FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan)
ANGGA TAMIMI OESMAN
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN ANGGA TAMIMI OESMAN. FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMUN di Kawasan Jakarta Selatan). (Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN). Beban dalam diri yang dialami pada sebagian pelajar laki–laki akan disalurkan kepada berbagai hal, baik secara positif maupun negatif. Pada tindakan negatif umumnya dilampiaskan pada tindakan yang didasarkan oleh perilaku agresi, salah satunya adalah meluapkan emosi dalam wujud tawuran. Setiap tawuran hampir selalu menimbulkan adanya kerugian, baik kerugian materi ataupun non materi. Tawuran bersifat merugikan dan perlu upaya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini atau setidaknya mengurangi. Salah satu cara adalah mengidentifikasi penyebabnya dari perilaku tersebut, agar bisa dilakukan penanggulangan lebih dini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik remaja yang terlibat tawuran dan bentuk perilaku tawuran di kalangan remaja perkotaan. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data primer. Populasi dalam penelitian ini adalah pelajar di SMUN 6 dan 70 yang berada pada daerah rawan tawuran yaitu Blok-M. Dimana sampel populasinya adalah pelajar laki-laki yang terlibat dalam tawuran. Teknik penentuan sampel menggunakan purposive sampling dan snowball sampling, dengan sampel berjumlah 40 responden. Hasil penelitian menyatakan bahwa karakteristik pelajar pelaku tawuran cenderung berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke atas, dengan uang saku per minggu yang cukup besar dan kondisi lingkungan tempat tinggal yang baik. Kualitas hubungan dengan orang tua yang positif, dimana lebih banyak pelajar pelaku tawuran yang merasa mereka lebih dekat dengan pihak ibu. Pelajar pelaku tawuran memilik kedekatan dengan peer group yang tinggi dengan pola hubungan yang rutin, berkala, serta tingkat kepercayaan yang tinggi. Karakteristik ini sangat menonjol, karena alasan tawuran yang mengatasnamakan solidaritas kelompok (peer group) sangat dominan. Serta tingginya akses mereka
pada media visual (televisi, video game, dan film), dengan tingkat keterdedahan yang tinggi terhadap media visual yang menampilkan kekerasan. Bentuk perilaku tawuran yang diperlihatkan pelajar antara lain: solidaritas sebagai penyebab keterlibatan mereka dalam tawuran; pendukung dan pentolan sebagai peran dominan dalam tawuran; waktu tawuran biasanya setelah jam sekolah dengan lokasi di sekitar lingkungan sekolah; dan intensitas perilaku agresi pelajar dominan berada pada level sedang. Berdasarkan intensitas perilaku agresi dan peran saat tawuran diperoleh tiga pengelompokan tipologi yaitu pengikut, pasukan, dan pemimpin (dengan bentuk tindakan yang semakin komplek seiring semakin tingginya tingkatan tipologi). Tipologi dominan adalah tipologi pasukan (47,5 persen) dengan tindakan yang rutin ditampilkan berupa verbal dan fisik, diikuti tipologi pengikut (30 persen) dengan hanya tindakan verbal, dan tipologi pemimpin (22,5 persen) dengan tindakan yang kompleks mulai dari verbal, fisik sampai penggunaan alat.
FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMUN di Kawasan Jakarta Selatan)
Oleh : ANGGA TAMIMI OESMAN NRP: I34053516
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
i
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa
: Angga Tamimi
Nomor Siswa
: I34053516
Judul Studi
: Fenomena Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja (Kasus Dua SMUN di Kawasan Jakarta Selatan)
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui Dosen Pembimbing,
Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS DEA NIP. 19591114 198811 2001
Mengetahui Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1003
Tanggal Pengesahan :
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (KASUS DUA SMUN DI KAWASAN JAKARTA SELATAN)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN KECUALI KUTIPAN YANG ADA DALAM TULISAN INI. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DIBAGIAN AKHIR SKRIPSI INI. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA.
Bogor, Januari 2010
Angga Tamimi Oesman I34053516
iii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Fenomena Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja (Kasus Dua SMUN di Kawasan Jakarta Selatan)”. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan mata kuliah KPM 499. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis bagaimana karakteristik dan tipologi pelajar pelaku tawuran. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen Pembimbing, serta pihak-pihak yang membantu Penulis, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penulisan usulan penelitian. Penulis sadar bahwa penyusunan skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca senantiasa penulis harapkan, semoga penyusunan Studi Pustaka ini bermanfaat bagi kita semua. Satu hal yang penulis sadari bahwa penulisan dan penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moril dan materiil berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS DEA sebagai dosen pembimbing studi pustaka dan skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta kesabaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Keluarga tercinta (mama, papa, uni cici, lulu, dan lala) yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi. 3. Dr. Arif Satria, SP, MSi, selaku pembimbing akademik selama peneliti menjadi mahasiswa KPM. 4. Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MS selaku penguji utama dalam sidang skripsi dan Ir. Anna Fatchiya, MSi selaku dosen penguji perwakilan departemen. 5. Issantia Retno Sulistiawati yang selalu ada dan mendukung serta menularkan semangatnya.
iv
6. Tim kosan perwira 51 Bibob, Dito, Buja, Dinda, Fella, Arisa, Gladis atas dukungan dan masukan moral maupun spiritual selama 3 tahun terakhir. 7. Sahabat-sahabatku Wewen, Yayan, Oel, Memet, Anggi, Icha, Arya, Edu, Fahmi, Adit, Vidy, Mora, Palupi, Wina, Liko, Ficha, Acit, Lidut dan Dina atas luangan waktu dalam pencarian literatur, masukan/koreksi dalam penulisan dan masa perkuliahan yang indah. 8. Prasetyo Yudha dan Wagner, teman satu bimbingan yang selalu membantu, mengingatkan dan memberikan dukungan dalam penulisan skripsi. 9. Teman-teman dari Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 42. 10. Tim dosen KPM IPB, terimakasih telah memberikan dukungan dan pengajaran terbaik, juga untuk seluruh staff KPM yang telah membantu selama perkuliahan. 11. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasamanya selama ini sehingga memberikan warna dalam hidup penulis. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.
Bogor, Januari 2010
Angga Tamimi Oesman I34053516
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Angga Tamimi Oesman lahir di Bukittinggi Sumatra Barat pada tanggal 13 Juli 1987, dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pada tahun 2002-2005 penulis menempuh pendidikan di SMUN 6 Mahakam di Jakarta Selatan. Pada tahun 2005 hingga sekarang penulis berstatus sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur tes Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kemudian diterima di Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, pada tingkat dua saat pemilihan Mayor-Minor berlangsung, dengan Minor Kewirausahaan Agribisnis. Penulis aktif dalam kepanitiaan dan organisasi di sekitar kampus. Adapun kepanitiaan yang pernah diikutinya yaitu menjadi ketua panitia Malam Keakraban ”TOSKA 43” Departemen KPM pada tahun 2007, Kordinator Keuangan (Bendahara) pada acara Communication and Community Development Expo (COMMNEX) 2008. Sementara organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) divisi advertising dan multimedia (20072009), dan sebagai pengurus International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS) divisi eksternal (2008-2009).
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...............................................................................
Halaman x
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................
1
1.1 Latar Belakang..............................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................
4
1.3 Tujuan Penulisan ..........................................................................
4
1.3 Kegunaan Penulisan ......................................................................
4
BAB II PENDEKATAN TEORITIS ...................................................
5
2.1 Pengertian Tawuran ......................................................................
5
2.2 Karakteristik Remaja Yang Terlibat Tawuran ................................
6
Kondisi Tempat Tinggal ..................................................................
6
Kedekatan dengan Orang Tua ..........................................................
7
Hubungan dengan Peer Group ........................................................
7
Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual ......................
8
2.3 Perilaku Tawuran Dikalangan Remaja ...........................................
9
2.4 Kerangka Pemikiran ......................................................................
10
2.5 Hipotesis .......................................................................................
12
2.6 Definisi Operasional......................................................................
12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................
20
3.1 Metode Penelitian .........................................................................
20
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................
20
vii
3.3 Metode Pemilihan Responden .......................................................
Halaman 20
3.4 Metode Pengumpulan Data ...........................................................
21
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data...........................................
21
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI SEKOLAH .........................
22
4.1 SMA Negeri 70 Jakarta ..................................................................
22
4.2 SMA Negeri 6 Jakarta ....................................................................
25
4.3 Lokasi Sekolah...............................................................................
28
BAB V KARAKTERISTIK REMAJA TERLIBAT TAWURAN ........
30
5.1 Gambaran Umum Responden .........................................................
30
5.2 Kondisi Tempat Tinggal .................................................................
32
5.3 Kondisi Hubungan dengan Orang Tua ............................................
35
5.4 Hubungan dengan Peer group.........................................................
40
5.5 Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual .....................
45
BAB VI PERILAKU TAWURAN .......................................................
53
6.1 Penyebab Terjadinya Tawuran .......................................................
53
6.2 Peran Yang Dilakukan Saat Tawuran .............................................
53
6.3 Tempat dan Waktu Tawuran ..........................................................
54
6.4 Intensitas Perilaku Agresi ...............................................................
55
6.5 Tipologi Pelajar Pelaku Tawuran....................................................
55
Tipologi Pengikut ............................................................................
56
Tipologi Pasukan .............................................................................
59
Tipologi Pemimpin ..........................................................................
62
6.6 Perbandingan Tipologi Pelajar Tawuran .........................................
65
viii
BAB VII PENUTUP ............................................................................
Halaman 67
7.1 Kesimpulan ....................................................................................
67
7.2 Saran..............................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
69
ix
DAFTAR TABEL
1.
Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Umur ...................
2.
Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Uang Saku per-minggu ................................................................. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Tempat Tinggal .................................................................. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Kamar Tidur ....................................................................... Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jumlah Fasilitas Hiburan ............................................................... Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Fasilitas Alat Hiburan ................................................................... Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Penilaiannya akan kondisi tempat tinggalnya ................................ Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Pernikahan Orang Tua ........................................................ Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Bentuk Komunikasi dengan Orang Tua ......................................... Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Pertemuan dengan Orang Tua ....................................... Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kedekatan Hubungan dengan Orang Tua ...................................... Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Orang Terdekat dalam Keluarga.................................................... Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Pembicaraan dengan Orang Tua.......................................... Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Dimintai Pendapat Oleh Orang Tua ............................... Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Menentukan Pilihan Sendiri .......................................... Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Berkonflik dengan Orang Tua ....................................... Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Dimarahi oelh Orang Tua .............................................. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Dicurigai/Tidak Dipercaya oleh Orang Tua ...................
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Halaman 31 31 32 32 33 33 34 35 35 36 36 37 37 38 38 39 39 39
x
Halaman 19. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jumlah Peer group ........................................................................ 20. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Alasan Kedekatan dengan Peer Group .......................................... 21. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Arti Peer group ............................................................................. 22. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Pertemuan Mingguan dengan Peer Group ..................................... 23. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Pertemuan Harian dengan Peer Group .......................................... 24. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Pembicaraan dengan Peer Group ........................................ 25. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Keberpihakan Peer Group saat Responden Dalam Masalah .......... 26. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kepercayaan antara Peer Group dengan responden ....................... 27. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Peer Group sebagai Acuan Pemecahan Masalah Responden ......... 28. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kesamaan Pemahaman Peer Group dengan Rersponden ............... 29. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Bantuan yang diberikan saat Terlibat dalam Masalah .................... 30. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Melihat Adegan Kekerasan di Televisi .......................... 31. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Surat Kabar yang di Baca .................................................... 32. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Surat Kabar yang di Minati ................................................. 33. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan ............................................ 34. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Stasiun Televisi yang di Tonton .................................................... 35. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Siaran Televisi yang di Minati ............................................ 36. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan ............................................ 37. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Komik yang Dibaca .............................................................
41 41 41 42 42 43 43 44 44 44 45 46 46 46 47 47 47 48 48
xi
Halaman 38. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Komik yang Diminati ........................................................... 39. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan ............................................ 40. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Video Game yang di Mainkan .............................................. 41. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Video Game yang di Minati .................................................. 42. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan ............................................ 43. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Film yang di Tonton ............................................................ 44. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Film yang di Minati.............................................................. 45. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan ............................................ 46. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Situs Internet yang Dilihat ............................................................ 47. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Situs Internet yang Diminati ................................................. 48. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Media Visual dengan Tingkat Kekerasan Tertinggi ....................... 49. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Penyebab Tawuran........................................................................ 50. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Peran saat Tawuran ....................................................................... 51. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tempat Tawuran ........................................................................... 52. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Waktu Tawuran ............................................................................ 53. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Perilaku Agresi ............................................................. 54. Jumlah dan Persentase Tipologi Pelajar Tawuran berdasarkan Perilaku Agresi dan Peran dalam Tawuran .................................... 55. Karakteristik Tipologi Pengikut ....................................................
48 49 49 49 50 50 50 51 51 51 52 53 54 55 55 56 56 58
56. Perilaku Agresi Tipologi Pengikut ................................................
59
57. Karakteristik Tipologi Pasukan .....................................................
61
xii
58. Perilaku Agresi Tipologi Pasukan .................................................
Halaman 62
59. Karakteristik Tipologi Pemimpin ..................................................
64
60. Perilaku Agresi Tipologi Pemimpin ..............................................
65
61. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tipologi Pelajar Tawuran dan Sebaran menurut Karakteristik .................................
67
xiii
DAFTAR GAMBAR
1.
Halaman Kerangka Pemikiran Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja 11
2.
SMA Negeri 70 .............................................................................
22
3.
Kegiatan Acara Tahunan Bulungan Cup .......................................
25
4.
Peta Lokasi skala 1:10.000 ............................................................
28
5.
Siswa SMA 6 dan SMA 70 Pelaku Tawuran .................................
30
xiv
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masa remaja ditandai oleh pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, kebutuhan untuk pencapaian kedewasaan, kemandirian, serta adaptasi antara peran dan fungsi dalam kebudayaan dimana ia berada. Masa remaja merupakan masa atau periode yang penuh dengan tekanan atau stres karena ketegangan emosi yang meningkat akibat perubahan fisik dan hormon (Sarwono, 1989). Pada kenyataanya tidak semua remaja berhasil melakukan tugas perkembangannya, sehingga akan menimbulkan hambatan bagi para remaja tersebut. Pada sebagian remaja, hambatan atau masalah yang mereka alami akan sangat mengganggu keadaan fisik dan emosi mereka, sehingga menghancurkan motivasi mereka menuju kesuksesan di sekolah maupun hubungan dalam pribadi mereka. Beban dalam diri yang dialami pada sebagian remaja, khususnya remaja laki–laki akan disalurkan kepada berbagai hal baik secara positif maupun negatif. Pada tindakan positif umumnya dilampiaskan pada keikutsertaan dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan atau organisasi, sedangkan pada tindakan negatif umumnya dilampiaskan pada tindakan yang didasarkan oleh perilaku agresi. Menurut Berkowitz (1995), istilah agresi selalu mengacu pada beberapa jenis perilaku, baik itu secara fisik maupun simbolis yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti orang lain. Masalah serius dengan tindak agresi ini terjadi mulai dari yang sifatnya personal seperti perkelahian, sampai yang sifatnya umum seperti tawuran. Khusus mengenai tawuran (pelajar), hal ini menjadi menarik untuk dibahas karena fenomena ini telah menjadi pusat perhatian masyarakat dari dulu hingga saat ini. Hal ini dibuktikan dengan masih seringnya terlihat remaja berjalan bergerombol sambil merusak fasilitas umum atau menyerang remaja lain. Dilihat dari bentuknya, perkelahian pelajar atau yang biasa disebut tawuran adalah perkelahian massal yang merupakan perilaku kekerasan antar kelompok pelajar yang ditujukan pada kelompok pelajar dari sekolah lain. Tawuran pelajar saat ini tidak hanya sebatas pada pelemparan batu, tetapi juga menggunakan
2
berbagai macam senjata tajam yang beresiko dapat membunuh pelajar lain. Berdasarkan berita dari media massa mengenai razia pelajar, diketahui bahwa banyak pelajar yang menggunakan senjata tajam berbahaya seperti linggis, golok, parang, celurit dan samurai. Seiring dengan semakin meningkatnya kualitas senjata yang digunakan dalam tawuran, pelajar juga mulai berani untuk menculik, menganiaya bahkan membunuh pelajar lain. Penulis akan memberi beberapa contoh dari berita-berita yang ada. Sebagai contoh di Jakarta Selatan pada tanggal 20 Februari 2009 terjadi tawuran antar pelajar yang melibatkan setidaknya lebih dari 50 siswa yang berasal dari SMU (Sekolah Menengah Umum) Cendrawasih dan STM (Sekolah Teknik Mesin) Bakti Data, yang mengakibatkan tertangkapnya 10 siswa 1. Pada daerah UKI (Universitas Kristen Indonesia) Jakarta pada tanggal 18 Febuari 2007 terjadi tawuran antara pelajar SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) Bakti-Cawang dan STM Penerbangan-Blok M, yang mengakibatkan salah seorang siswa terkena luka bacok di kepala2. Kemudian di Blok-M Jakarta Selatan pada tanggal 4 Oktober 2007 terjadi tawuran antara 2 SMA yang jarak sekolahnya tidak lebih dari 300 meter yaitu SMA 6 Mahakam dan SMA 70 Bulungan yang melibatkan ratusan siswa dari masing-masing sekolah3. Tidak hanya pelajar tingkat sekolah menengah saja yang terlibat tawuran, di Makasar pada tanggal 12 Juli 2006 mahasiswa Universitas Negeri Makasar terlibat tawuran dengan sesama rekannya disebabkan pro dan kontra atas kenaikan biaya kuliah 4. Masih banyak kejadian tawuran antar pelajar yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Tawuran antar pelajar yang pada umumnya dilakukan remaja, bersifat merugikan dan perlu upaya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini atau setidaknya mengurangi. Secara tidak langsung media massa cukup mempengaruhi peristiwa tawuran. Puluhan media masa lahir, dari yang bermutu tinggi hingga yang hanya mengandalkan budaya kekerasan, dengan mudah berakar dalam diri
1
Dikutip dari http://www.detiknews.com/index.php/ReadStory/tawuran-pelajar,-10-orang diamankan yang diakses pada tanggal 19 April 2009. 2 Dikutip dari http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/brk,20070218-93538,id.html yang diakses pada tanggal 19 April 2009. 3 Dikutip dari: http://www.tujuhpuluh.com/?p=28 yang diakses pada tanggal 19 April 2009. 4 Dikutip dari: http://www.kapanlagi.com/h/0000161072.html yang diakses pada tanggal 19 April 2009.
