Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Andriani, Bachtiar, Tahlil
Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA Transcultural Factors Towards The Mother Perception Of The Helath Of Toddler Whith Acute RRespiration Disease (ARD) Dina Andriani BR Karo 1, Bakhtiar2, Teuku Tahlil1 1
Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala Bagaian Pediatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala
2
Abstrak Keperawatan transkultural merupakan suatu area utama keperawatan yang berfokus pada aspek budaya dan sub budaya yang berbeda, yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, nilai-nilai, keyakinan tentang sehat dan sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of knowledge yang ilmia dan humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor transkultural terhadap persepsi tentang kesehatan pada ibu dengan balita ISPA. Penelitian ini bersifat kuantitatif yang menggunakan desain korelasional dengan pendekatan cross sectional. Tehnik pengumpulan sampel yang digunakan propotional sampling terhadap 100 ibu dengan balita ISPA di Kota Banda Aceh.Analisa data dilakukan dengan uji Regresi Logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor teknologi, nilai budaya dan gaya hidup, peraturan dan kebijakan, ekonomi dan pendidikan berpengaruh terhadap persepsi ibu dengan balita ISPA (p< 0.05) , sedangkan faktor keagamaan dan falsafah hidup, sosial dan kekerabatan tidak berpengaruh terhadap persepsi ibu dengan balita ISPA (p>0.05). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak semua faktor transkultural mempengaruhi persepsi ibu dengan Balita ISPA. Direkomendasikan kepada Puskesmas dan pihak terkait dapat meningkatkan persepsi kesehatan terhadap ibu dalam penanganan ISPA pada Balita. Kata kunci:Transkultural, ISPA, Ibu Abstract Transcultural nursing is a main area of nursing that focuses on different cultural and sub-cultural aspects, that appreciates caring behaviors, nursing services, values, beliefs about health and illnes, and behaviorel patterns that aim to develop scientific and humanistic body of knowledge, in order to give a nursing practice in particular cultures. The purpose of this study was to find out the influence of transcultural factors towards the mother perception of the health of toddlers with Acute Respiratory Disease (ARD). This study was qualitative study that used correlational design with cross sectional approach. Sampling technique used was propotional sampling with the number of respondents of 100mothers with toddler with ARD in Banda Aceh City. Data was analyzed by logistic regression. The results of the study showed that the technology, cultural value and life style, rules and policies, economic, and education factors influenced the mother perception of the health toddlers with ARD (p<0.05), while the religion and philosophy of life, social and kinship factors did not influence the mother perception of the health toddlers with ARD (p>0.05). Based on this study, it can be conclude that not all transcultural factors influences the mother perception of the health toddlers with ARD. It is recommended to community health centers and related institutions to be able to improve the mother perception of the health in handling the ARD of toddlers. Keywords: Transcultural, ARD, Toddler, and Mother * Korespondensi : , Mariyati Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Email :
[email protected]
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Andriani, Bachtiar, Tahlil
menular pada balita di Kota Banda Aceh
Pendahuluan Infeksi
Saluran
Pernafasan
Akut(ISPA)
(Dinas Kesehatan Aceh, 2013).
merupakan masalah utama yang paling
Prevalensi ISPA pada balita yang tinggi
umum terjadi di pelayanan kesehatan seperti
merupakan masalah kesehatan yang serius.
puskesmas dan rumah sakit.World Health
Kebiasaan masyarakat yang menganggap
Organization (WHO) menyatakan bahwa
penyakit ISPA atau lebih dikenal sebagai
pada tahun 2012 di dunia kasus ISPA pada
penyakit batuk dan pilek sebagai akibat
balita sebanyak 78%. WHO juga melapor
pergantian musim yang biasa dan ringan
bahwa pada tahun 2012 seperlima dari
memberikan
kematian balita atau sekitar 12 juta balita di
prevalensi penyakit ISPA secara signifikan.
negara berkembang seperti Bangladesh,
Padahal penyakit ISPA apabila tidak ditangani
India,
dengan
Indonesia,
Myanmar
dan
Nepal
kontribusi
serius
dapat
meningkatnya
mengakibatkan
disebabkan ISPA. Angka kematian balita
komplikasi yang fatal terutama pada balita
akibat ISPA di negara berkembang tersebut
(Depkes RI, 2002).
merupakan 40% dari angka kematian balita akibat ISPA didunia (WHO, 2012).
Selain dari pada itu peningkatan prevalensi ISPA pada balita tidak terlepas dari kebiasaan
Persentase balita yang mengalami ISPA di
atau budaya yang diyakini oleh masyarakat
Indonesia pada tahun 2012 adalah 18.2% dan
dalam merawat balita yang menderita ISPA.
meningkat pada tahun 2013 menjadi 38.8%.
