Faktor Penyebab Dan Dampak Perselingkuhan Dalam Pernikahan Jarak Jauh Devi Khairatul Jannah Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
[email protected]
Abstrak Pernikahan jarak jauh dapat menjadi penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan karena intensitas kebersamaan menjadi berkurang. Tidak terpenuhinya kebutuhan dalam pernikahan akan mengakibatkan individu mencari pemenuhan kebutuhan tersebut di luar pernikahan melalui perselingkuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab serta dampak perselingkuhan dalam pernikahan jarak jauh. Subjek penelitian adalah seorang wanita yang melakukan perselingkuhan ketika berstatus menikah dan tinggal terpisah jauh dari suami. Metode penelitian yang dilakukan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur. Pencapaian kredibilitas penelitian dilakukan dengan teknik triangulasi sumber melalui wawancara dengan significant person dan membandingkan kedua data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perselingkuhan yang dilakukan disebabkan oleh jarak yang jauh antara subjek dengan suami. Jauhnya jarak menjadikan beberapa kebutuhan tidak terpenuhi serta adanya kondisi lain yang menyebabkan subjek melakukan perselingkuhan. Kondisi tersebut diantaranya kebutuhan seksual, pengakuan dan perhatian, masalah yang belum terselesaikan, belum bisa meninggalkan masa muda serta pandangan yang permisif terhadap perselingkuhan. Pola perselingkuhan yang dilakukan adalah tipe serial affair dimana subjek menjalin hubungan berkali-kali dengan orang yang berbeda dalam waktu yang singkat. Adapun dampak dari perselingkuhan yang dilakukan adalah munculnya rasa cemas ketika melakukan perselingkuhan, munculnya niat dari suami untuk melakukan perceraian, serta adanya tindak kekerasan dari suami terhadap subjek.
Kata kunci : pernikahan jarak jauh, perselingkuhan
Abstract Long distance marriage can be a cause of unfulfilled needs due to a reduced intensity of togetherness. Unmet needs in marriage will lead people to look for fulfillment outside the marriage through infidelity. This study aims to find out the causes and effects of infidelity in long distance marriage.Subject of this study was a woman involving in infidelity while married and living apart from her husband. Research methode is qualitative with case study approach. Data is collected by semi-structured interviews. Credibility of the research carried out by triangulation technique through interview with significant person and comparing both of data.The results showed that the affair is committed due to the distance between subject and her husband. The long distance makes some unmet needs as well as any other conditions that cause the subject involve in infidelity. These conditions include sexual needs, needs of recognition and attention, unresolved conflict, can not leave the youth and a permissive value related to infidelity. The pattern of infidelity is serial affair where the subject is in a relationship for many times with different people for a short time. The impact of infidelity are the emergence of anxiety, the rise of willingness to carry out a divorce from her husband, and the husband's violence towards the subject.
Keywords: Long distance marriage, infidelity
PENDAHULUAN Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan individu lainnya. Manifestasi dari sifat manusia sebagai makhluk sosial menjadikan manusia senantiasa membutuhkan orang lain, saling bersosialisasi, bertukar berbagai macam hal, hingga meneruskan keturunan. Hal ini merupakan wujud dari dorongan kebutuhan dasar manusia untuk dicintai dan dimiliki. Maslow (Feist & Feist, 2008) menjelaskan bahwa kebutuhan manusia untuk dicintai dan dimiliki terwujud dalam beberapa hal, seperti dorongan untuk bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, dan kebutuhan untuk melekat pada sebuah keluarga, lingkungan bertetangga atau berbangsa. Maslow (Feist & Feist, 2008) lebih lanjut menjelaskan bahwa kebutuhan ini juga mencakup sejumlah aspek hubungan seksual dan hubungan interpersonal, seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta. Kebutuhan-kebutuhan manusia untuk memberi dan menerima cinta, memiliki pasangan dan keturunan, serta kelekatan pada sebuah keluarga dapat ditempuh melalui proses pernikahan. Pernikahan merupakan suatu kebutuhan individu dewasa untuk mencapai berbagai macam tujuan. Tujuan pernikahan diantaranya adalah mendapatkan keturunan, menyatukan dua keluarga, serta memenuhi kebutuhan biologis pelaku pernikahan yang bersangkutan. Herning (Aqmalia & Fakhrurrozi, 2009) menjelaskan bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan antara pria dan wanita yang kurang lebih permanen, ditentukan oleh kebudayaan dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan. Setiap orang yang memasuki hubungan pernikahan memiliki harapan masing-masing dalam pernikahannya. Individu berharap dapat memenuhi harapan-harapan tersebut melalui pernikahan yang dijalani. Keterpenuhan harapan dan kebutuhan dalam pernikahan menjadi sebuah standar untuk menilai tingkat kualitas hubungan pernikahan tersebut. Individu yang merasa kualitas pernikahannya sesuai dengan harapannya, akan merasakan kepuasan dalam pernikahan. Sebaliknya individu yang merasa kualitas pernikahannya belum sesuai dengan harapannya, cenderung tidak merasakan kepuasan dalam pernikahan. Salah satu karakteristik kepuasan pernikahan menurut Klagsburg (Aqmalia & Fakhrurrozi, 2009) adalah menikmati kebersamaan dengan pasangan. Karakteristik ini dapat terpenuhi ketika individu tinggal bersama dan menghabiskan waktu dengan pasangan. Dalam beberapa pernikahan, hal ini tidak dapat terpenuhi ketika individu tinggal terpisah dalam jarak yang jauh dengan pasangan. Hal ini menjadi salah satu penyebab kurangnya kepuasan dalam pernikahan karena kurangnya intensitas untuk memiliki waktu bersama serta kurang kedekatan. Kepuasan pernikahan berkaitan dengan perasaan bahagia yang dirasakan oleh kedua individu dari pernikahan yang dijalani. Individu yang tidak merasakan kepuasan dalam pernikahan akan berupaya mencari kepuasan di luar pernikahannya. Liu (Olson, dkk, 2002) mengemukakan hasil penelitian yang telah menemukan bahwa orang-orang dengan jenis pekerjaan yang berada di luar rumah, jarang menghadiri kegiatan di tempat ibadah, serta orang-orang dengan
