A.08
FAMILY WELL-BEING DAN APLIKASI DALAM OPTIMALISASI TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI (KAJIAN BERDASARKAN THE TOWER HAMLETS FAMILY WELL-BEING MODEL) Tri Na’imah Fakultas Psikologi-Universitas Muhammadiyah Purwokerto Email:
[email protected]
Abstraksi. Tujuan penulisan artikel ini adalah mengkaji aplikasi The Tower Hamlets Family Well-being Model yang dikembangkan oleh Susan Acland dalam mengoptimalkan tumbuh kembang anak usia dini. Model ini memiliki keunggulan karena model ini memberikan panduan menuju kesejahteraan keluarga dengan melibatkan anak, orang tua dan pihak lain yang dianggap berkait langsung dengan tumbuh kembang anak. Menurut model ini untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal maka semua kebutuhan keluarga harus terpenuhi, yaitu kebutuhan umum, kebutuhan tambahan dan kebutuhan khusus. Model ini juga menetapkan dengan jelas struktur, arah konsultasi, arah koordinasi dan kerjasama antara keluarga dengan lembaga terkait untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Model ini menjelaskan pendekatan untuk menuju kesejahteraan keluarga dengan tiga tahap, 1) Tahap pertama: Pemenuhan kebutuhan umum, semua anak dan orang tua berhak terpenuhi kebutuhan umum ini, misalnya kebutuhan kesehatan, perumahan, pendidikan. 2) Tahap kedua : pemenuhan kebutuhan tambahan untuk pemenuhan kebutuhan umum, misalnya tambahan fasilitas, tambahan kesempatan, dukungan sosial dan emosi. 3) Tahap ketiga : pemenuhan kebutuhan khusus, yaitu kebutuhan khusus sesuai dengan masalah anak dan keluarga, misalnya perlindungan hukum, pelayanan kesehatan, pendidikan khusus. Aplikasi The Tower Hamlets Family Well-being Model dalam mengoptimalkan tumbuh kembang anak, yaitu : Tahap pertama : memenuhi kebutuhan fisiologis berupa pemberian makanan sehat, sandang, kesehatan. Memberi pendidikan formal, non formal dan informal, memberi perlindungan fisik dan psikis. Tahap kedua : memberi dukungan fasilitas, dukungan sosial, dan dukungna emosi pada proses tumbuh kembang anak. Tahap ketiga : pendampingan untuk anak dan anggota keluarga, misalnya pemberian pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus. Kata kunci : family, well-being, tumbuh kembang, kebutuhan, anak.
Masa usia dini merupakan peletak
saat usia anak mencapai 18 tahunan. Dalam
dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan
konteks ini pembentukan sikap, kepribadian
anak di masa selanjutnya (Suryadi, 2007).
dan pengembangan kemampuan anak akan
Lebih jelas
efektif apabila mendapatkan stimulasi yang
dikemukakan bahwa
50%
variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah
tepat dari orang-orang sekitarnya.
terjadi ketika anak berusia 4 tahun, 30%
Ditinjau dari segi usia, anak usia dini
berikutnya pada usia 8 tahun, dan sisanya
adalah anak yang berada dalam rentang usia
107
108 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
0-8 tahun (Morrison, 1988). Sedangkan
berjalan.
dalam Undang-Undang No 23 tentang
mempelajari ketrampilan menggunakan
Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003
panca
pada pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa
mengamati,
“Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Menurut definisi ini anak usia dini merupakan kelompok yang sedang berada dalam
proses
perkembangan
pertumbuhan
dan
memiliki
pola
dan
pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek
fisik,
kognitif,
sosio-emosional,
kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus. Anak usia dini terbagi menjadi 4 (empat) tahapan yaitu masa bayi dari usia lahir sampai 12 (dua belas) bulan, masa kanak-kanak/batita dari usia 1 sampai 3 tahun, masa prasekolah dari usia 3 sampai 5 tahun dan masa sekolah dasar dari usia 6 sampai 8 tahun. Setiap tahapan usia yang dilalui anak akan menunjukkan karakteristik
Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik perkembangan anak usia dini
seperti
melihat
meraba, dan
juga
atau
mendengar,
mengecap
dengan
memasukkan setiap benda ke mulutnya. Selanjutnya,
pada
usia
3
tahun
perkembangan motorik kasar ditandai dengan
kemampuan
anak
dalam
berjingkrak, berlari dan melompat. Pada usia
4
tahun
melakukan misalnya
anak
aktivitas
mulai yang
berani
naik-turun
berisiko,
tangga,
bahkan
menggunakan satu kaki. Diakhir masa usia
dini
anak
mengembangkan
kemampuan motoriknya dan mencoba menunjukkan kepada orang lain bahwa dirinya
memiliki
keunggulan
dari
temannya (Rahman, 2009). 2. Perkembangan kognitif Dalam teori perkembangan kognitif Piaget
(Mcleod,
2009),
tahap
perkembangan kognitif anak usia dini berada dalam tahap sensori motorik dan pra-operasional.