Umumnya masyarakat atau keluarga dengan
Di Provinsi Aceh, prevalensi ISPA pada tahun
anak balita yang mengalami ISPA cenderung
2012 tercatat sebesar 63,78% dan meningkat
melakukan
menjadi 70,36%, pada tahun 2013. ISPA
membeli obat batuk dan pilek di toko obat
merupakan urutan pertama dari 10 jenis
atau memberikan pengobatan tradisional.
penyakit menular pada balita di Aceh. Data
Padahal penyakit ISPA dengan gejala batuk
dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh,
dan pilek yang tidak sembuh dalam tiga hari
menunjukkan bahwa prevalensi ISPA di Kota
memerlukan
antibiotik
Banda Aceh adalah 50,91% pada tahun 2012
penanganannya,
melalui
dan 46,8% pada tahun 2013, ISPA menduduki
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
urutan pertama dari 10 jenis penyakit
seperti Puskesmas. Perilaku masyarakat atau keluarga
pengobatan
dalam
sendiri
seperti
dalam pemeriksaan
memanfaatkan
fasilitas
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Andriani, Bachtiar, Tahlil
pelayanan kesehatan yang ada
seperti
membantu keluarga untuk merawat balita,
Puskesmas sangat dipengaruhi oleh budaya
sehingga
memberikan
kontribusi
untuk
atau kultur masyarakat ditempat keluarga
meningkatkan kualitas kesehatan keluarga
tersebut tinggal (Depkes RI, 2002). Model yang paling tepat untuk memahami Kondisi seperti yang digambarkan di atas juga
pengaruh faktor-faktor dimensi sosial budaya
diperkuat dengan studi pendahuluan melalui
terhadap kesehatan khususnya balita dengan
wawancara yang peneliti lakukan terhadap
ISPA adalah Sunrise Modelyang dikemukakan
10 orang ibu yang memiliki balita dengan
oleh
ISPA
Tomey
atau
batuk
dan
pilek
diwilayah
Madeleine &
Leininger(1981,
Alligood,
2006).
Model
ini
KecamatanBanda Raya dan Kecamatan Jaya
mengidentifikasi
BaruKota Banda Aceh. Hasil wawancara
budaya
tersebutmengidentifikasikan
mempengaruhi kesehatan dan terjadinya
bahwa
30%
sejumlah
dikutip
(transkultural)
yang
dapat
penyakit
ISPA atau batuk dan pilek akan membeli obat
masyarakat yaitu faktor teknologi, agama dan
sendiri
mereka
filsafat, hubungan kekerabatan dan sosial,
menganggap ISPA merupakan penyakit yang
nilai-nilai budaya dan gaya hidup, politik dan
biasa dan ringan. Selanjutnya juga 50% besar
hukum, ekonomi dan pendidikan ini penting
ibu-ibu tersebut mengatakan bahwa penyakit
terutama dalam perawatan balita dengan
batuk dan pilek menandakan anaknya mau
ISPA, karena lingkungan dan budaya secara
bertambah
langsung
toko
besar,
obat
20%
karena
ibu
membawa
individu,
sosial
besar ibu-ibu yang memiliki balita dengan
ke
pada
faktor
berpengaruh
keluarga
pada
dan
standar
anaknya kedokter untuk mengobatan lebih
perawatan yang diberikan keluarga kepada
lanjut.
balita dengan ISPA (Sagar, 2012).
Merujuk pada hasil studi pendahuluan
Leininger (1981, dikutip Tomey & Alligood,
tentang penanganan ISPA pada balita oleh
2006)
keluarga
mempunyai
di atas, makadirasa perluuntuk
mengatakan
bahwa
pengaruh
luas
budaya terhadap
memperdalam konteks sosial budaya yaitu
kehidupan suatu keluarga. Hal ini dapat
memahami kontribusi faktor-faktor sosial
memberikan pengaruh terhadap perilaku
budaya dalamperawatanbalita dengan ISPA,
kesehatan keluarga tersebut yang meliputi
khususnya di Kota Banda Aceh. Dengan
kebiasaan
memahamisituasi
pergaulan
ini,
diharapkan
dapat
hidup sosial,
sehari-hari,
pekerjaan,
praktik
kesehatan,
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
pendidikan
anak,
Andriani, Bachtiar, Tahlil
perasaan,
kerentanan anak-anak terhadap ISPA. Selain
hubungan keibuaan, peranan masing-masing
itu, perawatan yang diberikan ibu pada balita
orang menurut umur. Lebih lanjut Leininger
dengan
menyatakan bahwa bentuk dari keyakinan,
mengidentifikasi bahwa beberapa ibu tidak
nilai-nilai, kultur dan norma yang ada didalam
peduli terhadap paparan pada anak-anak
keluarga
yang rentan terhadap reaksi alergi, seperti
dapat
ekspresi
mempengaruhi
derajat
kesehatan keluarga tersebut.
ISPA.
Hasil
penelitian
tersebut
asma dan rinitis alergi seperti debu, kutu, dan bulu binatang (Silva, Silva dan Reis, 2010).