kepuasan pernikahan yang rendah, adalah orang-orang yang beresiko untuk berselingkuh. Perselingkuhan dalam rumah tangga menimbulkan dampak terhadap rumah tangga pelaku perselingkuhan sendiri. Dampak terhadap rumah tangga diantaranya kurangnya kepercayaan dari anggota keluarga kepada pihak yang melakukan perselingkuhan serta kehilangan keharmonisan. Hilangnya keharmonisan dalam rumah tangga pada akhirnya dapat berakibat pada perceraian. Amato & Rogers (Sori, 2007) mengatakan bahwa perselingkuhan merupakan penyebab yang paling banyak terdaftar sebagai penyebab perceraian. Studi yang dilakukan Amato dan Rogers terhadap lebih dari 2.000 orang yang telah menikah di Amerika untuk menguji pengaruh berbagai masalah dalam pernikahan terhadap perceraian, ditemukan bahwa hubungan seks di luar nikah memberikan dampak pada perceraian dua kali lebih besar dari masalah lainnya (Olson, dkk 2002). Perselingkuhan terjadi disebabkan oleh berbagai macam faktor dan faktorfaktor tersebut berbeda pada setiap orang. Dampak yang ditimbulkan dari perselingkuhan juga berbeda antara satu orang dengan yang lain. Nilakusmawati & Srinadi (2007), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa perselingkuhan juga menyebabkan hilangnya ketenteraman dalam rumah tangga. Ketenteraman yang dimaksud adalah hilangnya keharmonisan, kurangnya perhatian, serta terganggunya perkembangan jiwa anak. Mengingat besarnya dampak yang diakibatkan perselingkuhan serta banyaknya angka perselingkuhan yang terjadi, maka faktor-faktor penyebab serta dampak perselingkuhan merupakan hal yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab perselingkuhan serta dampak perselingkuhan tersebut pada pernikahan jarak jauh. Dengan mengetahui faktor penyebab perselingkuhan diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi semua kalangan untuk dapat menghindari perselingkuhan sehingga diharapkan pula dapat mencegah permasalahan sosial lainnya yang bermula dari permasalahan dalam rumah tangga. Pernikahan. Hawari (Aqmalia & Fakhrurrozi, 2009) mengatakan, pernikahan adalah suatu ikatan antara pria dan wanita dewasa yang berdasarkan hukum, adat-istiadat, agama atau Undang-Undang. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Olson & Defrain (2006) mendefinisikan pernikahan sebagai komitmen yang legal antara dua orang untuk berbagi kedekatan fisik dan emosional, berbagai macam tugas, serta sumber perekonomian. Popenoe (Amato, dkk, 2009) berpendapat bahwa secara tradisional, pernikahan dianggap sebagai kewajiban sosial, lembaga yang dirancang khususnya demi keamanan ekonomi dan penghasilan. Dewasa ini pernikahan dianggap sebagai jalan untuk menuju pemenuhan diri. Pernikahan bukan lagi berupa seperangkat norma dan kewajiban sosial yang harus ditegakkan secara luas, tetapi merupakan hubungan sukarela dimana individu bisa menjalankan dan menghentikan sesuai keinginan. Setelah menikah, pasangan tidak hanya
diharapkan menyesuaikan dengan standar perilaku tradisional, namun juga diharapkan untuk mengorbankan kepentingan pribadi, apabila perlu, demi pernikahan. Pasangan baru (new couple) adalah fase kedua dari siklus kehidupan keluarga, dimana dua individu dari dua keluarga yang berbeda bersatu untuk membentuk satu sistem keluarga yang baru. Fase ini tidak hanya melibatkan pembangunan satu sistem pernikahan baru, tetapi juga penyusunan kembali hubungan dengan keluarga jauh dan teman-teman untuk melibatkan pasangan. Pernikahan biasanya digambarkan sebagai bersatunya dua individu, tetapi pada kenyataannya adalah persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem ketiga yang baru (Santrock, 2002). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian pernikahan adalah suatu ikatan yang sah berdasar hukum agama dan Undang-Undang yang menyatukan dua individu untuk berbagi kedekatan fisik dan emosional, berbagai macam tugas, serta sumber perekonomian dalam rangka mencapai kebahagiaan. Pernikahan jarak jauh adalah pernikahan dimana pasangan tinggal terpisah satu sama lain dalam jarak yang jauh. Alasan-Alasan untuk Menikah. Beberapa alasan individu untuk menikah seperti yang dijelaskan oleh Olson & Defrain (2006) diantaranya: a. Saling Melengkapi. Berbagi hidup dengan individu lainnya adalah alasan umum mengapa orang menikah. Saling melengkapi memungkinkan pasangan untuk berbagi perjalanan hidup. Meski beberapa orang percaya bahwa pernikahan dapat mengakhiri kesendirian, hal itu hanya akan terwujud apabila kedua belah pihak merasa nyaman dengan diri mereka sendiri. b. Cinta dan Keintiman. Kebutuhan akan cinta dan keintiman berkaitan dengan kebutuhan untuk saling melengkapi. Kebutuhan akan cinta dan keintiman dapat terpenuhi melalui pernikahan. c. Pasangan yang Suportif. Pernikahan memberikan kesempatan untuk berkembang sebagai manusia secara alami dan untuk merawat perkembangan pasangan. Pernikahan tidak bisa bertahan apabila individu hanya memikirkan perkembangan, kebutuhan karir, atau kebutuhan akan pengakuan bagi dirinya sendiri. Namun saling berbagi kesuksesan dan saling mendukung untuk kebaikan dan pencapaian akan menstabilkan suatu hubungan. d. Pasangan Seksual. Pernikahan disebut sebagai sumber kepuasan seksual yang stabil bagi pasangan menikah. Pernikahan sering dilihat sebagai jalan untuk legitimasi perilaku seksual seseorang. e. Menjadi Orangtua. Salah satu alasan klasik untuk menikah adalah untuk memiliki anak. Sebagian orang tua beranggapan bahwa memiliki anak merupakan suatu tugas yang menantang, membuat frustrasi, dan pada saat yang sama sangat menyenangkan. Perselingkuhan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Edisi kedua tahun 1991, selingkuh adalah tidak berterus terang; tidak jujur; suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; curang; serong. Perselingkuhan dalam bahasa Inggris disebut dengan affair. Dalam kamus Oxford Learner’s Pocket Dictionary, affair diartikan: Sexual relationship between two people, when one of them is married to somebody else. Secara umum dapat diterjemahkan bahwa
