen. Sebelum penelitian telah dilakukan survey pendahuluan yang menunjukkan bahwa tanah yang akan digunakan dalam penelitian tercemar limbah pabrik tekstil dan mengandung logam berat dengan kadar tinggi. Selanjutnya tanah yang telah diambil dikeringkan (kering angin) selama beberapa hari
18
kemudian ditumbuk. Tanah yang ditumbuk inilah yang akan digunakan sebagai media tanam. 5. Analisis awal kandungan logam berat dan sifat tanah (fisik dan kimia), dilakukan di Laboratorium Terpadu Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (prosedur terlampir). Tahap kedua : 1. Persiapan pindah tanam ke greenhouse, meliputi : a. Persiapan bahan. Diantaranya ember-ember plastik, pipa paralon, kain kasa, styrofoam dan lem. Pipa paralon yang telah dilubangi dan dibungkus kain kasa berfungsi sebagai saluran limpasan air, dipasang pada ember yang juga telah dilubangi. Di bawah saluran limpasan air diberi alas styrofoam supaya posisi saluran bisa datar. Untuk menghindari kebocoran air pada ember maka pada lubang ember diberi lem silicon. Persiapan bahan dilakukan tanggal 9 Juni s/d 18 Juni 2007. b. Persiapan tanah. Tanah vertisol yang diambil dari lokasi tercemar terlebih dulu dikeringkan (kering angin dari tanggal 28 Mei s/d 4 Juni 2007), kemudian tanah tersebut ditumbuk hingga ukuran ± 5 mm. Tanah inilah yang akan digunakan sebagai media tanam. Selanjutnya dilakukan penimbangan tanah (tiap ember berisi 7.5 kg tanah kering). Sebelum ditanami tanah-tanah ini diairi dari mulai kapasitas lapang sampai batas jenuh. c. Pindah tanam tanaman fitoremediasi ke greenhouse. Dari semua jenis koleksi tanaman fitoremediasi, penulis hanya mengambil 5 jenis tanaman yaitu mendong, eceng gondok, sawi, padi dan bundung. 2. Perawatan dan pengamatan parameter tanaman. Perawatan tanaman meliputi penyiraman secara teratur (2 hari sekali), pemberian pupuk organik, pembersihan gulma di sekitar tanaman. Parameter yang diamati antara lain pertumbuhan tanaman (2 minggu sekali), suhu dan RH.
19
3. Analisis terhadap kemampuan tanaman dalam menyerap logam berat (analisis kandungan logam berat pada tanaman setelah perlakuan). Analisis ini dilakukan setelah tanaman berumur dua bulan. 4. Analisis kandungan logam berat pada tanah setelah perlakuan tanaman fitoremediasi. Analisis ini juga dilakukan setelah tanaman berumur dua bulan. Rancangan percobaan : Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan lima buah perlakuan jenis tanaman fitoremediasi yaitu mendong (T1), eceng gondok (T2), sawi (T3), bundung (T4) dan padi (T5). Setiap perlakuan diulang dalam tiga kelompok atau blok. Dengan demikian unit percobaan yang dilibatkan sebanyak 5 unit pada setiap blok, secara keseluruhan dibutuhkan 3x5 = 15 unit percobaan. Pengacakan perlakuan dilakukan pada masing-masing blok percobaan. Bagan percobaan : T3
T5
T2
T4
T1
Blok 1
T2
T4
T1
T3
T5
Blok 2
T1
T3
T5
T2
T4
Blok 3
Tabulasi data : Blok
Perlakuan
Total blok (Y.k)
T1
T2
T3
T4
T5
1
Y11
Y21
Y31
Y41
Y51
Y.1
2
Y12
Y22
Y32
Y42
Y52
Y.2
Y13
Y23
Y33
Y43
Y53
Y.3 Total
Total Perlakuan (Yi.)
Y1.
Y2.
Y3.
Y4.
Y5.
Keseluruhan (Y..)
20
Model linier aditif : Yij = μ + τ i + β j + ε ij
Dimana : i = 1, 2, 3, 4, 5 dan j = 1, 2, 3 Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-I dan kelompok ke-j µ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Analisis data menggunakan program SAS v6.12 (ANOVA, uji Duncan).
21
Gambar 3. Diagram alir pelaksanaan penelitian
Persiapan awal penelitian
Survey awal tanah yang tercemar limbah industri tekstil
Identifikasi tanamantanaman fitoremediasi
Perbanyakan tanaman fitoremediasi
Pengambilan sampel tanah yang tercemar
Analisis awal kadar logam berat dan sifat tanah (fisik dan kimia)
Pindah tanam tanaman fitoremediasi ke greenhouse
Perawatan dan pengamatan parameter tanaman
Analisis kandungan logam berat pada tanah dan jaringan tanaman setelah perlakuan selama 2 bulan
selesai
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK TANAH DI LOKASI TERCEMAR Sampel tanah tercemar logam berat diambil dari daerah Sambung Macan, Sragen, Jawa Tengah. Daerah Sragen terletak pada 7º15' - 7º30' LS dan 110º45' 111º10' BT. Tanah ini merupakan tanah persawahan yang berdampingan dengan industri tekstil. Meski industri tekstil telah memiliki IPAL, disinyalir masih ada limbah industri yang alirannya menuju ke persawahan. Hal ini berdampak langsung pada tanah persawahan di sekitar industri tekstil. Lokasi persawahan tempat pengambilan sampel tanah bisa dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Lokasi pengambilan sampel tanah tercemar logam berat (Sumber : Balai Penelitian Lingkungan Pertanian)
Gambar di atas menunjukkan lokasi pengambilan sampel tanah tercemar logam berat. Terlihat jalur air irigasi melalui selang yang biasanya terjadi ketika musim kemarau. Jalur air ini bersumber dari parit yang berada di sisi sawah. Melalui metode penelusuran disertai wawancara terhadap petani setempat, diketahui bahwa air parit tersebut berasal dari jalur IPAL industri tekstil sehingga kontaminan (logam berat) dari limbah industri tekstil terbawa aliran air.