Penelitian
tentang
transkultural
dan
perawatan balita dengan ISPA yang dilakukan
Melihat pentingnya pengaruh aspek sosial
oleh Silva, Silva dan Reis (2010) menunjukkan
budaya keluarga terhadap kesehatan balita
bahwa
dengan ISPA seperti yang telah diuraikan di
dimensibudaya
dengan
anak
dan
yang
dipengaruhiolehfaktor
sosialibu-ibu
menderita teknologi,
ISPA
atas, maka peneliti tertarik untuk lebih
agama,
mendalami dan mengetahui pengaruh faktor-
filsafat, kekerabatan, nilai-nilai budaya, gaya
faktor
hidup, sertafaktorekonomi dan pendidikan.
tentang kesehatan pada keluarga balita
Hasil
dengan ISPA di Kota Banda Aceh tahun 2014.
penelitian
tersebut
juga
transkultural
terhadap
persepsi
menggambarkan bahwa faktor teknologi, agama
dan
kehidupan
filsafat, sosial
kekerabatan
dan
memfasilitasi
atau
Metodelogi Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
mendukung ibu-ibu di Distrik Cascadura, Rio
yang
de
memberikan
dengan pendekatan cross sectional. Pada
perawatan kepada balita dengan ISPA.
penelitian ini pengukuran dilakukan satu kali
Sedangkan faktor nilai-nilai budaya dan gaya
dalam
Janeiro,
Brazil
untuk
hidup, lingkungan rumah, faktor ekonomi
menggunakan
waktu
yang
untuk
memberikan
faktortranskultural
dengan ekonomi
ISPA. yang
kepada
Faktor-faktor
balita
sosial
menghambat
dan
proses
korelasional
bersamaan
dengan
menggunakan alat ukur berupa kuesioner
dan pendidikan menghambat ibu dalam perawatan
desain
mengetahui
pengaruh
terhadap
faktorpersepsi
tentang kesehatan pada ibuPopulasi dan sampel
perawatan balita dengan ISPA karena tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian
keluarga yang rendah sangat terkait dengan
yang akan diteliti (Dharma, 2011). Jumlah
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Andriani, Bachtiar, Tahlil
balita yang menderita ISPA dari bulan Mei
sangat banyak yang berpendidikan SMA
2013 sampai dengan April 2014 untuk
(83%) serta bersuku Aceh (89%).
masing-masing Puskesmas di Kota Banda Aceh
adalah
13.042.
Penelitian
ini
menggunakan perhitungan besar sampel menggunakan rumus Slovin (1960), dalam Dharma 2011) yang berjumlah 100 ibu, Teknik pengambilan menggunakan rumus propotional
sampling(Dharma,
2011).
Instrumen dari penelitian ini berbentuk lembar kuesioner telah melewati uji validitas dan
reliabilitas
dengan
menggunakan
Cronbach alfa dengan nilai >0,80. Penelitian ini dilaksanakan di beberapa Puskesmas di Kota Banda Aceh. Penelitian dilakukan
pada
bulan
Januari
sampai
Oktober 2014 dimulai penyusunan proposal, pengumpulan
data
dilanjutkan
Tabel 1 - Karakteristik Ibu Dengan Balita ISPA diKota Banda Aceh Tahun 2014 (n = 100)
Karakteristik
Jumlah F
Usia 1. 20-35 Tahun 2. 36-45 Tahun 3. 46-60 Tahun Tingkat Pendidikan 1. SMP 2. SMA 3. Perguruan Tinggi (PT) Penghasilan perbulan 1. < 1.550.000 2. 1.550.0003.100.000 3. > 3.100.000 Suku 1. Aceh 2. Non Aceh
%
71 17 12
71 17 12
5 83 12
5 83 12
10 69
10 69
21
21
89 11
89 11
dengan
pengolahan hasil serta penulisan laporan
Persepsi Ibu yang mempunyai balita ditunjukkan
penelitian. Adapun waktu pengambilan data
pada Tabel 2 berikut ini.
penelitian adalah dari tanggal 8 sampai 22 September2014
Tabel 2 - Ibu Dengan Balita ISPA berdasarkan Persepsi Kesehatan Di Kota Banda Aceh 2014 Persepsi Kesehatan
Frekuensi
Persentase
Ibu
(f)
(%)
Baik
60
60
Kurang
40
40
Hasil Karakteristik
responden
penelitian
ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa dari 100 orang ibu dengan
Berdasarkan tabel 2 di atas, maka dapat
balita
responden,
diketahui bahwa kebanyakanibu dengan
mayoritas berumur antara 20-35 tahun
balita ISPA (60%) mempunyai persepsi
(71%), dan mempunyai pendapatan ibu per
kesehatan yang baik.
ISPA
yang
menjadi
bulan 1.550.000-3.100.000 ( 69%),
dan
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Faktor-faktor
Andriani, Bachtiar, Tahlil
Transkultural
Terhadap
Banda Aceh mempunyai pemahaman yang
Persepsi Kesehatan Pada Ibu Dengan Balita
baik terhadap faktor peraturan dan kebijakan
ISPA ditunjukkan pada Tabel 3.
(58%), namun hanya beberpa yang memiliki pandangan
Tabel 3 - Faktor-faktor Transkultural Terhadap Persepsi Kesehatan Pada Ibu Dengan Balita ISPA Di Kota Banda Aceh Variabel
Jumlah F
%
Faktor Teknologi
yang
baik
terhadap
teknologi (42%), keagamaan dan falsafah hidup (39%), social dan kekerabatan (46%), nilai budaya dan gaya hidup (38%), ekonomi (34%), danpendidikan (42%).
1.
Baik
42
42
2.