perselingkuhan adalah hubungan seksual antara dua orang dimana salah satunya telah menikah dengan orang lain. Perselingkuhan merupakan hubungan antara seseorang yang sudah menikah dengan orang lain yang bukan merupakan suami/istri yang sah. Hubungan tersebut dapat terbatas pada hubungan emosional yang sangat dekat atau juga melibatkan hubungan seksual. Glass & Staeheli serta Subotnik & Harris (Ginanjar, 2009) mengemukakan bahwa terdapat 3 komponen dari perselingkuhan emosional, yaitu keintiman emosional, kerahasiaan, dan sexual chemistry. Jadi walaupun hubungan yang terjalin tidak diwarnai oleh hubungan seks, namun tetap membahayakan keutuhan perkawinan karena hubungan ini dapat menjadi lebih penting daripada perkawinan itu sendiri. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perselingkuhan adalah merupakan suatu hubungan emosional maupun seksual pada orang yang sudah menikah dengan orang lain di luar pernikahannya. Tipe-Tipe Perselingkuhan. Subotrik & Harris (Ginanjar, 2009) mengemukakan beberapa bentuk perselingkuhan sebagai berikut: a. Serial Affair. Tipe perselingkuhan ini paling sedikit melibatkan keintiman emosional tetapi terjadi berkali-kali. Hubungan yang terbentuk dapat berupa perselingkuhan semalam atau sejumlah affair yang berlangsung cukup lama. Dalam serial affair tidak terdapat keterlibatan emosional, hubungan yang dijalin hanya untuk memperolah kenikmatan atau petualangan sesaat. Inti dari perselingkuhan ini adalah untuk mendapatkan seks dan gairah. Ada sensasi perselingkuhan yang membuat pelakunya ketagihan karena tidak pernah lagi merasakannya dalam pernikahan yang penuh dengan rutinitas dan tanggung jawab. Walaupun tidak melibatkan keterlibatan emosional yang mendalam antara pasangan dan kekasih-kekasihnya, namun tidak berarti perselingkuhan ini tidak membahayakan. Tidak adanya komitmen dengan pasangan-pasangan selingkuh menunjukkan juga tidak adanya komitmen terhadap perkawinan. Hubungan dengan pasangan yang berganti-ganti juga berbahaya karena resiko penularan penyakit menular seksual. b. Flings. Mirip dengan serial affair, flings juga ditandai oleh minimnya keterlibatan emosional. Hubungan yang terjadi dapat berupa perselingkuhan satu malam atau hubungan yang terjadi selama beberapa bulan, tetapi hanya terjadi satu kali saja. Dibandingkan dengan tipe perselingkuhan yang lain, flings termasuk yang paling tidak serius dampaknya. c. Romantic Love Affair. Perselingkuhan tipe ini melibatkan hubungan emosional yang mendalam. Pihak yang berselingkuh merasa jatuh cinta lagi dan menemukan hubungan yang lebih memuaskan dengan pasangan selingkuh secara fisik dan emosional. Hubungan yang terjalin menjadi amat penting dalam keseluruhan kehidupan pasangan. Seringkali pasangan berpikir untuk melepaskan perkawinan dan menikahi kekasihnya. Bila perceraian tidak memungkinkan, perselingkuhan tersebut dapat berlangsung jangka panjang secara rahasia. d. Long Term Affair. Perselingkuhan jangka panjang merupakan hubungan yang menyangkut keterlibatan emosional paling mendalam. Hubungan dapat berlangsung bertahun-tahun dan bahkan sepanjang kehidupan perkawinan. Ada
banyak pasangan yang merasa memiliki hubungan lebih baik dengan pasangan selingkuhnya daripada dengan suami atau istri. Karena perselingkuhan sudah berlangsung lama, tidak jarang hubungan ini juga diketahui oleh istri dan bahkan pihak keluarga. Pada sejumlah pasangan tertentu, seolah ada perjanjian tidak tertulis bahwa perselingkuhan boleh terus berjalan asalkan suami tetap memberikan kehidupan yang layak bagi istri dan anak-anak. Faktor Penyebab Perselingkuhan. Faktor-faktor penyebab terjadinya tindakan selingkuh dirangkum oleh Harley (Suciptawati & Susilawati, 2005) sebagai tidak bertemunya kebutuhan suami dan istri dalam rumah tangga. Harley (Suciptawati & Susilawati, 2005) menguraikan daftar lima kebutuhan utama pria dan wanita sebagai berikut: kebutuhan istri meliputi kebutuhan akan kasih sayang (affection), percakapan (conversation), ketulusan dan keterbukaan (honesty and openness), komitmen finansial (financial commitment) dan komitmen keluarga (family commitment). Sedangkan kebutuhan suami meliputi kebutuhan seksual (sexual fulfillment), kebersamaan dalam rekreasi (recreational companionship), memiliki pasangan yang menarik (an attractive spouse), dukungan dalam rumah tangga (domestic support) dan kekaguman (admiration). Menurut hasil penelitian survey yang dilakukan Suciptawati & Susilawati (2005), faktor dominan penyebab munculnya perselingkuhan adalah karena tidak bisa menguasai diri dan ingin mencari selingan, kurangnya komunikasi, serta kurangnya perhatian pasangan terutama untuk kebutuhan batin. Sebagian besar responden menjawab setuju bahwa seseorang melakukan perselingkuhan karena kurangnya ketenteraman dalam rumah tangga pelaku selingkuh. Penyebab perselingkuhan sangat beragam dan biasanya tidak hanya disebabkan oleh satu hal saja. Ketidakpuasan dalam perkawinan merupakan kondisi yang umumnya menjadi penyebab terjadinya perselingkuhan, tetapi ada pula faktor-faktor lain di luar perkawinan yang mempengaruhi masuknya orang ketiga dalam perkawinan. Staheli (dalam Satiadarma, 2001) mengemukakan berbagai alasan yang dikemukakan sejumlah wanita yang berselingkuh tentang alasan perselingkuhan mereka, seperti meningkatnya rasa percaya diri ketika merasa diperhatikan pria, adanya keinginan akan pengalaman seksual yang lebih luas yang tidak dibatasi oleh hanya satu pasangan saja, suatu keinginan mencari kedekatan emosional yang mereka harapkan dapat mereka peroleh dari orang lain, mengusir rasa kesepian yang mereka alami, keinginan mendapatkan kasih sayang, serta kegairahan yang ditimbulkan dari suatu hubungan perselingkuhan yang membuat mereka merasa diri menjadi lebih muda, dimana hal ini juga merupakan upaya menyangkal proses penuaan yang mereka alami. Berdasarkan berbagai sumber yang dirangkum oleh Ginanjar (2009), ada sejumlah alasan terjadinya perselingkuhan: a. Kecemasan menghadapi masa transisi; seperti misalnya memiliki anak pertama, anak memasuki usia remaja, anak yang telah dewasa meninggalkan rumah, dan memasuki masa pension. b. Pasangan muda menimbulkan gairah baru sehingga menjadi semacam pelarian dari perkawinan yang tidak membahagiakan. c. Tidak tercapainya harapan-harapan dalam perkawinan dan ternyata diperoleh dari pasangan selingkuh.
