FATWA NU TENTANG HUKUMAN MATI BAGI KORUPTOR PERSPEKTIF FIKIH JINAYAH
SKRIPSI DIAJUKAN PADA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGAH YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM ISLAM Oleh: SARI WIDOWATI 09370091
PEMBIMBING: Dr. OCKTOBERRINSYAH, M.Ag
JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2013
ABSTRAK Korupsi merupakan perbuatan haram yang dilakukan oleh seseorang dan atau bersama-sama beberapa orang secara profesional yang berkaitan dengan kewenangan atau jabatan dalam suatu birokrasi pemerintahan dan dapat merugikan departemen atau instansi terkait. Parahnya kejahatan korupsi hampir muncul di berbagai dunia dengan intensitas yang beragam tak terkecuali Indonesia yang korupsinya paling tinggi di Asia. Berbagai tindakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk mmemberantas penyakit korupsi tersebut tetapi tidak satu pun usaha dari pemerintah yang membuahkan hasil. Maka dari itu NU sebagai organisasi ke agamaan yang sangat peduli terhadap bangsa ini mengeluarkan fatwa kembali tentang kejahatan korupsi. Tetapi fatwa yang kali ini lebih tegas dari fatwa yang sebelum-sebelumnya. Karena fatwa tersebut adalah koruptor boleh di hukum mati jika melakukan korupsi secara berulang-ulang atau korupsi dalam jumlah besar. Dan fatwa tersebut menjadi sebuah Pro dan kontra dimasyarakat. Dari uraian latar belakng diatas, maka yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah, pertama, Apakah dasar-dasar hukum fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor sudah sesuai dengan hukum pidana Islam (fikih jinayah)? Kedua, bagai mana relevansinya fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor dalan konteks kekinian? Skripsi ini merupakan penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai sumber datanya. Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif-analisik. Model ini bertujuan untuk memaparkan dan menggambarkan serta menganalisis persoalan korupsi dan fatwa NU tentang hukuman mati bagi para kotuptor perspektif fikih jinayah. Apapun pendekatan akan lebih diarahkan kepada pendekatan normatif-yuridis. Pendekatan ini akan menekankan pada ketentuanketentuan fikih jinayah baik yang tekstual maupun kontekstual untuk mengkaji obyek penelitian. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan cara deduktif. Penelitian ini dapat menjelaskan bahwa fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor yang melakukan korupsi berulang kali atau korupsi dalam jumlah besar yang dapat merugikan keuangan negara, tidak keluar dari kaedah-kaedah hukum Islam dan tidak melanggar hak asasi manusia. Karena merujuk pada fikih jinayah korupsi merupakan jarimah taksir yang hukumannya di tentukan oleh penguasa. Dan salah satu sanksi hukuman yang ada dalam jarimah taksir adalah hukuman mati untuk kejahatan-kejahatan yang sangat luar biasa imbasnya untuk kelangsungan hidup di masyarakat. Hukuman mati dapat diterapkan jika kepentingan umum menghendaki dengan diadakannya hukuman mati. Dan hukuman mati yang difatwakan NU merupakan implementasi dari tujuan pemidanaan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang lagi kejahatankejahatan korupsi selanjutnya.
ii
Universtitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
FM-UINSK-BM- - /RO
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI Dr. OCKTOBERRINSYAH, M. Ag Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UINSunan Kalijaga Yogyakarta Nota Dinas Hal : Skripsi Saudari Sari Widowati Lamp : Satu Eksemplar Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari’ah Hukum UIN Sunan Kalijaga D.I. Yogyakarta
dan
Assalamu’alaikum Wr. Wb Setelah membaca, meneliti, mengoreksi serta menyarankan perbaikan seperlunya, maka kami berpendapat bahwa skripsi saudara: Nama : Sari widowati NIM : 09370091 Judul Skripsi : Fatwa NU Tentang Hukuman Mati Bagi Koruptor Perspektif Fikih Jinayah Sudah dapat diajukan ke depan sidang munaqasah sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu dalam Ilmu Hukum Islam Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dengan ini kami berharap agar skripsi saudara tersebut di atas dapat dimunaqasahkan. Atas perhatiaannya kami ucapkan terima kasih Wassalamu’alaikum Wr. Wb Yogyakarta, 14 Rajab 1434
Pembimbing
Dr. Ocktoberrinsyah, M. Ag NIP: 19681020 199803 1 002
iii
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM JURUSAN JINAYAH SIYASAH Jl. Marsda Adisucipto Telp/Fax. (0274) 512840 YOGYAKARTA 55281 PENGESAHAN SKRIPSI Nomor: UIN.02/K.JS-SKR/PP.00.9/201.a/2013 Skripsi/ Tugas Akhir dengan judul
: FATWA NU TENTANG HUKUMAN MATI BAGI KORUPTOR PERSPEKTIF FIKIH JINAYAH
Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Nama : Sari Widowati NIM
: 09370091
Telah dimunaqasyahkan pada
: 26 Juni 2013
Nilai munaqasyah
: 90 (A-)
Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. SIDANG DEWAN MUNAQASYAH: Penguji I Ketua Sidang,
Dr. Ocktoberrinsyah, M. Ag NIP. 19681020 199803 1 002 Penguji II
Penguji III
Dr. H. M. Nur, S. Ag., M. Ag. NIP. 19700816 199703 1 002 Yogyakarta, 26 Juni 2013
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Sari Widowati
Nim
: 09370091
Jurusan
: Jinayah Siyasah
Menyatakan bahwa skripsi yang Berjudul “Fatwa NU Tentang Hukuman Mati Bagi Koruptor Perspektif Fikih Jinayah” Adalah benar-benar merupakan hasil karya penyusun sendiri, bukan duplikasi ataupun saduran dari karya orang lain kecuali pada bagian yang telah dirujuk dan disebut dalam footnote dan daftar pustaka. Apabila dilain waktu terbukti adanya penyimpangan dalam karya ini maka tanggung jawab sepenuhnya ada pada penyusun. Demikian surat pernyataan ini saya buat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Yogyakarta, 11 Juni 2013 M
Penyusun
Sari Widowati NIM: 09370091
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Pedoman Transliterasi Arab-Latin ini merujuk pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, tertanggal 22 Januari 1988 No: 158/1987 dan 0543b/U/1987. I. Konsonan Tunggal Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Keterangan
أ
Alif
………..