ditunjukkan motorik
pesat,
1. Perkembangan fisik-motorik. Usia 0 – 2 tahun, yaitu pada tahap
ketrampilan
mencium
anak
Pada
tahap
sensori
dalam
sebagai
bentuk
aktivitas
reaksi
stimulasi
sensorik. Perkembangan kognitif sangat
sebagai berikut :
bayi
indera,
itu
motorik perkembangan kognitif anak
yang berbeda.
usia
Selain
anak
mulai
motorik
mempelajari
yaitu
dari
berguling, merangkak, duduk, berdiri dan
terutama
pada
tahap
pra
operasional yang ditunjukkan dengan rasa ingin tahu yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hal itu terlihat dari seringnya
anak
menanyakan
segala
sesuatu yang dilihat. Anak memiliki
Family Well-being dan Aplikasi dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak : Kajian Berdasarkan The Tower Hamlets Family Well-being Model | 109 Na’imah, T. [hal.107-120]
kesadaran akan eksistensi suatu benda
Anak belajar mengatur emosinya
tetapi belum bisa memahami perbedaan
secara
pandangan dengan orang lain (Syah,
prasekolah, anak anak mengeskspresikan
2004).
emosinya secara intensif, emosi yang
3. Perkembangan sosial emosi
Selama
masa
meledak biasanya berlangsung pendek,
Perkembangan emosi adalah proses yang berjalan secara perlahan dimulai sejak
bertahap.
yang
bayi, yaitu ketika bayi
dan ekspresi verbal bersifat terus terang. Anak-anak
belajar
mengekspresikan
emosinya
secara
terus
menerus
mulai dapat mengontrol dirinya saat
berdasarkan model atau contoh yang
menemukan self comforting behavior.
diamati dan menerima orang dewasa
Self comforting behavior ini meliputi
dengan budaya mereka.
perilaku mengisap jempol, berderum dan bersuara
lain,
memegang
mainan
tertentu,
selimut, berayun-ayun atau
Selanjutnya, perkembangan sosial anak-anak dapat dilihat dari tingkatan kemampuannya
dalam
berhubungan
mendengarkan suara di sekitarnya. Pada
dengan orang lain dan menjadi anggota
anak usia dini perkembangan emosi
masyarakat
ditandai
Adapun
dengan
ketidakseimbangan
sosial ciri
yang
produktif.
sosialisasi
periode
sehingga anak mudah terbawa ledakan-
prasekolah adalah sebagai berikut: a)
ledakan emosional sehingga sulit untuk
Membuat kontak sosial dengan orang di
diarahkan. Menurut Hurlock ( 1980)
luar rumahnya baik dengan orang dewasa
perkembangan emosi ini mencolok pada
maupun
anak usia 2,5 tahun – 3,5 tahun dan 5,5
b) bermain bersama (cooperative play).
tahun – 6,5 tahun. Ciri utama reaksi
Anak
emosi pada anak adalah: a) Reaksi
selama bermain, memilih teman untuk
emosi anak sangat kuat, b) Reaksi emosi
bermain, dan mengurangi tingkah laku
anak bersifat sementara dan
mudah
bermusuhan. Pada umumnya anak pada
berubah dari satu kondisi ke kondisi lain,
usia ini memiliki satu atau dua sahabat.
c) Emosi dapat diketahui melalui gejala
Akan tetapi, sahabat ini cepat berganti.
perilaku, artinya ekspresi emosi anak
Mereka pada umumnya dapat cepat
secara
melalui
menyesuaikan diri secara sosial. Sahabat
menangis,
yang dipilih biasanya dari jenis kelamin
tidak
kegelisahan,
langsung melamun,
dengan
teman
sebaya,
mulai saling berkomunikasi
kesukaran berbicara, dan tingkah yang
yang
sama,
kemudian
berkembang
gugup, seperti menggigit kuku dan
menjadi bersahabat dengan anak dengan
mengisap jempol.
jenis kelamin yang berbeda. Kelompok
110 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
bermainnya cenderung kelompok kecil,
Anak merasa bersalah atau tidak karena
tidak terlalu terorganisasi secara baku
motif yang mendasari perilakunya.
sehingga
kelompok
tersebut
cepat
berganti-ganti.
dini ditandai hal-hal berikut, antara lain:
Perkembangan moral pada anak usia sejalan
perkembangan
penghayatan ketuhanan pada anak usia
4. Perkembangan moral dan keagamaan
dini
Karakteristik
dengan
perkembangan
intelektual dan sosial emosinya.
Bagi
a) sikap keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya, b) Pandangan keTuhanan
yang
anthropormorph
Piaget (McLeod, 2009) perkembangan
(dipersonifikasikan),
moral merupakan kecenderungan untuk
secara rohaniah masih superficial (belum
menerima dan menaati sistem peraturan.
mendalam)
meskipun
Perkembangan moral anak usia dini
melakukan
atau
terbagi
berbagai kegiatan ritual, 4) Masalah ke-
atas
Premoral,
tiga
tahap,
yaitu:
a)
b) Moral Realism, dan (3)
Tuhanan
3)
Penghayatan
mereka
partisipasi
dalam
dipahamkan (menurut
telah
secara
Moral Relativism. Masing-masing tahap
ideosyncitric
memiliki karakteristik khusus, yaitu :
pribadinya)
Pada tahap premoral anak menghayati
kemampuan kognitifnya yang masih
peraturan sebagai suatu hal yang tak
bersifat egocentris (memandang segala
dapat diubah, karena berasal dari otoritas
sesuatu dari sudut dirinya).
sesuai
khayalan
dengan
taraf
yang dihormatinya. Anak menaati aturan
Berdasarkan uraian tersebut, maka
otoritas untuk menghindari hukuman
dapat disimpulkan bahwa perkembangan
otoritas yang ada diluar dirinya.