23
Gambar 5. Air irigasi terkontaminasi logam berat (Sumber : Balai Penelitian Lingkungan Pertanian)
Limbah industri tekstil yang mengandung logam berat akan meresap ke dalam tanah dan ketika tanah tersebut ditanami maka akan ada kecenderungan logam berat terserap oleh tanaman. Berdasarkan konsep bioakumulasi, jika hasil tanaman ini dikonsumsi makhluk hidup (manusia, hewan) maka akan terjadi akumulasi logam berat dalam tubuh manusia maupun hewan. Akumulasi logam berat dalam tubuh akan berdampak negatif pada kesehatan. Sistem-sistem tubuh yang dapat dirusak oleh keracunan kronis logam Cd ini adalah sistem urinaria (ginjal), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah, jantung). Keracunan kronis yang disebabkan oleh CdO dapat mengakibatkan penyakit anemia. Serangan yang paling hebat dari keracunan yang disebabkan oleh logam Cd adalah kerapuhan pada tulang. Gejala toksisitas Cu pada manusia dikenal dengan penyakit Wilson, ditemukan pertama tahun 1912. Penyakit ini menyebabkan Cu terakumulasi pada organ liver. Beberapa sifat tanah yang meliputi fisik dan kimia dari tanah yang digunakan sebagai media tumbuh pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
24
Tabel 2. Sifat fisik dan kimia tanah sebelum perlakuan fitoremediasi Parameter
Nilai
Fisika tanah Tekstur - Pasir (%) - Debu (%) - Liat (%) Kadar Air (%)
17,8 56,75 25,46 7,88
Kimia tanah pH tanah C-Organik (%) N-Total (%) P-Total (%)
6,35 1,24 0,14 3,30
Klasifikasi tanah
Vertisol
Logam berat - Cu (mg/kg) - Cd (mg/kg)
31,38 1,18
Berdasarkan data pada Tabel 2 diatas, tanah sampel cenderung memiliki tekstur liat berdebu. Tanah memiliki tingkat kemasaman (pH) sebesar 6,35. Kemasaman tanah juga mempengaruhi aktivitas bentuk ion logam berat dalam tanah. Tanah termasuk klasifikasi vertisol, artinya terdapat kandungan liat cukup tinggi dalam tanah. Dalam Islami (1995) dijelaskan bahwa terdapat beberapa jenis mineral liat, salah satunya mineral liat jenis montmorillonit yang terdapat pada tanah vertisol. Mineral liat ini terbentuk pada daerah yang bulan hujan dan bulan keringnya berbatas jelas. Montmorillonit tersusun atas dua kisi Si tetrahedral yang mengapit satu kisi Al oktahedral. Montmorillonit mempunyai ukuran yang kecil (tebal ± 5Å). Oleh karena itu mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menyimpan air dan hara tinggi, lengket, mengembang jika basah dan mengkerut jika kering. Adanya mineral ini dalam tanah mudah dikenali dengan warna hitam (Black Soil) atau keabu-abuan dan adanya retakan yang lebar. Sifat adanya retakan ini disebut ’vertic’, sehingga disebut tanah vertisol. Menurut
25
Gardiner (2004), tanah vertisol memiliki KTK (Kapasitas Tukar Kation) sekitar 80-120 cmolc/kg, nilai bulk density 1,18 Mg/m3 dan porositas sebesar 55,5%. Ditinjau dari kadar logam berat dalam tanah sampel, diketahui kadar Cu sebesar 31,38 mg/kg dan Cd sebesar 1,18 mg/kg. Menurut Kabata dan Pendias (1992), kadar Cd rata-rata dalam tanah dari berbagai analisis berada dalam rentang 0,06-1,1 mg/kg, dengan rata-rata kadar Cd di seluruh dunia sebesar 0,53 mg/kg. Sedangkan menurut sebuah survey sebanyak 2746 tanah lahan padi di Jepang yang tidak terkontaminasi menunjukkan rata-rata Cd sebesar 0,4 mg/kg (Yamagata, 1978). Meskipun angka-angka tersebut bukan batas kritis, tapi ketika kadar Cd berada diatas rata-rata maka perlu dicurigai. Kemudian menurut kriteria Kabata & Pendias (1992) kadar Cd total dalam tanah kritis (tercemar) sebesar 3-8 mg/kg, sedangkan menurut Harada (2002) sebesar 0,10-0,41 mg/kg. Jika dilihat dari kriteria Kabata & Pendias, kadar Cd tanah sampel masih dalam kisaran normal. Tapi jika mengacu pada kriteria Harada (2002), maka tanah sampel berada dalam kondisi tercemar. Kadar Cd awal tanah vertisol sebesar 1,18 mg/kg sehingga termasuk kondisi tercemar. Menurut kriteria Kabata & Pendias (1992) kadar Cu total dalam tanah kritis (tercemar) sebesar 60-125 mg/kg. Lindsay (1979) menerangkan bahwa kadar ratarata Cu dalam tanah sebesar 30 mg/kg, sementara dalam Parker (1981) kadar ratarata Cu dalam tanah sebesar 20 mg/kg. Sehingga kadar rata-rata Cu dalam tanah berada dalam rentang 20-30 mg/kg. Dalam hasil penelitian diketahui kadar Cu tanah awal sebesar 31,38 mg/kg. Nilai ini berada diatas rata-rata kadar Cu tanah sehingga beralasan jika tanah masuk dalam kategori tercemar (terkontaminasi). Walaupun kadar Cu tanah masih berada dalam kisaran normal, namun jumlah tersebut mampu diserap oleh tanaman. Disini perlu diperhatikan bahwa kriteria acuan tanah tercemar tidak berlaku mutlak karena pada dasarnya kondisi tanah berbeda tergantung keadaan geografis dan iklim suatu wilayah.
26
B. LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) SETELAH FITOREMEDIASI Perlakuan fitoremediasi pada tanah sampel menunjukkan adanya penurunan kadar Cd bila dibandingkan dengan kondisi tanah awal. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 6.
Perbandingan kadar Cd tanah awal dan setelah 2 bulan 1.4 Kadar Cd (mg/kg)
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Mendong
Bundung
Eceng gondok
Padi
Sawi
T anah awal Setelah 2 bulan
Gambar 6. Grafik perbandingan kadar Cd tanah awal dan setelah 2 bulan
Berdasarkan grafik diatas dapat dijelaskan bahwa kadar Cd terendah terdapat pada tanah sampel dengan perlakuan tanaman eceng gondok dimana kadar Cd dalam tanah sebesar 0,75 mg/kg, diikuti oleh perlakuan tanaman mendong dengan kadar Cd dalam tanah sebesar 0,91 mg/kg. Hasil ini menunjukkan bahwa dari semua perlakuan, tanaman eceng gondok merupakan tanaman yang daya serap Cd-nya paling tinggi sehingga bisa menurunkan kadar Cd dalam tanah tercemar. Perlakuan tanaman eceng gondok berhasil menurunkan kadar Cd dalam tanah sebesar 36 %. Perlakuan tanaman mendong menurunkan kadar Cd sebesar 23 %. Sedangkan perlakuan tanaman bundung menurunkan kadar Cd sebesar 22 %. Sebagai perbandingan, penelitian yang dilakukan Adji (2006) selama 4 (empat) bulan menyebutkan bahwa eceng gondok mampu menurunkan kadar Cd dalam tanah sebesar 38 % dan mendong sebesar 30 %. Sehingga bisa dikatakan kemampuan eceng gondok dan mendong tidak jauh beda dalam menurunkan kadar Cd dalam tanah tercemar. Jika dilihat dari jenis tanaman
27
yang bisa dimakan (komoditas pertanian) yaitu sawi, terlihat bahwa daya serap Cd dari tanaman sawi cenderung tinggi dibandingkan tanaman lain. Perlakuan tanaman sawi menurunkan kadar Cd sebesar 21 %. Sementara tanaman padi menurunkan sebesar 22 %. Hal ini perlu mendapat perhatian karena jika tanaman sawi ditanam pada lahan yang tercemar Cd maka akumulasinya dalam jaringan tanaman akan tinggi. Hasil uji Duncan yang dilakukan terhadap kadar Cd dalam tanah setelah fitoremediasi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji Duncan kadar Cd dalam tanah Jenis perlakuan
Kadar Cd dalam tanah (mg/kg)
Mendong Bundung Eceng gondok
0,91 0,92 0,75
a a a
Padi
0,92
a
Sawi
0,94
a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.
Berdasarkan uji Duncan diatas dapat dijelaskan bahwa semua perlakuan tanaman memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dalam menurunkan kadar Cd dalam tanah. Penurunan kadar Cd dalam tanah setelah perlakuan tanaman selama dua bulan akan berimplikasi pada kadar Cd dalam tanaman. Bagian-bagian tanaman yang meliputi akar dan tajuk (batang dan daun) memiliki kadar yang berbeda dalam mengakumulasi logam berat Cd. Perbandingan kadar Cd dalam akar dan tajuk tanaman setelah dua bulan disajikan pada Gambar 7.