d. Perasaan kesepian. e. Suami dan/atau istri memiliki ide tentang perkawinan dan cinta yang tidak realistis. Ketika perkawinan mulai bermasalah, pasangan menganggap bahwa cinta mereka sudah padam. f. Kebutuhan yang besar akan perhatian. g. Terbukanya kesempatan untuk melakukan perselingkuhan, yaitu kemudahan bertemu dengan lawan jenis di tempat kerja, tersedianya hotel dan apartemen untuk mengadakan pertemuan rahasia, dan berbagai sarana komunikasi yang mendukung perselingkuhan. h. Kebutuhan seks yang tidak terpenuhi dalam perkawinan. i. Ketidakhadiran pasangan, baik secara fisik maupun emosional, misalnya pada pasangan bekerja di kota yang berbeda, pasangan yang terlalu sibuk berkarir, dan pasangan yang sering bepergian dalam jangka waktu yang lama. j. Perselingkuhan yang sudah sering terjadi dalam keluarga besar, sehingga menyebabkan memudarnya nilai-nilai kesetiaan. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini ada satu orang. Karakteristik subjek penelitian adalah sebagai berikut: a. Pernah melakukan perselingkuhan pada saat menikah. b. Pernikahan yang dijalani adalah pernikahan dimana subjek tinggal terpisah jauh dari pasangan. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara semi terstruktur. Wawancara dilakukan terhadap subjek penelitian dan satu orang significant person. Analisis Data Pendekatan analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis isi (content analysis) dengan menggunakan teknik deskriptif naratif. Hasil wawancara diolah ke dalam verbatim dan kemudian dianalisis berdasarkan tema yang ditemukan. Hasil Hasil wawancara dari subjek dan significant person digunakan secara bersamaan untuk saling melengkapi. Hasil penelitian dijabarkan melalui beberapa tema yang sering muncul dalam wawancara untuk mempermudah mendapatkan gambarannya. Tema yang sering muncul diantaranya gambaran kehidupan pernikahan, masalah dalam pernikahan dan cara penyelesaiannya, alasan melakukan perselingkuhan, pola perselingkuhan, serta dampak perselingkuhan. a. Gambaran Kehidupan Pernikahan. Subjek merasakan hubungan yang lebih baik setelah pernikahan apabila dibandingkan dengan masa-masa pacaran. Hubungan subjek dengan suami berjalan baik dan saling menyayangi. Di awal
pernikahan, ada romantisme yang tergambar dari cerita subjek antara subjek dengan suami. Subjek juga memiliki persepsi yang baik tentang suami dimana subjek mengakui bahwa suaminya lebih baik dari pasangan selingkuh. Di pihak lain, suami juga menerima subjek dengan baik dan mencoba untuk selalu menyenangkan subjek. Subjek kurang menunjukan keakraban dengan suami ke lingkungan pertemanannya. Subjek terlihat malu untuk menunjukkan status pernikahan ketika berada di lingkungan pertemanan, yang diperlihatkan dengan cara menunjukkan kejengkelan terhadap suami. Hal ini disebabkan subjek tidak terlalu ingin menunjukkan status telah menikah, serta masih ingin menikmati masa muda tanpa beban pernikahan serta melakukan hal-hal yang dapat dilakukan oleh orang yang belum menikah. Secara umum subjek merasa cocok dengan sifat-sifat suami. Subjek juga merasa suami lebih baik daripada pasangan selingkuh dan suami cukup memberikan perhatian meskipun subjek merasa suami kurang romantis. Menurut subjek, suami cukup memberikan kebebasan, namun suami terlihat belum memberi kebebasan sepenuhnya sehingga subjek dikontrol melalui sms. Kepuasan pernikahan belum tercapai karena subjek masih merasa belum bisa menjalankan peran sebagai istri yang ideal secara maksimal. Hal ini disebabkan karena subjek tinggal dalam jarak yang jauh dari suami. Selain itu, subjek juga masih ada kesibukan kuliah sehingga peran tersebut tidak bisa terjalankan dengan maksimal. b. Masalah dalam Pernikahan & Cara Penyelesaiannya. Subjek memiliki permasalahan ekonomi di dalam rumah tangga. Suami subjek sering memberikan uang kepada orang tua tanpa sepengetahuan subjek. Hal ini menjadi masalah karena subjek merasa belum mapan dalam masalah keuangan. Subjek juga merasa suami tidak terlalu memikirkan keluarga sendiri. Subjek merasa tidak dihargai sebagai istri karena suami tidak melibatkan istri dalam hal pengeluaran. Suami sering memberikan uang tanpa meminta izin kepada subjek. Subjek pada dasarnya bersedia membantu keuangan keluarga suami selama hal itu tidak berlebihan, karena subjek merasa rumah tangganya belum mapan. Permasalahan dalam rumah tangga subjek umumnya tidak melibatkan kekerasan fisik. Cara subjek dan suami mengungkapkan kekesalan atas permasalahan biasanya dengan marah atau saling diam. Penyelesaian masalah biasanya dilakukan dengan meminta maaf. Suami lebih sering mengalah namun terkadang keadaan membaik dengan sendirinya. Secara umum tidak ada langkah khusus dalam upaya penyelesaian masalah. c. Alasan Melakukan Perselingkuhan. Alasan melakukan perselingkuhan menurut subjek adalah karena suami membohongi subjek dengan memberikan uang kepada orang tuanya secara diam-diam. Subjek mencari pelarian ke laki-laki lain hanya ketika subjek merasa marah dengan suaminya. Menurut subjek, seorang pacar lebih bisa memberikan perhatian berupa kata-kata mesra daripada seorang teman. Menurut significant person, alasan subjek melakukan perselingkuhan adalah karena alasan ketertarikan seksual. Subjek menginginkan sesuatu yang lebih dari
apa yang selama ini didapat dari suami. Subjek dan suami tinggal berjauhan sehingga kebutuhan seksual tidak bisa terpenuhi dalam intensitas yang tinggi. Kebutuhan inilah yang mendorong subjek untuk melakukan perselingkuhan. Selain itu, ada kesempatan subjek untuk melakukan perselingkuhan di belakang suami karena jauhnya jarak subjek dengan suami yang menyebabkan suami tidak bisa mengawasi secara langsung. Subjek merasa memiliki beban karena menikah di usia muda. Hal ini dikuatkan oleh penjelasan significant person bahwa subjek belum bisa melepaskan masa muda yang hilang karena pernikahan, sehingga ingin bebas melakukan sesuatu yang dilakukan oleh orang yang belum menikah. Serta ingin membuktikan bahwa subjek masih diinginkan oleh banyak orang meskipun sudah menikah. Sehingga alasan subjek selingkuh bukan sebagai pelarian sesaat, melainkan suatu kebutuhan. Subjek juga memiliki kebutuhan untuk diakui dan diinginkan oleh orang lain. Hal ini dimungkinkan karena terkikisnya rasa percaya diri setelah menjalani pernikahan. Ada kemungkinan subjek menginginkan romantisme dari suatu hubungan karena suami tidak terlalu romantis. Subjek merasa pasangan selingkuh dapat memberikan perhatian yang berbeda dari suami. Perselingkuhan merupakan hal yang sudah pernah dilakukan subjek sejak sebelum menikah. Subjek pernah berselingkuh pada saat telah bertunangan dengan suaminya. Penyebab perselingkuhan dimungkinkan karena nilai yang diyakini subjek bahwa perselingkuhan bukan masalah besar. Subjek memiliki pandangan yang permisif terhadap perselingkuhan dan merasa tidak masalah melakukan hal itu karena menganggap hanya sebagai sampingan. Subjek juga selalu membutuhkan kedekatan dengan lawan jenis, sehingga ketika putus dengan pasangan yang satu, subjek akan mencari pasangan yang lain. Subjek sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan sejak sebelum menikah. Hal ini pernah dilakukan subjek dengan suami sebelum menikah. Sehingga kemungkinan subjek sudah terbiasa melakukan hubungan seksual di luar pernikahan seperti ini. d. Pola Perselingkuhan. Menurut subjek, perselingkuhan yang dilakukan hanya sebatas pacaran biasa dimana hanya melibatkan aktivitas seperti jalan-jalan, makan, dan berbincang. Subjek tidak memiliki harapan jangka panjang dari hubungan di luar pernikahannya karena tidak menjadi hubungan yang serius dan hanya sebagai pelarian. Menurut significant person, perselingkuhan subjek tidak melibatkan perasaan. Hubungan yang dijalani subjek merupakan hubungan yang tidak serius dan hanya terjalin selama beberapa bulan. Namun, menurut significant person, perselingkuhan subjek sudah sampai pada tahap keterlibatan aktivitas seksual. Menurut significant person, subjek melakukan perselingkuhan seperti sedang bermain, dimana hal itu disadari subjek bukan untuk waktu yang lama. Subjek pada akhirnya akan kembali kepada suami sebagai tujuan akhir. Subjek tidak berniat untuk mengacaukan rumah tangganya sehingga berusaha agar suaminya tidak mengetahui perselingkuhannya. Hal ini juga yang menjadikan subjek merasa tidak masalah karena meyakini pada akhirnya tetap akan kembali kepada suami sebagai tujuan utama. Subjek juga berusaha menjaga rahasia