Pada
fisik motorik, kognitif, sosial emosi dan
tahap moral realism, muncul kesadaran
moral keagamaan anak usia dini memiliki
anak akan aturan. Perilaku anak sangat
karakteristik tersendiri. Untuk mencapai
dipengaruhi oleh aturan yang berlaku dan
tumbuh kembang yang optimal, maka perlu
konsekuensi yang harus ditanggung anak
peran serta orang tua. Tahun-tahun pertama
atas perbuatannya, c). Tahap moral
kehidupan anak merupakan kurun waktu
relativism, pada tahap ini perilaku anak
yang
sudah
keberhasilan
didasarkan
atas
berbagai
sangat
penting
dan
menentukan
perkembangan
selanjutnya.
pertimbangan moral yang kompleks yang
Munculnya
gangguan,
kelainan/
ada dalam dirinya. Perkembangan moral
penyimpangan pada anak apabila tidak
dipengaruhi oleh upaya membebaskan
diintervensi secara dini akan menghambat
diri dari ketergantungan pada orang tua,
tumbuh kembang anak selanjutnya. Untuk
meningkatkan interaksi dengan sesama.
itu anak memerlukan pengasuhan dan
Family Well-being dan Aplikasi dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak : Kajian Berdasarkan The Tower Hamlets Family Well-being Model | 111 Na’imah, T. [hal.107-120]
perawatan yang bersifat promotif, preventif,
mengkaji
dan rehabilitatif.
dimensi pemenuhan kebutuhan anak dan
Hasil
studi
Zeitlin
kesejahteraan
keluarga
dari
(2000)
orang tua termasuk pemenuhan kebutuhan
menunjukkan bahwa anak yang diasuh
bagi anak yang berkebutuhan khusus.
orang tua
dengan baik akan memiliki
Penulis beranggapan bahwa model ini lebih
tingkat perkembangan yang baik. Stimulasi
komprehensif dibanding model lainnya.
perkembangan anak usia dini membutuhkan
Oleh karena itu perlu dikaji bagaimana
peran serta orang tua. Hal ini juga
aplikasi The Tower Hamlets Family Well-
menunjukkan bahwa kualitas hubungan
being Model dalam optimalisasi tumbuh
antara orang tua dengan anak itu penting
kembang anak usia dini.
untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Menurut Fahey, et al (2012) kualitas
Family Well-being
hubungan ini menjadi salah satu indikator kesejahteraan keluarga (family well-being). Konsep
kesejahteraan
Konsep well-being secara umum menjelaskan
bahwa
well-being
keluarga
(kesejahteraan) tercapai jika terpenuhinya
(family well-being) banyak dikaji para ahli
semua kebutuhan manusia dari kebutuhan
dari berbagai sudut pandang. Fahey et al
dasar sampai kebutuhan aktualisasi diri
(2012)
(Clarke,
mengkaji
keluarga
itu
multidimensional,
konsep kesejahteraan
sebagai karena
konsep
dan
anak.
Dari
tercapainya
kebebasan
yang
emosional dan optimalnya sumber daya
kesejahteraan
manusia yang ada (McGregor & Kebede,
keluarga menyangkut kesejahteraan orang tua
2005),
dimensi
2003).
anak,
Beberapa
konsep
tersebut
juga
kesejahteran keluarga bisa dilihat dari
digunakan untuk mengkaji family well-
perkembangan kognisi, sosial emosi dan
being, namun ada beberapa perbedaan
kesehatan fisiknya. Jika dilihat dari dimensi
pandangan
orang tua, kesejahteraan keluarga bisa
merupakan suatu unit yang unik dan
dilihat
kesejahteraan keluarga sangat tergantung
dari kesehatan fisik,
kesehatan
mengingat
kesejahteraan
bahwa
keluarga
mental, ketersediaan perumahan dan akses
pada
individual
dan
informasi.
mempengaruhi kesejahteraan masyarakat (
Selanjutnya, Hird’s model of well-
Wollny et all, 2010). Oleh karena konsep
being (Milligan, 2006) mengkaji family
family well-being (kesejahteraan keluarga)
well-being
kesejahteraan
dapat dikaji dari beberapa dimensi karena
objektif dan kesejahteraan subjektif. Model
kesejahteraan keluarga merupakan gabungan
lain adalah The Tower Hamlets Family
dari kesejahteraan fisik, sosial, ekonomi dan
Well-being Model ( Acland, 2011)
psikologis.