3
pelajar. Inilah yang menyebabkan munculnya benih-benih budaya kekerasan yang nantinya akan mereka wujudkan dalam tawuran. Penelusuran lebih jauh, remaja yang ada pada saat ini lahir pada tahun 1980an. Pada rentang tahun itu, Pemerintahan Orde Baru (ORBA) sedang gencargencarnya menjalankan program Keluarga Berencana (KB) dengan mottonya: keluarga kecil sejahtera. Jadi, remaja sekarang umumnya berasal dari keluarga yang relatif kecil. Di satu sisi memang baik, tapi di sisi lain menyebabkan mereka tidak memiliki pengalaman berinteraksi dengan banyak macam pribadi dalam keluarga. Berbeda dengan keluarga generasi sebelumnya yang bisa mencapai belasan orang dalam satu keluarga, umumnya keluarga mereka terdiri dari empat hingga lima orang. Dengan demikian mereka bisa berinteraksi dengan maksimal tiga hingga empat orang. Pendidikan keluarga amat dominan dalam pembentukan pribadi hingga usia 12-13 tahun. Pengalaman yang miskin interaksi ini, mau tidak mau akan berpengaruh pada ketika ia memasuki masa muda (Hadjam et. al. 2003). Dapat dikatakan, orang muda ini belum mampu membina interaksi dan menyikapi masalah-masalah dalam interaksi sosial, sehingga berakhir pada tindakan yang tidak bijaksana, seperti tawuran. Menurut Saad (2003) terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi kepribadian remaja seperti lingkungan rumah, orang tua, teman sepermainan, dan sebagainya. Faktor ini secara langsung akan memberikan tekanan yang akan mempengaruhi kepribadian remaja. Tekanan ini akan terakumulasi dan dapat muncul dalam identitas negatif, salah satunya adalah meluapkan emosi dalam wujud tawuran. Setiap tawuran hampir selalu menimbulkan adanya kerugian, baik kerugian materi ataupun non materi. Kerugian materi biasanya berupa kerusakan pada fasilitas umum dan fasilitas pribadi, seperti: gedung sekolah, sarana jalan raya, angkutan umum, kendaraan pribadi dan sebagainya. Kerugian non-materi terlihat dari semakin banyaknya orang yang menjadi korban tawuran, baik dari pihak pelajar yang terlibat langsung maupun pelajar dan masyarakat yang tidak terlibat tetapi ada di lokasi terjadinya tawuran. Peneliti tertarik meneliti tawuran disebabkan penelitian sebelumnya lebih menitikberatkan pada ranah psikologi, sehingga penelitian ini akan lebih ditekankan pada ranah sosiologis dan hubungnya dengan komunikasi massa.
4
Terlebih lagi bila dikaitkan dengan sisi pengembangan masyarakat, karena apabila kaum muda terbiasa menyelesaikan permasalahan mereka dengan kekerasan, maka pada saat dewasa ketika mereka sudah masuk sebagai bagian penting masyarakat, maka mereka akan cenderung menyelesaikan masalah yang ada dengan kekerasan juga. Besarnya dampak negatif akibat tawuran menyebabkan fenomena ini menjadi menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Dengan demikian penelitian ini ingin mempelajari faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perilaku tawuran diantara remaja di perkotaan, khususnya di daerah Jakarta Selatan yang terkenal dengan rutinitas tawurannya.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian, dapat dirumusan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakteristik remaja yang terlibat tawuran? 2. Bagaimanakah bentuk perilaku tawuran di kalangan remaja perkotaan?
1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik remaja yang terlibat tawuran. 2. Mengidentifikasi bentuk perilaku tawuran di kalangan remaja perkotaan.
1.4 Kegunaan Penulisan Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, diantaranya adalah: 1. Bagi peneliti, merupakan sarana untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh dengan melihat fenomena praktis yang terjadi dan mengaitkannya dengan teori. 2. Bagi akademisi, penelitian ini menjadi bahan literatur untuk kajian lebih lanjut. 3. Bagi masyarakat, dapat memberikan tambahan pengetahuan terkait dengan agresivitas remaja.
5
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Pengertian Tawuran Tawuran merupakan berita rutin yang sering menghiasi lembaran koran ataupun televisi. Pelaku dominan dari tindakan tawuran ini adalah para pelajar Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) seperti: (1) Sekolah Menengah Atas (SMA), (2) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), (3) Sekolah Teknik Mesin (STM) dan sebagainya. Tidak jarang terdengar pelaku tawuran adalah remaja Sekolah Lanjut Tingkat Menengah (SLTP), mahasiswa, maupun pemuda-pemuda kampung. Secara keseluruhan definisi tawuran diperuntukkan bagi remaja pada umumnya dan remaja pada masa pertengahan (15-18 tahun) pada khususnya. Tawuran
merupakan
salah
satu
bentuk
kenakalan
remaja,
yaitu
kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang umumnya dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun. Aspek kecenderungan kenakalan remaja terdiri dari (1) aspek perilaku yang melanggar aturan atau status, (2) perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, (3) perilaku yang mengakibatkan korban materi dan (4) perilaku yang mengakibatkan korban fisik (Mariah, 2007). Menurut Ridwan (2006) tawuran pelajar didefinisikan sebagai perkelahian massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa lainnya dari sekolah yang berbeda. Tawuran terbagi dalam tiga bentuk: (1) tawuran antar pelajar yang telah memiliki rasa permusuhan secara turun temurun, (2) tawuran satu sekolah melawan satu perguruan yang didalamnya terdapat beberapa jenis sekolah dan (3) tawuran antar pelajar yang sifatnya insidental yang dipicu oleh situasi dan kondisi tertentu. Sementara menurut Solikhah (1999) tawuran didefinisikan sebagai perkelahian massal yang merupakan perilaku kekerasan antar kelompok pelajar laki-laki yang ditujukan kepada kelompok pelajar dari sekolah lain.
6
Perkelahian massal seperti tawuran pelajar dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti atau melukai siswa dari sekolah lain yang menjadi targetnya. Hal ini jelas sesuai dengan definisi agresi yang telah dikemukakan oleh Widiastuti (2002) bahwa perilaku agresif adalah setiap bentuk perilaku yang diarahkan untuk merusak atau melukai orang lain. Selain perilaku, agresi juga mencakup maksud dan tindakan seseorang untuk merusak atau melukai orang lain yang dapat dilakukan secara fisik maupun verbal. Berdasarkan uraian yang ada, disimpulkan bahwa tawuran adalah tindakan agresi pelajar yang dilakukan secara berkelompok atau massal yang diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik dan langsung.
2.2 Karakteristik Remaja yang Terlibat Tawuran Bawaan dan lingkungan, kontinuitas dan diskontiunitas, dan pengalaman dini serta kemudian menjadi ciri perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia. Dalam tingkah laku remaja, faktor bawaan terus mempengaruhi perbedaan antara remaja, begitu pula dengan peran penting lingkungan dan gender (Santrock, 2003). Bila dikaitkan dengan tindakan agresi yang dilakukan remaja, dapat dikategorikan beberapa karakteristik remaja yang terlibat tawuran, yaitu: Kondisi Tempat Tinggal Kondisi tempat tinggal dan lingkungannya adalah faktor eksternal yang menjadi rangsangan terhadap respon yang muncul pada individu tertentu. Bagaimana individu menyikapi kualitas tempat tinggalnya akan menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku yang timbul pada masing–masing individu. Baik buruknya kondisi lingkungan fisik tempat tinggal merupakan salah satu unsur dalam membangun interaksi antara remaja sebagai subyek dan lingkungan sebagai obyek (Saad, 2003). Secara fisiologis kenakalan diakibatkan oleh kekacauan tingkah laku terutama dari gangguan emosional yang dihasilkan oleh suatu disorganisasi dalam sosial-lingkungan (Miller, 1999). Berdasarkan definisi kondisi tempat tinggal yang ada, karakteristik remaja dengan kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak berkualitas, tidak nyaman, kurang memenuhi prasyarat kesehatan, serta tingkat kriminalitas tinggi atau dapat
7
dikatakan buruk akan menyebabkan kecenderungan remaja untuk mengikuti atau mencontoh perlakuan yang ada dalam lingkungan mereka semakin besar. Kedekatan dengan Orang Tua Kedekatan dengan orang tua juga sangat menentukan sikap dan perilaku remaja yang cenderung memiliki kepekaan emosional tinggi. Penerimaan dan pengakuan orang lain terhadap keberadaan remaja sangat penting, karena merupakan kebutuhan psikologis utama sebelum memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (Saad, 2003). Orang tua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan terhadap remaja (Mariah, 2007). Ketidakharmonisan dalam keluarga akan mengakibatkan remaja mencari sosok panutan lain untuk dijadikan teladan lain, yang biasanya akan mereka temukan pada teman sepermaian ataupun senior mereka. Seringkali tokoh teladan ini menjadi penyebar perilaku tawuran. Berdasarkan definisi yang ada, karakteristik remaja dengan perceraian orang tua, seringnya intensitas pertengkaran rumah tangga, dan kurang mendapat perhatian atau bimbingan orang tua akan lebih mudah melakukan tindakan agresi yang dilampiaskan dalam tawuran. Hubungan dengan Peer group Peer group atau dapat disebut juga dengan kelompok panutan adalah suatu kelompok yang terdiri oleh orang-orang dengan kisaran umur yang sama, status sosial yang relatif sama, dan hobi yang sama. 5 Bila dibanding pada masa kanakkanak, masa remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman. Tindakan agresi yang didasari oleh perubahan dalam diri remaja, akan membawa remaja ingin melampiaskannya kepada pihak lain yaitu dalam lingkup sosialnya. Tindakan tawuran yang merupakan ajang unjuk diri untuk diterima dalam kelompoknya, dipilih oleh kebanyakan siswa sebagai pelampiasan agresinya dengan melibatkan teman kelompoknya. Ridwan (2006) menyatakan, alasan terlibatnya para pelajar dalam tawuran adalah keinginan untuk diakui oleh teman sekelompoknya. Mereka mengharapkan pengakuan akan keberadaannya terhadap orang lain, terutama di 5
Dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/Peer_group yang diakses pada tanggal 19 April 2009.
8
lingkungan pertemanan dan sekolah. Karena dengan melakukan tawuran, mereka akan mendapat perhatian lebih dan menjadi lebih oleh kalangan teman-temannya, yang hal ini dinilai sebagai tindakan positif oleh para pelaku tawuran pelajar. Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa remaja dengan peer group yang mengarah pada perilaku negatif, akan mengarahkan remaja menjadi menyerupai mereka, sehingga lebih mudah melakukan tindakan negatif seperti tawuran. Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual Meningkatnya proporsi adegan kekerasan dalam media massa khususnya media visual, menyebabkan timbulnya pengaruh negatif bagi orang yang melihatnya. Penayangan kekerasan yang begitu bebas akan mendorong munculnya perilaku agresi. Terlebih lagi perantingan tayangan yang buruk oleh berbagai media visual seperti televisi, komik, dan internet mengakibatkan remaja mengkonsumsi tayangan yang seharusnya belum boleh mereka nikmati. Adeganadegan kekerasan yang terlihat akan terekam oleh otak dan sesekali timbul keinginan untuk mempraktekkannya pada dunia nyata. Widiastuti (2002) menyatakan bahwa remaja yang memiliki intensitas menonton adegan kekerasan yang rendah mempunyai sikap negatif terhadap kekerasan; remaja yang tinggal di lingkungan yang mendukung terjadinya kekerasan cenderung berperilaku agresif; intensitas menonton adegan kekerasan di televisi, faktor personal, dan faktor situasional berpengaruh pada perilaku agresif remaja. Game merupakan salah satu media visual yang identik dengan remaja pada saat ini. Berbeda dengan bermain secara kelompok, bermain game tidak membutuhkan banyak teman, karena dapat dilakukan sendirian ataupun dengan teman di dunia maya (on-line). Dampak yang ditimbulkan dari bermain game antara lain timbulnya keinginan untuk terlibat dalam tindakan kekerasan, hubungan dengan lingkungan yang tidak harmonis, bahkan menurunnya kinerja atau prestasi dalam dunia pendidikan. Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa karakteristik remaja dengan intensitas menonton televisi ataupun memainkan game dengan adegan kekerasan tinggi, sering membaca bacaan yang memiliki banyak adegan
9
kekerasan, akan lebih mudah melakukan tindakan agresi yang diperlihatkan dalam tawuran.
2.3 Perilaku Tawuran Di Kalangan Remaja Perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta lingkungannya sekitarnya. Menurut Sarwono (1989), perilaku agresi dikategorikan menjadi empat bentuk, yaitu: 1. Perilaku agresi yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain–lain. 2. Perilaku agresi yang menimbulkan korban materi, seperti: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain–lain. 3. Perilaku agresi yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, seperti: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas. 4. Perilaku agresi yang melawan status, seperti: mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, “minggat” dari rumah, membantah perintah. Sementara menurut Hurlock dalam Mariah (2007), perilaku agresi yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk, yaitu: 1. Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain. 2. Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperti: merampas, mencuri, dan mencopet. 3. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru seperti: membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah. 4. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti: mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam. Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan bahwa perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja adalah perilaku yang dapat membahayakan, menyakiti diri sendiri dan orang lain, dan bahkan menimbulkan korban fisik maupun materi yang tidak terkendali. Contoh perilaku agresi yang ditampilkan dalam peristiwa tawuran menurut Saad (2003) adalah:
10
1. Mengeluarkan kata-kata yang dapat mempermalukan/merugikan orang lain. 2. Menyebarkan berita buruk tentang orang lain yang bersifat merugikan. 3. Merusak barang–barang milik orang lain. 4. Meminta bantuan teman untuk melukai orang lain. 5. Memukul atau melukai secara fisik orang yang mempermalukan mereka. 6. Meminta bantuan teman untuk merusak barang–barang milik orang lain. Perilaku agresi yang ditampilkan dalam tawuran menurut Hartati (2005) dan Anggereini (2005) adalah: 1. Berkelahi/memukul/melukai secara fisik 2. Berkata-kata kasar 3. Merusak barang–barang milik orang lain Berdasarkan definisi tawuran yang dilakukan secara massal, disimpulkan bahwa perilaku agresi yang sering ditampilkan dalam tawuran pelajar adalah tindakan yang dilakukan secara berkelompok dengan tujuan membahayakan atau merusak dari segi fisik dan material, seperti: 1. Menggunakan bahasa untuk memprovokasi lawan (verbal) 2. Berkelahi (tindakan fisik) 3. Berkelahi dengan bantuan senjata (menggunakan alat bantu)
2.4 Kerangka Pemikiran Tawuran merupakan tidakan agresi yang dikategorikan sebagai bagian dari kenakalan remaja. Dengan demikian tawuran didefinisikan sebagai tindakan remaja yang dilakukan secara berkelompok atau massal dalam melanggar peraturan, dan diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik dan langsung. Masyarakat cenderung mengartikan tawuran sebagai tindakan saling melempar batu atau benda lainnya, tetapi pada saat ini pengertian tawuran sudah meluas tidak hanya pada tindakan melempar batu tetapi tindakan-tindakan agresi lain yang dilakukan secara berkelompok yang diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik.