perselingkuhan agar hubungan dengan suami tetap baik karena subjek pada dasarnya tidak berniat merusak pernikahannya. Subjek memisahkan status menikah dari sisi kehidupan lainnya dan sebaliknya. Hal ini dikarenakan subjek jauh dari suami, sehingga kehidupan subjek memiliki bagian yang terpisah satu sama lain. Subjek akan berperan sebagai istri ketika bersama suami, namun ketika tidak bersama suami subjek akan berperan sebagai individu yang seolah-olah belum menikah. e. Dampak Perselingkuhan. Subjek merasakan kecemasan dan ketakutan ketika melakukan perselingkuhan. Rasa takut yang dialami subjek bukan karena merasa bersalah, namun lebih pada perasaan ketakutan apabila hal tersebut diketahui oleh suami. Subjek tidak ingin mengacaukan pernikahannya sehingga sangat menjaga perselingkuhannya dari suaminya. Subjek merasa perhatiannya menjadi terbagi namun tetap memperhatikan suami. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menutupi perselingkuhan subjek. Sehingga subjek berusaha memberikan perhatian lebih kepada suami agar suami tidak curiga. Subjek selalu merasa terancam ketika pasangan selingkuh tidak bisa menerima keadaan subjek yang sudah menikah. Subjek merasa takut apabila pasangan selingkuh terkesan mulai membahayakan hubungannya dengan suami. Ketika perselingkuhan subjek diketahui oleh suami, suami merasa dikhianati dan sangat marah. Suami sampai melakukan tindakan kekerasan yang sebelumnya tidak pernah dilakukan, dengan cara membenturkan kepala subjek ke tembok. Setelah mengetahui perselingkuhan subjek, suami berniat untuk menceraikan subjek. Namun hal tersebut pada akhirnya tidak jadi dilaksanakan. Pembahasan a. Faktor Penyebab Perselingkuhan Perselingkuhan merupakan suatu pelanggaran terhadap eksklusivitas hubungan seksual antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menikah. Perselingkuhan terjadi ketika seseorang yang telah menikah melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang bukan pasangannya (Then, 2008). Lakilaki berpendapat bahwa sebuah hubungan baru dapat dinamakan perselingkuhan apabila di dalamnya terjadi hubungan intim yang terus-menerus dengan seorang perempuan yang bukan istrinya. Sebagian laki-laki juga menjelaskan bahwa melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita tunasusila bukan termasuk dalam perselingkuhan. Bagi sebagian laki-laki, perselingkuhan berarti keterlibatan – bukan sekadar berhubungan seksual – dengan perempuan lain (Then, 2008). Then (2008) juga mengemukakan definisi yang dibuat oleh perempuan mengenai perselingkuhan. Beberapa perempuan menjelaskan bahwa ketika seorang laki-laki memberi perhatian lebih banyak kepada perempuan lain dibandingkan dengan yang diberikannya kepada istrinya, maka laki-laki tersebut telah berselingkuh. Perempuan beranggapan bahwa laki-laki tidak perlu melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang bukan istrinya sebagai bentuk perselingkuhan. Perselingkuhan di mata perempuan adalah ketika laki-laki memberikan perhatian lebih kepada perempuan lain. Perempuan melihat sebuah pengungkapan perasaan sayang secara fisik dan emosional yang dilakukan
seorang laki-laki kepada seorang perempuan yang bukan istrinya sebagai suatu pelanggaran kesetiaan. Pada subjek penelitian ini, ditemukan bahwa subjek melakukan hubungan seksual dengan laki-laki lain di luar pernikahannya. Hal ini dilakukan pada saat subjek telah menikah. Sehingga berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa subjek telah melakukan perselingkuhan. Ada sejumlah situasi yang menyebabkan baik laki-laki maupun perempuan terlibat dalam hubungan di luar pernikahan. Situasi tersebut biasanya dilandasi faktor-faktor yang berbeda. Secara keseluruhan, laki-laki dan perempuan memiliki harapan dan kebutuhan yang sama dari pasangan masing-masing. Namun cara laki-laki dan perempuan berbeda dalam memenuhi kebutuhan emosional dan seksual. Beberapa alasan terjadinya hubungan di luar pernikahan seperti yang disebutkan oleh Then (2008) diantaranya: 1. Alasan-alasan yang berhubungan dengan masalah seksual: variasi dalam hubungan seksual, hubungan intim lebih banyak dan lebih sering, oral seks. 2. Alasan-alasan yang berhubungan dengan kesenangan karena sesuatu yang baru: sensasi tubuh yang baru, untuk bersenang-senang – tidak ada tanggung jawab atau beban emosional, persahabatan dengan orang baru, kegairahan karena adanya tantangan baru, mendengar serangkaian erangan dan rintihan yang berbeda. 3. Alasan-alasan yang bersifat memberi dorongan ego: merasa menarik di depan seorang perempuan yang lebih muda, sensasi/kemungkinan diketahui pasangan, petualangan melakukan sesuatu yang terlarang, memompa ego, menjadi pusat perhatian total, kesempatan yang terlalu bagus untuk dilewatkan, “dia” yang memulai, “sudah disediakan, mengapa tidak?”. 4. Alasan-alasan yang berhubungan dengan istri: kekuasaan atas istri, merasa jenuh dalam pernikahan, istri tidak lagi menarik secara fisik/secara seksual, untuk membalas istri, masa transisi dalam pernikahan, untuk menghindari hubungan seksual dengan istri, untuk melukai istri, istri bertambah gemuk, istri terlalu memperhatikan anak-anak. 5. Alasan-alasan yang berhubungan dengan fantasi romantis: ingin merasakan pengalaman romantis, untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang, pelarian sementara dari pernikahan yang tidak bahagia, sebagai pelarian ke dunia fantasi/khayalan, untuk membuktikan kejantanan/daya pikat/daya tarik seksual. Alasan yang mendasari perselingkuhan pada subjek penelitian ini secara umum disebabkan oleh adanya jarak yang jauh antara subjek dengan suami. Subjek memiliki kebutuhan seksual yang tidak dapat terpenuhi oleh suami. Hal ini dikarenakan subjek dan suami tinggal di kota yang berbeda sehingga intensitas berhubungan seksual tidak terlalu sering. Subjek dan suami hanya bertemu di akhir pekan, sehingga intensitas bertemu dan berkumpul dengan suami menjadi berkurang. Waktu berkumpul di akhir pekan yang biasa dimiliki subjek dan suami juga tidak sepenuhnya bisa dinikmati bersama. Subjek menjelaskan bahwa setiap akhir pekan subjek dan suami bertemu di rumah orang tua subjek. Hal ini tentunya mengakibatkan perhatian subjek dan suami terbagi antara pasangan dan orang tua. Sehingga waktu yang dimiliki subjek untuk bersama dengan suami menjadi semakin berkurang.