Cukup
24
24
3.
Kurang
34
34
Hubungan faktor-faktor transkultural dengan persepsi Ibu Balita ISPA digambarkan pada
Faktor Keagamaan dan Falsafah Hidup 1. Baik 2. Cukup
39 23
39 23
3. Kurang
38
38
1. Baik
46
46
2. Cukup
26
26
3. Kurang
28
28
Faktor Sosial dan Kekerabatan
Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi kesehatan ibu dengan faktor teknologi (p=0.000), keagamaan dan falsafah hidup (p=0.000), sosial dan kekerabatan (p=0.001), nilai budaya
Faktor Nilai Budaya dan Gaya Hidup 1. Baik
38
38
2. Cukup 3. Kurang
32 30
32 30
Faktor Peraturan dan Kebijakan 1. Baik
58
58
2. Cukup
22
22
3. Kurang
20
20
1. Baik
34
34
2. Cukup
30
30
3. Kurang
36
36
Faktor Ekonomi
Faktor Pendidikan 1. Baik 2. Cukup
42 34
42 34
3. Kurang
24
24
dan gaya hidup (p=0.000),
peraturan dan kebijakan (p=0.011), ekonomi (p=0.000) dan pendidikan (p=0.013). Tabel 4 - Hubungan Faktor-faktor Transkultural Dengan Persepsi Ibu Di Kota Banda Aceh (n = 60) Faktorfaktor Transkultura l
Persepsi Ibu Kuran g n(%)
Total
a. Baik
37(61.7) 5(12.5)
42(42)
b. Cukup
18(30)
6(15)
24(24)
c. Kurang
5(8.3)
29(72.5)
34(34)
Baik n(%)
n(%)
2(5)
23(23)
kebanyakan ibu yang mempunyai balita
c. Kurang 8(13.3)
30(5)
38(38)
dengan ISPA di wilayah kerja Puskesmas
3. Sosial dan kekerabatan
diatas
menunjukkan
bahwa
0.000
2. Keagamaan dan falsafah hidup 8(20)
3
pvalue
1. Teknologi
31(51.7 ) 21(35)
Tabel
faktor
a. Baik b. Cukup
39(39) 0.000
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
a. Baik b. Cukup c. Kurang
31(51.7)
15 (37.5) 20(33.3) 6 (15) 9(15)
Andriani, Bachtiar, Tahlil
46(46)
11.48) mempunyai pengaruh yang signifikan 0.001
2626)
(p ≤ 0.05) terhadap persepsi kesehatan pada ibu dengan BalitaISPA.
19 (47).5 28(280
4. Nilai budaya dan gaya hidup a. Baik
35(58.3) 3(7.5)
38(38)
b. Cukup
22(36.7) 10(25)
32(32)
c. Kurang 5.
3(5)
27(67.5)
0.000
30(30)
Tabel 5 - Pengaruh Faktor-faktor Transkultural Terhadap Persepsi Tentang Kesehatan Pada Ibu Dengan Balita ISPA Di Kota Banda Aceh No
Variabel
B
95% C.I
Peraturan dan kebijakan a. Baik
42(70)
b. Cukup
9(15)
c. Kurang
9(15)
16(40)
Value 58(58)
13(2.5) 22(22) 11(27.5)
0.011
20(20)
1
Teknologi
1.246
1.28-9.42
0.014
2
Agama dan
0.282
0.50-3.50
0.569
0.497
0.63-4.32
0.313
1.373
1.27-12.21
0.017
1.225
1.24-9.32
0.017
1.283
1.10-11.81
0.034
1.29-11.48
0.015
6. Ekonomi a. Baik
falsafah hidup 28(46.7)
6(15)
34(34)
b. Cukup 26(43.3)
4(10)
30(30)
c. Kurang
30(75)
36(36)
6(10)
3 0.000
Sosial dan kekerabatan
4
Nilai budaya dan gaya hidup
7. Pendidikan a. Baik
32(53.3) 10(25)
42(42)
b. Cukup
18(30)
16(40)
34(34)
c. Kurang 10(16.7) 14(35)
24(24)
Pengaruh
p-
faktor-faktor
5 0.013
Peraturan dan kebijakan
6
Ekonomi
7
Pendidikan
1.349
Transkultural
Terhadap Persepsi Tentang Kesehatan Pada Ibu Dengan Balita ISPA digambarkan dalam Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa secara statistik faktor Agama (B = 0.28, 95% CI = 0.50-3.50) dan sosial (B = 0.49, 95% CI = 0.63-4.32) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persepsiibu dengan Balita ISPA (p>0.05), sedangkan faktor teknologi (B = 1.24, 95% CI = 1.28-9.42), nilai budaya dan gaya hidup (B = 1.37, 95% CI = 1.27-12.21) , peraturan dan kebijakan (B = 1.25, 95% CI = 1.24-9.32), ekonomi (B = 1.28, 95% CI = 1.1011.81) pendidikan (B = 1.34, 95% CI = 1.29-
Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor transkultural yaitu faktor teknologi, keagamaan dan falsafah hidup, sosial dan kekerabatan, nilai budaya dan gaya hidup, peraturan dan kebijakan, ekonomi dan pendidikan terhadap persepsi tentang kesehatan pada ibu dengan balita ISPA di Kota Banda Aceh. Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktorfaktor transkultural mempengaruhi persepsi tentang kesehatan pada ibu dengan balita
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Andriani, Bachtiar, Tahlil
ISPA. Adapun penjelasan rinci mengenai
berkualitas atau sumber yang tepat dengan
pengaruh
transkultural
menggunakan teknologi informasi kesehatan.