dari
dimensi
yang
112 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
Teori
Baldwin
(1996)
mengkaji
ini The Australian Bureau of Statistics
family well-being dari 3 dimensi, yaitu : 1)
(ABS) mengembangkan model family well-
dimensi
being.
pemenuhan
kebutuhan
materi
Model
ini
menjelaskan
bahwa
keluarga, antara lain sandang, pangan dan
kesejahteraan keluarga tercapai tergantung
perumahan.
pada struktur keluarga, pemenuhan fungsi
Dalam
teknis
pemenuhan
kebutuhan ini keluarga harus berbasis pada
keluarga
aspek sosial budaya, 2) dimensi komunikasi
Kesejahteraan keluarga itu terdiri dari
dan perilaku moral keluarga. Dalam hal ini
kesejahteraan individual dan kesejahteraan
komunikasi dalam keluarga penting untuk
sosial yang terbentuk dari masyarakat
mentransmisi
budaya,
nilai-nilai,
dan
sekitar. Model ini melakukan kajian secara
membentuk
identitas
individu
dan
komprehensif dan global, sehingga cocok
kelompok. Keluarga juga merupakan tempat
digunakan untuk menentukan kebijakan
dimana
publik berkaitan dengan kesejahteraan sosial
anak mendapatkan pengalaman
hidup melalui pengasuhan sehingga bisa tertanam nilai-nilai kekuasaan
dan
moral,
3) dimensi
emansipasi,
artinya
dan
transisi
keluarga.
masyarakat umum. Teori selanjutnya adalah teori sistem keluarga
yang
menjelaskan
bahwa
kekuasaan orang tua dalam keluarga harus
kesejahteraan keluarga dapat dilihat dari
disampaikan
yang
kesejahteraan psikososial anggota keluarga
berorientasi pada kesepakatan bersama.
dengan mempertimbangkan kompleksitas
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat
keluarga, hubungan antar anggota keluarga
digaris bawahi bahwa family well-being
dan dinamika keluarga (Bonomi et al, 2005).
dapat tercapai jika kebutuhan keluarga
Berdasarkan
terpenuhi, terjalin komunikasi yang baik
dikembangkan The Tower Hamlets Family
antar
adanya
Well-being Model (Acland, 2011). Makalah
komunikasi dialogis dalam mewujudkan
ini akan mengkaji isi The Tower Hamlets
otoritas orang tua.
Family Well-being Model dan aplikasinya
melalui
anggota
komunikasi
keluarga
dan
Pendapat berbeda disampaikan oleh Voydanoff’s (2007) yang mengkaji konsep
teori
tersebut,
maka
dalam optimalisasi tumbuh kembang anak usia dini.
family well-being dari teori ekologi dan menyimpulkan bahwa keluarga dikatakan
The Tower Hamlets Family Well-being
sejahtera jika tercapai kesejahteraan fisik,
Model
sosial dan lingkungan karena kesejahteraan
Model ini dikembangkan di Tower
individu dan kesejahteraan keluarga tidak
Hamlets, London oleh Acland (2011).
bisa
kesejahteraan
Model ini dapat digunakan sebagai panduan
ekosistem secara luas. Berdasarkan konsep
orang tua maupun profesi yang berkaitan
dipisahkan
dengan
Family Well-being dan Aplikasi dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak : Kajian Berdasarkan The Tower Hamlets Family Well-being Model | 113 Na’imah, T. [hal.107-120]
langsung dengan anak untuk memberikan
pemenuhan
dukungan bagi kesejahteraan anak dan
kebutuhan layanan kesehatan, pendidikan,
keluarga. Tujuan dari model ini adalah
dan perumahan.
untuk
Tahap 2 : Pemenuhan kebutuhan tambahan,
mendukung
keluarga
mencapai
kebutuhan
umum
adalah
potensi yang optimal dengan cara memenuhi
karena
kebutuhan umum, kebutuhan tambahan dan
memiliki kebutuhan yang lebih kompleks
kebutuhan
atau lebih khusus dan berbeda dengan
khusus.
Model
ini
juga
kadang-kadang sebuah keluarga
memberikan struktur yang jelas dalam
keluarga
lainnya.
koordinasi, konsultasi dan kerjasama antar
kebutuhan
instansi dalam memenuhi kesejahteraan
menjalin kerjasama atau koordinasi dengan
keluarga. Proses pemenuhan kebutuhan
pihak eksternal atau bisa juga melakukan
dilakukan secara bertahap, sesuai dengan
referal ke lembaga terkait. Misalnya, untuk
tingkat kebutuhannya. Secara lebih jelas,
keluarga yang memiliki anggota yang rentan
gambaran model itu dapat dilihat dalam
terhadap
gambar 1.
pemenuhan kebutuhan tambahannya bisa
ini
Dalam
pemenuhan
memungkinkan
masalah
sosial
keluarga
emosi,
maka
Menurut model tersebut kesejahteraan
dilakukan dengan bekerjasama dengan guru
keluarga bisa tercapai melalui 3 tahap dan
atau konselor di sekolah atau pihak lain
diawali dengan menemukan kebutuhan yang
yang berkompeten.