28
Perbandingan kadar Cd dalam akar dan tajuk tanaman 0.80 Kadar Cd (mg/kg)
0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 Mendong
Bundung
Eceng gondok
Padi
Sawi
Akar T ajuk
Gambar 7. Grafik perbandingan kadar Cd dalam tanaman setelah 2 bulan
Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa pada semua tanaman, akumulasi Cd dalam akar jauh lebih tinggi daripada dalam tajuk tanaman. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam Wild (1993) bahwa logam berat akan terakumulasi lebih tinggi pada akar tanaman daripada pada tajuk. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi Cd tertinggi berada di akar daripada organ tanaman lainnya (Maclean, 1976). Tanaman eceng gondok memiliki akar dengan akumulasi Cd paling tinggi daripada tanaman lain, sedangkan akar bundung paling rendah akumulasinya. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Adji (2006) bahwa akar eceng gondok memiliki kemampuan tinggi dalam mengakumulasi Cd. Tajuk eceng gondok juga mengakumulasi Cd dalam kadar tertinggi. Kemampuan akar dan tajuk tanaman dalam menyerap Cd juga bisa dilihat dalam uji Duncan yang disajikan pada Tabel 5.
29
Tabel 5. Hasil uji Duncan kadar Cd dalam tanaman Jenis
Kadar Cd (mg/kg)
perlakuan Mendong
Akar 0,40 b
Tajuk 0,15 b
Bundung Eceng gondok
0,40 0,67
b a
0,18 0,36
b a
Padi Sawi
0,43 0,57
b ab
0,19 0,09
b b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.
Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar Cd pada akar tanaman eceng gondok berbeda nyata jika dibandingkan dengan akar tanaman lain. Akar tanaman lain selain eceng gondok menunjukkan pengaruh penyerapan yang tidak berbeda nyata. Kadar Cd pada tajuk eceng gondok juga berbeda nyata jika dibandingkan dengan tajuk tanaman lain. Dari uraian diatas bisa diketahui bahwa penurunan kadar Cd terbesar terjadi pada tanah dengan perlakuan tanaman eceng gondok. Hasil ini juga berkorelasi positif terhadap kadar Cd dalam akar dan tajuk eceng gondok (kadar Cd pada akar eceng gondok paling tinggi). Berdasarkan unsur logam yang diperlukan untuk pertumbuhan maka eceng gondok bisa digolongkan jenis tanaman calamine, yaitu jenis tanaman yang memerlukan tanah yang kaya akan unsur Cd dan Zn. Oppelt (2000) menjelaskan bahwa ditinjau dari segi fisiologis tanaman salah satu faktor yang mempengaruhi proses fitoremediasi adalah tipe akar. Sistem perakaran serabut memiliki akar-akar halus yang tersebar di dalam tanah sehingga akan terjadi kontak maksimum dengan tanah karena besarnya luasan akar. Tingginya kadar dan serapan pada eceng gondok diduga karena sistem perakaran vegetasi ini mempunyai banyak bulu-bulu akar (akar serabut). Selain itu kecepatan pertumbuhan eceng gondok yang tinggi juga mendukung semakin tingginya kadar Cd yang bisa diserap. Brooks (1998) menyebutkan bahwa tanaman dalam famili Brassicaceae cenderung tinggi serapannya terhadap Cd. Sedangkan Davis dan Calton-Smith (1980) menyebutkan tanaman-tanaman seperti selada, bayam, seledri dan kubis juga tinggi dalam akumulasi Cd.
30
C. LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) SETELAH FITOREMEDIASI Perlakuan fitoremediasi pada tanah sampel menunjukkan adanya kenaikan kadar Cu bila dibandingkan dengan kondisi tanah awal. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 8.
Perbandingan kadar Cu tanah awal dan setelah 2 bulan 40 Kadar Cu (mg/kg)
35 30 25 20 15 10 5 0 Mendong
Bundung
Eceng gondok
Padi
Sawi
T anah awal Setelah 2 bulan
Gambar 8. Grafik perbandingan kadar Cu tanah awal dan setelah 2 bulan
Berdasarkan grafik diatas dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan kadar Cu justru meningkat untuk semua perlakuan tanaman. Sebenarnya hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Idealnya setelah perlakuan fitoremediasi maka seharusnya logam berat Cu menurun kadarnya. Ada beberapa alasan yang bisa menjelaskan hasil ini. Pertama, diduga proses penurunan kadar Cu sebenarnya belum maksimal selama dua bulan. Kadar Cu akan menurun mungkin setelah perlakuan lebih dari dua bulan. Terjadinya kenaikan kadar Cu dipengaruhi juga oleh perubahan pH dalam tanah sehingga lebih banyak ion Cu yang mobil. Kemudian alasan kedua, analisis logam berat Cu hanya menggunakan satu jenis ekstrak (HClO4 + HNO3). Sementara jenis ekstrak lain (DTPA) tidak dilakukan. Sehingga tidak bisa dibandingkan jika menggunakan ekstrak DTPA apakah kadarnya juga akan meningkat. Alasan-alasan di atas dikemukakan berdasarkan sebagian hasil penelitian Dewi (2004), yaitu tentang upaya fitoremediasi tanah tercemar Cd dengan
31
perlakuan tanaman haramay dan vetiver. Kadar Cd awal tanah berdasarkan ekstrak DTPA sebesar 0,116 mg/kg, sedangkan berdasarkan ekstrak HClO4 + HNO3 sebesar 0,210 mg/kg. Setelah dua bulan perlakuan, berdasarkan analisis ekstrak DTPA, kadar Cd tanah perlakuan haramay sebesar 0,114 mg/kg dan perlakuan vetiver sebesar 0,097 mg/kg. Sedangkan berdasarkan analisis ekstrak HClO4 + HNO3, kadar Cd tanah perlakuan haramay sebesar 0,277 mg/kg dan perlakuan vetiver sebesar 0,267 mg/kg. Artinya kadar Cd menurun menurut analisis ekstrak DTPA tapi justru naik menurut analisis ekstrak HClO4 + HNO3. Kemudian setelah empat bulan, berdasarkan analisis ekstrak DTPA, kadar Cd tanah perlakuan haramay sebesar 0,085 mg/kg dan perlakuan vetiver sebesar 0,085 mg/kg. Sedangkan berdasarkan analisis ekstrak HClO4 + HNO3, kadar Cd tanah perlakuan haramay sebesar 0,212 mg/kg dan perlakuan vetiver sebesar 0,210 mg/kg. Artinya kadar Cd semakin menurun menurut analisis ekstrak DTPA. Disini terlihat bahwa menurut analisis ekstrak HClO4 + HNO3, kadar Cd menurun dibanding hasil bulan kedua meski cenderung tetap dibanding kondisi awal. Hasil uji Duncan yang dilakukan terhadap kadar Cu dalam tanah setelah fitoremediasi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji Duncan kadar Cu dalam tanah Jenis perlakuan
Kadar Cu dalam tanah (mg/kg)
Mendong Bundung Eceng gondok
34,92 33,69 35,42
a a a
Padi
36,31
a
Sawi
37,93
a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.