tidak dilambangkan
ب
Bā'
b
be
ت
Tā'
t
te
ث
Śā'
ś
es titik atas
ج
Jim
j
je
ح
Hā'
h ∙
ha titik di bawah
خ
Khā'
kh
ka dan ha
د
Dal
d
de
ذ
Źal
ź
zet titik di atas
ر
Rā'
r
er
ز
Zai
z
zet
س
Sīn
s
es
vi
ش
Syīn
sy
es dan ye
ص
Şād
ş
es titik di bawah
ض
Dād
d ∙
de titik di bawah
ط
Tā'
ţ
te titik di bawah
ظ
Zā'
Z ∙
zet titik di bawah
ع
'Ayn
…‘…
koma terbalik (di atas)
غ
Gayn
g
ge
ف
Fā'
f
ef
ق
Qāf
q
qi
ك
Kāf
k
ka
ل
Lām
l
el
م
Mīm
m
em
ن
Nūn
n
en
و
Waw
w
we
ه
Hā'
h
ha
ء
Hamzah
…’…
apostrof
ي
Yā
y
ye
vii
II. Konsonan rangkap karena tasydīd ditulis rangkap:
ﻣﺘﻌﻘّﺪﯾﻦ
ditulis
muta‘aqqidīn
ﻋﺪّة
ditulis
‘iddah
III. Tā' marbūtah di akhir kata. 1. Bila dimatikan, ditulis h:
ھﺒﺔ
ditulis
hibah
ﺟﺰﯾﺔ
ditulis
jizyah
(ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali dikehendaki lafal aslinya). 2. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis t:
ﻧﻌﻤﺔ اﷲ
ditulis
ni'matullāh
زﻛﺎة اﻟﻔﻄﺮ
ditulis
zakātul-fitri
IV. Vokal pendek __َ__ (fathah) ditulis a contoh
َﺿَﺮَب
ditulis daraba
____(kasrah) ditulis i contoh
َﻓَﮭِﻢ
ditulis fahima
__ً__(dammah) ditulis u contoh
َﻛُﺘِﺐ
ditulis kutiba
V. Vokal panjang: 1. fathah + alif, ditulis ā (garis di atas)
ﺟﺎھﻠﯿﺔ
jāhiliyyah
ditulis
viii
2. fathah + alif maqşūr, ditulis ā (garis di atas)
ﯾﺴﻌﻲ
yas'ā
ditulis
3. kasrah + ya mati, ditulis ī (garis di atas)
ﻣﺠﯿﺪ
ditulis
majīd
4. dammah + wau mati, ditulis ū (dengan garis di atas)
ﻓﺮوض
furūd
ditulis
VI. Vokal rangkap: 1. fathah + yā mati, ditulis ai
ﺑﯿﻨﻜﻢ
ditulis
bainakum
2. fathah + wau mati, ditulis au
ﻗﻮل VII. Vokal-vokal
ditulis
qaul
pendek yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan
dengan apostrof.
ااﻧﺘﻢ
ditulis
a'antum
اﻋﺪت
ditulis
u'iddat
ﻟﺌﻦ ﺷﻜﺮﺗﻢ
ditulis
la'in syakartum
VIII. Kata sandang Alif + Lām 1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al-
اﻟﻘﺮان
ditulis
al-Qur'ān
اﻟﻘﯿﺎس
ditulis
al-Qiyās
ix
2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, ditulis dengan menggandengkan huruf syamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l-nya
اﻟﺸﻤﺲ
ditulis
asy-syams
اﻟﺴﻤﺎء
ditulis
as-samā'
IX. Huruf besar Huruf besar dalam tulisan Latin digunakan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) X. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut penulisannya
ذوى اﻟﻔﺮوضditulis
zawi al-furūd
اھﻞ اﻟﺴﻨﺔ
ahl as-sunnah
ditulis
x
MOTTO
“kesabaran adalah kunci dari segala hal untuk menuju kesuksesan, ke egoisan merupakan jurang menuju kehancuran” (sari widowati)
xi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini penyusun persembahkan kepada:
Bapak, Ibu, Saudara-saudaraku tercinta, dan orang-orang terdekatku Almamaterku UIN Sunan Kalijagah Yogyakarta
xii
KATA PENGANTAR
ﺑِﺴـــــﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ اﻟﺤﻤﺪ ﷲ رب اﻟﻌﺎﻟَﻤﯿﻦ أﺷﮭﺪ أن ﻻإﻟﮫ إﻻاﷲ وأﺷﮭﺪ أن ﻣﺤﻤﺪا رﺳﻮل اﷲ اﻟﻠﮭﻢ ﺻﻞ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺳﯿِﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ وﻋﻠﻰ أﻟﮫ وأﺻﺤﺎﺑِﮫ أﺟﻤﻌﯿﻦ أﻣﺎﺑﻌﺪ Syukur dan pasrah atas ketetapan Allah SWT telah menjadi keniscayaan kita untuk senantiasa bernaung dibawah lindungan-Nya dari nalar pengetahuan yang liar. Begitu pula kebijaksanaan hati yang telah mampu memberi pertimbangan pada rasio di saat akan melangkah, sekaligus menuntun kita untuk selalu pandai bersyukur. Alhamdulillah, akhirnya, penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir dalam menempuh studi di Jurusan Jinayah Siyasah , Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sholawat dan salam semoga tetap tak henti-hentinya kita lontarkan kepada sang revolusioner
sejati Nabi besar Muhammad SAW
yang
berhasil
menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia di seluruh penjuru dunia, pendobrak revolusi akbar dalam peradaban sosial kehidupan, yang sekaligus mengajari kita untuk senantiasa tidak mengenal tradisi menuduh pada saat berlaku khilaf, dan menepuk dada keangkuhan ketika kesuksesan diraih. Yakinilah, bahwa semuanya pasti bisa, asal kita mau berjuang dan berusaha. Selanjutnya, Dengan kesrendahan hati yang tiada taranya. Penyusun ingin menyampaikan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada:
xiii
1. Bapak Noorhaidi Hasan M.A., M.Phil., P.hD , selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2. Bapak Dr. Rizal Qosim, M.Si, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Yogyakarta yang dengan penuh kesabaran telah mendorong penyusun untuk segara menamatkan studi. 3. Bapak Dr. Ocktoberrinsyah, M.Ag,. selaku pembimbing , dengan segala kesabaran, ketekunan, dan kegigihan telah berkenan memberikan bimbingan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Dr. M. Nur ,M.Ag, selaku Ketua Jurusan JS. 5. Bapak Subaidi, S.Ag.,M.Si, selaku Sekretaris Jurusan JS. 6. Seluruh dosen-dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum pada umumnya, dan dosen-dosen Jurusan JS pada khususnya, yang telah mewariskan ilmunya selama penyusun studi di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 7. Ayahanda dan ibunda tercinta yang selalu mencurahkan kasih sayang, yang selalu mendukung, baik spiritual dan materil, dan selalu memberi semangat untuk menyelesaikan studi ini sebaik-baiknya. Terimakasih atas segalanya. 8. Saudara-saudaraku yang selalu mendukung dalam perjalanan hidupku. Dan seluruh keluarga besar dijember.
xiv
9. K’dani (oney), yang selalu memotivasiku tanpa lelah agar skripsi ini cepat selesai dan selalu mendukungku baik dari dekat maupun jarak jauh disana. 10. Sahabat-sahabatku di Jurusan Jinayah Siyasah Angkatan 2009 yang selalu memberi canda tawa penuh keiklasan dan telah memperkaya khasanah keilmuan dan pengalaman baik dalam bangku kuliah maupun diluar kuliah. 11. Keluarga Wahid Hasyim dan Miftahul Ulum yang telah membekali segudang ilmu untuk ku. 12. Bpk Malik Madani, bpk Sahiron, yang telah berkenan membagi waktunya untuk membantu penyusun dalam proses pengumpulan data-data yang diperlukan penyusun. 13. Dan kepada semua Pengurus Nahdlatul Ulama cabang yogyakarta yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah membantu dan memdukung dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga amal kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Sebuah harapan semoga skripsi ini yang sederhana ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan khasanah keilmuan, bangsa, agama, negara, serta bermanfaat bagi semua kalangan. Amin.