harus dipenuhi keluarga, sehingga dapat
Tahap 3 : Pemenuhan kebutuhan khusus,
ditentukan bagaimana orang tua harus
yaitu layanan untuk memenuhi kebutuhan
merespon kebutuhan anak di setiap tingkat.
khusus keluarga, misalnya perlindungan
Adapun
hukum bagi anggota keluarga, pendidikan
tahap
pemenuhan
kebutuhan
keluarga diuraikan berikut ini :
khusus
Tahap 1 : pemenuhan kebutuhan umum
kebutuhan khusus atau layanan kesehatan
untuk seluruh anggota keluarga, termasuk
rutin bagi anggota keluarga yang memiliki
anak yang memiliki kebutuhan khusus.
penyakit dengan pengobatan khusus. Dalam
Pemenuhan kebutuhan umum ini bersifat
hal ini koordinasi dan kerjasama dengan
preventif dan bertujuan untuk menciptakan
pihak eksternal harus dilakukan, misalnya
rasa
dengan ahli hukum, dokter, atau psikolog.
aman
dalam
keluarga.
Contoh
untuk
anggota
yang
memiliki
114 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
TAHAP 3 KHUSUS; intervensi untuk masalah khusus
BORDERLINE : Didasarkan pada tindakan sebelum referal
TAHAP 2 : TARGET Jika ada kebutuhan yang bersifat khusus, perlu dukungan pihak lain
Jika ada kebutuhan kompleks maka perlu keterlibatan pihak lain selain keluarga
TAHAP 1 : UMUM Layanan prefentif bersifat umum dengan pendekatan differensial dan inklusif
Gambar 1. The Tower Hamlets Family Well-being Model Berikut ini contoh indikator kebutuhan dan karakteristik anak usia dini setiap tahap : Tabel 1. Kebutuhan dan karakteristik anak usia dini TAHAP 1 - Kondisi kesehatan anak baik dan memiliki akses yang baik dengan lembaga kesehatan - Anak terlibat dalam kegiatan kelompok usianya - Anak mampu berkomunikasi dengan orang lain - Anak memiliki konsep diri yang baik - Anak memiliki keterampilan hidup
TAHAP 2 - Kondisi kesehatan anak kurang baik dan mempengaruhi aktifitas sehari-hari - Anak beresiko terkena penyalahgunaan narkoba - Anak beresiko terkena masalah sosial - Anak kurang mampu berkomunikasi - Anak menjadi korban bullying
TAHAP 3 - Anak mengalami gangguan perkembangan - Anak terlibat tindakan kriminal - Anak mengalami gangguan perilaku - Anak mengalami kesulitan belajar - Anak tidak memiliki keterampilan hidup yang baik
Family Well-being dan Aplikasi dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak : Kajian Berdasarkan The Tower Hamlets Family Well-being Model | 115 Na’imah, T. [hal.107-120]
Berdasarkan indikator tersebut, maka orang
tua
bisa
menentukan
strategi
Aplikasi Dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak
pemenuhan kebutuhan setiap tahap. Apabila pemenuhannya tercapainya
tepat
family
akan
mendukung
well-being.
Strategi
Apabila The Tower Hamlets Family Well-being Model ini diterapkan untuk optimalisasi tumbuh kembang anak, maka
pemenuhannya antara lain dengan : 1)
tetap
Orang tua memberikan makanan, minuman
pemenuhan kebutuhan yang bertingkat dan
dan kehangatan sesuai kebutuhan anak, 2)
keterlibatan pihak lain di luar struktur
Orang tua selalu memberi support pada
keluarga.
anak, 3) Orang tua memberikan dukungan
mendasarkan
pemikiran
pada
Aplikasi setiap tahap di uraikan
terhadap pendidikan anak, 4) Orang tua
sebagai berikut :
menjalin komunikasi yang baik dengan
Tahap 1 : Kebutuhan umum
anak.
Optimalisasi perkembangan fisik Berdasarkan uraian tersebut, maka
motorik anak usia dini dapat dilakukan
The Tower Hamlets Family Well-being
dengan
Model ini memberikan gambaran konsep
pemberian gizi yang baik, layanan kesehatan
family well-being dengan melalui tiga tahap
yang baik dan pemberian kesempatan
pemenuhan kebutuhan keluarga. Model ini
melatih kelenturan motoriknya. Pemenuhan
memiliki
pencapaian
gizi yang baik sangat dibutuhkan anak
dilakukan
karena anak dengan status gizi yang baik
kelebihan
karena
kesejahteraan keluarga orang
tua
dengan
dapat
bekerjasama
dan
memenuhi
kebutuhan
makan,
akan mempengaruhi tumbuh kembang aspek
koordinasi dengan pihak lain di luar
lainnya
keluarga yang memiliki kewenangan atau
menstimulasi perkembangan motorik orang
keahlian sesuai dengan kebutuhan keluarga.
tua dapat melakukan dengan cara melatih
Hal
anak melompat dengan satu kaki, melatih
ini
menujukkan
bahwa
keluarga
(Mc
Gregor,
bulatan,
1995).