Berdasarkan uji Duncan diatas dapat dijelaskan bahwa semua perlakuan tanaman memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Perlakuan tanaman (fitoremediasi) selama dua bulan akan berimplikasi juga pada kadar Cu dalam
32
tanaman. Bagian-bagian tanaman yang meliputi akar dan tajuk (batang dan daun) memiliki kadar yang berbeda dalam mengakumulasi logam berat Cu. Perbandingan kadar Cu dalam akar dan tajuk tanaman setelah dua bulan disajikan pada Gambar 9.
Perbandingan kadar Cu dalam akar dan tajuk tanaman 40.00 Kadar Cu (mg/kg)
35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Mendong
Bundung
Eceng gondok
Padi
Sawi
Akar T ajuk
Gambar 9. Grafik perbandingan kadar Cu dalam tanaman setelah 2 bulan
Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa pada semua tanaman, akumulasi Cu dalam akar jauh lebih tinggi daripada dalam tajuk tanaman. Akumulasi Cu dalam akar tanaman 3-5 kali lebih besar daripada tajuk. Tanaman bundung memiliki akar dengan akumulasi Cu paling tinggi daripada tanaman lain, sedangkan akar sawi paling rendah akumulasinya. Tapi hal ini tidak berlaku untuk tajuk tanaman. Akumulasi Cu tertinggi pada tajuk terdapat pada tanaman eceng gondok dan terendah pada tanaman padi. Kemampuan akar dan tajuk tanaman dalam menyerap logam berat Cu juga bisa dilihat dalam uji Duncan yang disajikan pada Tabel 6.
33
Tabel 6. Hasil uji Duncan kadar Cu dalam tanaman Jenis perlakuan
Kadar Cu (mg/kg) Akar
Tajuk
Mendong Bundung
22,48 37,23
bc a
6,27 11,15
bc a
Eceng gondok
35,58
a
12,44
a
Padi Sawi
28,12 17,29
ab c
5,31 7,76
c b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.
Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar Cu pada akar tanaman eceng gondok dan bundung tidak berbeda nyata. Sedangkan akar sawi menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Sementara tajuk bundung dan eceng gondok juga menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Dari hasil penelitian belum terbukti adanya penurunan kadar Cu dalam tanah. Namun jika melihat kadar akumulasi Cu pada tanaman, maka eceng gondok dan bundung memiliki kemampuan tertinggi dalam mengakumulasi Cu dalam jaringan tanaman. Sehingga selain tinggi kemampuannya dalam akumulasi Cd, eceng gondok juga mengakumulasi Cu dengan kadar tinggi. Sementara itu tanaman pangan (padi dan sawi) terbukti juga cukup tinggi akumulasi Cu di akar namun relatif rendah akumulasinya di tajuk tanaman.
D. TRANSLOKASI LOGAM BERAT (ASPEK FISIOLOGI TANAMAN) Kecepatan penyerapan ion nutrisi oleh tanaman tergantung sekali kepada konsentrasi ion tersebut dalam larutan tanah. Hal yang sama juga mempengaruhi penyerapan ion yang tidak esensial bagi tanaman, dalam hal ini ion logam berat. Pada dasarnya mekanisme translokasi ion logam berat dari dalam tanah ke jaringan tanaman sama dengan mekanisme penyerapan unsur hara mineral bagi tanaman. Ditinjau dari aspek fisiologi tanaman, mekanisme translokasi ion logam berat sangat terkait dengan peranan air bagi tanaman. Peranan air bagi tanaman sangat penting karena lebih dari 80 % berat basah jaringan tanaman terdiri dari
34
air. Salah satu fungsinya yang utama, air merupakan pelarut yang membawa nutrisi mineral dan ion-ion dalam tanah ke dalam tanaman. Absorpsi air dan zat-zat terlarut (logam berat) oleh tanaman berlangsung melalui sistem perakaran. Sebagian besar absorpsi terjadi pada daerah bulu-bulu akar yang terletak beberapa milimeter (mm) diatas ujung akar. Bulu-bulu akar merupakan perluasan sel-sel epidermis yang terletak pada bagian luar sel-sel korteks, mempunyai permukaan absorpsi yang luas dan bertekstur halus. Di bawah jaringan epidermis terdapat jaringan korteks atau jaringan dasar. Jaringan korteks menempati daerah paling luas dalam akar primer. Diantara sel-sel korteks terdapat ruang-ruang antar sel yang berguna untuk pertukaran udara. Pada bagian dalam dari sel-sel korteks terdapat sel-sel endodermis yang tersusun rapat tanpa ruang antar sel. Sel-sel endodermis ini dikelilingi oleh lignin dan zat seperti lemak yang disebut suberin pada dinding antiklinal (dinding yang tegak lurus dengan permukaan akar). Kedua zat tersebut mengelilingi sel-sel endodermis dengan membentuk struktur seperti pita, disebut jalur caspary. Pada akar primer jalur caspary merupakan batas dalam dari ruang bebas dan tidak permeabel terhadap air dan zat-zat terlarut. Dalam kelasnya semua tanaman termasuk monokotil kecuali tanaman sawi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa eceng gondok memiliki daya penyerapan tinggi terhadap logam berat. Hal ini sangat berkaitan dengan sistem akarnya yang serabut dan banyak memiliki bulu-bulu akar (gambar akar terlampir). Para ahli fisiologi tumbuhan memperkirakan air dan zat-zat terlarut masuk melalui epidermis dan bergerak bebas dalam sel-sel korteks baik melalui protoplasma (simplas) maupun melalui dinding sel (apoplas) tapi tidak menembus jalur caspary. Disini air dan ion-ion terlarut dipaksa melewati protoplasma sel untuk mencapai jaringan pembuluh. Apoplas merupakan sistem pergerakan air yang melewati dinding sel, ruang-ruang antar sel sampai silinder pembuluh dalam xilem. Jalur caspary dalam endodermis menyebabkan sistem apoplas ini terputus. Untuk mencapai xilem, air dan ion-ion terlarut harus melewati membran endodermis yang permeabel. Simplas adalah sistem pergerakan air yang melalui protoplasma sel. Sistem simplas merupakan sistem bersambung karena protoplasma dari satu sel dengan protoplasma sel yang berdekatan dihubungkan melalui plasmodesmata. Jadi apabila apoplas terdiri dari rangkaian sel-sel yang
35
mati, termasuk dinding sel dari sel-sel xilem, maka simplas merupakan rangkaian sel-sel hidup yang melibatkan komponen-komponen di dalam membran sitoplasma, termasuk plasmodesmata. Xilem merupakan jaringan pengangkut air yang utama pada tumbuhan berpembuluh. Xilem juga terlibat dalam pengangkutan hara mineral, gudang makanan dan penguat struktur batang. Bersama-sama dengan floem, xilem merupakan sistem yang berkesinambungan yang menjelajahi seluruh tubuh tanaman. Xilem dalam akar bersambung dengan xilem dalam batang.