Yogyakarta,12 Rajab 1434 H. 22, Mei 2013. Penyusun
Sari Widowati NIM : 09370091 xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………
i
ABSTRAK ………………………………………………………………
ii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ………….......................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………...
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN …...............................................
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ……………………...
vi
MOTTO …………………………………………………………………
xi
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………..
xii
KATA PENGANTAR …………………………………………………..
xiii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
xvi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ………………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………
1
B. Rumusan Masalah …………………………………..........
4
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ………………………...
4
D. Tela’ah Pustaka ……………………………………..........
5
E. Kerangka Teoritik …………………………………..........
7
F. Metode Penelitian …………………………………..........
14
G. Sistematika Pembahasan …………………………………
16
TUJUAN PEMIDANAAN ISLAM DAN KORUPSI ……
18
A. Tujuan Pemidanaan ……………………………………..
18
B. Hukuman Mati dalam Islam …………………………….
26
C. Korupsi dalam Islam ……………………………………
35
D. Sanksi Pelaku Tindak Pidana Korupsi …………………
42
a. Ta‘zīr ………………………………………………………
42
1. Pengertian t ta‘zīr ………………………………………..
42
2. Macam-macam hukuman ta‘zīr ………………………..
43
3. Ketentuan batas maksimal hukuman ta‘zīr …………..
49
xvi
BAB III
FATWA DAN PANDANGAN NU TERHADAPA
51
TINDAK PIDANA KORUPSI ……………………………. A. Pandangan NU Tentang Praktek Tindak Pidana Korupsi ........................................................................... B. Fatwa NU tentang Hukuman Mati Bagi Koruptor............. C. Posisi Fatwa NU Tentang Hukuman Mati Koruptor ……………………………………………….
BAB IV
51 56 59
D. Latar Belakang Munculnya Fatwa NU …………..............
61
E. Dasar-Dasar Penetapan Fatwa ……...................................
64
ANALISIS FATWA NU TENTANG HUKUMAN MATI BAGI KORUPTOR ………………………………………..
67
A. Analisis Dasar Hukum Penetapan Fatwa ………………...
67
B. Pengulangan Tindak Pidana Korupsi ………………........
72
C. Relevansi Fatwa NU Tentang Hukuman Mati Bagi Koruptor Dalam Konteks Kekinian ……………………...
77
PENUTUP ………………………………………………….
81
A. Kesimpulan ………………………………………………
81
B. Saran ………………………………………………..........
82
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...
84
BAB V
LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Daftar Terjemah…………………………………………..
I
B. Biografi Ulama dan Tokoh ………………………………
II
C. Curriculum Vitae .………………………………..............
III
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salah satu problem memperihatinkan yang menyedot perhatian dunia global saat ini adalah mengenai persoalan korupsi.1 Hal ini karena korupsi merupakan persoalan yang menjadi perusak tatanan birokrasi serta menyebabkan munculnya
ketidakadilan
di masyarakat. 2
Parahnya
kejahatan korupsi hampir muncul diberbagai negara di dunia dengan intesitas yang beragam. Korupsi merupakan perbuatan haram yang dilakukan oleh seseorang dan atau bersama-sama beberapa orang secara profesional yang berkaitan dengan kewenangan atau jabatan dalam suatu birokrasi pemerintahan dan dapat merugikan departemen atau instansi terkait. 3 Berbicara tentang korupsi memang tak akan ada habisnya, karena korupsi sudah membudaya bahkan sangat merakyat dalam masyarakat kita.
1 Kata korupsi berasal dari bahasa Inggris corrupt, corruption yang berarti jahat, buruk, rusak, curang, suap, Jhon M Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 2003), hlm. 149. 2 Oleh sebagian pihak, praktek korupsi disejajarkan dengan konsep pemerintahan totaliter yang meletakkan kekuasaan pada segelintir orang dan berimbas pada ketidak adilan dan pelanggaran hak asasi manusia. Lihat, Jeremy Pope, Strategi Pemberantasan Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional, terj. Masri Maris, (Jakarta: Transparancy Internasional Indonesia, 2008), hlm. Ix. 3
Zainuddin Ali, M.A, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 71.
1
2
Banyak pihak yang merasa terpanggil untuk memberikan sumbangsih dalam mengatasi persoalan korupsi ini. Namun kebanyakan mereka kehabisan energi sebelum upayanya memperoleh hasil. Berbagai usulan hukuman telah diusulkan untuk memberi pelajaran bagi para pelaku korupsi dari hukuman, penjara, pemiskinan dan perampasan terhadap harta pelaku korupsi, perampasan hak-hak jabatan bahkan sampai dengan hukuman mati bagi para koruptor. Masalah usulan untuk koruptor bukan hanya dari lembaga-lembaga resmi yang ada dalam pemerintahan melainkan dari berbagai lembaga atau LSM ikut serta dalam memerangi korupsi salah satunya yang tak kalah mengejutkan adalah organisasi keagamaan yang tergabung dalam forum Nahdlatul Ulama (NU) telah mengeluarkan sebuah fatwa untuk para pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia. Menurut fatwa tersebut, para koruptor boleh dihukum mati jika telah melakukan korupsi secara berulang-ulang. Fatwa tersebut dikeluarkan dalam sidang komisi Bahtsul Masail AL-Diniyyah Al-Waqi’iyyah di Pesantren Kempek, Minggu (16/9/2012).4 Fatwa tersebut menjadi perdebatan panas di berbagai media masa maupun di media cetak. Padahal fatwa tersebut bukanlah fatwa pertama kalinya yang dikeluarkan oleh Nahdlatul Ulama mengenai korupsi tetapi pada tahun 1999 Nahdatul Ulama juga mengadakan muktamar ke-30 pada muktamar tersebut NU membuat suatu keputusan tentang Syari’at Islam 4
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,39949-lang,id-c,kolomt,NU+dan+Fatwa+Hukuman+Mati+Koruptor-.phpx. Diakses tanggal 28 Maret 2013.
3
Tentang Status Uang Negara, Acuan Moral untuk Menegakkan Keadilan dan Mencegah Penyalah-Gunaan Wewenang (KKN). Pada tahun 1997 muktamar yang dilaksanakan di Lirboyo, Kediri Jawa Timur juga membahas perihal perekonomian negara
yang ketika itu cukup
memprihatinkan sejak krisis moneter melanda Indonesia. Ini merupakan salah satu kepedulian Nahdlatul Ulama terhadap permasalahan korupsi tersebut. Sedangkan dalam Islam sendiri tidak mengenal jarimah korupsi sehingga terjadilah berbagai pandangan hukum yang berbeda dalam memberikan sanksi terhadap jarimah korupsi tersebut. Maka dari itu para fukaha sepakat permasalahan korupsi dianalogikan dengan peristiwaperistiwa yang hampir sama substansinya dengan jarimah yang ada dalam hukum pidana Islam. dan apabila korupsi dianalogikan dengan jarimah yang ada dalam hukum pidana Islam maka korupsi hampir sama substansinya dengan penghianatan janji, menipu, suap, sumpah palsu, makan harta riba. Hal ini di dasarkan pada firman Allah SWT:
وﻻﺗﺄﻛﻠﻮااﻣﻮاﻟﻜﻢ ﺑﯿﻨﻜﻢ ﺑﺎﻟﺒﺎﻃﻞ وﺗﺪﻟﻮاﺑﮭﺎاﻟﻰ اﻟﺤﻜﺎّم ﻟﺘﺄﻛﻠﻮاﻓﺮﯾﻘﺎ ﻣّﻦ اﻣﻮال اﻟﻨّﺎس 5
.ﺑﺎﻻﺛﻢ واﻧﺘﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮن
Dalam hukum pidana Islam korupsi juga sama dengan gulūl dan risywah, yang keduannya dikenakan hukuman ta’zīr, juga disamakan
5
Al-Baqarah (2): 188.