11
Karakteristik remaja yang terlibat tawuran diduga dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat tinggal, kedekatan dengan orang tua, hubungan dengan peer group dan tingkat keterdedahan kekerasan pada media visual. Karakteristik ini merupakan faktor berbeda yang dimiliki oleh setiap pelajar yang dapat menimbulkan kecenderungan untuk melakukan tindakan agresi. Sedangkan tradisi sekolah dan dendam akibat tawuran sebelumnya lebih merupakan faktor perilaku yang mempengaruhi kelompok remaja dalam melakukan tawuran. Kedua faktor pemicu tawuran antar pelajar ini baik karakteristik yang maupun perilaku tawuran yang ditampilkan, akan mengakibatkan pelajar memperlihatkan tindakan agresi yang dilampiaskan dalam berbagai bentuk tindakan langsung yang diperlihatkan secara berkelompok (tawuran), seperti tindakan verbal, fisik maupun dengan bantuan alat. Pada akhirnya diharapkan kedua faktor ini dapat mengklasifikasikan pelajar yang terlibat tawuran ke dalam beberapa tipologi pelajar tawuran. Karakteristik Remaja: -
Kondisi tempat tinggal Kedekatan dengan orang tua Hubungan dengan peer group Tingkat keterdedaan kekerasan pada media visual
Tipologi Pelajar Tawuran
Bentuk Perilaku Tawuran: -
Perilaku tawuran (penyebab, peran, tempat dan waktu tawuran) Intensitas perilaku agresi (jenis dan frekuensi tindakan agresi) Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja
12
2.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kondisi tempat tinggal yang buruk. 2. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan orang tua yang rendah. 3. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan peer group yang tinggi. 4. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki tingkat keterdedahan tinggi pada media visual yang bertema kekerasan. 5. Diduga remaja yang terlibat tawuran dapat dibedakan dalam beberapa tipologi berdasarkan perilaku tawuran yang ditampilkan.
2.6 Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian mengenai Fenomena Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja adalah: 1. Karakteristik pelajar tawuran adalah keadaan pelajar (laki-laki) yang terlibat aktif dalam peristiwa tawuran yang dilihat dari konteks sosial-ekonomi secara umum, seperti umur dan uang saku. a. Umur adalah tingkat usia responden yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran. 1. 16 tahun (skor 1) 2. 17 tahun (skor 2) 3. 18 tahun (skor 3) 4. 19 tahun (skor 4)
b. Uang saku adalah jumlah uang yang diterima responden setiap minggu untuk keperluan sehari-hari seperti makan dan transportasi. 1. Rp < 100.000 (skor 1) 2. Rp 100.000 s/d 149.999 (skor 2)
13
3. Rp 150.000 s/d 199.999 (skor 3) 4. Rp
200.000 (skor 4)
2. Lingkungan tempat tinggal adalah kondisi fisik dari tempat tinggal responden yang dilihat dari beberapa kategori seperti: kepemilikan ruang pribadi, fasilitas hiburan, dan keadaan cuaca. - Kepemilikan ruang pribadi adalah keadaan untuk melihat seberapa besar ruang gerak pribadi yang dimiliki responden berdasarkan status kamar tidur dan status tempat tinggal. a. Status kamar tidur sendiri (pribadi) adalah bentuk kepemilikan kamar tidur responden. 1. Tidak ada (skor 1) 2. Berbagi dengan saudara (skor 2 3. Kamar sendiri (skor 3)
b. Status kondisi tempat tinggal adalah bentuk kepemilikan rumah yang ditempati oleh responden. 1. Menumpang tinggal pada saudara (skor 1) 2. Rumah sewa/kontrak (skor 2) 3. Rumah dinas (skor 3) 4. Rumah sendiri/pribadi (skor 4)
- Fasilitas hiburan adalah sarana dan prasarana yang bersifat menghibur atau menghilangkan stress yang dimiliki responden seperti: televisi, radio, komputer/laptop, video game, alat musik, peralatan olah raga, dan CD/DVD player. c. Jumlah fasilitas hiburan adalah banyaknya sarana dan prasarana hiburan yang dimiliki oleh responden. 1. ≤ 3 jenis (skor 1) 2. 4 s/d 5jenis (skor 2) 3.
6 jenis (skor 3)
14
- Kondisi rumah adalah penilaian mengenai kondisi cuaca di sekitar rumah responden mengenai tingkat: kebisingan, polusi udara, panas, kelembapan, dan intensitas cahaya. d. Pernyataan atau opini mengenai tingkat atau kondisi cuaca di sekitar lingkungan rumah responden dibagi dalam tiga kategori. 1. Tinggi (skor 1) 2. Sedang (skor 2) 3. Rendah (skor 3)
3. Kondisi hubungan dengan orang tua adalah keadaan hubungan yang dapat dilihat secara jelas antara responden dengan orang tuanya dilihat dari beberapa kategori seperti: keadaan umum keluarga, kedekatan dengan orang tua, dan pola interaksi.
- Keadaan umum keluarga adalah kondisi mengenai keluarga responden meliputi status pernikahan, bentuk komunikasi, dan intensitas pertemuan. a. Status pernikahan adalah status resmi (hukum) mengenai hubungan pernikahan orang tua responden. 1. Bercerai (skor 1) 2. Pisah rumah (skor 2) 3. Janda/duda karena meninggal (skor 3) 4. Lengkap, satu kelompok (skor 4)
b. Bentuk komunikasi adalah cara yang digunakan dalam interaksi rutin harian yang umumnya digunakan responden dengan orang tua mereka seperti SMS/e-mail, surat menyurat, telepon, dan langsung. Nantinya pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil oleh responden, sehingga semakin beragam bentuk komunikasi yang dilakukan akan menambah skor dari masing-masing responden. c. Intensitas pertemuan adalan tingkat rutinitas pertemuan responden dengan orang tua mereka yang dihitung dalam skala waktu.
15
1. Tidak tentu (skor 1) 2. Beberapa kali dalam sebulan (skor 2) 3. Beberapa kali dalam seminggu (skor 3) 4. Setiap hari (skor 4)
- Kedekatan dengan orang tua adalah anggapan yang dirasakan responden mengenai seberapa dekat hubungan mereka dengan orang tua, meliputi: kedekatan hubungan dengan ayah dan ibu, serta orang terdekat dalam keluarga. d. Kedekatan hubungan adalah seberapa dekat hubungan responden dengan masing-masing ayah dan ibu mereka. 1. Tidak saling peduli (skor 1) 2. Musuh (skor 2) 3. Teman (skor 3) 4. Sahabat (skor 4)
e. Orang terdekat dalam keluarga adalah individu yang dianggap responden sebagai orang yang sangan dekat dengan mereka dalam keluarga. 1. Ibu (skor 1) 2. Bapak (skor 2) 3. Saudara (skor 3) 4. Pembantu/supir (skor 4)
- Pola interaksi adalah hal-hal rutin yang umumnya terjadi setiap hari antara responden dengan orang tua mereka mengenai apa saja topik pembicaraan dan intensitas yang mereka lakukan. dalam hal: dimintai pendapat, menentukan pilihan, berkonflik, dimarahi, dan dicurigai/tidak dipercaya. f. Topik pembicaraan adalah hal-hal yang biasanya dibicarakan antara responden dengan orang tua seperti : pelajaran, pergaulan di sekolah, uang saku, masalah keluarga, masalah pribadi, dan berita umum di televisi. Pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil, sehingga semakin beragam topik yang dibicarakan akan menambah skor responden.
16
g. Intensitas yang di lakukan responden dengan orang tua seperti: dimintai pendapat, menentukan pilihan, berkonflik, dimarahi, dan dicurigai/tidak dipercaya. Jawaban atas opini ini akan dibagi kedalam tiga kategori. 1. Tidak pernah (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Selalu (skor 3)
4. Hubungan dengan Peer group adalah sifat hubungan antara responden dengan peer group (kelompok yang menjadi acuan dalam membangun karakter individu di luar orang tua responden) dilihat dari beberapa kategori seperti: kedekatan dengan peer group, pola hubungan, kepercayaan antara responden dengan peer group.
- Kedekatan dengan Peer group adalah hubungan yang terjadi antara responden meliputi: keberadaan peer group, alasan kedekatan, dan arti peer group. a. Keberadaan peer group adalah ada atau tidaknya sosok panutan kelompok atau peer group. 1. Tidak ada (skor 1) 2. Ada, satu kelompok (skor 2) 3. Ada, lebih dari satu kelompok (skor 3)
b. Alasan kedekatan adalah perihal yang menyebabkan kedekatan antara responden dengan peer group mereka seperti: seangkatan, kesamaan kelas, kesamaan daerah rumah, kesamaan hobi, dan sepaham dalam pikiran. c. Arti dari peer group seberapa dekat hubungan responden dengan peer group mereka. 1. Teman jalan (skor 1) 2. Teman nongkrong (skor 2) 3. Teman belajar (skor 3) 4. Teman curhat (skor 4)
17
- Pola hubungan adalah bentuk hubungan yang terjadi antara responden dengan peer group dilihat dari: intensitas pertemuan mingguan, intensitas pertemuan harian, dan topik pembicaraan yang dibicarakan. d. Intensitas pertemuan mingguan adalah rata-rata pertemuan yang dialami responden dengan peer group setiap minggu. 1. Tidak tentu (skor 1) 2. 1-2 kali dalam seminggu (skor 2) 3. 3-5 kali dalam seminggu (skor 3) 4. Setiap hari dalam seminggu (skor 4)
e. Intensitas pertemuan harian adalah rata-rata pertemuan yang dialami responden dengan peer group setiap hari. 1. < 2 jam (skor 1) 2. 2 s/d 4 jam (skor 2) 3. > 4 jam (skor 3)
f. Topik pembicaraan adalah hal-hal yang biasanya dibicarakan antara responden dengan peer group seperti : pelajaran, keluarga, berita umum ditelevisi, gossip seputar teman, hobi/minat, masalah pribadi dan sebagainya. Pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil oleh responden, sehingga semakin beragam topik yang dibicarakan akan menambah skor dari masing-masing responden. - Kepercayaan antara responden dengan peer group adalah penilaian mengenai kedekatan yang dilihat dari jawaban mereka dari pernyataan mengenai: keberpihakan peer group saat responden dalam masalah, kepercayaan mengenai argument yang diberikan antara peer group dengan responden, peer group sebagai acuan pemecahan masalah responden, kesamaan pemahaman peer group dengan rersponden, bantuan yang diberikan antara peer group dengan responden saat terlibat dalam masalah.
18
g. Respon responden terhadap pernyataan yang diberikan terbagi dalam tiga kateori. 1. Selalu (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Tidak pernah (skor 3)
5. Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual adalah frekuensi melihat adegan kekerasan baik verbal maupun non verbal melalui media visual seperti surat kabar, televisi, komik, video game, film, dan internet. Kategori frekuensi melihan adegan kekerasan dibagi dalam tiga kategori. 1. Selalu (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Tidak pernah (skor 3) 6. Penyebab terjadinya tawuran adalah utama yang menyebabkan responden terlibat dalam tawuran. Secara garis besar terbagi ke dalam dua alasan yaitu tradisi (kebiasaan tingkah laku yang terjadi dari generasi ke generasi dalam satu sekolah) dan dendam (rasa permusuhan yang tertanam akibat tawurantawuran yang sudah terjadi sebelumnya). 1. Rutinitas (skor 1) 2. Solidaritas kelompok/sekolah (skor 2) 3. Permasalah pribadi dengan sekolah lain (skor 3) 4. Kalah pada pertandingan olah raga (skor 4) 5. Permasalahan tawuran sebelumnya (skor 5)
7. Peran saat tawuran adalah tugas yang biasanya dimainkan atau dilakukan responden saat terjadi tawuran. 1. Tidak tentu (skor 1) 2. Medis (orang yang menjauhkan pelaku tawuran yang terluka dari lokasi
tawuran) (skor 2)
19
3. Pendukung (hanya ikut berpartisipasi dalam tawuran, dengan aktivitas
tindakan yang terbatas) (skor 3) 4. Provokator (orang yang mengeluarkan kata-kata kasar dan memancing
tawuran tanpa melakukan tindakan fisik) (skor 4) 5. Tumbal (orang yang bertindak memancing lawan dengan tindakan agar
menyerang dalam tawuran) (skor 5) 6. Pentolan (orang yang selalu berada pada baris depan saat tawuran/paling
diakui) (skor 6)
8. Tempat dan waktu tawuran adalah lokasi tempat dimana tawuran biasanya terjadi tawuran, serta kapan waktu yang biasanya dipilih responden untuk melakukan tawuran. Tempat tawuran berupa lingkungan sekolah, lapangan, jalan, dan tidak tentu. Sementara waktu tawuran biasanya terjadi pada saat sebelum jam sekolah, setelah jam sekolah, dan hari libur.
9. Perilaku agresif adalah jenis-jenis aktifitas agresi yang ditampilkan oleh responden saat terlibat dalam tawuran, yang dibedakan sebagai berikut: memprovokasi
lawan, berkata kotor, berteriak-teriak, memukul, melempar
batu, melukai lawan, merusak benda yang ada, menggunakan senjata tajam, menggunakan botol minum, memberikan perintah, menculik lawan/sandera, mengeroyok lawan, dan membantu teman yang terluka/dikeroyok. Masingmasin
aktifitas
dinilai
berdasarkan
tingkat
keseringan
responden
melakukannya. 1. Tidak pernah (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Selalu (skor 3)
10.
Intensitas perilaku agresi adalah tingkat keseringan responden melakukan
tindakan atau perilaku agresi yang diperoleh dari selisih nilai tertinggi dan terendah dari seluruh responden (poin 9 perilaku agresi) akan dibagi tiga
20
sehingga dapat diketahui selang kelas yang dihasilkan, kemudian responden akan dibedakan kedalam tiga kategori tingkatan agresi. 1. Tingkat agresi rendah, 16 s/d 21(skor 1) 2. Tingkat agresi sedang, 22 s/d 27 (skor 2) 3. Tingkat agresi tinggi, 28 s/d 33 (skor 3) 11.
Tipologi pelajar tawuran diperoleh dari skor peran saat tawuran (poin 7
pada halaman 18) dengan skor dari intensitas perilaku agresi (poin 10 pada halaman 19). Hasil penjumlahan skor dari masing-masing responden akan dikelompokkan kedalam tiga tipologi. 1. Tipologi rendah (pengikut) pada skor 2 s/d 4 2. Tipologi sedang (pasukan) pada skor 5 s/d 7 3. Tipologi tinggi (pemimpin) pada skor 8 s/d 9
21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang dilakukan melalui metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data data primernya, dengan unit analisa individu (Singarimbun, 1995). Penelitian survei dilakukan dengan maksud untuk menjelaskan hubungan kausal (hipotesis penelitian) dan pengujian hipotesis yang dikategorikan sebagai penelitian penjelasan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada dua SMA di Jakarta Selatan yaitu SMA Negeri 6 Mahakam dan SMA Negeri 70 Bulungan. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja berdasarkan beberapa pertimbangan, bahwa: 1. Berdasarkan intensitas tawuran yang terjadi di kedua sekolah selama beberapa tahun terakhir. 2. Secara geografis akses penelitian yang berada di tengah kota memudahkan untuk dapat dijangkau peneliti 3. Keterbatasan akan biaya, tenaga, serta waktu dari peneliti. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yang dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2009. Pengumpulan data dan analisis data akan dilakukan selama bulan Mei sampai Juni 2009. Penulisan hasil laporan selanjutnya akan dilakukan pada bulan Juli 2009.
3.3 Metode Pemilihan Responden Pemilihan responden dilakukan dengan teknik purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih dalam penelitian ini merupakan pelajar di kedua SMA yang sedang menjalani pendidikan formal dan pernah terlibat dalam tawuran. Responden dipilih sebelumnya atas dasar teknik snowball yang dilakukan kepada informan penelitian. Jumlah responden yang akan diteliti sekitar 40 orang, dari pelajar angkatan 2006 sampai dengan angkatan 2008.
22
3.4 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pendekatan kuantitatif melalui metode survei. Instrumen pengumpulan data yang dipakai dalam survei adalah kuesioner. Kuesioner berisi sejumlah pernyataan dan pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik remaja yang terlibat tawuran dan tentang sejauh mana keterlibatan pelajar tersebut dalam aktivitas tawuran antar sekolah. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur yang terkait topik penelitian. Data sekunder pada penelitian ini berasal dari studi literatur berupa tulisan laporan, pedoman, peraturan, dan sumber-sumber lain yang menunjang laporan penelitian ini.
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif untuk mengetahui Gambaran secara umum pelajar yang terlibat tawuran. Analisis deskriptif adalah mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk yang mudah dipahami dalam bentuk informasi yang lebih ringkas (Istijanto, 2006).. Analisis deskriptif pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, uang saku (per minggu), kondisi tempat tinggal, kedekatan dengan orang tua, hubungan dengan peer group, dan tingkat keterdedahan kekerasan pada media visual dengan cara mentabulasi hasil kuesioner ke dalam Microsoft Excel. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval yang merupakan skala yang memiliki urutan/jarak yang sama antar kriteria atau titik-titik terdekatnya (Istijanto, 2006). Jawaban yang telah diberikan bobot, kemudian dijumlahkan untuk setiap responden guna dijadikan skor penilaian terhadap variabel-variabel yang diteliti. Selain itu pada setiap variabel yang diuji selalu ditarik kesimpulan secara keseluruhan berdasarkan selang kelas yang dihasilkan.
23
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI SEKOLAH
4.1 SMA Negeri 70 Jakarta SMA 70 adalah sekolah menengah negeri yang terletak di Jalan Bulungan Blok C Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah dengan status unggulan yang bertaraf internasional. Sekolah yang memenuhi
kriteria
7K
(ketertiban,
keamanan,
kebersihan,
keindahan,
kekeluargaan, kerindangan, dan kesehatan), di mana lulusan dari sekolah ini (100 persen) berhasil masuk ke perguruan tinggi dengan nilai rata-rata kelulusan sebesar 8,0. SMA 70 mampu menampung 1.320 siswa atau 40 siswa per kelas dengan 11 kelas pada setiap tingkat. Penjurusan kelas dilakukan pada tahun ajaran kedua dengan program jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Pada SMA 70, rata-rata para siswa melanjutkan minat belajar pada program IPA sebanyak 8 kelas, dan IPS sebanyak 3 kelas.
