55
FILSAFAT, ETIKA DAN HUKUM DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN Andi Kasmawati Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar Abstrak: Filsafat sebagai dasar dari ilmu pengetahuan, melahirkan cabangcabang ilmu yang perkembangannya sangat pesat sebagaiman kita rasakan dewasa ini, majunya ilmu peetahuan dan teknologi, membawa perubahan dalam masyarakat, perubahan tersebut dapat berdampak positif maupun negatif, untuk mengatasi dampak negatif diperlukan ilmu pengetahuan lain, diantaranya adalah etika dan hukum dalam bentuk filsafat praktis. Etika sebagai cabang dari filsafat menempatkan tingkah laku manusia sebagai objeknya, sedangkan hukum menempatkan manusia sebagai objek untuk menentukan jenis pelanggaran hukum dan untuk memperoleh keadilan. Kaitan antara etika dan hukum nampak pada struktur berkutub hukum yang memandang bahwa etika dan hukum tidak dapat dipisahkan. Kata Kunci: Filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan. PENDAHULUAN Menelusuri sejarah keberadaan filsafat sebagai suatu bidang ilmu, membawa kita kepada suatu pencarian kebenaran yang hakiki dari suatu objek, sebagai dasar dari segala pengetahuan. Immanuel Kant (1724-1804) dalam Amsal Baktiar (2004:8) mengatakan bahwa: Filsafat itu ilmu dasar sebagai pengetahuan yang mencakup didalamnya empat persoalan yaitu: 1. Apa yang dapat kita ketahui (dijawab oleh metafisika) 2. Apa yang boleh kita kerjakan (dijawab oleh Etika/Norma) 3. Sampaidimanakah pengharapan kita (dijawab oleh agama) 4. Apakah yang dinamakan manusia (dijawaboleh antropologi) Berpijak dari pandangan Kant tersebut para filosof menganggap bahwa: Filsafat merupakan induk ilmu. Sebeb dari filsafatlah, ilmu-ilmu klasik dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus buahnya yaitu Teknologi. Sebagai ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologi perkembangan ilmu pada masa moderen adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun harus bersikap kontemplatif (merenungi), diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumu ini. Akibat dari pandangan tersebut ilmu pengetahuan masa moderen ini sangat mempengaruhi dan mengubah manusia dengan dunianya. Terjadilah Revolusi industri I mulai tahun 1800 ditandai dengan pemakaian mesin-mesin mekanis, lalu revolusi Humanis, Volume IX Nomor 2, Juli 2008__________________________________________
56
________________________Filsafat, Etika dan Hukum dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Andi Kasmawati
industri II mulai tahun 1900 ditandai dengan pemakaian listrik dan titik awal pemakaian sinar, kemudian revolusi Industri III di tandai dengan penggunaan kekuasaan alam dan penggunaan komputer yang kita saksikan dewasa ini, dengan demikian adanya perubahan pandangan terhadap ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan manusia. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pada perubahan yang membentuk peradaban dan kebudayaan manusia, dengan itu pula muncul semacam kecenderungan akan adanya hasrat untuk selalu menerapkan apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan, baik dalam dunia teknik mikro maupun makro. Dengan demikian tampaklah bahwa semakin maju pengetahuan, semakin meningkat keinginan manusia, terkadang memaksa, merajalela, dan bahkan membabibuta. Akibatnya ilmu pengetahuan dan hasilnya menjadi tidak manusiawi lagi bahkan cenderung memperbudak manusia sendiri yang telah merencanakan dan menghasikannya. John Nisbitt dalam Asmal Bakhtiar (2004: xii-xiii) mengemukan bahwa dalam era informasi menimbulkan gejala mabuk teknologi yang ditandai dengan beberapa indikator yaitu: 1) masyarakat lebih menyukai penyelesaian masalah secara kilat dari masalah agama samapai pada masalah gizi. 2) masyarakat takut sekaligus memuja teknologi. 3) masyarakat mengaburkan perbedaan antara yang nyata dan yang semu. 4) masyarkat menerima kekerasan sebagai suatu yang wajar. 