Perjalanan yang ditempuh dalam jarak yang jauh dapat mengakibatkan kelelahan. Suami subjek yang menempuh jarak yang jauh untuk bertemu dengan subjek juga kemungkinan merasa lelah. Kelelahan ini kemungkinan menyebabkan kurangnya antusiasme ketika bertemu dengan pasangan sehingga waktu bersama yang dimiliki menjadi kurang berkualitas. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan subjek melakukan perselingkuhan untuk memenuhi kebutuhan seksual. Hall & Lindzey mengungkapkan bahwa setiap kebutuhan adalah suatu keadaan kekurangan yang mendorong orang untuk menutup kekurangan itu. Pengisian kembali atau pemenuhan kebutuhan inilah yang disebut aktualisasi diri atau realisasi diri. Goldstein (Hall & Lindzey, 1993) menjelaskan bahwa apa yang tampak sebagai dorongan-dorongan yang berbeda seperti lapar, seks, kekuasaan, prestasi, dan keingintahuan semata-mata merupakan manifestasi tujuan hidup pokok, yakni mengaktualisasikan diri sendiri. Lebih lanjut Goldstein (Hall & Lindzey, 1993) menjelaskan bahwa aktualisasi diri adalah kecenderungan kreatif dari kodrat manusia. Hal tersebut merupakan prinsip organik yang menyebabkan organisme berkembang dengan lebih penuh dan lebih sempurna. Kebutuhan seksual yang dimiliki subjek tentunya menuntut untuk dipenuhi. Ketika subjek ingin melakukan hubungan seksual, hal tersebut tidak bisa terpenuhi secara langsung ketika suami tidak ada. Sehingga, subjek melakukan perselingkuhan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini kemungkinan tidak akan terjadi apabila subjek tinggal bersama dengan suami. Tinggal bersama dalam satu rumah akan menjadikan waktu yang dimiliki untuk bersama akan lebih panjang, sehingga kekosongan sosok suami dapat langsung terisi. Subjek juga memiliki kesempatan untuk melakukan perselingkuhan, karena jarak yang jauh tidak memungkinkan suami untuk mengawasi subjek secara langsung. Kehidupan sehari-hari subjek juga lebih banyak diisi dengan interaksi dengan orang lain selain suami. Hal ini menjadi salah satu jalan atau kesempatan untuk melakukan perselingkuhan. Di satu sisi, subjek tidak setiap hari bertemu dengan suami sehingga tidak ada yang menjadi pengontrol interaksi subjek dengan orang lain. Pengawasan dalam jarak jauh tentunya berbeda dengan pengawasan jarak dekat. Suami tidak bisa melihat kehidupan keseharian subjek secara langsung, sehingga selama beberapa waktu, subjek dapat melakukan perselingkuhan tanpa diketahui oleh suami. Subjek juga menginginkan pengakuan dan merasa dibutuhkan oleh orang lain. Then (2008) mengemukakan salah satu motivasi utama perempuan melakukan perselingkuhan adalah untuk memperoleh dorongan dan rasa percaya diri yang sering terkikis selama menjalani pernikahan. Selain itu, subjek melakukan perselingkuhan ketika merasa kesal dengan suami atas masalah yang terjadi dalam rumah tangga. Subjek mengharapkan perhatian dan romantisme dari orang lain yang mana hal tersebut tidak didapat dari suami karena menurut subjek suami kurang romantis. Subjek merasa pasangan selingkuh lebih dapat memberikan perhatian. Then (2008) mengungkapkan bahwa perempuan melakukan perselingkuhan sebagai sarana untuk memperoleh perhatian dan kasih sayang, sehingga mampu untuk lebih menyukai dirinya. Kurangnya perhatian yang diperoleh subjek juga disebabkan oleh perpisahan jarak antara subjek dengan suami. Dalam jarak yang
berjauhan, perhatian tidak selalu bisa ditunjukkan secara langsung. Perhatian dalam wujud fisik tidak bisa terlihat langsung sehingga kecenderungan subjek merasa kurang diperhatikan sangat mungkin terjadi. Alasan lain yang menjadi penyebab perselingkuhan subjek adalah karena permasalahan dalam rumah tangga. Suami memberikan uang kepada orang tua suami tanpa sepengetahuan subjek sehingga subjek merasa tidak dianggap sebagai istri. Subjek merasa tidak dihargai mencoba mencari pelarian atas kekesalan dengan suami dengan cara berselingkuh. Subjek berupaya untuk mendapatkan perhatian dari orang lain ketika memiliki masalah dalam rumah tangga. Satiadarma (2001) mengemukakan salah satu alasan psikologis seseorang melakukan perselingkuhan adalah karena kebutuhan. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan akan pujian, kasih sayang, komunikasi, dukungan keluarga, tekad kebersamaan keluarga, dukungan keuangan, kejujuran dan keterbukaan, penampilan fisik, kebersamaan, dan kebutuhan seksual. Pernikahan jarak jauh memungkinkan komunikasi kurang berjalan baik. Hal ini mungkin terjadi dalam pernikahan subjek. Minimnya intensitas kebersamaan menjadikan diskusi juga terhambat. Masalah-masalah dalam rumah tangga yang harus didiskusikan mungkin tidak dapat langsung terselesaikan dengan minimnya waktu untuk berdiskusi secara langsung. Sehingga ketika subjek atau suami membutuhkan pasangan untuk berkeluh kesah atas masalah yang ada, hal tersebut tidak bisa langsung terlaksana. Hal ini menyebabkan masalah akan lambat teratasi atau bahkan tidak selesai. Kebutuhan untuk berbagi ini menjadikan subjek mencari pasangan lain ketika tidak bisa terpenuhi. Alasan lainnya subjek melakukan perselingkuhan adalah karena subjek belum bisa melepaskan masa muda yang terenggut oleh pernikahan. Hurlock (2004) menyebutkan pernikahan di usia muda sebagai salah satu kondisi yang menyumbang terhadap kesulitan dalam penyesuaian perkawinan. Hurlock (2004) lebih lanjut menjelaskan bahwa perkawinan dan kedudukan sebagai orang tua sebelum orang muda menyelesaikan pendidikan mereka dan secara ekonomis independen membuat mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai pengalaman yang dimiliki oleh teman-teman yang belum menikah atau orangorang yang telah mandiri sebelum menikah. Hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan menjadi halangan bagi penyesuaian perkawinan. Subjek dalam hal ini masih ingin menikmati masa-masa seperti yang dirasakan teman-temannya yang belum menikah, seperti berpacaran. Hal ini juga dipengaruhi oleh jarak jauh antara subjek dengan suami dimana subjek menjadi lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman sebaya daripada dengan suami. Sehingga subjek tidak memiliki model peran untuk diteladani. Hurlock (2004) menjelaskan bahwa remaja yang tetap bersekolah atau kuliah sesudah mereka secara hukum dewasa, masih berada dalam lingkungan teman sebaya mereka, akan tetap mengikuti garis-garis perilaku remaja dan bukan pola perilaku dewasa. Hal ini mengakibatkan subjek belum menguasai secara penuh tugas perkembangannya sebagai seorang dewasa yang sudah menikah. Selain itu, subjek memandang perselingkuhan sebagai suatu hal yang biasa. Satiadarma (2001) mengemukakan salah satu aspek penyebab perselingkuhan yang disebabkan oleh alasan psikologis adalah aspek moral. Perselingkuhan bisa