Gambar 2. SMA Negeri 70
Sejarah dan Perkembangan Sekolah SMA Negeri 70 Jakarta adalah gabungan dua SMA Negeri yaitu SMA Negeri 9 dan SMA Negeri 11 yang masing-masing berdiri tahun 1959 dan 1960. Karena sering terjadi tawuran antara kedua sekolah, maka Walikota Jakarta Selatan memutuskan untuk menggabungkan kedua sekolah menjadi satu sekolah, yaitu SMA 70. Sejak bergabung tahun 1981, prestasi SMA Negeri 70 terus meningkat, yaitu:
24
1. Tahun 1994, SMA Negeri 70 menjadi sekolah unggulan tingkat kotamadya Jakarta Selatan 2. Tahun ajaran 2001-2002, SMA Negeri 70 membuka Layanan Program Percepatan Belajar (Akselerasi) 3. Tahun ajaran 2003-2004, SMA Negeri 70 membuka Layanan Program Sertifikasi Internasional A/AS Level yang mengacu pada University of Cambridge International Examination 4. Tahun ajaran 2006-2007, SMA Negeri 70 ditetapkan sebagai salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) 5. Bulan Januari 2007, SMA Negeri 70 ditetapkan menjadi Cambridge International Centre dengan ID 074 yang dapat menyelenggarakan ujian sertifikasi IGCSE dan A/AS Level Sarana dan Prasarana Tujuan untuk meningkatkan kenyamanan dalam pembelajaran baik intrakulikuler maupun ekstrakulikuler, menyebabkan SMA 70 menyediakan fasilitas fisik berupa: ruang kelas ber-ac, ruang perpustakaan dengan pengembangan e-library, laboratorium fisika, laboratorium virtual science, laboratorium kimia, laboratorium biologi, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, laboratorium ips, ruang multimedia, ruang relaksasi, wi-fi dengan 17 hotspot, lapangan bola basket, lapangan sepak bola, lapangan bola voli, lapangan badminton, ruang tinju (mini gym), ruang pingpong, tempat parkir studio band, dark room khusus fotografi, papan panjat tebing, musholla, taman, ruang UKS, ruang PMR, kantin, dan koperasi sekolah. Semua sarana dan prasarana ini hanya dapat dimanfaatkan pada jam pelajaran sekolah (termasuk jadwal ekstrakurikuler), sehingga pada saat sepulang sekolah (di luar jam pelajaran sekolah) para pelajar tidak dapat menggunakan sarana dan prasarana ini untuk mengisi waktu luang mereka. Dengan demikian para pelajar cenderung menggunakan waktu di luar jam pelajaran dengan tindakan yang tidak berstruktur seperti nongkrong. Kegiatan Ekstrakurikuler Setiap siswa-siswi SMA 70 diwajibkan untuk mengikuti minimal satu kegiatan ekstrakurikuler
untuk
mengembangkan kepribadian,
bakat
dan
25
kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik. Pada bidang seni dan budaya terdapat ekstrakurikuler: band (musik band); bulungan art club (seni lukis); espresso de ritmo (seni musik paduan suara); persada karya cipta (seni tari modern); pustaka dokumentasi (fotografi); teater (seni teater); trads (tari tradisional); dan vocal group (musik vocal group). Pada bidang olah raga terdapat ekstrakurikuler: basket (bola basket); bulungan boxing camp (tinju); bulungan football club (sepak bola); bulungan volleyball (bola voli); ju-jitsu (beladiri jujitsu); karatedo (beladiri karate); sisgahana (pencinta alam); softball-baseball (softball dan baseball); taekwondo (beladiri taekwondo); dan tapak suci (beladiri pencak silat ). Selain bidang seni budaya dan olah raga, di SMA 70 juga terdapat ekstrakurikuler pada keagamaan seperti: rohis (kerohanian agama islam); dan rohkris (kerohanian agama kristen). Dan beberapa ekstrakurikuler pada bidang lain seperti: lentera (majalah dinding); seksi karya ilmiah remaja (ilmu pengetahuan); palang merah remaja (kesehatan); dan tata laksana upacara (pelaksanaan paskibra). Ekstrakurikuler ini diharapkan dapat memajukan motivasi siswa untuk lebih berprestasi pada bidang non-akademik. Namun pada pelaksanaannya kegiatan ekstrakurikuler ini tidak diawasi/dikelola dengan benar, seperti kriteria pemberian nilai dan absensi yang tidak jelas dan tidak transparan. Dengan demikian pada pelaksanaannya banyak siswa dan siswi SMA 70 yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler walaupun mereka terdaftar di kegiatan tersebut. Acara Rutin Tahunan SMA 70 memiliki acara rutin tahunan yang diselenggarakan oleh siswasiswi SMA, yang bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kreativitas serta kemampuan berorganisasi. Acara utama pada setiap tahun adalah pekan olah raga yaitu Bulungan Cup (Bulcup) yang diadakan sejak tahun 1999. Bulungan Cup adalah Sport-Art Event terbesar yang diadakan oleh siswa Sekolah Menengah Atas se-Indonesia. Prospek yang dicapai sangat baik, sekolah-sekolah yang diundang tidak hanya berasal dari daerah Jabodetabek saja, tetapi juga seluruh Jawa, bahkan sudah merambah Lampung.
26
Gambar 3. Kegiatan Acara Tahunan Bulungan Cup
Selain pekan olah raga yang sudah bertaraf nasional, SMA 70 juga mempunyai acara rutin lainnya seperti Gelar Kreativitas (GK) yang sudah diadakan sejak 17 tahun yang lalu. Gelar Kreativitas diadakan oleh panitia kelas XI, dipersembahkan untuk kelas XII sebagai tanda hormat terhadap senior. Selain itu, acara ini juga bertujuan untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam bidang seni. Lebih dari itu, GK yang merupakan acara intern yang diadakan di dalam lingkungan SMA Negeri 70 Jakarta sendiri juga dijadikan sebagai sarana temu kangen para alumni terdahulu sambil menikmati penampilan dari berbagai band dan bentuk-bentuk kreativitas lainnya.
4.2 SMA Negeri 6 Jakarta SMA 6 adalah sekolah menengah negeri yang terletak Jalan Mahakam I No.2 Blok. C Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sedikit berbeda dengan SMA 70, walaupun SMA 6 merupakan sekolah unggulan, namun tarafnya baru menuju internasional, sehingga seringkali dikatakan bahwa SMA 6 adalah pendamping unggulan. Dimana sudah memenuhi 7K, namun belum 100 persen lulusannya masuk perguruan tinggi dengan rata-rata kelulusan 8,0. SMA 6 mampu menampung 1120 siswa (40 siswa per kelas), dimana terdapat 9 kelas pada tingkat X dan XI dan 10 kelas pada tingkat XII. Penjurusan kelas juga dilakukan pada tahun ajaran kedua dengan program jurusan IPA dan IPS. Mayoritas siswa tingkat XI melanjutkan pada program IPS sebanyak 6 kelas, dan IPA sebanyak 4 kelas. Sejarah dan Perkembangan Sekolah Tahun 1952 di Kebayoran Baru berdirilah suatu Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA) swasta. Pada tanggal 1 Agustus 1952, sekolah ini mendapat
27
status "negeri" yang kemudian disebut dengan SMA Negeri II ABC. Pada tahun pelajaran 1954/ 1955, SMA ini berganti nama dengan SMA Negeri VI ABC. Kemudian sejalan dengan berubahnya sistem pendidikan, yaitu dengan munculnya SMA Gaya Baru, maka pada tahun pelajaran 1964/ 1965 SMA Negeri VI ABC berganti nama dengan SMU Negeri 6. Kemudian dengan adanya sistem pendidikan yang baru, maka SMU ini berganti nama dengan SMA Negeri 6 Jakarta. Pada saat cikal bakal SMA Negeri 6 didirikan, sekolah ini berlokasi di Jalan Bulungan. Kemudian dari 1 Januari 1969 sampai sekarang, SMA Negeri 6 menempati gedung baru yang berlokasi di Jalan Mahakam I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sarana dan Prasarana Peningkatkan kenyamanan dalam pembelajaran baik intrakulikuler maupun ekstrakulikuler, menyebabkan SMA 6 menyediakan fasilitas fisik berupa: ruang kelas,
masjid,
perpustakaan,
ruang
audio
visual,
laboratorium
bahasa,
laboratorium biologi, laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium komputer, aula pertemuan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang kesehatan (uks), koperasi, kantin, lapangan basket, lapangan voli, dan 9 unit cctv yang letaknyanya tidak diketahui oleh siswa. Sejalan dengan peraturan sekolah yang berlaku pada SMA 70, pada SMA 6 juga terdapat larangan untuk menggunakan sarana dan prasarana sekolah diluar jam pelajaran. Dengan demikian para pelajar cenderung menggunakan waktu diluar jam pelajaran dengan tindakan yang juga dilakukan pelajar lain yaitu “nongkrong”.
Kegiatan Ekstrakurikuler Setiap siswa-siswi SMA 6 seperti juga SMA 70 diwajibkan untuk mengikuti minimal 1 kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik. Pada bidang seni dan budaya terdapat ekstrakurikuler: cheers (tari cheerleaders); lensa (fotografi); mahakam live sounds (musik/ band); pesona cipta mahakam (modern dance); paduan suara; samanhakam (tari tradisional saman); skema (seni lukis); teater enhakam (seni teater). sementar pada bidang olah raga terdapat ekstrakurikuler seperti: baseball; mahakam bc (basket); mahakam fc (sepak bola); voli; dan ju-
28
jitsu (seni bela diri). Pada bidang keagamaan dapat disalurkan pada: rohis (keagamaan islam); rohkat (keagamaan katolik); dan rohkris (keagamaan kristen). Dan terdapat beberapa ekstrakurikuler pada bidang lainnya seperti: kegiatan ilmiah remaja (ilmu alam); majalah dinding (seni pembuatan majalah dinding); dan paskibra mahakam (baris-berbaris dan pengibar bendera). Sejalan dengan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di SMA 70, pada SMA 6 juga tidak terdapat control yang jelas dan transparan terhadap penilaian ekstrakurikuler. Dengan demikian pada pelaksanaannya banyak siswa dan siswi SMA 6 yang juga tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler walaupun terdaftar di kegiatan tersebut. Acara Rutin Tahunan Setiap tahunnya para siswa-siswi SMA 6 menyelenggarakan sebuah acara rutin untuk melatih dan menambah pengalaman berorganisasi mereka. salah satu acara tahunan yang diadakan adalah Gelar Lomba Paskibra Enam Untuk Satu (Glopreus). Glopreus merupakan ajang lomba Paskibra yang tak asing lagi bagi paskibra di kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Sebuah Event kebanggaan Paskibra Mahakam SMA Negeri 6 Jakarta. Merupakan lomba Paskibra yang selalu menampilkan sensasi tersendiri dalam pelaksanaannya baik bagi peserta maupun suporter dan penonton yang menghadiri kegiatan ini, sehingga event ini telah menjadi kegiatan Favorit khususnya bagi aktivis paskibra sekolah. Kegiatan tahunan lain yang juga cukup menarik perhatian adalah Mahakam Cup (Mahcup). Kegiatan kompetisi olah raga yang mengundang berbagai sekolah dari tingkat SMA dan SMK untuk mengikuti lomba dalam berbagai bidang untuk menjunjung tinggi sportivitas dan kekompakan tiap tim sekolah yang diundang untuk memperebutkan hadiah dan piala bergilir dari SMA Negeri 6 Jakarta.
4.3 Lokasi Sekolah Masing-masing SMA 70 dan SMA 6 melarang para siswanya untuk melakukan tindakan tawuran. Namun kebanyakan dari para siswa tidak mengindahkan peraturan yang ditetapkan sekolah masing-masing, walaupun akan berakhir dengan skorsing dan pemanggilan orang tua bagi siswa yang kedapatan
29
terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam tawuran. Lokasi kedua sekolah yang berdekatan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya intensitas pertemuan para siswanya yang berakhir dengan tawuran. Gambar 4. Peta Lokasi skala 1:10.000
Gambar 4. Peta Lokasi skala 1:10.000
SMA 6 dan SMA 70 merupakan dua sekolah dengan tingkat intensitas tawuran antar pelajar yang tinggi, yang berada di kawasan yang cukup strategis di Jakarta Selatan. Kedua sekolah berada pada lingkungan padat penduduk yang dikelilingi oleh prasarana umum yang berdampak positif dan juga negatif bagi fenomena tawuran yang terjadi. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa jarak yang kurang dari 100 meter terhadap Blok M Plaza yaitu salah satu mall besar di Jakarta Selatan, memudahkan para siswa untuk sekedar jalan-jalan atau cuci mata, dan bahkan menjadi tempat tujuan pertama bagi siswa yang membolos sekolah. Dengan jarak kurang dari 200 meter terhadap terminal bus Blok M seharusnya dapat memudahkan siswa untuk segera pulang ke rumah, namun ada hal lain yang menjadikan keberadaan terminal ini menjadi faktor negatif. Karena merupakan tempat pergantian bus baik dalam maupun antar kota, terminal Blok M tidak jarang menjadi pusat bertemunya siswa dari sekolah yang berbeda. Hal ini dapat memancing terjadinya pertikaian yang berakhir dengan tawuran siswa dari sekolah yang bersangkutan.
30
Keberadaan kedua sekolah yang dapat dikatakan dekat (sekitar 500 meter) dari Mabes Polri seharusnya dapat meminimalisir terjadinya tawuran karena penertiban dapat dilakukan dengan cepat. Namun kedekatan kedua sekolah dengan mabes polri dan bahkan lembaga tinggi pemerintah lainnya seperti Kejaksaan Agung dan Balai Walikota tidak membuat mereka was-was untuk melakukan tindakan tawuran. Hal ini dapat dilihat dari intensitas yang masing cukup tinggi pada fenomena tawuran di kedua sekolah. Diduga kurangnya perhatian dari lembaga diluar pihak sekolah seperti mabes polri dalam mencegah dan menaggulangi keamanan lingkungan di sekitar sekolah menjadi salah satu sebab tingginya tingkat tawuran antar pelajar.
31
BAB V KARAKTERISTIK REMAJA YANG TERLIBAT TAWURAN
5.1 Gambaran Umum Responden Responden yang dipilih dalam penelitian ini merupakan pelajar laki-laki pada SMA 6 dan SMA 70 (Gambar 5) yang pernah terlibat dalam tawuran pelajar. Berdasarkan jawaban responden, peneliti mendeskripsikan dua Gambaran umum berdasarkan umur dan tingkat ekonomi.
Gambar 5. Siswa SMA 6 dan SMA 70 Pelaku Tawuran
Karakteristik Umur Selang umur responden berkisar antara 16-19 tahun yang dapat diklasifikasikan sebagai remaja madya, yaitu masa remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya. Berdasarkan Tabel 1, pelajar pelaku tawuran didominasi oleh responden berumur 16 tahun yang mayoritas berada pada kelas X dengan persentase sebesar 37,5 persen dan hanya 5 persen yang berumur diatas 19 tahun. Adanya sistem senioritas pada masing-masing SMA menjadikan angkatan yang lebih tinggi seperti memiliki kekuasaan atau pengaruh yang lebih besar. Alasan ini yang menyebabkan pelajar baru lebih banyak yang terlibat tawuran karena tidak memiliki kekuasaan untuk menolak perintah senior mereka.
32
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Umur Umur 16 tahun 17 tahun 18 tahun 19 tahun Total
Jumlah 15 14 9 2 40
% 37,5 35 22,5 5 100
Karakteristik Uang Saku per-minggu Uang saku mingguan pelajar pelaku tawuran berkisar antara Rp50.000 sampai dengan Rp200.000. Pada Tabel 2, tampak uang saku perminggu pelajar pelaku tawuran kebanyakan berada pada kisaran uang saku Rp100.000 sampai dengan kurang dari Rp150.000 (40 persen), artinya dalam sebulan mereka mendapat uang saku antara Rp400.000 sampai dengan Rp600.000. Terlihat bahwa sebagian besar responden dapat dikatakan berada pada kisaran uang saku yang relatif besar (45 persen), karena didominasi oleh kisaran uang saku Rp150.000 ke atas. Hanya 15 persen pelajar pelaku tawuran yang mendapat uang saku kurang dari Rp100.000 atau Rp400.000 setiap bulannya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pelajar pelaku tawuran cenderung berasal dari keluarga menengah ke atas. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Uang Saku per-minggu Uang Saku/Minggu Jumlah Rp < 100.000 6 Rp 100.000 < 150.000 16 Rp 150.000 < 200.000 12 6 Rp 200.000 Total 40
% 15 40 30 15 100
5.2 Kondisi Tempat Tinggal Kondisi tempat tinggal pelajar yang terlibat tawuran dapat dijabarkan dari beberapa variabel yaitu: 1) kepemilikan ruang pribadi dilihat dari status kamar tidur dan status kondisi tempat tinggal; 2) fasilitas hiburan; dan 3) kondisi rumah dilihat dari polusi udara, polusi suara, intensitas cahaya, tingkat kelembapan dan panasnya udara di sekitar rumah. Kepemilikan Ruang Pribadi Berdasarkan Tabel 3, mayoritas (90 persen) pelajar yang terlibat tawuran bertempat tinggal di rumah milik pribadi. Sebagian kecil pelajar lainnya memiliki tempat tinggal berstatus menumpang, sewa dan kontrak.