5) masyarakat mencintai teknologi dalam bentuk mainan. 6) masyarakat menjalani kehidupan yang berjarak dan terenggut. Konteks ilmu dan teknologi dalam hal ini menjadi kehilangan ruhnya yang fundamental, karena ilmu yang berkembang ini mengeliminir peranan manusia dan bahkan manusia tanpa sadar menjadi budak ilmu dan teknologi. Karena itulah filsafat ilmu berusaha mengembalikan ruh dan tujuan luhur ilmu agar ilmu tidak menjadi bumerang bagi kehidupan ummat manusia, dan sekaligus mempertegas bahwa ilmu dan teknologi adalah instrumen bukan tujuan. Salah satu cabang filsafat yang berhubungan erat dengan pemecahan masalah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah filsafat praktis, yang berawal dari pembagian filsafat sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles dalam Amsal Bakhtiar (2004: 31) yang membagi filsafat dalam hal yang teoritis dan praktis yaitu: (i) Filsafast teoritis yang mencakup metafisika, fisika, matematika dan logika (ii) Filsafat praktis mencakup ekonomi, politik, hukum dan etika. Etika sebagai salah satu cabang filsafat yang menjawab pertanyaan tentang apa yang baik kita kerjakan, menjadi bahan perenungan, karena adanya penyimpanganpenyimpangan terhadap ilmu dan teknologi tersebut yang dilakukan oleh manusia yang menjadi objek kajian etika. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Meuwissen (jurnal Pro Justitia 1994: 14) yaitu Etika terarah pada pengaturan dan penataan hubungan-hubungan manusiawi. Dari pengaturan terhadap hubungan-hubungan yang manusiawi tersebut, memberikan arahan kepada manusia untuk menentukan tindakannya sebagai perbuatan baik atau buruk. Kehidupan masyarakat dewasa ini di jejali oleh bayak tawaran dan berbagai pilihan hidup mulai dari pemilihan menu makanan, pakaian, gaya hidup cara bersikap,
57 berfikir dan bertingkah laku. Disinilah diperlukan etika dalam menentukan pilihan, mana yang tepat, mana yang baik dan buruk, untuk itulah dibutuhkan pengetahuan atau ilmu agar apa yang menjadi pilihan tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarkat seperti norma hukum, norma agama, norma kesuasilaan dan kesopanan. Etika menelusuri tentang kenapa sesuatu dikatakan baik dan harus di patuhi dan kenapa yang buruk itu harus ditinggalkan. ETIKA SEBAGAI CABANG FILSAFAT Poedjawijatna (1996: 39) mengemukakan bahwa: Etika merupakan cabang filsafat. Etika mencari kebenaran dan sebagai cabang filsafat ia mencari keterangan (benar) yang sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran baik buruknya bagi tingkah laku manusia, etika hendak mencari tindakan manusia manakah yang baik. Von Magnis dalam Achman Chariis Subair ( 1990: 9-11) mengemukakan bahwa: Hidup kita seakan-akan terentang dalam sutu jaringan norma yang berupa ketentuan, kewajiban, larangan, dan sebagainya. Jaringan itu seolah-olah membelenggu kita, mencegah kita bertindak dari sesuatu dengan segala keinginan, mengikat kita untuk melakukan sesuatu yang sebetulnya kita benci. Maka timbullah pertanyaan: Dengan hak apa orang mengharapkan kita tunduk terhadap norma itu?, dan bagaimana dapat menilai norma itu?.Tugas etika mencari jawaban atas pertanyaan itu, etika merupakan penyelidikan filsafat tentang bidang moral, yaitu mengenai kewajiban manusia serta tentang yang baik dan yang buruk, sehingga etika didefinikan sebagai filsafat bidang moral. Dari semua cabang filsafat, etika dibedakan karena tidak mempersoalkan keadaan manusia melainkan bagaiman ia harus bertindak. Etika adalah filsafat tentang praxis manusia, etika adalah praksiologik, sifat dasar etika adalah sifat kritis, etika bertugas untuk mempersoalkan norma yang dianggap berlaku. Diselidikinya apakah dasar suatu norma itu dan apakah dasar itu membenarkan ketaatan yang dituntut oleh norma itu. Terhadap norma yang de facto berlaku, etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya (apakah berlaku de jure pula). Norma yang tidak dapat mempertahankan diri