4
dengan jarīmah sarīqah (pencurian) yang sanksinya berupa hukuman potong tangan.6 Bertolak dari penjabaran di atas, maka penting kiranya untuk mengkaji fatwa tentang hukuman mati bagi koruptor di Indonesia. Disinilah penyusun merasa perlu melakukan kajian tentang fatwa NU tetang hukuman mati bagi koruptor perspektif fikih jinayah.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor sudah sesuai dengan fikih jinayah? 2. Bagaimana relevansi fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor dalam konteks ke Indonesiaan?
C. Tujuan dan Keguanaan 1. Tujuan penelitian Untuk menjelaskan fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor dalan pandangan fikih jinayah. 2. Kegunaan penelitian Dengan tercapainya tujuan di atas, di harapkan hasil penelitian ini akan memperoleh manfaat dan kegunaan sebagai berikut : 6
Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam Perspektif Fiqih Jinayah, (jakarta : Depag RI, 2009), hal. XI
5
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah mengenai fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor menurut pandangan fikih jinayah. b. Untuk menambah khazanah keilmuan dan wawasan bagi penyusun pada khususnya dan masyarakat pada umumnya berkaitan dengan hukuman bagi koruptor.
D. Telaah Pustaka Pembahasan
mengenai
korupsi
bukanlah
persoalan
yang
barunamun modus operandi yang selalu berkembang dan adanya perkembangan data baru menjadikan kajian korupsi terus meluas dan cenderung
tidak
memiliki
perbedaan
penilaian
dan
kesimpulan
terhadapnya. Dalam hal ini ada beberapa karya yang membahas mengenai korupsi, antara lain buku berjudul Korupsi di Indonsia Masalah dan Pemecahannya karya Andi Hamzah.7 Buku ini membahas tentang korupsi yang terjadi di Indonesia mulai dari sejarah, sebab-sebab, akibat sampai peraturan dan institusi pemberantasannya. Syed Hussein Alatas yang berjudul Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer. 8 buku ini merupakan buku saku
7
Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1984). 8
Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer, ( Jakarta: LP3ES,1986).
6
mengenai korupsi, dibahas didalamnya tentang definisi korupsi, fungsi, sebab-sebab, dan cara pencegahannya. Kemudian buku Lilik Mulyadi yang berjudul Tindak Pidana Korupsi.9 Tulisan ini menjelaskan tindak pidana korupsi sebagai salah satu bagian dari hukum pidana khusus, maka tindak pidana korupsi mempunyai kekhususan tertentu, ditinjau dari aspek hukum acara dan hukum materialnya. Selain itu, terdapat beberapa skripsi yang mencoba mengkaji persoalan korupsi. Karya Ramadon dengan judul, “Hukuman Bagi Korupsi Studi Komparatif Hukum positif dan Hukum Pidana Islam.”10 Karya ini juga berusahan melakukan komparasi mengenai hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi dilihat dari konstruksi hukum positif dan hukum Pidana Islam. Dan juga skripsi karya Abd. Manan tahun 2009 yang berjudul, “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pertanggungjawaban Korporasi
dalam
Undang-Undang
Pemberantasan
Korupsi.” Karya ini berusaha meninjau
Tindak
Pidana
korupsi dari perspektif
pertanggungjawabannya, dalam hal ini pertanggungjawaban korporasi. Dan mengkajinya dengan landasan yuridisnya Undang-Undang no.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.11 Demikian juga dengan karya Narong yang berjudul, “Tindak Pidana Korupsi dalam 9
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000).
10 Ahmad Said Romadon, “Hukuman Bagi Pelaku Korupsi Studi Komparasi Hukum Positif dab Hukum Pidana Islam”, Skripsi tidak diterbitkan, (Yogyakarta: UIN Unan Kalijaga, 2008) 11 Abd. Maman, “Ttinjauan Hukum Pidana Islam Terdadap Pertanggungjawaban Korporasi dalam Undang-Undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum (2009).
7
Perspektif Fiqh Jinayah dan HukumPositif Thailand.”12 Karya ini memiliki sedikit kesamaan dengan sebelumnya yang cenderung untuk melakukan studi komparatif mengenai tindak pidana korupsi. Bedanya, karya narong ini melakukan komparasi antara hukum jinayah Islam dengan hukum positif Thailand. Dari
penelusuran
yang
telah
dilakukan,
penyusun
tidak
menemukan sebuah karya yang scara khusus mencoba mengkaji fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor. Bertolak dari hal tersebut, penyusun tertarik untuk membahas persoalan tersebut untuk melihat respon fikih jinayah terkait fatwa NU hukuman mati bagi tindak pidana korupsi.
E. Kerangka Teoritik Dalam fikih klasik tidak mengenal istilah korupsi hal ini karena korupsi tidak lahir dari dunia Islam. akan tetapi kalau kita melihat secara detail unsur-unsur yang ada dalam tubuh tindak pidana korupsi maka bisa dianalogikan dalam tindak pidana yang ada dalam hukum pidana Islam karena kalau kita melihat dari kata korupsi (coruruptie)
yang artinya
keburukan, kebusukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian.13 Maka perbuatan korupsi sama dengan tindak pidana yang ada dalam hukum pidana Islam.
12
MR. Narong Mat Adam, “Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Fiqh Jinayah dan Hukum Positif Thailand”, Skripsi tidak diterbitkan, (yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009). 13 Muhammad Nurul Irfan, “Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam”, (jakarta : AMZAM, 2011), hlm. 33.
8
Di antara berbagai bentuk kejahatan ini yang nampaknya paling mirip substansinya dengan korupsi ialah gulūl yang diartikan sebagai pengkhianatan terhadap amanah dalam pengelolaan harta rampasan perang dan risywah atau yang biasa dikenal dengan istilah suap. Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-´adalah), akuntabilitas, dan tanggung jawab (alamanah). Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat dapat dikategorikan termasuk perbuatan fasad, kerusakan dimuka bumi yang juga amat dikutuk Allah SWT. Dalam hukum Islam mempunyai sebuah tujuan utama untuk mewujudkan dan memelihara lima sasaran pokok (maqāsid asy-syarí’ah) yaitu: perlindungan terhadap agama (hifz ad-dīn), perlindungan terhadap jiwa (hifz an-nafs), perlindungan terhadap akal (hifz al-aql), perlindungan terhadap keturunan (hifz an-nasl), perlindungan terhadap harta (hifz alMāl).14 Korupsi merupakan pelanggaran terhadap tujuan pokok hukum Islam yaitu perlindungan terhdap harta (hifz al-māl). Kalau kita analogikan tindak pidana korupsi ini mirip dengan jarīmah sarīqah yang mengambil harta-benda milik orang lain dan merugikan pemilik harta. Sedangkan korupsi mencuri harta-benda milik negara yang mengakibatkan kerugian
14
Kutbuddin Aibak, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 60-63.