merupakan bagian dari sistem masyarakat
menggambar
yang tidak bisa berdiri sendiri. Model ini
berjingkat dan naik turun tangga (Briawan
juga memandang bahwa kebutuhan keluarga
&
itu bertahap, mulai dari kebutuhan umum,
perkembangan fisik motorik ini berkaitan
kebutuhan tambahan dan kebutuhan khusus.
dengan
Dengan demikian pemenuhan kebutuhan
terutama pada masa balita (Dariyo, 2007).
keluarga harus bersifat differensial dan
Seorang
berbasis pada tingkat kebutuhannya.
koordinasi gerakan tangan, kaki maupun
Herawati,
melatih
Untuk
2008).
perkembangan
anak
akan
berjalan,
Optimalisasi
kognitif
dapat
anak
melakukan
116 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
kepala secara sadar setelah saraf-saraf
keluarga dan melatih empati dan peduli pada
maupun otot bagian organ telah berkembang
orang lain (Ali & Yeni, 2005).
secara
memadai.
perkembangan dengan
Artinya
kognitif
kematangan
bahwa
harus
diiringi
lingkungannya
anak
memerlukan
Untuk
pemahaman moral yang baik. Hal ini
merangsang perkembangan kognitif anak
mengingat bahwa dalam berinteraksi dengan
diperlukan interaksi dengan lingkungannya
orang lain tidak hanya menuntut kecerdasan
antara
orang secara kognitif, akan tetapi diperlukan
lain
fisiologis.
Dalam penyesuaian sosial dengan
dengan
memegang,
bergerak,
mendengar,
melihat, mencium,
kecerdasan
afektif
dan
psikomotor.
merasakan sesuatu dan melakukan interaksi
Kecerdasan afektif dapat dikembangkan
sosial dengan lingkungannya. Hal ini terkait
melalui pendidikan moral. Berkaitan erat
dengan
dengan
tempat
beradaptasi
pertama
dengan
anak
belajar
lingkungan
moralitas
anak
adalah
yaitu
perkembangan keagamaan. Perkembangan
keluarga. Agar anak dapat tumbuh dengan
nilai-nilai agama artinya perkembangan
optimal,
dalam
diperlukan
lingkungan
yang
kemampuan
kondusif. Orang tua memiliki peranan yang
mempercayai,
sangat
menciptakan
kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang
lingkungan guna merangsang potensi yang
Pencipta, dan berusaha menjadikan apa yang
dimiliki oleh anak (Dariyo 2007). Hal ini
dipercayai sebagai pedoman dalam bertutur
sesuai dengan teori
kata, bersikap dan bertingkah laku dalam
2002)
penting
dalam
Vygotsky (Santrock,
yang menyatakan interaksi sosial
dan
memahami,
menjunjung
tinggi
berbagai situasi.
memainkan peran dalam perkembangan
Menurut Siswoyo (2005) pendidikan
kognitif, terutama kondisi sosial budaya
moral
lingkungan. Oleh karena itu jika family well-
menggunakan pendekatan
being
klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan
dapat
memberi
stimulasi
perkembangan kognitif. Selanjutnya,
untuk
anak
usia
pembiasaan dalam perilaku.
dini
dapat
indoktrinasi,
Sedangkan
optimalsisasi
menurut Harms (dalam Suryani, 2008)
perkembangan sosial emosi anak usia dini
pengembangan nilai-nilai agama pada anak
dapat dilakukan orang tua dengan cara
usia dini menjadi efektif jika dilakukan
menanggapi dan memahami perasaan anak ,
melalui cerita-cerita yang di dalamnya
melatih pengendalian diri dan mengelola
terkandung ajaran-ajaran agama. Dengan
emosi, menerapkan disiplin dengan konsep
demikian daya fantasi anak berperan dalam
empati , melatih ketrampilan komunikasi
menyerap nilai-nilai agama yang terdapat
dan sosial, menciptakan iklim positif dalam
dalam cerita yang diterimanya.
Family Well-being dan Aplikasi dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak : Kajian Berdasarkan The Tower Hamlets Family Well-being Model | 117 Na’imah, T. [hal.107-120]
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa optimalisasi tumbuh
yang kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
kembang anak usia dini pada aspek fisik
Pemenuhan kebutuhan khusus ini
motorik, kognitif, sosial emosi dan moral
diatur dalam UU no 23 tahun 2002 tentang
keagamaan dilakukan orang tua dengan
perlindungan anak pasal 53 yang berbunyi :
memenuhi kebutuhan universal anak, yaitu dengan memberikan pengasuhan yang tepat, menciptakan iklim keluarga yang positif, memberi layanan kesehatan dan memberi teladan yang baik.
Realisasi dari UU itu, terutama untuk
Tahap 2 : Pemenuhan Kebutuhan
memenuhi
tambahan
tandai dengan kemampuan keluarga itu dalam memenuhi kebutuhan tertentu bagi anak yang beresiko, misalnya anak beresiko terkena gangguan perilaku, anak yang beresiko terkena penyakit atau anak yang beresiko terkena masalah sosial. Sebagai
contoh
hasil
penelitian
anak dari keluarga miskin lebih berrisiko memiliki masalah pada kesehatan mental dan penyesuaian diri termasuk kejahatan, penyalahgunaan obat-obatan, kehamilan dini, kekerasan dan putus sekolah. Selain itu, hubungan
yang tinggi
antara
kemiskinan dengan meningkatnya gejala depresi dan kecemasan (Buckner, Beardslee, Bassuk,
2004).