akan kehilanagan haknya. Etika mempersoalkan pula hak setiap lembaga seperti; orang tua, sekolah, negara dan agama untuk memberi perintah dan larangan yang harus ditaati. Bukan seakan-akan etika menolak adanaya norma, atau menyangkal hal dari berbagai lembaga dalam masyarakat untuk menuntut ketaatan, tetapi terlibat jauh menuntut pertanggungjawaban. Tak ada lembaga atau perseorangan yang berhak menentukan begitu saja bagaimana orang lain harus bertindak. Etika dapat mengantarkan orang kepada kemampuan untuk bersikap kritis dan rasional, untuk membentuk pendapatnya sendiri dan bertindak sesuai dengan apa yang dapat dipertanggungjawabkannya sendiri. Etika manyanggupkan orang untuk mengambil sikap yang rasional terhadap semua norma, baik norma tradisi maupun lainnya, sekaligus etika membantu orang menjadi otonom. Otonomi manusia tidak terletak dalam kebebasan dari segala norma dan tidak sama dengan kesewenang-
Humanis, Volume IX Nomor 2, Juli 2008__________________________________________
58
________________________Filsafat, Etika dan Hukum dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Andi Kasmawati
wenangan, melainkan tercapai dalam kebebasan untuk mengakui norma yang dinyakininya sendiri sebagai kewajibannya. Justru dalam persaingan ideologi dan berbagai sistem normatif, serta berhadapan dengan berbagai lembaga yang kian hari kian berkuasa, seolah-olah begitu saja menuntut agar masyarkat tunduk terhadap ketentuan mereka, etika diperlukan sebagai pengantar pemikiran kritis dan dewasa yang dapat membedakan apa yang sah dan apa yang palsu, dengan demikian memungkinkan kita untuk mengambil sikap sendiri serta ikut menentukan arah perkembangan masyarakat. Etika dapat juga menjadi alat pemikiran rasional dan bertanggungjawab bagi si ahli ilmu masyarakat, pendidik, politikus dan pengarang serta siapa aja yang tidak rela diombang-ambing oleh kegoncangan norma-norma masyarakat sekarang. ETIKA SEBAGAI ILMU Menurut Mohammad Hatta dalam Amsal Bakhtiar (2004:15) Ilmu adalah: Pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam. Dari pengertian tersebut ilmu dalam hal ini disamakan dengan pengetahuan. Oleh Amsal Bakhtiar (2004:16) disimpulkan bahwa: Ilmu adalah: Pengetahuan yang mempuyai ciri, tanda, sayrat tertentu, yaitu: sistimatik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka dan kumulatif (bersusun timbun). Sedangkan Etika menurut Ki Hajar Dewantara adalah: Ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak gerik fikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan. Lebih lanjut Austin Fogothy dalam Acmad Charris Subair (1990: 16) mengemukakan bahwa: Etika berhubungan dengan semua ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat sebagai antropoogi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik dan ilmu hukum. Lillie menggolongkan Etika sebagai ilmu pengetahuan normatif yang bertugas memberikan pertimbangan perilaku manusia dalam masyarkat apakah baik atau buruk, benar atau salah. Sejalan dengan pengertian tersebut Burhanuddin Salam (2000: 12-13) mengemukakan bahwa Etika adalah: Ilmu yang mencari keselarasan perbuatanperbuatan manusia (tindakan insani) dengan dasar-dasar yang sedalam-dalamnya yang diperoleh dengan akal budi manusia. Pada dasarnya setiap ilmu mempunai dua objek yaitu: objek material dan objek formal. Objek material adalah sasuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan. Adapun Objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material. Dengan demikian Poedjawiatna (1990:15) mengemukakan bahwa: Objek materia etika sebagai ilmu adalah Manusia sedangkan objek formalnya adalah tindakan manusia yang dilakukannya dengan sengaja. Tingkah laku yang manakah yang dapat dinilai dari segi moral dan hukum? Yaitu: Tingkah laku yang di lakukan dengan sengaja atau tanpa pengaruh dari faktor maupun dalam diri sendiri seperti pengaruh alkohol, hipnotis, dan di bawah tekanan orang lain.