33
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Tempat Tinggal Status Tempat Tinggal Jumlah % Menumpang 2 5 Rumah sewa/kontrak 1 2,5 Rumah dinas 1 2,5 Rumah sendiri 26 90 Total 40 100
Terkait dengan ruang gerak pribadi di rumah yaitu kamar tidur, dapat dikatakan bahwa seluruh pelajar yang terlibat tawuran dapat dikatakan memiliki kamar tidur (Tabel 4). Sebagian besar (72,5 persen) pelajar memiliki kamar tidur sendiri dan sisanya berbagi kamar tidur mereka dengan saudara. Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Kamar Tidur Status Kamar Tidur Jumlah Tidak punya 0 Berbagi 11 Sendiri 29 Total 40
% 0 27,5 72,5 100
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa mayoritas pelajar yang terlibat tawuran mendapat akses yang cukup tinggi dalam kepemilikan ruang pribadi mereka. Dapat dikatakan bahwa pelajar berada pada golongan ekonomi menengah, karena selain mayoritas tempat tinggal merupakan rumah pribadi, para pelajar juga memiliki kamar tidur sendiri. Fasilitas Hiburan Para pelajar pelaku tawuran memiliki beberapa fasilitas alat hiburan yang dimiliki di rumah mereka. Menggunakan rumus sebaran frekuensi dihasilkan selang kelas seperti pada Tabel 5 dan perinciannya pada Tabel 6, jumlah alat hiburan yang dimiliki pelajar didominasi pada selang
6 jenis fasilitas alat
hiburan (52,5 persen). Hal ini menandakan bahwa para responden memiliki prasaranan yang baik pada rumah mereka, yang seharusnya mampu mengalihkan perhatian mereka dari kegiatan tawuran dengan mengoptimalkan fungsi dari alat hiburan tersebut. Dengan alat hiburan terbanyak berupa televisi (97,5 persen) dan komputer (92,5 persen). Sementara alat hiburan yang jarang dimiliki pelajar berupa peralatan olah raga (55 persen).
34
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jumlah Fasilitas Hiburan Fasilitas Hiburan Jumlah % ≤ 3 jenis 6 15 4 – 5jenis 13 32,5 21 52,5 6 jenis Total 40 100 Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Fasilitas Alat Hiburan Fasilitas Alat Hiburan Jumlah Radio 26 Televisi 39 CD/DVD player 31 Alat music 31 Komputer 37 Video game 29 Peralatan olah raga 22 Lainnya 1
% 65 97,5 77,5 77,5 92,5 72,5 55 2,5
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa mayoritas pelajar yang terlibat tawuran berada pada tingkat kenyamanan fisik pada tempat tinggal yang relatif baik, mereka memiliki beragam fasilitas hiburan yang seharusnya dapat menekan intensitas mereka berada di luar rumah. Kondisi Rumah Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa sebagian besar pelajar pelaku tawuran berada pada lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kebisingan yang cukup tinggi (52,5 persen). Yang disebabkan dekatnya tempat tinggal dengan jalan raya. Dengan lingkungan tempat tinggal pada tingkat polusi udara rendah (60 persen). Serta tingkat suhu udara panas cukup tinggi (65 persen). Hal ini juga dipengaruhi karena domisili pelajar yang berada di Jakarta dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, dan kisaran suhu yang panas. Kebanyakan pelajar pelaku tawuran berada pada lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kelembapan rendah (57,5 persen). Hal ini disebabkan prasarana penyejuk yang terdapat di kebanyakan rumah yaitu AC, yang menghantarkan udara dingin yang kering, sehingga menekan kelembapan udara di sekitar lingkungan tempat tinggal. Mereka mendapat intensitas cahaya yang cukup tinggi (85 persen). Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan dari pelajar pelaku tawuran, disebabkan cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah dapat membunuh kuman penyakit, yang akan berpengaruh pada perilaku pelajar di sekolah nantinya.
35
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Penilaiannya akan kondisi tempat tinggalnya Aspek Penilaian Tinggi (%) Sedang (%) Rendah (%) Kebisingan 7,5 52,5 40 Polusi udara 2,5 37,5 60 Panas 2,5 65 32,5 Kelembapan 0 42,5 57,5 Intesitas Cahaya 85 12,5 2,5
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa mayoritas pelajar yang terlibat tawuran berada pada lingkungan tempat tinggal dengan keadaan cuaca yang dapat dikatakan baik. Bisa dikatakan bahwa tempat tinggal para pelajar pelaku tawuran cukup strategis dan elit. Karena mayoritas berada pada daerah yang nyaman dimana tempat tinggal mereka mendapat cahaya matahari yang cukup, tingkat kelembapan dan polusi udara yang rendah, serta tingkat polusi suara dan intensitas panas yang sedang. Ikhtisar Kondisi Tempat Tinggal Mayoritas pelajar pelaku tawuran berada pada kondisi lingkungan tempat tinggal dengan fasilitas hiburan yang relatif baik, dan cukup memiliki ruang pribadi, serta tingkat kenyamanan fisik yang relatif tinggi. Namun dapat dikatakan kondisi tempat tinggal responden berada pada kondisi baik. Dalam hasil dari penelitian pada variabel bahwa kondisi lingkungan tempat tinggal ini diduga cenderung menolak hipotesis bahwa „remaja yang terlibat tawuran memiliki kondisi tempat tinggal yang buruk‟. Disimpulkan bahwa kondisi tempat tinggal yang buruk tidak berhubungan dengan perilaku tawuran pada pelajar.
5.3 Kondisi Hubungan dengan Orang Tua Kondisi hubungan atara pelajar yang terlibat tawuran dengan orang tua mereka dapat dijabarkan dari beberapa variabel yaitu: 1) keadaan umum keluarga dilihat dari status pernikahan, bentuk komunikasi dan intensitas pertemuan; 2) kedekatan dengan orang tua dilihat dari kedekatan hubungan dan orang terdekat; 3) pola interaksi dilihat dari topik pembicaraan, intensitas dimintai pendapat, intensitas menentukan pilihan, intensitas berkonflik, intensitas dimarahi, dan intensitas dicurigai/tidak dipercaya.
36
Keadaan Umum Keluarga Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa status pernikahan orang tua moyoritas pelajar yang terlibat tawuran adalah lengkap (85,5 persen). Sisanya walaupun masih memiliki kedua orang tua, tetapi berada pada status bercerai dan pisah rumah. Dapat dikatakan hampir semua pelajar masih memiliki kedua orang tua yang tinggal bersama di dalam satu rumah. Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Pernikahan Orang Tua Jumlah % Status Pernikahan Bercerai Pisah rumah Janda/duda Lengkap Total
2 3 2 33 40
5 7,5 5 85,5 100
Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa bentuk komunikasi yang dilakukan masih didominasi metode tatap muka/langsung (82,8 persen). Sisanya yaitu komunikasi melalui email dan telfon merupakan pelengkap dari metode komunikasi utama yang dilakukan pelajar dengan orang tua mereka. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Bentuk Komunikasi dengan Orang Tua Bentuk Komunikasi Jumlah % Email/SMS 15 37,5 Telfon 19 47,5 Langsung/tatap muka 38 95
Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa intensitas pertemuan orang tua dengan anak mereka dapat dikatakan sangat baik, dimana hamper semua responden setiap hari bertemu dengan orang tuanya. Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Intensitas Pertemuan dengan Orang Tua Jumlah % Intensitas Pertemuan Tidak tentu Beberapa kali dalam sebulan Beberapa kali dalam seminggu Setiap hari Total
1 1 1 37 40
2,5 2,5 2,5 92,5 100
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa kebanyakan pelajar yang terlibat tawuran memiliki keadaan umum keluarga yang baik. Hal ini disebabkan mayoritas responden memiliki orang tua lengkap dengan intensitas pertemuan harian dalam bentuk langsung/tatap muka.
37
Kedekatan dengan Orang Tua Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa perbandingan kedekatan hubungan antar orang tua dengan pelajar yang terlibat tawuran mendukung pernyataan pada Tabel 15 mengenai perbandingan topik pembicaraan kepada bapak dan ibu. Dimana para pelajar merasa bahwa lebih nyaman untuk menceritakan permasalahan pribadi mereka kepada ibu sehingga hubungan yang terjalin lebih kuat, dengan demikian persentase pelajar yang menganggap ibu sebagai sahabat sendiri lebih besar dari pada persentase bapak. Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Orang Tua Kedekatan Hubungan Ibu Jumlah Tidak saling peduli 0 Musuh 0 Teman 15 Sahabat 25 Total 40
Kedekatan Hubungan dengan
% 0 0 37,5 62,5 100
Bapak Jumlah % 0 0 0 0 20 51,3 19 48,7 39 100
Berdasarkan Tabel 12, terlihat bahwa orang terdekat dalam keluarga adalah ibu (57,5 persen) diikuti oleh saudara dan terakhir bapak. Pernyataan ini semakin mendukung pembahasan sebelumnya pada Tabel 13, dimana ibu merupakan teman terdekat pelajar saat berada di rumah. Namun terdapat kejanggalan karena posisi bapak berada di bawah posisi saudara, hal ini menunjukan bahwa pada sebagian besar responden, fungsi bapak sebagai kepala keluarga tidak terlalu berpengaruh terhadap kedekatannya pada anak. Padahal seharusnya terdapat kedekatan yang disebabkan oleh kesamaan jenis kelamin antar pelajar tawuran dengan pihak bapak. Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Orang Terdekat dalam Keluarga Jumlah % Orang Terdekat dalam Keluarga Ibu Bapak Saudara Pembantu/supir Total
23 6 11 0 40
57,5 15 27,5 0 100
Berdasarkan uraian diatas, terlihat jelas bahwa mayoritas jawaban menyatakan betuk hubungan yang terjalin antar pelajar pelaku tawuran dengan
38
orang tua (terutama ibu), menjadikan ibu sebagai sosok terpenting dalam keluarga bagi mereka. Pola Interaksi Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa topik pembicaraan yang dilakukan kepada bapak dan ibu oleh pelajar yang terlibat tawuran memiliki perbedaan. Responden lebih banyak berkomunikasi dengan ibu daripada bapak, terutama permasalahan yang sifatnya pribadi seperti pergaulan di sekolah, masalah pribadi dan keluarga. Dengan ayah para responden (yang semuanya laki-laki) cenderung berkomunikasi dengan fokus masalah yang bersifat non pribadi seperti uang jajan dan berita di televisi. Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Pembicaraan dengan Orang Tua Ibu Bapak Topik Pembicaraan Jumlah % Jumlah % Pelajaran 19 47,5 16 40 Pergaulan di sekolah 19 47,5 17 42,5 Uang saku/jajan 18 45 18 45 Masalah keluarga 13 32,5 10 25 Masalah pribadi 14 35 8 20 Berita di televisi 15 37,5 17 42,5
Berdasarkan Tabel 14, terlihat bahwa intensitas pelajar terlibat tawuran dimintai pendapat oleh orang tua mereka berada pada tingkatan cukup (kadangkadang) yaitu sebesar 62,5 persen. Bahkan terdapat beberapa pelajar yang tidak pernah dimintai pendapat oleh orang tua mereka, dimana hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan pelajar yang masih berada pada usia remaja yang labil. Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Dimintai Pendapat Oleh Orang Tua Jumlah % Intensitas Dimintai Pendapat Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Total
12 25 3 40
30 62,5 7,5 100
Berdasarkan Tabel 15, terlihat bahwa intensitas pelajar yang dapat menentukan pilihannya sendiri sangat banyak, walau belum seluruh responden dimintai pendapat secara rutin oleh orang tua, namun mereka sudah dipercaya untuk memberikan masukan pada orang tua.. Tetapi terdapat pencilan (2,5 persen)
39
dari pelajar tersebut yang tidak pernah menentukan pilihannya sendiri dan masih tergantung dengan keputusan orang tua untuk segala sesuatunya. Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Menentukan Pilihan Sendiri Jumlah % Intensitas Menentukan Pilihan Sendiri Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Total
19 20 1 40
47,5 50 2,5 100
Berdasarkan Tabel 16, terlihat bahwa intensitas berkonflik antar pelajar dengan orang tua masih didominasi jawaban kadang-kadang (92,5 persen). Hal ini dapat dikatakan baik karena konflik merupakan hal rutin yang dilandasi perbedaan pendapat, sehingga masih dalam taraf wajar bila kadang hal ini terjadi. Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Berkonflik dengan Orang Tua Jumlah % Intensitas Berkonflik Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Total
2 37 1 40
5 92,5 2,5 100
Berdasarkan Tabel 17, terlihat bahwa tidak ada pelajar yang tidak pernah dimarahi orang tuanya. Untuk jawaban mayoritas, terdapat kesamaan antara intensitas pelajar berkonflik dengan orang tua, tidak jauh berbeda dengan intensitas mereka dimarahi, karena keduanya didominasi jawaban kadang-kadang. Terdapat kesinambungan pada proses interaksi ini, dimana biasanya proses dimarahi dilakukan setelah terjadi konflik antar orang tua dan responden. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Dimarahi oelh Orang Tua Jumlah % Intensitas Dimarahi Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Total
7 33 0 40
17,5 82,5 0 100
Berdasarkan Tabel 18, terlihat bahwa minoritas pelajar yang terlibat tawuran (10 persen) selalu merasa dicurigai/tidak dipercaya oleh orang tua mereka. Sedangkan cukup banyak pelajar yang tidak pernah merasa dicurigai oleh orang
40
tua mereka dan sisanya atau mayoritas mengalami perasaan dicurigai sekalisekali/ kadang-kadang. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Dicurigai/Tidak Dipercaya oleh Orang Tua Jumlah % Intensitas Dicurigai/Tidak Dipercaya Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Total
4 19 17 40
10 47,5 42,5 100
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan pola interaksi yang terjadi masih dapat dikategorikan cukup positif, hal ini disebabkan walaupun responden sering dimintai pendapat dan menentukan pilihan sendiri, namun orang tua masih belum dapat percaya sepenuhnya kepada anak mereka sehingga masih terjadi kejadian-kejadian seperti konflik, memarahi, dan rasa curiga terhadap anaknya. Ikhtisar Kualitas Hubungan dengan Orang Tua Mayoritas pelajar pelaku tawuran berada pada kualitas hubungan dengan orang tua yang cukup baik berdasarkan keadaan keluarga yang lengkap, pola interaksi tatap muka rutin harian, dan betuk hubungan yang cukup baik dengan orang tua terutama pada pihak ibu yang orang terdekat bagi rerponden. Mengenai pola interaksi nampaknya cukup positif disebabkan responden memiliki keleluasaan untuk menentukan pilihan sendiri dan sering dimintai pendapat, walaupun responden kadang-kadang masih dicurigai, dimarahi dan berkonflik dengan orang tua. Namun bentuk hubungan dengan orang tua ini nampaknya kurang mendalam, karena responden cenderung kurang membahas masalah pribadi terutama pada pihak bapak. Walaupun demikian, secara garis besar hubungan pelajar pelaku tawuran dengan orang tuas masih dapat dikatakan baik, sehingga bertolak belakang dengan hipotesis peneliti yaitu „diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan orang tua yang rendah‟. 5.4 Hubungan dengan Peer group Hubungan antara pelajar yang terlibat tawuran dengan peer group mereka dapat dilihat dari beberapa variabel yaitu: 1) kedekatan dengan peer group dilihat dari keberadaan peer group, alasan kedekatan, dan arti peer group; 2) pola
41
hubungan dilihat dari intensitas pertemuan mingguan, intensitas pertemuan harian, dan topik pembicaraan; 3) kepercayaan antara responden dengan peer group dilihat dari pernyataan mengenai keberpihakan peer group saat responden dalam masalah, kepercayaan mengenai argument yang diberikan antara peer group dengan responden, peer group sebagai acuan pemecahan masalah responden, kesamaan pemahaman peer group dengan rersponden, bantuan yang diberikan antara peer group dengan responden saat terlibat dalam masalah.; dan 4) orang terdekat disekolah. Kedekatan dengan peer group Berdasarkan Tabel 19, terlihat bahwa mayorits pelajar pelaku tawuran (85 persen) memiliki peer group, baik berjumlah satu ataupun lebih. Hanya 15 persen pelajar yang menyatakan bahwa mereka tidak memiliki peer group di lingkungan sekolah. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jumlah Peer group Keberadaan Peer group Jumlah Tidak ada 6 Ada, satu kelompok 13 Ada, lebih dari satu kelompok 21 Total 40
% 15 32,5 52,5 100
Berdasarkan Tabel 20, terlihat bahwa alasan kedekatan para pelajar pelaku tawuran dengan peer group disebabkan mereka berada dalam satu angkatan (62,5 persen) atau berada pada umur yang sebaya. Alasan lain yang cukup tinggi mengenai kedekatan pelajar tawuran adalah kesamaan pola pikir yang dianut (27,5 persen). Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Alasan Kedekatan dengan Peer Group Alasan Kedekatan Jumlah % Satu angkatan 25 62,5 Kesamaan kelas 2 5 Kesamaan basis/daerah rumah 2 5 Kesamaan hobi 0 0 Sepaham dalam pikiran 11 27,5 Total 40 100
Berdasarkan Tabel 21, pelajar menyatakan bahwa arti peer group bagi mereka adalah teman nongkrong (45 persen), yaitu teman dalam menghabiskan waktu bersama walaupun tanpa melakukan kegiatan apapun. Diikuti sebagai
42
sahabat (30 persen). Walaupun ada pencilan pelajar (2,5 persen) yang menyatakan bahwa peer group bagi mereka merupakan kelompok belajar. Menurut pelajar pelaku tawuran arti peer group sudah sedemikian intimnya sehingga bisa disamakan dengan arti orang tua bagi mereka. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Arti Peer group Arti Peer group Jumlah Teman jalan 5 Teman nongkrong 18 Teman belajar 1 Teman curhat 4 Sahabat 12 Total 40
% 12,5 45 2,5 10 30 100
Berdasarkan uraian diatas, terlihat jelas bahwa mayoritas pelajar pelaku tawuran memiliki peer group, dan kedekatan hubungan mereka yang merupakan teman nongkrong dan sahabat lebih disebabkan kesamaan usia. Pola Hubungan Berdasarkan Tabel 22 dan 23, terlihat bahwa intensitas pertemuan mingguan para pelajar pelaku tawuran dengan peer group sangat tinggi, yaitu pertemuan rutin yang dilaksanakan setiap hari dalam satu minggu (50 persen). Dimana setiap harinya para pelajar ini menghabiskan waktu lebih dari empat jam (62,5 persen) untuk berinteraksi dengan peer groupnya. Sebaliknya minoritas dari pelajar mengalami pertemuan yang tidak tentu berapa kali dalam seminggu (12,5 persen) dengan intensitas waktu yang sedkit dalam setiap berinteraksi. Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Pertemuan Mingguan dengan Peer Group Intensitas Pertemuan Minggu Jumlah % Tidak tentu 5 12,5 1-2 kali dalam seminggu 1 2,5 3-5 kali dalam seminggu 14 35 Setiap hari dalam seminggu 20 50 Total 40 100 Tabel 23. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Pertemuan Harian dengan Peer Group Intensitas Pertemuan Harian Jumlah % < 2 jam 3 7,5 2 - 4 jam 12 30 > 4 jam 25 62,5 Total 40 100
43
Berdasarkan Tabel 24, terlihat bahwa topik pembicaraan yang biasa dibicarakan para pelajar pelaku tawuran dengan peer groupnya adalah permasalahan internal (seputar hobi, permasalah pribadi, dan masalah keluarga). Hal ini dapat dipahami bila melihat hubungan responden dengan orang tua dimana sangan sedikit menyinggung ranah pribadi, dengan demikian peer group menjadi sosok utama untuk menceritakan permasalahan tersebut. Bila dibandingkan dengan Tabel 13 mengenai topik pembicaraan dengan orang tua, dapat dilihat bahwa pembicaraan mengenai ranah pribadi dengan peer group (masalah pribadi dan hobi) lebih tinggi bila dibandingkan dengan pembicaraan mengenai hal serupa dengan ibu maupun ayah. Dengan demikian keterbukaan lebih tinggi dilakukan pelajar tawuran terhadap peer group dibandingkan terhadap orang tua. Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Pembicaraan dengan Peer Group Topik Pembicaraan Jumlah % Pelajaran 21 52,5 Keluarga 11 27,5 Berita di televisi 24 60 Gossip seputar teman 28 70 Hobi/minat 27 67,5 Masalah pribadi 20 50 Lainnya 1 2,5
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa kebanyakan pelajar pelaku tawuran memiliki pola hubungan yang tinggi atau rutin baik bila dilihat dari skala pertemuan harian mupun pertemuan selama satu minggu. Dimana dalam rutinitas tersebut mereka mendiskusiakan mengenai permasalahan pribadi dan permasalah di seputar mereka. Kepercayaan antara Responden dengan Peer group Berdasarkan Tabel 25, terlihat bahwa peer group tidak pernah selalu berada berseberangan pihak dengan pelajar pelaku tawuran. Walaupun mayoritas (57,5 persen) menyatakan mereka tidak selalu berada di pihak kita, namun tidak sedikit (42,5 presen) yang merasa bahwa peer group selalu berada di pihak mereka.
44
Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Keberpihakan Peer Group saat Responden Dalam Masalah Keberpihakan Peer Group saat Jumlah % Responden Dalam Masalah Selalu 17 42,5 Kadang-kadang 23 57,5 Tidak pernah 0 0 Total 40 100
Berdasarkan Tabel 26 terlihat bahwa peer group seringkali (47,5 persen) percaya terhadap pernyataan para pelajar pelaku tawuran saat para pelajar tersebut terlibat masalah. Dan kebanyakan dari peer group (52,5 persen) selalu mempercayai pernyataan mereka. Sedikit berbeda pada keadaan sebaliknya, para pelajar yang terlibat tawuran memiliki tingkat kepercayaan kepada peer group yang lebih tinggi pada skala seringkali dan lebih rendah pada skala selalu. Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kepercayaan antara Peer Group dengan responden Peer Group Terhadap Responden Terhadap Kepercayaan Responden Peer Group Jumlah % Jumlah % Selalu 21 52,5 11 27,5 Kadang-kadang 19 47,5 29 72,5 Tidak pernah 0 0 0 0 Total 40 100 40 100
Berdasarkan Tabel 27, terlihat bahwa seringkali (75 persen) peer group acuan pemecahan masalah bagi para pelajar pelaku tawuran. Walaupun terdapat pencilan (2,5 persen) pelajar yang menyatakan bahwa dia tidak pernah menjadikan peer groupnya sebagai acuan dalam penyelesaian masalah. Tabel 27. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Peer Group sebagai Acuan Pemecahan Masalah Responden Peer Group sebagai Jumlah % Acuan Pemecahan Masalah Responden Selalu 9 22,5 Kadang-kadang 30 75 Tidak pernah 1 2,5 Total 40 100
Berdasarkan Tabel 28, terlihat bahwa seringkali (97,5 persen) peer group memiliki pemahaman mengenai permasalahan yang sejalan dengan pemahaman pelajar yang terlibat tawuran.
45
Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kesamaan Pemahaman Peer Group dengan Rersponden Kesamaan Pemahaman Peer Group Jumlah % dengan Rersponden Selalu 1 2,5 Kadang-kadang 39 97,5 Tidak pernah 0 0 Total 40 100
Berdasarkan Tabel 29, terlihat bahwa mayoritas (70 persen) peer group selalu membantu pelajar yang terlibat tawuran saat mereka terkena masalah. Begitu juga sebaliknya, para pelajar juga melakukan hal yang sama untuk selalu membantu Begitu juga sebaliknya, para pelajar juga melakukan hal yang sama untuk selalu membantu peer groupnya bila mereka berada dalam masalah (65 persen). Tabel 29. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Bantuan yang diberikan saat Terlibat dalam Masalah Peer Group Terhadap Responden Terhadap Bantuan dalam Responden Peer Group Masalah Jumlah % Jumlah % Selalu 28 70 26 65 Kadang-kadang 12 30 14 35 Tidak pernah 0 0 0 0 Total 40 100 40 100
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa tingkat kepercayaan antar pelajar pelaku tawuran dengan peer group
dapat dikatakan cukup tinggi, hal ini
berdasarkan kesamaan pemahaman peer group dengan pelajar yang terlibat tawuran, tingginya kepercayaan antara peer group dengan responden, dan keberpihakan dalam menghadapi masalah yang cukup tinggi, serta tingginya tingkat bantuan yang diberikan saat salah satu dari mereka terlibat dalam masalah. Ikhtisar Kualitas Hubungan dengan Peer group Mayoritas pelajar pelaku tawuran berada memilik kedekatan dengan peer group yang tinggi, pola hubungan yang rutin dan berkala, serta tingkat kepercayaan yang tinggi yang ditunjukan kedua belah pihak saat berada dalam permasalahan. Dengan demikian hasil dari penelitian pada variabel kualitas hubungan dengan peer group ini sejalan dengan hipotesis peneliti yaitu „diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan peer group yang tinggi‟
46
5.5 Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual Kondisi keterdedahan kekerasan pada media visual pada pelajar yang terlibat tawuran dapat dilihat dari beberapa media yang dekat dengan dunia pelajar yaitu: surat kabar/koran, televisi, komik, video game, film, dan internet. Surat Kabar Berdasarkan Tabel 30, terlihat bahwa intensitas pelajar melihat adegan kekerasan pada surat kabar relatif tinggi, dengan persentase jawaban didominasi oleh kadang-kadang (57,5 persen). Tabel 30. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Melihat Adegan Kekerasan di Televisi Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % Selalu 17 42,5 Kadang-kadang 23 57,5 Tidak pernah 0 0 Total 40 100
Berdasarkan Tabel 31, terlihat bahwa judul surat kabar yang paling diminati oleh pelajar pelaku tawuran adalah kompas (75 persen) yang berisikan berita ekonomi, politik, dan olah raga. Namun masih terdapat beberapa pelajar yang menyukai surat kabar lampu merah (12,5 persen) yang konteks dan isinya penuh dengan berita berbau seksual dan kekerasan. Tabel 31. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Surat Kabar yang di Baca Judul Surat Kabar Jumlah % Kompas 30 75 Sindo 10 25 Poskota 9 22,5 Lampu merah 5 12,5 Lainnya (didominasi surat kabar bertema olah raga seperti 10 25 bola, top score, dll)
Berdasarkan Tabel 32, terlihat bahwa menurut pelajar yang terlibat tawuran sumber kekerasan tertinggi berada pada topik olah raga (85 persen) sejelan dengan jawaban lainnya (25 persen) pada Tabel 31. Diduga hal ini disebabkan olah raga lebih dekat dengan rutinitas keseharian pelajar dibandingkan topik lainnya. Jawaban yang mengandung unsur kekerasan terlihat cukup besar (kriminal dan politik sebesar 65 persen) walaupun tidak mendominasi secara keseluruhan.
47
Tabel 32. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Surat Kabar yang di Minati Topik Surat Kabar Jumlah % Kriminal 11 27,5 Ekonomi 9 22,5 Politik 15 37,5 Olah raga 34 85 Lainnya 2 5
Televisi Berdasarkan Tabel 33, terlihat bahwa intensitas pelajar melihat adegan kekerasan pada televisi cukup tinggi (45 persen), walaupun mayoritas jawaban adalah kadang-kadang (55 persen). Tidak adanya responden yang menjawab tidak menandakan bahwa televisi termasuk salah satu media visual dengan tingkat penayangan kekerasan yang cukup besar. Tabel 33. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % Selalu 18 45 Kadang-kadang 22 55 Tidak pernah 0 0 Total 40 100
Berdasarkan Tabel 34, terlihat bahwa stasiun televisi yang diminati pelajar pelaku tawuran adalah RCTI (60 persen) dan Global tv (47,5 persen). Hal ini disebabkan kedua stasiun televisi tersebut merupakan stasiun televisi yang banyak menayangkan program favorit mereka yaitu hiburan dan musik. Tabel 34. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Stasiun Televisi yang di Tonton Stasiun Televisi Jumlah % RCTI 24 60 O Channel 6 15 Global tv 19 47,5 Metro tv 15 37,5 Tran tv 15 37,5 Lainnya 9 22,5
Berdasarkan Tabel 35, terlihat bahwa film yang disiarkan pada televisi (RCTI) mengandung unsur kekerasan yang cukup tinggi (80 persen). Diikuti berita (55 persen) dan reality show (25 persen) dengan kekerasan verbal seperti „tak ada yang abadi‟ dan „mata-mata‟.
48
Tabel 35. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Siaran Televisi yang di Minati Topik Siaran Televisi Jumlah % Sinetron 2 5 Reality show 10 25 Berita 22 55 Gosip 2 5 Film 32 80 Olah raga 5 12,5 Lainnya 2 5
Komik Berdasarkan Tabel 36, terlihat bahwa intensitas pelajar melihat adegan kekerasan pada buku komik berada pada taraf sedang (kadang-kadang) dengan persentase 57,5 persen. Bahkan minoritas responden (12,5) menjawab mereka tidak pernah menemukan bentuk kekerasan pada komik yang mereka baca. Tabel 36. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % Selalu 12 30 Kadang-kadang 23 57,5 Tidak pernah 5 12,5 Total 40 100
Berdasarkan Tabel 37 dan 38, terlihat bahwa komik-komik yang diminati oleh pelajar yang terlibat tawuran seperti naruto, one piece, dan dragon ball merupakan komik berjenis petualangan yang banyak memperlihatkan adegan perkelahian. Hal ini sesuai dimana judul dan jenis komik tersebut menempati pilihan terbanyak dalam penayangan adagan kekerasan. Tabel 37. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Komik yang Dibaca Judul Komik (Jenis) Jumlah % Naruto (petualangan + laga) 13 32,5 One piece (petualangan + laga) 11 27,5 Dragon ball (petualangan + laga) 6 15 Doraemon (fantasi) 4 10 Eyeshield 21 (olah raga) 4 10 Conan (misteri) 2 5 Lainnya 8 20
49
Tabel 38. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Komik yang Diminati Jenis Komik Jumlah % Petualangan 24 60 Perang 11 27,5 Olah raga 16 40 Laga/action 23 57,5 Fantasi 13 32,5 Lainnya 1 2,5
Video game Berdasarkan Tabel 39, terlihat intensitas pelajar (57,5 persen) melihat adegan kekerasan pada video game dapat dikatakan tinggi, terutama bila dibandingkan dengan media visual lain. Sisanya hanya sebesar 5 persen yang menyatakan tidak pernah memainkan game yang mengandung kekerasan didalamnya. Tabel 39. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % Selalu 23 57,5 Kadang-kadang 15 37,5 Tidak pernah 2 5 Total 40 100
Berdasarkan Tabel 40 dan 41, terlihat keserasian antara jawaban pelajar mengenai judul dan jenis video game yang menampilkan kekerasan. Mayoritas menjawab winning eleven (35 persen) dan grand thief outo (20 persen) untuk judul game, dengan olah raga (65 persen) dan petualangan (55 persen) untuk jenis game. Dimana game winning eleven merupakan game sepak bola yang paling digemari saat ini, namun bila dilihat secara total, game selain winning eleven memiliki
unsure
kekerasan
didalamnya
(perkelahian,
menembak,
dan
petualangan), sehingga mayoritas game yang dimainkan pelajar tawuran merupakan game yang mengandung unsur kekerasan. Tabel 40. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Video Game yang di Mainkan Judul Video Game Jumlah % Winning Eleven (olah raga) 14 35 Grand Thief Outo (petualangan) 8 20 Counter Strike (menembak) 4 10 Tekken (berkelahi) 3 7,5 Lainnya (umumnya merupakan game berjenis peperangan, 26 65 petualangan dan menembak)
50
Tabel 41. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Video Game yang di Minati Jenis Video Game Jumlah % Petualangan 22 55 Olah raga 26 65 Berkelahi 14 35 Simulasi/RPG 18 45 Perang 20 50
Film Berdasarkan Tabel 42, terlihat bahwa intensitas pelajar (62,5 persen) melihat adegan kekerasan pada film (bioskop) dapat dikatakan sedang. Karena flim yang beredar begitu banyak dengan berbagai macam jenis yang walaupun menampilkan bentuk kekerasan, namun kuantitasnya sedikit. Tabel 42. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % Selalu 15 37,5 Kadang-kadang 25 62,5 Tidak pernah 0 0 Total 40 100
Berdasarkan Tabel 43 dan 44, terlihat bahwa film 300 merupakan pilihan mayoritas pelajar (27,5 persen) sebagai film yang menampilkan adegan kekerasan. Karena film tersebut memang merupakan film berjenis peperangan (72,5 persen) yang penuh dengan adegan laga dan perkelahian (75 persen), baik dengan menggunakan tangan kosong atau dengan senjata tajam. Bila dilihat secara keseluruhan, seluruh film mengandung unsure kekerasan walau berada pada tingkatan yang berbeda, sehingga dapat dipastikan pelajar yang terlibat tawuran menyukai film yang mengandung unsur kekerasan (laga, perang, horror) dibandingkan topik lainnya (komedi dan romantis). Tabel 43. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Film yang di Tonton Judul Film Jumlah % 300 11 27,5 Transformer 6 15 Harry potter 5 12,5 Lord of the ring 4 10 Saw 3 7,5 Lainnya (umumnya merupakan film berjenis perang dan laga) 20 50
51
Tabel 44. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Film yang di Minati Jenis Film Jumlah % Romantis 12 30 Komedi 25 62,5 Laga 30 75 Perang 29 72,5 Horror 13 32,5
Internet Berdasarkan Tabel 45, terlihat bahwa intensitas pelajar melihat adegan kekerasan pada internet mayoritas (72,5 peren) berada pada tingkatan sedang. Karena internet merupakan media visual yang menampilkan banyak sekali hal-hal baik positif maupun negatif, sehingga dapat dikatakan tidak semua situs menampilkan adegan yang berbau kekerasan. Tabel 45. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % Selalu 9 22,5 Kadang-kadang 29 72,5 Tidak pernah 2 5 Total 40 100
Berdasarkan Tabel 46 dan 47, terlihat bahwa para pelajar pelaku tawuran menyukai facebook (32,5 persen) yang merupakan situs pertemanan (82,5 persen). Situs ini lebih menvisualkan tulisan dan gamba-Gambar tidak bergerak, sehingga kecil kemungkinan terdapat adegan kekerasan, dan bilapun ada mungkin berupa kekerasan verbal. Tabel 46. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Situs Internet yang Dilihat Situs Internet Jumlah % Facebook 13 32,5 Kaskus 11 27,5 Youtube 10 25 Lainnya (umumnya merupakan situs berjenis pornografi dan 14 35 berita) Tabel 47. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Situs Internet yang Diminati Jenis Situs Internet Jumlah % Pertemanan 33 82,5 Video online 29 72,5 Baca online 14 35 Berita 7 17,5 Lainnya 7 17,5
52
Ikhtisar Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual Menurut pelajar pelaku tawuran, televisi menayangkan tindakan kekerasan dengan porsi lebih besar dibandingkan media visual lainnya. Dan bila dilihat lebih dalam media audio visual seperti televisi, film, internet, dan video game menampilkan tindakan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan pada media visual non audio seperti koran dan komik. Tabel 48. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Media Visual dengan Tingkat Kekerasan Tertinggi Media Visual dengan Tingkat Kekerasan Tertinggi Jumlah % Koran 14 35 Televisi 31 77,5 Komik 8 20 Film 16 40 Internet 11 27,5 Video game 19 47,5
Mayoritas pelajar pelaku tawuran memiliki tingkat keterdedahan yang tinggi terhadap media visual yang menampilkan kekerasan seperti televisi, video game, internet, film, koran dan komik. Hasil ini mendukung hipotesis peneliti yaitu „diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki tingkat keterdedahan tinggi pada media visual yang bertema kekerasan‟.