terhadap persepsi tentang kesehatan pada
Masyarakat bisa mencari informasi kesehatan
ibu dengan balita ISPA untuk
melalui media elektronik maupun media
faktor-faktor
setiap
variabelnya adalah sebagai berikut.
sosial dan melakukan komunikasi dengan orang lain bahkan bergabung dalam jejaring
Hasil analisa statistik untuk faktor teknologi diketahui bahwa sebagian besar ibu balita dengan ISPA yaitu 61.7%memiliki pandangan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebahagian besar ibu balita dengan ISPA
sosial tentang kesehatan. Teknologi informasi memegang peranan penting dalam sektor kesehatan sehingga sangatlah penting bagi masyarakat untuk peningkatan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi.
sudah memanfaatkan teknologi dengan baik untuk
memperoleh
informasi
tentang
Hasil analisa statistik untuk faktor keagamaan
penyakit ISPA. Hasil penelitian ini sesuai
dan falsafah hidup menunjukkan bahwa
dengan hasil penelitian Melo (2011) yang
sebahagian besaribu dengan balita ISPA yaitu
menyatakan bahwa faktor teknologi dalam
51.7 memiliki pandangan yang baik untuk
transkultural
bagi
faktor keagamaan dan falsafah hidup. Hal ini
masyarakat untuk memperoleh akses pada
mengidentifikasi bahwa sebahagian besar ibu
teknologi informasi, akses komunikasi, akses
balita dengan ISPA memiliki cara pandang
ke media cetak dan elektronik dan akses
yang
kepada teknologi pelayanan kesehatan.
penanganan ISPA. Hasil Penelitian ini sesuai
nursing
bermanfaat
baik
terhadap
pengobatan
dan
dengan penelitian sebelumnya (Paul dan (Depkes RI, 2002) menyatakan bahwa salah satu
manfaat
teknologi
dalam
bidang
kesehatan bagi masyarakat adalah untuk mendapatkan
informasi
pelayanan
kesehatan.
masyarakat
mencari
kesehatan Saat
ini,
informasi
dan
banyak tentang
kesehatan melalui sumber-sumber teknologi seperti media elektronik dan internet. Oleh karena itu perawat perlu memfasilitasi pasien dalam mencari informasi kesehatan yang
Corolyn, 2007) yang melaporkan bahwa pandangan mempengaruhi
hidup
(falsafah
kesehatan
hidup)
masyarakat.
keluarga dengan balita ISPA dalam merawat dan memanfaatkan pelayanan kesehatan memperhatikan aspek agama dan falsafah yang diyakini oleh keluarga. Potter dan Perry (2010) menyatakan bahwa praktik yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mempunyai
makna
keagamaan
bagi
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
sebahagian
masyarakat
Spiritualitas
atau
mempengaruhi
Andriani, Bachtiar, Tahlil
keluarga. perilaku
penelitian ini menggambarkan bahwa ibu balita
dengan
ISPA
mempersepsikan
masyarakat atau ibu dalam bidang kesehatan
penanganan ISPA pada balita yang diberikan
(Tahlil, dkk, 2013).
oleh
Puskesmas
memperhatikanaspek
budaya masyarakat. Hasil analisa statistik untuk faktor sosial dan kekerabatan diketahui bahwa sebahagian
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Erson
besar ibu dengan balita ISPA yaitu 51.7%
(2005), yaitu pemahaman terhadap keadaan
memiliki pandangan yang baik tentang faktor
sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di
sosial dan kekerabatan. Hasil ini memberikan
setiap
kesimpulan bahwa ibu dengan balita ISPA
kebudayaan yang mereka miliki. Perpaduan
mempersepsikan
pelayanan
antara pengalaman empirical dengan konsep
kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas
kesehatan ditambah juga dengan konsep
untuk mengobati ISPA pada balita telah
budaya dalam hal kepercayaan merupakan
memperhatikan aspek sosial budaya dan
konsep sehat tradisional secara kuratif.
bahwa
masyarakat
tergantung
dari
hubungan keluarga.. Hasil analisa statistik untuk faktor peraturan Tomey dan Alligood (2006) mengatakan
dan kebijakan diketahui bahwa sebahagian
bahwa aspek sosial budaya dalam pelayanan
besar ibu dengan balita ISPA yaitu 70%,
kesehatan khususnya keperawatan adalah
memiliki pandangan yang baik tentang faktor
penting menerapkan pendekatan antropologi
peraturan dan kebijakan. Hal ini memberikan
yang berorientasi pada keaneka ragaman
makna bahwa ibu dengan balita ISPA
budaya baik antar budaya maupun lintas
beranggapan bahwa peraturan dan kebijakan
budaya dengan yang tidak membedakan
yang
perbedaan budaya dan dilaksanakan sesuai
masyarakat dalam
dengan hati nurani dan standar tanpa
terutama dalam penanganan penyakit ISPA.
ada
di
Puskesmas pelayanan
membantu kesehatan
membedakan suku, ras, budaya, dan lain-lain. Menurut
Tomey
dan
Alligood
(2006),
Hasil statistik untuk faktor nilai budaya dan
kebijakan dan peraturan yang berlaku di
gaya
bahwa
fasilitas pelayanan kesehatan mempengaruhi
sebahagianbesaribu balita dengan ISPA yaitu
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan
58.3%memiliki pandangan yang baik tentang
lintas
faktor nilai budaya dan gaya hidup.Hasil
mempengaruhi
hidup
diketahui
budaya.