59 Etika merupakan ilmu yang sifatnya praktis, normatif dan fungsional sehingga dengan demikian merupakan suatu ilmu yang langsung berguna dalam pergaulan hidup sehari-hari. Etika juga dapat menjadi asas bagi norma-norma dalam kehidupan, disamping sekalihus memberi penilaian terhadap corak perbuatan seseorang sebagai manusia. STRUKTUR BERKUTUB DARI HUKUM MENEMPATKAN ETIKA SEBAGAI SUATU ASPEK DALAM MENCAPAI KEADILAN Untuk mengurai dimana letak kaitan antara hukum dan etika dalam mencapai tujuan hukum oleh Meuwissen (Jurnal Pro Justitia 1994: 24) mengemukakan tentang Struktur Berkutub dari Hukum yiatu: Struktur Polaritatif artinya Ia (Hukum) didalam dirinya mengandung suatu tegangan antara idea-hukum (isi) pada suatu sisi dan bentuknya (struktur Formal) pada sisi lainnya, dapat juga dikatakan bahwa pada satu sisi terdapat idea- hukum (isi atau tujuan dari hukum) dan pada sisi lain instrumentariun yuridis (perundang-undangan, peradilan, negara) dan dengan bantuan instrumentarium (sarana) tersenut idea-hukum harus (dapat) diwujudkan. Dengan demikian hukum itu mempunyai sifat normatif, ia bertujuan untuk mempengaruhi perilaku manusia. Orang-orang diharuskan untuk mematuhi (menyesuaikan diri pada) kaidah-kaidah hukum. D. Schinder dalam Meuwissen (1994: 24) mengemukakan teori VERFAS SUNGSRECHT UND SOZIALE STRUKTUR, pada hukum ia membedakan sesuatu kesatuan dari empat momen. Ini berkaitan dengan pembagian dalam fakta dan kaidah, bentuk dan isi, empat aspek ini saling memotong dan dari dalamnya tampil empat momen-hukum itu, yang dapat di uraikan sebagai berikut: 1. Momen normatif-formal, dimaksudkan adalah bentuk-bentuk hukum: aturan, keputusan dan asas hukum, hukum dipandang sebagai penataan umum yang berkaitan dengan mewujudkan ketertiban, perdamaian, harmoni, kepastian hukum. 2. Momen faktual-formal, dimaksudkan bahwa hukum itu adalah suatu gejala kekuasaan, sejauh ia bertujuan mempengaruhi perilaku manusia. Dilihat dari momen ini, hukum adalah kekuasaan. Kekuasaan diartikan secara murni formal: orang didorong pada perilaku tertentu. Disinilah pada momen kedua ini sesuai dengan momen pertama. Kedua momen memuat aspekaspek formal ditampilkan, tetapi antara keduanya terdapat perbedaan dari cara keberadaannya. Momen normatif-formal memiliki suatu cara berada rohaniah, yang normatif itu hanya dapat dipikirkan dan tidak dapat diamati. Sebaliknya kekuasaan adalah suatu kategori empiris dan relasi-relasi kekuasaan juga secara empiris dapat dipaparkan dan dianalisis. 3. Momen normatif-materiil, didalamnya diungkapkan bahwa hukum itu terdapat suatu sisi (aspek) etis. Terdapat kaidah-kaidah konkrit yang berlaku yang isinya relevan dengan hukum. Dari hal tersebut pikiran kita terarah pada keadilan. Dengan demikian hukum dan etika tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Humanis, Volume IX Nomor 2, Juli 2008__________________________________________
60
________________________Filsafat, Etika dan Hukum dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Andi Kasmawati
4. Momen Faktual-materiil, berkaitan dengan keperluan dan kebutuhan vital, disini pikiran terarah pada usaha pemenuhan kebutuhan yang minimal yang diperlukan bagi keberadaan manusia. Ini adalah suatu data empiris, sedang momen etis memiliki sifat normatif. Jika kita satukan semua momen itu maka dapat dikemukakan bahwa: Hukum itu adalah suatu penataan, yang mencoba mempengaruhi peralaku manusia yang manusiawi sedemikian rupa, sehngga pemenuhan keperluan-keperluan dan kebutuhankebutuhan vital dapat diuasahakan dengan adil. Uraian tentang struktur berkutub dari hukum menampakkan bahwa momen-momen yang ada dalam hukum saling berkaitan dan salah satu momen memuat tentang etika sebagai suatu aspek dalam hukum yaitu momen normatif materiil. Hukum dan Etika tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain dalam hal mewujudkan tujuan hukum dan fungsi hukum bagi manusia dalam pergaulannya dalam masyarakat. Sebagai gambaran untuk memahami tujuan dan fungsi hukum