bersifat relatif sehingga masyarakat memandang hal tersebut dengan berbagai penilaian. Subjek beranggapan bahwa perselingkuhan tidak masalah karena hanya sebagai sampingan dan subjek tetap mengutamakan suami daripada pasangan selingkuh. Jarak yang jauh antara subjek dan suami menjadikan subjek belum secara penuh menjalani kehidupan pernikahan. Komitmen yang terbangun antara subjek dengan suami juga belum matang, sehingga ketika subjek jauh dari suami, komitmen pernikahan menjadi rapuh. Pernikahan yang dilalui bersama akan lebih mengeratkan pasangan, yang mungkin akan memberikan pandangan yang berbeda tentang pernikahan serta meningkatkan komitmen kedua belah pihak. b. Pola Perselingkuhan Perselingkuhan yang dilakukan subjek merupakan perselingkuhan yang tidak terlalu melibatkan emosi atau perasaan. Subjek sering berganti-ganti pasangan selingkuh yang menunjukkan tidak adanya keseriusan dalam hubungan tersebut. Subjek melakukan perselingkuhan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis. Subotrik & Harris (Ginanjar, 2009) mengemukakan salah satu bentuk perselingkuhan yang dinamakan dengan serial affair. Tipe perselingkuhan ini hanya melibatkan sedikit aspek emosional namun terjadi berkali-kali. Hubungan yang dijalin hanya utnuk memperoleh kenikmatan atau petualangan sesaat. Inti dari perselingkuhan ini adalah untuk mendapatkan seks dan gairah. Tipe perselingkuhan yang dilakukan subjek adalah tipe serial affair. Subjek menjalin hubungan berkali-kali dengan orang yang berbeda-beda namun hanya dalam jangka waktu yang singkat. Subjek tidak memiliki perasaan yang dalam kepada laki-laki yang menjadi pasangan selingkuh. Satiadarma (2001) mengemukakan bahwa pada sejumlah kasus perselingkuhan ada berbagai kondisi yang menggambarkan bahwa hubungan seksual pasangan menikah mengalami hambatan. Misalnya salah satu pasangan kehilangan gairah untuk melakukan hubungan seksual. Akibatnya, pasangannya berupaya memenuhi dorongan kebutuhan seksualnya dengan melakukan hubungan seksual di luar pasangan resminya. Sebagian pelaku perselingkuhan mengatakan bahwa pelaku tidak berniat meninggalkan pasangannya. Akan tetapi pelaku merasakan bahwa hubungan seksual dengan pasangannya mengalami hambatan, sehingga pelaku mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan seksualnya dengan orang lain (Satiadarma, 2001). Hal ini juga terjadi pada subjek penelitian, dimana subjek hanya berupaya untuk memenuhi kebutuhan biologisnya dari orang lain ketika suami berada dalam jarak yang jauh dan tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Subjek juga menginginkan suatu variasi dalam hubungan seksual. Namun subjek tetap berupaya menutupi perselingkuhannya demi menjaga hubungan baik dengan suami dan tidak berniat untuk meninggalkan suaminya. Subjek melakukan perselingkuhan seperti sebuah petualangan yang pada akhirnya akan kembali kepada suami. c. Dampak Perselingkuhan Perselingkuhan yang dilakukan subjek memberikan dampak tidak hanya bagi subjek sendiri tetapi juga memberi dampak bagi suami. Subjek merasakan kecemasan apabila perselingkuhan diketahui oleh suami dan mengacaukan rumah
tangga subjek sendiri. Subjek juga tidak ingin perselingkuhannya diketahui oleh kedua orang tuanya. Freud (Semiun, 2006) mengartikan kecemasan sebagai suatu keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan datang. Semiun (2006) menjabarkan model struktural baru dari Freud yang mengemukakan bahwa ego harus menjadi tempat kecemasan. Dengan demikian, hanya ego yang dapat menghasilkan dan merasakan kecemasan, tetapi id, superego, dan dunia luar terlibat dalam salah satu dari tiga macam kecemasan yang berhasil diidentifikasi oleh Freud. Kecemasan tersebut diantaranya: 1. Ketergantungan ego pada id menyebabkan kecemasan neurotik. 2. Ketergantungannya pada superego menyebabkan kecemasan moral. 3. Ketergantungannya pada dunia luar menyebabkan kecemasan realistik. Kecemasan realistik yang juga dikenal sebagai kecemasan objektif, hampir serupa dengan ketakutan. Kecemasan realistik merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik terhadap suatu bahaya yang mungkin terjadi. Subjek mengalami kecemasan realistik terhadap perselingkuhan yang dilakukan. Kecemasan yang dialami ketika melakukan perselingkuhan bukan karena dasar benar atau salah berdasarkan moral, namun lebih pada kecemasan mengenai dampak dari perselingkuhannya terhadap pernikahan. Subjek tidak ingin menyakiti perasaan suami dan takut apabila perselingkuhannya diketahui oleh orang tua. Dampak lainnya ketika perselingkuhan subjek terbongkar, suami subjek sempat berniat untuk menceraikan subjek. Suami subjek merasa dikhianati atas perselingkuhan yang telah dilakukan subjek. Walaupun pada akhirnya perceraian tersebut tidak diproses, hal ini menunjukkan bahwa perselingkuhan merupakan faktor yang dapat menghancurkan pernikahan. Fisher (Then, 2008) menjelaskan bahwa perselingkuhan menjadi faktor utama penyebab perceraian. Walaupun terbongkarnya sebuah perselingkuhan tidak secara langsung mengakibatkan perceraian, namun hubungan tersebut dapat mengikis rasa percaya dan apabila terjadi terus-menerus akan berujung pada perceraian. Buss (Shackelford, Besser, dan Goetz, 2008) mengungkapkan bahwa perselingkuhan adalah penyebab utama perceraian dan pemukulan terhadap pasangan. Pada saat perselingkuhan subjek diketahui oleh suami, suami subjek melakukan tindakan agresif dengan cara membenturkan kepala subjek ke tembok. Suami subjek merupakan tipikal penyayang dan tidak pernah melakukan kekerasan fisik kepada subjek sebelumnya. Santoso (2010) menjelaskan bahwa agresivitas adalah perilaku fisik atau verbal yang diniatkan untuk melukai objek yang menjadi sasaran agresi. Biasanya muncul terkait dengan amarah, benci, iri atau cemburu, dendam, dan fanatisme. Perilaku agresif bisa bersifat verbal dan fisik, aktif dan pasif, langsung dan tidak langsung. Bentuk agresivitas fisik, aktif, dan langsung diantaranya seperti menikam, memukul, atau menembak. Munculnya tingkah laku agresif disebabkan oleh beberapa hal. Sears (Hidayat, 2004) mengemukakan salah satu penyebab utama tingkah laku agresif yaitu karena perasaan frustrasi. Gangguan atau kegagalan dalam mencapai tujuan menyebabkan individu marah dan menjadi frustrasi. Suami subjek melakukan