Faktor
budaya
kebijakan
dapat
kesehatan.
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Perbedaan
bahasa
dapat
Andriani, Bachtiar, Tahlil
menyebabkan
apabila
anggota
ibunya
Variabel
kelompok tertentu memiliki informasi yang
ekonomi
tidak memadai tentang hak‐hak kesehatan
kesehatan
mereka, atau menerima layanan kesehatan
meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan khusus
mempengaruhi cara bagaimana atau dimana
mereka. Terkait dengan penelitian ini, oleh
seseorang masuk ke dalam sistem pelayanan
karena mayoritas ibu dengan balita SPA
kesehatan. Penerimaan seseorang terhadap
bersuku Acehmaka informasi terkait dengan
pengobatan
peraturan
memelihara
dan
kebijakan
pelayanan
dapat
sakit.
mempengaruhi
seseorang
yang
tingkat
dengan
cara
bertujuan
atau
untuk
meningkatkan
kesehatan di Puskesmas tidak menjadi
kesehatannya juga dapat dipengaruhi oleh
masalah.
status ekonomi.
Hasil penelitian tentang faktor ekonomi
Mubarak
diketahui bahwa
menyatakan bahwa status ekonomi atau
sebahagian besa ribu
dan
dengan balita ISPA yaitu 46.7% memiliki
tingkat
pandangan
mempengaruhi
yang
baik
tentang
faktor
Chayatin
penghasilan cara
(2009)
juga
keluarga
akan
hidup/gaya
hidup
ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa ibu
seseorang dan cara memperoleh pelayanan
dengan balita ISPA memiliki tingkat ekonomi
kesehatan bila ada anggota keluarga yang
yang baik untuk mengobati dan merawat
menderita sakit. Seseorang yang berasal dari
balita dengan ISPA. Tingkat ekonomi atau
keluarga
pendapatan masyarakat akan mempengaruhi
cenderung lebih mudah dalam memperoleh
cara
pelayanan
masyarakat
tersebut
memelihara
dengan
dan
penghasilan
fasilitas
tinggi
kesehatan,
kesehatannya dan memanfaatkan fasilitas
dibandingkan dengan orang yang berasal dari
pelayanan kesehatan.
keluarga keluarga
Lebih
lanjut
Potter
dan
Perry
(2010)
mengatakan bahwa pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai sanitasi,
dengan dengan
penghasilan penghasilan
rendah. tinggi
cenderung mendapatkan kesempatan yang lebih tinggi untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi tentang arti kesehatan dan manfaat dari pelayanan kesehatan.
lingkungan dan perumahan. Kemampuan anggaran rumah tangga juga mempengaruhi
Hasil analisa statistik untuk faktor pendidikan
kecepatan
diketahui bahwa
untuk
meminta
pertolongan
sebahagian besar ibu
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Andriani, Bachtiar, Tahlil
dengan balita ISPA yaitu 53.36% memiliki
pendidikan seseorang maka semakin tinggi
pandangan
pula motivasi untuk memanfaatkan fasilitas
yang
baik
tentang
faktor
pendidikan. Hal ini menggambarkan bahwa
kesehatan
ibudengan balita ISPA memiliki pemahaman
pengetahuan dan wawasan yang lebih luas
dan kesadaran yang baik terkait dengan
dibandingkan
pengobatan dan perawatan balita dengan
berpendidikan rendah. Pendidikan seseorang
ISPA. Menurut Edelman dan Mandle (1994,
dapat meningkatkan kematangan intelektual
dalam Potter & Perry, 2010), keyakinan
sehingga dapat membuat keputusan yang
seseorang terhadap
lebih
kesehatan sebagian
baik
karena
telah
dengan
dalam
memiliki
orang
bertindak.
Tingkat
terbentuk oleh variabel intelektual, yang
pendidikan
terdiri dari pengetahuan (atau informasi yang
permintaan
salah) tentang berbagai fungsi tubuh dan
Pendidikan yang tinggi akan memungkinkan
penyakit, latar belakang pendidikan dan
seseorang untuk mengetahui atau mengenal
pengalaman masa lalu. Variabel-variabel ini
gejala awal dari suatu penyakit, sehingga
mempengaruhi
berkeinginan untuk segera mendapatkan
pola
pikir
seseorang.
Kemampuan kognitif akan membentuk cara
dipercaya
yang
akan
mempengaruhi
pelayanan
kesehatan.
perawatan.
berfikir seseorang, termasuk membentuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang
berkaitan
menggunakan
dengan
penyakit
pengetahuan
dan
tentang
kesehatan dan penyakit yang dimilikinya untuk
menjaga
Kemampuan
kesehatan
kognitif
juga
diri
sendiri.
berhubungan
dengan tahap perkembangan seseorang.
Ukuran pendidikan juga penting untuk mewakili kesadaran akan perlunya pelayanan kesehatan. Orang dengan pendidikan formal lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan
Notoatmodjo (2007), mengatakan bahwa
serta pemanfaatan pelayanan kesehatan.
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
Tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran
maka
akan pentingnya arti kesehatan bagi diri dan
semakin
tinggi
pula
kesadaran
terhadap kesehatan, baik untuk dirinya
lingkungan
maupun orang lain dan ibu. Latar belakang
kebutuhan
pendidikan mempengaruhi seseorang dalam
(Mubarak & Chayatin, 2009).
berpikir dan bertindak. Semakin tinggi tingkat
yang akan
dapat
mendorong
pelayanan
kesehatan
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Andriani, Bachtiar, Tahlil
Latar belakang pendidikan klien adalah
dalam keterbatasan dan mencapai kematian
pengalaman klien dalam menempuh jalur
dengan damai.
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinannya didukung
oleh
bukti-bukti
ilmiah
yang
rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya (Tomey &
Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Kota
Banda
Aceh
sudah
memperhatikan aspek-aspek budaya dalam pelayanannya.Pendapat
di
atas
sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Leininger (Tomey & Alligood, 2006) menyatakan bahwa konsep utama yang mendasari terbentuknya teori
bahwa
kesehatan
merupakan
suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari.
Alligood, 2006).
dalam
Leininger (Tomey & Alligood, 2006) meyakini
keperawatan
transkultural
adalah
budaya yaitu norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok masyarakat yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan. Selanjutnya juga Cultural Care yaitu yang berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, ibu atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup
Hasil
analisa
multivariat
dengan
menggunakan uji regresi logistic di atas diketahui bahwa bermakna
Ho
transkultural
p value = 0,000 yang ditolak,
(faktor
sehingga teknologi,
faktor faktor
keagamaan dan falsafah hidup , faktor sosial dan kekerabatan, faktor nilai budaya dan gaya hidup, faktor peraturan dan kebijakan, faktor ekonomi dan faktor pendidikan) secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan terhadap persepsi sehat pada keluarga balita dengan ISPA, namun untuk setiap variabel faktor-faktor transkultural dilihat dari setiap faktor dengan uji regresi logistic diperoleh hasil
faktor
berpengaruh
agama terhadap
dan
sosial
persepsi
tidak tentang
kesehatan pada ibu dengan BalitaISPA. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua hal-hal mengenai persepsi kesehatan khususnya pada
ibu
balita
dengan
ISPA
mampu
dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel faktor transkultural.
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Andriani, Bachtiar, Tahlil
Hasil penelitian di atas berbeda dengan
perawatanbalita dengan ISPA karena tingkat
pendapat yang dikemukakan oleh Leininger
pendidikan yang rendah dan pendapatan
(Tomey & Alligood, 2006), yaitu dimensi
keluarga yang rendah sangat terkait dengan
budaya dan struktur sosial dalam sunrise
kerentanan anak-anak terhadap ISPA. Selain
model dalam pelayanan kesehatan dan
itu, lingkungan rumah dan gaya hidup juga
keperawatan dipengaruhi oleh 7 faktor, yaitu
memiliki
faktor teknologi, faktor keagamaan dan
berkaitan dengan perawatan yang diberikan
falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan,
ibu
faktor nilai budaya dan gaya hidup, faktor
penelitianini menemukan beberapa ibu yang
peraturan dan kebijakan, faktor ekonomi dan
tidak peduli terhadap paparan pada anak-
faktor pendidikan.
anak yang rentan terhadap reaksi alergi,
dampak
terhadap
negatif
balita
yang
dengan
besar
ISPA.Hasil
seperti asma dan rinitis alergi seperti debu, Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Silva, dan
kutu, dan bulu binatang(Silvadan Reis et al, 2010).
Reis(2010) menunjukkan bahwa dimensi budaya dan sosial ibu-ibu dengan anak yang
Kesimpulan
menderita ISPA dipengaruhi oleh faktor teknologi, agama, filsafat, kekerabatan, nilainilai budaya, gaya hidup, serta faktor ekonomi dan pendidikan. Hasil penelitian tersebut juga menggambarkan bahwa faktor teknologi, agama dan filsafat, kekerabatan dan kehidupan sosial memfasilitasi atau mendukung ibu-ibu di Distrik Cascadura, Rio de
Janeiro,
Brazil
untuk
memberikan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
besar
faktor
transkultural
mempengaruhi persepsi tentang kesehatan pada
ibu
dengan
Balita
ISPA.Secara
keseluruhan, pengaruh dari faktor-faktor transkultural terhadap persepsi kesehatan pada ibu dengan balita ISPA di Kota Banda Aceh adalah sebagai berikut:
perawatan kepada balita dengan ISPA.