Gambar 10. Penampang melintang yang menunjukkan jalur pergerakan air dalam jaringan akar (Sumber : Tjondronegoro, 1999)
Larutan tanah yang mengandung ion-ion terlarut (termasuk logam berat) berdifusi ke dalam akar pada bagian luar dari endodermis (apoplas). Ion-ion ini kemudian masuk ke dalam simplas (dengan melintasi membran plasma sel-sel korteks) dengan proses aktif. Ion-ion ini secara aktif ditranspor melintasi simplas dari sel ke sel melalui hubungan antar sel (plasmodesmata), melintasi endodermis dan masuk ke dalam stele, dimana mereka dilepaskan lagi ke dalam apoplas. Pergerakan masuk ion-ion ini menyebabkan konsentrasi garam di dalam apoplas stele meningkat sedangkan di apoplas korteks bagian luar menjadi lebih rendah. Keadaan ini menciptakan gradien osmotik dimana potensial air dalam korteks
36
menjadi lebih tinggi daripada dalam stele sehingga air berdifusi melintasi penghalang osmotik endodermis, dan masuk ke dalam stele. Masuknya air melalui difusi osmotik ke dalam stele cukup untuk membentuk tekanan hidrostatik di dalam stele yang menyebabkan air bergerak ke atas dalam jaringan xilem batang (Tjondronegoro, 1999). Lebih jauh tentang pengikatan logam berat oleh tanaman, terdapat teori (Gekeler, 1989) yang menyatakan bahwa logam berat diikat dengan cara dikelat dengan fitokelatin, yaitu peptida kecil yang kaya akan asam amino sistein yang mengandung belerang. Peptida ini biasanya mempunyai 2 sampai 8 asam amino sistein di pusat molekulnya, serta sebuah asam glutamat dan sebuah glisin pada ujung-ujungnya yang berlawanan. Atom belerang dalam sistein penting untuk mengikat logam tersebut, tapi atom nitrogen atau oksigen diduga berperan pula. Fitokelatin dihasilkan oleh banyak spesies, tapi sejauh ini diketahui bahwa fitokelatin hanya dijumpai bila terdapat logam berat dalam jumlah yang meracuni (kadar tinggi). Sehingga pembentukan fitokelatin benar-benar merupakan respon tanaman untuk beradaptasi terhadap keadaan lingkungan yang kritis.
37
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Tanah sampel jenis vertisol diambil dari lokasi tercemar limbah tekstil, termasuk dalam kondisi tanah tercemar logam berat dengan kadar awal Cu sebesar 31,38 mg/kg dan kadar Cd sebesar 1,18 mg/kg. 2. Perlakuan tanaman fitoremediasi berhasil menurunkan kadar Cd dalam tanah sebesar 36 % oleh eceng gondok, 23 % oleh mendong dan 22 % oleh bundung. Sehingga eceng gondok dan mendong direkomendasikan sebagai tanaman fitoremediasi yang paling efektif. Tanaman yang termasuk komoditi pertanian jenis tanaman pangan (padi dan sawi) terbukti juga menyerap logam berat. Perlakuan tanaman sawi menurunkan kadar Cd sebesar 21 %. Sementara tanaman padi menurunkan sebesar 22 %. Kadar logam berat diserap jauh lebih tinggi pada bagian akar tanaman daripada batang daun (tajuk) tanaman. Dalam penelitian belum terbukti adanya penurunan kadar Cu dalam tanah setelah perlakuan.
B. SARAN 1. Perlu adanya baku mutu kadar logam berat dalam tanah yang dibuat khusus untuk skala nasional (Indonesia) karena pada dasarnya kondisi geografis akan mempengaruhi sifat-sifat tanah (kadar logam berat). 2.
Dalam melakukan analisis logam berat perlu menggunakan lebih dari satu jenis ekstrak sebagai pembanding.
3. Perlu waktu lebih lama (lebih dari dua bulan) untuk mengamati perubahan kadar logam berat dalam tanah dengan teknologi fitoremediasi.
38
DAFTAR PUSTAKA
Adji, Sandra Sukmaning. 2006. Rehabilitasi Tanah Sawah Tercemar Natrium dan Logam Berat Melalui Pencucian, Penggunaan Vegetasi, Bahan Organik dan Bakteri. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Alloway, B.J. 1995. Heavy Metals in Soils. Second Edition. Blackie Academic & Professional. An Imprint of Chapman & Hall. Glasgow. Brooks, Robert R. 1998. Plant that Hyperaccumulate Heavy Metals. CAB International. New York. Chappell, J. 1977. Phytoremediation of TCE Using Populas, Status Report Prepared for The USEPA Technology Innovation Office Under a National Network of Environment Management Studies Fellowship, June-August 1997. dalam Ninasari, Anita. 2006. Fitoremediasi Air Lindi TPA Sampah Menggunakan Tumbuhan Air. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Davis, R.D. dan Calton-Smith C. 1980. Crop as Indicators of the Significance of Contamination of Soil by Heavy Metals. Water Research Centre. Stevenage UK. dalam Alloway, B.J. 1995. Heavy Metals in Soils. Second Edition. Blackie Academic & Professional. An Imprint of Chapman & Hall. Glasgow. Dewi, Dora Silvia. 2004. Remediasi Unsur Cd dan Pb Tanah Pada Lahan Pertanian Serta Pengaruh Residunya Terhadap Serapan Tanaman Bayam. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Ferguson, J.E. 1991. The Heavy Elements; Chemistry, Environmental Impact and Health Effects. Pergamon Press. London. dalam Adji, Sandra Sukmaning. 2006. Rehabilitasi Tanah Sawah Tercemar Natrium dan Logam Berat Melalui Pencucian, Penggunaan Vegetasi, Bahan Organik dan Bakteri. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Food & Fertilizer Technology Centre. 2002. The Quality of Agricultural Soils. FFTC Newsletter. June 2002. Gardiner, Duane T. 2004. Soil in Our Environment. Pearson Education Inc. New Jersey. Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Edisi 2006. Kementrian Lingkungan Hidup. Islami, Titiek. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.
39
Kabata Pendias, A. and Pendias, H. 1992. Trace Elements in Soils and Plants 2nd edition. CRC Press. Baton Rouge. dalam Alloway, B.J. 1995. Heavy Metals in Soils. Second Edition. Blackie Academic & Professional. An Imprint of Chapman & Hall. Glasgow. Lindsay, W.L. 1979. Chemical Equilibria in Soils. John Wiley & Sons. New York. dalam Alloway, B.J. 1995. Heavy Metals in Soils. Second Edition. Blackie Academic & Professional. An Imprint of Chapman & Hall. Glasgow. Maclean, A.J. 1976. Soil Science. dalam Alloway, B.J. 1995. Heavy Metals in Soils. Second Edition. Blackie Academic & Professional. An Imprint of Chapman & Hall. Glasgow. Oppelt, Timothy E. 2000. Introduction to Phytoremediation. National Risk Management Research Laboratory. United States Environmental Protection Agency. Palar, Heryando. 2004. Pencemaran & Toksikologi Logam Berat. PT Rineka Cipta. Jakarta. Parker, A.J. 1981. Copper in Soils and Plants. Loneragan. dalam Alloway, B.J. 1995. Heavy Metals in Soils. Second Edition. Blackie Academic & Professional. An Imprint of Chapman & Hall. Glasgow. Panduan Teknis Bagi Industri Dalam Pemenuhan Persyaratan Kriteria Ekolabel Tekstil dan Produk Tekstil. 2005. Asdep Urusan Standardisasi, Teknologi dan Produksi Bersih Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Rismana, Eriawan. 2001. Fitoremediasi, Teknologi Pengolah Limbah Alternatif. www.bppt.go.id. Saeni, M. S. 2002. Kimia Logam Berat. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. dalam Adji, Sandra Sukmaning. 2006. Rehabilitasi Tanah Sawah Tercemar Natrium dan Logam Berat Melalui Pencucian, Penggunaan Vegetasi, Bahan Organik dan Bakteri. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Schoor, J. L. 1997. Phytoremediation : Technology Evaluation Report. Iowa Department of Civil and Environmental Engineering. Iowa University. dalam Ninasari, Anita. 2006. Fitoremediasi Air Lindi TPA Sampah Menggunakan Tumbuhan Air. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Steenis, Van C. G. G. J. 1987. Flora, untuk Sekolah di Indonesia. Cetakan keempat. PT Pradnya Paramita. Jakarta
40
Subowo, A.K Muli, P Kabar dan J. Sri Adiningsih. 1996. Pencemaran Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Tanah Untuk Padi Sawah. Dalam Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Buku III. Bidang Kesuburan dan Produktivitas Tanah. P 5162. Subroto, M. A. 1996. Fitoremediasi Dalam Prosiding Pelatihan dan Lokakarya : Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. Cibinong, 24-25 Juni 1996. dalam Ninasari, Anita. 2006. Fitoremediasi Air Lindi TPA Sampah Menggunakan Tumbuhan Air. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tan, Kim H. 2000. Environmental Soil Science. Marcel Dekker Inc. New York. Tjondronegoro, Puspa Dewi. 1999. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Jurusan Biologi. Institut Pertanian Bogor. Wild, Alan. 1993. Soils and the Environment. Cambridge University Press. Cambridge. www.portaliptek.co.id. 2007. Jakarta. Yamagata, N. 1978. Cadmium in the Environmental and Humans. Elsevier/North Holland Biomedical Press. Amsterdam. dalam Alloway, B.J. 1995. Heavy Metals in Soils. Second Edition. Blackie Academic & Professional. An Imprint of Chapman & Hall. Glasgow. Yaron, B., R. Calvet and R. Prost. 1996. Soil Pollution, Processes and Dynamics. Springer. New York.