53
BAB VI PERILAKU TAWURAN
6.1 Penyebab Terjadinya Tawuran Berdasarkan Tabel 49, terlihat bahwa alasan utama pelajar terlibat dalam tawuran merupakan solidaritas kelompok (62,5 persen) diikuti rutinitas (12,5 persen). Kedua alasan dominan ini sesuai dengan yang dikemukakan Ridwan, 2006 mengenai tawuran sebagai rutinitas, yaitu alasan dimana pelaku tawuran cenderung tidak melibatkan proses agresi, dan lebih cenderung tidak memberikan sikap atau penilaian negatif berupa rasa kecurigaan, sakit hati dan benci kepada musuh mereka. Sehingga secara tidak langsung kegiatan tawuran ini menjadi rutin dilakukan. Tabel 49. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Penyebab Tawuran Jumlah Penyebab Tawuran Rutinitas Solidaritas kelompok Permasalahan pribadi dengan sekolah lain Kalah pada pertandingan olah raga Permasalahan tawuran sebelumnya Iseng Total
5 25 1 1 3 5 40
% 12,5 62,5 2,5 2,5 7,5 12,5 100
6.2 Peran yang Dilakukan Saat Tawuran Berdasarkan Tabel 50, terlihat bahwa pada saat tawuran peran yang paling sering dilakukan adalah pendukung (52,5 persen). Peran ini merupakan peran dimana pelajar pelaku tawuran ikut berpartisipasi disebabkan solidaritas kelompok, tanpa terlalu banyak melakukah tindakan atau hanya meramaikan tawuran dengan aktivitas tindakan yang terbatas. Berdasarkan karakteristik lingkungan
tempat
tinggal,
pendukung
berada
pada
lingkungan
yang
diklasifikasikan baik karena 66,6 persen responden memiliki total nilai yang tinggi untuk karakteristik, dan sisanya 33,3 persen berada pada lingkungan kategori sedang. Sementara menurut karakteristik peer group, hasil yang didapat peran pendukung berkebalikan dengan karakteristik tempat tinggal, dimana 33,3
54
persen responden memiliki total nilai yang tinggi untuk karakteristik ini, dan sisanya 66,6 persen berada pada lingkungan kategori sedang. Peran dominan ke dua adalah pentolan (27,5 persen) yaitu pelaku tawuran yang mengatur posisi teman-temanya (pendukung) pada saat tawuran dan memberikan komando saat terjadi tawuran. Berdasarkan karakteristik lingkungan tempat tinggal, pentolan berada pada lingkungan yang diklasifikasikan baik karena ke 11 responden memiliki total nilai yang tinggi untuk karakteristik ini (100 persen). Sementara menurut karakteristik peer group, pentolan berada pada hubungan yang dapat dikatakan sedang (tidak tinggi tidak rendah) dengan peer groupnya (90 persen). Peran dominan ke tiga adalah provokator (12,5 persen) yang bertugas mengeluarkan kata-kata kasar dan memancing tawuran tanpa melakukan tindakan fisik. Berdasarkan karakteristik lingkungan tempat tinggal, provokator tersebar secara acak karena ke-5 responden memiliki total jawaban yang berada pada kategori berbeda (rendah, sedang, dan tinggi). Sementara menurut karakteristik peer group provokator berada pada hubungan yang dapat dikatakan cukup dekat (berada ditengah-tengah) dengan peer group-nya (80 persen). Tabel 50. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Peran saat Tawuran Peran Tawuran Provokator Tumbal Pentolan Medis Pendukung Fleksibel Total
Jumlah
%
5 1 11 1 21 1 40
12,5 2,5 27,5 2,5 52,5 2,5 100
6.3 Tempat dan Waktu Tawuran Berdasarkan Tabel 51 dan 52, terlihat bahwa tempat tawuran yang paling sering digunakan saat tawuran adalah lingkungan sekolah dan jalan raya (masingmasing 42,5 persen). Karena kedua tempat tersebut merupakan tempat umum dan seringkali menjadi tempat pertemuan antar pelajar dari sekolah berbeda. Dan peristiwa tawuran seringkali dilakukan pada saat setelah pulang sekolah (65 persen), disebabkan para pelajar pelaku tawuran sudah tidak mempunyai kegiatan lain untuk dilakukan, atau hanya sekedar nongkrong.
55
Tabel 51. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tempat Tawuran Jumlah Tempat Tawuran Lingkungan sekolah Lapangan Jalan Tidak tentu Total
17 0 17 6 40
Tabel 52. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Waktu Tawuran Jumlah Waktu Tawuran
Sebelum jam sekolah Setelah jam sekolah Hari libur Tidak tentu Total
0 26 0 14 40
% 42,5 0 42,5 15 100
% 0 65 0 35 100
6.4 Intensitas Perilaku Agresi Berdasarkan seringannya perilaku agresi yang ditampilkan oleh responden seperti: memprovokasi
lawan, berkata kotor, berteriak-teriak, memukul,
melempar batu, melukai lawan, merusak benda yang ada, menggunakan senjata tajam,
menggunakan
botol
minum,
memberikan
perintah,
menculik
lawan/sandera, mengeroyok lawan, dan membantu teman yang terluka/dikeroyok; maka pada Tebel 53 yang menunjukan keberagaman responden berdasarkan tingkat agresinya, nampak bahwa sebagian besar responden berada pada tingkat aresi sedang (62,5 persen), dimana pelaku tawuran tidak terlalu aktif namun tidak juga terlalu pasif. Sedangkan hanya sedikit sekali yang menunjukkan tingkat agresi tinggi (5 persen), dimana pelaku tawuran hampir selalu melakukan perilaku agresi yang ada. Tabel 53. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Perilaku Agresi Intensitas Perilaku Agresi Jumlah % Agresi rendah skor 16 – 21 13 32,5 Agresi sedang skor 22 – 27 25 62,5 Agresi tinggi skor 28 – 33 2 5 Total 40 100
6.5 Tipologi Pelajar Pelaku Tawuran Tabel 54 menunjukkan bahwa pelajar tawuran ternyata memiliki tipologi yang berbeda-beda, responden yang menunjukkan agresivitas tinggi adalah yang persentasenya terkecil (22,5%) sedangkan yang agresivitas sedang adalah yang
56
persentasenya terbanyak (47,5%). Bila dilihat secara keseluruhan responden cenderung termasuk dalam tipologi perilaku agresivitas sedang ke rendah. Hasil ini mendukung hipotesa yang telah ditegakkan bahwa remaja pelaku tawuran dapat dibedakan berdasarkan tipologi perilaku agresif yang ditampilkan. Tabel 54. Jumlah dan Persentase Tipologi Pelajar Tawuran berdasarkan Perilaku Agresi dan Peran dalam Tawuran Tipologi Jumlah % Pengikut skor 2- 4 12 30 Pasukan skor 5-7 19 47,5 Pemimpin skor 8-9 9 22,5 Total 40 100
Tipologi Pengikut Peran yang biasanya diemban oleh para pelajar tipologi pengikut pada saat tawuran adalah sebagai pendukung, yaitu hanya ikut berpartisipasi atau meramaikan suasana tawuran tanpa terlalu banyak melakukah tindakan yang merugikan orang lain atau membantu kelompok sendiri. Penyebab mereka mengikuti tawuran pun disebabkan rasa solidaritas antar teman ataupun sekedar merasa tidak enak bila tidak berpartisipasi langsung. Karakteristik pelajar yang termasuk ke dalam tipologi pengikut adalah mayoritas pelajar tawuran berada pada umur 17 tahun dan memiliki uang jajan berkisar antara Rp 100.000 sampai dengan kurang dari Rp150.000 (per minggu), dapat diartikan bahwa di sekolah para pelajar yang berada pada jenjang kelas menengah ini memiliki kondisi yang berkecukupan saat berada di sekolah. Kondisi tempat tinggal para pelajar pelaku tawuran mayoritas berada pada kategori tinggi, yaitu terdapat ruang pribadi atau ruang gerak yang lebih dari cukup, dan memiliki sarana dan prasarana yang cukup sehingga memungkinkan pelajar meluangkan waktu yang lebih di rumah. Tetapi dengan banyaknya fasilitas yang ada tidak menyebabkan mereka memiliki keterdedahan terhadap kekerasan pada media visual yang tinggi. Karena data pada Tabel 55 menunjukan para pelajar hanya berada pada tingkat keterdedahan sedang. Sedikit banyak karakteristik para pelajar pelaku tawuran terbentuk oleh pengaruh orang terdekat mereka yaitu orang tua dan peer group. Pada tipologi ini para pelajar pelaku tawuran memiliki hubungan yang dikategorikan pada level
57
sedang, baik terhadap orang tua dan peer group. Sehingga dapat dikatakan pengaruh yang diberikan oleh orang tua dan peer group cukup kuat dalam pembentukan karakteristik mereka, walaupun tidak ada yang terlalu dominan. Pelajar pelaku tawuran pada tipologi pengikut dapat dikategorikan ke dalam kategori yang baik karena kebanyakan pelaku tawuran hanya mencari aman dan tidak terlalu banyak melakukan tidakan yang merugikan. Penyebab mereka tidak terlalu dominan pada saat tawuran mungkin disebabkan hubungan mereka yang seimbang anatara peer group dan orang tua, sehingga pengaruh yang diberikan cukup merata. Dan juga kondisi tempat tinggal yang baik dan tingkat keterdedahan yang sedang. Tabel 55. Karakteristik Tipologi Pengikut Karakteristik Tipologi Pengikut N = 12 Umur (tahun) 16 tahun 17 tahun 18 tahun 19 tahun Uang Jajan (rupiah/minggu) < 100.000 100.000 < 150.000 150.000 < 200.000 200.000 Kondisi tempat tinggal Rendah Sedang Tinggi Hubungan dengan orang tua Rendah Sedang Tinggi Hubungan dengan peer Rendah group Sedang Tinggi Tingkat keterdedahan Rendah kekerasan pada media visual Sedang Tinggi Alasan penyebab tawuran Rutinitas Solidaritas Permasalah pribadi Kalah pertandingan olah raga Permasalahan tawuran sebelumnya Iseng
Jumlah (n) 2 7 2 1 2 6 4 0 0 3 9 0 8 4 1 7 4 0 10 2 2 8 0 0 2
Persentase (%) 16,7 58,3 16,7 8.3 16.7 50 33,3 0 0 25 75 0 66,7 33,3 8,3 58,3 33,3 0 83,3 16,7 16,7 66,7 0 0 16,7
0
0
58
Tabel 56. Perilaku Agresi Tipologi Pengikut Tindakan Agresi Tipologi Pengikut N = 12 Peran yang dilakukan pada Provokator saat tawuran Tumbal Pentolan Medis Pendukung Lainnya Memprovokasi lawan (verbal) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Berkata kotor (verbal) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Berteriak-teriak (verbal) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Memberikan perintah (verbal) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Membantu teman yang Selalu terluka/dikeroyok (fisik) Kadang-kadang Tidak pernah Memukul (fisik) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Melukai lawan (fisik) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Mengeroyok lawan (fisik) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Menculik lawan/sandera (fisik) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Melempar batu (alat) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Merusak benda yang ada (alat) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Menggunakan senjata tajam (alat) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Menggunakan botol minum (alat) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah
Jumlah (n) 0 0 0 1 10 1 0 5 7 1 10 1 1 11 0 0 5 7 3 9 0 0 8 4 0 5 7 0 4 8 0 1 11 0 4 8 0 5 7 0 1 11 0 1 11
Persentase (%) 0 0 0 8,3 83,3 8,3 0 41,7 58,3 8,3 83,3 8,3 8,3 91,7 0 0 41,7 58,3 25 75 0 0 66,7 33,3 0 41,7 58,3 0 33,3 66,7 0 8,3 91,7 0 33,3 66,7 0 41,7 58,3 0 8,3 91,7 0 8,3 91,7
59
Perilaku dominan yang dilakukan tipologi pengikut dapat dikatakan tidak ada, karena mereka cenderung kadang-kadang saja melakukan tindakan agresi seperti: berkata kotor, berteriak, memberikan perintah, memukul, dan membantu teman yang dikeroyok (Tabel 56). Bisa diartikan juga bahwa perilaku yang sering dilakukan bersifat verbal dengan sedikit sekali tindakan fisik. Para pelajar dalam tipologi ini hampir tidak pernah melakukan tidakan fisik (memukul, melukai lawan, mengeroyok) dan menggunakan alat bantu (batu, senjata tajam, botol minum dan merusak benda yang ada) dalam keterlibatan mereka saat tawuran. Berdasarkan perilaku agresifnya, disimpulkan para pelajar tipologi pengikut hanya berpartisipasi dengan keberadaan ditambah tindakan verbal.
Tipologi Pasukan Pembagian peran tipologi pasukan saat tawuran didominasi oleh pendukung yang hanya meramaikan suasana tanpa terlibat banyak, namun terdapat peran lain yang cukup banyak dilakuan yaitu provokator (orang yang mengeluarkan katakata kasar dan memancing tawuran tanpa melakukan tindakan fisik), dan juga pentolan (orang yang selalu berada pada baris depan saat tawuran/paling diakui). Penyebab mereka mengikuti tawuran pun tidak jauh berbeda dengan tipologi pengikut dimana alasan yang diberikan berupa rasa solidaritas antar teman ataupun sekedar merasa tidak enak bila tidak berpartisipasi langsung. Karakteristik pelajar yang termasuk ke dalam tipologi pasukan (berdasarkan Tabel 57) adalah mayoritas pelajar tawuran berada pada umur 16 tahun dan memiliki uang jajan berkisar antar Rp100.000 sampai dengan kurang dari Rp150.000 (per minggu). Dapat diartikan bahwa pelajar yang mayoritas berada pada jenjang kelas pertama ini berada pada kondisi keuangan yang berkecukupan saat berada di sekolah. Kondisi tempat tinggal mereka tidak jauh berbeda dengan tipologi rendah yaitu berada pada kisaran tinggi, yang berarti ruang gerak cukup dan sarana prasarana lengkap. Namun tingkat keterdedahan pada kekerasan sedikit berbeda dengan tipologi rendah, walapun mayoritas berada pada level sedang, namun persentase tingkat keterdedahan pada kekerasan pada level tinggi memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dengan level sedang. Dapat dikatakan mereka cenderung mengarah pada tingkat keterdedahan tinggi.