Keadaan
ekonomi
keluarga berperan dalam perkembangan anak dan menentukan tingkat kesejahteraan keluarga.
Kondisi
sosial
pendidikan
anak
miskin
mengembangkan
dari
pemerintah
jalur pendidikan luar
sekolah atau pendidikan non formal, dalam hal ini pendidikan kesetaraan SD dan SLTP, SMA (Paket A, Paket B dan Paket C) yang digratiskan bagi anak yang putus sekolah. Anak dari keluarga miskin perlu dibekali dengan keterampilan-keterampilan sehingga
Dryfoos (1990) menunjukkan bahwa anak-
&
hak
keluarga
Dalam hal ini, family well-being di
terdapat
“Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma- cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil”.
yang
serba
kekurangan akan menyebabkan kondisi
anak
memiliki
memiliki
kepercayaan
orientasi
masa
diri
depan
dan yang
realistik. Orang
tua
dapat
memenuhi
kebutuhan tambahan berupa berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, antara lain : 1) mengikuti program program pemberian makanan tambahan bagi anak-anak miskin di sekolah. Secara khusus program ini dirancang untuk memperbaiki gizi anakanak, sekaligus mendorong agar anak-anak baik laki-laki maupun perempuan miskin bisa terus melanjutkan pendidikannya, 2) program
pemberian
bantuan
sarana
pendidikan untuk sekolah di daerah miskin
118 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
dan beasiswa kepada anak-anak miskin, 3)
Realisasi dari UU tersebut antara lain bisa
mengikuti
dilakukan orang tua dengan mempelajari
kesehatan
program melalui
pendampingan
Posyandu
maupun
Posdaya (Pos pemberdayaan Keluarga).
secara detil tentang kekhususan anaknya karena
orang
tua
harus
melayaninya,
Uraian tersebut menunjukkan bahwa
mengasuhnya, melakukan intervensi, dan
family well-being bisa tercapai jika keluarga
mendidiknya dengan cara-cara yang sesuai
mau berinteraksi dengan masyarakat dan
dengan karakteristiknya itu. Untuk itu orang
berpartisipasi dalam program-programnya.
tua membutuhkan diagnosa yang tepat.
Koordinasi dan kerjasama yang dilakukan
Selama ini orang tua dengan anak
keluarga merupakan bentuk dari upaya
berkebutuhan khusus sering melakukan
pemenuhan kebutuhan tambahan bagi anak
“Shopping doctor” yaitu mencari kejelasan
dan anggota keluarga lainnya.
akan diagnosa anaknya. Sebab dari dokter
Tahap 3: Pemenuhan Kebutuhan Khusus
satu ke dokter lain, dari psikolog satu ke
Dalam tahap ini untuk mencapai
psikolog
lain,
anaknya
mendapatkan
family well-being orang tua harus memenuhi
diagnosa berbeda-beda serta anjuran yang
kebutuhan-kebutuhan khusus bagi anak
berbeda-beda. Akibatnya banyak orang tua
yang
khusus.
yang merasa bosan, putus asa bahkan
Misalnya keluarga yang memiliki anak cacat
depresi dalam menghadapi anaknya yang
atau anak berkebutuhan khusus, orang tua
berkebutuhan khusus.
membutuhkan
perlakuan
harus memenuhi kebutuhan sesuai dengan
Seharusnya, jalur rujukan yang jelas
kekhususannya. Hal ini diatur dalam UU no
dibangun antara orang tua dengan pihak-
23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
pihak yang berkompeten. Hal ini dibutuhkan
pasal 70 yang berbunyi :
agar informasi yang diterima orang tua
“Perlindungan khusus bagi anak yang menyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui upaya : perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak; pemenuhan kebutuhankebutuhan khusus; dan memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu. Setiap orang dilarang memperlakukan anak dengan mengabaikan pandangan mereka secara diskriminatif, termasuk labelisasi dan penyetaraan dalam pendidikan bagi anak-anak yang menyandang cacat”.
menjadi jelas sehingga bisa memberikan pengasuhan yang tepat. Dalam sebuah penelitian tentang perkembangan anak diperoleh kesimpulan bahwa para orang tua, sekolah-sekolah, para penyedia jasa layanan masyarakat, dan berbagai pihak dapat membantu anak-anak berkembang menjadi orang yang sehat dan produktif dengan bekerja sama membangun lingkungan yang sehat secara sosial (Berns, 2007). Hallahan (2009) juga mengatakan bahwa dukungan sosial perlu diberikan
Family Well-being dan Aplikasi dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak : Kajian Berdasarkan The Tower Hamlets Family Well-being Model | 119 Na’imah, T. [hal.107-120]
untuk anak berkebutuhan khusus untuk
optimal. The Tower Hamlets Family Well-
meningkatkan kesejahteraan psikologis dan
being
kesejahteraan keluarganya.
bagaimana sebuah keluarga bisa mencapai
Berdasarkan uraian tersebut, maka
Model
memberikan
panduan
well-being sehingga bisa mengoptimalkan
family well-being dapat ditercapai jika
tumbuh
keluarga memenuhi kebutuhan khusus anak,
memberikan panduan bahwa family well-
yaitu
dan
being bisa tercapai jika orang tua bisa
dengan
memenuhi tiga tingkat kebutuhan, yaitu
memberi
memberi
dukungan
pendidikan
sosial
sesuai
kekhususannya.
kembang
anak.