41
LAMPIRAN
Lampiran 1. Batas kritis unsur logam berat (Cd dan Cu) dalam tanah dan tanaman (mg/kg)
Unsur logam berat Cd
Kadar normal dalam tanah* 0,01 – 2,0
Kadar total dalam tanah kritis 3 – 8#
Kadar normal dalam tanaman* 0,1 – 2,4
Kadar kritis dalam tanaman a b 5 – 30
4 – 200
20 – 100
5 – 64
0,10 – 0,41## Cu
2 – 250
60 – 125#
5 – 20
(Sumber : Alloway, 1995)
Ket : *
Bowen, H. J. M. Environmental Chemistry of The Elements. Academic Press.
London (1979). #
Kabata-Pendias, A. and Pendias, H. Trace Elements in Soils and Plants 2nd
Edition. CRC Press. Boca Raton, Fla (1992). ##
Harada, H. 2002. Cadmium analysis for food safety. Japan International
Cooperation Agency (JICA). a. Kabata-Pendias and Pendias (1992) b. Mc Nichol, R. D. and Beckett, P. H. T. Plant and Soil 85 (1985).
43
Lampiran 2. Hasil analisis kadar logam berat dalam tanah setelah 2 bulan
Perlakuan Ulangan tanaman 1 Mendong 2 3 1 Bundung 2 3 1 Eceng 2 gondok 3 1 Padi 2 3 1 Sawi 2 3
Kadar logam berat dalam tanah (mg/kg) Cu Rata2 Cu Cd Rata2 Cd 37,98 1,02 30,95 0,88 34,92 0,91 35,84 0,84 37,62 1,01 24,33 0,64 33,69 0,92 39,11 1,11 37,46 0,92 34,98 0,43 35,42 0,75 33,81 0,90 38,08 1,10 32,88 0,65 36,31 0,92 37,96 1,01 37,82 0,87 38,16 1,07 37,93 0,94 37,82 0,87
44
Lampiran 3. Hasil analisis kadar logam berat dalam akar setelah 2 bulan
Perlakuan Ulangan tanaman 1 Mendong 2 3 1 Bundung 2 3 1 Eceng 2 gondok 3 1 Padi 2 3 1 Sawi 2 3
Kadar logam berat dalam akar (mg/kg) Cu Rata2 Cu Cd Rata2 Cd 24,36 0,49 22,61 0,38 22,48 0,40 20,47 0,35 39,73 0,45 39,00 0,46 37,23 0,40 32,95 0,30 35,15 0,74 32,83 0,78 35,58 0,67 38,76 0,50 33,57 0,43 21,94 0,43 28,12 0,43 28,86 0,42 11,56 0,42 22,21 0,74 17,29 0,57 18,11 0,56
45
Lampiran 4. Hasil analisis kadar logam berat dalam tajuk setelah 2 bulan
Perlakuan Ulangan tanaman 1 Mendong 2 3 1 Bundung 2 3 1 Eceng 2 gondok 3 1 Padi 2 3 1 Sawi 2 3
Kadar logam berat dalam tajuk (mg/kg) Cu Rata2 Cu Cd Rata2 Cd 4,97 0,20 7,15 0,12 6,27 0,15 6,70 0,14 10,03 0,15 11,05 0,21 11,15 0,18 12,37 0,18 13,44 0,43 10,65 0,42 12,44 0,36 13,22 0,24 6,27 0,17 4,33 0,18 5,31 0,19 5,32 0,21 8,87 0,11 7,19 0,09 7,76 0,09 7,23 0,08
46
Lampiran 5. Data pertumbuhan tanaman Mendong Pengamatan ke 1
Tanggal
Tinggi (cm)
Jml daun
9/7/2007
U1 49
U2 51
Rata2 50
U1 19
U2 15
Rata2 17
2
23/7/2007
53
57
55
20
17
18,5
3
6/8/2007
60
61
60,5
24
20
22
4
20/8/2007
66
65
65,5
29
23
26
Eceng gondok Pengamatan
Tanggal
ke
Tinggi (cm) U1
U2
Jml daun
Rata2
U1
U2
Rata2
1
9/7/2007
9
9
9
8
9
8,5
2
23/7/2007
9
9
9
25
28
26,5
3
6/8/2007
10
10
10
30
31
30,5
4
20/8/2007
10
11
10,5
35
35
35
Pengamatan
Tanggal
Sawi ke
Tinggi (cm) U1
U2
Jml daun
Rata2
U1
U2
Rata2
1
9/7/2007
9
8
8,5
3
3
3
2
23/7/2007
15
18
16,5
5
4
4,5
3
6/8/2007
21
20
20,5
6
5
5,5
4
20/8/2007
26
21
23,5
7
6
6,5
Bundung Pengamatan
Tanggal
ke
Tinggi (cm)
Jml anakan
U1
U2
Rata2
U1
U2
Rata2
1
9/7/2007
48
51
49,5
2
3
2,5
2
23/7/2007
53
55
54
3
3
3
3
6/8/2007
57
58
57,5
3
4
3,5
4
20/8/2007
60
62
61
4
4
4
Pengamatan
Tanggal
Padi ke
Tinggi (cm)
Jml anakan
U1
U2
Rata2
U1
U2
Rata2
1
9/7/2007
31
31
31
3
3
3
2
23/7/2007
46
51
48,5
3
3
3
3
6/8/2007
64
63
63,5
5
3
4
4
20/8/2007
72
70
71
6
4
5
47
Lampiran 6. Data iklim (Sumber : Stasiun pengamatan klimatologi Balai Penelitian Lingkungan Pertanian) Juni 2007 Suhu Udara (ºC)
Kelembaban (%)
Solar Rad.
Evaporasi
Curah hujan
Kec. Angin
Tgl.
7.30
13.30
17.30
7.30
13.30
17.30
(Cal/cm2)
(mm)
(mm)
(m/det)
1
22
30
28
100
75
82
491,39
3,8
0
0,88
2
23
31,5
28
100
62
82
533,96
5,4
0
1,22
3
24
32
29
100
56
75
420,44
5,8
0
1,25
4
24,5
32
29
100
62
75
477,2
6,2
0
1,35
5
23,5
32
28
100
56
87
497,07
4,8
0
1,26
6
24
31
28,5
100
65
86
457,34
6
0
1,11
7
23
24
24
100
100
100
306,92
5,8
38
0,92
8
23,5
29
29
100
83
83
392,06
4,4
2
1,02
9
24
31
29
100
62
67
536,8
6,2
0
1,52
10
22
31
28
100
55
74
553,83
6
0
1,21
11
20
31
28
89
50
67
585,05
5,6
0
1,18
12
20
31
28
89
49
74
562,34
5,6
0
1,18
13
22
32
28,5
95
54
86
533,96
5,8
0
1,39
14
22
32
28
90
49
82
448,82
5,6
0
1,72
15
22,5
31,5
28
95
53
74
562,34
5,8
0
1,37
16
21,5
32
27
95
50
82
553,83
5,6
0
1,06
17
21
32
28
100
50
74
516,93
5,4
0
0,74
18
22
29
27
100
71
82
272,87
1,9
8,5
0,56
19
23
27
27
100
86
82
338,14
5,5
21,5
0,31
20
23
31
28
100
55
82
369,36
3,8
0
0,62
21
24
30
28
95
68
82
491,39
3,2
7
0,97
22
23
31
27
100
62
91
533,96
5
0
0,93
23
24
31
28
90
62
74
576,53
5,4
0
0,96
24
22
32
30
100
50
68
292,73
6
0
0,83
25
21
30
28
100
61
74
562,34
5,8
0
0,86
26
22
32
29
100
50
75
548,15
5,6
0
0,92
27
19,5
26
27,5
94
95
82
255,84
2
2
0,61
28
24
24
24
100
95
95
165,02
2,6
30
0,19
29
23
30
27
100
75
82
562,34
3,8
0
0,62
30 Ratarata
24
30
27
100
72
91
514,1
5,8
0
0,75
22,6
30,3
27,8
97,7
64,4
80,3
463,77
5,01
3,63
0,98
48
Lampiran 6 (lanjutan) Juli 2007 Suhu Udara (ºC)
Kelembaban (%)
Solar Rad.
Evaporasi
Curah hujan
Kec. Angin
Tgl
7.30
13.30
17.30
7.30
13.30
17.30
(Cal/cm2)
(mm)
(mm)
(m/det)
1
23
30
27
90
75
91
528,29
5,6
0
0,76
2
22
32
28
100
66
82
533,96
5,4
0
1
3
23
31
28
90
55
82
463,01
5,8
0
1,44
4
20
32
28
100
50
74
539,64
6
0
1,62
5
23
32
28,5
90
50
71
463,01
5,6
0
0,98
6
23,5
32
29
90
62
75
465,85
5,6
0
1,14
7
23
31
29
90
62
71
511,26
5,8
0
1,52
8
22
32
29
100
56
68
448,82
5,8
0
1,48
9
22
31
28
90
50
59
542,48
6,2
0
1,59
10
21
31
27
85
50
66
746,81
6,2
0
1,42
11
22
32
27
80
50
66
519,77
6,8
0
1,31
12
20
30
27
89
55
74
491,39
6
0
1,27
13
21,2
32
27,5
95
54
78
556,67
6,6
0
1,45
14
23
32
28
100
56
74
477,2
6
0
1,7
15
24
31
28,5
100
55
78
414,77
6,2
0
1,67
16
23
32
29
100
56
68
392,06
5,8
0
1,77
17
24,5
32
29
95
54
68
440,31
5,2
0
1,61
18
23.5
30,5
26
95
65
90
360,84
3,8
2
1,08
19
22
30
28
100
68
71
457,34
4,8
0
1,66
20
23
32
30
95
56
61
468,69
6
0
1,94
21
23
33
31
90
57
62
511,26
6,6
0
1,93
22
22,5
33
31
95
51
59
528,29
7,6
0
1,97
23
22
31
30
90
53
61
508,41
5,4
0
1,57
24
22
33
28
80
51
59
553,83
7,6
0
1,93
25
20
31
28
89
53
59
519,77
7,6
0
1,59
26
21
31
27,5
90
50
63
548,15
6,2
0
1,11
27
21,5
31
28
95
62
67
525,45
6,8
0
1,47
28
24
31
29
86
50
68
505,58
7,6
0
1,64
29
24
32
28
81
50
74
539,6
5,9
1.1
1,84
30
21
31
29
95
55
63
466,69
6,2
0
1,37
31 Ratarata
21
30,5
28,5
90
50
51
556,67
6,4
0
198
22,3
31,5
28,4
92,1
55,7
69,5
502,77
6,10
0,10
1,51
49
Lampiran 6 (lanjutan)
Agustus 2007 Suhu Udara (ºC)
Kelembaban (%)
Solar Rad.
Evaporasi
Curah hujan
Kec. Angin
Tgl
7.30
13.30
17.30
7.30
13.30
17.30
(Cal/cm2)
(mm)
(mm)
(m/det)
1
20
32
28,5
94
44
59
533,96
7,6
0
1,85
2
20
32
28,5
95
39
52
539,64
7,6
0
1,56
3
19
31
28
89
43
58
505,58
6,6
0
1,53
4
20
31
31
94
49
49
519,77
6,4
0
2,06
5
22
31
28
80
54
71
502,74
7,6
0
2,28
6
21
32
29
89
55
65
553,83
7,6
0
1,98
7
23
32,5
28
80
50
78
570,86
7,6
0
2,49
8
23
31,5
28
72
50
71
604,91
6,8
0
2,07
9
21
31
29
80
49
65
420,44
6,6
0
1,92
10
22
32
29,5
85
55
65
460,17
7,6
0
1,96
11
22,5
32
29
85
50
71
525,45
7,6
0
2,64
12
24
32
29
81
50
71
522,61
6,8
0
2,44
13
22,5
32
28,5
90
55
71
516,93
7,6
0
1,94
14
22
32
28,5
100
61
71
514,1
7,6
0
1,7
15
22
32
28
90
55
71
553,83
7,6
0
1,9
16
21
31
28
89
54
71
562,34
7
0
2,44
17
21
31
29
89
54
65
514,1
6,8
0
2,26
18
21
32
28
89
50
71
570,86
7,6
0
2,41
19
23
31
28,5
90
55
78
477,2
7,6
0
2,41
20
25
31
27
81
66
77
420,44
3,8
4.5
1,91
21
23,5
31
28
95
60
69
531,12
5,8
0
2,33
22
24
31
28
81
60
78
604,93
6,2
0
2,27
23
24,5
31
28,5
81
66
71
460,17
6,8
0
2
24
24
31
28
86
66
78
423,28
8,6
0
1,98
25
22
33
28
80
50
71
525,45
8,4
0
1,88
26
21
33
28
89
50
64
582,21
7,6
0
2,06
27
21
31
27,5
89
54
64
579,37
7,6
0
2,14
28
20
31
28
79
49
71
604,91
7,6
0
2,34
29
22
31
28
80
54
64
590,72
8,4
0
2,42
30
22
32
29
80
55
65
599,24
7,6
0
2,52
31 Ratarata
22
32
29
85
55
71
58788
8,2
0
2,24
22,0
31,6
28,4
86,0
53,5
68,3
531,58
7,25
0.15
2,13
50
Lampiran 7. Prosedur persiapan sampel tanah dan tanaman
a. Alat-alat Kantong plastik, botol plastik, tampah (nyiru bambu), oven pengering yang dilengkapi dengan penghisap udara, timbangan analitik, ayakan 2.0 dan 5.0 mm, alat tumbuk tanah porselin atau marmer, papan kayu, kantong kertas, spidol, top-pan balance.
b. Diagram alir prosedur persiapan sampel tanah dan tanaman
Pengambilan sampel tanah
Pengambilan sampel akar atau tajuk tanaman
Sampel tanaman dibersihkan dari kotoran yang menempel kemudian cuci dengan air ketika tanaman masih segar, bilas dengan akuades. Keringkan tanaman, setelah kering potong sampel menjadi potongan kecil-kecil.
Sampel tanah disebarkan diatas tampah yang dialasi kertas sampul. Akar, sisasisa tanaman segar, kerikil dan kotoran lain dibuang. Bongkahan besar dikecilkan dengan tangan.
Masing-masing sampel tanah dan sampel tanaman ditumbuk pada lumpang porselin atau mesin giling dan diayak dengan ayakan ukuran 0,5 mm
Masing-masing sampel tanah dan sampel tanaman disimpan dalam wadah tertutup di ruang ber-AC
Selesai
51
Lampiran 8. Prosedur penetapan unsur logam berat pada tanah dan tanaman
a. Alat-alat Neraca Analitik 4 desimal, tabung digestión / Kjeldahl 200 ml, Block Digestión atau Electric Digestión, labu ukur 25 ml, corong gelas, kertas saring Whatman No. 41, AAS Varian AA 240 FS.
b. Pereaksi 1. HNO3 pekat (65%), HClO4 pekat (60%), H2SO4 pekat (95%). 2. Standar pokok 1000 ppm Cd, Zn, Fe, dan Cu. 3. Asam campur. Campurkan dengan hati-hati 250 ml HNO3 pekat, 100 ml HClO4 pekat dan 50 ml H2SO4 pekat kedalam botol pereaksi. Aduk dengan perlahanlahan sampai merata. 4. Larutan standar 0 (HClO4 0.1 N). Tuangkan 2 ml HClO4 pekat ke dalam labu ukur 1000 ml yang sudah berisi aquades. Aduk perlahan-lahan, encerkan dan impitkan sampai tanda garis (tera). 5. Standar campuran Cd dan Zn 10 ppm. Pipet masing-masing 1 ml Standar Pokok Cd dan Zn kedalam labu ukur 100 ml. Encerkan dengan larutan standar 0 hingga 100 ml, lalu dikocok. 6. Standar campuran Fe dan Cu 100 ppm. Pipet masing-masing 10 ml Standar Pokok Fe dan Zn kedalam labu ukur 100 ml. Encerkan dengan larutan standar 0 hingga 100 ml, lalu dikocok. 7. Deret Standar Campuran Cd dan Zn (0,05; 0,10; 0,20; 0,50; 1,00; 2,00 ppm) Pipet 0,5; 1,0; 2,0; 5,0; 10,0; 20,0 ml standar campuran Cd dan Zn 10 ppm kedalam masing-masing labu ukur 100 ml, encerkan dengan larutan standar 0 hingga 100 ml, lalu dikocok. 8. Deret Standar Campuran Fe dan Cu (0,05; 0,10; 0,20; 0,50; 1,00; 2,00 ppm) Pipet 0,5; 1,0; 2,0; 5,0; 10,0; 20,0 ml standar campuran Fe dan Cu 10 ppm kedalam masing-masing labu ukur 100 ml, encerkan dengan larutan standar 0 hingga 100 ml, lalu dikocok.
52
Lampiran 8 (lanjutan) Diagram alir prosedur pengukuran Persiapan sampel dan peralatan
Timbang teliti 2,0000 gram contoh tanah atau tanaman yang telah dihaluskan ke dalam labu Kjeldahl / Digestion, tambahkan 10 ml asam campur
Panaskan pada Block Digester atau Electric Digestor, mula-mula dengan suhu 100ºC
Pada saat uap kuning muncul, labu digestion digoyang-goyang dengan perlahan-lahan
Setelah uap kuning habis, suhu dinaikkan hingga 200ºC
Destruksi diakhiri bila sudah keluar uap putih dan cairan dalam labu tersisa sekitar 0,5 ml, lalu didinginkan
Bila sudah dingin, pindahkan cairan kedalam labu ukur 25 ml
Encerkan dengan aquades hingga 25 ml, lalu dikocok dan biarkan semalam atau disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 agar didapat ekstrak yang jernih
Logam berat dari ekstrak jernih diukur langsung dengan AAS, menggunakan deret standar masing-masing logam berat sebagai pembanding
Kadar logam berat (mg/kg) =
AbsSampel × 12,5 × fk Slope
selesai
53
Lampiran 9. Peta lokasi pengambilan sampel tanah tercemar
Sragen
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sragen
Lampiran 10. Klasifikasi tanaman perlakuan (Sumber : www.usda.gov) Klasifikasi
Tanaman Mendong
Eceng gondok
Kingdom
Plantae
Plantae
Subkingdom
Tracheobionta
Tracheobionta
Superdivision
Spermatophyta
Spermatophyta
Division
Magnoliophyta
Magnoliophyta
Class
Liliopsida (monokotil)
Liliopsida
Subclass
Commelinidae
Liliidae
Order
Cyperales
Liliales
Family
Cyperaceae
Pontederiaceae
Genus
Fimbristylis
Eichhornia
Species
Fimbristylis globulosa
Eichhornia crassipes
Klasifikasi
Tanaman Bundung
Sawi
Kingdom
Plantae
Plantae
Subkingdom
Tracheobionta
Tracheobionta
Superdivision
Spermatophyta
Spermatophyta
Division
Magnoliophyta
Magnoliophyta
Class
Liliopsida
Magnoliopsida (dikotil)
Subclass
Commelinidae
Dilleniidae
Order
Cyperales
Capparales
Family
Cyperaceae
Brassicaceae
Genus
Scirpus
Brassica
Species
Scirpus sp.
Brassica juncea
55
Lampiran 10 (lanjutan) Klasifikasi
Padi
Kingdom
Plantae
Subkingdom
Tracheobionta
Superdivision
Spermatophyta
Division
Magnoliophyta
Class
Liliopsida
Subclass
Commelinidae
Order
Cyperales
Family
Poaceae
Genus
Oryza
Species
Oryza sativa
56
Lampiran 11. Alat AAS dan proses destruksi sampel
AAS (Atomic Absorption Spectrometer)
Proses destruksi sampel
57
Lampiran 12. Tanaman perlakuan fitoremediasi
Eceng gondok (Eichornia crassipes)
Bundung (Scirpus sp.)
Sawi (Brassica juncea)
Mendong (Fimbristylis globulosa)
Padi (Oryza sativa)
58
Lampiran 13. Akar tanaman perlakuan
Akar mendong
Akar eceng gondok
Akar bundung
Akar sawi
Akar padi
59
Lampiran 14. Kondisi dalam dan luar greenhouse
Kondisi dalam greenhouse (1)
Kondisi dalam greenhouse (2)
Kondisi luar greenhouse
60