FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH (Tinjauan Fikih)
LAPORAN PENELITIAN Oleh : Homaidi Hamid, S.Ag., M.Ag.
PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan Fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah Perspektif Fikih. Ini merupakan penelitian pustaka. Dalil-dalil dalam fatwa DSN penulis kaji hubungannya dengan ketentuan isi fatwa. Pasal-pasal dalam ketentuan fatwa dikaji perspektif pendapat-pendapat fukaha. Dengan demikian diketahui kecenderungan fatwa terhadap berbagai mazhab fikih. Fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah termasuk syirkah amwāl karena mengharuskan masing-masing pihak untuk berkontribusi dana dan tergolong syirkah 'inan karena pembagian keuntungan sesuai kesepakatan, tidak harus sama. Pengertian musyarakah dalam DSN yang menetapkan pembagian kerugian sesuai kesepakatan berbeda dengan kesepakatan fukaha bahwa pembagian kerugian sesuai dengan proporsi modal masing-masing mitra. Ketentuan Fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah dalam hal pembagian keuntungan sesuai dengan mazhah Hanafi dan Hanbali, yakni sesuai kesepakatan para pihak, berbeda dengan pendapat Malikiyah dan Syafi'iyyah yang mengharuskan sesuai proporsi modal masing-masing. Ketentuan Fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah yang mengharuskan masing-masing mitra untuk berkontribusi kerja berbeda dengan kesepakatan ulama mazhab yang membolehkan salah satu mitra untuk pasif dalam pekerjaaan. Ketentuan dalam Fatwa DSN ini sulit untuk dipenuhi oleh pihak bank syariah karena terbatasnya pegawai jika banyak nasabah yang diberi pembiayaan musyarakah.
Key Words: fatwa, fikih, musyarakah.
ج
PRAKATA
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT. Karena berkat rahmah, hidayah, dan inayah-Nyalah peneliti berhasil menyelesaikan penelitian dan menyusun laporan hasil penelitian sesuai jadwal yang direncanakan. Sebagai sebuah karya akademis, penelitian ini dilatari oleh kegelisahan dan keprihatinan terhadap temuan peneliti sebelumnya bahwa dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang Pembiayaan Musyarakah terdapa kontradiksi dan ketentuan yang sulit diimplementasikan. Karena itu peneliti terdorong untuk meneliti fatwa tersebut dalam tinjauan berbagai mazhab fiqh. Terselesaikannya penelitian ini, tak dapat dipungkiri telah melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kaprodi Muamalat yang telah mendorong penelitian ini dilakukan. 2. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang secara langsung terlibat dalam pemantauan aktivitas penelitian ini. Akhirnya, semoga penelitian ini memiliki nilai guna baik dalam wilayah akademis yakni dalam rangka penembangan ilmu pengetahuan, dan juga memiliki nilai praksis sebagai masukan kepada DSN. Yogyakarta, 30 Juli 2016 Ketua
Peneliti,
Homaidi Hamid, S.Ag., M.Ag.
د
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN …………………………….....
ii
ABSTRAK.... ……………………. …………………………………….....…
iii
PRAKATA …………………………………………………………………......
iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………......
v
I.
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….....
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………........
4
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………..…..
4
D. Kontibusi Penelitian ……………………………………..………… ..
5
KAJIAN PUSTAKA ....................................................... ………….. …. .
6
A. Landasan Teori ………………………………………………………
6
B. Kajian Penelitian Terdahulu ………………………………………….
16
III.
METODE PENELITIAN ………………………………………………...
23
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………......
24
A. Pengertian Musyarakah.........................................................................
24
B. Dalil-dalil Musyarakah ........................................................................
24
C. Ketentuan Musyarakah dalam Fatwa DSN ..........................................
31
II.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………......
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….... LAMPIRAN
v
37 39
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bank Syariah adalah bank yang operasionalnya berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah yang menjadi dasar operasional bank syariah adalah sebagaimana difatwakan oleh Majlis Ulama Indonesia. Lembaga di MUI yang secara khusus menangani Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS), termasuk bank syariah adalah Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN MUI). Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh DSN bersifat mengikat bank-bank Syariah. Hal ini karena UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada pasal 26 mewajibkan kegiatan usaha dan/atau produk dan jasa syariah, tunduk kepada Prinsip Syariah. Prinsip Syariah yang dimaksud yaitu sebagaimana yang difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia. DSN MUI telah banyak mengeluarkan fatwa-fatwa yang menjadi landasan operasional bank syariah. Fatwa-fatwa tersebut antara lain fatwa tentang Giro, Tabungan, dan Deposito untuk produk pendanaan. Sedangkan untuk produk pembiayaan antara lain Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Mudharabah, dan Pembiayaan musyarakah. Produk-produk bank syariah yang khusus membedakan dengan produk bank konvensional adalah produk yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Dengan sistem bagi hasil keuntungan harus sama-sama dinikmati dan kerugian harus sama-sama ditanggung oleh bank dan nasabah. Hubungan antara nasabah dan bank syariah bukan sebabgai debitur dan kreditor, malainkan hubungan mitra bisnis.1 Produk-produk bank syari’ah
1
Mohsin S. Khan, “Islamic Interest-Free Banking: aTheoretical Analysis,” dalam Mohsin S. Khan dan Abbas Mirakhor (ed.), Theoretical Studies in Islamic Banking and Finance (Houston, Texas: The Institute for Research and Islamic Studies, 1987), h. 24.