Model
ini
kebutuhan umum, kebutuhan tambahan dan kebutuhan khusus bagi anak dan anggota keluarganya.
Simpulan dan Saran Anak usia dini memiliki karakteristik
Bagi penulis
atau peneliti
yang
perkembangan fisik motorik, kognitif, sosial
berminat untuk meneliti tentang family well-
emosi dan moral keagamaan yang khas.
being, maka perlu menambahkan tentang
Untuk
berkewajiban
kajian sosial budaya, karena kondisi sosial
memberikan stimulasi yang tepat agar anak
budaya dimana keluarga itu berada akan
bisa mencapai tumbuh kembang yang
mempengaruhi sistem keluarga.
itu
orang
tua
DAFTAR PUSTAKA
Acland, S. (2011). “The Tower Hamlets Family Well-being Model”, dalam www.webfronter.com Ali, N., dan Yeni, R., (2005). Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta: Penerbit UniversitasTerbuka. Baldwin, E.E. (1996). “Family Well-being : A Conceptualization Guide to Professional Parctice”, paper dalam Toward a Theory of Family Well–Being, presented at the Annual Meeting of the American Association of Family and Consumer Sciences Nashville, Tennessee June 29-30, 1996 Berns, Roberta M. (2007). Child, Family, School, Community. 6 th ed. USA: Wadsworth. Bonomi, A.E., Boudreau, D.M., Fishman, P.A., Meenan, R.T., Revicki, D.A. (2005) Is “a family equal to the sum of its parts? Estimating family-level well-being for cost-effectiveness analysis” .dalam Quality of Life Research, 14, 1127–1133. Briawan D, Herawati T. (2008). “ Peran Stimulasi Orang tua Terhadap Perkembangan Anak Balita Keluarga Miskin” . Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen Vol 1 No 1. Januari, 2008. Buckner, J. C., Beardslee, W. R., & Bassuk, E. L. (2004). Exposure to violence and low income children’s mental health: Direct, moderated, and mediated relations. American Journal of Orthopsychiatry, 74, 413–423. doi: 10.1037/0002-9432.74.4.413
120 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
Clark, D.A. (2005). The capability approach: its development, critiques and recent advances. Research Paper GPRG-WSP-032. Economic and Social Research Council: Global Poverty Research Group. Institute for Development Policy and Management: University of Manchester Dariyo A. (2007). Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: Dryfoos, J. (1990). Adolescents at risk: Prevalence and prevention. New York: Oxford University Press. Fahey, T., Keilthy, P., and Polek, E. (2012). Family Relationships and Family Well-Being: A Study of the Families of Nine Year-Olds in Ireland. University College Dublin and the Family Support Agency, Dublin Hallahan, D.P., Kauffman, J.M., & Pullen, P.C. (2009). Exceptional learners: An introduction to special education. Boston: Pearson. Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (terjemah : Istiwidianti dan Soedjarwo ) . Jakarta: Erlangga Macgregor, C.A. and Sheerin, D. (2006). “Family life and relationships in the health of the nation outcome scales for children and adolescents”. Psychiatric Bulletin, 30, 216–219. McLeod, S. A. (2009). Jean Piaget http://www.simplypsychology.org/piaget.html
Cognitive
Theory. Retrieved
from
Milligan, S., Fabian, A., Coope, P., & Errington, C. (2006). Family Well-being Indicators from the 1981–2001 New Zealand Censuses, New Zealand : The University of Auckland & University of Otago Morrison, G. S. (1988). Early childhood education today. 4 th ed. Columbus: Merril Publishing Company. Rahman, U. (2009). “Karaktersitik perkembangan Anak Usia Dini”, dalam Lentera Pendidikan, Vol. 12, No.1, Juni 2009: 46-57. Santrock JW. (2002). Life span development 8th edition. USA: Mc Graw Hill. Siswoyo, D. (2005). Metode Pengembangan Moral Anak Prasekolah. Yogyakarta: FIP UNY. Suryadi, A., 2007. “Kebijakan Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)” Makalah disampaikan dalam Diskusi tentang “Problem Pendidikan Nasional” di UMP Suryani, L. (2008). Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung : Rosda. Voydanoff, P. (2007). Work, family, and community. Exploring interconnections. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Wollny, I., Apps, J., Henricson, C. (2010). Can Government Measure Family Well-being? A Literature Review, London : Family & Parenting Institute. Zeitlin. M. (2000). Peran Pola Asuh Anak : Pemanfaatan Hasil Studi Penyimpangan Positif Untuk Program Gizi. Jakarta : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. UPI.