Faktor teknologi, nilai budaya dan gaya
Sedangkan faktor nilai-nilai budaya dan gaya
hidup, peraturan dan kebijakan, ekonomi dan
hidup, lingkungan rumah, faktor ekonomi
pendidikan
dan pendidikan menghambat ibu dalam
signifikan
memberikan
kesehatan ibu dengan balita ISPA di Kota
dengan ekonomi
perawatan
ISPA. yang
kepada
Faktor-faktor
balita
sosial
menghambat
dan
proses
mempunyai terhadap
Banda Aceh (p < 0.05)
pengaruh persepsi
yang
tentang
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Faktor
keagamaan
dan
Andriani, Bachtiar, Tahlil
social
dan
kekerabatan tidak berpengaruh terhadap
Friedman, M. M. (2010). Buku ajar keperawatan ibu : riset, teori dan praktek. Jakarta : EGC
persepsi tentang kesehatan ibu dengan balita ISPA di Kota Banda Aceh, (p > 0.05) Referensi Bowling, A. (2012). The measurement of patients’expectations for health care: a review and psychometric testing of a measure of patients’ expectations. Journal of Health Technology Assessment 16. Buse, K., Mays, N. & Walt, G. (2012). Making health policy : understanding public health. 2nd Edition, New York : Open University Press. Corwin, E. J. (2009). Patofisiologi. Jakarta: EGC. Depkes RI.(2002), Kebijakan dan strategi pengembangan sistem informasi kesehatan nasional. Jakarta. Depkes RI. (2002), Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia Balita. Jakarta. Dharma, K. K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Cetakan Pertama, Jakarta Timur : CV. Trans Info Media.
Ghozali, I. (2009). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Edisi Keempat, Semarang : Penerbit Universitas Diponegoro Harsono, A. (2007). Diagnosa komunitas dan program kesehatan. Jakarta : Yayasan Esentia Medika. Henry, Beth A, Nicolau, Ana IO (2010). Sociocultural factors influencing breastfeeding practices among lowincome women in Fortaleza-CearáBrazil: a Leininger’s Sunrise Model Perspective. Diakses tanggal 18 November 2013, Dari www.um.es/eglobal. Koentjoro, S. (2002). Dukungan sosial pada ibu. Diakses 16 Agustus 2014. dari http : //www. e-psikologi.com. Layuk, R. R. Noer, Wahiduddin (2012). Faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Lembang Batu Sura. Diakses tanggal 18 November 2013, dari http://repository.unhas.ac.id. Maulana (2009). Promosi kesehatan. Jakarta : EGC.
Kesehatan Aceh (2013). Profil kesehatan provinsi Aceh tahun 2012.Diakses tanggal 18 November 2013, dariwww.dinkes.acehprov.go.id.
Mubarak, W. I. dan Chayatin, N. (2009). Ilmu kesehatan masyarakat : teori dan aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh (2012). Profil kesehatan Kota Banda Aceh tahun 2012.Diakses tanggal 18 November 2013, dariwww.dinkes.bandaaceh.go.id.
Murwani, A. (2009). Perawatan pasien penyakit dalam. Yogyakarta : Mitra Cendikia.
Dinas
Erson
(2005). Antropologi Yogyakarta : UGM Press.
kesehatan.
Melo, L.P. (2011). The Sunrise model: a contribution to the teaching of nursing consultation in collective health. American Journal Of Nursing Research I
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371
Nelson, W.E. (2000). Ilmu kesehatan anak. Edisi 15, Jakarta : EGC. Notoatmodjo,S (2007). Promosi kesehatan dan ilmu prilaku kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Potter, P.A & Perry, A. G. (2010), Fundamental keperawatan. Edisi 7, Jakarta : Salemba Medika. Prasetyo, B. & Jannah, L. M. (2008). Metode penelitian kuantitatif : teori dan aplikasi. Edisi I, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Paul ,S. & Carolyn, W (2007). A Companion to Art Theory. Libgen. Org. Diakses tanggal 17 November 2014, dari Libgen.org/book/index.phppmds. Sagar, P. L. (2012). Transcultural nursing theory and models : application in nursing education, practice, and administration. New York : Springer Publishing Company. Silva M.D.B., Silva L.R. da & Reis A.T. (2010). Socioeconomic and cultural factors of maternal care in children's respiratory disease in the district of Cascadura, Rio de Janeiro, Brazil. Journal of Nursing UFPE, Octobre 2012, Brazil. Tahlil,T. Woodman,R.W., Coveny, J. Ward,P.R (2013). Exploring Recommendation for an Effective smoking prevention program for Indonesian Adolescent. Asian Pacific Journal Of Cancer Prevention. Vol 14. diakses 5 Agustus di http://dx.doi.org/10.7314/APJCP.2013. 14.2.865 Tomey, A.M and Alligood, M.R (2006).Nursing theorists and their work. 6th Ed. United States of America : Mosby, Inc. Walgito. (2004).Pengantar psikologi umum.Yogyakarta. Andi Yogyakarta.
Andriani, Bachtiar, Tahlil
WHO (2013).Acute respiratory track infection data.Diakses tanggal 18 November 2013, dari http://www.who.int.