1
yang sejalan dengan sistem profit and loss sharing adalah mudharabah2 dan musyarakah.3 Musyarakah telah menjadi salah satu produk pembiayaah di perbankan syariah. Pembiayaan Musyarakah telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional
dengan
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah. DSN mendefinisikan musyarakah sebagai "akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan." Berdasarkan pengertian ini maka keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, bukan sesuai proporsi modal. Akan tetapi dalam ketentuan pembagian keuntungan, sistem pembagian keuntungan menjadi tidak jelas. Dalam hal pembagian keuntungan fatwa DSN menetapkan: 1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah. 2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. 3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
Ketentuan pada ayat (1) dan (2) ini menjadi tidak jelas apakah pembagian keuntungan manganut sistim berdasarkan kesepakatan ataukan proporsional sesuai proporsi modal.
2
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua menjadi pengelola. Keuntungan dari kerja sama ini dibagi menurut kesepakatan, sedangkan jika mengalami kerugian, sepenuhnya ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalain si pengelola. Lihat Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, cet. V (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 95. 3 Musyarakah adalah kerja sama dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masingmasing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Lihat Ibid. h. 90.
2
Dalam hal pembagian kerugian, terdapat kontradiksi antara definisi dan ketetapan tentang pembagian kerugian. Dalam definisi dinyatakan bahwa musyarakah adalah "akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan." Berdasarkan definisi ini maka pembagian kerugian berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan proporsi modal. Sedangkan dalam ketentuan pembagian kerugian, DSN menetapakan "Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal." Berdasarkan ketentuan ini maka kerugian dibagi berdasarkan proporsi modal masing-masing mitra, bukan berdasarkan kesepakatan sebagaimana dalam definisi musyarakah. Definisi musyarakah di atas mengharuskan masing-masing mitra untuk berkontribusi dana tanpa menyinggung kontribusi pekerjaan masing-masing mitra. Sedangkan ketentuan tentang Pihak-pihak yang berkontrak bagian b berbunyi: "Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil." Selanjutnya dalam syarat kerja, fatwa DSN menetapkan: 1)
Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
2)
Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak. Ketentuan DSN yang mengharuskan setiap mitra untuk berkontribusi kerja
dalam usaha musyarakah sulit diwujudkan dalam pembiayaan musyarakah antara bank syariah dan nasabah. Sangat sulit bahkan mustahil bank syariah untuk berkontribusi kerja pada setiap pembiayaan musyarakah yang diberikan. 3
Syarat ini dapat
menyebabkan pembiayaan musyarakah yang dikeluarkan bank syariah menjadi tidak sah karena ketiadaan kontribusi keja pihak bank syariah. Adanya kontradiksi mengenai pembagian keuntungan dan kerugian dalam fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah, serta sulitnya kontribusi kerja diperuhi oleh bank syariah berdasarkan fatwa tersebut, mendorong peneliti untuk mengkaji Fatwa DSN tentang Pembiayaah Musyarakah perspektif Fikih. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana tinjauan fikih terhadap Fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan Fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah Perspektif Fikih.
4
D. Kontribusi Penelitian Penelitian ini masuk kategori penelitian II: pemecahan masalah pembangunan. Penelitian ini secara teoretis akan memberikan jalan keluar dari kontradiksi dan kesulitan implementasi dari Fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah. Secara Praktis penelitian ini dapat memberikan panduan pada praktisi perbankan syariah agar bebas dari kontradiksi dan mudah dalam implementasi. .