9
besar dan dampak yang sangat luar biasa terhadap tatanan kehidupan masyarakat. Pada dasarnya di syari’atkan hukum Islam bertujuan untuk memelihara dan menciptakan kemaslahatan manusia dan menjaga manusia dari hal-hal yang mafsadah, karena Islam sebagai rahmatan lil’ālamīn, untuk memberi petunjuk dan pelajaran kepada manusia. 15 Begitu juga dalam hukum pidana Islam para ahli hukum pidana Islam berpendapat bahwa tujuan hukuman dalam pidana Islam mempunyai lima aspek,16 yaitu: 1. Pembalasan (al-Jazā’) konsep ini memberikan arti bahwa setiap perbuatan jahat yang dilakukan seseorang terhadap orang lain akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan yang dilakukannya tidak melihat apakah balasan itu bermanfaat bagi dirinya atau orang lain. 2. Pencegahan
(Az-Zajru),
pencegahan
atau
deterrence
ini
dimaksudkan untuk mencegah suatu tindak pidana agar tidak terulang lagi. 3. Pemulihan / perbaikan (al-islāh), yaitu memulihkan pelaku tindak pidana dari keinginan untuk melakukan tindak pidana. Tujuan inilah menurut sebagian para fukaha merupakan tujuan yang paling asas dalam sistem pemidanaan Islam.
15
Ahmad Djazuli, Fiqih Jinayah : Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Cet. Ke-3 (Jakarta : PT Granfindo Persada, 2000), hlm. 25. 16
Ocktoberrinsyah, “Tujuan Pemidanaan Dalam Islam,” In Right : Jurnal Agama dan Hak Asasi Manusia, Vol. 1. No. 1. (November 2011), hlm. 23-32.
10
4. Restorasi (al-isti‘ādah), sebagaimana yang diungkapkan oleh Kathleen
Day
dalam
artikelnya
bahwa
keadilan
restoratif
(restorative) adalah sebuah metode untuk merespon tindak pidana dengan melibatkan pihak-pihak yang bertikai dalam rangka memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut. 5. Penebusan dosa (at-takfīr), yaitu tujuan yang berdimensi ukhrawa, orang
yang
melakukan
kejahatan
tidak
hanya
dibebankan
pertanggungjawaban / hukuman di dunia saja (al-‘uqūbāh addunyawiyyah), tetapi juga pertanggungjawaban / hukuman di akhirat (al-‘uqūbūt al-ukhrawiyyah).
Penjatuhan
hukuman
di
dunia
merupakan salah satu cara untuk menggugurkan dosa-dosa yang telah dilakukan. Dengan ditetapkanya aspek tersebut akan dihasilkan satu aspek kemaslahan (positif), yaitu terbentuknya moral yang baik, maka masyarakat akan menjadi aman, tentram, damai dan penuh dengan keadilan, karena moral yang dilandasi agama akan membawa perilaku sesuai dengan tuntutan agama. Dalam fikih jinayah suatu hukuman dapat diakui keberadaanya apabila memenuhi beberapa syarat diantaranya17 :
17
Ahsin Sakho Muhammad Kharisma Ilmu, 2007), hlm. 36-38.
(et al.), EnsiklopediHukum Pidana Islam, (Jakarta: PT.
11
1. Hukuman bersifat syar’ī artinya hukuman bersandar kepada sumbersumber hukum Islam (Al-quran, hadis, ijmak, serta undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah atau ulil amri). 2. Hukuman bersifat perseorangan artinya hanya penimpa pelaku, tidak menimpa kepada orang lain. 3. Hukuman bersifat umun artinya hukuman disyaratkan harus bersifat umum yang dapat dijatuhkan terhadap semua kalangan. Berdasarkan segi sasaran yang dikenai hukuman, hukum pidana Islam pelaku tindak pidana korupsi bisa dikenai empat jenis hukuman18, yaitu: 1. Hukuman atas Badan ( ‘Uqūbah Badaniyah ) ‘Uqūbah Badaniyah adalah hukuman yang dikenakan atas badan manusia (hukuman yang berupa fisik). Seperti hukuman mati, kisas, salib, dan jilid (dera) 2. Hukuman atas Kemerdekaan (‘Uqūbah Huriyah) Hukuman atas kemerdekaan adalah hukuman yang dijatuhkan kepada kemerdekaan manusia. Caontohnya adalah pengasingan dan penjara. 3. Hukuman atas Jiwa (‘Uqūbah Nafsiyah) ‘Uqūbah Nafsiyyah adalah hukuman yang dikenakan atas jiwa (mental) manusia (sanksi moral atau sanksi sosial), bukan badannya. Contohnya ancaman, peringatan, penyiaran, pencelaan, dan teguran. 4. Hukuman atas Harta (‘Uqūbah Māliyyah)
18
Ahmad Wardi Muslich, pengantar dan asas hukum pidana Islam, ((Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 141-142.
12
‘Uqūbah Mālyiyah adalah hukuman yang dikenakan terhadap harta seseorang. Contohnya diat, denda, perampasan harta, dan penyitaan aset kekayaan. Sejalan dengan rumusan di atas, maka teori hukuman yang sesuai dalam menjelaskan fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor perspektif fiqh jinayah yaitu teori ‘Uqūbah Badaniyah (hukuman atas badan) sebagai salah satu bentuk hukuman dalam fikih jinayah. Hukuman atas badan (‘Uqūbah Badaniyah) yaitu hukuman yang dikenakan atas badan manusia (hukuman yang berupa fisik). Contohnya hukuman kisas, hukuman mati, salib, dan jilid (dera). Adapaun kerangka teoritik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan pemidanaan (hukuman) Hukuman dalam bahasa Arab disebut ‘Uqūbah yang artinya mengiringinya dan datang dibelakangnya.19 Sedangkan menurut istilah ‘Uqūbah adalah bentuk balasan bagi seseorang yang atas perbuatanya melanggar ketentuan syara’ yang ditetapkan Allah dan Rasul-nya untuk kemaslahatan manusia. 20 Menurut Abd Al-Qadir Awdah hukuman adalah
19
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Cet. Ket-2. (Jakarta : Sinar Grafika, 2006) hlm. 136. 20
A. Rahman Ritonga, dkk., Enksiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : Ichtiar baru Van Hoeve, 1997), VI: 1871.