60
Pengaruh yang berasal dari orang tua dan peer group berada pada level sedang, yang berarti tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah. Dapat dikatakan sama dengan tipologi rendah yaitu pengaruh yang diberikan oleh orang tua dan peer group cukup kuat dalam pembentukan karakteristik mereka, walaupun tidak ada yang terlalu dominan. Pelajar pelaku tawuran pada tipologi pasukan dapat dikategorikan ke dalam kategori yang berada antara peran pasif dan aktif, karena walaupun kebanyakan pelaku tawuran hanya mencari aman, tetapi ada juga beberapa dari mereka yang melakukan tindakan seperti memancing keributan ataupun langsung melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Penyebab mereka berada pada level menengah antara pasif dan aktif mungkin disebabkan faktor umur yang cukup muda, dan perasaan sungkan untuk bertindak arogan didepan senior. Tabel 57. Karakteristik Tipologi Pasukan Karakteristik Tipologi Pasukan N = 19 Umur (tahun) 16 tahun 17 tahun 18 tahun 19 tahun Uang Jajan (rupiah/minggu) < 100.000 100.000 < 150.000 150.000 < 200.000 200.000 Kondisi tempat tinggal Rendah Sedang Tinggi Hubungan dengan orang tua Rendah Sedang Tinggi Hubungan dengan peer Rendah group Sedang Tinggi Tingkat keterdedahan Rendah kekerasan pada media visual Sedang Tinggi Alasan penyebab tawuran Rutinitas Solidaritas Permasalah pribadi Kalah pertandingan olah raga Permasalahan tawuran sebelumnya Iseng
Jumlah (n) 10 6 3 1 3 9 4 3 0 4 15 0 17 2 0 13 6 0 11 8 3 11 1 1 1
Persentase (%) 52,6 31,6 15,8 5,3 15,8 47,4 21,1 15,8 0 21,1 78,9 0 89,5 10,5 0 68,4 31,6 0 57,9 42,1 15,8 57,9 5,3 5,3 5,3
2
10,5
61
Tabel 58. Perilaku Agresi Tipologi Pasukan Tindakan Agresi Tipologi Pasukan N = 19 Peran yang dilakukan pada Provokator saat tawuran Tumbal Pentolan Medis Pendukung Lainnya Memprovokasi lawan (verbal) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Berkata kotor (verbal) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Berteriak-teriak (verbal) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Memberikan perintah (verbal) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Membantu teman yang Selalu terluka/dikeroyok (fisik) Kadang-kadang Tidak pernah Memukul (fisik) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Melukai lawan (fisik) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Mengeroyok lawan (fisik) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Menculik lawan/sandera (fisik) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Melempar batu (alat) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Merusak benda yang ada (alat) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Menggunakan senjata tajam (alat) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Menggunakan botol minum (alat) Selalu Kadang-kadang Tidak pernah
Jumlah (n) 5 1 2 0 11 0 4 10 5 8 10 1 10 9 0 1 14 4 9 10 0 3 14 2 2 16 1 1 13 5 0 6 13 1 12 6 1 6 12 0 13 5 0 10 9
Persentase (%) 26,3 5,3 10,5 0 57,9 0 21,1 52,6 26,3 42,1 52,6 5,3 52,6 47,4 0 5,3 73,7 21,1 47,4 52,6 0 15,8 73,7 10,5 10,5 84,2 5,3 5,3 68,4 26,3 0 31,6 68,4 5,3 63,2 31,6 5,3 31,6 63,2 0 68,4 26,3 0 52,6 47,4
62
Perilaku agresi yang cenderung menonjol pada tipologi pasukan adalah provokasi, berkata kotor, berterik-teriak dan membantu teman yang dikeroyok. Namun mereka juga melakukan tindakan-tindakan agresi lain seperti memberikan perintah, memukul, melukai lawan, mengeroyok, melempar batu dan merusak sarana yang ada (Tabel 58). Bisa diartikan juga bahwa perilaku yang sering dilakukan bersifat verbal dan fisik, dengan hampir tidak pernah melakukan tidakan menggunakan alat bantu (senjata tajam, botol minum) dalam keterlibatan mereka saat tawuran. Berdasarkan perilaku agresifnya, disimpulkan para pelajar tipologi pasukan berpartisipasi dengan tindakan agresi yang cukup beragam, namun dengan tingkat keseringan yang belum terlalu tinggi.
Tipologi Pemimpin Peran tawuran yang diemban oleh pelajar pelaku tawuran pada tipologi pemimpin adalah mutlak sebagai pentolan, yaitu orang yang selalu berada pada baris depan saat tawuran/paling diakui. Sementar untuk alasan mengikuti tawuran tidak jauh berbeda dengan kedua tipologi sebelumnya yaitu sebagai rasa solidaritas, namun terdapat alasan lain yang cukup dominan yaitu iseng, atau dengan kata lain mereka melakukan tawuran karena mereka memang ingin melakukannya karana tidak ada kegiatan lain yang dilakukan. Karakteristik pelajar yang termasuk ke dalam tipologi pemimpin (berdasarkan Tabel 59) adalah mayoritas pelajar tawuran berada pada umur 18 tahun dan memiliki uang jajan antara Rp150.000 sampai dengan kurang dari Rp200.000. Dapat diartikan bahwa pelajar yang dapat dikatakan senior si sekolahnya ini berada pada kondisi keuangan yang lebih dari cukup saat berada di sekolah. Kondisi berkecukupan ini juga dialami para pelajar pelaku tawuran ini dirumah, dapat dilihat dari kondisi tempat tinggal yang dikategorikan tinggi dengan sarana prasarana lengkap serta ruang gerak yang relatif luas. Para pelajar pelaku tawuran tipologi pemimpin ini memiliki tingkat keterdedahan yang tinggi pada media visual, yang kebanyakan bersumber dari video game dan televisi. Hubungan antara pelajar pelaku tawuran dan orang tua serta peer group mereka tidak jauh berbeda dibandingkan kedua tipologi sebelum, yaitu didominasi pada kategori sedang, yang secara tidak langsung mengatakan bahwa orang tua
63
dan peer group sama-sama memiliki pengaruh kepada pelajar dalam pengambilan keputusan walaupun tidak ada yang lebih dominan. Pelajar pelaku tawuran pada tipologi pemimpin dapat dikategorikan ke dalam kategori yang berada buruk, karena para pelakunya aktif dalam melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Penyebab mereka berada pada level aktif mungkin disebabkan faktor umur yang lebih tua, sehingga mereka sebagai senior memiliki pengaruh yang lebih dan juga tingkat keterdedahan yang tinggi pada media visua yang menyebabkan tingkat agresi yang mereka damai relatif lebih tinggi. Tabel 59. Karakteristik Tipologi Pemimpin Karakteristik Tipologi Pemimpin N=9 Umur (tahun) 16 tahun 17 tahun 18 tahun 19 tahun Uang Jajan (rupiah/minggu) < 100.000 100.000 < 150.000 150.000 < 200.000 200.000 Kondisi tempat tinggal Rendah Sedang Tinggi Hubungan dengan orang tua Rendah Sedang Tinggi Hubungan dengan peer Rendah group Sedang Tinggi Tingkat keterdedahan Rendah kekerasan pada media visual Sedang Tinggi Alasan penyebab tawuran Rutinitas Solidaritas Permasalah pribadi Kalah pertandingan olah raga Permasalahan tawuran sebelumnya Iseng
Jumlah (n) 3 1 5 0 1 1 4 3 0 1 8 0 8 1 0 8 1 0 3 6 0 6 0 0 0
Persentase (%) 33,3 11,1 55,5 0 11,1 11,1 44,4 33,3 0 11,1 88,9 0 88,9 11,1 0 88,9 11,1 0 33,3 66,6 0 66,7 0 0 0
3
33,3
64
Tabel 60. Perilaku Agresi Tipologi Pemimpin Tindakan Agresi Tipologi Pemimpin N=9 Peran yang dilakukan pada Provokator saat tawuran Tumbal Pentolan Medis Pendukung Lainnya Memprovokasi lawan Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Berkata kotor Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Berteriak-teriak Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Memberikan perintah Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Membantu teman yang Selalu terluka/dikeroyok Kadang-kadang Tidak pernah Memukul Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Melukai lawan Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Mengeroyok lawan Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Menculik lawan/sandera Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Melempar batu Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Merusak benda yang ada Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Menggunakan senjata tajam Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Menggunakan botol minum Selalu Kadang-kadang Tidak pernah
Jumlah (n) 0 0 9 0 0 0 2 6 1 6 3 0 7 2 0 2 6 1 8 1 0 7 2 0 2 7 0 2 5 2 0 1 8 2 3 4 0 3 6 1 4 4 1 4 4
Persentase (%) 0 0 100 0 0 0 22,2 66,6 11,1 66,6 33,3 0 77,7 22,2 0 22,2 66,6 11,1 88,8 11,1 0 77,7 22,2 0 22,2 77,7 0 22,2 55,5 22,2 0 11,1 88,8 22,2 33,3 44,4 0 33,3 66,6 11,1 44,4 44,4 11,1 44,4 44,4
65
Perilaku agresi yang dilakukan tipologi pemimpin sangat bervariasi, mulai dari tindakan yang sederhana (sekedar memprovokasi) sampai tindakan yang cukup sadis (penggunaan senjata tajam) seperti yang terlihat pada Tabel 60. Bisa diartikan juga bahwa hampir semua perilaku sering dilakukan oleh pelajar tipologi ini, baik yang bersifat bersifat verbal, fisik, maupun tidakan menggunakan alat bantu dalam keterlibatan mereka saat tawuran. Berdasarkan perilaku agresifnya, disimpulkan para pelajar tipologi pemimpin melakukan hampir seluruh tindakan agresi yang ada.
6.6 Perbandingan Tipologi Pelajar Tawuran Berdasarkan Tabel 61, menunjukkan bahwa karakteristik pelajar pelaku tawuran yang berkaitan dengan tipologi pelajar tawuran antara lain faktor sosial ekonomi yang dilihat dari besarnya uang jajan per minggu dan kondisi tempat tinggal. Ada kecenderungan pelajar dengan tingkat agresi tinggi berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi juga. Demikian juga dengan tingkat keterdedahan kekerasan pada media visual, nampaknya pada karakteristik ini remaja pelaku tawuran cenderung mempunyai tingkat agresivitas yang semakin tinggi dengan semakin terdedahnya mereka pada kekerasan dalam media visual. Hubungan dengan orang tua, hubungan dengan peer group, dan umur cenderung tidak terlalu berpengaruh pada tingkat agresi pelajar pelaku tawuran, karena tidak adanya perbedaan berarti pada ketiga golongan. Alasan para pelajar pelaku tawuran cukup homogen, yaitu karena ingin membela teman atau solidaritas kelompok. Namun terdapat tambahan alasan pada tipologi pasukan yang mengatakan bahwa tawuran merupakan rutinitas bagi mereka, dan pada tipologi pemimpin menyatakan bahwa mereka melakukan tawuran karena iseng. Berdasarkan peran yang dilakukan saat tawuran, pelajar pelaku tawuran pada tipologi pasukan berada pada peran yang cukup banyak, selain sebagai pendukung seperti pada tipologi pengikut mereka juga sebagai provokator dan juga mengerah kepada peran tipologi pemimpin yaitu pentolan. Bentuk tindakan yang dimunculkan para pelajar pelaku tawuran berbanding lurus dengan tingkatannya, yaitu semakin tinggi tingkatan agresi mereka maka semakin kompleks pula tindakan agresi yang mereka lakukan.
66
Tabel 61. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tipologi Pelajar Tawuran dan Sebaran menurut Karakteristik Karakteristik Pengikut Pasukan Pemimpin N = 12 N = 19 N=9 Umur 17 16 18 (tahun) Uang jajan 100.000 < 100.000 < 150.000 < (rupiah/minggu) 150.000 150.000 200.000 Kondisi tempat tinggal Baik Baik Baik Hubungan dengan Sedang Sedang Sedang orang tua Hubungan dengan Sedang Sedang Sedang peer group Tingkat keterdedahan Sedang Sedang Tinggi kekerasan pada media visual Alasan penyebab tawuran Solidaritas Solidaritas Solidaritas kelompok kelompok, kelompok, rutinitas iseng Peran yang dilakukan Pendukung Pendukung, Pentolan pada saat tawuran provokator, pentolan Bentuk tindakan agresi Verbal Verbal, Verbal, fisik fisik, penggunaan alat
67
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa: 1. Pelajar pelaku tawuran cenderung berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi cukup tinggi, mereka memiliki uang saku per minggu yang cukup besar dan berada pada kondisi lingkungan tempat tinggal yang dapat dikatakan baik. Pelajar pelaku tawuran berada pada kualitas hubungan dengan orang tua yang positif. Terutama dengan pihak ibu, dimana lebih banyak pelajar pelaku tawuran yang merasa mereka lebih dekat dengan ibu mereka. Pelajar pelaku tawuran berada memilik kedekatan dengan peer group yang tinggi dengan pola hubungan yang rutin dan berkala, serta tingkat kepercayaan yang tinggi. Karakteristik ini sangat menonjol, karena alasan tawuran yang mengatasnamakan solidaritas kelompok (peer group) sangat tinggi. Pelajar pelaku tawuran memiliki akses yang tinggi pada media visual, dan juga tingkat keterdedahan yang tinggi terhadap media visual yang menampilkan kekerasan. Dengan media visual yang paling sering menampilkan kekerasan yaitu televisi, video game, dan film. 2. Bentuk perilaku tawuran yang diperlihatkan pelajar antara lain: solidaritas sebagai penyebab keterlibatan mereka dalam tawuran; peran dominan yang dilakukan adalah pendukung dan pentolan; waktu tawuran biasanya setelah jam sekolah dengan lokasi di sekitar lingkungan sekolah; dan intensitas perilaku agresi pelajar dominan berada pada level sedang. Berdasarkan intensitas agresi dan bentuk perilaku tawuran (penyebab melakukan tawuran, peran yang ditampilkan, tempat dan waktu peristiwa tawuran) didapat tiga pengelompokan tipologi yaitu pengikut, pasukan, dan pemimpin. Dengan bentuk tindakan yang semakin komplek seiring semakin tingginya tingkatan tipologi. Tipologi dominan adalah tipologi pasukan (47,5 persen) dengan tindakan yang cukup rutin ditampilkan berupa verbal
68
dan fisik, diikuti tipologi pengikut (30 persen) dengan hanya tindakan verbal, dan tipologi pemimpin (22,5 persen) dengan tindakan yang kompleks mulai dari verbal, fisik dan penggunaan alat. 7.2
Saran Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan beberapa
saran: 1. Para orang tua pelajar pelaku tawuran lebih mengontrol media visual yang di akses oleh para pelajar, sehingga secara langsung dapat mengurangi keterdedahan pelaku tawuran terhadap kekerasan. 2. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode kualitatif agar memberikan alasan atau argumen yang lebih kuat mengenai karakteristik pelajar pelaku tawuran. 3. Dilakukan penelitian lebih lanjut yang bertujuan membandingkan beberapa sekolah (pada populasi yang berbeda), yaitu antara pelajar sekolah negeri dengan pelajar sekolah swasta. Sehingga dapat diketahui faktor lain yang menyebabkan pelajar melakukan tawuran.
69
DAFTAR PUSTAKA
Anggereini, Esthalita. 2005. Dampak Tayangan Agresi di Televisi pada Perilaku Agresif Remaja. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Jakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Atma Jaya. Bayu, I Nyoman. 2008. Tawuran Antar Pelajar. Jakarta: World Press. Berkowitz, Leonard. 1995. Agresi : Sebab dan Akibatnya. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Budiman, Muhammad Arief. 2006. Tawuran Antar Pelajar. Skripsi yang dipublikasikan. Semarang: Fakultas Agama Islam Universitas Islam, Sultan Agung. en.wikipedia.org/wiki/Peer_group diakses pada tanggal 19 April 2009. Hadjam, M. Noor Rochman dan Wahyu Widhiarso. 2003. Budaya Damai Anti Kekerasan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Menengah Umum. Hartati, Susi. 2005. Perilaku Agresi Pada Remaja Yang Orang Tuanya Bercerai. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Jakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Atma Jaya. Mariah, Ulfah. 2007. Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga Dan Konsep Diri Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis yang dipublikasikan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universiata Gajah Mada. Miller, Walter B. 1999. Lower Class Culture as a Generating Milieu of Gang Delinquency. Report from Law Enforcement. Nasution, Indri Kemala. 2007. Stres pada Remaja. Skripsi yang dipublikasikan. Medan: Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara. Ridwan, Hana Karlina. 2006. Agresi pada Siswa – Siswa SLTA yang Melakukan dan Tidak Melakukan Tawuran Pelajar. Tesis yang tidak dipublikasikan. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Rosandi, Andika Filona. 2004. Perbedaan Perilaku Konsumtif Antara Mahasiswa Pria dan Wanita di Universitas Katolik Atma Jaya. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Jakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Atma Jaya. Saad, Hasbalah M. 2003. Perkelahian Pelajar, Potert Siswa SMU di DKI Jakarta. Yogyakarta: Galang Press. Sarwono, Sarlito Wirawan. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: CV Rajawali.
70
Singarimbun, Masri & Sofyan, Efendi.1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES Solikhah, Zakiatus. 1999. Identitas Sosial serta Alasan Keterlibatan dan Ketidakterlibatan Pelajar dalam Tawuran. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Depok: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Tambunan, Raymond. 2001. Perkelahian Pelajar. Diakses dari http://www.epsikologi.com/. Senin,19 Januari 2009. Widiastuti, Wahyu. 2002. Dampak Adegan Kekerasan di Televisi Terhadap Perilaku Agresif Remaja Perkotaan. Bengkulu: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Bengkulu. www.detiknews.com/index.php/ReadStory/tawuran-pelajar,-10-orang diamankan diakses pada tanggal 19 April 2009. www.kapanlagi.com/h/0000161072.html diakses pada tanggal 19 April 2009. www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/brk,20070218-93538,id.html diakses pada tanggal 19 April 2009. www.tujuhpuluh.com/?p=28 diakses pada tanggal 19 April 2009.