dapat diikuti uraian berikut ini. Menurut Utrecht dalam Satya Arinanto (2004:7) Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarkat dan karena itu harus diataati oleh masyarakat itu. Kemudian Jeremy Bentham dalam Ridwan Syahrani (2004:21) mengemukakan bahwa hukum bertujuan menjamin adanya kebagahagiaan sebanyak-banyaknya kepada orang sebanyak banyaknya. Bentham yang merupakan pencetus aliran fikiran ”Kemanfaatan” lebih lanjut mengemukakan bahwa Hakikat kebahagaiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesensaraan. Karenanya manusia bebas melakukan tindakan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Baik buruknya tindakan diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan dari tindakan itu. Suatu tindakan di nilai baik jika tindakan itu menghasilkan kebaikan, sebaliknya di nilai buruk jika mengakibatkan keburukan (kerugian). Van Apeldoorn dalam Ridwan Syahrani (2004:22) mengemukakan bahwa Tujuan Hukum adalah untuk mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki kedamaian. Kedamaian antar manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu yaitu kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda dan sebagainya terhadap yang merugikannya. Kepentingan individu dan kepentingan golongan-golngan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan-kepentingan ini selalu akan menyebabkan pertikaian dan kekacauan satu sama lain kalau tidak diatur oleh hukum untuk menciptakan kedamaian. Dan hukum pertahankan kedamaian dengan mengadakan keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi, dimana setiap orang harus memperoleh sedapat mungkin yang menjadi haknya. Fungsi Hukum Menurut Ronny Hantijo Soemitro dalam Acmad Ali (1996:98) Hukum berfungsi sebagai a tool of social control yang merupakan aspek normatif dari kehidupan sosial atau dapat disebut sebagai pemberi defenisi dari tingkah laku yang menyimpang serta akibat-akibatnya seperti larangan-larangan, tuntutan-tuntutan, pemidanaan dan pemberian ganti rugi. Kemudian fungsi hukum sebagai a tool of social enginering by law di kemukakan Soerjono Soekanto dalam Achmad Ali (1996:101)
61 hukum sebagai alat mengubah masyarakat, dalam arti bahwa hukum mungkin digunakan sebagai alat agen of change. PENUTUP Manusia merupakan objek material etika, sedangkan objek formalnya adalah tingkah laku manusia itu sendiri, dalam hukum manusia merupakan subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiaban, dengan demikian maka apa yang di lakukan manusia sebagai subyek hukum merupakan hak baginya, sedangkan objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia dan badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subyek hukum. Hukum yang merupakan peraturan yang mengatur tingkah laku manusia, yang menilai perbuatan manusia yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan analisa penulis dapatlah di simpulkan bahwa: Bidang kajian etika sebagai ilmu mencari dan menentukan perbuatan, atau tingkah laku baik atau buruk, salah atau benar. Bidang kajian hukum adalah mengatur dan memaksa manusia untuk mematuhi hukum serta memberi sanksi terhadap manusia atau orang yang melakuakan pelanggaran, sesuai fungsi hukum yaitu hukum mengatur tingkah laku manusia dan fungsi lainnya yaitu hukum merubah masyarakat. BAHAN BACAAN Amsal Bakhtiar. 2004 Filsafat ilmu, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ade Maman Suherman. 2004 Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Acmad Charris Subair. 1990 Kuliah Etika, Rajawali Pers, Jakarta. Acmad Ali. 1996 Menguak Tabir Hukum, Candara Pratama, Jakarta Burhanuddin Salam. 1997 Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral, Rineka Cipta, Jakarta. Jujun S Suryasumantri 2005, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Poedjawiatna. 1996 Etika Filsafat Tingkah laku, Rineka Cipta, Jakarta. Ridwan Syaharani. 2004 Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Abadi, Jakarta
Humanis, Volume IX Nomor 2, Juli 2008__________________________________________