5
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah termasuk syirkah amwal karena mengharuskan masing-masing pihak untuk berkontribusi dana dan tergolong syirkah 'inan karena pembagian keuntungan sesuai kesepakatan, tidak harus sama. 2. Pengertian musyarakah dalam DSN yang menetapkan pembagian kerugian sesuai kesepakatan bertentangan dengan kesepakatan fukaha bahwa pembagian kerugian sesuai dengan proporsi modal masing-masing mitra. 3. Ketentuan Fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah dalam hal pembagian keuntungan sesuai dengan mazhah Hanafi dan Hanbali, yakni sesuai kesepakatan para
pihak,
berbeda
dengan
pendapat
Malikiyah
dan
Syafi'iyyah
yang
mengharuskan sesuai proporsi modal masing-masing. 4. Ketentuan Fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah yang mengharuskan masing-masing mitra untuk berkontribusi kerja berbeda dengan kesepakatan ulama mazhab yang membolehkan salah satu mitra untuk pasif dalam pekerjaaan. Ketentuan dalam Fatwa DSN ini sulit untuk dipenuhi oleh pihak bank syariah karena terbatasnya pegawai jika banyak nasabah yang diberi pembiayaan musyarakah.
B. Saran 1. Peneliti menyarankan kepada DSN agar merevisi pengertian musyarakah menjadi "akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan
37
dibagi sesuai kesepakatan dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan proporsi modal masing-masing mitra.
2. Peneliti menyarankan kepada DSN akar ketentuan tentang keuntungan dibagi sesuai kesepakatan ditegaskan kembali dalam pengaturan tentang pembagian keuntungan. 3. Peneliti menyarankan kepada DSN agar membolehkan salah satu mitra untuk pasif pekerjaan sedangkan yang lain aktif sebagaimana kesepakatan para fukaha agar fatwa ini dapat diimplementasikan dengan mudah oleh para bankir syariah. 4. Penelitian ini adalah penelitian pustaka. Penelitian ini dapat diperkaya dengan penelitian lapangan pada implementasi pembiyaan musyarakah di perbankan syariah.
38
DAFTAR PUSTAKA Abdul Mannan, Muhammad (1993). Teori dan Praktek Ekonomi Islam. alih bahasa M. Nastangin.Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf. Abu Daud Sulaiman, (t.t.) Sunan Abī Dāud. Beirut: Dār al-Kitāb al-'Arabī. Adnan, Muhammad Akhyar (2002). “Study on Factors Influencing Performance of the Best Baitul Maal wat Tamwil (BMTs) in Indonesia.” dalam Proceedings Simponas I, Sistem Ekonomi Islami, P3EI-FEUII, Yogyakarta 13-14 Maret, h. 273-298. Albānī , Muhammad Nāshiruddīn, (1988). Shahīh al-Jāmi' ash-Shagīr wa Ziyādatuhū (al-Fath al-Kabīr). cet. III. Beirut: al-Maktab al-Islāmī. Alla'uddīn Ali ibn Hassām (1981), Kanzul'ummāl fī Sunan al-Aqwāl wal-Af``āl. edisi Bakri Hayyānī dan Shafwah as-Saqā. cet. v ttp.: Muassasah ar-Risālah Antonio, Muhammad Syafi’i (2002). Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek. cet. V. Jakarta: Gema Insani Press. Baihaqī, Abu Bakar (1344). as-Sunan al-Kubrā. Haidar Abad: Majlis Dāirah al-Ma`ārif an-Nizāmiyyah. Baihaqī, Abu Bakar (1989). as-Sunan as-Shugra, edisi `Abdul Mu'thī Amīn Qal`ajī Pakistan: Jāmi`ah ad-Dirāsāt al-Islāmiyyah. Barlinti, Yeni Salma, (2000), Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam Sistem Hukum Nasional di Indonesia, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Bukhārī, Muhammad ibn Ismā'īl (1987). al-Jāmi' ash-Shahīh. Kairo: Dār as-Sya'b, 1987. Chapra, Umar (1997). Towards a Just Monetary System. alih bahasa Lukman Hakim. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf. Dar, Humayon A. and John R. Presley (2001). “Lack of Profit-Loss Sharing in Islamic Banking : Management and Control Imbalances” dalam Iqtisad Journal of Islamic Economics Vol. 2 No. 1 Muharram 1422 H/Maret. h. 33-48. Dārimī, Muhammad ibn Hibban Abū Hātim (1993). Shahīh ibn Hibbān Bitartīb Ibn Balbān, edisi Syu'aib al-Arna'ūth.Beirut: Muassasah ar-Risālah. Dāruquthnī, (t.t.) Abul Hasan Ali ibn Umar. Sunan ad-Dāruquthnī. ttp.; Tadqīq Maktab at-Tahqīq bi markaz at-Turāts lil-Barmajiyyat. Hamid, Homaid (2007). "Analisis Produk Musyarakah Di BMT Bina Dhuafa Beringharjo Perspektif Hukum Islam." Artikel dimuat dalam Afkaruna Jurnal Pemikiran Islam, Volume 2 No 1 Januari-Juni. Hamid, Homaid (2010). ” "Kritik Hadis-Hadis Tentang Mudharabah Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional." Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: LP3 UMY. 39
Hamid, Homaidi (2003). "Analisis Produk Murabahah Di Bmt Bina Dhuafa Beringharjo Perspektif Hukum Islam. Artikel dimuat dalam Afkaruna Jurnal Pemikiran Islam, Volume 1 No. 2 Juli-Desember 2006. Ibn al-Mulaqqin, Umar bin Ali asy-Syafi'I (2004). al-Badr al-Munīr fī Takhrīj alAhādīts wal-Ātsār al-Wāqi'ah fī asy-Syarh al-Kabīr. Riyādh: Dār al-Hijrah linNasyr wat-Tauzī'. Ibn Hajar al-`Asqalānī, (1989). at-Talkhīsh al-Habīr fī Takhrīj Ahādīts ar-Rāfi`ī alKabīr, ttp.: Dār al-Kutub al-`Ilmiyyah. Ibn Hanbal, Ahmad (t.t.). Musnad al-Imām Ahmad ibn Hanbal. Kairo: Muassasah Qurthubah. Ibnu Majah Abu Abdillah Muhammad ibn Yazīd al-Qazwaini, t.t. Sunan Ibn Mājah, tnp.: Maktabah Abi al-Mu'āthi.. Ibnu Rusyd (t.t.) Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid. ttp.: Dar al-Fikr, t.t. Khan, Mohsin S. (1987). “Islamic Interest-Free Banking: aTheoretical Analysis” dalam Mohsin S. Khan dan Abbas Mirakhor (ed.). Theoretical Studies in Islamic Banking and Finance.Houston, Texas: The Institute for Research and Islamic Studies. Malik ibn Anas, (t.t.). Muwaththa' al-Imām Mālik. edisi Muhammad Fuād Abdulbāqī (Mesir: Dār Ihyā' at-Turāts al-Arabi Misri, Rafi Yunus (1991). al-Jami’ fi Usul ar-Riba. Damaskus: Dar al-Qalam. Nafis, M. Cholil , 2011, Teori Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: UI-Press. Nasa`i, (1986). Sunan an-Nasa'I, edisi Abdulfattah Gadah (Halb: Maktab al-Mathbū'āt al-Islāmiyyah. Nīsābūrī, Muhammad ibn Abdillah al-Hakim. (1990). al-Mustadrak `alā ash-Shahīhaini Ma'a Ta'līqāt adz-Dzahaī fit-Talkhīsh. Beirut: Dār al-Kutub al-`Ilmiyyah. Qal`ahji, Muhammad Rawwas (1999). al-Mu'āmalāt al-Māliyyah al-Mu`āshirah fī Dhau' al-Fiqh was-Syarī`ah. Beirut: Dār an-Nafā'is. Qaradlawi, Yusuf (1987). Bai’ al-Murabahah li al-Amri bi asy-Syira’ Kama Tajribah al-Masarif al-Islamiyyah. ttp.: Maktabah Wahbah. Rahman, Afzalur. (1996). Doktrin Ekonomi Islam. alih bahasa Soeroyo dan Nastangin Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf. Sabiq.(1983). Fiqh as-Sunnah. cet. IV. Beirut: Dar al-Fikr. Saeed, Abdullah (1996). Islamic Banking and Interest: a Study of Prohibition of Riba and Its Contemporary Interpretation. Leiden: E.J. Brill. Sam, M. Ikhwan dkk (Penyunting) (2003). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. edisi revisi. Jakarta: DSN MUI dan BI. Siddiqi, Muhammad Nejatullah (1983). Bandung: Pustaka.
Bank Islam.
alih bahasa Aseh Hikmat.
Syafi’i, Muhammad ibn Idris (1961). al-Umm. Kairo: Maktaqbah Kulliyyat alAzhariyah. 40
Syamsul Anwar dkk. Analisis Kesesuaian tentang Penerapan Landasan Operasional Bank Islam dalam Produk-produk BPRS Bangun Derajat Warga Bangun Tapan Bantul Yogyakarta. Laporan Penelitian tidak Diterbitkan. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga. Thabrāniī, Abul-Qāsim (1415). al-Mu`jam al-Ausath, Thariq ibn `Audhillah. Kairo: Dār al-Haramain. Tirmīdzī, Muhammad ibn 'Isa (t.t.) Sunan at-Tirmīdzī. Beirut: Dār Ihyā' at-Turāts al'Arabī. Zaim Saidi. (2003). Tidak Islamnya Bank Islam: Kritik atas Perbankan Syari’ah. Jakarta: Pustaka Adina. Zuhaili, Wahbah. (2004). al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. cet. IV. Damaskus: Dar alFik.
41