13
suatu penderitaan yang dibebankan kepada seseorang akibat perbuatan melanggar aturan.21 Tujuan dari hukuman dalam syariat Islam merupakan realisasi dari tujuan hukum Islam itu sendiri, yakni sebagai pembalasan perbuatan jahat, pencagahan secara umum dan pencegahan secara khusus serta perlindungan terhadap hak-hak korban. Pemidanaan dimaksudkan untuk mendatangkan kemaslahatan umat dan mencegah kedzaliman atau kemudaratan.22 2. Hukuman mati dalam Islam Hukum mati merupakan jenis pidana yang terberat dibandingkan dengan pidana jenis lainnya, karena dengan pidana mati terenggut nyawa manusia untuk mempertahankan hidupnya.23 Dalam fikih jinayah hukuman mati di jatuhkan kepada pelaku perzinahan dalam bentuk dilempar batu hingga mati (al-rajam) pelaku perzinahan yang sudah menikah. Juga hukuman mati dilakukan dalam kasus pemberontakan (al-Bughāt) dan pindah agama (al-riddah) yang dikenal sebagai hukuman (al-hād al-hudūd) atas pengingkaran terhadap Islam. 24 Hukuman mati dalam Islam merupakan hukuman puncak, terutama untuk tindak pidana yang sangat berbahaya seperti pembunuhan (al-qitāl) di
21
Abd al-Qadir Awdah, at-tasyri’ al-jina’i al-Islam, (Bairut : Mu’assasah Ar-Risalah, 1994), 1: 214. 22
M. Hasbi ash-Shieddiqi, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), hlm.
177. 23
Komariah Emong Supar Djaja, “Permasalahan Pidana Mati di Indonesia,” dalam Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 4, No. 4 Desember 2007, hlm. 19. 24
Ahsin Sakho Muhammad (et al.), Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, hlm. 45-65.
14
mana jika tidak ada pengampunan dari pihak keluarga dengan membayar denda (diyāt), maka pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati sebagai bentuk hukum balas/timbal balik.25 Selain hukuman mati dapat diterapkan terhadap jarimah-jarimah yang disebutkan diatas. Hukuman mati dapat diterapkan terdapat jarimah taksir. Sedangkan jarimah taksir merupakan jarimah yang sanksi hukumannya diserahkan kepada khalifah (umumnya diwakili oleh qadhi/hakim).26 Hukuman mati dapat diterapkan pula terhadap jarimah taksir apabila jarimah tersebut mengancam keamanan sebuah negara. Dan dapat pula diterapkan terhadap jarimah pengulangan (residivis).
F. Metode Penelitian Adapun penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan literatur yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji sebagai sumber datanya. Sehingga dalam menghimpun data yang dibutuhkan menggunakan sumbersumber kepustakaan yang ada kaitannya dengan masalah pokok
25
26
Ibid,. hlm. 66-69.
Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, (Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 76.
15
penelitian yng dirumuskan baik sumber primer maupun sumber sekunder. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, yaitu penelitian dengan memaparkan dan menjelaskan data yang berkaitan dengan pokok pembahasan, kemudian
menguraikannya sesuai dengan
tujuannya. 3. Pendekatan masalah Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif-yuridis. Normatif yaitu mendekati permasalahan yang ada berdasarkan pada hukum sreta perundang-undangan yang berlaku. 4. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur. Metode ini bergerak dengan mengambil dan menyusuri karya-karya berupa literatur primer maupun sekunder yang mempunyai relevansi dengan permasalahan yang diteliti. dari sumber yang telah dikumpulkan kemudian diseleksi data-data yang sesuai dengan masalah pokok yang diteliti. Masalah pokok yang diteliti yaitu tindak pidana korupsi, fatwa NU tentang hukuman mati dalam fikih jinayah. Selain penelitian ini bersifat literatur penyusun dalan pengumpulan data menggunakan teknik wawancara (interview). Peneliti akan melakukan wawancara dengan pengurus PWNU untuk
16
mendukung data-data yang diperoleh dengan metode pengumpulan data yang literatur. 5. Analisi Data Dalam menganalisis data yang telah dikimpulkan yaitu dengan menggunakan metode deduktif. 27 Metode deduktif merupakan langkah analisis data dengan cara menerangkan data yang bersifat umum untuk membentuk suatu pandangan yang bersifat khusus sehingga dapat ditarik menjadi kesimpulan.
G. Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab pertama, pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sisrematika pembahasan. Dalam bab dua, penyusun akan membahas tentang tujuan pemidanaan, Islam dan korupsi. Dalam bab tiga, penyusun menguraikan mengenai pandangan NU terhadap tindak pidana korupsi yang terdiri dari pembahasan tindak pidana korupsi menurut NU, latar belakang munculnya fatwa hukuman mati bagi koruptor, dan isi fatwa NU.
27
Sutrisno Hadi, Metodelogi Riset, (Yogyakarta : Psikologi UGM, 1984), hlm. 42.
17
Bab empat membahas tentang analisis dasar hukum fatwa hukuman mati bagi koruptor perspektif fikih jinayah dan relevansinya hukuman mati di masa kini. Bab lima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari penyusun berdasarkan penelitian yang penyusun.
berhasil dianalisis oleh
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pemaparan dan analisi tentang fatwa Nahdlatul Ulama tentang hukuman mati bagi koruptor perspektif fikih jinayah, maka dapat di ambil beberapa kesimpulan bahwa jika dilihat dari fikih jinayah fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor yang melakukan secara berulang-ulang atau korupsi dalam jumlah besar yang dapat merugikan keuangan negara, maka fatwa tersebut tidak berbenturan dengan tujuan hukum yang ada dalam Islam. Dan dasar hukum yang digunakan para ulama NU sesuai dengan hukum Islam karena dasar yang digunakan para NU adalah bersumber dari ayat-ayat AL-Qur’an yang mengandung substansi tentang larangan seseorang berbuat kerusakan dibuka bumi. Dan hukuman mati bagi koruptor pada masa kini akan relevan meskipun masih banyak kalangan yang tidak setuju karena menganggap hukuman mati melanggar terhadap hak asasi manusia. Akan tetapi hukuman mati merupakan jalan satu-satunya yang memungkinkan korupsi akan bersih dari negara ini kerena korupsi sangat membahayakan stabilitas kesejahteraan masyarakat Indonesia. Jadi keputusan yang bijak jika pemerintah menerapkan fatwa NU koruptor di hukum mati agar tidak ada lagi para koruptor-koruptor selanjutnya.
81
82
Dilihat dari segi Islam hukuman mati juga dapat diterapkan terhadap jarimah ta’sir. Dengan demikian, hukum Islam membolehkan pidana ta’sir dalam bentuk hukuman mati jika kepentingan umum menghendakinya. Dengan memperhatikan kepentingan umum yang terancam dengan sangat serius oleh kejahatan korupsi saat ini, maka dijatuhkannya hukuman taksir yang paling keras (hukuman mati) atas para koruptor sesuai dengan yang difatwakan NU maka dapat dibenarkan oleh hukum Islam. B. Saran Berkenaan dengan pembahasan skripsi ini, ada beberapa saran yang perlu penulis sampaikan, yaitu: 1. Mensosialisasikan Uundang-Undang Tindak Pidana Korupsi secara menyeluruh. Karena Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi telah memenuhi banyak rumusan dengan berbagai kategori dan bentuk praktik korupsi yang bisa dijadikan rujukan dalam menjerat para pelaku tindak pidana korupsi. Dan fatwa NU semestinya juga bisa menekan praktik korupsi sebab telah memuat dan menjelaskan perihal korupsi, baik hukuman bagi para koruptor maupun status harta yang didapat. Akan tetapi, akibat kurangnya sosialisasi fatwa tersebut, pengaruh fatwa sangat tidak signifikan. 2. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih serius dalam menangani masalah korupsi. Dari sekian banyak berita kasus korupsi yang
diperkarakan,
selalu
saja
menghasilkan
keputusan
yang
mengecewakan rakyat, baik karena kesalahan dalam landasan tuntutan
83
hukuman hingga terjadinya praktik suap menyuap dalam tubuh penegak hukum. 3. Lembaga non pemerintahan yang konsen dalam masalah korupsi harus tetap konsisiten dalam menyuarakan kasus-kasus korupsi. Peran serta non pemerintahan sangat penting sebab bisa melakukan kontrol secara balence terhadap kasus-kasus korupsi. 4. Peran serta masyarakat. Ini merupakan inti dalam pemberantasan dan mencegah terjadinya praktik korupsi karena masyarakat merupaka obyeknya. Kita harus menyadari akan sesuatu sekecil apapun bila berkaitan dengan korupsi harus dihindari.
DAFTAR PUSTAKA A. Al-Qur’an Departemen Agama RI, al-Qura’an dan terjemahnya, Semarang : CV Putra, 1990.
Toha
B. Hadits Ibn Isma’il Al-Kahlani, Muhammad, Subul As-Salam, Juz IV, Syarikah Maktabah wa Mathba’ah Musthafa Al Baby Al-Halaby, Mesir, cet IV, 1060. Sulaimān, Abī Daud , Sunan Ibn Majah, Mesir: ‘Isa al-bab al-halabi wa syurakah, 1956 Tirmizī, Abū ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah al-, Sunan al-Tirmizī, Mekah: al-Maktabah al-Tijāriyah, tt. C. Fikih/Ushul fikih , “Tujuan Pemidanaan Dalam Islam,” In Right : Jurnal Agama dan Hak Asasi Manusia, Vol. 1. No. 1. November 2011. Aibak, Kutbuddin, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008. Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultaniyah, Beirut: Dar al-Fikr, 1966. Ash-Shieddiqi, M. Hasbi, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1975. Awdah, Abd al-Qadir, at-tasyri’ al-jina’i al-Islam, Bairut : Mu’assasah ArRisalah, 1994. Azzuhaili, wahbah, “Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatih”, cet. Ke-3, Beirut: 1409 H./ 1989 M. Djazuli, Ahmad, Fiqih Jinayah : Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Cet. Ke-3, Jakarta : PT Granfindo Persada, 2000. Hakim, Rahmat, hukum pidana Islam (fikih jinayah), bandung: Pustaka Setia, 2000. Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam , cet. Ke-IV, Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
84
85
Islam’il Abu ar-Raysy, Muhammad, al-Kaffarat fi al-Fiqh al-Islami, Mesir: Dar al-Amanah, 1408 H Munajat, Mahkrus, fikih jinayah, ”Hukum Pidana Islam, cet. 2, Yogyakarta: Nawesea Press, 2010. Nawawi, Imam, “Kitab Tukmilah Al-Majmuu’ Syarh Kitab Muhaddzab”, (t,t). Wardi Muslich, H. Ahmad, pengantar dan asas hukum pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. D. Kamus M Echol, jhon dan Shadily,Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : Gramedia, 2003. Munawwir, A. Warson, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap,cet. Ke-14, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. Muhammad, Ahsin Sakho (et al.), Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, 2007. Ritonga, A. Rahman, dkk, Enksiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar baru Van Hoeve, 1997.
E. Kelompok lain , “Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam”, Jakarta : AMZAM, 2011.
Abdullah, Mal An, “Nahdaltul Ulama dan Kebersamaan Melawan Korupsi”, Suyitno (ed.), Korupsi, Hukum, dan Moralitas Agama, Yogyakarta: GAMA MEDIA, 2006 Ahmad, Abu Abdul Halim, Suap: Dampak dan Bahayanya Bagi Masyarakat, Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR, 1996. Aibak, Kutbuddin, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008. Al Faruk, Asadulloh, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, Ghalia Indonesia, 2009.
86
Alatas, Syed Hussein, Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer, Jakarta: LP3ES,1986. Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007. Al-Qardhawi, Yusuf, Konsep dan Praktek Fatwa Kontemporer, ahli bahasa Setiawan Budi Utomo, LC. Cet. Ke-1, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996. Anis, Ibrahim, dkk, Al-Mujam al-Wasit, cet. Ke-2, Mesir: Majma’ al-bughah al-Arabiyyah, 1972. Antasari, Rina “Tindak Pidana Korupsi Dan Penegakan Hukum”, dalam Suyitno (ed.), Korupsi, Hukum, dan Moralitas Agama , Yogyakarta: GAMA MEDIA, 2006. Djaja, Komariah Emong Supar, “Permasalahan Pidana Mati di Indonesia,” dalam Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 4, No. 4 Desember 2007. HA, Noerwahidah, Pidana Mati dalam Hukum Pidana Islam, Surabaya: AlIkhlas, 1994. Hadi, Sutrisno, Metodelogi Riset, Yogyakarta : Psikologi UGM, 1984. Hamzah, Andi, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1984. Hamzah, Andi, Pidana Mati di Indonesia, “di Masa Lalu, Kini, dan Masa Depan”, Jakarta: GHALIA INDONESIA, 1985. Ke-NU-an “Komisi Bathtsul Masail Al-diniyyah Al-waqi’iyyah”, Cirebon: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2012. Marsum, jarimah ta’zir: Perbuatan Dosa Dalam Hukum Pidana Islam, Yogyakatra: Fak Hukum UII, 1988. Mulyadi, Lilik, Tindak Pidana Korupsi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000. Nurul Irfan, Muhammad, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam Perspektif Fiqih Jinayah, Jakarta : Depag RI, 2009.
87
Ocktoberrinsyah, Hukuman Mati “Pergumulan Antara Normativitas Islam dan HAM” dalam jurnal Asy- Syir’ah, Vol. 38, Februari 2004. Pope, Jeremy, Strategi Pemberantasan Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional, terj. Masri, Jakarta: Transparancy Internasional Indonesia, 2008. Ramly, Nadjamuddin, Islam Ramah Lingkungan: Konsep dan Strategi Islam dalam Pengelolaan, Pemeliharaan, dan Penyelamatan Lingkungan, Jakarta: Grafindo, 2007.
F.
Data Lain-Lain Faizal, “http://hukumuntukkita-byfaizal.blogspot.com, akses 7 februari 2012. http://hukumzone.blogspot.com/2011/07/pengertian-proses-dan-fungsifatwa.html diakses tanggal 15 maret 2013. http://politik.kompasiana.com/2012/09/18/makna-penting-fatwa-nu-boikotpajak-dan-hukuman-mati-bagi-koruptor-493803.html diakses 15 april 2013. http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,39949-lang,idc,kolom-t,NU+dan+Fatwa+Hukuman+Mati+Koruptor-.phpx. Diakses tanggal 28 Maret 2013. http://www.tribunnews.com/2012/09/17/kapolri-dan-kpk-tanggapi-usulanhukuman-mati-koruptor. diakses Tanggal 15 April 2013. Tim LTN NU Jawa Timur, Ahkamul Fuqaha, Undang-Undang NO. 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Wawancara, tanggal 06 Maret 2013.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Daftar Terjemahan N0 1
Hlm 3
FN 5
BAB I Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
2
19
7
3
20
10
dan tidaklah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizatmukjizat yang sebelumnya. dan Kami timpakan kepada mereka azab[1359] supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).
4
21
11
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 39. Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
5
23
16
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.
6
25
20
Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka
BAB II laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 7
29
28
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.
8
32
32
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
9
32
33
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik[414], atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
10
35
39
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
11
36
41
Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barang siapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan di beri balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi
12
38
45
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal
kamu mengetahui. 13
38
47
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
14
40
51
15
40
52
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik[414], atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
16
46
63
17
55
7
18 19
55 64
8 23
Rasulullah melaknat penerima suap dan pemberi suap. Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barang siapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan di beri balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.
20
64
24
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik[414], atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. BAB III Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar. Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
21
64
25
22
65
26
“Dari Imam Dailami Al-Himyari r.a. berkata : Saya bertanya kepada Rasullah S.A.W. Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berada di tempat yang dingin, sedang kami melakukan pekerjaan yang keras kemudian kami membuat semacam minuman yang terbuat dari gandum supaya kami kuat melakukan pekerjaan kami dan atas dinginnya tempat kami. Rasul bertanya : Apakah itu memabukkan? Saya menjawab s: Iya wahai Rasulullah, kemudian rasul mengatakan: maka jauhilah minuman itu. Kemudian saya mendatangi Rasul kehadapanya beliau dan bertanya sekali lag, kemudian Rasul bertanya kembali : apakah itu memabukkan. Saya menjawab: iya wahai Rasulullah. Kamudan rasul berkata : maka jauhilah!. Kemudian aku berkata : sesungguhnya orang-orang itu tidak meninggalkannya wahai Rsulullah. Kemudian rasul berkata : apabila orang-orang itu tidak meninggalkannya maka bunuhlah!. (HR. Imam Ahmad dan Imam Abu Daud)
23
67
2
Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barang siapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan di beri balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.
24
67
3
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar.
25
68
4
Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
26
68
5
“Dari Imam Dailami Al-Himyari r.a. berkata : Saya bertanya kepada Rasullah S.A.W. Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berada di tempat yang dingin, sedang kami melakukan pekerjaan yang keras kemudian kami membuat semacam minuman yang terbuat dari gandum supaya kami kuat melakukan pekerjaan kami dan atas dinginnya tempat kami. Rasul bertanya : Apakah itu memabukkan? Saya menjawab s: Iya wahai Rasulullah, kemudian rasul mengatakan: maka jauhilah minuman itu. Kemudian saya
BAB IV
mendatangi Rasul kehadapanya beliau dan bertanya sekali lag, kemudian Rasul bertanya kembali : apakah itu memabukkan. Saya menjawab: iya wahai Rasulullah. Kamudan rasul berkata : maka jauhilah!. Kemudian aku berkata : sesungguhnya orang-orang itu tidak meninggalkannya wahai Rsulullah. Kemudian rasul berkata : apabila orang-orang itu tidak meninggalkannya maka bunuhlah!. (HR. Imam Ahmad dan Imam Abu Daud)
27
75
11
Jika ia mencuri potonglah tangannya (yang kanan), jika ia mencuri lagi potonglah kakinya (yang kiri). Jika ia mencuri lagi potonglah tangannya (yang kiri). Kemudian apabila ia mencuri lagi maka potonglah kakinya (yang kanan).
28
75
12
Dari Jabir ra. Ia berkata: seorang pencuri telah di bawa kehadapan Rasulullah saw. maka Nabi bersabda: Bunuhlah ia. Para sahabat berkata: Ya Rasulullah ia hanya mencuri. Nabi mengatakan: Potonglah tangannya. Kemudian ia dipotong. Kemudian ia di bawa lagi untuk kedua kalinya, lalu Nabi mengatakan: Bunuhlah ia. kemudian disebutkan seperti tadi. Lalu ia di bawa lagi untuk ketiga kalinya maka Nabi menyebutkan seperti tadi. Kemudian ia di bawa lagi untuk keempat kalinya dan Nabi mengatakan seperti tadi. Akhirnya ia dibawa lagi untuk kelima kalinya. Lalu Nabi mengatakan: Bunuhlah ia. ( hadis dikeluarkan oleh Abu Daud dan AnNasa’i).
B. Biografi Ulama dan Sarjana Hukum
Abdul Qadir Awdah Beliau adalah Fakultas Hukum Universitas kairo pada tahun 1930, dan tercatat sebagai alumnus terbaik. Baliau pernah menjabat sebagai DPR Mesir dan sebagai tangan kanan Ikhwanul Muslim yang dipimpin oleh Hasan Al-Banna. Selain itu dalan pemerintahan baliau juga pernah menjabat sebagai hakim. Sebagai seorang hakim baliau sangat memegang teguh prinsip Undang-Undang yang ada karena menurut baliau Undang-Undang tersebut tidak bertentangan dengan syari’at Islam. namun ketika Ikhwanul Muslim dicap sebagai pemberontak, banyak tokoh IM yang dihukum mati, salah satunya adalah beliau. Adapun magnum opus baliau adalah kitab “ Tasyr’i al-Jinā’ī al-Islamī”, dan “ al-alumnus Islam wa Auda’una al-Qur’ani”.
Abu Ishaq asy-Syatibi Nama lengkap baliau adalah Ibrahim Ibnu Musa bin Muhammad al-Lahmi Asy-Syatibi alGhamabi. Namun beliau lebih dikenal dengan nama Asy-Syatibi. Beliau wafat pada tahun 790 H di Granada. Asy-Syatibi menjadi terkenal setelah menulis kitab Al-munawafaqat dan Al-i’tisam. Kedua kitab tersebut tersebar diberbagai penjuru dunia sebagai rujukan penulis moder.
Prof. Dr. Andi Hamzah, SH, Beliau lahir pada tanggal 14 juni 1933 di Sengkam, Sulawesi Selata. Beliau adalah Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Pendidikan S1 di tempuh di Fakultas Hukum Hasanuddin (1962), kemudian S3 di sFakultas Hukum Hasanuddin (1983). Pendidikan tambahan Evidensce Law Course, Stanford University, USA; Environmental Law Enforcement Course, Beland; dan Narcotics Law Enffoecement Training Course, Bangkok. Judul Desertasinya adalah “Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiSebagai Sarana Pembangunan”. Riwayat karirnya yaitu sebagai Pegawai Negeri Kejaksaan RI. Jaksa, (1 Mei 1954 – 1 juli 1993), kajari Manado, (1962-1964), dan Staf Ahli Jaksa Agung (1992).
C. Curiculum Vitae DATA PRIBADI Nama
: Sari Widowati
NIM
: 09370091
Jurusan
: Jinayah Siyasah
TTL
: Jember, 05 Oktober 1989
Alamat
: Dusun Tampingan Jember Jawa Timur
Email
:
[email protected]
DATA ORANGTUA Nama Ayah
: Sutima
Nama Ibu
: Seniman
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Dusun Tampingan Jember Jawa Timur
RIWAYAT PENDIDIKAN 1996/1997 – 2002/2003
SDN Gelang III
2002/2003 – 2004/2005
MTs Miftahul Ulum
2005/2006 – 2007/2008
MA Wahid Hasyim
2009/2010 – sekarang
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Demikian curriculume vitae ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Yogyakarta, 14 Juni 2013 Tertanda
Sari Widowati