kekerasan fisik kepada subjek sebagai bentuk kemarahan atas perselingkuhan subjek. Suami merasa sakit hati sehingga melakukan tindakan kekerasan sebagai bentuk pelampiasan atas sakit hati yang dirasakan. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan diantaranya: a. Penyebab perselingkuhan pada subjek penelitian secara umum disebabkan oleh jarak yang memisahkan tempat tinggal antara subjek dengan suami. Pernikahan jarak jauh yang dijalani subjek mengakibatkan beberapa kebutuhan tidak terpenuhi dengan baik serta kondisi-kondisi lain yang menyebabkan perselingkuhan. Kondisi tersebut diantaranya: kebutuhan seksual yang tidak dapat terpenuhi setiap saat dibutuhkan, kebutuhan untuk diakui dan mendapat perhatian, masalah rumah tangga yang belum terselesaikan, belum bisa meninggalkan masa muda dan menjalani peran sebagai orang dewasa yang menikah, serta adanya pandangan yang permisif terhadap perselingkuhan. b. Pola perselingkuhan yang dilakukan subjek adalah tipe serial affair, dimana subjek menjalin hubungan berkali-kali dengan orang yang berbeda, namun hanya dalam jangka waktu yang singkat. Subjek tidak memiliki keinginan untuk meninggalkan pasangan resminya, namun hanya berupaya untuk memenuhi kebutuhan seksual yang belum terpenuhi, dari orang lain. c. Dampak perselingkuhan yang dirasakan subjek adalah munculnya rasa cemas akan terbongkarnya perselingkuhan yang dilakukan di hadapan suami dan orang tua. Dampak lainnya yang dirasakan oleh suami sebagai korban perselingkuhan adalah perasaan sakit hati dan merasa dikhianati. Suami sempat berencana untuk menceraikan subjek namun hal tersebut tidak terlaksana. Suami subjek juga melakukan tindakan kekerasan kepada subjek sebagai bentuk luapan rasa marah ketika mengetahui perselingkuhan subjek. Saran a. Saran Praktis Setelah mengetahui faktor penyebab dan dampak perselingkuhan dalam pernikahan jarak jauh di atas, pasangan yang menikah diharapkan bisa mengusahakan untuk tinggal bersama dengan pasangan agar kebutuhan-kebutuhan psikologis dan biologis dapat terpenuhi. Walaupun pasangan harus hidup terpisah, diharapkan kedua belah pihak dapat saling memahami konsekuensi-konsekuensi yang ada sehingga dapat meminimalisir konflik yang mungkin muncul. Suami/istri diharapkan bersedia untuk memahami kebutuhan pasangannya serta saling menerima keterbatasan yang ada. Komunikasi yang baik antara kedua belah pihak sangat diperlukan dalam menciptakan pandangan yang sama. b. Saran Teoritis Penelitian selanjutnya yang akan meneliti mengenai perselingkuhan diharapkan dapat menggunakan lebih banyak subjek penelitian agar data yang diperoleh lebih bervariasi. Selain itu, diharapkan pengambilan data yang dilakukan dapat lebih mendalam agar lebih bisa memahami kasus yang ada secara
utuh. Kontak yang lama dengan subjek penelitian sangat diperlukan agar keterbukaan subjek dapat diperoleh. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat melakukan konfirmasi ke subjek dan orang-orang terkait agar pengakuan yang diperoleh lebih valid dan tidak sepihak. DAFTAR PUSTAKA Amato, P. R., Booth, A., Johnson, D. R., & Rogers, S. J. 2009. Alone Together: How Marriage in America is Changing. Cambridge: Harvard University Press. Aqmalia & Fakhrurrozi. 2009. Kepuasan Pernikahan pada Pekerja Seks Komersial (PSK). http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/ graduate/psychology/2009/Artikel_10503148.pdf. 9 Juni 2010. Bogdan, R. C. & Biklen, S. K. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc. Ekomadyo, A. S. 2006. Prospek Penerapan Metode Analisis Isi (Content Analysis) dalam Penelitian Media Arsitektur. Jurnal Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni. Agustus, 10 (2): 51-57. Endraswara, S. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Epistemologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Feist, J. & Feist, G, J. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ginanjar, A. S. 2009. Proses Healing pada Istri yang Mengalami Perselingkuhan Suami. Makara, Sosial Humaniora. Juli, 13 (1): 66-76. Hall, C. S. & Lindzey, G. 1993. Teori-teori Holistik (OrganismikFenomenologis). Yogyakarta: Kanisius. Harsanti, I. 2008. Motivasi Seorang Wanita untuk Melakukan Perselingkuhan. http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/Art ikel_10500380.pdf. 20 Nopember 2010. Hawari, D. 2004. Love Affair (Perselingkuhan) Prevensi dan Solusi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hidayat, S. 2004. Hubungan Perilaku Kekerasan Fisik Ibu pada Anaknya terhadap Munculnya Perilaku Agresif pada Anak SMP. Jurnal Provitae. Desember, 1 (1). Hurlock, Elizabeth B. 2004. Psikologi Perkembangan, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Miles, M. B. & Huberman, A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UI Press. Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Musianto, L. S. 2002. Perbedaan Pendekatan Kuantitatif dengan Pendekatan Kualitatif dalam Metode Penelitian. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. September, 4 (2): 123-136. Nilakusmawati, D. P. E. & Srinadi, I. G. A. M. 2007. Perselingkuhan dan Perceraian (Suatu Kajian Persepsi Wanita). Ejournal. Juli, 6 (2). Olson, D. H. & Defrain, J. 2006. Marriages and Families Intimacy, Diversity, and Strengths. New York: Mc Graw Hill.
Olson, M. M., Russell, C. S., Kessler, M. H., & Miller, R. B. 2002. Emotional Processes Following Disclosure of An Extramarital Affair. Journal of Marital and Family Therapy. October, 28 (4): 423-434. Oxford. 2003. Oxford Learner’s Pocket Dictionary (New Edition). Oxford University Press. Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS. Poerwandari, E. K. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Raco, J. R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Santoso, Y. & Vinarto, A. T. 2010. Finding Your Soulmate – Rahasia Mendapatkan Kekasih Idaman. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Santrock, J. W. 2002. Life-span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5. Jilid II. Jakarta: Erlangga. Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Satiadarma, M. P. 2001. Menyikapi Perselingkuhan. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Satori, D. & Komariah, A. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta. Semiun, Y. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius. Seri Perundangan. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Shackelford, T. K., Besser, A., & Goetz, A. T. 2008. Personality, Marital Satisfaction, and Probability of Marital Infidelity. Individual Differences Research, 6 (1), 13-25. Strauss, A. & Corbin, J. 2009. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suciptawati, N. & Susilawati, M. 2005. Faktor-faktor Penyebab Perselingkuhan Serta Tindak Lanjut Mengatasinya. Ejournal. Januari, 4 (1). Then, D. 2008. Kisah-kisah Perempuan yang Bertahan dalam Pernikahan. Jakarta: Gunung Mulia. West, R. & Turner, L. H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, Edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika.